Anda di halaman 1dari 14

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)


UAS TAKE HOME EXAM (THE)
SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : ABDAL KHABIR

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 031014501

Tanggal Lahir : 18 / 07 / 1980

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4303 / HUKUM PERUSAHAAN

Kode/Nama Program Studi : 311 / ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 49/ Banjarmasin

Hari/Tanggal UAS THE : RABU / 22 DESEMBER 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : ABDAL KHABIR………………………………………………………………


NIM : 031014501…………………….……………………………………………..
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4303 / HUKUM PERUSAHAAN….……..………………….
Fakultas : HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK……………………..
Program Studi : 311 / ILMU HUKUM……………….……………………………………..
UPBJJ-UT : 49 / BANJARMASIN….……………………………………………………

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi
THE pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Banjarmasin, 22 Desember 2021

Yang Membuat Pernyataan

ABDAL KHABIR
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1.1 Mekanisme Kepailitin pada Perusahaan BUMN Berbentuk Perseroan setidaknya


merujuk pada UU Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ( UU PT) dan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang ( UU KPKPU) . Mengingat BUMN merupakan badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara, dan bertujuan untuk
kemanfaatan umum, maka kepailitan dalam BUMN tidak semudah kepailitan yang terjadi
pada perusahaan swasta. Pada Prinsipnya syarat untuk dimohonkannya kepailitan pada
suatu Perusahaan ialah sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(selanjutnya disebut “UU KPKPU”) yang berbunyi :

Pasal 2 ayat (1)

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya

Pasal 8 ayat (4)

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan
yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

Ketentuan pasal di atas menyebutkan bahwa syarat untuk dapat dimohonkannya


kepailitan pada suatu perusahaan ialah adanya dua atau lebih kreditor, utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih, adapun kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan
sederhana..

Mengingat BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian


modalnya dimiliki oleh Negara maka berdasarkan UU KPKPU pihak yang berhak
mengajukan kepailitan ialah Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
(5) UU KPKPU yang berbunyi sebagai berikut :
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

“Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana


Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan”.

Untuk BUMN yang berbentuk persero, oleh karena persero harus membagi
kepemilikan atas sahamnya guna memenuhi syarat undang-undang pembentukan
suatu Perseroan Terbatas (UU 40/2007 Tentang Perseroan Terbatas), serta mengingat
pengaturan penjelasan Pasal 2 ayat 5 UU KPKPU yang juga menyebutkan bahwa
kepailitan dan PKPU sifatnya ialah kumulatif, jadi jika melihat ketentuan tersebut pihak
yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut pada dasarnya tidaklah
mutlak hanya dari Menteri Keuangan melainkan dapat diajukan dari pihak lain juga,
meski keseluruhan modal itu dimiliki oleh Negara.

Selanjutnya jika putusan pailit sudah diputuskan oleh penagdilan niaga maka
pengadilan memutuskan untuk menjual seluruh aset perusahaan yang hasilnya
digunakan untuk membayar kewajiban debitur yang sudah berstatus pailit ke kreditur.
Pengurusan aset selama pailit dilakukan oleh kurator yang ditunjuk pengadilan.

Kasus seperti yang dialami oleh PT. Djakarta Lloyd (Persero) yang sudah tidak
memeliki asset . Maka diperlukan sebuah syarat yang ditentukan oleh pengadilan yang
mana syarat itu adalah sebuah keharusan sebelum putusan pailit itu dikeluarkan hal ini
untuk melindungi kepentingan para kriditur dalam hal pemabayaran kewajiban oleh
Debitur .

1.2 Terhadap pertanyaan apakah kekayaan yang sudah dipisahkan di BUMN


termasuk dalam kategori kekayaan Negara ? : Untuk memjelaskan hal tersebut maka
dapat kita rujuk beberapa UU yaitu : UU Nomor 19 Tahun 2003 ( UU BUMN) , UU Nomor
40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ( UU PT).

Sebagaimana diketahui deinisi dari Perseroan Terbatas menurut UU PT adalah


Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

BUMN yang berbentuk perseroan juga tunduk pada ketentuan UU PT


sebagaimana Pasal 11 UU BUMN :

“ Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi
perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas”.( Sekarang UU No 40 Tahun 2007) “

Dalam UU PT dijelaskan untuk mendrikan sebuah Perseroan dalam hal ini


berdasrkan pada Pasal 11 UU BUMN yang artinya juga harus tunduk pada UU PT
diperlukan syarat Meteril yaitu : 1. Mempunyai kekayaan 2. Mempunyai Tujuan tertentu
3. Meempuunyai Kepentingan Sendiri 4. Mempunyai Organ yang teratur .

Mempunyai kekayaan disini diartikan oleh para ahli adalah haruslah terpisah dari
dari kekayaan para pemegang saham sehingga dengan demikian kekayaan sebuah PT
adalah mutlak miliknya sendiri dan tidak terpaut dengan siapapun meskipun
perolehannya ( Modal dasar dst itu) terpaut dengan siapapun termasuk negara sebagai
pemegang saham .

Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU BUMN menyebutkan bahwa: Perusahaan


Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk
perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau
paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.artinya ada 49% (
Empat Puluh Sembilan Persen ) saham lainnya yang bukan milik negara atau kekayaan
negara

Kemudian Pasal 4 ayat (1) UU BUMN juga menyatakan :

“Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Kata
dipisahkan disini berarti terjadinya transformasi wujud dan sifat kepemilikan yang
berasal dari kekayaan negara berubah menjadi kekayaan PT. perlu dingat bahwa PT
adalah badan hukum yang dapat dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara
mandiri termasuk pada pengelolaan harta kekayaannya

Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan uraian diatas


bahwa Kekayaan yang ada pada Perseroan BUMN itu bukan lagi menjadi kekayaan
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

negara sebatas perseroan tersebut masih aktif dan berjalan .Kekayaan Negara yang
ada pada Perseroan BUMN adalah sebatas berapa besar saham yang dimiliki oleh
negara ( Pada Perseroan biasanya 51 % sedangkan pada Perum 100%) artinya
mekanisme kekayaan pada sebuah PT Kembali lagi kepada mekanisme kepemilikan
Modalnya . akan berbeda hal nya terhadap perusahan BUMN yang dinyatakan Pailit
maka dalam Pasal 64 Ayat 2 diberikan ketentuan :

“ Apabila tidak ditetapkan lain dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1), sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan langsung
ke Kas Negara”.

Dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003


Tentang Badan Usaha Milik Negara disebutkan bahwa :

Pasal 64

Ayat (1)

Karena pendirian BUMN dilakukan dengan Peraturan Pemerintah yang menyebutkan


besarnya penyertaan modal negara dalam pendirian BUMN dimaksud, pembubaran
BUMN tersebut harus dilakukan pula dengan Peraturan Pemerintah.

Ayat (2)

Dalam Peraturan Pemerintah tentang pembubaran BUMN, dapat pula ditetapkan agar
sisa hasil likuidasi dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain yang telah ada
atau dijadikan penyertaan dalam rangka pendirian BUMN baru. Jika tidak ditetapkan
demikian sisa hasil likuidasi disetorkan langsung ke Kas Negara, karena merupakan hak
negara sebagai pemegang saham atau pemilik modal BUMN.

2.1 Direksi merupakan pilar utama yang menjamin kelangsungan usaha Perseroan.
Disebut sebagai pilar utama karena maju dan berkembangnya Perseroan ditentukan
oleh Direksi. Direksi menjadikan perseroan hidup, tanpa Direksi Perseroan tidak dapat
menjalankan kewajibannya. Dengan demikian, ruang lingkup tugas dan wewenang
Direksi adalah mengurus Perseroan. Tugas dan kewenangan untuk mengurus
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Perseroan tersebut diberikan kepada Direksi tentu berdasarkan 2 (dua) prinsip dasar,
yaitu : pertama, kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (fiduciary duty); dan
kedua, prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty
of skill and care). Atas 2 (dua) prinsip dasar tersebut menuntut direksi untuk bertindak
secara hati-hati dan disertai itikad baik, sematamata untuk kepentingan dan tujuan
perseroan. Artinya, dalam pelaksanaan tugasnya itu, Direksi tidak hanya terikat pada
apa yang secara tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
Perseroan melainkan juga terikat pada ruang lingkup tugas dan kewajiban sesuai
dengan kebiasaan, kewajaran dan kepatutan. Pelanggaran atas prinsip-prinsip dasar
tersebut sehingga menyebabkan timbulnya kerugian bagi perseroan tentu membawa
konsekuensi tanggung jawab yang berat bagi Direksi dengan penerapan asas doktrin
piercing the corporate veil.
Istilah Piercing the Corporate Veil terdiri dari kata-kata; Pierce yang berarti
menyobek/mengoyak/menembus; Veil berarti kain/tirai/kerudung; dan Corporate berarti
perusahaan. Karena itu secara harfiah istilah Piercing the Corporate Veil berarti
menyingkap tirai perusahaan. Sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan merupakan
suatu prinsip/teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani tanggung
jawab ke pundak orang lain, oleh suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
perusahaan pelaku, tanpa melihat kepada fakta bahwa perusahaan tersebut
sebenarnya dilakukan oleh perusahaan pelaku tersebut.Demikian juga dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga mengakui berlakunya
doktrin Piercing the Corporate Veil dengan membebankan tanggungjawab tersebut
kepada pihak-pihak sebagai berikut : 1. Beban tanggungjawab dipindahkan ke pihak
Pemegang Saham; 2. Beban tanggungjawab dipindahkan ke pihak Direksi dan
Komisaris. Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa tanggung jawab terbatas dapat
dihapus dan dimungkinkan menembus karena diberlakukannya doktrin Piercing the
Corporate Veil yang tidak saja berlaku bagi Pemegang Saham tetapi juga organ
Perseroan lainnya yaitu Direksi dan Komisaris.
Selanjutnya dalam Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha
Perseroan Ini berarti setiap Direksi agar dapat menghindari perbuatan yang
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

menguntungkan kepentingan pribadi dengan merugikan kepentingan Perseroan.


Dengan demikian, apabila Direksi dengan sengaja berbuat melampaui kewenangan
yang diberikan berarti Direksi telah melakukan tindakan ultra vires. Akibat dari tindakan
ultra vires yang berakibat dapat merugikan Perseroan, maka tanggung jawab terbatas
Direksi menjadi terkoyak karena kesalahan Direksi. Artinya, Direksi yang secara
sengaja dengan itikad buruk melakukan tindakan atau perbuatan untuk kepentingan
pribadi sehingga menyebabkan timbulnya kerugian bagi Perseroan, maka Direksi dapat
dituntut pertanggung jawabannya berdasarkan doktrin piercing the corporate veil.
Berdasarkan prinsip Good Corporate Governance, Direksi bertugas untuk
mengelola perseroan. wajib mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada
Pemegang Saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Untuk membantu
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkannya, Direksi
haruslah orang yang berwatak baik dan berpengalaman untuk jabatan yang
didudukinya. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan
perseroan( good faith) , dan Direksi harus memastikan agar Perseroan melaksanakan
tanggungjawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai pihak yang
berkepentingan. Direksi sebagai pengelola Perseroan merupakan pemegang amanah
(fiduciary) dari Pemegang Saham. Fiduciary yang dimiliki oleh Direksi menyebabkan
Direksi mempunyai kewenangan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, Direksi dituntut
harus dapat mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik,
loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi .

2.2 Menurut Pasal 97 ayat (2) UUPT, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
dalam menjalankan tugasnya.. Apabila Direksi terdiri dari atas 2 (dua) anggota Direksi
atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud diatas, berlaku secara tanggung
renteng bagi setiap anggota Direksi. Berdasarkan Pasal 97 ayat (3) UUPT, anggota
Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana yang dimaksud
diatas, apabila dapat membuktikan:
 Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
 Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;


 Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
 Telah mengambil tindakan untuk mencagah timbul atau selanjutnya kerugian
tersebut.
Kemudian dalam ayat (5) pasal 97 UU Perseroan dinyatakan : Anggota Direksi tidak
dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian


tersebut.

Sehingga dengan demikan setidaknya Direksi berpegang teguh pada Rambu berikut ini
agar tidak terseret masalah hukum akibat kerugian perseroan sbb :

1. Selalu teliti dalam mengambil keputusan bisnis dan disertai dengan informasi yang
cukup (Well informed)
2. bertindak berdasarkan itikad baik murni untuk kepentingan perusahaan(in good faith);
3. Memiliki atau membuat tinjauan management resiko atas keputusan usaha yang
diambil karena hal ini menggabarkan tindakan pencegahan kerugian .
4. Tidak melibatkan diri sendiri ,keluarga maupun orang lain yang berhubungan dengan
diri pribadi baik langsung atau tidak langsung dalam bisnis bisnis yang dijalankan oleh
perseroan.

3.1 Pada dasarnya keterlambatan notifikasi di atur dalam UU nomor 5 tahun 1999
Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat Pasal 29 Junto
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 57 tahun 2010 Pasal 6 yang pada
intinya mewajibkan perusahaan yang melakukan merger untuk melaukan pelaporan
kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam syarat dan waktu yang
sudah ditentukan dalam UU dan PP tersebut .
Merujuk pada kedua dasar hukum ini akibat hukum yang terjadi jika terjadi
pelanggaran terhadapa pasal 29 UU No 5 Tahun 1999 tersebut adalah denda
adminstrasi dan tidak dijelaskan disana akibat hukum lainnya. Pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 yang menyatakan: “Dalam hal Pelaku Usaha tidak
menyampaikan pemberitahuan tertulis Dampak Keterlambatan Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3), Pelaku Usaha dikenakan
sanksi berupa denda administrative sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara
keseluruhan paling tinggi sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)”.
Namun jika kita besandar pada UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseoran Terbatas
akibat hukumnya akan berdampak pada pengambil alih maupun bagi terambil alih.
Yang juga akan berdampak terhadap pemegang saham, karyawan dan organ
perseroan, pada kesimpulannya akibat hukum pengambil alihan saham/akuisisi tersebut
hanya berdampak pada saham yang beralih dari pemilik yang lama ke pemilik yang baru
dan selebihnya tetap valid dan eksis seperti sediakala.

3.2 Terjadinya disparitas Putusan dalah hal penjatuhan putusan denda oleh Majlis
KPPU terhadap kasus yang nmelanggar pasal 29 UU No 5 Tahun 1999 menurut hemat
kami diantaranya dipengaruhi oleh pendekatan hukum yang digunakan dalam
penegakan hukum persaingan usaha itu sendiri dimana dalam penerapannya dikenal
dengan 2 pendekaatan :
a. . Pendekatan Perse Ilegal Perse Ilegal adalah suatu perbuatan yang secara inheren
bersifat dilarang atau ilegal. Terhadap suatu perbuatan atau tindakan atau praktik
yang bersifat dilarang atau ilegal tanpa perlu pembuktian terhadap dampak dari
perbuatan tersebut. Mengenai apa yang dimaksud dengan Perse Ilegal itu
dapat juga diartikan sebagai suatu terminologi yang menyatakan bahwa suatu
Tindakan dinyatakan melanggar hukum dan dilarang secara mutlak, serta
tidak diperlukan pembuktian apakah tindakan tersebut memiliki dampak negatif
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

terhadap persaingan usaha. Perbuatan-perbuatan seperti perjanjian penetapan


harga, perjanjian pemboikotan, dan perjanjian pembagian wilayah adalah
contoh-contoh jenis perbuatan yang diklasifikasikan sebagai Perse Ilegal.
b. Pendekatan Rule of Reason Rule of Reason adalah suatu doktrin yang
dibangun berdasarkan penafsiran atas ketentuan Sherman Antitrust oleh
Mahkamah Agung Amerika Serikat, yang diterapkan dalam kasus Standard Oil
Co. Of New Jersey vs. United State pada tahun 1911. Pendekatan rule of
reason, yaitu penerapan hukum dengan mempertimbangkan alasan-alasan
dilakukannya suatu tindakan atas suatu perbuatan pelaku usaha. Untuk
menerapkan prinsip ini,tidak hanya diperlukan ilmu hukum, tetapi
penguasaan terhadap ilmu ekonomi. Dengan perkataan lain, melalui pendekatan
rule of reason, apabila suatu perbuatan dituduh melanggar hukum persaingan,
maka pencari fakta harus mempertimbangkan dan menentukan, apakah
perbuatan tersebut menghambat persaingan dengan menunjukkan akibatnya
terhadap proses persaingan dan apakah perbuatan itu tidak adil atau
mempunyai pertimbangan lainnya. Pertimbangan atau argumentasi yang
perlu dipertimbangkan antara lain adalah aspek ekonomi, keadilan,
efisiensi, perlindungan terhadap golongan ekonomi tertentu, dan fairness. Untuk
menerapkan prinsip rule of reason yang diperlukan tidak hanya pengetahuan
ilmu hukum, tetapi penguasaan ilmu ekonomi, karena dalam banyak kasus
bukan tidak mungkin perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha itu secara
ekonomi dapat dibenarkan.
Memperhatikan putusan-putusan majlis hakim KPPU dalam perkara
pealnggaran Pasal 29 UU No 5 Tahun 1999 dimana hakim juga
mempertimbangkan jenis usaha terlapor apakah usaha dimaksud adalah usaha
yang dibutuhkan oleh hajat hidup orang banyak (ex usaha bahan makanan pokok)
, nilai akuisisi, kemampuan dalam membayar denda, kepatuhan dalam mengikuti
persidangan dan hal meringankan lainnya yang pada akhirnya menjadi bahan
pertimbangan hakim untuk memberikan keringanan pada putusan tersebut adalah
penerapan pada pendekatan tersebut diatas .( Rule of reason).
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Secara yuridis Majlis hakim menggunakan Pasal 47 dalam UU No 5 Tahun


1999 hanya sebagai acuan saja dan putusan yang variatip tersebut bunlkah
perkara yang melanggar hukum dikarenakan keweangan hakim untuk
memutusnya secara independent dan bertanggung jawab.

4.1 Dalam persyaratan pendirian sebuah Yayasan tidak satupun klausul yang
menyatakan bahwa Pendiri atau organ Yayasan agamanya harus sama dengan Tujuan
Kegaamaan sebuah Yayasan . bahwa tujuan didirikannya Yayasan sebagaimana UU
No 16 tahun 2001 adalah :
Pasal 1.
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Tujuan tertentu dibidang kegaamaan dapat dilakukan oleh siapa saja penduduk negri
ini bahkan oleh orang asing sekalipun tanpa memadang suku dan agama selama
kegiatan tersebut tidak melanggar peraturan dan undang-undang yang berlaku
.Pancasila sebagai Dasar Negara pada sila pertama “ Ketuhanan yg maha Esa” dalam
penjelasnya bahwa semua warga negara diberika kebebasan dalam memeluk agama
dan negara meberikan perlindungan akan pilihan keyakinanya tersebut
Perwujudan kewajiban negara tersebut salah satunya dengan menciptakan suasana
yang baik, memajukan toleransi dan kerukunan agama, serta menjalankan tugas untuk
meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab yang suci. Inilah alasan
mengapa dalam UU yayasan tidak menyebutkan frasa agama dalam pendirian yayasan
walapun kita ketahui tujuan yayasan diantaranya adalah untuk tujuan tertentu dibidang
agama. Jikalaupun dalam niatnya pendiri yayasan atau organ yayasan bertujuan untuk
membantu agama tertentu yang kebetulan sama dengan agama yang ia peluk maka UU
yayasan pun tidak membatasi akan hal itu .inilah mainvestasi perlindungan negara
terhadap agama yang dipeluk oleh warganya.

4.2 Dalam UU No 16 Tahun 2001 sebagaimana dirubah dalam UU No 28 Tahun


2004 Tentang Yayasan selanjutnya disebut UU yayasan disebutkan bahwa :
Pasal 15 ayat
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

(1) Yayasan tidak boleh memakai nama yang:


a.telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; atau
b.bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
(4) Ketentuan mengenai pemakaian nama Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pemakaian nama yayasan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 63 tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang tentang yayasan pada
Pasal 2 ayat :
(1) Setiap Yayasan harus mempunyai nama diri.
(2) Nama Yayasan yang telah didaftar dalam Daftar Yayasan tidak boleh dipakai oleh
Yayasan lain.
(3) Nama Yayasan dari Yayasan yang telah berakhir status badan hukumnya harus
diberitahukan kepada Menteri untuk dihapus dari Daftar Yayasan oleh likuidator,
kurator, atau Pengurus Yayasan.
Pasal 4
(1) Pemakaian Nama Yayasan ditolak jika :
a. sama dengan Nama Yayasan lain yang telah terdaftar lebih dahulu dalam Daftar
Yayasan; atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
(2) Ketentuan mengenai alasan penolakan pemakaian Nama Yayasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Yayasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang yang memberitahukan kepada Menteri mengenai
penyesuaian Anggaran Dasar Yayasan yang bersangkutan.

Sehingga dengan demikan nama sebuah yayasan tidaklah boleh sama dengan
yayasan lainnya yang sudah memiliki SK penegsahan dari mentri Hukum dan HAM
begitu juga terhadap badan hukum atau badan usaha lainnya nama yayasan juga tidak
boleh sama dengan dalil bahwa Yayasan juga adalah badan Hukum sama juga dengan
Badan Usaha yang sama-sama mempunyai legitimasi badan hukum maka bagi nama
yang sama sebagaimana dimaksud diatas adalah batal demi hukum. Proeses filterisasi
nama badan hukum yang diajukan baik itu yayasan maupun badan usaha pada
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

prakteknya ada pada notaris pada saat pendaftaran dengan demikan tidak terjadi
tumpang Tindih nama.
Demikan Terima Kasih
Sumber :
- BMP HKUM4303 Universitas Terbuka
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang
- Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
- Undang – Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010 tentang
penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham
perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat
- Undang – Undang UU No 16 Tahun 2001 sebagaimana dirubah dalam UU No
28 Tahun 2004 Tentang YayasaN
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2008 tentang
pelaksanaan undang-undang tentang yayasan.

Anda mungkin juga menyukai