Anda di halaman 1dari 28

MODUL PERKULIAHAN

PANCASILA
2 SKS

Pancasila dalam Arus


Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia

Tatap Muka

02
Fakultas: Ilmu Komunikasi Kode Mata Kuliah
Program Studi: Ilmu Komunikasi Disusun Oleh: Ryan David S, SE.,MMSI
ABSTRAK TUJUAN
Pada pokok bahasan ini mendeskripsikan Setelah pembahasan dalam modul ini
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan diharapkan mahasiswa dapat
memahami dan menganalisis Pancasila
Pancasila era pra dan era kemerdekaan
dalam sejarah perjkuangan bangsa
yang meliputi :
 Nilai Pancasila dalam sejarah
Sriwijaya dan Majapahit
 Pancasila dalam sejarah
kebangkitan nasional

2021 Pancasila
2 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pancasila Prakemerdekaan

Perlu Anda ketahui bahwa perumusan Pancasila itu pada awalnya dilakukan dalam
sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI
dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60
orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang
Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang).
BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta,
pada 28 Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang pertama
dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara. Tokoh-tokoh yang berbicara dalam
sidang BPUPKI menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan
beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr.
Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar negara menurut
pandangannya masing-masing. Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara mereka
tidak mengurangi semangat persatuan dan kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka.
Sikap toleransi yang berkembang di kalangan para pendiri negara seperti inilah yang
seharusnya perlu diwariskan kepada generasi berikut, termasuk kita.
Sebagaimana Anda ketahui bahwa salah seorang pengusul calon dasar negara dalam
sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir.
Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c. Mufakat atau Demokrasi,
d. Kesejahteraan Sosial,
e. Ketuhanan yang berkebudayaan.kepada mahasiswa terkait dengan Pendidikan
Pancasila ini. Selain itu gambaran tentang metode pembelajaran juga diharapkan
dapat memberikan inspirasi untuk dikembangkan lebih lanjut.
Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi nama Pancasila.
Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak menyukai
2021 Pancasila
3 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme,
(2) Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga
menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.
Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari diterbitkan
oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk buku yang berjudul Lahirnya
Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari judul buku tersebut menimbulkan kontroversi
seputar lahirnya Pancasila. Di satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi semacam
pengultusan terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan sebagai hari lahirnya
Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan Soekarno jatuh, muncul upaya-upaya “de-
Soekarnoisasi” oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan seolah-olah Soekarno tidak
besar jasanya dalam penggalian dan perumusan Pancasila (PENDIDIKAN PANCASILA untuk
Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, 2016:52).
Pengultusan= proses, cara.
Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar filsafat
negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan kemudian dibentuk
panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A.
Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh. Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar
calon dasar negara. Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti
untuk sementara.
Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945
adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan
nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan
Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai
berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian
hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan di sana-sini. Ketika para
pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario Jepang,

2021 Pancasila
4 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya
perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai
dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa
itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang
berisi:
1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi
Indonesia (PPKI),
2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19 Agustus
1945, dan bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan
3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.

Esok paginya, 8 Agustus 1945, Soekarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal Terauchi
(Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang berkedudukan di Saigon, Vietnam
(sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh
Terauchi untuk segera membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia
sesuai dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang dari Saigon,
ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh.
Hatta, Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo,
Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi
Pangerang, Latuharhary, I Gde Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan
(Sartono Kartodirdjo, dkk., 1975: 16--17).
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan
berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila. Pada kenyataannya,
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.
Perlu diketahui bahwa Keberadaan Pancasila pada saat itu masih belum terumuskan secara
sistematis seperti sekarang yang dapat kita lihat ini. Pancasila pada masa tersebut identik
dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia sebagai nilai budaya. Nilai budaya
merupakan pedoman hidup bersama yang tidak tertulis dan merupakan kesepakatan bersama
yang diikuti secara suka rela. Sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa
memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi
dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu ada dalam bahaya. (Madjid dalam
Latif, 2011:42).
2021 Pancasila
5 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Pada masa awal kemerdekaan, pembudayaan nilai-nilai tersebut dilakukan dalam
bentuk pidato-pidato para tokoh bangsa dalam rapat-rapat akbar yang disiarkan melalui radio
dan surat kabar. Kemudian, pada 1 Juli 1947, diterbitkan sebuah buku yang berisi Pidato Bung
Karno tentang Lahirnya Pancasila. Buku tersebut disertai kata pengantar dari Dr. K.R.T.
Radjiman Wedyodiningrat yang sebagaimana diketahui sebelumnya, beliau menjadi Kaitjoo
(Ketua) Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan)
{PENDIDIKAN PANCASILA untuk Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia 2016:32}.
Perlu Anda ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar resmi negara kebangsaan
Indonesia sejak 18 Agustus 1945. Hal ini terjadi karena pada waktu itulah Pancasila disahkan
oleh PPKI, lembaga atau badan konstituante yang memiliki kewenangan dalam merumuskan
dan mengesahkan dasar negara Indonesia merdeka. Tahukah Anda, bahwa pada awal era
reformasi 1998 muncul anggapan bahwa Pancasila sudah tidak berlaku lagi karena sebagai
produk rezim Orde Baru. Anggapan ini muncul karena pada zaman Orde Baru sosialisasi
Pancasila dilakukan melalui penataran P-4 yang sarat dengan nuansa doktrin yang memihak
kepada rezim yang berkuasa pada waktu itu. Bagaimana cara menghindari kesalahpahaman
atau sesat pikir yang menghinggapi sebagian generasi muda dewasa ini? Untuk itu, Anda
sebagai mahasiswa perlu mempelajari kembali sejarah perumusan Pancasila yang
dilaksanakan sebelum masa kemerdekaan (PENDIDIKAN PANCASILA untuk Perguruan
Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016:49).
Jauh sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu
diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang
kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip
oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal
Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam
gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa.
Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh menghadapi
penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928
merupakan momenmomen perumusan diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu
merupakan modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-
sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi
dari pihak penjajah Jepang.

2021 Pancasila
6 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
1. Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan
berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila. Pada kenyataannya,
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktikkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
dan kita praktekkan hingga sekarang. Perlu diketahui bahwa Keberadaan Pancasila pada saat
itu masih belum terumuskan secara sistematis seperti sekarang yang dapat kita lihat ini.
Pancasila pada masa tersebut identik dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia
sebagai nilai budaya.

Berdasarkan sejarah, pada kira-kira abad VII-XII, bangsa Indonesia telah mendirikan
kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian pada abad XIII-XVI didirikan pula
kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Kedua zaman itu merupakan tonggak sejarah bangsa
Indonesia karena bangsa Indonesia masa itu telah memenuhi syarat-syarat sebagai suatu
bangsa yang mempunyai negara. Kedua kerajaan itu telah merupakan negara-negara
berdaulat, bersatu serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh Nusantara ini, kedua
zaman kerajaan itu telah mengalami kehidupan masyarakat yang sejahtera. Menurut Mr.
Muhammad Yamin berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara
kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu: Pertama, zaman Sriwijaya di bawah
Wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525).
Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara kebangsaan lama. Ketiga, negara
kebangsaan modern yaitu negara Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 (Sekretariat
Negara.RI. 1995:11).

 Masa Kerajaan Sriwijaya

Pada abad ke VII berdirilah kerajaan Sriwijaya dibawah kekuasaan Wangsa Syailendra
di Sumatera. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan huruf pallawa adalah kerajaan
maritime yang mengandalkan jalur perhubungan laut. Kekuasaan Sriwijaya menguasai
selat Sunda (686), kemudian Selat Malaka (775). Sistem perdagangan telah diatur dengan
baik, dimana pemerintah melalui pegawai raja membentuk suatu badan yang dapat
mengumpulkan hasil kerajinan rakyat sehingga rakyat mengalami kemudahan dalam
pemasarannya. Dalam sistem pemerintahan sudah terdapat pegawai pengurus pajak, harta
benda kerajaan, rohaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung
2021 Pancasila
7 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
dan patung-patung suci sehingga saat itu kerajaan dapat menjalankan sistem negaranya
dengan nilai-nilai Ketuhanan (Kaelan,1999:27)
Pada zaman Sriwijaya telah didirikan Universitas Agama Budha yang sudah dikenal di
Asia. Pelajar dari Universitas ini dapat melanjutkan ke India, banyak guru-guru tamu yang
mengajar di sini dari India, seperti Dharmakitri. Cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu
negara telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya sebagai tersebut dalam perkataan “marvuat
vannua Criwijaya ssiddhayatra subhiksa” (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur).
(1999:27).
Unsur-unsur yang terdapat di dalam Pancasila yaitu: Ke-Tuhan-an, Kemanusiaan,
Persatuan, Tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah terdapat
sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada
waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara kongkrit. Dokumen tertulis yang membuktikan
terdapatnya unsur-unsur tersebut ialah Prasasti-prasasti di Talaga Batu, Kedukan Bukit,
Karang Brahi, Talang Tuo dan Kota Kapur (Dardji Darmodihardjo.1974:22-23).
Pada hakekatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah menunjukkan
nilkai-nilai Pancasila, yaitu:
1) Nilai Sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup
berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan
pembinaan dan pengembangan agama Budha.
2) Nilai Sila Kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha).
Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar
negeri yang bebas dan aktif.
3) Nilai Sila Ketiga, sebagai negara martitim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara
kepulauan sesuai dengan konsepsi Wawasan Nusantara.
4) Nilai Sila Keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi
(Indonesia sekarang) Siam, semenanjung Melayu.
5) Nilai Sila Kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga
kehidupan rakyatnya sangat makmur.

 Masa Kerajaan Majapahit

Sebelum kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan
Jawa Timur secara silih berganti, yaitu Kerajaan Kalingga (abad ke VII), Sanjaya (abad ke
VIII), sebagai refleksi puncak budaya dari kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi

2021 Pancasila
8 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu
pada abad ke X).
Di Jawa Timur muncul pula kerajaan-kerajaan, yaitu Isana (abad ke IX), Dharmawangsa
(abad ke X), Airlangga (abad ke XI). Agama yang diakui kerajaan adalah agama Budha,
agama Wisnu dan agama Syiwa telah hidup berdampingan secara damai. Nilai-nilai
kemanusiaan telah tercermin dalam kerajaan ini, terbukti menurut prasasti Kelagen bahwa
Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala,
Chola dan Champa. Sebagai nilai-nilai sila keempat telah terwujud yaitu dengan diangkatnya
Airlangga sebagai raja melalui musyawarah antara pengikut Airlangga dengan rakyat dan
kaum Brahmana. Sedangkan nilai-nilai keadilan sosial terwujud pada saat raja Airlangga
memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat (Aziz
Toyibin. 1997:28-29).
Pada abad ke XIII berdiri kerajaan Singasari di Kediri Jawa Timur yang ada hubungannya
dengan berdirinya kerajaan Majapahit (1293) Zaman Keemasan Majapahit pada
pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan maha patih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan
Majapahit semasa jayanya membentang dari semananjung Melayu sampai ke Irian Jaya.
Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada waktu agama Hindu dan
Budha hidup berdampingan secara damai, Empu Prapanca menulis Negara kertagama (1365)
yang di dalamnya telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku
Sutasoma dimana dalam buku itu tedapat seloka persatuan nasional yang berbunyi “Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua
dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Hal ini menunjukkan realitas
beragama saat itu. Seloka toleransi ini juga diterima oleh kerajaan Pasai di Sumatera sebagai
bagian kerajaan Majapihit yang telah memeluk agama Islam.
Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan raja Hayam Wuruk dengan baik dengan
kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa dan Kamboja. Menagadakan persahabatan dengan
negara-negara tetangga atas dasar “ Mitreka Satata”.
Sebagai perwujudan nilai-nilai Sila Persatuan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan
kerajaan, khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang diucapkannya
pada sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331 yang berisi cita-cita mempersatukan
seluruh nusantara raya yang berbunyi : Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jika
seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jika gurun, Seram, Tanjung, Haru,
Pahang, Dempo, Bali, Sundda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan (Muh. Yamin. 1960:
60).

2021 Pancasila
9 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Sila Kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan mufakat yang dilakukan
oleh sistim pemerintahan kerajaan Majapahit. Menurut prasasti Brumbung (1329) dalam tata
pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat kerajaan seperti Rakryan I
Hino, I Sirikan dan I Halu yang berarti memberikan nasehat kepada raja. Kerukunan dan
gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk
mufakat dalam memutuskan masalah bersama. Sedangkan perwujudan sila keadilan sosial
adalah sebagai wujud dari berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita fahami bahwa zaman Sriwijaya dan Majapahit
adalah sebagai tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.

 Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan

Kesuburan Indonesia dengan hasil buminya yang melimpah, terutama rempah-rempah


yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara di luar Indonesia, menyebabkan bangsa Asing
masuk ke Indonesia. Bangsa Barat yang membutuhkan rempah-rempah itu mulai memasuki
Indonesia, yaitu Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Kemasukan bangsa Barat seiring
dengan keruntuhan Majapahit sebagai akibat perselisihan dan perang saudara, yang berarti
nilai-nilai nasionalisme sudah ditinggalkan, walaupun abad ke XVI agama Islam berkembang
dengan pesat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai dan Demak,
nampaknya tidak mampu membendung tekanan Barat memasuki Indonesia.
Bangsa-bangsa Barat berlomba-lomba memperebutkan kemakmuran bumi Indonesia ini.
Maka sejak itu mulailah lembaran hitam sejarah Indonesia dengan penjajahan Barat,
khususnya Belanda. Masa pejajahan Belanda itu dijadikan tonggak sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya, sebab pada zaman penjajahan ini apa yang
telah dicapai oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang.
Kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran lenyap, wilayah dinjak-injak
oleh penjajah.

Perjuangan Sebelum Abad ke XX

Penjajahan Barat yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia itu tidak dibiarkan
begitu saja oleh segenab Bangsa Indonesia. Sejak semula imprialis itu menjejakkan kakinya di
Indonesia, di mana-mana bangsa Indonesia melawannya dengan semangat patriotik melalui
perlawanan secara fisik.

2021 Pancasila
10 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Kita mengenal nama-nama Pahlawan Bangsa yang berjuang dengan gigih melawan
penjajah. Pada abad ke XVII dan XVIII perlawanan terhadap penjajah digerakkan oleh
pahlawan Sultan Agung (Mataram 1645), Sultan Ageng Tirta Yasa dan Ki Tapa (Banten 1650),
Hasanuddin Makasar 1660), Iskandar Muda Aceh 1635) Untung Surapati dan Trunojoyo (Jawa
Timur 1670), Ibnu Iskandar (Minangkabau 1680) dan lain-lain.
Pada permulaan abad ke XIX penjajah Belanda mengubah sistem kolonialismenya yang
semula berbentuk perseroan dagang partikelir yang bernama VOC berganti dengan Badan
Pemerintahan resmi yaitu Pemerintahan Hindia Belanda. Semula pernah terjadi pergeseran
Pemerintahan penjajahan dari Hindia Belanda kepada Inggris, tetapi tidak berjalan lama dan
segera kembali kepada Belanda lagi. Dalam usaha memperkuat kolonialismenya Belanda
menghadapi perlawanan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh Patimura (1817), Imam Bonjol
di Minangkabau (1822-1837), Diponogoro di Mataram (1825-1830), Badaruddin di Palembang
(1817), Pangeran Antasari di Kalimantan (1860) Jelantik di Bali (1850), Anang Agung Made di
Lombok (1895) Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro, Cut Nya’Din di Aceh (1873-1904), Si
Singamangaraja di Batak (1900).
Pada Hakikatnya perlawanan terhadap Belanda itu terjadi hampir setiap daerah di
Indonesia. Akan tetapi perlawanan-perlawanan secara fisik terjadi secara sendiri-sendiri di
setiap daerah. Tidak adanya persatuan serta koordinasi dalam melakukan perlawanan
sehingga tidak berhasilnya bangsa Indonesia mengusir kolonialis, sebaliknya semakin
memperkukuh kedudukan penjajah. Hal ini membuktikan betapa pentingnya rasa persatuan
(nasionalisme) dalam menghadapi penjajahan.

 Kebangkitan Nasional 1908.

Pada permulaan abad ke XX bangsa Indonesia mengubah cara-caranya dalam melakukan


perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Kegagalan perlawanan secara fisik yang tidak
adanya koordinasi pada masa lalu mendorong pemimpin-pemimpin Indonesia abad ke XX itu
untuk merubah bentuk perlawanan yang lain. Bentuk perlawanan itu ialah dengan
membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya bernegara. Usaha-usaha yang
dilakukan adalah mendirikan berbagai macam organisasi politik di samping organisasi yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Organisai sebagai pelopor pertama adalah Budi
Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Mereka yang tergabung dalam organisasi itu memulai
merintis jalan baru ke arah tercapainya cita-cita perjuangan bangsa Indonesia., tokohnya yang
terkenal adalah dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian bermunculan organisasi pergerakan

2021 Pancasila
11 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
lain, yaitu Sarikat Dagang Islam (1909), kemudian berubah bentuknya menjadi pergerakan
politik dengan menganti nama menjadi Sarikat Islam (1911) di bawah pimpinan H.O.S.
Tjokroaminoto. Berikutnya muncul pula Indische Parti (1913) dengan pimpinan Douwes
Dekker, Ciptomangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara, namun karena terlalu radikal sehingga
pemimpinnya di buang ke luar negeri (1913). Akan tetapi perjuangan tidak kendur karena
kemudian berdiri Partai Nasional Indonesia (1927) yang di pelopori oleh Sukarno dan kawan-
kawan.

 Sumpah Pemuda 1928.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 terjadilah penonjolan peristiwa sejarah perjuangan bangsa
Indonesia mencapai cita-citanya. Pemuda-pemuda Indonesia yang di pelopori oleh Muh.
Yamin, Kuncoro Purbopranoto dan lain-lain mengumandangkan Sumpah Pemuda yang berisi
pengakuan akan adanya Bangsa, tanah air dan bahasa satu yaitu Indonesia. Melalui sumpah
pemuda ini makin tegaslah apa yang diinginkan oleh Bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan
tanah air dan bangsa itu diperlukan adanya persatuan sebagai suatu bangsa yang merupakan
syarat mutlak. Sebagai tali pengikat persatuan itu adalah Bahasa Indonesia.
Realisasi perjuangan bangsa pada tahun 1930 berdirilah Partai Indonesia yang disingkat
dengan Partindo (1931) sebagai pengganti PNI yang dibubarkan. Kemudian golongan
Demokrat yang terdiri dari Moh. Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan PNI Baru, dengan
semboyan kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.

 Perjuangan Bangsa Indonesia Zaman Penjajahan Jepang.

Pada tanggal 7 Desember 1941 meletuslah Perang Pasifik, dengan dibomnya Pearl
Harbour oleh Jepang. Dalam waktu yang singkat Jepang dapat menduduki daerah-daerah
jajahan Sekutu di daerah Pasifik.
Kemudian pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia menghalau penjajah
Belanda, pada saat itu Jepang mengetahui keinginan bangsa Indonesia, yaitu Kemerdekaan
Bangsa dan tanah air Indonesia. Peristiwa penyerahan Indonesia dari Belanda kepada Jepang
terjadi di Kalijati Jawa Tengah tanggal 8 Maret 1942.
Jepang mempropagandakan kehadirannya di Indonesia untuk membebaskan Indonesia
dari cengkraman Belanda. Oleh sebab itu Jepang memperbolehkan pengibaran bendera
merah putih serta menyanyikan lagu Indonesia raya. Akan tetapi hal itu merupakan tipu
muslihat agar rakyat Indonesia membantu Jepang untuk menghancurkan Belanda.
2021 Pancasila
12 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Kenyataan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia bahwa sesungguhnya Jepang tidak
kurang kejamnya dengan penjajahan Belanda, bahkan pada zaman ini bangsa Indonesia
mengalami penderitaan dan penindasan yang sampai kepada puncaknya. Kemerdekaan
tanah air dan bangsa Indonesia yang didambakan tak pernah menunjukkan tanda-tanda
kedatangannya, bahkan terasa semakin menjauh bersamaan dengan semakin
mengganasnya bala tentara Jepang. Kekecewaan rakyat Indonesia akibat perlakuan Jepang
itu menimbulkan perlawanan-perlawanan terhadap Jepang baik secara illegal maupun secara
legal, seperti pemberontakan PETA di Blitar.
Sejarah berjalan terus, di mana Perang Pasifik menunjukan tanda-tanda akan berakhirnya
dengan kekalahan Jepang di mana-mana. Untuk mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia,
Jepang berusaha membujuk hati bangsa Indonesia dengan mengumumkan janji kemerdekaan
kelak di kemudian hari apabila perang telah selesai. Kemudian janji yang kedua kemerdekaan
diumumkan lagi oleh Jepang berupa “Kemerdekaan tanpa syarat” yang disampaikan
seminggu sebelum Jepang menyerahkan kepada bangsa Indonesia memperjuangkan
kemerdekaannya, bahkan menganjurkan agar berani mendirikan negara Indonesia merdeka
dihadapan musuh Jepang.

 Pancasila Pra Kemerdekaan.

Dr. Radjiman Wediodiningrat, selaku Ketua Badan dan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK), pada tanggal 29 Mei 1945, meminta kepada sidang untuk
mengemukakan dasar (negara) Indonesia merdeka, permintaan itu menimbulkan rangsangan
memutar kembali ingatan para pendiri bangsa ke belakang; hal ini mendorong mereka untuk
menggali kekayaan kerohanian, kepribadian dan wawasan kebangsaan yang terpendam
lumpur sejarah (Latif, 2011: 4). Begitu lamanya penjajahan menyebabkan bangsa Indonesia
hilang arah dalam menentukan dasar negaranya. Atas permintaan Dr. Radjiman inilah, figur-
figur negarawan bangsa Indonesia berpikir keras untuk menemukan kembali jati diri
bangsanya. Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan dari tanggal 29 Mei - 1 Juni
1945, tampil berturut-turut untuk berpidato menyampaikan usulannya tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengusulkan calon rumusan dasar Negara
Indonesia sebagai berikut:
1) Peri Kebangsaan,
2) Peri Kemanusiaan,
3) Peri Ketuhanan,

2021 Pancasila
13 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
4) Peri Kerakyatan dan
5) Kesejahteraan Rakyat.

Kemudian Prof. Dr. Soepomo pada tanggal 30 Mei 1945 mengemukakan teori-teori
Negara, yaitu:
1) Teori negara perseorangan (individualis),
2) Paham negara kelas dan
3) Paham negara integralistik.

Selanjutnya oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang mengusulkan lima dasar negara
yang terdiri dari:
1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia),
2) Internasionalisme (peri kemanusiaan),
3) Mufakat (demokrasi),
4) Kesejahteraan sosial, dan
5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Berkebudayaan) (Kaelan, 2000: 37-40).

Pidato pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut, Ir Soekarno mengatakan, “Maaf, beribu maaf!
Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang
sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya
Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang
mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grond-slag” daripada Indonesia Merdeka.
Philosofische grond-slag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam dalamnya, jiwa,
hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia yang kekal dan
abadi”(Bahar, 1995: 63). Demikian hebatnya Ir. Soekarno dalam menjelaskan Pancasila
dengan runtut, logis dan koheren, namun dengan rendah hati Ir. Soekarno membantah apabila
disebut sebagai pencipta Pancasila. Beliau mengatakan, “Kenapa diucapkan terima kasih
kepada saya, kenapa saya diagung-agungkan, padahal toh sudah sering saya katakan, bahwa
saya bukan pencipta Pancasila. Saya sekedar penggali Pancasila daripada bumi tanah air
Indonesia ini, yang kemudian lima mutiara yang saya gali itu, saya persembahkan kembali
kepada bangsa Indonesia. Malah pernah saya katakan, bahwa sebenarnya hasil, atau lebih
tegas penggalian daripada Pancasila ini saudara-saudara, adalah pemberian Tuhan kepada
saya… Sebagaimana tiap-tiap manusia, jikalau ia benar-benar memohon kepada Allah
Subhanahu Wataala, diberi ilham oleh Allah Subhanahu Wataala” (Soekarno dalam Latif,
2011: 21).

2021 Pancasila
14 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Selain ucapan yang disampaikan Ir. Soekarno di atas, Pancasila pun merupakan khasanah
budaya Indonesia, karena nilai-nilai tersebut hidup dalam sejarah Indonesia yang terdapat
dalam beberapa kerajaan yang ada di Indonesia, seperti berikut:
1. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai merupakan pembuka zaman sejarah Indonesia
untuk pertama kali, karena telah menampilkan nilai sosial politik, dan Ketuhanan dalam
bentuk kerajaan, kenduri dan sedekah kepada para Brahmana (Kaelan, 2000: 29).
2. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. Muhammad Yamin disebut sebagai Negara
Indonesia Pertama dengan dasar kedatuan, itu dapat ditemukan nilai-nilai Pancasila
material yang paling berkaitan satu sama lain, seperti nilai persatuan yang tidak
terpisahkan dengan nilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan
dengan kekuatan religius berusaha mempertahankan kewibawaannya terhadap para
datu. Nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang terjalin satu sama lain dengan nilai
internasionalisme dalam bentuk hubungan dagang yang terentang dari pedalaman
sampai ke negeri-negeri seberang lautan pelabuhan kerajaan dan Selat Malaka yang
diamankan oleh para nomad laut yang menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan
Sriwijaya (Suwarno, 1993: 20-21).
3. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah raja Prabhu Hayam Wuruk dan Apatih
Mangkubumi, Gajah Mada telah berhasil mengintegrasikan nusantara. Faktor factor
yang dimanfaatkan untuk menciptakan wawasan nusantara itu adalah: kekuatan religio
magis yang berpusat pada Sang Prabhu, ikatan sosial kekeluargaan terutama antara
kerajaan-kerajaan daerah di Jawa dengan Sang Prabhu dalam lembaga Pahom
Narandra.
Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religious sosial dan politik yang merupakan materi
Pancasila sudah muncul sejak memasuki zaman sejarah (Suwarno, 1993: 23-24). Bahkan,
pada masa kerajaan ini, istilah Pancasila dikenali yang terdapat dalam buku Nagarakertagama
karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku tersebut istilah
Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam bahasa Sansekerta),
juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras (Darmodihardjo, 1978: 6).

2021 Pancasila
15 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Kedua zaman, baik Sriwijaya maupun Majapahit dijadikan tonggak sejarah karena pada
waktu itu bangsa telah memenuhi syarat-syarat sebagai bangsa yang mempunyai negara.
Baik Sriwijaya maupun Majapahit waktu itu merupakan negara-negara yang berdaulat, bersatu
serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh Nusantara. Pada zaman tersebut bangsa
Indonesia telah mengalami kehidupan yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem, kerta raharja
(Darmodihardjo dkk, 1991: 21).
Selain zaman kerajaan, masih banyak fase-fase yang harus dilewati menuju Indonesia
merdeka hingga tergalinya Pancasila yang setelah sekian lama tertimbun oleh penjajahan
Belanda. Sebagai salah satu tonggak sejarah yang merefleksikan dinamika kehidupan
kebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalah termanifestasi dalam Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri Indonesia
mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia
mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Penemuan kembali Pancasila sebagai jati diri bangsa terjadi pada sidang pertama BPUPKI
yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada tanggal 1 Juni 1945 di depan
sidang BPUPKI, Ir. Soekarno menyebutkan lima dasar bagi Indonesia merdeka. Sungguh pun
Ir. Soekarno telah mengajukan lima sila dari dasar negara, beliau juga menawarkan
kemungkinan lain, sekiranya ada yang tidak menyukai bilangan lima, sekaligus juga cara
beliau menunjukkan dasar dari segala dasar kelima sila tersebut. Alternatifnya bisa diperas
menjadi Tri Sila bahkan dapat dikerucutkan lagi menjadi Eka Sila. Tri Sila meliputi: socio-
nationalisme, socio democratie dan ke-Tuhanan. Sedangkan Eka Sila yang dijelaskan oleh Ir.
Soekarno yaitu “Gotong Royong” karena menurut Ir. Soekarno negara Indonesia yang kita
dirikan haruslah negara gotong royong (Latif, 2011: 18-19). Tetapi yang lahir pada tanggal 1
Juni itu adalah nama Pancasila (disamping nama Trisila dan Ekasila yang tidak terpilih)
(Notosusanto, 1981: 21). Ini bukan merupakan kelemahan Ir. Soekarno, melainkan
merefleksikan keluasan wawasan dan kesiapan berdialog dari seorang negarawan besar.
Faktanya Ir, Soekarno diakhir sejarah terbukti sebagai penggali Pancasila, dasar negara
Republik Indonesia.
Setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadi perdebatan sengit yang disebabkan
perbedaan pendapat. Karena apabila dilihat lebih jauh para anggota BPUPKI terdiri dari elit
Nasionalis netral agama, elit Nasionalis Muslim dan elit Nasionalis Kristen. Elit Nasionalis
Muslim di BPUPKI mengusulkan Islam sebagai dasar Negara, namun dengan kesadaran yang
dalam akhirnya terjadi kompromi politik antara Nasionalis netral agama dengan Nasionalis

2021 Pancasila
16 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Muslim untuk menyepakati Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yang berisi “tujuh kata”: “…dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa” (Risalah Sidang BPUPKI, 1995; Anshari, 1981; Darmodihardjo, 1991).
Kesepakatan peniadaan tujuh kata itu dilakukan dengan cepat dan legowo demi kepentingan
nasional oleh elit Muslim: Moh. Hatta; Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Moh. Hasan dan tokoh
muslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak ingin republic yang dibentuk ini merupakan
negara berbasis agama tertentu (Eleson dalam Surono dan Endah (ed.), 2010: 37).
Pada awal kelahirannya, menurut Onghokham dan Andi Achdian, Pancasila tidak lebih
sebagai kontrak sosial. Hal tersebut ditunjukkan oleh sengitnya perdebatan dan negosiasi di
tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakati dasar negara yang kelak digunakan Indonesia
merdeka (Ali, 2009: 17). Inilah perjalanan The Founding Fathers yang begitu teliti
mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan keadaan agar dapat melahirkan dasar negara
yang dapat diterima semua lapisan masyarakat Indonesia.
Setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadi perdebatan sengit yang disebabkan
perbedaan pendapat. Karena apabila dilihat lebih jauh para anggota BPUPKI terdiri dari elit
Nasionalis netral agama, elit Nasionalis Muslim dan elit Nasionalis Kristen. Elit Nasionalis
Muslim di BPUPKI mengusulkan Islam sebagai dasar Negara, namun dengan kesadaran yang
dalam akhirnya terjadi kompromi politik antara Nasionalis netral agama dengan Nasionalis
Muslim untuk menyepakati Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yang berisi “tujuh kata”: “…dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa” (Risalah Sidang BPUPKI, 1995; Anshari, 1981; Darmodihardjo, 1991).
Kesepakatan peniadaan tujuh kata itu dilakukan dengan cepat dan legowo demi kepentingan
nasional oleh elit Muslim: Moh. Hatta; Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Moh. Hasan dan tokoh
muslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak ingin republic yang dibentuk ini merupakan
negara berbasis agama tertentu (Eleson dalam Surono dan Endah (ed.), 2010: 37).

2. Sejarah Pancasila PascaKemerdekaan

Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan sekutu akhirnya
menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang meluluhlantakkan kota tersebut
sehingga menjadikan kekuatan Jepang semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah,
memaksa Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945.
Konsekuensi dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas

2021 Pancasila
17 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian sekutu, termasuk Indonesia. Sebelum
tentara sekutu dapat menjangkau wilayah-wilayah itu, untuk sementara bala tentara Jepang
masih ditugasi sebagai sekadar penjaga kekosongan kekuasaan (PENDIDIKAN PANCASILA
untuk Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, 2016:54).
Pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil
oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari
kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata
pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus 1945
Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka disambut oleh para
pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya
karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda
sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga Jepang tidak memiliki
kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang
cepat itu menimbulkan kesalahpahaman antara kelompok pemuda dengan Soekarno dan
kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas
Dengklok (dalam istilah pemuda pada waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu
berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus
1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975: 26).
Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi
perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi
yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00 dini hari. Melalui jalan berliku, akhirnya
dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan
itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan demikian,
naskah bersejarah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis oleh dua
tokoh proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwitunggal. Konsepnya
sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama
bangsa Indonesia. Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang
dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan
melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara
Republik Indonesia.

2021 Pancasila
18 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yakni 18 Agustus 1945, PPKI
bersidang untuk menentukan dan menegaskan posisi bangsa Indonesia dari semula bangsa
terjajah menjadi bangsa yang merdeka. PPKI yang semula merupakan badan buatan
pemerintah Jepang, sejak saat itu dianggap mandiri sebagai badan nasional. Atas prakarsa
Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang lagi, dengan maksud agar lebih mewakili seluruh
komponen bangsa Indonesia. Mereka adalah Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman
Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad Subarjo.
Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
5. permusyawaratan/perwakilan.
6. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila yang disahkan PPKI
ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Hal ini
terjadi karena adanya tuntutan dari wakil yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia
Bagian Timur yang menemui Bung Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata
“Ketuhanan”, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi perubahan yang
disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan
diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.

1. Pancasila Era Orde Lama.

Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap
munculnya Dekrit Presiden yaitu:
1. mereka yang memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk “kembali ke Undang-
Undang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam
Jakarta sebagai Dasar Negara.
2. pihak lainnya menyetujui ‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan,
artinya dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara.

2021 Pancasila
19 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Badan Konstituante mulai bersidang di Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai
pengganti UUDS 1950. Sebenarnya telah banyak pasal-pasal yang dirumuskan, akan tetapi
sidang menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar negara. Sebagian
anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara sebagian yang lain tetap
menghendaki Pancasila sebagai dasar negara. Kebuntuan ini diselesaikan lewat voting, tetapi
selalu gagal mencapai putusan karena selalu tidak memenuhi syarat voting yang ditetapkan.
Akibatnya, banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang.
Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara. Kejadian ini menyebabkan
Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet
tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor, tanggal 4 Juli 1959 dan
diumumkan secara resmi oleh Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana
Merdeka (Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut berisi: Pembubaran konstituante;
Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan Pembentukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya pelaksanaan sistem
pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Karena pemberlakuan
kembali UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai berikut:
- Pertama, penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945.
- Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya dilaksanakan sebagaimana amanat
Batang Tubuh UUD ‘45. dan,
- ketiga, segera dibentuk MPRS dan DPAS.

Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 terjadi beberapa hal yang berkaitan
dengan penulisan sila-sila Pancasila yang tidak seragam. Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5
Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945.
Antara lain, Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No.
III/MPRS/1960. Selain itu, kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya
berada pada posisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang
pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya sehingga mengakibatkan
sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh berbagai pihak dengan berbagai cara, baik
dengan mendekati maupun menjauhi presiden. Pertentangan antarpihak begitu keras, seperti
yang terjadi antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilah
penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30
September (G30S PKI).
2021 Pancasila
20 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.
Peralihan kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari Presiden Soekarno
kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari terkenal dengan nama Supersemar
(Surat Perintah Sebelas Maret). Surat itu intinya berisi perintah Presiden kepada Soeharto
agar “mengambil langkah langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan”. Supersemar
ini dibuat di Istana Bogor dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf.
Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial di belakang hari. Supersemar yang diberikan
oleh Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto itu kemudian dikuatkan dengan TAP No.
IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966. Dengan demikian, status supersemar menjadi berubah:
Mula-mula hanya sebuah surat perintah Presiden kemudian menjadi ketetapan MPRS. Jadi,
yang memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno, melainkan MPRS. Hal ini
merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Bulan
berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP No. XVIII/ MPRS/1966 yang isinya
mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur
Hidup. Konsekuensinya, sejak saat itu Soekarno bukan lagi berstatus sebagai presiden
seumur hidup.

2. Pancasila Era Orde Baru.

Setelah jatuhnya Ir. Soekarno sebagai Presiden, selanjutnya Jenderal Soeharto yang
memegang kendali terhadap negeri ini. Setelah menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan
Inpres No. 12/1968 tentang penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 (ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959 penulisan
Pancasila beraneka ragam).
Ketika MPR mengadakan Sidang Umum 1978 Presiden Soeharto mengajukan usul
kepada MPR tentang Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P-4). Usul ini
diterima dan dijadikan TAP No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam
TAP itu diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR menyebarluaskan P-4. Presiden Soeharto
kemudian mengeluarkan Inpres No. 10/1978 yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri
Republik Indonesia. Kemudian, dikeluarkan juga Keppres No. 10/1979 tentang pembentukan
BP-7 dari tingkat Pusat hingga Dati II. Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi
orsospol (tercantum dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas (tercantum
dalam UU No. 8/1985 ttg. Ormas). Banyak pro dan kontra atas lahirnya kedua undang-undang
itu. Namun, dengan kekuasaan rezim Soeharto yang makin kokoh sehingga tidak ada yang
berani menentang (BP7 Pusat, 1971).
2021 Pancasila
21 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Pancasila dijadikan sebagai political force (kekuatan politik) di samping sebagai kekuatan
ritual. Begitu kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968
Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup bangsa akan
membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau mengganti,
merubah Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan (Pranoto dalam Dodo
dan Endah (ed.), 2010: 42). Pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi
Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila
sebagai dasar negara, yaitu:
- Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa
- Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Tiga : Persatuan Indonesia
- Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan
- Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968.

Pada tanggal 22 Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) Pasal 4
menjelaskan: “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila merupakan penuntun dan
pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap warga
negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan
lembaga kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan
utuh”.
Nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) tersebut meliputi 36 butir, yaitu:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa:
- Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masingmasing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
- Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
- Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2021 Pancasila
22 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab:
- Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia.
- Saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap tenggang rasa dan teposeliro.
- Tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan
bangsa lain.
3. Sila Persatuan Indonesia:
- Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
- Cinta tanah air dan bangsa.
- Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan:
- Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
- Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi olehsemangat kekeluargaan.
- Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
- Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan.

2021 Pancasila
23 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
- Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia:
- Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
- Bersikap adil.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak-hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
- Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak bersifat boros.
- Tidak bergaya hidup mewah.
- Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Menghargai hasil karya orang lain.
- Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian pada tahun 1994
disarikan/dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4.
Pada bulan Agustus 1982 Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu
pengakuan terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik harus
mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.),
2010: 43-44). Demokrasi semakin santer mengkritik praktek pemerintah Orde Baru yang tidak
transparan dan otoriter, represif, korup dan manipulasi politik yang sekaligus mengkritik
praktek Pancasila. Kondisi ini bertahan sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21
Mei 1998 (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed), 2010: 45).
Asas tunggal Pancasila yang dimaksudkan disini adalah satu asas tunggal dimana semua
partai-partai yang berada di Indonesia harus menggunakan Pancasila sebagai dasar ideologi
mereka. Asas tunggal Pancasila menurut Deliar Noer berarti : mengingkari kebhinnekaan
masyarakat yang memang berkembang menurut keyakinan masing-masing. Keyakinan ini
biasanya bersumber dari agama atau dari fahaman lain. Asas tunggal Pancasila cenderung
ke arah sistem partai tunggal, meskipun secara formal ada tiga partai, tetapi secara
terselubung sebenarnya hanya ada satu partai.

2021 Pancasila
24 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat
pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Puncak dari
keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai
gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai
gerakan moral politik yang menuntut adanya “reformasi” di segala bidang politik, ekonomi dan
hukum (Kaelan, 2000: 245). Hal ini dapat diartikan bahwa partai-partai politik di Indonesia
yang menggunakan asas selain Pancasila harus menganti ideologi mereka dengan ideologi
Pancasila atau dengan kata lain partai yang menggunakan asas selain Pancasila harus
ditiadadakan atau tidak diperbolehkan.
3. Pancasila Era Reformasi.
Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara itu untuk
sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru.
Dengan seolah-olah “dikesampingkannya” Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya
memang tidak nampak suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya
makin terasa dan berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia.

Dampak negatif “dikesampingkannya” Pancasila pada Era Reformasi:

Kehidupan Sosial masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-
konflik horisontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnya
melemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia.
Bidang Ekonomi  terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor,
 diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam
perekonomian Indonesia.
Bidang Politik  terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruh aktivitas politik
seolah-olah hanya tertuju pada kepentingan kelompok dan
golongan.
 Lebih dari itu, aktivitas politik hanya sekedar merupakan libido
dominandi atas hasrat untuk berkuasa, bukannya sebagai
suatu aktivitas memperjuangkan kepentingan nasional yang
pada akhirnya menimbulkan carut marut kehidupan bernegara
seperti dewasa ini (Hidayat, 2012).

Ketetapan MPR NomorXVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana


dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (MD, 2011).

2021 Pancasila
25 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Ketetapan ini terus dipertahankan, meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi
Amandeman Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.
Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi sumber
hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang
menyebutkan, “Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945”.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa penempatan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup bangsa perlu dihayati dan
diamalkan oleh seluruh komponen bangsa. Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga
cukup banyak lembaga pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan pengkajian sosialisasi
nilai-nilai Pancasila. Salah satu kebijakan nasional yang sejalan dengan semangat
melestarikan Pancasila di kalangan mahasiswa adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12
tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi
wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
2021 Pancasila
26 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
1. Abdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan Pancasila di Indonesia, Yayasan Idayu,
Jakarta.
2. Ali, As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan KemaslahatanBerbangsa, Pustaka
LP3ES, Jakarta.
3. Anshari, Endang Saifuddin, 1981, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah
Konsensus Nasional antara Nasionalis Islam dan Nasionalis “Sekular” tentang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945-1959, Pustaka-Perpustakaan Salman ITB, Bandung.
Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila, 1994,Bahan Penataran P-4, Pancasila/P-4, BP-7 Pusat, Jakarta.
4. Bahar, Safroedin, 1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
28 Mei 1945-22 Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.
5. Darmodihardjo, D, 1978, Orientasi Singkat Pancasila, PT. Gita Karya, Jakarta.
6. Darmodihardjo, D dkk., 1991, Santiaji Pancasila Edisi Revisi, Usaha Nasional,
Surabaya.
7. Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010, Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD
1945 dan Implementasinya, PSP-Press, Yogyakarta.
8. Hidayat, Arief, 2012, “Negara Hukum Pancasila (Suatu Model Ideal Penyelenggaraan
Negara Hukum”, Makalah pada Kongres Pancasila IV di UGM Yogyakarta tanggal 31
Mei- 1 Juni 2012., 1978, Tinjauan Pancasila: Dasar Filsafat Negara Republik
Indonesia, Carya Remadja, Bandung.
9. Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
10. _____, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara,
Paradigma, Yogyakarta.
11. Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
12. MD, Moh. Mahfud, 2011, “Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Menegakkan
Konstitusionalitas Indonesia”, Makalah pada Sarasehan Nasional 2011 di Universitas
Gajah Mada Yogyakarta tanggal 2-3 Mei 2011.
13. Notosusanto, Nugroho, 1981, Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara, PN Balai
Pustaka, Jakarta.

2021 Pancasila
27 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
14. Setiardja, A. Gunawan, 1994, Filsafat Pancasila Bagian II: Moral Pancasila, Universitas
Diponegoro, Semarang.
15. PENDIDIKAN PANCASILA untuk Perguruan Tinggi, Cetakan 1, Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia 2016.
16. Soekarno, 1989, Pancasila dan Perdamaian Dunia, CV Haji Masagung, Jakarta.
17. Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
18. Yamin, Muhammad, 1954, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Djambatan,
Jakarta/Amsterdam.

2021 Pancasila
28 Ryan David Sinaulan, 081298049826
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id

Anda mungkin juga menyukai