Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah Kerajaan Majapahit ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak
lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah tentang Kerajaan Majapahit ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok
mata pelajaran Geografi. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan
sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi
yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah Kerajaan Majapahit
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah Kerajaan Majapahit ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

Lamongan ,01 Oktober 2021

Nasywa Aurellia Maheswari


DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR

 DAFTAR ISI

 BAB I PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang

 B. Rumusan Masalah

 BAB II PEMBAHASAN

 A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit

 B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit

 C. Kebudayaan Kerajaan Majapahit

 D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit

 E. Aliran Kepercayaan Kerajaan Majapahit

 F. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit

 G. Surutnya Kerajaan Majapahit

 BAB III PENUTUP

 A. Kesimpulan

 B. Saran

 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia,
yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara
pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan
Majapahit adalah Kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap
sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama,
kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga
Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya
tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (‘Kitab
Raja-raja’) dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton
terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat
beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama
merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai
bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO.
Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam
bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat
disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana
seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi
memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan. Namun, banyak pula
sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena
sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan
kerajaan yang tampak cukup pasti. Tahun 2010 sekelompok pengusaha Jepang dipimpin
Takajo Yoshiaki membiayai pembuatan kapal Majapahit atau Spirit Majapahit yang akan
berlayar ke Asia.
Menurut Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan
Kerajaan Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera Pasifik.
Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N.
Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand
yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.
Bahkan ada perguruan silat bernama Kali Majapahit yang berasal dari Filipina dengan
anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali Majapahit ini mengklaim berakar dari Kerajaan
Majapahit kuno yang disebut menguasai Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah sejarah kerajaan Majapahit?
2. Bagaimanakah sistem pemerintahan kerajaan Majapahit?
3. Bagaimanakah kebudayaan kerajaan Majapahit?
4. Bagaimanakah kehidupan ekonomi kerajaan Majapahit?
5. Bagaimanakah kepercayaan keagamaan kerajaan Majapahit?
6. Kapan masa kejayaan kerajaan Majapahit?
7. Bagaimana proses surutnya kerajaan Majapahit?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa.
Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim
utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa
kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan
utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah
dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh
Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada
Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja
mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah
dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang
hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa
baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa “pahit”
dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk bertempur melawan Jayakatwang.
Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu
Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-
kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir
mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus
menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing. Tanggal pasti yang digunakan sebagai
tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu
tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November
1293.
Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi
masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra
Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet
Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk
menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam
pemerintahan.
Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan
dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Putra dan
penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
“penjahat lemah”. Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang
pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun
1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni
seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana
dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana
Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. 
Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya
untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama
kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di
kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun
1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit


Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada
masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak
banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa
di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat
birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja
memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di
bawahnya, antara lain yaitu:
1. Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja;
2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan;
3. Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan;
4. Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan.
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu
Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana
menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan.
Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak
saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu. Dalam pembentukannya, kerajaan
Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian
timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka
Bhattara yang bergelar Bhre atau “Bhatara i”. Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan
kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk
mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan
mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di
Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di
kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja;
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan);
3. Watek: dikelola oleh wiyasa;
4. Kuwu: dikelola oleh lurah;
5. Wanua: dikelola oleh thani;
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan
Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar
Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu: Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker,
Matahun, Wirabumi, Kabalan, Kembang Jenar, Pajang, Jagaraga, Keling, Kelinggapura,
Singhapura, Tanjungpura. Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat
pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam
lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun
terbentuk.
Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit
Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk
area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif
menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua
provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi
oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut
biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan
atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan
mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka
menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di dalamnya
seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung,
Lampung dan Palembang di Sumatra. Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan
kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti
tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan Majapahit
tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan
tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan
menuai reaksi keras.
Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa
Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Ketiga kategori itu masuk ke
dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup
keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri. Mitreka Satata, yang
secara harafiah berarti “mitra dengan tatanan (aturan) yang sama”. Hal itu menunjukkan
negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan
dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah
Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si
Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa,
Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam). Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi
Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam
kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa
ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian
diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai “mandala”, yaitu kesatuan yang politik
ditentukan oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas
beberapa unit politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah
bawahan yang termasuk dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan
Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang menikmati
kebebasan internal cukup luas. Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak
dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi
lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga
ditemukan dalam kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta
mandala-mandala tetangga Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.

C. Kebudayaan Kerajaan Majapahit


Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan
cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa
utama dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika
semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti
atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk
kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara
langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah
taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan
besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa
(pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan
Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang
Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat
itu. Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek
Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.
Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah
tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang
masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan,
Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang
terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar
struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan
Bali.
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan
dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya:
“Perjalanan Pendeta Odorico da Pordenone”. Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara:
Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi
Katolik di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan
menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju
kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia
kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra
menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama
tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan
juga di pulau ini terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah
lainnya. Ia menyebutkan istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh
emas dan perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa,
tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini tak lain
adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa
pemerintahan Jayanegara.
Pada zaman Majapahit ditulis berbagai kakawin (puisi berbahasa Jawa Kuna), seperti
Negarakertagama dan Pararaton, dan juga muncul berbagai cerita kembangan dari epos raya
India (seperti Tantu Panggelaran, Garudeya, dan Sudhamala) maupun cerita lokal yang
populer hingga masa kini, seperti lingkaran cerita Panji, kisah Sri Tanjung, dan kisah
Bhubuksah dan Gagangaking. Berbagai ukiran batu candi dari masa ini banyak
menggambarkan fragmen cerita-cerita tersebut.

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit


Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan
denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak
abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan
perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah
perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng”
yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping
koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk
di Sidoarjo.
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin
tersebut berasal dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak
disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan
semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh
dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari
di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak
yang mahal.
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan
dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan
sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala
Jawa). Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi
karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang
daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman
sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di
luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada
saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah
mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari
campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da
Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai
Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk
pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi,
sebagian dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di
pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk
mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas
rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik
banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak
khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan
melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri
untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan
maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.

E. Aliran Kepercayaan Kerajaan Majapahit


Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan
cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa
utama dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika
semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti
atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk
kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara
langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah
taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan
besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa
(pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan
Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang
Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat
itu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek
Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik
secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai
perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi
Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal
dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori
agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih
dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.

F. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit


Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350
hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan
mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit
menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV,
daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan
Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan
Majapahit. Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan
tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi
terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian
selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan
serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin
persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat
mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya. Pihak
Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja
Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri
untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan
Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan
tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani
memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan.
Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi
menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan “bela
pati”, bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema
utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga
naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak
disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya
keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan
tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit
sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup
Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih
mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung
oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu
hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan
kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi
ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit
melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang. Meskipun
penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang
menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan
porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah
pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

G. Surutnya Kerajaan Majapahit


Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur
melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam
Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
takhta. Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-
1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya
perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di
seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming
yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa
beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho
ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai
utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki
pijakan di pantai utara Jawa.  Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan
diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia
adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi.
Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-
lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451.
Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana
dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun
tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada
1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468
pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat
dirinya sebagai raja Majapahit.  Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para
penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-
15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah
kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul
di bagian barat Nusantara.
Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi
membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai
menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa
jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai
melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan
kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke
pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya
di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya
mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas
kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan.
Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar
Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini,
Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan
oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa. Waktu berakhirnya Kemaharajaan
Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad
dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan )
hingga tahun 1518. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang
berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit
dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini
adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh
candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh
Girindrawardhana.
Raden Patah yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu
ayahnya dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tetapi mengalami
kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang
memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan
pembangunan masjid Demak. Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya
mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha
(Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena
penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda
ketika Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak
bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika
Prabu Udara meminta bantuan Portugis.
Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri
sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota
keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk
menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung
Ranawijaya melawan Kertabhumi. Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak
pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa
kerajaan Majapahit. Demak di bawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah
(Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi
Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan
seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta)
mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa
Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan
1521 M. Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam
pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan
Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta
Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai
menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa
kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger,
kawasan Bromo dan Semeru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada
masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak
banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa
di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan
denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak
abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan
perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah
perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng”
yaitu keping uang tembaga impor dari China.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha
menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Slamet. (2006). Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Jakarta: PT. LKiS Pelangi
Aksara.

Komandoko, Gamal. (2009). Gajah Mada: Menangkis Ancaman Pemberontakan Ra Kuti:


Kisah

Ketangguhan Seorang Patih Majapahit Dalam Menjaga Keutuhan Takhta Sang Raja.
Jakarta: Narasi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit
MAKALAH KERAJAAN
MAJAPAHIT

NAMA : NASYWA AURELLIA MAHESWARI


NO ABSEN : 35
KELAS : IPS 3

MAN 2 LAMONGAN
TP.2021/2022
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai