Anda di halaman 1dari 11

BAB XI

KARYA ILMIAH, ILMIAH POPULER, DAN NONILMIAH


Sasaran Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Membedakan karangan ilmiah, ilmiah populer, dan nonilmiah;
2. Membedakan fakta, evidensi, dan penilaian;
3. Menjelaskan cara menguji fakta;
4. Menjelaskan penalaran dalam karangan ilmiah ;
5. Menjelaskan syarat-syarat karangan ilmiah;
6. Menjelaskan bentuk-bentuk karangan ilmiah;
7. Menjelaskan ciri-ciri karangan ilmiah populer;
8. Menjelaskan ciri-ciri karangan noilmiah.

Materi
A. Pendahuluan
Karangan ilmiah tidak begitu saja ditulis, tetapi memerlukan kecermatan
dan ketelitian dalam menyajikan fakta yang telah diuji kebenarannya. Demikian
pula penggunaan bahasa harus mengikuti kaidah bahasa formal (baku). Bentuk
karangan harus disesuaikan dengan konvensi yang telah disepakati dalam karang-
mengarang.
Karangan ilmiah populer berbeda dengan karangan ilmiah. Karangan ilmiah
populer disajikan dengan sasaran pembacanya adalah masyarakat umum atau
awam sedangkan karangan ilmiah sasaran pembacanya adalah masyarakat ilmiah
(akademik). Di samping itu, karangan ilmiah populer sangat informatif dengan
bahasa yang sederhana, sedangkan karangan ilmiah menggunakan analisis yang
mendalam dan menggunakan bahasa ilmiah. Karangan nonilmiah menyajikan
fakta pribadi dan sangat subjektif. selain itu, karangan nonilmiah bahasanya bisa
konkret dan bisa abstrak.

B. Karangan Ilmiah
1. Pengertian
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan
fakta umum yang ditulis atau dikerjakan sesuai dengan tata cara ilmiah. Fakta
umum yang dimaksud adalah fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya. Namun,
diingat bahwa tidak semua fakta umum bernilai ilmiah. Contoh fakta umum yang
bernilai ilmiah: “Jumlah sudut sebuah segitiga itu 180 derajat”. Dengan dasar
pengetahuan, kita dapat membuat pernyataan bahwa “Jumlah sudut sebuah
segitiga adalah sama dengan jumlah dua sudut siku-siku. Contoh fakta yang tidak
bernilai ilmiah. “Orang itu berteriak dengan sekuat tenaga”.
Pernyataan ilmiah itu memerlukan pemikiran sebelumnya dan penerapan
serta pengujian sesudahnya. Dengan demikian, pernyataan ilmiah itu dapat
dibuktikan kebenarannya. Pemikiran sebelumnya mencakup semua alasan ilmiah
berdasarkan fakta atau data yang diperoleh secara ilmiah. Melalui proses
penalaran dihasilkan produk pemikiran yang berupa pernyataan-pernyataan atau
usulan-usulan yang dapat diperiksa benar tidaknya.

2. Fakta dan Penilaian


Karangan sebenarnya berisi pertanyaan-pertanyaan (statement). Dalam
menyusun pernyataan harus dibedakan antara fakta dan penilaian. Fakta adalah
apa yang ada, yang dapat dilihat, disaksikan atau dirasakan. Sesuatu perbuatan
yang dilakukan atau sesuatu peristiwa yang terjadi adalah fakta. Fakta selalu benar
dan menyatakan apa adanya tanpa memperhitungkan pendapat orang tentangnya.
Adapun penilaian menyatakan kesimpulan, pertimbangan, pendapat, atau
keyakinan seseorang tentang fakta itu. dengan demikian, penilaian bersifat
menghakimi/memvonis. Untuk lebih jelasnya fakta dan penilaian ini dapat dilihat
pada contoh berikut.
Seorang anak bercerita kepada ibunya setelah selesai menonton konser
Indonesian Idol, bahwa ia menyaksikan penampilan para peserta. Cerita ini
merupakan fakta. Bila anak tersebut melanjutkan pembicaraannya bahwa para
peserta tampil dengan sangat memukau. Kelanjutan cerita tersebut termasuk
penilaian.
3. Evidensi dan Penilaian
Dalam suatu kejadian terdapat bermacam fakta. Apabila fakta-fakta yang
ada itu dihubung-hubungkan satu sama lain dengan metode tertentu, dalam usaha
untuk membuktikan adanya sesuatu, disebut evidensi. Dalam evidensi, fakta-fakta
yang ada itu bukan merupakan fakta yang satu sama lainnya berdiri sendiri,
melainkan bersatu dalam satu fakta yang utuh. Untuk lebih jelasnya, evidensi dan
penilaian dapat dilihat pada contoh berikut ini.
“Seorang ahli purbakala menemukan sebuah guci antik. Dia akan berusaha
menemukan fakta-fakta dari guci itu untuk menyusun evidensinya. Fakta-fakta itu,
misalnya: bentuk guci, ukiran-ukirannya, bahan materialnya, dan sebagainya.
Akhirnya, dia membuat evidensi bahwa guci antik itu dibuat pada masa dinasti X
di negeri X, sekitar ribuan tahun lalu. Lalu dia menarik kesimpulan sebagai
penilaian bahwa ternyata kebudayaan dinasti X itu pada sekitar ribuan tahun lalu,
telah tergolong maju”. Kesimpulannya yang merupakan penilaian itu ditarik
setelah membanding-bandingkan dengan evidensi-evidensi lain yang telah
diketahuinya. Fakta yang akan dijadikan bahan penulisan karya ilmiah harus diuji
kebenarannya. Cara menguji fakta melalui observasi, kesaksian, dan autoritas.
a) Observasi
Fakta-fakta yang ada perlu diuji kebenarannya. Oleh karena itu, penulis
perlu melakukan observasi langsung di lapangan untuk mengecek kebenaran data
atau fakta.
b) Kesaksian
Fakta yang ada itu tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-
kadang data atau fakta yang ada sulit untuk diobservasi. Untuk mengatasi hal itu,
penulis dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan
dari orang lain yang telah mengalami sendiri atau menyelidiki persoalan itu.
c) Autotitas
Orang yang memiliki autoritas dalam bidang tertentu biasanya dapat lebih
meyakinkan kita. Misalnya, dokter spesial lebih diyakini oleh pasien daripada
dokter biasa.
4. Penalaran
a) Pentingnya Penalaran
Penyusunan karya ilmiah tidak sekedar menyusun fakta-fakta yang telah
diuji kebenarannya. Akan tetapi, fakta-fakta yang ada disusun dalam bentuk
pernyataan yang di dalamnya berisikan fakta dan penilaian. Untuk merangkai
fakta-fakta tersebut menjadi pernyataan yang masuk akal, diperlukan penalaran
(reasoning) yang logis.
Penalaran sangat diperlukan dalam penyusunan karya ilmiah. Sebagai
ilustrasi bahan-bahan material suatu bangunan seperti: semen, pasir, batu bara,
paku, atap, dan sebagainya, jika ingin dibuat bangunan diperlukan bagan atau
arsitektur. Bagan atau arsitektur inilah diumpamakan dengan penalaran. Dengan
demikian, bahan-bahan itu tidak berarti. Jadi, bahan-bahan dan arsitektur
keduanya saling melengkapi, demikian pula dalam karya ilmiah antara fakta,
evidensi, argumentasi, dan penalaran saling melengkapi.
b) Proses Penalaran
Dalam proses penalaran keakuratan fakta yang diambil sebagai data sangat
diperlukan. Selain keakuratan seorang pengarang harus objektif dan kritis serta
menguasai segi-segi logika sehingga hasil penalarannya dapat dipertanggung-
jawabkan dan tidak menimbulkan cemohan.
Proses penalaran dalam garis besarnya dapatb dibedakan atas dua metode
yakni metode induksi dan desuksi. Metode induksi berangkat dari fenomena-
fenomena khusus tuntuk sampai kepada kesimpulan umum. Metode deduksi
berangkat dari fenomena khusus. Selain metode induksi dan deduksi masih ada
metode lain yakni dialektika. Metode ini berangkat dari adanya tesis lalu
didatangkan tesis lain yang bertentangan yang disebut antitesis. Tesis dan antitesis
biasanya dirangkum menjadi tesis baru yang disebut sintesa. Namun, yang umum
digunakan dalam penulisan karya ilmiah adalah metode induksi dan deduksi.
Kedua metode tersebut akan dijelaskan berikut ini.
c) Metode Induksi
Metode induksi terbagi atas generalisasi, analogi, dan hubungan kausal.
1. Generalisasi
Generalisasi berangkat dari fenomena khusus untuk sampai kepada
fenomena umum. Misalnya, penggunaan PUEBI dalam tulisan mahasiswa
angkatan 2016 fakultas X hanya mencapai 40%, penggunaan diksi 45%,
penggunaan kalimat efektif 50%, dan penggunaan paragraf 45%. Rata-rata
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar mahasiswa tersebut 45%. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar mahasiswa angkatan 2016 fakultas X hanya mencapai 45%. Jika
ditetapkan nilai 90 s.d 100 adalah sangat memuaskan, 70 s.d. 89 adalah
menuaskan, 60 s.d. 79 adalah cukup, 50 s.d. 59 adalah kurang, dan di bawah 50
adalah sangat kurang. Berdasarkan penetapan skor nilai tersebut berarti
mahasiswa tersebut penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat
kurang.
2. Analogi
Analogi digunakan untuk membandingkan aspek-aspek tertentu pada dua
peristiwa atau dua hal. Hal yang berlaku pada yang satu juga berlaku pada yang
lainnya. Analogi dapat menjelaskan sesuatu yang belum atau kurang dikenal
dengan menghindarkan sesuatu yang sudah dikenal. Misalnya, pemerintahan
neegara dapat dianalogikan dengan suatu permainan konser musik. Dalam
permainan konser, para musikus harus bermain di bawah pimpinan seorang dirijen
untuk memperoleh harmoni yang indah. Demikian pula dalam pemerintahan, para
menteri di bawah pimpinan presiden atau perdana menteri agar pemerintahan
berjalan dengan baik. Jadi, dapat dismpulkan bahwa baik permainan konser
maupun pemerintahan diperlukan koordinasi dan kebersamaan.
Peanalogi dalam mengarang sangat terutama memberikan penjelasan
kepada pembaca hal yang sulit dengan memberikan analogi sesuatu yang lebih
dikenal oleh pembaca. Namun, sebagai sebuah metode berpikir, analogi harus
digunakan pada tempatnya sesuai dengan proporsinya. Harus dilihat terlebih
dahulu kepentingan dan kebutuhannya.
3. Hubungan Kausal
Kejadian yang ada di dunia ini selalu ada penyebabnya. Setiap peristiwa
yang ada selalu ada sebab-akibat. Akan tetapi, sebagai manusia kadang-kadang
kita tidak dapat mengetahui antara sebab-sebab dan akibat-akibat dari suatu
peristiwa tertentu. Namun, itu tidak berarti bahwa peristiwa-peristiwa tertentu itu
terlepas dari hubungan kausalitas. Hubungan kausalitas dapat terjadi dari sebab ke
akibat atau sebaliknya dari akibat ke sebab.
d) Metode Deduksi
Metode deduksi adalah metode yang berangkat dari hal umum untuk
meramalkan hal-hal khusus. Metode ini terbagi atas silogisme dan entimen.
Berikut ini akan dijelaskan satu per satu.
1. Silogisme
Silogisme adalah bentuk penalaran yang umumnya terdiri atas dua premis
(pernyataan) yang dihubungkan satu sama lain untuk menuju satu kesimpulan.
Kedua premis itu tidak boleh ada yang salah, kalau ada premis yang salah maka
kesimpulannya akan salah.
Contoh:
Setiap manusia akan mati
Ali adalah manusia
Jadi, Ali pasti mati.
Kalimat pertama (setiap manusia akan mati) berisi pernyataan umum
disebut premis mayor. Kalimat kedua (Ali adalah manusia) berisi pernyataan
khusus disebut premis minor. Adapuan kalimat ketiga (jadi, Ali pasti mati)
merupakan kesimpulan.
Silogisme sebagai metode penalaran sangat berguna dalam membuat
pernyataan dalam karangan. Dengan metode ini biasanya kesimpulan diambil
sangat akurat dan kokoh. Oleh karena itu, jangan ada satu premis yang salah (baik
premis mayor maupun premis minor). Perhatikan contoh salah satu premis mayor
berikut.
Contoh:
Semua makhluk adalah manusia
Kambing adalah makhluk
Jadi, kambing adalah manusia.
Contoh di atas salah karena premis mayornya salah, kesimpulannya pun
salah, yakni tidak mungkin kambing itu juga manusia.
2. Entimen
Entimen merupakan bentuk penalaran siliogisme yang spontan yang tidak
lagi mengemukakan pernyataan umum, karena sudah diketahui oleh pengguna
bahasa. Misalnya “Ali memenangkan pertandingan, maka Ali hendak mendapat
hadiah. Pernyataan yang merupakan penilaian ini sesungguhnya hasil dari
penalaran silogisme yang susunan sebagai berikut ini.

Setiap orang yang memenangkan pertandingan mendapat hadiah.


Ali memenangkan pertandingan.
Jadi, Ali berhak mendapat hadiah.
Kalimat pertama(setiap orang yang memenangkan pertandingan mendapat
hadiah) merupakan pernyataan umum yang telah diketahui dan tidak perlu lagi
dinyatakan. Meskipun tidak memakai bentuk silogisme yang formal, kebenaran
kesimpulan yang ditarik dapat diuji kembali dengan metode silogisme.

5. Ciri-Ciri Karangan Ilmiah


Karangan ilmiah dapat dibagi atas:
a. Makalah
b. Laporan Penelitian
c. Skripsi
d. Tesis
e. Disertasi
1) Makalah, dan Laporan Penelitian
Karangan ilmiah, yang memuat pemikiran tentang suatu masalah disebut
makalah. Makalah berisikan analisis yang logis, runtut, sistematis, dan objektif.
Biasanya makalah dibuat oleh mahasiswa untuk memenuhi tugas dari dosen.
Selain itu, makalah ditulis oleh penulis untuk kegiatan ilmiah seperti seminar
lokakarya, dsb.
Hasil kegiatan penelitian, biasanya disusun dalam bentuk laporan
penelitian. Laporan penelitian umumnya berisikan proses dan hasil-hasil yang
diperoleh melalui kegiatan penelitian. Baik makalah maupun laporan penelitian
tetap mengikuti prosedur penulisan karya ilmiah sesuai konklusi.
2) Skripsi, Tesis, Disertasi
Mahasiswa dalam menyelesaikan studi dituntut membuat karya ilmiah.
Bagi mahasiswa S1 dituntut membuat skripsi, bagi mahasiswa S2 dituntut
membuat tesis, dan bagi mahasiswa S3 dituntut mebuat disertasi. Ketiga karya
ilmiah tersebut memiliki ciri tersendiri. Disertasi lebih luas ruang lingkup
permasalahannya dibandingkan dengan tesis, demikian juga tesis dibandingkan
dengan skripsi. Masalah yang dikaji dalam skripsi cenderung pada masalah-
masalah yang bersifat penerapan ilmu, sedangkan tesis dan disertasi cenderung ke
arah pengembangan ilmu. Identifikasi masalah untuk skripsi bisa diambil dari
Koran, majalah, buku, jurnal, laporan penelitian, keadaan lapangan, sedangkan
untuk tesis terlebih lagi disertasi, identifikasi masalah perlu didasarkan atas teori-
teori yang berasal dari sejumlah hipotesis yang telah teruji. Untuk lebih jelasnya
perbedaan ketiga jenis karangan ilmiah tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut
ini.
Perbedaan Skripsi Tesis Disertasi
Permasalahan Bersifat kajian ilmu Memberikan Memberikan
sumbangsi bagi sumbangan asli
ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan
Kajian Pustaka Menjelaskan Selain keterkaitan Peran penelitian
keterkaitan juga menjelaskan yang dilakukan
penelitian yang penelitian yang - Permasalahan
dilakukan dengan satu dengan lebih luas
penelitian lainnya penelitian yang - Mengemukakan
lainnya pendapat
pribadi, setelah
membahas
penelitian lain
- Mengemukakan
kerangka pikir
hasil kajian
pustaka
Met. Penelitian Mengupayakan Tidak hanya Bukti-bukti
instrument data mengupayakan instrument harus
yang valid tapi membuktikan dapat diterima
sebagai bukti yang
terpat
Hasil Penelitian Didukung oleh data Selain didukung Temukan asli
oleh data juga
dibandingkan
dengan hasil
penelitian yang
sejenis
Kemandirian Lebih kecil dari tesis Lebih kecil dari Kira-kira 90% dari
disertasi hasil karya
mahasiswa

C. Karangan Ilmiah Populer


1. Pengertian
Karangan ilmu pengetahuan dapat disajikan dalam bentuk karangan ilmiah
populer atau semiilmiah. Karangan ilmiah populer menyajikan fakta probadi
dengan teknik sederhana dan bahasa sederhana. Namun, tetaap disajikan dengan
sistematis yang disesuaikan dengan tingkat kecerdasan masyarakat.

2. Ciri-Ciri Karangan Ilmiah Populer


Ciri-ciri karangan ilmiah populer adalah:
a. Menyajikan fakta pribadi yang disimpulkan subjektif;
b. Menggunakan bahasa sederhana dengan gaya formal dan populer;
c. Selalu mementingkan diri penulis;
d. Melebih-lebihkan sesuatu;
e. Usulan-usulan bersifat argumentatif dan bersifat persuasif;
f. Tidak memuat hipotesis karena mengingat timbangan cara dan tingkat berfikir
masyarakat awam;
g. Penjelasan tentang suatu situasi didramatisasikan melalui suatu ceita;
h. Penulis selalu mengajak perasaan pembacanya agar pembacanya seolah-olah
melihat atau mengalami sendiri yang ditulisnya.

3. Bentuk Karangan Ilmiah Populer


Karangan ilmiah populer dapat membentuk artikel, editorial, opini, tips,
dan resensi buku. Contoh resensi buku adalah bentuk kombinasi antara uraian,
ringkasan, dan kritik objektif terhadap sebuah buku. Klarifikasi pembuatan resensi
buku ilmiah yaitu ringkasan, deskripsi, kritik, apresiasi, dan praduga. Klarifikasi
pembuatan resensi buku nonilmiah seperti puisi dan novel yaitu ringkasan,
deskripsi, kritik, dan apresiasi.

D. Karang Nonilmiah
1. Pengertian
Karangan nonilmiah adalah karangan menyajikan fakta pribadi dan tidak
melalui suatu prosedur penelitian. Selain itu, karangan nonilmiah sangat subjektif
dan persuasif.

2. Ciri-Ciri Karangan Nonilmiah


Ciri-ciri karangan nonilmiah adalah:
a. Menyajikan fakta pribadi yang sifatnya subjektif dan tidak diperiksa
kebenarannya;
b. Usulan berupa terkaan dan mengharapkan efek seperti yang dikehendaki
penulis;
c. Kadang-kadang katanya sukar diidentifikasi, dan alasan-alasan yang
dikemukakan mendorong atau mengajak pembaca untuk menarik kesimpulan
seperti yang dikehendaki penulis;
d. Pandangan-pandangan penulis tidak didukung oleh fakta umum dan
memancing pertanyaan-pernyataan yang bernada keraguan;
e. Gaya bahasa konotatif dan populer;
f. Tidak memuat hipotesis;
g. Situasi didramatisasi;
h. Bersifat persuasive.

3. Bentuk karangan Nonilmiah


Karangan nonilmiah berbentuk novel, cerpen, drama, roman, dan dongeng
yang penulisannya tidak procedural.

Anda mungkin juga menyukai