Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan perjanjian dimana
pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa diserahkan
kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment) sebagai pembayaran pertama dan
sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena penjualan harus menunggu beberapa periode
untuk menagih seluruh piutang penjulannya, maka biasanya pihak penjual akan membebankan bunga
atas saldo yang belum diterimanya.
Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat akan dilakukan
penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil yang baik. Karena
penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama (beberapa periode), hal tersebut
kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk
menghindari hal-hal demikian, penjual biasanya akan membuat kontrak jual beli (security agreement),
yang memberikan hak kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari pembeli.
Untuk menghitung laba bersih pada penjualan angsuran adalah sangat kompleks, karena beban
sehubungan dengan penjualan angsuran tersebut tidak hanya terjadi pada saat penjualan
angsuran tersebut dilakukan, melainkan akan terjadi sepanjang penjualan angsuran tersebut belum
dilunasi. Sesuai dengan konsep akuntasni yaitu membandingkan antara beban dengan pendapatan ,
maka pada saat penjualan angsuran dapat ditentukan nilai dari penjualan, harga pokok dan beban yang
terjadi pada periode tersebut. Karena penagihan penjualan angsuran meliputi beberapa periode, timbul
masalah bagaimana beban yang terjadi pada periode berikutnya (misalkan beban penagihan,
administrasi, perbaikan dan pemilikan kembali) sehubungan penagihan piutang usaha angsuran
tersebut. Untuk menghitung laba kotor dalam penjualan angsuran pada prakteknya dapat dilakukan
dengan metode Laba Kotor direalisasi sesuai dengan penerimaan kas.Dalam metode ini laba kotor diakui
sesuai dengan realisasi penerimaan kas dari penjualan angsuran yang diterima pada periode akuntansi
yang bersangkutan.
Jika penjualan angsuran berupa barang dagang, dan perusahaan menggunakan system phisik di
dalam pencatatan persediaannya, maka perusahaan akan mendebit perkiraan piutang usaha angsuran
dan mengkredit perkiraan penjualan angsuran.
Jurnalnya adalah:
Sedangkan jika digunakan system balance permanen selain jurnal tersebut di atas ditambah jurnal
pengakuan harga pokok penjualan angsuran tersebut
Jurnalnya adalah:
Mengenai penagihan piutang usaha angsuran tersebut akan dicatat dengan mendebit perkiraan kas
dan mengkredit perkiraan piutang usaha
Jurnalnya adalah:
Selanjutnya pada akhir periode, saat dilakukan jurnal penyesuaian akan dicatata mengenai tiga hal,
yaitu:
Mencatat harga pokok penjualan angsuran dengan mendebit perkiraan harga pokok penjualan
angsuran dan mengkredit pengiriman barang angsuran. Perkiraan pengiriman barang angsuran
merupakan perkiraan rugi laba atau perkiraan nominal dan harus ditutup ke perkiraan ikhtisar rugi laba.
Jurnalnya adalah:
Jurnal ini dicatat jika perusahaan menggunakan system phisik dalam pencatatan persediaannya,
jika digunakan system balance permanen (perpetual) jurnal ini tidak diperlukan, karena pengakuan
harga pokok penjuaaln angsuran telah dilakukan pada saat terjadinya penjualan angsuran tersebut.
Mencatat laba kotor yang ditangguhkan dengan mendebit perkiraan penjualan angsuran dan
mengkredit perkiraan hara pokok penjualan angsuran dan perkiraan laba kotor yang berlum direalisasi
(ditangguhkan). Jurnal ini dicatat baik untuk system perpetual atau phisik.
Jurnalnya adalah:
Mencatat realisasi laba kotor atas penerimaan kas dari hasil penjualan angsuran dengan mendebit
perkiraan laba kotor yang ditangguhkan dan mengkredit perkiraan laba kotor yang direalisasi.
Jurnalnya adalah:
Laba kotor yang belum direalisasi xxxxxx
Laba kotor yang belum direalisasi adalah selisih antara penjualan angsuran dengan harga
pokoknya. Laba kotor yang berlum direalisasi akan direalisasi pada saat penerimaan piutang usaha
angsuran yaitu dengan mengalikan presentase laba kotor dengan kas yang diterima dari piutang usaha
angsuran tersebut.
Untuk menghitung presentase laba kotor yaitu dengan membagi laba kotor yang belum direalisasi
dengan penjualan angsuran yang bersangkutan dan hasilnya dikalikan 100%.
Laba kotor yang belum direalisasi = Penjualan – HPP (Harga Pokok Penjualan)
% Laba kotor = (Laba kotor yang belum direalisasi : Penjualan angsuran) x 100%
Neraca
Penyusunan neraca pada perusahan yang melakukan penjualan nagsuran sama dengan penjualan biasa,
hanya terdapat hal yang harus dieprhatikan adalah:
Piutang usaha angsuran biasanya dikelompokkan sebagai aktiva lancar dan harus dijelaskan pada
penjelasan laporan keuangan atau dengan catatan kaki yang mengungkapkan tanggal jatuh temponya.
Hal ini dengan asumsi bahwa definisi dari aktiva lancar adalah sumber-sumber yang diharapkan dapat
direalisir menjadi kas atau dijual. Maka jangka waktu piutang usaha angsuran tersebut diabaikan.
Cara yang paling umum adalah laba kotor yang belum direalisasi dicatat sebagai kelompok kewajiban.
Di dalam penyusunan perhitungan rugi/laba untuk penjualan angsuran, harus dipisahkan antara
penjualan biasa dengan angsuran. Laba kotor penjualan angsuran periode tersebut dikurangi dengan
saldo laba kotor yang belum direalisasi pada akhir periode, yang menghasilkan laba kotor periode
tersebut yang telah direalisasi.
PENGAKUAN LABA PENJUALAN ANGSURAN DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG
PERPAJAKAN
Menurut salah satu metode penjualan angsuran bahwa laba kotor diakui sejalan dengan tagihan uang
kas yang diterima, sehingga laba kotor akan diakui untuk beberapa periode fiskal. Sedangkan menurut
pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang no.7 bahwa laba hasrus diakui pada saat penjualan
dilakukan. Sehingga terdapat perbedaan persepsi antara laba menurut metode penjualan angsuran
dengan undang-undang pajak penghasilan.
Dalam Perhitungan rugi/laba, jumlah pajak penghasilan dapat dihitung berdasarkan laba menurut
akuntansi atau laba kena pajak, dengan tarif sebagaimana ditetapkan oleh fiskus.
Dalam hal pajak penghasilan dihitung menurut laba akuntansi, selisih perhitungan tersebut dengan
hutang pajak (yang dihitung menurut laba kena pajak), yang disebabkan “perbedaan waktu” pengakuan
pendapatan dan beban untuk tujuan akuntansi dengan tujuan pajak akan ditampung ke dalam pos
“pajak penghasilan yang ditangguhkan” dan dialokasikan pada beban pajak pengahsilan tahun-tahun
berikutnya. Sehingga dengan demikian jika perusahaan menghitung laba menurut metode pengakuan
laba kotor sejalan dengan penerimaan kas hasil penjualan angsuran, maka selisih antara pajak
penghasilan perusahaan dengan pajak pengahsilan menurut fiskus ditampung dalam perkiraan pajak
penghasilan yang ditangguhkan (belum direlisasi).
Contoh soal:
Bila PT Hadouken mendapatkan laba untuk tahun 1999 sebesar Rp. 10.250.000,00. Sedangkan menurut
undang-undang pajak penghasilannya adalah Rp. 9.500.000,00. Buatlah jurnal untuk menyesuaikannya!
Jika perusahaan menggunakan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan angsuran, maka tidak
terdapat perbedaan antara laba menurut perusahaan dengan laba menurut pajak.
Undang-undang perpajakan No.8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak
Untuk perusahaan dagang umumnya dan perusahaan dagang angsuran harus ditetapkan apakah
perusahaan tersebut adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau non PKP.
Bila perusahaan tersebut adalah PKP, maka untuk seluruh penjualan barang dagangnya harus dikenakan
PPN. Dan bila merupakan non PKP maka tidak boleh dipungut PPN. PPN yang dikenakan atas nilai jual ini
disebut sebagai PPN keluaran. Sedangkan PPN atas barang yang dibeli merupakan PPN masukkan. PPN
masukkan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran.
Selain itu perusahaan juga membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bila barang yang
dibeli merupakan kategori barang mewah. Tarif ini berkisar anatar 10% – 30%. PPnBM ini dikenakan
hanya sekali pada pengusaha dan tidak daoat dikreditkan dengan PPN keluarannya sehingga harus
dimasukkan sebagai harga pokok barang yang dibelinya.
Variasi Soal
PT. A
NERACA
(Jutaan Rp)
Piutang Usaha Cicilan th 91 100 Laba yang ditahan 850
1.500 1.500
Penjualan cicilan th 92 dengan tingkat laba kotor 25% dan penjulan cicilan th 91 dengan tingkat laba
kotor 40%.
Transaksi dan ayat jurnal untuk PT. A yang berhubungan dengan penjulan biasa dan penjualan angsuran
th. 1993 adalah sbb:
550 juta
Pembayaran untuk :
Jurnal penyesuaian.
Bila pada th. 93 tingkat laba kotor dari penjualan adalah 50% maka Harga Pokok barang yang berkaitan
dengan penjulan adalah Rp. 100 juta.
Untuk menutup perkiraan penjualan cicilan dengan HPP cicilan serta mencatat LK yang belum direalisasi.
Jurnal penyesuaian untuk mencatat LK yang direalisasi untuk :
103 juta
Untuk menutup perkiraan persediaan awal, pembelian, potongan, pembelian , dan penyisihan atas
penjualan cicilan.
Misalkan barang dagangan dengan harga pokok Rp. 72 juta dijual seharga Rp. 100 juta. Sebagai
pengganti uang muka, maka diterima barang bekas dengan nilai tukar tambah sebesar Rp. 30 juta.
Perusahaan memperkirakan biaya perbaikan barang bekas ini sebesar Rp. 2 juta dan harga jual setelah
diperbaiki sebesar 25 juta. Perusahaan biasanya mengharapkan laba kotor sebesar 12% atas penjualan
barang bekas.
Nilai barang tukar tambah dan selisih nilai tukar tambah dihitung sbb :
Dikurangi:
Laba kotor yg diharapkan atas penjualan kembali barang bekas = Rp. 3 juta
(Rp. 20 juta) Nilai tukar lebih
Rp. 10 juta
Jurnal untuk mencatat penjualan cicilan dengan tukar tambah ini adalah sbb :
Nilai tukar lebih atas penj. cicilan dg tukar tambah Rp. 10 juta
Pada tahun ’94, seorang customer tidak mampu membayar kontrak penjualan cicilan sebesar Rp. 10 juta
yang berasal dari transaksi th. 93 dan total yang telah ditagih pada th. 93 adalah Rp. 5 juta. Barang
dimiliki kembali dan dinilai sebesar Rp. 2 juta.
Maka jurnal untuk mencatat ketidakmampuan membayar dan kepemilikan kembali adalah: