Anda di halaman 1dari 12

Rekomtek Analisis Longsoran

CT 2021 – Geoteknik (07/10/2021)

Kajian Penanganan Longsoran KM BDG 61+200

GEOTEKNIK
Longsoran pada ruas jalan sumedang KM BDG 61+200 sedang dilakukan pekerjaan konstruksi
untuk penanganan potensi longsoran terhadap DPT beton dengan bored pile eksisting. Ruas
jalan Sumedang-Cijelang KM BDG 61+200 memiliki indikasi permasalahan deformasi pada
badan jalan dan pada bagian bawah dinding penahan tanah. Penurunan atau longsoran lokal
terjadi akibat tanah yang berada pada bagian belakang dinding penahan tanah longsor dan turun
melalui celah antar pondasi tiang yang terekspose. Hal tersebut disebabkan oleh terbawanya
butiran tanah oleh aliran yang mengarah pada rongga bored pile.

Ruas jalan ini merupakan usulan tambahan dari PPK fisik untuk diperhatikan dan perlu di
antisipasi mengenai potensi permasalahan yang akan terjadi kedepannya. Untuk memonitor
pergerakan yang terjadi pada badan jalan, bahu dan pedestrian, direkomendasikan untuk
melakukan instrumentasi inclinometer pada bahu jalan agar dapat mengetahui pergerakan yang
terjadi dan apakah berpengaruh terhadapt DPT Eksisting. Berikut gambar penanganan terhadap
longsoran 61+200:

Gambar 1. Penanganan longsoran KM BDG 61+200 oleh perencana konsultan


Penanganan pada longsoran 61+200 menggunakan perkuatan bronjong dengan pondasi tiang
pancang baja berukuran Diameter 20 cm (8 inch) dengan tebal 5 mm sepanjang 6 m dengan
jarak 2 m. Penanganan tersebut mengharuskan pekerjaan konstruksi menggali tanah pada area
dekat bored pile, sehingga tiang bor terlihat mengakibatkan tiang free standing kuang lebih
setinggi 2 s.d 4 m. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 2. Kondisi tiang yang mengalami free standing akibat proses galian

Pengaruh dari galian tersebut mengakibatkan tiang bor tidak memiliki tahanan terhadap tanah
pasif dibelakangnya. Hal tersebut mengakibatkan munculnya retakan-retakan pada DPT beton
dan tiang bor, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 3. Retakan tiang pada sekitar pondasi tiang bor eksisting


Berdasarkan pengamatan di lapangan terhadap retakan-retakan tersebut pekerjaan galian di
lapangan tidak dapat dilakukan dengan cara menggali untuk hingga final untuk semua area
namun, karena ada potensi keruntuhan struktur akibat dari proses galian pada tiang bor free
standing tersebut.

Maka proses konstruksi yang telah di gali dan dipancang sepanjang 30 m dapat di urug kembali
untuk memberikan tahanan pasif pada tiang bor. Berikut tampak atas gambaran penimbunan
kembali tanah timbunan pada gambar di bawah:

Gambar 4. Area yang harus ditimbun kembali

Area yang diarsir dengan warna merah adalah area yang akan dilakukan penimbunan kembali
dengan tujuan tiang bor memiliki tahanan dari tanah timbunan tersebut. Pada area kiri timbunan
kondisi tiang tidak banyak mengalami retakan sedangkan di area tengah cukup banyak retakan
pada DPT beton maupun tiang bor.

Lokasi tengah yang ditimbun kembali dilakukan penanganan konstruksi bronjong di akhir
setelah area kiri dan kanan timbunan telah dilaksanakan penanganan bronjong. Untuk
memonitoring pengaliran air maka harus dibuat sub drainase di bawah bronjong, berikut
gambar detail penanganan pengalirana air drainse di bawah bronjong yang dibicarakan di
lapangan, namun akan dibahas lebih lanjut untuk drainase ini:
Gambar 5. Subdrain pengalir air drainase di bawah bronjong

Berdasarkan diskusi dengan pihak ppk fisik bahwa penanganan potensi longsoran pada KM
BDG 61+200 dilakukan selebar 55 m, dan yang telah dilakukan di lapangan selebar 30 m dan
sisa penanganan yang belum dilakukan selebar 25 m. Untuk penanganan yang belum dilakukan
terdapat beberapa opsi :
1. Dilakukan pemotongan target penanganan, sisanya akan dipindahkan ke area longsoran yang
berada pada KM CN 41+400 atau KM BDG 61+300. Namun berdasarkan survey ke lapangan
pada KM BDG 61+300, jika menggunakan tipikal penanganan pada lokasi ini kurang tepat
karena geometri lerengnya cukup terjal; terlebih lagi sudah adanya desain penanganan
menggunakan DPT dan tiang bor pada lokasi tersebut. Jika dipaksakan memerlukan waktu dan
biaya yang lebih besar daripada sisa penanganan di tempat ini.

Gambar 6. Lokasi area yang akan dilakukan dan dipindah penanganannya


2. Pekerjaan tetap dilanjutkan sesuai target, namum dengan penambahan/ perkuatan pada
borpile eksisiting. Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah
dengan penambahan soil nailing di badan DPT eksisring sebagai penambah kekuatan
sementara saat galian (parsial) seperti yang dilakukan saat ini. Secara praktis, perkuatan ini
harus terukur dengan cara menganalisa kembali struktur eksisting. Sedangkan data-data
sekunder (seperti as built/ data perencanaan) mengenai DPT ini tidak dapat dicari. Untuk itu
diperlukan pengambilan data primer seperti data NDT (non-destructive test) seperti hammer
test, UPV dan bar scanner untuk meklarifikasi mutu dan dimensi DPT serta pengujian PIT/
Sonic Test untuk mendapatkan mutu keutuhan tiang, lekatan tanah dan panjang pondasi tiang.

Soil Nailing

Borepile existing

Gambar 7. Salah satu alternatif perkuatan galian terhadap borpile eksisting

3. Pekerjaan tetap dilanjutkan sesuai target. Berdasarkan diskusi dan meeting yang dilakukan
pada hari kamis tanggal 30 september 2021 bahwa metode konstruksi yang kurang sesuai
berdampak pada tingkat keamanan struktur eksisting. Munculnya retakan-retakan, deformasi
yang cukup besar menandai bahwa struktur perlu diperkuat. Namun perkuatan yang ada
sejatinya hanya bersifat sementara/ tidak mempengaruhi hasil akhir dari sistem penanganan
longsor (sesuai perencanaan) sehingga dapat dikategorikan sebagai metode konstruksi dan
tidak termasuk dalam penambahan mata pembayaran khusus. Oleh karenanya perkuatan/
perbaikkan hanya ditujukan untuk setempat dan hasil diskusi dapat dilanjutkan berupa asistensi
lebih lanjut dalam metode. Penanganan yang dapat dilakukan menimbang dengan metode
pelaksanaan adalah dengan melakukan grouting pada celah beton > 3 mm, dan epoxy pada
celah beton < 3 mm. Sedangkan longsoran pada celah antar pondasi dapat menggunakan beton
siklup dengan cara penumpuk batu di sekitar pondasi lalu di siram adukan semen (hal ini dapat
lebih terukur) atau dapat menggunakan beton ready mix dengan penyempotan dari tremi (hanya
perhitungan volumetrik lebih sulit dilakukan). Selain perkuatan ini, metode pelaksanaan saat
ini harus diubah dengan cara membagi bidang menjadi lebih banyak (dapat 4 bagian atau 6
bagian, dengan berseling) dan/ atau penutup sebagian badan jalan untuk mengurangi beban
kendaraan.

4. Klarifikasi sementara dari konsultan perencana adalah model kondisi terburuk (konservatif),
karena pada saat pemodelan perencana tidak memodelkan tiang bor eksisting. Maka dengan
desain yang dilakukan oleh pihak perencana saat ini dengan kondisi di lapangan memiliki tiang
bor eksisting akan memberikan kondisi paling aman. Untuk lebih lengkap dapat mereferensi
pada laporan perencanaan.

Gambar 8. Desain perencana tidak memodelkan tiang bor eksisting (kondisi konservatif)
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat di ambil beberapa kesimpulan terkait dengan
penanganan longsoran pada KM BDG 61+200:
1. Longsoran KM BDG 61+200 harus dilakukan penimbunan kembali di area tengah yang
sudah digali (Lihat Gambar 4) untuk memberikan kekuatan tahanan pada pondasi
tiang bor yang mengalami free standing.
2. Penanganan longsoran KM BDG 61+200 berdasarkan diskusi dilakukan selebar 30 m
saja yang awalnya 55 m, sisanya yang sepanjang 25 m (Lihat Gambar 6) dapat
dilakukan beberapa alternatif penanganan seperti di bawah ini:
- Dilakukan pemotongan target penanganan, semula 55 m menjadi 30 m; sedangkan
anggaran sisanya dipindahkan ke titik longsoran lainnya. Melihat titik longsor lainnya,
hal ini tidak dapat dilakukan karena tipikal desain yang berbeda.
- Pengerjaan dilanjutkan sesuai target penanganan, namun dilakukan beberapa
perbaikkan. Hasil diskusi, permasalahan terjadi akibat metode konstruksi sedangkan
struktur eksisting dalam perencanaan tidak dilakukan perkuatan bahkan tidak
diperhitungkan dalam analisa kekuatan lereng. Keperluan untuk perkuatan ini perlu
diklarifikasi lebih lanjut apakah perkuatan struktur eksisting hanya bersifat sementara
(membantu saat konstruksi saja) atau bersifat penanganan permanen. Jika adanya
penanganan permanen maka terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu
koordinasi dengan konsultan perencana untuk menghitung kembali dengan adanya
kontribusi struktur eksisting sehingga desain saat ini dapat dikurangi. Atau perkuatan
hanya bersifat sementara dimana termasuk dalam metode konstruksi (tidak dapat
dibayar) dengan pengambilan data primer berupa data NDT dan PIT karena tidak
adanya data sekunder. Jika perkuatan bersifat permanen, maka konsultan perencana
perlu mengubah/ menyesuaikan desain dengan mengurangi kekuatan struktur desain
yang ada, perkuatan di struktur eksisting (hal ini pekerjaan perkuatan struktur eksisting
dapat dibayar karena bersifat permanen). Atau alternatif terakhir adalah dengan
perbaikkan secara praktis hingga pemasangan soil nailing (Lihat Gambar 7) tanpa
adanya perhitungan yang jelas dan terukur (metode ini hanya disarankan pada metode
non destructive seperti perbaikkan) dan metode ini sama seperti sebelumnya adalah
perbaikkan metode sehingga tidak dapat dibayar.
3. Perencana sudah melakukan pemodelan dengan kondisi konservatif (tanpa
mempertimbangkan adanya tiang eksisting). Jika ada keperluan untuk klarifikasi
desain, disarankan untuk mendatangkan konsultan perencana untuk menjelaskan
permasalahan longsoran dan alternatif metode konstruksi yang mungkin dilakukan
mengingat salah satu pertimbangan desain longsoran adalah metode konstruksi
(contohnya berapa galian yang dapat dilakukan, panjang segmentasi maksimum jika
beban tidak dikurangi, dsb). Adapun penyesuaian desain, misalnya untuk membuat
kondisi yang tidak konservatif perlu adanya keterlibatan konsultan perencana. Jika
desain diubah total oleh coreteam tanpa keterlibatan konsultan perencana maka
konsultan perencana dapat terkena masalah/ temuan administrasi.

DRAINASE
Lokasi pekerjaan berada di ruas jalankota Sumedang – Cijelag Km 61+200 Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat. Berdasarkan informasi di lapangan, terjadi penurunan pada ruas jalan
yang mengakibatkan terjadi rekahan pada bahu dan badan jalan. Kondisi eksisting lapangan
sedang dilakukan galian pada DPT bahu jalan untuk pemasangan bronjong. Adapun maksud
dan tujuan kajian teknis ini untuk menangani aliran air dari mata air di sekitar lokasi galian.
1. Lokasi Pekerjaan
Lokasi kajian berada di 61+200 Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Lokasi kajian
dapat dilihat pada gambar berikut.

: sungai
Gambar 9. Lokasi kajian longsoran KM BDG 61+200 dari sisi drainase
Gambar 10. Aliran air pada lokasi longsoran KM BDG 61+200

Berdasarkan peta RBI gambar di atas, tidak terdapat crossing sungai melintasi ruas
jalankota Sumedang – Cijelag KM 61+200 namun berdasarkan peta topo terdapat Cross
drain saluran yang merupakan outlet saluran drainse jalan yang dibuang ke arah lereng
seperti gambar di atas.

2. Permasalahan
Pada ruas jalankota Sumedang – Cijelag KM 61+200 terdapat banyak mata air dengan
indikasi banyaknya lokasi sumur di sekitar lokasi. Berdasarkan informasi di lapangan,
terjadi hujan lebat pada tanggal 29 September yang mengakibatkan penurunan badan
jalan yang lebih besar. Pada gambar desain ruas jalan sudah terdapat subdrain di bawah
saluran namun berdasarkan hasil tinjauan di lapangan tidak terdapat subdrain sehingga
air yang ada mengalir di bawah pondasi jalan yang menyebabkan penurunan badan
jalan. Berikut merupakan gambar survei lokasi longsoran.
3. Survei Kondisi Lapangan
Berikut hasil tinjauan lapangan yang dilakukan pada tanggal 27 September 2021.

Tabel 1 Dokumentasi Hasil Survei Ruas Sumedang KM BDG 61+200

Titik Key Legend Foto Keterangan


1 Terjadi rekahan pada
bahu dan badan
jalan.

2 Penurunan pada bahu


jalan dan trotoar.
Tidak terdapati
kerusakan pada
saluran jalan.

10
Titik Key Legend Foto Keterangan
3 Terjadi runtuhan
pada tanah di antara
pondasi bor pile

11
4. Rekomendasi Teknis
Adapun rekomendasi yang diajukan pada kajian ini sebagai berikut
 Memasang sub drain memanjang jalan sesuai dengan gambar desain awal dan
tambahan sub drain di samping bronjong.
 Tidak dimungkinkan memasang sub drain melintang jalan karena terdapat pondasi
bor pile.

Rencana layout subdrain yang diajukan sebagai berikut.

Subdrain
Tambahan
Borpile Eksisting

Gambar 11. Rekomendasi subdrain pada longsoran KM BDG 61+200

Bandung, 7 Oktober 2021 Bandung, 07 Oktober 2021


Core Team 2021, Assisten TA Hidrologi, Core Team 2021, TA Geoteknik,

Gneis Setia Graha S.T,M.T Dian Astriani S.T,M.T

12

Anda mungkin juga menyukai