03-Pejalan Kaki
03-Pejalan Kaki
Koordinator Penelitian
Ir. Pantja Dharma Oetojo, M.Eng.Sc.
PUSLITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Editor
Ir. I.F. Poernomosidhi, M.Sc., Ph.D.,MCIT,MIHT
Tri Basuki Joewono, Ph.D
Diterbitkan oleh:
Kementerian Pekerjaan Umum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
Jl. A.H. Nasution No. 264 Ujungberung – Bandung 40294
Pemesanan melalui:
Perpustakaan Puslitbang Jalan dan Jembatan
info@pusjatan.pu.go.id
Sekretaris:
Ir. Nanny Kusminingrum
Anggota:
Ir. Gandhi Harahap, M.Eng.
Ir. I.F. Poernomosidhi, M.Sc., Ph.D.,MCIT,MIHT
Dr. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc.
Ir. Sri Hendarto, M.Sc.
Tri Basuki Joewono, Ph.D
Nara Sumber:
Ir. I.F. Poernomosidhi, M.Sc., Ph.D.,MCIT,MIHT
Dr. Endang Widjajanti, MT
© PUSJATAN 2011
Naskah ini disusun dengan sumber dana APBN Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2011, pada paket pekerjaan
Penyusunan Naskah Ilmiah Litbang Teknologi Jalan Perkotaan DIPA Puslitbang Jalan dan Jembatan. Pandangan-
pandangan yang disampaikan di dalam publikasi ini merupakan pandangan penulis dan tidak selalu menggambarkan
pandangan dan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum maupun institusi pemerintah lainnya. Penggunaan data dan
informasi yang dimuat di dalam publikasi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Kementerian Pekerjaan Umum mendorong percetakan dan memperbanyak informasi secara eklusif untuk perorangan
dan pemanfaatan nonkomersil dengan pemberitahuan yang memadai kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Tulisan
ini dapat digunakan secara bebas sebagai bahan referensi, pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seijin
pemegang HAKI dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebut sumbernya.
Buku ini juga dibuat dalam versi e-book dan dapat diunduh dari website pusjatan.pu.go.id. Untuk keperluan pencetakan
bagi perorangan dan pemanfaatan non-komersial dapat dilakukan melalui pemberitahuan yang memadai kepada
Kementerian Pekerjaan Umum.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) adalah lembaga riset yang berada di bawah Badan Litbang Kementerian
Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Lembaga ini memiliki peranan yang sangat strategis di dalam mendukung tugas
dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dalam menyelenggarakan jalan di Indonesia. Sebagai lembaga riset, Pusjatan
memiliki visi sebagai lembaga penelitian dan pengembangan yang terkemuka dan terpercaya, dalam menyediakan jasa
keahlian dan teknologi bidang jalan dan jembatan yang berkelanjutan, dan dengan misi sebagai berikut :
• Meneliti dan mengembangkan teknologi bidang jalan dan jembatan yang inovatif, aplikatif, dan berdaya saing;
• Memberikan pelayanan teknologi dalam rangka mewujudkan jalan dan jembatan yang handal; dan
• Menyebarluaskan dan mendorong penerapan hasil litbang bidang jalan dan jembatan.
Pusjatan memfokuskan dukungan kepada penyelenggara jalan di Indonesia, melalui penyelenggaraan litbang terapan
untuk menghasilkan inovasi teknologi bidang jalan dan jembatan yang bermuara pada standar, pedoman, dan manual.
Selain itu, Pusjatan mengemban misi untuk melakukan advis teknik, pendampingan teknologi, dan alih teknologi
yang memungkinkan infrastruktur Indonesia menggunakan teknologi yang tepat guna. Kemudian Pusjatan memilliki
fungsi untuk memastikan keberlanjutan keahlian, pengembangan inovasi, dan nilai-nilai baru dalam pengembangan
infrastruktur.
Kata Pengantar
L bagi pejalan kaki dengan kualitas yang memenuhi standar kelayakan tertentu. Upaya
pengembangan kawasan pejalan kaki yang dilengkapi fasilitas pejalan kaki yang
memadai di kawasan pusat kota merupakan kebutuhan mempertahankan kualitas pusat
kota agar tetap manusiawi, menarik bagi warga kota untuk datang, tinggal, bekerja, dan
melakukan kegiatan .
Saat ini kawasan pejalan kaki telah beralih fungsi, memiliki kualitas yang tidak memenuhi
standar kelayakan, serta tidak sesuai dengan perilaku dan harapan pejalan kaki di
Indonesia. Disamping itu, pengembangan prasarana pejalan kaki harus berkompetisi
dengan berbagai aktivitas lainnya.
Artikel mengenai Fasilitas Pejalan Kaki ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
berbagai pihak mengenai betapa pentingnya perencanaan fasilitas pejalan kaki yang baik.
Perencanaan mencakup pemilihan, penyediaan, dan penempatan fasilitas pejalan kaki.
Perencanaan tersebut perlu memperhatikan karakteristik dan preferensi pejalan kaki
serta kondisi lingkungan setempat.
DAFTAR ISI
Bab 1. Pendahuluan 3
Tabel 2-4 Kecepatan Pejalan Kaki berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin(TRRL, 1985) 9
Tabel 2-5 Perbandingan Kecepatan Pejalan Kaki di Berbagai Kota di Indonesia (Pusjatan, 2011) 9
Tabel 2-6 Ukuran Badan Pejalan kaki (Fruin, 1971; Neufert, 1980) 10
Tabel 2-7J arak Berjalan Kaki sesuai Tujuan Perjalanan (Chapin, tahun dalam Jayadinata, 1999 14
Tabel 4-1 Data Fasilitas Pejalan Kaki Tahun 2007 Pada Beberapa Kota Metro dan Kota Besar 26
BAB I
Pendahuluan
ermasalahan dalam hal fasilitas pejalan kaki lain, pengembangan prasarana pejalan kaki
Institute for Transportation and Development fasilitas pejalan kaki menjadi hal yang diperlukan.
Policy (ITDP) dan Institut Transportasi (Intrans) Studi tersebut juga perlu mendalami perencanaan
menunjukkan bahwa keselamatan pejalan kaki fasilitas pejalan kaki yang memperhatikan perilaku,
terancam akibat minimnya prasarana untuk harapan, dan karakteristik pengguna fasilitas
pejalan kaki dimana 65 persen korban kecelakaan tersebut.
lalu lintas berakibat kematian, adalah pejalan
kaki, dan 35 persen korbannya adalah anak-anak Dengan latar belakang tersebut, maka studi ini
(Tempo,2003) diharapkan dapat menjadi langkah awal. Tujuan dari
Untuk memperbaiki kualitas kota yang diharapkan artikel ini adalah menyajikan hasil kajian mengenai
menjadi berkelanjutana, maka perhatian pada aspek-aspek yang terkait dengan perilaku, harapan,
pergerakan manusia yang paling dasar berupa dan karakteristik pejalan kaki di daerah perkotaan
berjalan kaki perlu mendapat perhatian yang serius. di Indonesia. Informasi mengenai identifikasi
Upaya perbaikan tersebut perlu didukung oleh perilaku, harapan, dan karakteristik pejalan kaki
studi yang memadai.Studi yang mendalami tentang diharapkan dapat menjadi dasar perencanaan dan
perencanaan, penyediaan, dan penempatan desain fasilitas pejalan kaki yang lebih tepat.
BAB II
Prinsip Dasar
2.1 Kegiatan Berjalan Kaki moda denganmoda angkutan yang lain(Fruin, 1979).
Kegiatan di suatu ruas jalan secara umum bisa Upaya berjalan kaki merupakan bentuk sarana
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu transportasi paling sederhana dalam melakukan
pergerakan bagi non-pejalan kaki yang utamanya kegiatan dari satu tempat menuju tempat lain.
terdiri atas pergerakan kendaraan beroda.Kegiatan Bila dilihat dari kecepatannya, maka berjalan
lainnya adalah pergerakan pejalan kaki yang kaki memiliki kelebihan. Dengan kecepatannya
merupakankegiatan dinamis, misalnya kegiatan yang rendah memungkinkan pelakunya untuk
berjalan kaki, berlari, dan berjalan-jalan.Adapun mengamati lingkungan sekitar dan mengamati
kelompok kegiatan yang terakhir adalah kegiatan objek secara detail serta mudah menyadari
pejalan kaki statis yang meliputi kegiatan berdiri, lingkungan sekitarnya (Rapoport, 1977). Dengan
bersender, duduk, berjongkok, atau berbaring berjalan kaki orang bebas untuk mengatur
(Rapoport, 1983).Berjalan kaki merupakan metode langkah, berbelok, berhenti, dan bebas mengatur
pergerakan internal kotasatu – satunya dalam kontak dengan lingkungannya. Spreiregen (1965)
memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka yang menyatakan bahwaberjalan kaki bukan sekedar
ada dalam aktivitas komersial dan kultural di moda transportasi tapi juga merupakan sarana
lingkungan kehidupan kota (Giovany, 1977; Fruin, interaksi dan komunikasi sosial masyarakat kota.
1979). Tepat untuk mengatakan bahwa berjalan
kaki merupakan alat penghubung antara suatu Berjalan kaki berperan lebih penting pada jalur-
ke rumah menuju suatu tempat dan hanya 23% bahwa dari total perjalanan yang terjadi, jumlah
perjalanan pejalan kaki yang tidak berbasis rumah. perempuan yang berjalan kaki lebih sedikit
Hal ini menunjukkan kecenderungan orang untuk daripada laki-laki
berjalan kaki di tempat-tempat dengan tujuan
yang sudah familiar (BATS, 2000) Tabel 2-2Demografi Pejalan Kaki berdasarkan Gender
Perjalanan ke sekolah merupakan salah satu yang
Share of Walk trip as
butuh pengawasan, karena mayoritas pelaku Persentase
all walking percentage
perjalanan ini adalah anak-anak dan remaja yang Populasi
trips of all trips
merupakan populasi yang rentan. Alameda County
telah berinvestasi untuk peningkatan lingkungan Wanita 51 % 52 % 10.6
bagi pejalan kaki di atau didekat sekolah dengan Laki-
membuat lajur pejalan kaki yang aman menuju Laki 49% 48 % 11.5
sekolah dan berharap akan akan ada pertambahan
jumlah orang yang akan berpindah moda di masa Distribusi Umur
yang akan datang.
Saat akan medesain fasilitas pejalan kaki, para
Berdasarkan kajian yang dilaksanakan Puslitbang
perencana harus memahami bahwa fasilitas
Jalan dan Jembatan (2010 dan 2011)di kota
yang disediakan harus mengakomodir semua
Surabaya, Bandung, Malang, dan Yogyakarta dapat
golongan pejalan kaki. Sebagai contoh, anak kecil
diketahui bahwatujuan responden memilih moda
memahami lingkungannya berbeda dengan anak
berjalan kaki didominasi dengan tujuan menuju
remaja dan mereka membutuhkan pengawasan
pemberhentian angkutan umum dan berbelanja.
orang dewasa sampai mereka mampu “mandiri”.
Adapunalasan penggunaan moda berjalan kaki
Anak kecil biasanya berjalan lebih perlahan dan
karena alasan kesehatan,jarak tujuan yang dekat,
ketinggian pandangan mereka lebih rendah. Di
serta lebih hemat.
lain pihak, manula lebih membutuhkan waktu
yang lama untuk menyeberang jalan. Dalam Tabel
2.1.2 Demografi Pejalan Kaki 23 berikut ditampilkan karakteristik pejalan kaki
Gender berdasarkan tingkatan usia:
Hasil survey di Alameda County menunjukkan
Tingkat Pendapatan
Rumah tangga dengan tingkat penghasilan
terendah (di bawah $30.000) mempunyai porsi
trip berjalan kaki yang lebih tinggi daripada rumah
tangga dengan tingkat penghasilan tertinggi (17.3% Gambar 2-2Persentase Trip Pejalan Kaki Berdasarkan Umur
vs 7.4%).Seiring dengan pertambahan pendapatan, (Sumber : BATS 2000)
maka total trip paling banyak, dihasilkan oleh
golongan masyrakat dengan tingkat penghasilan
lebih tinggi.
Tabel 2-4 Kecepatan Pejalan Kaki berdasarkan Umur Tabel 2-5 Perbandingan Kecepatan Pejalan Kaki di
dan Jenis Kelamin(TRRL, 1985) Berbagai Kota di Indonesia (Pusjatan, 2011)
Kecepatan Berjalan Kecepa-
Umur dan Jenis Kelamin Tata Guna
(m/det) Kota Lokasi tan (m/
Lahan
Laki-laki (55 tahun ke bawah) 1,65 det)
Laki-laki (55 tahun ke atas) 1,52 Surabaya Jl. Stasiun Perdagangan,
Gubeng Perkantoran 1,23
Wanita (55 tahun ke bawah) 1,39
Jl. Pemuda Perdagangan,
Wanita (55 tahun ke atas) 1,3
Perkantoran 1,31
Wanita bersama anak-anak 0,72
Jl. Dharma Kesehatan
Anak-anak (6-10 tahun) 1,12 wangsa 1,59
Remaja 1,79 Malang Jl. Gajah- Perdagangan
mada 1,14
Jl. Merdeka Perdagangan 1,10
Beberapa ahli menggunakan kecepatan rata-rata
Yogyakarta Jl. Kaliurang Pendidikan 1,16
sebesar 1,20m/detik (72 m/menit) sebagai acuan.
Untuk pejalan kaki yang cenderung berjalan lebih Jl. Adi Perbelanjaan
sucipto 1,13
lambat, maka akan lebih tepat bila menggunakan
kecepatan antara (0,90- 1,00) m/detik atau (54-60) Jl. Tut Har- Perkantoran
m/menit sebagai acuan dalam mendesain fasilitas sono 1,13
pejalan kaki (ITE, 1992). Simpang Kesehatan,
PKU Perbelanjaan 1,07
Perbandingan kecepatan pejalan kaki yang Bandung Jl. Merdeka Perbelanjaan 1,18
diperoleh dari berbagai penelitian di Singapura,
Amerika, dan Inggris, menunjukkan adanya
perbedaan dalam hubungan antara kecepatan, 2.2.2 Kebutuhan Ruang
aliran dan kepadatan. Kecepatan arusbebas pejalan Faktor utama karakteristik fisik pejalan adalah
kaki di Singapura adalah 73,9 m/menit (1,23 m/ dimensi tubuh manusia dan daya gerak. Kedua
det), sedangkan kecepatan tersebut di Amerika faktor ini mempunyai pengaruh yang cukup besar
Serikat adalah sebesar 81,4 m/menit (1,36 m/det) terhadap penggunaan ruang pribadi (personal
dan di Inggris sebesar 78,6 m/menit (1,31 m/det). space) dan juga penting untuk memahamike
Perbandingan kecepatanpejalan kaki di beberapa butuhan-kebutuhan pejalan. Pandangan perencana
kota di Indonesia dilaporkan oleh Puslitbang Jalan terhadap tubuh manusia kira-kira seperti elips
dan Jembatan (2010, 2011) seperti disajikan dalam dengan tebal tubuh sebagai sisi pendeknya dan
Tabel 25 lebar bahu sebagai sisi yang panjang.
Gambar 2-6 Pejalan Kaki Yang Membawa Gendongan dan Barang di Salah Satu Tangan
(Bambang Subaktyo, 2011)
Gambar 2-7 Pejalan Kaki Yang Membawa Barang Dengan Dua Tangan
(Bambang Subaktyo, 2011)
Selain dimensi badan manusia, aspek ruangan orang, yaitu antara jarak pandang ke depan sejauh
yang digunakan oleh pejalan kaki saat melakukan 183 cm untuk situasi padat seperti berjalan di
aktivitas perjalanannya dipengaruhi oleh ruang pusat pertokoan, dan membesar sampai 1,067 cm
pribadi yang terbentuk antara seorang pejalan untuk situasi yang longgar, seperti berjalan-jalan di
kaki dengan orang lain didepannya dalam suatu taman.
kerumunan orang(AASHTO, 2004). Apabila
kapasitas suatu fasilitas besar dan ruang untuk Jarak ruang diperlukan di dalam area pejalan
bergerak longgar, maka pejalan kaki akan bebas kakiuntuk berkomunikasi, jika seseorang sedang
memilih ruang yang nyaman untuk menghindari dalam keadaan duduk atau sedang berdiri. Jarak
terjadinya kontak dengan orang lain. Demikian ruang tersebut akan semakin mengecil seiring
sebaliknya, bila kapasitas semakin rendah dan ruang dengan meningkatnya intensitas ruang atau
pribadi juga semakin mengecil, maka kebebasan meningkatnya kepentingan bersama (mutual
pejalan kaki untuk berjalan, belok, memperlambat interest) antara seseorang dengan yang lain, dan
langkah, maupun berhenti semakin berkurang. sebaliknya. Jarak ruang juga bisa dipengaruhi
oleh pandangan, pendengaran, bahu, rasa, dan
Ruang yang terbentuk antara satu pejalan kaki rabaan yang bervariasi. Secara umum jarak ruang
dengan yang lainnya ini oleh Untermann (1984) bisa dibagi menurut kepentingannya, yaitu jarak
disebut sebagai teritori bubble (territory bubbles). ruang yang diperlukan untuk hubungan intim (0-
Ruang ini menggelembung dalam bentuk telur 45 cm), jarak hubungan pribadi (45-130 cm), jarak
dengan sebagian besar ruang berada di dekat hubungan sosial (130cm hingga 375 cm), dan jarak
si pejalan kaki yang bersangkutan. Besarnya hubungan publik lebih dari 375 cm (Halldalam
bervariasi tergantung kepadatan kerumunan Gehl, 1987).
Aspek lain yang mempengaruhi kebutuhan ruang diperlukan jarak pandang sejauh 2,1 meter.
pejalan kaki adalah ruang pandang. Manusia
mempunyai kemampuan pandang dalam Ruang yang diperlukan bagi pejalan kaki di dalam
memperkirakan kecepatan, jarak, dan arah dari arus pejalan kaki adalah fungsi dari kepadatan
orang lain dalam kegiatan berjalan. Kemampuan jumlah pejalan kaki. Bila kepadatan apameningkat,
ini membuat pejalan kaki bisa menangkap berbagai maka pejalan kaki dipaksa untuk mempertahankan
informasi visual, termasuk rambu lalu lintas pola ruang yang telah ada untuk keperluan
ataukemungkinan bertubrukan dengan orang manuver. Agar manuver bisa dilakukan dengan
lain yang berpapasan. Ruang pandang manusia baik minimum ruang yang tersedia seluas 2,3 m2.
berbentuk sudut mulai dari 3 derajat sampai Bila kurang dari itu pejalan kaki harus mengatur
dengan 70 derajat dengan sudut tertinggi yang kembali posisinya. Pada keadaan yang padat
masih dalam batas nyaman sebesar 60 derajat. maka pejalan kaki cenderung untuk mengurangi
longitudinal spacing dari pada lateral spacingnya
Untuk mengamati hal-hal yang detail, maka sudut yang bisa menyebabkan bersenggolan dengan
pandang berkisar antara (3-5) derajat. Untuk orang disampingnya.
mengamati orang lain mulai kepala sampai kaki
Tabel 2-7 Jarak Berjalan Kaki sesuai Tujuan Perjalanan (Chapin, tahun dalam Jayadinata, 1999)
Dari tabel tersebut terihat bahwa jarak berjalan umumnya sekitar (300-400) meter.
juga sangat dipengaruhi oleh tujuan perjalanan.
Kebanyakan orang akan berjalan lebih jauh untuk Pada studi yang sama juga dilakukan wawancara
tujuan rekreasi, tapi lebih ingin berjalan dengan terhadap para difable yang didalamnya terdapat
jarak dekat/waktu singkat bila ingin menuju ke tuna daksa, kekurangan penglihatan, tuna netra,
tempat kerja atau pendidikan. serta pejalan kaki lanjut usia (lebih dari 60 tahun).
Hasilnya menunjukkan bahwa jarak berjalan kaki
Namun perlu diingat bahwa analisis tersebut yang masih dapat ditoleransi menuju tempat
dilakukan di negara dengan kondisi iklim serta umum yang adalahsejarak 50 meter – 100 meter
kebiasaan penduduk yang berbeda dengan negara- (Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2011).
negara yang beriklim tropis, misalnya Indonesia.
Di mana selain tujuan perjalanan, faktor lain yang 2.2.4 Pejalan Kaki Yang Berkebutuhan Khusus
sangat mempengaruhi jarak berjalan seperti: Menurut data dari Departemen Sosial (2011),
cuaca, waktu, demografi, kondisi fasilitas, dan lain penyandang cacat yang terdata di Indonesia adalah
sebagainya. Tuna Netra 1.749.981 jiwa, Tuna Rungu Wicara
602.784 jiwa, Tuna Daksa 1.652.741 jiwa, Tuna
Beberapa penelitian tentang kondisi di Indonesia Grahita 777.761 Jiwa. Jumlah tersebut terbilang
telah dilakukan namun masih bersifat lokasi per tinggi, bahkan belum termasuk penyandang cacat
lokasi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan yang belum terdata.
terhadap pejalan kaki di Bandung, Semarang,dan Di samping penyandang cacattersebut, pejalan
Yogyakarta ditemukan bahwa jarak tempuh yang kaki yang berkebutuhan khusus mencakup orang
masih sanggup ditempuh dengan berjalan kaki tua (manula), anak-anak, ibu hamil, serta orang
adalah sekitar 500 meter(Puslitbang Jalan dan sakit (UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LaluLintas
Jembatan, 2010 dan 2011). tudi di Surabaya dan dan Angkutan Jalan, pasal 242). Kebutuhan ruang
Malang menunjukkan bahwa jarak tempuh yang untuk orang dengan kebutuhan khusus (difable)
masih dirasa nyaman untuk dilalui dengan berjalan membutuhkan desain fasilitas pejalan kaki yang
kaki dengan kondisi eksisting fasilitas yang tersedia tanpa halangan.
Kebutuhan ruang dan fasilitas bagi para difable, ketika berjalan.Isyarat-isyarat dalam lingkungan
perlu diatur secara khusus.Persyaratan pertama termasuk suara lalu lintas, penyangga jalan yang
adalah tingkat kelandaian yang tidak melebihi dari landai, pesan-pesan dan suara-suara merupakan
8% (1 banding 12). Jalur yang landai tersebut harus tanda-tanda bagi pejalan kaki, dan menjadi sumber
memiliki pegangan tangan, setidaknya untuk satu peringatan yang dapat dideteksi.
sisi dan disarankan ada pegangan tangan di kedua Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut, maka
sisi. perlu disediakan informasi bagi pejalan kaki
Selain membutuhkan fasilitas yang memenuhi yang memiliki keterbatasan. Hal–hal yang harus
persyaratan, para difable ini memiliki kebutuhan diakomodasi meliputi tanda-tanda bagi pejalan
terhadap informasi.Keterbatasan pandangan para kaki, tanda-tanda pejalan kaki yang dapat diakses,
difable menyebabkan para difable inimengandalkan signal suara yang dapat didengar, pesan-pesan
kemampuannya untuk mendengar dan merasakan verbal, informasi lewat getaran, dan peringatan-
peringatan yang dapat dideteksi. Di Indonesia kebutuhan lebar pejalan kaki dengan kebutuhan
persyaratan fasilitas pejalan kaki difable agar khusus dapat dilihat pada Gambar 2-13.
memperhatikan Peraturan Menteri Pekerjaan Di samping itu perlu disediakan jalur pemandu
Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman untuk tuna netra. Jalur pemandu merupakan jalur
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan yang memandu penyandang cacat untuk berjalan
Gedung dan Lingkungan.Pedoman ini mensyaratkan dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan
bahwa jalur yang digunakan untuk berjalan kaki ubin peringatan. Ada beberapa persyaratan yang
atau berkursi roda bagi penyandang cacatsecara harus dipenuhi dalam penyediaan jalur pemandu:
mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan
orang untuk bergerak aman,mudah, nyaman dan a. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis
tanpa hambatan. Kebutuhan dari pejalan kaki menunjukkan arah perjalanan.
dengan kebutuhan khusus sangat tergantung b. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi
padalebar alat bantu yang digunakan oleh pejalan peringatan terhadap adanya perubahansituasi
kaki yang berkebutuhan khusus tersebut. Ilustrasi di sekitarnya/warning
BAB III
- Penempatan fasilitas bagi pejalan kaki Dengan demikian, bagaimana pun situasi yang
untuk aktivitas bekerja, sehingga dapat dihadapi suatu kawasan, penyediaan fasilitas
diakses dalam waktu 10 menit pejalan kaki wajib untuk mendapat posisi yang
- Perancangan jalan yang ramah terhadap layak. Beradasarkan kerangka kebijakan ini,
pejalan kaki (gedung yang berdekatan AASTHO menempatkan fasilitas pejalan kaki
dengan jalan, on-street parking, areal sebagai bagian jalan yang turut direncanakan,
parkir yang tersembunyi, slow speed sebagai bagian dari perancangan geometrik jalan
street. untuk highway maupun street.
- Jalan yang bebas dari kendaraan bermotor
3.2.Kebijakan bagi Fasilitas Pejalan Kaki di
pada waktu yang ditetapkan.
Indonesia
2. Complete Street
- Gagasan ini menyatakan bahwa jalan Model perencanaan transportasi yang masih
lokal hanya menjadi lengkap apabila konvensional yang lebih berorientasi kepada
memberikan kesempatan yang sama kendaraan bermotor, menyebabkan kebijakan bagi
bagi seluruh moda transportasi, meliputi pengembangan fasilitas pejalan kaki masih tetap
berjalan dan bersepeda (IHI, 2007: diabaikan. Salah satu indikasinya, pengembangan
6). Kebijakan ini dikembangkan oleh kebijakannya merupakan subordinat dari isu
US Departement of Transportation, lain yang lebih makro. Berdasarkan peraturan
didasarkan atas prinsip bahwa pengendara perundang – undangan yang ada, yang jumlahnya
sepeda dan pejalan kaki memiliki hak tidak signifikan, fasilitas pejalan kaki merupakan
yang sama untuk bergerak sepanjang pemecahan dari solusi pembangunan transportasi,
jalan umum, kecuali dilarang untuk hal sosial, maupun tata ruang.Kajian kebijakan berikut
tersebut. Keselamatan yang menyangkut menggambarkan hal tersebut disajikan pada
pengendara didesain dan dioperasikan Tabel 3-1 yang memperlihatkan adanya perhatian
untuk seluruh pengguna. terhadap fasilitas pejalan kaki di Indonesia,
meskipun tidak dalam bentuk kebijakan khusus
sebagaimana ditemukan di negara berkembang.
The Green Book yang dikembangkan oleh AASTHO
Adanya kebijakan tersebut memberikan arahan
(2004) turut memberikan dukungan terhadap
yang semakin jelas untuk menyediakan fasilitas
pengembangan fasilitas pejalan kaki.AASTHO
pejalan kaki, terutama di wilayah kota (UU No. 26
(dalam IHI, 2007:7) menggambarkan posisi pejalan
Tahun 2007), dan mendukung kelengkapan fasilitas
kaki sebagai berikut:
jalan serta melindungi hak bagi pejalan kaki (UU
No. 22 tahun 2009).
Pasal 131:
(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung
yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas
lain.
(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat me-
nyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih
dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
BAB IV
Pendekatan Penyediaan
Desain Komponen
Prasarana Pejalan Kaki
Fasilitas pejalan kaki merupakan elemen penting serasi akan mendukung potensi di wilayah
dalam perancangan kota karena berperan sebagai pusat kota.
sistem penghubung ruang-ruang kota. Pentingnya iii. Penataan fasilitas pejalan yang strategis
masalah penyediaan fasilitas pejalan kaki perlu dengan standar pencapaian yang tinggi akan
diperhatikan didasari oleh faktor-faktor berikut dapat mendukung keseluruhan sirkulasi di
(Rhamdani, 1992): pusat kota.
i. Jalan berperan dalam menanggapi masalah
Sesuai dengan sifat-sifatnya tersebut, moda
perangkutan di perkotaan.
berjalan kaki cocok digunakan untuk pergerakan
ii. Fasilitas pejalan kaki merupakan elemen
jarak pendek atau menengah khususnya pada saat
penting dalam perencanaan kota, penataan
digunakan sebagai moda antara/lanjutan. Karena
fasilitas pejalan kaki dan jalur kendaraan yang
itu, pada kegiatan-kegiatan yang menghasilkan
Gambar 4-1 Contoh Fasilitas Utama Yakni Trotoar Dan Fasilitas Penyeberangan
Fasilitas pejalan kaki tersebut dibutuhkan sering kali mengambil tempat di koridor
padadaerah-daerah perkotaan secara umum yang jalan kota. Dengan kualitas ruang kota di
jumlah penduduknya tinggi; Jalan-jalan pasar dan sebagian besar kota-kota di Indonesia yang
perkotaan; Daerah-daerah yang memiliki aktivitas umumnya tidak aman dan tidak nyaman
kontinyu yang tinggi, seperti misalnya pada jalan- ini, maka harapan untuk berbaurnya
jalan pasar dan perkotaan; Lokasi-lokasi yang beragam kelas sosial masyarakat di ruang
memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi, publik, tampaknya tetap sulit
derngan periode yang pendek (misalnya stasiun- diwujudkan. Tidaklah mengherankan juga,
stasiun bus dan kereta api, sekolah, rumah sakit, jika karakter psikologis sebagian warga kota-kota
dan lapangan olah raga); Lokasi yang mempunyai besar dan metropolitan di Indonesia cenderung
permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu keras, tidak peduli dan sangat mudah marah.
(misalnya lapangan/gelanggang olah raga, tempat
ibadah),; dan Daerah-daerah rekreasi Hal itu karena pada umumnya
mereka terbiasa disuguhi oleh
4.2 Perilaku pejalan kaki di kawasan perkotaan tontonan kerasnya perjuangan menyambung
Berbagai efek negatif yang ditimbulkan oleh hidup dan minimnya ruang publik dan
buruknya kualitas fasilitas pejalan kaki sebagi akibat jalan kota yang dapat menjadi area
dari perencanaan kota yang semata-mata hanya interaksi sosial yang bisa menyejukkan
memprioritaskan fasilitas kendaraan bermotor. pikiran dan meneduhkan hati.
Umumnya perencanaan hanya didasarkan pada
standar teknis dan jarang didesain secara baik Perilaku pejalan kaki di perkotaan juga sangat
untuk menjadi sebuah ruang sosial yang mampu dipengaruhi oleh keberadaan atau ketiadaan
mengundang warga untuk turun berinteraksi sosial fasilitas yang memadai. Sebagai contoh, perilaku
secara suka rela. penyeberang jalan yang lebih memilih mengambil
resiko menyeberang menerobos kendaraan karena
Dari sudut pandang sejarah kota dunia berbagai alasan: jembatan terlalu tinggi, letaknya
pun, sebenarnya ruang interaksi sosial terlalu jauh, dan lain sebagainya. Tidak sedikit
masyarakat urban yang utama, bukan jembatan penyeberangan yang dibangun dengan
hanya terjadi di plaza terbuka, namun justru biaya yang tidak kecil ternyata mubazir, tidak
terpakai.
Gambar 42 Pejalan Kaki Memilih Melintasi Pagar dan Tidak Menggunakan JPO Yang Tersedia
4.3 Kondisi Fasilitas Pejalan Kaki di Indonesia dan cenderung menggunakan badan jalan atau
Pengembangan prasarana pejalan kaki di Indonesia prasarana yang seadanya.Kondisi tersebut sangat
masih belum menjadi prioritas dibandingkan membahayakan keselamatan pejalan kaki, dan
pengembangan jalur untuk moda transportasi mempengaruhi kelancaran lalu lintas akibat
lainnya terutama kendaraan bermotor, sehingga pejalan kaki yang menggunakan badan jalan. Untuk
pejalan kaki berada dalam posisi yang lemah itu diperlukan upaya mengaplikasikan prasarana
pejalan kaki yang memenuhi kebutuhan pejalan digunakan. Jangankan penyandang cacat, orang
kaki, antara lain keselamatan, kelancaran, dan sehat pun sulit menggunakan fasilitas pejalan
kenyamanan. kaki yang ada. Ketidakpedulian terhadap pejalan
kaki itu tampak dari kondisi fasilitas pejalan
Permasalahan secara umum jalur pejalan kaki yang kaki yang minim, tidak terurus, dibiarkan dihuni
terjadi di negara berkembang seperti di Indonesia para pedagang kaki lima (PKL), parkir kendaraan
adalah kurang terwadahinya aktifitas pejalan bermotor, kotor, berlubang, tidak ramah
kaki sebagai pengguna utamanya. Fenomena lingkungan terhadap kelompok penyandang cacat
yang banyak dijumpai pada jalur pejalan kaki di dan manusia usia lanjut.
Indonesia adalah penyalahgunaan fungsi jalur Wibowo (2008) melakukan studi fasilitas pejalan
pejalan kaki oleh pedagang kaki lima. kaki di Jalan Malioboro. Jalan Malioboro yang
merupakan salah satu koridor jalan penunjang
Hal ini tidak dapat dihindari karena eksistensi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
pedagang kaki lima tidak dapat dilepaskan dengan Yogyakarta yang ditandai dengan mobilitas dan
keberadaan jalur pejalan kaki, selain itu juga aktifitas yang cukup tinggi.Hal ini dapat dilihat
banyak ditemui perencanaan dan pemeliharaan dengan adanya bermacam–macam aktifitas atau
fasilitaspejalan kaki di beberapa kota besar yang kegiatan mulai dari perkantoran, perdagangan dan
kurang mempertimbangkan pejalan kaki baik dari jasa, wisata serta sosial budaya. Jalur ini dibuat
segi kualitas dan kuantitasnya. dengan memundurkan toko–toko sepanjang 2,5
Beberapa penelitian mengenai kinerja fasilitas meter pada awal 1980an. Pembuatan jalur ini
pejalan kaki telah dilakukan, dan sebagian besar dimaksudkan supaya pejalan kaki dan wisatawan
penelitian tersebut menunjukkan betapa minim bisa lebih menikmati nuansa dan suasana
dan menyedihkan kondisi fasilitaspejalan kaki yang Malioboro
ada di Indonesia. Sebagian besar fasilitas pejalan Permasalahan muncul seiring berkembangnya
kaki di kota-kota yang ada di Indonesai tak layak waktu, koridor jalan yang semula selaras dengan
budaya dan tampak asri dengan rimbunan pohon kurang.Bercampurnya arus pejalan kaki dengan
di tepi jalan menjadi sulit ditemui.Koridor jalan kendaraan bermotor diakibatkan oleh minimnya
yang pada awalnya sangat harmonis dengan para fasilitas trotoar.Kondisi tersebut sangat tidak aman
pejalan kaki beserta fasilitas-fasilitasnya ini kini bagi para pejalan kaki.
telah banyak berubah dimana fasilitas yang ada
seperti tempat duduk yang ada saat ini digunakan (Kurniati (2007) dalam studinya di Kota Semarang
sebagai sarana berdagang bagi PKL.Malioboro mencatat bahwa trotoar sudah tidak lagi
pada awalnya adalah komersial area dengan difungsikan sebagaimana idealnya.Kebanyakan
konsep walking area dengan menitikberatkan trotoar di Kota Semarang telah beralih fungsi.
pejalan kaki sebagai sasaran konsep. Namun pada Trotoar banyak dipenuhi oleh bangunan-bangunan
akhirnya konsep komersial yang lebih dominan kecil yang bersifat permanen dan nonpermanen,
sehingga menyebabkan kenyamanan pejalan kaki seperti kios atau gerai pedagang kaki lima, pot
berkurang diakibatkan oleh aktifitas koridor Jalan tanaman taman kota, penempatan poster dan
Malioboro yang cukup padat, parkir-parkir liar papan reklame, parkir kendaraan, kotak surat, pos
yang menempati trotoar yang ada, penggunaan polisi, dan berbagai jenis bangunan lain. Beberapa
trotoar sebagai lahan perdagangan pedagang kaki fasilitas pejalan kaki lainnya, seperti jembatan
lima, selain itu juga kurangnya fasilitas–fasilitas penyeberangan tidak difungsikan secara optimal
pendukung bagi pejalan kaki seperti tempat duduk karena kurangnya kesadaran pejalan kaki sendiri,
untuk istirahat, toilet, papan petunjuk di koridor akan keselamatan mereka (malas, melelahkan,
Jalam Malioboro. memakan waktu kalau harus menggunakan
Lumbanraja (2009) dalam studinya di Kawasan jembatan penyeberangan), di sampng itu, beberapa
alun-alun Lor, Surakarta, mengamati kurangnya standar disain jembatan penyeberangan yang
fasilitas bagi pengunjung terutama bagi pejalan kurang nyaman mengakibatkan tidak optimalnya
kaki yang kesulitan mengakses satu spot wisata ke pemanfaatan fasilitas pejalan kaki,
spot wisata lainnya dalam lingkup area Alun-alun Dari data yang dikeluarkan oleh Dit. BSTP ( WTN
Lor Kota Surakarta. Fasilitas pejalan kaki seperti 2007) pada kota-kota di Indonesia, berikut
pohon peneduh, sitting group, trotoar, lampu dikutip data fasilitas pejalan kaki yang ada kota
penerangan untuk malam hari dirasa masih sangat metropolitan dan kota besar.
Tabel 4-1 Data Fasilitas Pejalan Kaki Tahun 2007 Pada Beberapa Kota Metro dan Kota Besar
Jumlah Fasilitas
No Kota Jumlah Halte Jumlah Simpang Jumlah APILL
Penyeberangan
Kota Metropolitan
1 Surabaya 53 192 133 124
2 Bandung 35 165 3.523 182
3 Medan 36 312 239 43
4 Palembang 34 46 57 43
5 Makassar 70 324 80 46
6 Semarang 57 77 94 105
Kota Besar
7 Bogor 15 56 57 37
8 Padang 65 177 269 38
9 Pekanbaru 15 138 212 27
10 Samarinda 24 254 316 31
11 Tasikmalaya 13 85 304 25
12 Surakarta 42 71 134 63
13 Balikpapan 19 121 844 21
Sumber: Dit. BSTP ( WTN 2007)
Dari tabel tersebut di atas, terlihat bahwa dari manfaat baik dari segi keselamatan,
segi kuantitas fasilitas pejalan kaki menunjukkan keamanan, kenyamanan dan kelancaran.
yang cukup tinggi antara kota Metropolitan dan • Jika berpotongan dengan jalur lalu lintas
kota besar. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat kendaraan harus dilengkapi rambu dan
menggambarkan tingkat pelayanan maupun marka atau lampu yang menyatakan
pemanfaatannya oleh masyarakat. peringatan/petunjuk bagi pengguna jalan.
• Koridor Jalur Pejalan Kaki (selain
4.4 Desain Fasilitas Pejalan Kaki terowongan) mempunyai jarak pandang
Dalam membuat desain fasilitas pejalan kaki, ada yang bebas ke semua arah.
beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan, • Dalam merencanakan lebar lajur dan
sebagai berikut: spesifikasi teknik harus memperhatikan
peruntukan bagi penyandang cacat.
1) Lintasan yang disediakan bagi pejalan kaki
harus sedekat mungkin, nyaman, lancar, dan 1) Lapak Tunggu
aman dari gangguan. • Disediakan pada median jalan.
2) Adanya kontinuitas jalur Pejalan Kaki, yang • Disediakan pada pergantian moda, yaitu
menghubungkan antara tempat asal ke tempat dari pejalan kaki ke moda kendaraan
tujuan, dan begitu juga sebaliknya. umum.
3) Ruang yang direncanakan harus dapat diakses
oleh seluruh pengguna, termasuk oleh 2) Lampu Penerangan
pengguna dengan berbagai keterbatasan fisik. • Ditempatkan pada jalur penyeberangan
4) Jalur Pejalan Kaki harus dilengkapi dengan jalan
fisilitas-fasilitasnya seperti: rambu-rambu, • Pemasangan bersifat tetap dan bernilai
penerangan, marka, dan perlengkapan jalan struktur
lainnya, sehinga pejalan kaki lebih mendapat • Cahaya lampu cukup terang sehingga
kepastian dalam berjalan, terutama bagi apabila pejalan kaki melakukan
pejalan kaki penyandang cacat. penyeberangan bisa terlihat pengguna
5) Dimensi fasilitas pejalan kaki harus sesuai jalan baik di waktu gelap/malan hari.
dengan standar prasarana. • Cahaya lampu tidak membuat silau
6) Jalur yang direncanakan mempunyai daya tarik pengguna jalan lalu lintas kendaraan.
atau nilai tambah lain diluar fungsi utama.
7) Terciptanya ruang sosial sehingga pejalan kaki 3) Perambuan
dapat beraktivitas secara aman di ruang publik. • Penempatan dan dimensi rambu sesuai
8) Terwujudnya keterpaduan sistem, baik dari dengan spesifikasi rambu
aspek penataan lingkungan atau dengan sistem • Jenis rambu sesuai dengan kebutuhan dan
transportasi atau aksesilibitas antar kawasan. sesuai dengan keadaan medan.
9) Terwujud perencanaan yang efektif dan
efisien sesuai dengan tingkat kebutuhan dan 4) Pagar Pembatas
perkembangan kawasan. • Apabila volume pejalan kaki di satu sisi
jalan sudah > 450 orang/jam/lebar efektif
4.4.1 Kriteria penempatan (dalam meter).
Fasilitas pejalan kaki dapat dipasang dengan • Apabila volume kendaraan sudah > 500
kriteria sebagai berikut: kendaraan/jam.
• Kecepatan kendaraan > 40 km/jam
Fasilitas Utama (Jalur Pejalan Kaki): • Kecenderungan pejalan kaki tidak
• Pada tempat-tempat dimana pejalan meggunakan fasilitas penyeberangan.
kaki keberadaannya sudah menimbulkan • Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi
konflik dengan lalu lintas kendaraan atau bangunan atau tanaman.
mengganggu peruntukan lain, seperti
taman, dan lain-lain. 5) Marka
• Pada lokasi yang dapat memberikan • Marka hanya ditempatkan pada Jalur
Tabel 4-2Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki menimbulkan konflik dan menambah waktu tunda
bagi kendaraan bermotor.
Lebar Tambahan
Jenis Fasilitas
(cm)
Berdasarkan surveiyang diadakan Puslitbang Jalan
Kursi roda 100 – 120
dan Jembatan pada tahun 2010 dan 2011 di kota
Tiang lampu penerang 75 – 100
Bandung, Jogjakarta, Semarang, Malang, dan
Tiang lampu lalu lintas 100 – 120
Rambu lalu lintas 75 – 100 Surabaya, maka dapat dicatat beberapa poin yang
Kotak surat 100 – 120 menarik untuk disimak, yaitu:
Keranjang sampah 100
Tanaman peneduh 60 – 120 o Fator keselamatan adalah faktor yang
Pot bunga 150 paling mempengaruhi pejalan kaki dalam
menggunakan fasilitas penyeberangan yang
5) Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan ada. Di samping faktor keselamatan, faktor
apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan lainnya yang juga berpengaruh adalah
sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat keamanan, kenyamanan, serta kemudahan
berupa kerb atau batas penghalang. mencapai dan menggunakan fasilitas tersebut.
6) Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, Bila fasilitas didesain tanpa memperhatikan
perkerasan aspal atau plesteran. faktor-faktor dominan tersebut, maka niscaya,
7) Permukaan harus rata dan mempunyai tingkat penggunaan fasilitas tersebut akan
kemiringan melintang 2-3% supaya tidak sangat rendah.
terjadi genangan air. Kemiringan memanjang o Pada ke semua lokasi survei, sebagian besar
disesuaikan dengan kemiringan memanjang responden (53% - 89%, bervariasi antar
jalan, yaitu maksimum7 %. kota) menyatakan menemui kesulitan saat
menyeberang. Dimana penyebab kesulitan
4.4.4.2 Penyeberangan tersebut didominasi oleh laju kendaraan yang
kencang serta padat dan tidak tersedianya
Pejalan kaki harus nyaman dan aman ketika fasilitas penyeberangan yang nyaman dan
menyeberang di persimpangan jalan yang memadai. Dari hasil survei ini terlihat bahwa
lebar hal tersebut merupakan hal yang perlu fasilitas penyeberangan di ruas jalan perkotaan
dipertimbangkan dalam perencanaan fasilitas masih belum mampu mengakomodir
pejalan kaki.Pada persimpangan bersinyal kebutuhan penyeberang.
pengaturan waktu di atur dalam pengaturan waktu o Untuk jenis fasilitas penyeberangan, sebagian
lampu traffic light dan hal tersebut didasarkan besar responden (bervariasi antara 75%-91%)
pada perhitungan waktu tempuh menyeberang lebih menyukai fasilitas penyeberangan yang
yang berkorelasi dengan jarak penyeberangan. sebidang. Hal ini dapat dimaklumi mengingat
fasilitas penyeberangan tidak sebidang yang
Rekomendasi kecepatan pejalan kaki adalah 1,2 tersedia di sebagian besar kota Indonesia,
meter/detik yang diasumsikan untuk perencanaan desainnya masih menyulitkan pengguna.
waktu fase di persimpangan bersinyal. Namun Bahkan banyak fasilitas penyeberangan tidak
untuk pejalan kaki yang berjalan lambat tidak akan sebidang yang dirasa tidak aman karena
dapat menyeberang dalam satu kali penyeberangan, tertutup berbagai macam iklan sehingga
penyediaan median atau pulau penyeberangan berpotensi menjadi lokasi terjadinya kriminal.
(sering disebut dengan pulau perlindungan) perlu
dipertimbangkan. Pejalan kaki yang berjalan lebih Pemilihan jenis fasilitas penyeberangan biasanya
lambat dari 1,2 meter/detik adalah pejalan kaki ditentukan berdasarkan suatu persamaan formula
anak-anak, pejalan kaki lanjut usia, pengguna kursi yang memperhitungkan arus pejalan kaki dan
roda, tongkat, dan pejalan kaki dengan gangguan lalu lintas. Nmun seiring perkembangan, perlu
penglihatan. Jalur penyeberangan yang pendek diperhitungkan fator-faktor lain yang lebih
menolong pejalan kaki menyeberang jalan.Jarak komprehensip misalnya tundaan, gap acceptance,
penyeberangan yang berlebihan membuat pejalan frekuensi kecelakaan/potensi kecelakaan pada
kaki butuh waktu lebih banyak, hal tersebut dapat lokasi tersebut, kapasitas jalan, lebar jalan, fungsi
Penyeberang cacat fisikadalah pengguna jalan/ Penyeberang usia lanjut, dimana penyeberang
penyeberang yang cacat fisiknya atau memiliki usia lanjut lebih cenderung mengalami kecelakaan
keterbatasan fisik, oleh karena itu perlu daripada usia lainnya karena disebabkan oleh:
diberikan fasilitas khusus. Bentuk fasilitas khusus,
misalnya utnuk pengguna jalan yang buta, pada - Kelemahan fisik
penyeberangan jalan dapat diberi pengeras suara
atau permukaan jalan yang berbeda (lubang - Membutuhkan waktu lebih lama untuk
tertentu tempat tongkat/kursi roda) yang berguna menyeberang (karena faktor usia)
untuk memberi tahu tempat penyeberangan saat
menyeberang.
2) Tipe fasilitas penyeberangan
a. Sebidang (at grade)
Penyeberang anak-anakadalah penyeberang pada
usia anak-anak (0-12 tahun) yang sering terjadi Penyeberangan sebidang terdiri dari:
kecelakaan dibanding pada golongan usia lainnya.
Kecelakaan pada penyeberang jalan anak-anak - zebra cross
yang sering terjadi biasanya pada situasi:
- pelican
- area tidak terkontrol lalu lintasnya
- ketika anak-anak tersebut berlari Kriteria pemilihan penyeberangan sebidang adalah:
- ketika penglihatan pengemudi mobil terhalang
- didasarkan pada rumus empiris (PV2), dimana
P adalah arus pejalan kaki yang menyeberang
Faktor yang menimbulkan kecelakaan pada usia ruas jalan sepanjang 100 meter tiap jam-nya
anak-anak, antara lain adalah sebagai berikut: (pejalan kaki/jam) dan V adalah arus kendaraan
tiap jam dalam dua arah (kend/jam)
- Tinggi badan anak relatif kecil, menyulitkan
mereka untuk mengevaluasi situai lalu lintas - P dan V merupakan arus rata-rata pejalan
dengan tepat kaki dan kendaraan pada jam sibuk, dengan
rekomendasi awal seperti tabel berikut ini:
- Anak-anak sulit untuk membedakan kiri dan
Keterangan : P = Arus lalu lintas penyeberangan pejalan kaki sepanjang 100 meter, dinyatakan dengan orang/jam;
V = Arus lalu lintas kendaraan dua arah per jam, dinyatakan kendaraan/jam
Untuk kawasan perkotaan, yang terdapat jarak antar 1. Jembatan penyeberangan, yaitu fasilitas
persimpangan cukup panjang, maka dibutuhkan pejalan kaki untuk menyeberang jalan berupa
penyeberangan di tengah ruas agar pejalan kaki bangunan tidak sebidang di atas jalan
dapat menyeberang dengan aman. Lokasi yang 2. Terowongan penyeberangan, yaitu fasilitas
dipertimbangkan untuk penyeberangan ditengah pejalan kaki utnuk menyeberang jalan berupa
ruas harus dikaji terlebih dahulu. Pertimbangan bangunan tidak sebidang di bawah jalan
dalam penentuan lokasi penyeberangan di tengah
ruas, antara lain: Kriteria pemilihan penyeberangan tidak sebidang
adalah:
1. Lokasi penyeberangan memungkinkan untuk 1. PV2lebih dari 2x108, arus pejalan kaki (P) lebih
mengumpulkan atau mengarahkan pejalan dari 1.100 orang/jam, arus kendaraan 2 arah
kaki menyeberang pada satu lokasi. (V) lebih dari 750 kendaraan/jam, yang diambil
2. Merupakan lokasi untuk rute yang aman untuk dari arus rata-rata selama 4(empat) jam sibuk
berjalan kaki bagi anak sekolah. 2. Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 70
3. Kawasan dengan konsentrasi pejalan kaki km/jam
yang menyeberang cukup tinggi (seperti 3. Pada kawasan strategis, tetapi tidak
permukiman yang memotong kawasan memungkinkan para penyeberang jalan untuk
pertokoan atau rekreasi atau halte yang menyeberang jalan selain pada jembatan
berseberangan dengan permukiman atau penyeberangan
perkantoran).
4. Rambu-rambu peringatan harus dipasang 3) Traffic Calming pada lokasi penyeberangan
sebelum lokasi untuk memperingatkan pada sebidang (di simpang maupun di ruas jalan)
pengendara bermotor akan adanya aktifitas Traffic Calming atau pengendali kecepatan
penyeberangan. merupakan suatu penanganan fisik yang berfungsi
5. Penyeberangan dan rambu-rambu harus untuk “memaksa” pengendara kendaraan
memiliki penerangan jalan yang cukup. bermotor untuk menurunkan kecepatannya.
6. Penyeberangan harus memiliki jarak pandang Meskipun pemasangan traffic calming biasanya
yang cukup baik bagi pengendara bermotor diterapkan pada jalan lokal, namun beberapa
maupun pejalan kaki. jenis penanganan dapat diterapkan pada kelas
7. Pada lokasi dengan arus lalu lintas 2 (dua) jalan yang lebih tinggi apabila ternyata pada
jalur, perlu disediakan median pada lokasi lokasi tersebut merupakan lokasi yang berbahaya
penyeberangan, sehingga penyeberang jalan bagi pejalan kaki serta pengguna kendaraan tidak
cukup berkonsentrasi pada satu arah saja. bermotor akibat tingginya kecepatan kendaraan
yang melintas (Land Transport New Zealand, 2007)
b. Tidak sebidang (grade separated)
Penyeberangan Tidak Sebidang terdiri dari: Salah satu metode traffic calming pada lokasi
BAB V
Pelibatan Masyarakat
Dalam Pengembangan
Fasilitas Pejalan Kaki
Masyarakat dapat berperan dalam pengaturan, melaporkan penyimpangan Ruang Manfaat Jalan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan Ruang Milik Jalan, dan Ruang Pengawasan Jalan
jalan serta kelengkapannya, termasuk didalamnya kepada penyelenggara jalan.
prasarana pejalan kaki. Dapat berupa usulan, Penyelenggaraan jalan sebagai salah satu
saran, atau informasi, dalam perencanaan bagian kegiatan dalam mewujudkan fasilitas
pembangunan (di daerahnya masing-masing) transportasi yang melibatkan masyarakat
kepada penyelenggara, dalam hal ini pemerintah umum dan penyelenggara jalan (pemerintah).
sesuai dengan kepentingan masyarakat umum. Sehubungan dengan hal tersebut, setiap usaha
Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk penyelenggaraan jalan memerlukan kesepakatan
pembangunan jalan dan fasilitas pejalan kaki, atas pengenalan sasaran pokok yang dilandasi oleh
dengan kesadaran akan fungsi dan manfaat jalan jiwa pengabdian dan tanggung jawab terhadap
bagi pembangunan. Selain itu masyarakat berhak bangsa dan negara. Dengan adanya kerjasama
dan sosialisi pengembangan fasilitas pejalan kaki pembangunan, dan pemeliharaan fasilitas pejalan
yang baik antara penyelenggara jalan (pemerintah) kaki sangat penting.
dan masyarakat umum, diharapkan dapat
menghilangkan hambatan dalam pembangunan Sebagai contoh, saat ini telah tersedia jembatan
yang selama ini sering terjadi. penyeberangan di pertengahan ruas Lokasi
Bentuk peran masyarakat yang dapat dilakukan 5 (Jl.Merdeka Bandung).Namun berdasarkan
meliputi: hasil survey, tingkat penggunaan jembatan
penyeberangan sangat rendah.Hal ini bisa terlihat
• Memberikan bantuan pemikiran atau dari hasil pengamatan penyeberang jalan. Dari
pertimbangan berkenaan dengan kebijakan 11,31% penyeberang yang menggunakan fasilitas
penyediaan dan pemanfaatan sarana dan penyeberangan yang tersedia di lokasi, hanya 15,3%
fasilitas di ruang pejalan kaki di dalam kawasan yang menggunakan jembatan penyeberangan yang
atau sepanjang jalur jalan di kawasan/kota. ada.
• Menjaga keamanan, keserasian, dan
kenyamanan dalam pemanfaatan ruang Dari hasil wawancara terhadap pejalan kaki di
pejalan kaki di kawasan/kota. sekitar lokasi serta berdasarkan jalur orientasi
• Melaksanakan pembangunan atau kegiatan menyeberang, rendahnya penggunaan jembatan
yang sesuai dengan ketentuan zonasi kawasan/ penyeberang tersebut dikarenakan letaknya
rencana kota yang telah ditetapkan. yang jauh dari titik-titik bangkitan pejalan kaki
• Melakukan kegiatan menjaga, memelihara, (Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2010.
dan meningkatkan nilai manfaat ruang pejalan
kaki, serta menjaga kelestarian lingkungan di Karena fasilitas tersebut diperuntukkan bagi
sekitarnya. masyarakat sebagai pengguna. Bila tidak tepat
• Memanfaatkan ruang pejalan kaki sesuai pemilihan baik pemilihan jenis fasilitas, desain,
dengan ketentuan yang telah ditetapkan material, bahkan penempatan fasilitas, maka
oleh pemerintah daerah/pengelola kawasan, akan berdampak pada tidak berfungsinya fasilitas
sesuai dengan tempat/ruang, waktu dan tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian
jenis kegiatan yang diizinkan, serta mencegah tidak hanya kerugian biaya pembangunan, tapi juga
penggunaan ruang yang tidak sesuai dengan merugikan bagi masyarakat karena menimbulkan
ketentuan yang berlaku. kerawanan kecelakaan manakala pejalankaki tidak
Pelibatan masyarakat dalam perencanaan, berada pada jalur yang semestinya.
Jalur pemandu merupakan jalur yang memandu penyandang cacat tuna netra untuk berjalan dengan
memanfaatkantekstur ubin pengarah dan ubin peringatan
Kecepatan pejalan kaki (pedestrian speed) adalah rata-rata kecepatan berjalan, biasanya dinyatakan dalam
meter per menit atau meter per detik
Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di Fasilitas Lalu Lintas Jalan, baik dengan maupun tanpa alat
bantu