Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KODE ETIK PSIKOLOGI

SGD 8

1. Alifia Firda Gea Pramesti        1802531009


2. Luh Puteri Ayu Puspita                   1802531019
3. Ni Wayan Kane Elisha Pradnyani   1802531034
4. Made Nadya Dwika Nindi              1802531043
5. Luh Made Intan Anggradewi          1802531050

PROGRAM STUDI SARJANA PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
Diskusi dan Analisa Kasus
(BAB VI IKLAN DAN PERNYATAAN PUBLIK)

Kasus
Pak Andry adalah seorang psikolog yang telah memiliki izin praktek di Jakarta.
Dalam praktek yang telah dilakukan dia memberikan konseling dan intervensi psikologi pada
kliennya. Untuk menaikan pamor psikologinya dia mengaku pernah memberikan semacam
konseling pada Agnes Monica, sehingga Agnes bisa terkenal sampai sekarang. Menurut Pak
Andry, Agnes Monica dulu adalah orang yang rendah diri dan tidak punya cita-cita yang
jelas. Pak Andry juga mempublikasikan pada media melalui akun twitter dan blog pribadinya
tentang hasil konsultasi Agnes Monica dengan dia padahal setelah dikonfirmasi dengan pihak
Agnes Monica. Agnes bukanlah klien dari Pak Andry dan Agnes Monica tidak pernah
melakukan konsultasi dengan Pak Andry.

Analisis Kasus
Dalam kasus tersebut Pak Andry telah melakukan pelanggaran yaitu :
1. Pasal 28 butir 1 tentang Pertanggungjawaban dengan bunyi “ Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi; dalam memberikan pernyataan kepada masyarakat melalui
berbagai jalur media baik lisan maupun tertulis mencerminkan keilmuannya
sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa dan/atau
praktik psikologi. Pernyataan tersebut harus disampaikan dengan; Bijaksana, jujur,
teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada pribadi atau
golongan, berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang
keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik psikologi. “
 Dalam kasus diatas Pak Andry diberatkan pada pasal 28 butir 1 tentang
Pertanggungjawaban karena seperti yang tercantum dalam ilustrasi kasus, Pak
Andry memberikan pernyataan mengenai pemberian konseling yang dilakukan
dengan Agnes Monica sebagai klien, dan bahkan juga mempublikasikan hasil
konsultasi yang ia klaim sebagai hasil konseling dengan Agnes Monica, yang
pada akhirnya pernyataan tersebut dikonfirmasi tidak benar adanya oleh pihak
Agnes Monica. Dalam penjelasan kasus tersebut bisa dikatakan bahwa Pak
Andry telah melanggar asas kejujuran dan kehati-hatian dalam pernyataannya
karena telah memberikan pernyataan yang tidak benar dan karena dalam
pernyataannya tersebut ia menyeret nama Agnes Monica yang pada dasrnya
adalah seorang public figure yang memiliki pengaruh dalam masyarakat,
pernyataan Pak Andry tentunya akan tersebar dalam spektum yang luas dan
berpotensi menyebabkan kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat
pengguna jasa atau praktik psikologi.

2. Pasal 28 butir 3 bagian (c) ; (f) ; (g)  tentang Pertanggungjawaban dengan bunyi
sebagai berikut “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak membuat pernyataan
palsu, menipu atau curang mengenai :
(c) Pelatihan, pengalaman atau kompetensi yang dimiliki ;
(f) Jasa atau praktik psikologi yang diberikan ;
(g) Konsep dasar ilmiah, atau hasil dan tingkat keberhasilan jasa layanan” 
 Dalam kasus diketahui bahwa Pak Andry telah membuat pernyataan palsu
mengenai mengaku pernah memberikan semacam konseling pada Agnes
Monica, sehingga Agnes bisa terkenal hingga saat ini. Dimana pernyataan ini
mengandung unsur penipuan dalam memberikan pengalaman, jasa atau
praktik yang diberikan kepada Agnes Monica, serta tingkat keberhasilan jasa.
Pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Pak Andry ini telah dipatahkan
kebenarannya melalui konfirmasi dengan pihak Agnes Monica, yang mana
Agnes bukanlah klien dari Pak Andry dan Agnes Monica tidak pernah
melakukan konsultasi dengan Pak Andry.

3. Pasal 29 mengenai Keterlibatan Pihak Lain terkait Pernyataan Publik butir (1)
yang berbunyi “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang melibatkan orang atau
pihak lain untuk menciptakan atau menempatkan pernyataan publik yang
mempromosikan praktek profesional, hasil penelitian atau aktivitas yang
bersangkutan, tanggung jawab profesional atas pernyataan tersebut tetap berada di
tangan Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi.”
 Dalam kasus diatas, Pak Andry diberatkan pada Pasal 29 mengenai
Keterlibatan Pihak Lain terkait Pernyataan Publik butir (1) karena menurut
ilustrasi kasus, dalam memberikan peryataan public yang mengacu pada niat
mempromosikan praktek profesionalnya Pak Andry melibatkan orang lain
(Agnes Monica) yang seorang Public Figur untuk menempatkan klaimnya.
Dalam menempatkan pernyataan public seperti itu, Pak Andry seharusnya bisa
menunjukkan pertanggung jawaban atas klaimnya dengan asas asas
profesionalitas yang mana dalam hal tersebut juga termasuk
pertanggungjawaban atas disajikannya informasi yang kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan dan tidak menyesatkan, tidak merugikan pihak lain,
atas pengetahuan dari pihak yang dilibatkan, berdasarkan pada praktik
psikolog yang tepat, dan menjunjung tinggi kode etik profesionalitas. Dalam
ilustrasi kasus jelas jelas Pak andry gagal menunjukkan sikap professional
dalam penempatan klaimnya yang melibatkan pihak lain sehingga tentu akan
bersinggungan dengan pasal ini.

4. Pasal 31 butir (a); (b); (d); tentang Pernyataan Melalui Media dengan bunyi “
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam mem-berikan keterangan pada publik
melalui media cetak atau elektronik harus berhati-hati untuk memastikan bahwa
pernyataan tersebut:
a) Konsisten terhadap kode etik.
b) Berdasar pada pengetahuan/pendidikan profesional, pelatihan, konsep teoritis
dan konsep praktik psikologi yang tepat.
d) Telah mempertimbangkan batasan kera-hasiaan sesuai dengan pasal 24 buku kode
etik ini.
 Dalam kasus diatas Pak Andry diberatkan pada pasal 31 butir (a); (b); (d);
dikarenakan Pak Andry memberikan pernyataan yang bisa dibilang palsu dan
tidak mendasar pada media sosial yaitu twitter dan blog pribadinya untuk
menaikan pamornya dalam praktek psikologi. Dalam ilustrasi kasus Pak Andry
mengklaim bahwa ia telah melakukan sesi konsultasi dan bahkan menunjukan
hasil konsultasi yang ia klaim sebagai milik Agnes Monica, namun telah
dikonfirmasi bahwa klaim tersebut tidak benar. Dalam kasus ini bisa dikatakan
pak Andry telah menunjukkan ketidakkonsistenan dalam Kode etik karena
memberikan klaim yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, melakukan
pelanggaran privasi, kegagalan mempertahankan sikap professional, hingga
merugikan pihak lain dengan ketidakkonsistenan Pak Andry dalam
menjalankan kode etik profesi (bersinggungan dengan butir (a)). Pak Andry
juga menyebarkan hasil konsultasi yang mana kalaupun sesi konseling dengan
Agnes Monica memang benar benar telah dilakukan, seharusnya Pak Adry
tidak menyebarkan hasil konsultasi tersebut karena hal ini bertentangan
dengan dasar profesionaitas, konsep teoritis, maupun konsep praktik psikologi
yang tepat (bersinggungan dengan butir (b)). Pak Andry juga menyebarkan
proses, isi, dan hasil konsultasi tanpa menyamarkan identitas sehingga
melanggar batas kerahasiaan data sebagaimana yang ditetapkan pada pasal 24
(bersinggungan dengan butir (c)).

5. Pasal 32 tentang Iklan Diri yang Berlebihan dengan bunyi “Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi dalam men- jelaskan kemampuan atau keahliannya harus ber-
sikap jujur, wajar, bijaksana dan tidak berlebihan dengan memperhatikan ketentuan
yang berlaku untuk menghindari kekeliruan penafsiran di masyarakat”. 
 Dalam kasus diatas Pak Andry telah memalsukan klaim atas telah
diberikannya jasa dan praktek psikologi kepada Artist Agens Monica dimana
setelah dikonfirmasi kenyataannya Agnes Monica bukanlah klien dari Pak
Andry. Klaim tersebut disebarkan ke ruang public melalui berbagai platform
media sosial, diduga dengan motif untuk menaikkan pamornya sebagai
psikolog. Klaim yang tidak berdasar tersebut menunjukkan bahwa Pak Andry
telah gagal menunjukkan sikap jujur, bijaksana, bertanggung jawab dan tidak
berlebihan dalam menjelaskan kompetensinya sebagai seorang psikolog
karena demi mendapat pengakuan sebagai seorang psikolog yang kompeten,
untuk menjelaskan kompetensinya ia menyebarkan informasi palsu mengenai
praktik dan intervensi yang terhadap seorang klien yang mana baik praktik
maupun intervensi tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya

REFERENSI
HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia (Hasil Kongres XI HIMPSI). Surakarta:
Pengurus Pusat HIMPSI.

Anda mungkin juga menyukai