Anda di halaman 1dari 40

‫َْ‬

‫لم َد ُد َّ‬
‫‪1‬‬

‫الص َمدُ‬ ‫ا‬


‫ﰲ ُﻣﻬِ �ﻤ ِﺔ َاﻟﺮا ِﺑ َﻄ ِﺔ َو ْاﳌ َ ْﺸﻬَ ِﺪ‬
‫اﻟﻄ ِﺮﯾْ َﻘ ِﺔ َو ْاﻟ ِﻮ َد ِد‬
‫ِﻋ ْﻨﺪَ �أ ْﻫ ِﻞ �‬
‫اﻟ ُﺟ ْز ُء ﱠ‬
‫اﻷول ُ‬

‫ﻛﺗﺑﮫ اﺣﻣد ﻋﻣران رﺷﯾدي‬


‫اﻟﻣﻠﻘب ﺑﺎﺑن ﻋﺑد ﷲ اﻟﻛﺎﺗﺑﻲ‬
2

‫ﰲ ُﻣ ِﻬ ﱠﻤ ِﺔ اﻟ َﺮا ِﺑﻄَ ِﺔ َواْﳌَﺸْ َﻬ ِﺪ ِﻋ ْﻨﺪَ أَ ْﻫﻞِ اﻟﻄﱠ ِﺮﻳْ َﻘ ِﺔ َواْﻟ ِﻮ َد ِد‬

Disusun oleh:
Achmad Imron Rosidi
Ibnu Abdillah al-Katiby
Founder KBRA Nasional dan Internasional

Cetakan I, Februari 2020


Cetakan II, April 2020
3

�ْ �‫ح‬ َ ‫ن‬
ِ ّ ��‫ا‬ َ ِ ���‫� ِ� ْ ِ� ا‬
ِ �ْ�ّ ��‫ا‬

Rabithah arti dalam segi bahasa adalah


sambungan dan ikatan yang kuat. Misal kalimat
Rabatha baina asy-syaiain, artinya
menyambungkan keduanya, mengikat dan
mengeratkannya. Maka rabithah antara dua
sesuatu adalah sambungan dan ikatan keduanya.
Oleh sebab itu rabithah antara murid dan guru
adalah sambungan dan ikatan keduanya.

Arti dalam segi istilah adalah umumnya yang


telah dijelaskan para ulama tasawwuf dalam
kitab-kitab mereka kembali kepada satu makna
yaitu ikatan dan sambungan batin seorang murid
kepada gurunya sebagai wasilah mendapatkan
anugerah yang tersambung dari guru keguru
hingga kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari Allah Ta’ala.

Pentingnya Rabithah di zaman akhir ini.

Al-Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi mengatakan


:
4

‫و����ى شيأ يقربه ا����ان من ربه ونبيه ومن السلف‬


‫مثل التحبب ا�ى أولياء ا��� والعارف�ن با��� والتودد ال��م‬
َ‫ اذا تعلقت‬.‫وقوة ا��ابطة بي��م خصوصا �ي هذا ا��مان‬
‫ اذا ���� �ليه‬,‫بوا�د من العارف�ن وقويت رابطتك به‬
‫ا��ق وأفاض �ليه شيأ من فيوضاته و�دك �ي قلبه‬
‫فيحصل ل� قسمك مما أفيض �ليه ب�� تعب‬
“Kami tidak melihat sesuatu yang mampu
mendekatkan manusia kepada Allah, nabi-Nya dan
kepada ulama salaf, selain mencintai para wali dan arif
billah, serta menguatkan rabithah dengan mereka,
terutama di zaman ini. Jika kamu memiliki hubungan
batin dengan seorang dari arif billah, dan hubungan
batin itu kuat, maka jika Allah bertajalli di hati orang
arif itu dan memberikan fuyudhat (anugerah)-Nya,
lalu mendapati namamu di hatinya, maka kamu akan
mendapatkan bagian itu tanpa kamu bersusah payah“.

(Thayyibat al-Mawaid fi Syatta al-Fawaid juz 1


hal. 44)
5

Al-Habib Abdul Bari bi Syaikh Al-Aydrus


mengatakan,

“Gantungkan hatimu kepada salah seorang ulama


salafmu, yang bisa menyampaikan dirimu kepada
Allah dengan waktu yang singkat “.(Thayyibat al-
Mawaid fi Syatta al-Fawaid juz 1 hal. 87)

Syaikh Khalid an-Naqsyabandi mengatakan : “


Rabithah adalah sebab terbesar sampainya seseorang
kepada Allah Ta’ala, setelah berpegang teguh dengan
al-Quran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
“.
Dalil-dalil Rabithah.
Dalil dari al-Quran, Allah Ta’ala berfirman :
َ ‫وَكُونُوا م َ َع‬
َ‫الصّ ادِق ِ�ن‬
“Dan hendaknya kalian bersama orang-orang yang
shadiq (bersungguh-sungguh)“ (Surat At-Taubah
119).
Dalam kitab Rasyahat ‘ain al-Hayah, dijelaskan
bahwa makna bersama adalah dua makna, yang
pertama; kebersamaan secara fisik, yaitu senantiasa
duduk-duduk dan bergaul bersama orang-orang
shadiq hingga batinnya bercahaya dengan cahaya-
cahaya sifat dan akhlak mereka sebab rutin bersama
6

mereka. Yang kedua, kebersamaan secara makna yaitu


senantiasa melazimi jalan rabithah secara batin dengan
guru yang patut dijadikan wasilah. Tidak terbatas
hanya dengan bersahabat secara dhahir saja dan
memandangnya dengan mata fisik, akan tetapi
disamping melazimi secara fisik, maka perlu dari fisik
menuju makna, sampai menjadi barometernya selalu
dan tujuan pokoknya mampu diperoleh secara
hakikatnhya dengan perantara tersebut “.
Sebagian arif billah mengatakan :
ِ ���‫كنْ م َ َع ا��� ِ ف � َإ ْن � َ ْ� � َ ْ�ت َط ِ�عْ ف َكُنْ م َ َع م َنْ ك َ�نَ م َ َع ا‬
ُ
“ Jadilah bersama Allah, jika tidak mampu maka jadilah
bersama orang yang bersama Allah Ta’ala “.
Allah Ta’ala juga berfirman :

َ �ِ�ّ َ �‫� َا أ� ُ ّ��َا ا‬


َ ‫ن آم َن ُوا اصْ � ِ� ُوا وَصَا� ِ� ُوا وَر َابِط ُوا و ََات ّق ُوا‬
َ �ّ ��‫ا‬
َ ‫لَع َل ّ�� ُ ْ� تُفْلِحُو‬
‫ن‬

“ Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu


dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu beruntung “ (QS. Ali
Imron : 200)
7

Murabatah / Rabithah dalam ayat ini, para ulama


ahli tafsir menjelaskan beberapa penafsirannya.
Di antaranya ada yang menafsirkan dengan
istiqamah di dalam ibadah dan menekuninya,
menjaga sholat ke sholat. Ada juga yang
menafsirkan dengan teguh di dalam peperangan
melawan musuh, sehingga Nabi bersabda :

َ ِ ‫ل ا��� ِ � َ� ْ� ٌ م‬
‫ن ا� ُ� ّن ْي َا و َم َا � َل َ ْ�� َا‬ ِ ْ ‫سب ِي‬
َ ‫�ي‬
ِ ‫اط ي َو ْ ٍم‬
ُ َ � ِ‫ر‬

“ Keteguhan satu hari di jalan Allah, itu lebih baik dari


dunia dan seisinya “. Ada juga yang menafsirkan
dengan mempersiapkan segala sesuatunya
untuk melawan musuh. Didukung dengan ayat
yang lain :

‫و َأ� � ِ ُ ّدوا ْ �َ� ُ ْم َمّا استطع�� مّ ِن ق َُو ّة ٍ وَم ِن رِّ� َاطِ ا��يل‬
�ْ ُ �ّ‫�ُ�ْه ِب ُونَ بِه ِ � َ ْد َوّ ا��� و َ�َد ُ َو‬
“ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
8

kamu menggentarkan musuh Allah, “. (QS. Al-Anfal


: 60)

Artinya mempersiapkan segala sesuatunya dari


kekuatan sebelum bertempur dengan musuh,
agar musuh menjadi takut sehingga tidak
memasuki wilayah kita. Jangan sampai lengah
dan lalai sehingga musuh mampu menyusup
wilayah atau rumah kita dan akhirnya
melumpuhkan kita.

Dari semua tafsir yang ada, semua berkaitan


dengan ibadah dan musuh. Murabathah atau
Rabithah, perkara ketiga yang menjadikan orang
yang beruntung. Yang pertama sabar, yang kedua
menguatkan kesabaran dan yang ketiga
murabathah dan keempat bertaqwa kepada Allah
Ta’ala. Keempat perkara ini adalah wasilah di
dalam kita menuju kepada Allah Ta’ala.
Sedangkan di dalam jiwa kita ada nafsu, setan
dan kebodohan yang merupakan musuh dalam
agama kita yang paling kuat. Tidak akan bisa
menundukan musuh-musuh ini kecuali dengan
ilmu. Bukan sembarang ilmu, yang dimaksud
9

adalah ilmu yang memiliki kekuatan barokah dan


madad (alquwwah). Dan tidak akan mampu
menemukan ilmu yang bermanfaat dan penuh
barokah serta madad itu, kecuali dengan ilmu
yang tersambung sampai kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kita
membutuhkan guru yang memiliki keberkahan
ilmu tersebut. Oleh sebab itu wasilah yang paling
utama di dalam kita menuju kepada Allah Ta’ala,
tidak ada lain adalah guru tarbiyah atau syaikh
futuh yang keberkahan ilmunya tersambung dari
guru keguru sampai kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Iblis, setan dan semua bala tentaranya selalu


bersiap sedia dan sigap untuk memasuki hati kita
lalu membuat bisikan-biskan yang memusnahkan
ibadah dan agama kita. Maka sikap kita adalah
melakukan murabathah atau rabithah yaitu
membuat hubungan kuat dengan guru tarbiyah
atau syaikh futuh, baik dhahir maupun batin dan
ini menjadi wasilah untuk sampai kepada Allah
Ta’ala. Jika hal ini dilakukan, maka imdadat,
nafahat, anwar dan asrar yang tercurahkan
10

kepada guru tersebut, juga akan tercurahkan


kepada si murid tersebut yang menyambungkan
rabithahnya.

Dalil hadits-hadits.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya


sahabat :

َ ���‫ م َنْ ذ َ� ّ� َ� ُ� ُ ا‬:‫ل‬ َ ‫ أ� ُيّ � ُل َسَائنِ َا � َ� ْ� ٌ؟ ق َا‬: ِ ���‫ل ا‬ َ ْ ‫سو‬ ُ َ ‫� َا ر‬


ِ �َ �ْ ‫ر ُ ْؤ ي َت ُه ُ و َز َاد َ � ِي � ِ� ْ� ِ� ُ ْ� م َن ْط ِق ُه ُ و َذ َ� ّ� َ� ُ� ُ � ِا‬
ُ �ُ �َ �َ � ِ ‫�� َة‬

“ Wahai Rasulallah, teman-teman duduk kami yang


baik itu yang bagaimana ? Nabi menjawab, “ Orang
yang jika kita memandangnya akan mengingatkan kita
kepada Allah. Yang ucapannya menambahi kita
semangat beramal baik, dan amalannya mengingatkan
kita kepada akherat “.

Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa ada


wasilah seseorang di dalam mengingat Allah,
diantaranya memandang wajah para kekasih-
Nya. Yang mereka disifati dengan ucapannya
mampu membuat kita semangat beribadah, dan
11

amalannya mampu menyadarkan kita kepada


akherat.

Dalam hadits sahih riwayat imam Bukhari


dikatakan :

‫ن قِبْلَ�ِي‬ َ ‫س َ� ّ� َ قَا‬
َ ‫ل ه َلْ � َ� َ ْو‬ َ َ ‫ل ا��� صَ�َ ّ� ا��� ُ �َلَيْه ِ و‬ ّ َ �‫أ‬
َ ‫ن رَسُو‬
َ ‫ه َا ه ُنَا و َا��� ِ م َا‬
ُ �َ �َ‫��ْ�َ� �َ� َ�ّ رُكُو�ُ� ُ ْ� و‬
‫خش ُو�ُ� ُ ْ� و �َ�� ِ ّي‬
‫��� ر َا� ُ ْ� و َر َاء َ َظ ْهرِي‬

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda, “ Apakah kalian melihat kiblatku di
sini? demi Allah, tidak samar bagiku, ruku’ dan
khusyu’ kalian. Dan sesungguhnya aku melihat kalian
dari belakangku“.

Dalam mengomengtari hadits ini, al-Hafidz


imam Ibnu Hajar mengatakan:

ِ ‫ص�َ�ة‬
َ ّ ‫ص �ِي ال‬
ِ ‫��ْذِ��ِه ِ ْم م ِنْ الن ّ َ ْق‬ ْ ِ �ْ�‫ل ع َنْ ا‬
َ ‫��َة ِ �ِي‬ َ ِ ‫و َق َ ْد سُئ‬
َ ‫و َه ُو‬،ْ‫��ْذِ��ِه ِ ْم � ِ� ُ ْؤ يَة ِ ال� ّ َ� ِ تَع َا�َى �َ�ُم‬
َ َ‫� ِ�ُؤْيَتِه ِ �إ � َّاه ُ ْم د ُون‬
12

‫ل �َ�َ� تَق َ ّد َم َ �ِي‬


َ ‫��ْ� ِي‬
ِ ‫ل‬
ِ ‫مَق َام ا� �ْ�حْ سَان ا� ْ�ُبَ� ّ َن �ِي سُؤَا‬
ُ ‫ف �َإ ْن � َ ْ� تَكُنْ � َ� َاه‬،ُ ‫� ِ�َاب ا� �ْ� ��َان" اُعْب ُ ْد ال� َّ� َك َ�� ن َّك � َ� َاه‬
ُ �َّ �‫ صَ� ّ َ� اَل‬- ِ ‫ل � ِ�ُؤْيَتِه‬ َ ّ �‫ف �َإن َّه ُ � َ� َاك " ف َُ�جِيبَ � ِأ‬
ِ ‫ن �ِي الت ّ َعْلِي‬
‫ف �َإ�َّ� ُ ْم �إذ َا‬،ْ‫ تَن ْب ِ��ًا �َ�َ� ر ُ ْؤ يَة ِ ال� ّ َ� ِ تَع َا�َى �َ�ُم‬- َ �َ ّ �َ‫�َلَيْه ِ وَس‬
- َ �َ ّ �َ‫ صَ� ّ َ� ال� َّ� ُ �َلَيْه ِ وَس‬- ّ‫كو ْن الن ّ َ�ِي‬
َ ِ�‫ص�َ�ة ل‬
َ ّ ‫أ� حْ سَن ُوا ال‬
ُ ‫ضمَّن َه‬
َ َ ‫� �إ�َى � ُ�َاقَبَة ِ ال� ّ َ� ِ تَع َا�َى م َ َع م َا ت‬
َ ِ ‫� َ� َاه ُ ْم أ� يْقَظَه ُ ْم ذَل‬
-َ �َ ّ �َ‫ صَ� ّ َ� ال� َّ� ُ �َلَيْه ِ وَس‬- ُ �َ� ِ ‫ا�ْ�َدِيثُ م ِنْ ا� ْ�ُعْجِزَة‬
‫كو ْنِه ِ يُبْع َثُ �َ� ِيدًا �َلَ�ْ� ِ ْم يَوْم َ الْق ِيَامَة ِ ف �َإذ َا �َ� ِ� ُوا‬
َ ِ�‫و َل‬،َ�ِ‫�ِ�َل‬
‫ن عِبَادَ�ِ� ِ ْم‬
ِ ‫س‬
ْ ُ � ِ� ‫أ� ن َّه ُ � َ� َاه ُ ْم �َ� َ ّف َظ ُوا �ِي عِبَادَ�ِ� ِ ْم لِيَ�ْ�َد َ �َ� ُ ْم‬

“Telah ditanyakan tentang hikmah dalam


memperingatkan mereka dari keteledoran dalam sholat
dengan melihatnya Nabi kepada mereka, dan bukan
memperingatkan mereka bahwa Allah Ta’ala
memandang mereka, dan hal ini adalah maqam Ihsan
yang dijelaskan dalam hadits Jibril, sebagaimana telah
berlalu di kitab al-Iman yaitu, hendaknya kamu
13

menyembah Allah seolah kamu melihat-Nya, dan jika


kamu tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah
Allah melihatnya. Maka dijawab oleh al-Hafidz Ibnu
Hajar, bahwa alasan dalam memandangnya kepada
Nabi adalah peringatan atas pandangannya Allah
kepada mereka. Karena mereka jika memperbagus
sholat disebabkan Nabi melihat mereka, maka akan
menyadarkan mereka untuk merasa dekat dengan
Allah, disamping hadits itu juga menyinggung mu’jita
Nabi itu. Disamping nabi juga akan dibangkitkan
sebagai saksi atas umat di hari kiamat. Maka jika
mereka mengetahui bahwanya Nabi melihat mereka,
maka mereka akan lebih menjaga ibadah mereka supaya
nabi menyaksikan ibadah terbaik mereka“. (Fath al-
Bari : 2/180)

Said bin Yazid Al-Azdi pernah meminta nasehat


kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“berikan aku nasehat wahai Nabi..”. Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ل‬ َ ‫ن‬
ِ ُ �ّ ��‫ا‬ َ ِ ‫حي م‬ َ ِ ���‫ن ا‬
ِ َ ‫�� َ� � َ ْ�ت‬ َ ِ‫ي م‬
َ ‫ح‬
ِ َ ‫ك أ� ْن � َ ْ�ت‬َ ْ ‫صي‬ِ ‫ُأ ْو‬
َ ِ ‫الصّ ا�ِ ِ� م ِنْ ق َو ْم‬
‫ك‬ َ
14

“Aku menasehatimu hendaknya kamu malu dengan


Allah, seperti kamu malu dengan orang shalih dari
kaummu“.

Ibnu Jarir mengomentari hadits itu sebagai


berikut :

،‫ و أو�ح بيان‬،‫هذا أبلغ موعظة و أب�ن د���� بأو�� إ ��از‬


‫إذ �� أ�د من الفسقة إ�� وهو ��تحي من ��ل القبيح‬
‫ و ذوي ا��يئات و الفضل أن‬،‫عن أ��ن أهل الص��ح‬
،‫ و ا��� مطلع ��� ��يع أفعال �لقه‬،���‫��اه وهو فا‬
��‫فالعبد إذا استحى من ربه استحياءه من ر�ل صا‬
‫ فيا��ا‬،‫من قومه ��نب ��يع ا��عا�� الظاهرة و الباطنة‬
‫من وصية ما أبلغها و موعظة ما أ��عها‬
“Ini wejangan yang padat, dan dalil yang terang
dengan kalimat yang singkat. Karena tidak seorang
fasik pun kecuali ia malu melakukan amalan buruk di
hadapan pandangan orang shalih, yang ia melakukan
dan orang shalih itu melihatnya. Sedangkan Allah
mengetahui segala perbuatan makhluk-Nya. Seorang
15

hamba jika malu dengan Tuhannya seperti malunya ia


dengan orang shalih dari kaumnya, maka ia akan
menjauhi semua perbuatan maksyiat baik dhahir
maupun batin. Duhai, sungguh wasiat dan nasehat
yang yang padat dan menyeluruh“. (Kitab Faidh Al-
Qadir : 3/74)

Mafhum dan fiqih dari hadits ini adalah bahwa :

1. Kita diharuskan untuk merasa malu dengan


Allah Ta’ala, agar mampu mengontrol segala
gerak gerik kita.

2. Malu dengan orang shalih menjadi satu wasilah


untuk naik kepada merasa malu dengan Allah
Ta’ala.

3. Anjuran untuk selalu bergaul dengan orang


shalih, memandangi wajah mereka dan
mendengarkan nasehat-nasehat mereka.

Dengan penjelasan ini, maka kita bisa memahami


bahwa rabithah adalah sebagai wasilah untuk
dekat kepada Allah Ta’ala. Sedangkan Allah telah
memerintahkan kita untuk mencari wasilah
16

apapun untuk dekat kepada Allah. Dalam Al-


Quran Allah Ta’ala berfirman :

َ �ِ�ّ َ �‫� َا أ� ُ ّ��َا ا‬


َ �َ�‫ن آم َن ُوا َات ّق ُوا ا��� و َاب ْت َغ ُوا �إلَيْه ِ ال ْوَسِي‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada


Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya,“ (QS. A-l-Maidah : 35)

Wasilah dalam ayat ini bentuknya dengan lafadz


yang umum, mencakup segala hal yang
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Wasilah
ini tidak disyaratkan harus perkara yang telah
dlakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan sahabatnya. Karena perbedaan wasilah, itu
tergantung dengan perbedaan zaman dan
kondisi, tidak mesti atas satu perkara saja.
Contoh, internet, hanphone dan aplikasi lainnya
di era milenial ini, maka terkadang bisa menjadi
wasilah yang bisa mendekatkan kepada Allah
Ta’ala jika pengaplikasiannya untuk hal yang
mendatangkan keridhan Allah Ta’ala, demikian
juga organisasi, jam’iyyah, kuliah dan lain
17

sebagainya. Sedangkan wasilah itu dihukumi


sesuai tujuannya.

Dan rabithah adalah salah satu bentuk wasilah


yang paling utama bagi seorang murid. Yaitu
menghadirkan rupa gurunya dalam pikirannya
yang membawa semangat murid kepada Allah
Ta’ala, atau membangkitkan hal (keadaan) si
murid kepada Allah Ta’ala, atau menguatkan
perkara hati yang dikehendaki oleh guru untuk
jalan menuju Allah Ta’ala. Bukan berarti
menyembah guru tersebut sebagaimana tuduhan
orang-orang bodoh di luar sana. Membayangkan
qiblat ka’bah bukan berarti menyembah ka’bah.
Ketika seseorang sudah menggapai hikmah dan
rahasia rabithah dan mencapai kedudukan
muraqabah, maka ia tidak lagi membutuhkan
rabithah.

Jika tidak memiliki silsilah sanad keguruan


yang tersambung, tidak layak dimintai baiat dan
ijazah.

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi mengatakan:


18

Fashl: “ Hendaknya bagi para murid untuk


mengetahui sambungan guru-guru mereka, dan
silisilah sanad para guru di atasnya, dari mursyid
mereka sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena jika mereka menghendaki untuk
mendapatkan madad (anugerah pertolongan) dari
ruhaniyyah mereka dan intisab (sambungan silsilah)
mereka sahih (benar), maka mereka akan mendapatkan
madad. Siapa saja yang silsilah keguruannya tidak
tersambung sampai ke hadirat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, maka sesungguhnya ia terputus daru
anugerah indah tersebut, tidak bisa disebut pewaris
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak layak
untuk dimintai baiat serta ijazah “. (kitab Al-
Hidayah Al-Khoiriyyah fi Ath-Thariqah An-
Naqsyabandiyyah: 4)

Renungan Lembut Penulis.

Di dalam kelancaran komunikasi tekhnologi


canggih era milenial ini, maka dibutuhkan alat
yang disebut dengan handphone, kita istilahkan
dengan shilah (alat penyambung). Dan handphone
membutuhkan simcard atau provider sebagai
penyambung, kita istilahkan dengan ittishal
19

(sambungan). Sedangkan provider harus


memiliki sinyal untuk menghubungkan antara
kedua orang yang saling berkomunikasi via
handphone maka kita istilahkan dengan wishol
(kekuatan penghubung). Maka setelah itu akan
sampai kepada sambungan yang dituju yang kita
sebut dengan istilah wushul. Empat hal ini harus
kita renungi dan pahami baik-baik; shilah, ittishal,
wishol dan wushul.

Ketika sudah memiliki simcard dan sinyal juga


kuat, maka jika lawan komunikasi kita sama-
sama demikian, keduanya akan lancar dalam
berkomunikasi, baik via voice yaitu suara tanpa
rupa, dalam istilah, kita sebut dengan hatif.
Ataupun via video call langsung, kita istilahkan
dengan muhadatsah rabithatiyyah atau
muhadatsah bathiniyyah.

Sebagaimana kita mendapatkan pemberitahuan


ketika ada akun lain menyebut akun Facebook atau
Whatsapp kita atau mengomentari postingan kita,
maka di dalam kehidupan ini, terkadang kita
mendapatkan pemberitahuan dari orang lain
20

yang menyebut-nyebut nama kita atau sedang


mengomentari diri kita. Kadang notifikasi
tersebut kondisi silent, getar dan nada dering.

Konon orangtua-orangtua kita, ketika ada orang


yang matanya berkedut, mereka mengatakan
bahwa demikian itu sedang dibicarakan orang
lain. Atau bermimpi jumpa dengan seseorang
yang sudah lama sekali tidak jumpa, maka
dikatakan bahwa orang yang dilihatnya dalam
mimpi sedang merindukannya. Hal semacam ini
bisa mitos bisa juga ada benarnya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah jatuh sakit
yang aneh, seperti berhalusinasi mendatangi istri-
istri beliau, padahal tidak. Lalu Nabi berdoa
kepada Allah kemudian Allah menjawabnya
melalui mimpi beliau bahwa Nabi disihir oleh
seorang yahudi bernama Labid Al-A’shom yang
menggunakan 11 helai rambut Nabi sebagai
bukhul atau uqadnya dan diletakkan di dasar
sumur Dzarwan, maka Nabi memerintahkan
sahabat Ali bin Abi Thalib, Ammar bin Yasir dan
Zubair bin Awwam untuk mengambil bukhul
sihir tersebut. Lalu malaikat Jibril turun
21

membawa surat al-Falaq dan an-Naas, maka


setelah Nabi membaca kedua surat itu, semua
ikatan itu terlepas. Tentu sakitnya beliau karena
sihir ini hikmahnya sebagai contoh buat umatnya
saat menangani kasus sihir. Dan sudah tentu
sakitnya hanya berpengaruh pada jasad bagian
luarnya saja. Artinya, sihir tersebut tidak sampai
‘menyerang’ hati, akal, dan keimanan beliau.

Orang yang terkena sihir, maka statusnya


madzhlum yakni orang yang didzhalimi, maka
ketika ia berdoa dengan khusyu’, Allah akan
mengabulkan doa-doanya. Kerap kali seorang
pasien bermimpi wajah seseorang baik yang ia
kenal atau bukan. Dan mimpinya bukan sekali
dua kali melainkan berkali-kali. Maka dari sini
bisa kita pahami, bahwa Allah telah memberikan
notifikasi atau pemberitahuan kepada orang yang
didhzalimi tersebut. Dan sudah tentu para pelaku
sihir, ketika melakukan ritual sihirnya, akan
selalu menyebut-nyebut nama si korban lalu
ditiup-tiupnya. Si pelaku sihir telah mengambil
satu penghubung yang dalam istilah al-Quran
disebut dengan Uqad, yaitu ikatan penghubung
22

yang biasanya dibuat dari sesuatu yang terkait


dengan korbannya semisal rambut, kuku, fotho,
darah, punting rokok dan lain sebagainya. Uqad
ini sebagai sinyal penyambung kepada si korban.
Ketika sinyal penyambung ini dirusak dan
dimusnahkan, maka si penyihir tidak akan
mampu mengirim sihir kepada si korban. Oleh
sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan tiga sahabatnya mengambil
uqadnya di sumur Dzarwan lalu dihancurkan
dengan surat al-Falaq dan an-Naas dalam riwayat
yang lain uqad tersebut dibakar.

Istikhdhar Bishsaalihin (Membayangkan


Kehadiran Orang Shalih) Dan Masyhad.

Membayangkan kehadiran orang shalih, baik


yang sudah wafat ataupun yang masih hidup,
bukanlah hal yang terlarang dalam syare’at.
Dalam hadits yang lalu disebutkan bahwa kita
harus merasakan malu kepada Allah
sebagaimana kita malu jika ada di hadapan orang
shalih. Artinya kita tidak bisa langsung
merasakan malu kepada Allah begitu saja, maka
23

tahapannya adalah membayangkan kita malu


berbuat jelek di hadapan orang shalih atau guru
kita. Tahapan kedua dalam Ihsan untuk kita
beribadah kepada Allah dengan cara meyakini
diri kita Allah melihat kita. Bagi kaum awam,
tingkatan kedua ini saja sudah sangat sulit
diterapkan, karena banyaknya hijab dalam diri
kita seperti nafsu, dosa, setan dan lain sebagainya.
Maka kita tetap memerlukan wasilah dalam hal
ini. Dan wasilah yang baik dan utama, adalah
dalam pengawasan guru yang benar-benar
mengenal Allah Ta’ala. Setelah mencapai maqam
muraqabah, maka dengan sendirinya gugur
wasilah tersebut.

Memandang wajah orang shalih dan wali Allah,


dapat mengingatkan kita kepada Allah dan
akherat dan mendapatkan barokah Allah melalui
mereka. Sebab itu, guru kami para habaib ketika
berziarah ke makam seorang yang shalih, mereka
kadang berdoa :
24

,‫ِب هٰذ َا ال َ� ّ� ْ ِِ�ح‬


ِ ‫م ا َِ� ّا �َ�ْت َحْ �ِ� ُ ر ُ ْو� َان َيِ ّة َ صَاح‬
ّ َ ُ ‫اَلل ّٰه‬
ٌ �ْ�ِ‫� �َ�ْء ٍ قَد‬ َ ّ ‫ف َ�� حْ �ِ�ْه ُ لَنَا �إ َن‬
ِ ّ ُ ‫ك �َ�َ� ك‬

“ Ya Allah, sesungguhnya kami niat menghadirkan


ruh suci penghuni makam ini, maka hadirkanlah ia
untuk kami, sesungguhnya Engkau Maha Mampu atas
segala sesuatu “.

Ketika seseorang memiliki ikatan yang kuat


dengan gurunya, terlebih ia ada talaqqi wajah,
belajar dan mengambil ilmu darinya, maka saat ia
mengistikhdarkan gurunya tersebut, maka Allah
Ta’ala akan memberikan notifikasi
(pemberitahuan) kepada gurunya tersebut.
Ruhaniyyah gurunya hadir dan membimbingnya
serta mengarahkannya tanpa si murid
melihatnya. Dan bahkan jika sinyal atau masyhad
si murid ini kuat kepada gurunya, murid ini bisa
jadi akan melihat sosok gurunya di hadapannya
atau dalam mimpinya. Gurunya akan
memberikan wejangan atau nasehat penting yang
merubah hidupnya.
25

Sosok gurunya yang hadir, bukan berarti hadir di


hadapannya secara satu dimensi, melainkan
berbeda dimensi meskipun satu posisi. Sama
halnya ketika orang menghubungi sahabatnya
melalui video call. Misal Ahmad yang berada di
Surabaya memvideo call fulan yang berada di
Jakarta, lalu mereka berdua saling bertatap muka
dan berbicara. Bukan berarti keduanya berada di
satu tempat yang sama, akan tetapi keduanya
berlainan lokasi, berlainan dimensi. Yang satu di
Surabaya dan yang satunya di Jakarta. Hal seperti
ini pernah terjadi oleh sayyidina Umar bin
Khothtob bersama pasukan yang ia kirim ke
perang Nahawand. Ketika di tengah khutbah
tiba-tiba beliau befrteriak “Ya sariyyatal jabal ”
(wahai Sariyah, naiklah ke gunung)sebanyak tiga
kali.

Para jamaah yang hadir pada saat itu pun merasa


aneh. Bahkan ada sebagian orang yang
menganggap bahwa Sayyidina Umar sedang gila.
Kemudian datanglah sayyidina Abdurrahman
bin Auf menenangkan jamaah shalat jumat yang
hadir. Sayyidina Abdurrahman bin Auf mencoba
26

mengklarifikasi ucapan sayyidina Umar


tentang sariyyatul jabal yang mengakibatkan
beberapa orang mencela sayyidina umar.
Sayyidina Umar pun dengan santai menjawab:
“Saya mendapati pasukan muslim berperang.
Sedangkan musuh mengepung mereka dari berbagai
tempat. Ketika saya mengucapkan ya sariyyatal jabal,
saya berharap para pasukan untuk menuju ke arah
gunung.”

Ternyata ucapan sayyidina Umar kepada


sayyidina Abdurrahman bin Auf ini benar
adanya. Hal ini dibuktikan dengan datangnya
utusan dari pasukan yang berperang kepada
sayyidina Umar satu bulan kemudian. Utusan itu
pun bercerita bahwa ketika mereka berperang
pada hari jumat, tiba-tiba mereka mendengar
suara kencang yang meneriakkan kata-kata “ya
sariyyatal jabal” sebanyak tiga kali. Kemudian
para pasukan muslim pun bergerak menuju
gunung dan akhirnya mereka berhasil
mengalahkan musuh dan memenangkan
peperangan. Padahal peperangan tersebut berada
di Nahawand, yakni negeri di luar tanah Arab.
27

Sedangkan posisi Umar pada saat berkhutbah


adalah di Madinah.

Rabithah Antar Sahabat.

Jika seorang yang beriman menerapkan konsep


saling mahabbah yang telah diajarkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka terjalinlah
rabithah yang kuat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :

ِ ‫سه‬ ّ ُ ��
ِ ‫ِب لِن َ ْف‬ ُ ‫خيْه ِ م َا‬ ّ َ ��
ِ ��� ‫ِب‬ ُ ‫ن أ� �َد ُ� ُ ْ� ح ََ� ّى‬
ُ ِ ‫�� يُؤْم‬

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya,


sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia
cintai untuk dirinya”.

Seseorang yang merasakan suka dan duka


sahabatnya satu dengan yang lain dan saling
mencintai karena Allah dengan tulus, maka
keduanya akan memiliki ikatan batin yang kuat.
Dikisahkan ketika imam Faqih al-Muqaddam
pergi haji, beliau dipanggil seorang pemuda yang
tengah kelaparan. Pemuda itu meminta sang
imam memberikan satu roti untuknya dan untuk
28

9 saudaranya yang lain di rumahnya. Sang imam


berkata, kenapa satu roti saja ? pemuda itu
menjawab, “ Cukup aku yang kenyang, maka insya
Allah mereka juga kenyang “. Maka setelah pemuda
itu makan roti dan kenyang, sang imam meminta
pemuda itu membawanya ke 9 saudaranya yang
lain. Ketika sampai, beliau bertanya kepada
mereka semua, “ Apakah kalian kenyang dengan
kenyangnya pemuda ini ? “, mereka semua
menjawab, “ ya, kami kenyang dengan kenyangnya
dia “. Sang imam berkata, “ Bisakah kalian buktikan
hal ini ? “. Maka salah satu dari mereka
mengambil pisau dan menggores sedikit ke
tangannya dan terluka, maka sembilan
saduaranya yang lain juga juga terluka keluar
darah.

Rabithah Pasangan Suami Istri.

Saat di tengah-tengah istirahat siang saya, setelah


menjelaskan sebagian materi pelatihan. Di ruang
istirahat seorang bapak-bapak bertanya kembali
soal rabitah. Lalu sepasang suami istri masuk ke
29

ruangan untuk konsultasi. Maka hal ini saya buat


kesempatan untuk membuktikan realnya
rabithah. Istrinya ini mengeluhkan sakit di bagian
pinggangnya yang sudah lama ia rasakan. Maka
keduanya saya ijazahkan surat al-Fatihah, dan
membaca surat al-Fatihah bersama-sama. Lalu
suaminya saya suruh maju ke hadapan saya
dengan membelakangi saya. Dan kemudian saya
tanyakan istrinya letak posisi yang sakit. Dan ia
menunjukkan pinggang sebelah kanannya.
Istrinya saya suruh memegang kantong plastic
untuk menjaga-jaga jika reaksinya nanti muntah.
Setelah itu pinggang suaminya saya pegang dan
sentuh, maka istrinya reaksi muntah dan penyakit
yang ada di pinggangnya keluar atas idzin Allah
Ta’ala. Kejadian ini sempat direkam dan masih
kami simpan.

AL-MASYHAD

Al-Madad ‘ala qadril masyhad (Pertolongan dan


keberkahan itu berdasarkan kuatnya keyakinan
dan ta’dzhim di hati)
30

Ketika kita bergaul atau berziarah kepada orang


sholeh apalagi para wali Allah, maka manfaat dan
keberkahan akan kita dapatkan tergantung
bagaimana prasangka baik yang kita miliki. Jika
kita melihatnya sebagai seorang yang sholeh,
kekasih Allah, memiliki kedudukan tinggi dan
mulia di sisi Allah, lalu kita mencintainya,
menghormatinya, dan beradab akhlaq yang baik
kepadanya, maka manfaat dan keberkahan yang
kita dapatkan amat sangat besar. Bahkan bisa jadi
kita pun akan diberikan kedudukan yang sama
dengannya.

Namun bila kita melihatnya hanya sebagai


manusia biasa, tak memiliki kedudukan tinggi di
sisi Allah, dianggap sama saja dengannya, atau
bahkan menganggap diri kita lebih mulia dan
hebat dibandingkan sang orang sholeh/wali, lalu
kita menghina, mencibir, mengingkari,
merendahkannya, mencaci dan menghujatnya,
apalagi mengganggu dan menyakiti hatinya
dengan adab dan akhlaq yang buruk, maka
jangan harap manfaat dan keberkahannya akan
31

kita dapatkan di dunia apalagi di akhirat. Naudzu


billahi min dzaalikal haal..

Cukuplah Sayyiduna Abu Bakar Assiddiq


radhiallahu ‘anhu dan Abu Lahab menjadi contoh
bagaimana cara bergaul dan bersikap dengan
sosok manusia yang terbaik, yaitu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sayyiduna Abu
Bakar memandang Nabi, sebagai manusia
kekasih Allah, pilihan Allah, utusan Allah yang
selalu amanah dalam setiap perkataan dan
perbuatannya, hingga iapun mempercayai dan
mencintai Nabi dengan sepenuh hati, hormat dan
berakhlaq baik kepadanya, bahkan berjuang
mempersembahkan seluruh yang dimilikinya
untuk sang Nabi, maka Sayyiduna Abu Bakar
mendapat manfaat dan keberkahan yang
tertinggi, mengungguli para sahabat yang lainnya
dalam keutamaan dan kemuliaan di sisi Allah dan
Rasul-Nya..

Namun Abu Lahab, hidup sezaman dengan Nabi,


ia pun memandang Nabi, tetapi pandangannya
hanyalah terhadap seorang manusia biasa,
32

keponakannya yang yatim, hingga Abu Lahab


berbuat kebalikan dari Sayyiduna Abu Bakar,
menghina Nabi, mencibir dakwah Nabi,
mengganggu dan memerangi Nabi, maka
statusnya sebagai paman Nabi, hidup sezaman
dan memandang Nabi (sebuah kemuliaan hebat
dari Allah bisa memandang Nabi), tak
mendatangkan manfaat dan keberkahan
untuknya, bahkan ia mendapat kehinaan dan
celaan baginya dari Allah yang diabadikan dalam
surat Al Lahab...

Mereka berdua sama-sama melihat Nabi, bergaul


dengan Nabi, namun apa yg didapatkan berbeda
sesuai dengan pandangan, prasangka dan
adabnya terhadap Nabi shallallahu ‘aialihi wa
sallam.

Al-Habib Abdullah Al-Haddad shohib Ratib al-


Haddad mengatakan :

ّ َ ‫��ت سنة ُ ا��� أنه �� يكون مطر ٌ ا�� بواسطة ال‬


‫س�اب‬ ْ
‫و�� يكون إ���داد ٌ ا�� بواسطة ا�� ِعتقاد‬
33

“ Telah berlaku sunnatullah bahwa tidak akan terjadi


hujan kecuali perantara awan, dan tidak akan terjadi
anugerah pertolongan dan keberkahan kecuali
perantara keyakinan “. (Thayyibat Al-Mawaid fi
Syattal Fawaid : 1/43)

Istikhdhar dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam dalam sholat.

Al-Imam Ghazali mengatakan :

‫ وقل الس��م‬،�����‫واح�� �ي قلبك الن�ي و��صه ال‬


‫ وليصدق أمل� �ي أن يبلغه و��د �ليك‬،‫�ليك أ��ا الن�ي‬
‫ما هو أو�ى منه‬

“Dan hadirkanlah Nabi dalam hatimu dan sosoknya


yang mulia, dan ucapkanlah kesejahteraan atas
Engkau wahai nabi, dan bersungguhlah dalam
harapanmu untuk nabi membalas salammu dengan
yang lebih baik“. (Ihya Ulumiddin : 1/222)

Hikmah dalam maqalah beliau ini adalah, ketika


kita mengucapkan tahiyyat dalam sholat, maka
34

pada kalimat pengucapan salam kepada Nabi,


kita ditekankan untuk berupaya membayangkan
dan menghadirkan sosok nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam di hadapan kita. Hal ini bukan berarti
kita menyembah sosok nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Akan tetapi menghadirkan sosok nabi
ketika kita memberikan salam dengan lafadz
khithab, akan menjadikan kita merasa seolah
beliau ada di hadapan kita dan menyaksikan
praktek sholat kita, sehingga menambah
kekhusyu’an dalam ibadah sholat kita.

Oleh sebab itu al Imam Khuffadzi mengatakan :

‫وخوطب ك�نه إشارة إ�ى أنه تعا�ى يكشف �� عن‬


‫ لي��د‬،‫ ح�ى يكون ك���ا�� معهم‬،‫ا��صل�ن من أمته‬
��‫��م بأفضل أ��ا��م وليكون ���� حضوره سببا ً ��ز‬
‫ا��شوع وا��ضور‬

“Menggunakan lafadz khithab seolah isyarat bahwa


Allah Ta’ala menyingkap untuk nabi keadaan umatnya
yang sedang sholat. Sehingga beliau seolah hadir
35

bersama umatnya yang sholat. Sebagai saksi amalan


utama umatnya. Dan juga membayangkan
kehadirannya agar menjadi sebab bertambahnya
khusyu dan khudhur’ “. (Al-Hawasyi Al-
Madaniyyah ‘ala syarh Al-Muqaddimah Al-
Hadramiyyah : 1/424

Memandang Cahaya Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam.

Cahaya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


sangatlah kuat, sehingga tidak semua orang yang
beriman mampu memandang wajah Nabi
shallallahu ‘alaihi wallam dalam mimpinya ata
jaganya.

Cerita ini dari Abuya Assayyid Muhammad


Alawi Al-Maliki, beliau mendengar dari ayahnya
Assayid Alawi Bin Abbas Almaliki, yang beliau
padukan dengan apa yang beliau ambil dari kitab
Nuzhatun Nadhirin.

Pernah ada seekor hewan melewati atas makam


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, burung
terbang/ kucing melewati atasnya. Lalu hewan
36

tersebut jatuh dan mati ditempat. Kemudian lama


kelamaan terciumlah bau tak sedap, hal yang
menyebabkan rasa “Takdhim” mereka pada
makam yang amat mulia itu terpanggil untuk
mensucikannya.

Lalu dipilihlah dari penjaga masjid yang paling


saleh untuk mensucikan makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka terpilihlah
salah satu dari mereka yang paling saleh, dan
langsung dia melakukan “tirakat, riyadhoh” demi
membersihkan jiwa, menghadapi hal hal yang
akan terjadi pada makam Rasulullah.

Setelah berpuasa, memperbanyak ibadah,


sedekah selama 40 hari 40 malam, mulailah
penjaga makam tersebut mengambil tangga
untuk melewati dinding pembatas. Sebenarnya
hal ini adalah dilema antara keinginan
mensucikan makam dan antara perasaan kurang
takdhim memanjat dinding makam, namun
karena terpanggil untuk kesucian, maka hal itu
harus dilalui. Dan setelah orang tersebut berhasil
memasuki makam dan berhasil mengambil
37

bangkai binatang tersebut dan keluar, tiba tiba dia


mendadak buta, bisu.

Dan setelah beberapa hari dia meninggal dunia.


Hal ini karena dia tidak kuat memandang Nur
Muhammad yang ada dalam makam, dan tidak
bisa berbicara karena konsentrasi lahiriyahnya
belum bisa menyatu dengan dunianya, sebab
seperti cerita beliau yang lain bahwa di dalam
masjid Nabawi bila malam hari ada sesuatu yang
tidak bisa diungkapkan dengan kalimat. Apalagi
makam Rasulullah.

Alangkah agung derajat nabi Muhammad dan


derajat Suhbah para sahabat, sehingga mereka
sendiripun tak ada yang mampu melihat cahaya
keindahananya. Wallahu a’lam

Kisah ini diceritakan langsung dari Guru Mulia


Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin
Hafidz bin Syaikh Abubakar bin Salim tatkala di
WismaDPR RI Bogor pada hari Kamis, 24
Muharram 1435 / 28 Nov 2013. Dikatakan oleh
Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya’roni:
38

“Seseorang akan bisa mendengar


ucapanRasulullah SAW secara langsung tentulah
ia telah mencapai 79 ribu maqam dan berhasil
menghilangkan 247 ribu hijab dalam hatinya.”

Guru Mulia Al-Musnid Al-Habib Umar bin


Hafidz menceritakan sosok gurunya, Al-Habib
Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah. Suatu
ketika ada seorang muhibbin datang kepada Al-
HabibAbdul Qadir bin Ahmad Assegafseraya
berkata:

“Wahai Habib, sudah bertahun-tahun aku ikut


ta’lim denganmu. Dan sudah lama pula aku rindu
ingin bertemu Rasulullah SAW. Namun hingga
saat ini keinginanku tersebut belum dikabulkan
Allah Ta’ala. Aku ingin engkau berkenan menjadi
wasilahku bertemu dengan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Mendengar permohonan si muhibbin tadi, Al-


Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf
mengajaknya ziarah ke makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala sudah tiba
di makam Sang Rasul shallallahu ‘alaihi wa
39

sallam, beliau membaca salam dan beberapa


aurod.

Tak berapa lama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam menjawab salam dari Al-Habib Abdul
Qadir bin AhmadAssegaf. Bahkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam nampak keluar dari
pusaranya yang mulia tersebut. Mendengar
jawaban salam dan melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, si muhibbin gemetar seakan tak
bisa mengendalikan dirinya, serasa tubuhnya
akan luluh lantak menatap keindahan wajah
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akhirnya Al-
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf
memegangnya sehingga ia mampu
mengendalikan dirinya..

Insya Allah di buku juz yang kedua, alfaqir akan


menjelaskan kelanjutannya terkait cara
mendapatkan rabithah dan cara menguatkan
rabithah serta menguatkan masyhad atau i’tiqad.
Akan alfaqir jelaskan juga pembagian rabithah
dalam thariqah Naqsyabandiyyah dan esensi
rabithah dalam thariqah Alawiyyah. Juga
beberapa kisah-kisah waqi’iyyah (real) terkait
40

rabithah dan masyhad dalam rihlah syifa’iyyah.


Alfaqir juga akan menjelaskan rabithah dalam
sholawat di akhir zaman ini. Semoga catatan kecil
ini bermanfaat untuk pribadi dan kaum muslimin
pada umumnya. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin…

Achmad Imron Rosidi


Kamis, 20/02/2020
Darul Ilmi wa Asy-Syifa, Kanusan - Grobogan

Anda mungkin juga menyukai