Anda di halaman 1dari 4

Tugas Personal ke-2

Week 7/ Sesi 11

Utang luar negeri secara historis hanya dalam beberapa mata uang utama seperti dolar AS,
yen Jepang, poundsterling Inggris, atau Mark Jerman. Negara-negara maju dan berkembang,
negara-negara yang secara kelembagaan lemah, dan bahkan negara-negara dengan masalah hak
kepemilikan yang kuat banyak, atau seluruhnya, berhutang pada pasar internasional dalam mata
uang asing (Flandreau dan Sussman, 2005; Bordo dan Meissner, 2007).
Jika anda seorang CFO pada perusahaan multinasional di Indonesia, bagaimana anda
meminimalkan risiko yang disebabkan atas hutang dalam mata uang asing! Lalu jelaskan
langkah-langkah strategisnya
Ketentuan:
1. Makalah maksimal 3 halaman (Times New Roman, Spasi 1,5, font 12)
2. Minimal 2 sumber daftar Pustaka (Buku, Berita, Laporan, dan Jurnal)

JAWABAN

BUSS6048 – International Business-R2


Risiko nilai tukar adalah risiko dimana nilai wajar atau arus kas kontraktual masa datang dari
suatu instrumen keuangan akan terpengaruh akibat perubahan nilai tukar. Eksposur Perusahaan
yang terpengaruh risiko suku bunga terutama terkait dengan pinjaman bank.
Untuk mengelola risiko nilai tukar mata uang asing Perusahaan melakukan konversi utang mata
uang asing ke Rupiah. Perusahaan memiliki eksposur dalam mata uang asing yang timbul dari
transaksi operasionalnya. Eksposur tersebut timbul karena transaksi yang bersangkutan
dilakukan dalam mata uang selain mata uang fungsional unit operasional atau pihak lawan.
Eksposur dalam mata uang asing Perusahaan tersebut jumlahnya tidak material.
Pada tanggal 31 Desember 2018, berdasarkan simulasi yang rasional, jika nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS melemah/ menguat sebesar 1% (31 Desember 2017: melemah/ menguat
sebesar 1%), dengan seluruh variabel-variabel lain tidak berubah, maka laba sebelum pajak
penghasilan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2018 akan lebih rendah/ lebih
tinggi sebesar Rp 22,59 miliar, (tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2017: lebih
rendah/ lebih tinggi sebesar Rp 14,72 miliar) terutama sebagai akibat dari kerugian/keuntungan
selisih kurs atas pembelian dalam Dolar AS.
Ada beberapa alternatif untuk mengelola risiko valuta asing, diantaranya adalah:
Menggunakan mata uang tunggal untuk seluruh transaksi. Misalnya, perusahaan
Indonesia hanya membuat dan menerima pembayaran dalam rupiah, alih-alih mata uang
asing.
Lindung nilai seperti forward exchange rates, futures contracts, FX swap, dan FX
options. Misalnya, ketika mengambil forward, perusahaan mengunci nilai tukar
pembayaran di masa depan dalam mata uang asing.
Diversifikasi sumber pendapatan dengan menerima pembayaran dalam berbagai mata
uang. Itu mengurangi risiko konsentrasi pendapatan pada mata uang tertentu.
Fleksibilitas manajemen rantai pasokannya. Misalnya, perusahaan memiliki berbagai
alternatif pemasok dengan berbagai mata uang pembayaran.
Membangun fasilitas produksi di berbagai negara. Dengan begitu, eksposur risiko
operasional juga terdiversifikasi.
Jika transaksi perusahaan banyak menggunakan mata uang asing, maka risiko “rugi selisih kurs”

BUSS6048 – International Business-R2


pasti ada. Semakin sering transaksi terjadi atau semakin besar nilai transaksinya, semakin besar
pula potensi risikonya. Risiko rugi selisih kurs sulit dicegah. Sebab, risiko ini timbul akibat
kondisi ekonomi makro—fluktuasi nilai tukar uang dalam hal ini—yang samasekali di luar
kendali perusahaan. Semakin lama fluktuasi ini gonjang-ganjing, semakin tinggi potensi
risikonya.
Risiko lain yang juga disebabkan oleh fluktuasi ekonomi makro adalah risiko yang ditimbulkan
oleh perubahan suku bunga. Risiko yang satu ini menjadi semakin sulit dikendalikan ketika
perusahaan punya utang dan kewajiban bunga dalam mata uang asing sementara nilai tukar mata
uang Rupiah juga berfluktuasi. Bisa dibayangkan betapa pusingnya manager dan pemilik usaha
dalam menghadapi situasi seperti demikian. Kedua risiko di atas, kerugian selisih kurs dan suku
bunga jika tidak dikelola dengan cermat bisa merusak kondisi keuangan perusahaan dalam waktu
yang relatif singkat. Tanpa disadari tahu tahu perusahaan merugi, tanpa disadari tahu-tahu utang
kepada vendor dan bank membengkak. Ada beberapa cara yang bisa diterapkan untuk mencegah
kerugian yang disebabkan oleh selisih kurs dan bunga. Rugi Selisih Kurs, sederhananya, adalah
kerugian berupa “penurunan nilai aset” atau “kenaikan nilai liabilitas” yang diakibatkan oleh
‘melemah atau menguatnya nilai tukar mata uang yang paling banyak digunakan perusahaan
dalam menjalankan operasinya. Misal: Nilai Piutang PT. WCW menurun Rp 1 Milyar akibat
menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap USD, maka penurunan nilai aset ini disebut “Rugi
Selisih Kurs” atau Nilai Utang PT. WCW meningkat akibat melemahnya nilai tukar Rupiah
terhadap USD, maka peningkatan nilai liabilitas ini juga disebut “Rugi Selisih Kurs.”
Lalu, bilamana kerugian selisih kurs timbul ? Kerugian selisih kurs timbul ketika:
1. Punya Utang Valas dan Nilai Tukar Rupiah Melemah, Utang dalam mata uang asing
mengandung potensi risiko rugi selisih kurs. Kerugian timbul ketika nilai tukar rupiah
melemah, sehingga nilai utang (liabilitas) meningkat.
2. Punya Piutang Dalam Valas dan Nilai Tukar Rupiah Menguat, Bukan utang saja, piutang
dalam mata uang asing juga mengandung potensi risiko rugi selisih kurs. Dalam skema
ini, risiko rugi terjadi ketika nilai tukar Rupiah menguat, sehingga nilai piutang (aset)
menurun.

BUSS6048 – International Business-R2


Risiko rugi selisih kurs bisa dialami oleh perusahaan manapun yang punya transaksi
utangpiutang dalam mata uang asing. Mata uang asing di sini bisa jadi USD, Euro, GBP,
YJP, SIND, AUD, dsb. Lawan transaksinya bisa pihak luar atau dalam negeri.
Cara mencegah risiko rugi selisih kurs ? Hanya ada 2 cara untuk mencegah risiko seperti
ini, yaitu: Minimalkan transaksi beda mata uang, atau Pindahkan risiko.
1. Jualan Dalam Negeri Dalam Mata Uang Asing (minimalkan transaksi beda mata uang)
Upayakan hanya bertransaksi dengan menggunakan mata uang yang sama. Maksudnya,
gunakan mata uang yang sama antara transaksi yang menimbulkan liabilitas (utang)
dengan transaksi yang menimbulkan aset (piutang).
2. Buat Cash Reserve (minimalkan transaksi beda mata uang) Masih dalam contoh jika
perusahaan hanya bisa jualan dalam mata uang Rupiah sementara barang yang dipesan di
Luar Negeri dalam mata uang USD, sehingga perbedaan mata uang tidak bisa dihindari.
Sebagai gantinya, manajemen perusahaan bisa membentuk kas cadangan (cash reserve)
dalam USD saat nilai tukar Rupiah masih sama persis dengan saat komitmen pemesanan
barang dilakukan. Sehingga berapapun nilai tukar Rupiah terhadap USD pada saat
pembayaran kepada suplier jatuh tempo takkan membuat perusahaan dalam posisi rugi.
Jika tidak punya simpanan dalam USD,

Kesimpulannya, Beberapa cara yang mungkin bias diterapkan untuk mencegah


(setidaknya meminimalkan) risiko rugi selisih kurs, yaitu: mengupayakan agar mata uang
yang digunakan untuk bertransaksi di sisi liabilitas (belanja) sama dengan mata uang
yang digunakan untuk bertransaksi di sisi aset (jualan). Jika impor barang dalam harga
USD, maka diupayakan agar penjualan barang tersebut di dalam negeri juga dalam USD.
Jika ekspor barang dalam harga USD, maka diupayakan agar mayoritas cost yang timbul
untuk membuat barang tersebut juga dalam USD. Jika tak bisa, maka buat cadangan kas
(cash reserve) dalam mata uang yang sama dengan lawan transaksi.
Referensi:
- https://www.jtanzilco.com/blog/detail/133/slug/mencegah-meminimalkan-resikokerugian- selisih-kurs
- https://www.pancabudi.com/Sistem-Manajemen-Resiko-Panca-Budi-ID.aspx
- https://cerdasco.com/risiko-nilai-tukar-mata-uang-asing/

BUSS6048 – International Business-R2

Anda mungkin juga menyukai