Disusun Oleh:
1B2 Manajemen
Program Studi Manajemen
2021
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A.Latar Belakang..........................................................................................1
B.Rumusan Masalah....................................................................................1
C.Tujuan ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A.PENGERTIAN LEMBAGA PEMBIAYAAN...............................................3
B.PENGATURAN LEMBAGA PEMBIAYAAN..............................................4
C.PEMBIAYAAN KONSUMEN..................................................................11
D.DASAR HUKUM…………………………….……………………………….11
E.ANJAK PIUTANG (FACTORING)..........................................................12
F.SEWA GUNA USAHA (LEASING).........................................................16
G.MODAL VENTURA................................................................................25
BAB III PENUTUP....................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
dana atau barang modal.
Dalam sistem lembaga keuangan dibedakan menjadi dua yaitu
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga
keuangan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang
keuangan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk lain guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak
langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga
dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi
perusahaan.Bidang usaha yang termasuk dalam lembaga keuangan
bukan bank antara lain adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa
dana, lembaga pembiayaan. lembaga pembiayaan termasuk dalam
Lembaga keuangan Bukan Bank (LKBB).
a. Perusahaan Pembiayaan;
b. Perusahaan Modal Ventura; dan
4
c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
c) Kegiatan Usaha
5
badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi. Perusahaan
Pembiayaan dapat didirikan oleh:
1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
2. Badan usaha asing dan warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia (usaha patungan).
Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud diatas, wajib terlebih dahulu memperoleh Izin Usaha
sebagai Perusahaan Pembiayaan dari Menteri, dimana Perusahaan
Pembiayaan tersebut harus mencantumkan dalam anggaran
dasarnya kegiatan pembiayaan yang dilakukan secara jelas.
Adapun hal-hal yang perlu dilampirkan didalam format yang
diajukan kepada Menteri untuk mendapatkan Izin Usaha untuk
melakukan kegiatan usaha adalah sebagai berikut:
1. Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang
telah disahkan oleh instansi berwenang, yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. Nama dan tempat kedudukan;
b. Kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan;
c. Permodalan;
d. Kepemilikan;
e. Wewenang, tanggung jawab, masa jabatan direksi dan dewan
komisaris atau pengurus dan pengawas;
2. Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas
meliputi:
a. Fotokopi tanda pengenal yang dapat berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau paspor;
b. Daftar riwayat hidup;
c. Surat pernyataan:
1) Tidak tercatat dalam Daftar Kredit Macet di sektorperbankan;
2) Tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sector
perbankan;
6
3) Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;
4) Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang
mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit
berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap;
5) Tidak merangkap jabatan pada Perusahaan Pembiayaan lain
bagi Direksi;
6) Tidak merangkap jabatan lebih dari 3 (tiga) Perusahaan
Pembiayaan lain bagi Komisaris;
d. Bukti berpengalaman operasional di bidang Perusahaan
Pembiayaan atau perbankan sekurang-kurangnya selama 2 (dua)
tahun bagi salah satu direksi atau pengurus;
e. Fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi
surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi direksi atau
pengurus berkewarganegaraan asing;
3. Data pemegang saham atau anggota dalam hal:
a. Perorangan, wajib dilampiri dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 serta surat
pernyataan bahwa setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan
kegiatan pencucian uang (money laundering);
b. Badan hukum, wajib dilampiri dengan:
1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut
perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari
instansi berwenang termasuk bagi badan usaha asing sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di negara asal;
2. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan
laporan
keuangan terakhir;
3. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka
2, dan
angka 3 bagi pemegang saham dan direksi ataupengurus;
7
4. Sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia;
5. Fotokopi bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk deposito
berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi
oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama dalam
proses pengajuan izin usaha;
6. Rencana kerja untuk 2 (dua) tahun pertama yang sekurang-
kurangnya memuat:
a. Rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan
untuk mewujudkan rencana dimaksud;
b. Proyeksi arus kas, neraca dan perhitungan laba/rugi bulanan
dimulai sejak Perusahaan Pembiayaan melakukan kegiatan
operasional;
7. Bukti kesiapan operasional antara lain berupa:
a. Daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. Bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa-menyewa
gedung kantor; contoh perjanjian pembiayaan yang akan
digunakan; dan
c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
8. Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak
Indonesia bagi perusahaan patungan;
9. Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
(P4MN). Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh Izin
Usaha wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Izin Usaha ditetapkan,
yang mana laporan atas pelaksanaan kegiatan tersebut
disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha tersebut. Apabila setelah
jangka waktu yang telah ditentukan, Perusahaan Pembiayaan tidak
melakukan kegiatan usaha, Menteri mencabut Izin Usaha
Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.
8
e) Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pembiayaan
9
a. Direksi;
b. Komisaris;
c. Kepala cabang.
Setiap pengurus dari suatu Perusahaan Pembiayaan
( direksi, komisaris, dan kepala cabang ) sekurang-
kurangnya memiliki persayaratan sebagai berikut :
a. Tidak tercatat dalam Daftar Kredit Macet di sektor
perbankan;
b. Tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sector
perbankan;
c. Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;
d. Setoran modal pemegang saham tidak berasal dari
pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering);
e. Salah satu direksi atau pengurus harus berpengalaman
operasional di bidang Perusahaan Pembiayaan atau
perbankan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; dan
f. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah
yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan
dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Direksi Perusahaan
Pembiayaan wajib menetap di Indonesia dan dilarang
melakukan perangkapan jabatan sebagai Direksi pada
Perusahaan Pembiayaan lain, namun diperkenankan
merangkap jabatan sebagai komisaris pada 1 (satu)
Perusahaan Pembiayaan lain. Sedangakan Komisaris
Perusahaan Pembiayaan, diperkenankan merangkap
jabatan menjadi komisaris sebanyak-banyaknya pada 3
(tiga) Perusahaan Pembiayaan.
f).Perizinan
10
- Permohonan untuk mendapatkan Izin Usaha diajukan
kepada Menteri.
- Persetujuan atau penolakan atas permohonan Izin Usaha
diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah
dokumen permohonan diterima secara lengkap.
g).Pembatasan
h).Pengawasan
C. PEMBIAYAAN KONSUMEN
11
atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur
untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung
dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi
atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas,
disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance
Company). Berdasarkan definisi pembiayaan konsumen di atas,
maka dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari
kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu :
a) Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif
pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.
b) Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah
barang kebutuhan konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-
barang kebutuhan rumah tangga , komputer, barang-barang
elektronika, dan lain-lain.
c) Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara angsuran/berkala,
biasanya dilakukan pembayaran setiap bulan dan di tagih langsung
kepada konsumen.
d) Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan
ketentuan.
D. DASAR HUKUM
12
- Keputusan Menteri Keuangan No 1251 tahun 1988 tentang
Lembaga Pembiayaan.
13
Lain halnya dengan bank yang memiliki nasabah atau customer,
sedangkan perusahaan anjak piutang hanya memiliki klien dalam hal ini
supplier. Selanjutnya, klien yang memiliki nasabah atau customer.
Mekanisme anjak piutang ini sebenamya diawali dari adanya transaksi
jual beli barang atau jasa yang pembayarannya secara kredit.
b). Kegiatan factoring hanya berupa suatu kegiatan jual beli atau
pengurusan piutang.
c). Piutang atau tagihan itu merupakan tagihan jangka pendek dan
berasal dari transaksi perdagangan, dan umumnya mempunyai ciri-ciri
di antaranya:
* Piutang yang terdiri dari seluruh tagihan berdasarkan faktur-faktur dari
perusahaan yang belum jatuh tempo;
* Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh
tempo;
* Piutang yang timbul dari suatu proses pengiriman barang.
14
a) Dasar Hukum Anjak Piutang
15
b) Jenis-jenis Anjak Piutang
b. Recourse factoring
c. Bull factoring
d. Matury factoring
e. Agency factoring
16
f. Invoice discouting
g. Undisclosed factoring
17
a) Dasar Hukum Leasing :
18
b) Pihak-pihak dalam Perjanjian Leasing
19
Pihak Supplier dapat berstatus perusahaan produsen barang
modal atau pihak penjual biasa. Ada juga jenis Leasing yang tidak
melibatkan Supplier, melainkan hubungan bilateral antara pihak
Lessor dengan pihak Lessee, misalnya dalam bentuk Sale and
Lease back.
c) Jenis-Jenis Leasing
20
c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan terdiri
dari biaya perolehan barang ditambah dengan biaya lain dan
keuntungan yang diinginkan Lessor.
d. Jangka waktu berlakunya kontrak relatif lebih panjang, dan
resiko biaya pemeliharaan dan biaya lain (kerusakan, pajak,
asuransi) atas barang modal ditanggu ng oleh Lessee.
e. Pada akhir masa kontrak, Lessee diberi hak opsi untuk
membeli barang modal sesuai nilai sisa, atau
mengembalikannya kepada Lessor, atau perpanjangan masa
kontrak dengan pembayaran yang lebih rendah dari
sebelumnya.
f. Selama jangka waktu kontrak, Lessor tidak boleh secara
sepihak mengakhiri kontrak Sewa Guna Usaha (Leasing)
atau mengakhiri pemakaian barang modal tersebut.
2. Operating Lease (Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi)
Operating Lease disebut juga Service Lease. Dalam jenis ini,
Lessor membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan
kepada Lessee. Berbeda dengan Finance Lease, jumlah seluruh
pembayaran Leasing berkala dalam Operating Lease tidak
mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan
karena Lessor mengharapkan keuntungan justru dari penjualan
barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa
kontrak Sewa Guna Usaha lainnya.
Dalam Leasing jenis ini, dibutuhkan keahlian khusus dari
Lessor untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal
yang sudah disewagunausahakan kembali.
Ciri-ciri dari Operating Lease adalah sebagai berikut :
a. Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek dari umur
ekonomis barang modal. Atas dasar perhitungan tersebut,
21
Lessor dapat memetik keuntungan dari hasil penjualan
setelah kontrak berakhir.
b. Barang modal yang menjadi objek Operating Lease,
biasanya barang yang mudah dijual.
c. Jumlah sewa secara berkala (angsuran) yang dibayar oleh
Lessee kepada Lessor lebih kecil daripada harga barang
ditambah keuntungan yang diharapakan Lessor(non full
payout).
d. Segala resiko ekonomi (kerusakan, pajak, asuransi,
pemeliharaan) atas barang modal ditanggung oleh Lessor.
e. Kontrak Operating Lease dapat dibatalkan secara sepihak
oleh Lessee dengan mengembalikan barang modal kepada
Lessor.
f. Setelah kontrak berakhir, Lessee wajib mengembalikan
barang modal tersebut kepada Lessor.
Bahwa selain kedua bentuk utama Leasing diatas, masih
terdapat bentukbentuknya dari Leasing, antara lain sebagai
berikut :
3. Sale and Lease Back ( Jual dan Sewa Kembali)
Dalam bentuk transaksi ini, Lessee membeli terlebih dahulu barang
modal atas namanya sendiri, kemudian barang modal tersebut dijual
kepada Lessor dan selanjutnya oleh Lessee disewa kembali dari Lessor
untuk digunakan kembali bagi keperluan usahanya daalam suatu bentuk
kontrak Leasing. Biasanya bentuk Sale and Lease Back ini mengambil
bentuk Financial Lease.
Sale and Lease Back mirip dengan hutang-piutang uang
dengan jaminan barang, dan pembayaran barang tersebut
dilakukan secara cicilan. Tujuan Lessee mengunakan bentuk ini
untuk memperoleh dana tambahan modal kerja, yang tadinya
ditanggulangi sendiri, lalu dialihkan melalui kontrak Leasing.
22
Bentuk ini banyak digunakan di Indonesia akibat masalah
kesulitan impor barang modal terutama mengenai perizinan, bea
masuk, pajak impor, yang banyak memakan biaya.
4. Direct Finance Lease (Sewa Guna Usaha Langsung)
Dalam bentuk transaksi ini, Lessor membeli barang modal
dan sekaligus menyewakannya kepada Lessee. Pembelian
tersebut dilakukan atas permintaan Lessee dan Lessee pula yang
menentukan spesifikasi barang modal, harga dan Suppliernya.
Dengan kata lain, Lessee berhubungan langsung dengan
Supplier dan Lessor membiayai kebutuhan barang modal tersebut
untuk kepentingan Lessee. Penyerahan barang langsung kepada
Lessee tidak melalui Lessor, tetapi pembayaran harga secara
angsuran langsung dilakukan kepada Lessor.
Jadi, tujuan Lessee adalah memperoleh barang modal
untuk perusahaannya dengan pembiayaan secara Leasing dari
Lessor.
5. Syndicated Lease (Sewa Guna Usaha Sindikasi)
Dalam bentuk transaksi, seorang Lessor tidak sanggup
membiayai sendiri keperluanbarang modal yang dibutuhkan Lessee
karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka beberapa Leasing
Companies mengadakan kerja sama membiayai barang modal
yang dibutuhkan Lessee. Dalam pelaksanaanya, salah satu
Leasing Company bertindak sebagai Coordinator of Laesing
Companies untuk menghadapi Lessee dan juga pihak Supplier.
6. Leveraged Lease
Leveraged Lease merupakan suatu jenis Financial Lease,
dengan mana pihak yang memberikan pembiayaan di samping
Lessor juga pihak ketiga.
Biasanya Leveraged Lease ini dilakukan terhadap barang-
barang yang mempunyai nilai tinggi, dimana pihak Lessor hanya
23
membiayai antara 20% sampai dengan 40% dari pembelian
barang, sedangkan selebihnya akan dibiayai oleh pihak ketiga,
yang merupakan hasil pinjaman Lessor dari pihak ketiga tersebut
dengan memakai kontrak Leasing yang bersangkutan sebagai
jaminan hutangnya. Pihak ketiga ini sering disebut dengan Credit
Provider atau Debt Participant. Biasanya dengan Leveraged Lease
ini terdapat juga seorang yang disebut manager. Yakni pihak yang
melaksanakan tender kepada Lessee, dan mengatur hubungan dan
negoisasi antara Lessor, Lessee dan Debt Participant.
7. Cross Border Lease
Cross Border Lease merupakan Leasing dengan mana pihak
Lessor dan pihak Lessee berada dalam dua negara yang berbeda.
8. Net Lease
Ini merupakan bentuk Financial Leasing, dimana Lessee
yang menanggung resiko dan bertanggungjawab atas
pemeliharaan barang dan membayar pajak dan asuransinya.
9. Net-net Lease
Ini juga merupakan bentuk Financial Leasing, dimana
Lessee tidak hanya menanggung resiko dan bertanggungjawab
atas pemeliharaan barang dan membayar pajak saja, bahkan
Lessee harus juga mengembalikan barang kepada Lessor dalam
kondisi dan nilai seperti pada saat mulainya perjanjian Leasing.
Sering juga dipakai istilah Non-Maintenance Lease baik
untuk Net Leasemaupun untuk Net-net Lease.
10. Full service Lease
Full service Lease disebut juga dengan Rental Lease atau
Gross Lease. Maksudnya adalah Leasing dengan mana pihak
Lessor bertanggungjawab atas pemeliharaan barang, membayar
asuransi dan pajak.
11. Big Ticket Lease
24
Ini merupakan Leasing untuk barang-barang mahal,
misalnya pesawat terbang dan dengan jangka waktu yang relatif
lama, misalnya 10 tahun.
12. Captive Leasing
Yang dimaksud dengan Captive Leasing adalah Leasing
yang ditawarkan oleh Lessor kepada langganan tertentu, yang
telah terlebih dahulu ada hubungannya dengan Lessor. Dalam hal
ini, biasanya yang menjadi barang objek Leasing adalah barang
yang merupakan merek dari Lessor itu sendiri.
13. Third Party Leasing
Transaksi bentuk ini merupakan kebalikan dari Captive
Leasing. Dalam trnasaksi ini, pihak Lessor bebas menawarkan
Leasing kepada siapa saja. Jadi, Lessor tidak harus mempunyai
hubungan terlebih dahulu dengan Lessee.
14. Wrap Lessee
Wrap Lease merupakan jenis Leasing, yang biasanya pihak
Lessor tidak mau mengambil resiko, sehingga jangka waktunya
lebih singkat dari biasanya.
Tetapi tentunya ini akan memberatkan Lessee, karena ia
akan membayar cicilan yang besar.
Oleh karena itu, pihak Lessor biasanya melease kembali
barang tersebut kepada investor yang mau menanggung resiko,
sehingga jangka waktu Leasing bagi Lessee menjadi lebih panjang,
sehingga cicilannya menjadi relatif kecil.
15. Straight Payable Lease, Seasonal Lease dan Return on
Invescment Lease
Pembagian kepada tiga jenis Leasing ini adalah jika
dipergunakan kriteria “cara pembayaran” terhadap cicilan harga
barang oleh Lessee kepada Lessor. Yang dimaksud dengan
Straight Payable Lease adalah Leasing yang cicilannya dibayar
25
Lessee kepada Lessor tiap bulannya dengan jumlah cicilan yang
selalu sama.
Sementara itu, yang dimaksud dengan Seasonal Lease
adalah Leasing yang metode pembayaran cicilannya oleh Lessee
kepada Lessor dilakukan setiap periode tertentu, miasalnya dibayar
tiap tiga bulan sekali.
Sedangkan yang dimaksud dengan Return on Invescment
Lease adalah suatu jenis Leasing dimana pembayaran cicilan oleh
Lessee kepada Lessorhanya terhadap angsuran bunganya saja.
Sementara hutang pokoknya baru dibayar setiap akhir tahun dari
keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan Lessee.
Menurut Mr. A.C. Goudsmit dan Mr. J.A.M.P. Keijser,
leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Leasing merupakan suatu pembiayaan, baik pada finance lease
maupun operating lease,
2. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan
benda yang di-lease tersebut,
3. Hak Milik benda yang di-lease ada pada lessor. Hal ini berdampak
penting di bidang akuntansi seperti penyusunan di bidang hukum
dalam hal pelaksanaan perjanjian leasing,
4. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang
digunakan dalam suatu perusahaan, yakni benda-benda yang
diperlukan dalam menjalankan perusahaan.jadi tidak saja mesin –
mesin yang hanya dapat digunakan untuk berproduksi akan tetapi
bisa juga untuk komputer, dan kendaraan bermotor.
G.Modal Ventura
26
Company) / Sebagai pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu
dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian
obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas
hasil usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko
yang tinggi, meskipun resiko yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura
mengharapkan suatu keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan
modalnya berupa capital gain atau deviden. Kapitalis ventura atau
dalam bahasa asing disebut venture capitalist (VC), adalah seorang
investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura, dan
Perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura disebut
Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) atau investee company. Dana
ventura ini mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang
tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan yang
memiliki resiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan standar
sebagai perusahaan terbuka ataupun guna memperoleh modal
pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat juga
mencakup pemberian bantuan manajerial dan teknikal. Kebanyakan
dana ventura ini adalah berasal dari sekelompok investor yang mapan
keuangannya, bank investasi, dan institusi keuangan lainnya yang
melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan
investasi tersebut. Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal
ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan
baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat operasionil yang
dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Sebagai
bentuk kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak
suara sebagai penentu arah kebijakan perusahaan sesuai dengan
jumlah saham yang dimilikinya.
27
a) Dasar Hukum Modal Ventura
28
2). Pengembangan suatu teknologi baru atau pengembangan
produk baru. Pembiayaan untuk usaha ini baru memperoleh
keuntungan dalam jangka panjang.
3). Pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan. Tujuan
pembiayaan dengan mengambilalihkan kepemilikan usaha
perusahaan lain lebih banyak diarahkan untuk mencari keuntungan.
4). Kemitraan dalam rangka pengentasan kemiskinan dengan
tujuan untuk membantu para pengusaha lemah yang kekurangan
modal , tetapi tidak punya jaminan materil sehingga sulit memperoleh
jaminan.
5). Ahli teknologi yang dilakukan ke perusahaan yang masih
menggunakan teknologi lama sehingga dapat meningkatkan
kapasitas produksi dan mutu produknya.
6). Membantu perusahaan yang sedang kekurangan likuiditas.
7). Membantu pendirian perusahaan baru dimana tingkat resiko
kerugiannya sangat besar.
29
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
30
Kegiatan lembaga pembiayaan:
31
DAFTAR PUSTAKA
32