Anda di halaman 1dari 14

Patanjala Vol. 4, No.

1, Mei 2012: 170-183 170

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN CIREBON


A Brief History of The Kingdom of Cirebon

Oleh Heru Erwantoro

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


Jln. Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung
Email: haninafina@gmail.com

Naskah Diterima: 27 Januari 2012 Naskah Disetujui: 29 Februari 2012

Abstrak
Adanya kecenderungan beberapa daerah yang dahulunya merupakan pusat kerajaan
untuk membentuk provinsi sendiri merupakan fenomena yang muncul di era reformasi. Di
Jawa Barat, setelah Banten memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat dan membentuk
Provinsi Banten, kini giliran Cirebon berkeinginan juga untuk memisahkan diri dan
membentuk provinsi tersendiri. Adanya fenomena untuk memisahkan diri itu tentu saja
menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan wilayah-wilayah yang dahulunya pernah menjadi
pusat kerajaan? Berbagai persoalan masa kini sesungguhnya dapat dimengerti dan dicarikan
solusinya melalui pendekatan ilmu sejarah. Begitu juga dengan fenomena keinginan Cirebon
untuk membentuk provinsi sendiri. Dari penelusuran sejarah dapatlah dikatakan bahwa
momentum reformasi dan otonomi daerah mendorong para elit Cirebon bernostalgia dengan
masa lalu. Romantisme akan masa keemasan Kerajaan Cirebon menjadi model ideal untuk
membangun wilayah Cirebon dan sekitarnya di masa yang akan datang. Memang pada masa
keemasan Kerajaan Cirebon, Cirebon mengalami perkembangan yang pesat dalam segala
bidang kehidupan.

Kata kunci: zaman keemasan, Cirebon, otonomi, provinsi.

Abstract

After reformation, some regions that were previously kingdoms claimed their status
for province. First, Banten in the Province of West Java has succeeded in doing it and
Cirebon is following to do the same. This is very interesting: claim for separation emerged
from regions that were previously great, independent kingdoms. What is really happening?
The author conducted history method to seek solution for this problem. The result shows that
the elites of Cirebon court want to revive old glory of their kingdom when it experieced many
great achievements in almost every areas of life. Those glorious time become model for them
to build future Cirebon. This romanticism has been driven by political situation, especially
reformation and regional autonomy.

Keywords: golden age, Cirebon, autonomy, province.

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


171 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

A. PENDAHULUAN misasi dan desentralisasi, yang menemukan


momentum, justifikasi, dan legalitasnya
Sejalan dengan semangat reformasi,
dalam era reformasi ini, pada pihak lain
Keraton Kasepuhan Cirebon menjadi pusat
menghendaki daerah memiliki indentitasnya
“penggodokan ide pembentukan Provinsi
sendiri (Gatra, 2 Desember 2002).
Cirebon”. Era reformasi yang ditindaklanjuti
Pada konteks itulah, munculnya
oleh otonomi daerah rupanya yang menjadi
kerinduan dan romantisme pada kerajaan
pendorong utama munculnya gagasan pem-
atau kesultanan dapat dipahami. Dalam
bentukan Propinsi Cirebon. Otonomi daerah
kerinduan dan romantisme itu, kerajaan
memacu para elit politik lokal untuk mema-
tidak hanya dianggap sebagai entitas politik,
cu pembangunan daerahnya. Pangeran Raja
indentitas daerah, dan suku bangsa di masa
Adipati Arief Natanegara, putra mahkota
lalu, akan tetapi juga dibayangkan dapat
Kasepuhan mengatakan:
memberikan alternatif kepemimpinan di
Banyak alasan di balik keinginan masa kini dan masa datang. Dengan demiki-
pembentukan Provinsi Cirebon ini. an, kerajaan dapat dijadikan identitas yang
Selain secara sejarah Cirebon memiliki landasan sosio-historis yang kuat
merupakan daerah otonom, wilayah sehingga viable untuk masa kini dan
ini punya potensi ekonomi tinggi. mendatang.
Kekayaan alam yang paling besar Lebih jauh ditegaskan oleh Azyu-
adalah cadangan minyak yang terse- mardi Azra bahwa kasus-kasus tertentu,
bar di sepanjang pantai Indramayu indentitas kerajaan di masa silam sebagian
dan Cirebon. Sebagai kota pelabuhan, besar memang tumpang tindih dengan
Cirebon juga jadi pintu gerbang arus etnisitas dan batas-batas wilayah provinsi.
perdagangan sangat penting. Setiap Provinsi Banten hampir identik dengan
bulan, sekitar 1.600 kontainer keluar etnisitas dan Kesultanan Banten; gagasan
untuk tujuan ekspor. Potensi ini pembentukan Provinsi Cirebon memiliki
belum digarap maksimal, Pemerintah landasan historisnya pada Kesultanan
Provinsi Jawa Barat seakan tak serius Cirebon. Begitulah gagasan pembentukan
menyentuh Cirebon. Denyut pemba- Provinsi Cirebon mengisyaratkan proses
ngunan lebih banyak terpusat di Ban- indentifikasi Provinsi Cirebon dengan
dung, kami kebagian apa? Sehingga Kerajaan Cirebon, terbukti selain menjadi
daerah yang mempunyai kekayaan pusat penggodokan ide pembentukan
yang melipah hanya jadi kantong ke- Provinsi Cirebon, juga dari wilayah yang
miskinan (Gatra, 2 Desember 2002). akan dimasukkan ke dalam Provinsi Cirebon
Di Jawa Barat, upaya pemisahan diri adalah daerah-daerah yang dahulunya
untuk membentuk provinsi baru sebelumnya termasuk ke dalam wilayah Kerajaan
telah dilakukan oleh elit Banten. Apakah Cirebon, seperti Kabupaten dan Kota
niat elit Cirebon untuk membentuk Provinsi Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Cirebon itu terinspirasi oleh elit Banten? Kuningan, dan Majalengka.
Atau memang ada kecenderungan daerah- Kerinduan dan romantisme pada
daerah yang dahulunya bekas pusat Kerajaan Cirebon mengisyaratkan bahwa
kerajaan, ingin berdiri secara otonom? ”ada sesuatu atau banyak hal pada masa
Mengapa ada kerinduan dan romantisme Kerajaan Cirebon yang dianggap baik”
pada kerajaan? sehingga kebaikan itu bila dilakukan lagi
Menurut Azyumardi Azra, munculnya akan dapat membantu mengatasi berbagai
kerinduan pada kerajaan atau kesultanan persoalan yang dialami pada masa kini.
dalam masyarakat daerah di Indonesia Kecenderungan seperti itu bukanlah
disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya dorongan yang bersifat emosional, tetapi
kemerosotan kepercayaan yang terus ber- sesuai dengan apa yang dikatakan oleh pakar
lanjut pada indentitas dan kepemimpinan sejarah dari Filipina, JRM Taylor berikut ini:
sentralistik dan monopolitik. Kedua, otono-

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012


Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 172

Para ahli sejarah sering memberi (Ekadjati, 1991: 103-104, Sulendraningrat,


nasihat peringatan, yaitu untuk mau 1984: 34-35).
melihat sejarah. Setelah melihat masa Dengan demikian, Sunan Gunung Jati
lampau akan nampak bahwa penger- merupakan “Pandita Ratu” karena selain
tian dan pemahaman kita tentang sebagai kepala pemerintahan (penguasa) ia
masa kini sebenarnya miskin. Berba- juga berperan sebagai Wali Sanga penyebar
gai aspek sejarah tersembunyi dari Islam. Sedangkan oleh kalangan tradisi
pandangan kita. Ini bisa bersumber setempat, ia disebut “Ingkang Sinuhun
dari atau dipertajam oleh proses Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep
misedukasi. Karena tidak mempunyai Penata Agama Awaliya Allah Kutubid
akses yang cukup terhadap fakta atau Zaman Kholipatur Rosulullah S.A.W.”
kebenaran sejarah, maka suatu sense (Sulendraningrat, 1985: 21, Ekajati, 1991:
of historis makin menipis (M. Dawam 37).
Rahardjo dalam Prisma, 8 Agustus Setelah menjadi penguasa langkah
1983, hal. 2). awal tindakan politik yang dijalankan oleh
Sunan Gunung Jati ialah menggalang
Dengan demikian, kerinduan dan ro-
kekuatan terlebih dahulu dengan Demak
mantisme itu bila ditindaklanjuti oleh pemi-
(Ambary, 1995: 13) dan kekuatan-kekuatan
kiran yang matang, terencana, dan sistematis
Islam lainnya serta melepaskan diri dari
merupakan upaya mengapresiasi terhadap
kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Sunan
hubungan kita dengan masa lampau yang se-
Gunung Jati menghentikan kewajiban
sungguhnya mengandung banyak arti dalam
memberi upeti tahunan berupa garam dan
menjelaskan berbagai persoalan masa kini.
terasi kepada Kerajaan Sunda Pajajaran.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian
Tindakan Sunan Gunung Jati itu membuat
sejarah ini bertujuan menelusuri sejarah
Raja Sunda Pajajaran marah dan kemudian
Kerajaan Cirebon dari awal berdirinya, masa
mengutus Tumenggung Jagabaya beserta 60
kejayaannya sampai masa kemundurannya.
orang pasukannya untuk mendesak supaya
Dari penelusuran itu diharapkan dapat
penguasa Cirebon menyerahkan upeti. Akan
meningkatkan pemahaman kita terhadap
tetapi setibanya di Cirebon, Tumenggung
masa lalu Kerajaan Cirebon.
Jagabaya beserta pasukannya tidak menja-
lankan perintah dari Raja Pajajaran, bahkan
B. HASIL DAN BAHASAN
“membelot” dan semuanya berkeinginan
1. Kerajaan Islam Cirebon masuk agama Islam. Mereka tidak kembali
Kurang lebih satu tahun, setelah lagi ke Pajajaran dan menetap di Cirebon
Sunan Gunung Jati menetap di Cirebon mengabdi kepada Sunan Gunung Jati
tepatnya pada tahun 1479 Masehi, Pangeran (Ekadjati, Sulendraningrat, 1984: 35; Atja
Cakrabuana selaku penguasa Cirebon dan Ayatrohaedi, 1986: 73).
menyerahkan tampuk pimpinan kepada Degan dihentikannya upeti kepada
Sunan Gunung Jati, keponakannya dan Kerajaan Sunda Pajajaran, itu merupakan
sekaligus sebagai menantunya. Penobatan pertanda bahwa Cirebon sejak dipegang oleh
Sunan Gunung Jati didukung oleh para Wali Sunan Gunung Jati melepaskan diri dari
Allah di Pulau Jawa yang dipimpin oleh Kerajaan Sunda Pajajaran. Selanjutnya,
Sunan Ampel. Sunan Gunung Jati oleh para dimulailah sebuah negara yang bebas dan
wali dianugrahi gelar sebagai penetep/panata merdeka serta berdaulat penuh atas rakyat
agama Islam di tanah Sunda dan sebagai dan wilayahnya.
Tumenggung Cirebon. Sejak itu tokoh-tokoh Upaya Sunan Gunung Jati untuk
Islam lainnya banyak yang menyerahkan melepaskan diri dari Kerajaan Sunda
pengikutnya kepada Sunan Gunung Jati. Pajajaran tidak mendapat halangan yang
Tokoh-tokoh Islam yang dimaksud tadi berarti. Hal itu dikarenakan adanya beberapa
antara lain adalah Syekh Datuk Khafi, Syekh penyebab, yaitu: Pertama, karena Kerajaan
Majagung, Syekh Siti Jenar, Syekh Magribi, Sunda Pajajaran sedang mengalami kemun-
Pangeran Kejaksan, dan para Ki Gedeng duran dan kekuatannya makin digerogoti
oleh penguasa-penguasa daerah yang ingin

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


173 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

melepaskan diri dari kekuasaannya, seperti Pajajaran. Kemudian, Maulana Hasanuddin


Raja Galuh, Talaga, dan Banten. Kedua, segera membentuk pemerintahan yang
membelotnya Tumenggung Jayabaya be- berkedudukan di Surosowan dekat Muara
serta pasukannya yang tergolong kuat, Cibanten (Djajadiningrat, 1983).
mengakibatkan terpukulnya hati Raja Pajaja- Tentu saja penyebaran Islam tidak
ran, sehingga konsentrasi kepada kerajaan hanya dilakukan terhadap Banten, ke wila-
terganggu. Ketiga, Sunan Gunung Jati yah lain pun dilakukan. Penyebaran Islam ke
masih keturunan Prabu Siliwangi, dan wilayah Priangan Timur antara lain ke
keempat, Raja Pajajaran, Sribaduga Maha- Galuh pada tahun 1528 dan ke Talaga pada
raja (Prabu Siliwangi) keburu meninggal tahun 1530. Memang upaya penyebaran
dunia (1521). agama Islam tidak semata-mata untuk me-
nyebarkan agama tetapi juga untuk mem-
2. Masa Pasang Kerajaan Cirebon perluas wilayah. Menurut Nina Herlina
Dengan berkuasanya Syarif Hida- Lubis (2003: 187) Kerajaan Cirebon terlibat
yatullah atau yang lebih dikenal dengan dalam serangkaian peperangan menghadapi
Sunan Gunung Jati di Cirebon pada tahun serangan-serangan dari para adipati bawahan
1479 M maka Cirebon menjadi Kesultanan Kerajaan Sunda Pajajaran yang ada di
Cirebon. Sunan Gunung Jati naik sebagai sekitar Cirebon, serta tiga kali mengalami
penguasa Cirebon setelah ia dilantik sebagai pertempuran besar, yaitu pertempuran mere-
Tumenggung Hidayatullah bin Maulana but pelabuhan Sunda Kalapa, pertempuran
Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan dengan Rajagaluh, dan pertempuran dengan
disambut oleh para wali tanah Jawa dengan Talaga.
memberikan gelar Panetep Panatagama Dalam pertempuran untuk merebut
Rasul di tanah Sunda atau Ingkang Sinuhun pelabuhan Sunda Kalapa, Sunan Gunung
Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Jati sebenarnya menerapkan strategi berupa
Panatagama Awlya Allah Kutubid zaman penyelarasan politik dengan ambisi politik
Khalifatur Rasulullah Saw. Ia memerintah yang dilakukan oleh Kesultanan Demak. Hal
dari Keraton Pakungwati. Status kesultanan yang demikian itu dapat dipahami karena
itu mencerminkan bahwa proses Islamisasi antara Cirebon dan Demak mempunyai
telah berlangsung lama di Cirebon. Hal yang hubungan kekerabatan yang erat. Upaya
demikian itu dapat dimengerti karena suatu penyelarasan itu terlihat dalam usaha
negara tidak mungkin menjadi sebuah penyebaran Islam ke arah barat, yaitu di
kesultanan jika penguasanya (raja dan sepanjang pesisir utara Jawa bagian barat.
jajarannya) dan rakyatnya belum memeluk Dari segi politik, kolaborasi itu terlihat jelas
agama Islam. ketika upaya penyebaran Islam itu dilakukan
Pada masa pemerintahan Sunan Gu- setelah Kesultanan Banten berdiri. Penye-
nung Jati (1479 – 1568) Kesultanan Cirebon rangan ke pelabuhan utama Kerajaan Sunda
mengalami perkembangan yang sangat Pajajaran yang terjadi pada tahun 1527
pesat. Pada masa itu, bidang keagamaan, dilakukan oleh tentara gabungan Demak,
politik, dan perdagangan sangat maju. Cirebon, dan Banten (Uka Tandrasasmita,
Pada masa Sunan Gunung Jati upaya 2009: 164).
Islamisasi sangat diintensifkan. Penyebaran Penguasaan Islam atas pelabuhan
Islam ke berbagai wilayah terus menerus Sunda Kalapa itu jelas sebagai upaya
dilaksanakan. Misalnya, pada tahun 1525- membendung pengaruh Portugis yang sudah
1526, dilakukan penyebaran Islam ke menduduki Malaka sejak tahun 1511.
Banten dengan cara menempatkan putra Dengan demikian, ketiga kesultanan itu
Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana dengan leluasa dapat menyingkirkan Por-
Hasanuddin. Banten berhasil dikuasai sete- tugis dari jalur lalu lintas perdagangan
lah Maulana Hasanuddin berhasil menum- internasional dan regional dari daerah
bangkan pemerintahan Pucuk Umum yang Maluku ke berbagai pelabuhan di sepanjang
berkedudukan di Banten Girang sebagai pesisir Jawa melalui Selat Sunda
penguasa Kadipaten dari Kerajaan Sunda (Tanjdrasasmita, 2001: 43 – 64).

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012


Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 174

Memang bila ditinjau lebih jauh pengembangan dakwah Islam ke seluruh


upaya menguasai pelabuhan Sunda Kalapa wilayah bawahannya di tanah Sunda dengan
mempunyai arti yang sangat penting. didukung oleh perekonomian yang menitik-
Bukankah perdagangan internasional yang beratkan pada perdagangan dengan berbagai
dilakukan oleh kesultanan-kesultanan di negara seperti Campa, Malaka, India, Cina,
Nusantara melalui Samudera Hindia ke dan Arab. Untuk menunjang misi pemerin-
negeri-negeri Timur Tengah, melalui Teluk tahannya itu, Sunan Gunung Jati mengisi
Aden sampai ke Afrika Timur, selalu personil jajaran pemerintahannya dengan
mendapat rintangan di lautan Hindia oleh para kerabatnya dan para ulama (Sunardjo,
Portugis sebagai mana yang dikatakan oleh 1983: 77-78).
Chauduri (1989), bahwa “kedatangan Pada masa pemerintahan Sunan
Portugis di Benua India secara tiba-tiba Gunung Jati, selain perluasan wilayah juga
mengakhiri sistem pelayaran yang damai dilakukan pembangunan sarana dan prasara-
yang menandai kawasan ini”. na umum (Herlina, et.al., 2003: 180–181).
Dengan dikuasainya pelabuhan Sunda Upaya pembangunan itu di antaranya: (1)
Kalapa, pengaruh Portugis dapat dihilang- Pada tahun 1483, keraton lama Dalem
kan. Dengan demikian, pelabuhan-pelabuh- Pakungwati yang dulu dibangun oleh
an di sepanjang pesisir utara Jawa seperti: Cakrabuwana diperluas dan ditambah
Gresik, Sedayu, Tuban, Jepara, Demak, dengan bangunan-bangunan pelengkap juga
Cirebon, Jakarta, dan Banten menjadi tembok keliling setinggi 2,5 meter dengan
pelabuhan yang ramai. Di pelabuhan- ketebalan 80 cm pada areal tanah seluas 20
pelabuhan itu banyak kelompok-kelompok hektar. Selanjutnya, untuk keamanan diba-
pedagang dari Arab, Timur Tengah, India, ngun tembok setinggi 2 meter mengelilingi
Tionghoa, dan dari negeri-negeri di Asia ibukota, meliputi areal seluas 50 hektar.
Tenggara. Tentu saja kondisi seperti itu Tembok keliling itu tentu saja dilengkapi
membuat Cirebon mengalami kemajuan dengan pintu gerbang, yang salah satu dari
yang pesat di bidang perdagangan. pintu gerbang itu diberi nama Lawang Gada;
Penyebaran agama Islam yang disertai (2) Pembangunan pangkalan perahu yang
motif memperluas wilayah tidak semuanya terletak di sebelah tenggara keraton di tepi
dilakukan melalui peperangan juga tidak Sungai Kriyan. Pangkalan perahu itu
hanya di arahkan ke wilayah pantai. Upaya dilengkapi dengan gapura yang disebut
Islamisasi juga dilakukan dengan cara damai Lawang Sanga, bengkel perahu, istal kuda
ke wilayah pedalaman seperti ke daerah kerajaan, dan pos-pos penjagaan; (3) Di
Babadan, Kuningan, Indramayu, dan pelabuhan Muara Jati dilakukan perbaikan
Karawang. Namun demikian, upaya itu tetap dan penyempurnaan bangunan-bangunan
saja tidak dapat dilepaskan dari motif untuk fasilitas pelayaran seperti mercu suar
ekonomi. Menurut Singgih Tri Sulistyo yang dulu dibuat oleh Ki Ageng Tapa
(1997: 82) upaya Islamisasi dilandasi motif dengan dibantu oleh orang-orang Cina. Di
untuk memperbesar posisi Cirebon di bidang pelabuhan ini dibangun pula bengkel untuk
perdagangan dan pelayaran dengan cara memperbaiki perahu berukuran besar yang
menguasai daerah pedalaman yang menjadi mengalami kerusakan dengan memanfaatkan
sumber penghasil komoditas perdagangan orang-orang Cina ahli pembuat Jung yang
seperti beras dan kayu, juga sekaligus dahulu dibawa oleh Laksamana Cheng Ho.
tempat mensuplai barang-barang dari luar. Pelabuhan Muara Jati pada masa itu
Adapun sistem politik yang merupakan pasar tempat transaksi perda-
dikembangkan oleh Sunan Gunung Jati gangan rempah-rempah, beras, hewan
didasarkan pada asas desentralisasi yang potong, dan tekstil. Oleh sebab itu, di sekitar
berpola kerajaan pesisir. Pelabuhan menjadi Muara Jati banyak pedagang asing
bagian yang sangat penting dengan bermukim seperti dari Cina dan Arab; (4)
pedalaman sebagai unsur penunjang yang Pembangunan sarana transportasi dilaksana-
vital. Strategi politik desentralisasi itu kan sebagai upaya mempercepat pertumbuh-
dilakukan dengan menerapkan program an ekonomi. Untuk itu dibangunlah sarana
pemerintahan yang bertumpu pada intensitas transportasi penunjang pelabuhan laut

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


175 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

berupa saluran transportasi melalui sungai dengan dakwah agama Islam sehingga
dan jalan darat. Mengenai jalan darat, aspek-aspek pemerintahan, pengendalian
pembangunan jalan besar dimulai dari alun- masyarakat, dan pengembangan agama
alun keraton Pakungwati ke pelabuhan menyatu menjadi bagian yang tidak
Muara Jati. Pembangunan jalan itu tujuan- terpisahkan (Herlina, et.al., 2003: 186).
nya agar para pedagang asing atau para Begitulah sistem pemerintahan di
utusan dari kerajaan lain yang masuk ke Kesultanan Cirebon. Artinya, dalam urusan
pelabuhan Muara Jati dapat secara mudah kenegaraan, pengembangan agama menda-
bertemu dengan Sunan Gunung Jati apabila pat prioritas yang utama. Penyebaran agama
mereka mau menghadap atau membicarakan Islam dilakukan di dalam dan di luar
sesuatu; (5) Untuk menjaga dan memelihara wilayah Cirebon, baik ke daerah pesisir
keamanan dibentuk pasukan keamanan yang maupun ke daerah pedalaman. Penyebaran
disebut Pasukan Jagabaya dengan jumlah agama Islam ke daerah pedalaman Tatar
dan kualitas yang memadai. Pasukan Sunda dilakukan melalui jalur: (a) Cirebon-
Jagabaya ini di tempatkan di pusat kerajaan Kuningan-Talaga-Ciamis, (b) Cirebon-
dan tentu saja di setiap wilayah yang sudah Kadipaten-Majalengka-Damaraja-Garut, (c)
dikuasai oleh Kesultanan Cirebon. Cirebon-Sumedang-Bandung, (d) Cirebon-
Sunan Gunung Jati yang menjadi raja Talaga-Sagalaherang-Cianjur, (e) Banten-
di Kesultanan Cirebon adalah seorang Jakarta-Bogor-Sukabumi, dan (f) Banten-
anggota Wali Songo. Dengan demikian, Banten Selatan-Bogor-Sukabumi.
segala aktivitasnya tentu saja tidak terlepas Sebagai manusia yang paripurna,
dari upaya menyebarkan agama Islam. Sunan Gunung Jati diyakini memiliki ilmu
Untuk itulah, pada tahun 1480, Sunan yang mumpuni baik di bidang agama
Gunung Jati mendirikan Masjid Agung Sang maupun di bidang kenegaraan, ekonomi,
Cipta Rasa yang terletak di samping kiri kemasyarakatan, kesehatan, keluarga, pendi-
keraton dan di sebelah barat alun-alun. dikan dan sebagainya. Di bidang agama,
Dalam membangun Masjid Agung Sang ilmunya meliputi ilmu fiqh, syari’ah,
Cipta Rasa itu, Sunan Gunung Jati dibantu tasawuf dan mistik. Di bidang kesehatan,
oleh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati berdakwah mengenai
Adapun yang menjadi arsitek dari masjid itu pengobatan herbal, yaitu penggunaan daun-
ialah Raden Sepat, mantan arsitek daunan dan akar-akaran untuk mengobati
Majapahit. Sunan Gunung Jati menjadikan penyakit. Selain itu, pengobatan batin yang
masjid sebagai pusat dakwah Islam, oleh semula diatasi dengan pengobatan spiritual,
karena itu di setiap wilayah bawahan firasat, jampi-jampi, dan mantra-mantra oleh
Cirebon dibangun masjid jami (Herlina, Sunan Gunung Jati diganti dengan memakai
dkk., 2003: 190). doa-doa Islam (Suryanegara, 1995: 75-94).
Sebagai pemimpin politik dan agama, Pada bidang kebudayaan, terlihat dari
Sunan Gunung Jati membentuk sistem dan gambaran simbol-simbol kosmis dan simbol
struktur kenegaraan yang didasarkan pada yang berasal dari ajaran agama Islam. Sim-
paham kekuasaan religius. Adapun esensi bol kosmis diwujudkan dalam bentuk
dari paham kekuasaan religius adalah payung sutera berwarna kuning dengan ke-
meletakan kekuasaan politik pada karakter pala naga. Payung itu melambangkan sema-
adiduniawi dan adimanusiawi (Suseno, ngat perlindungan dari raja kepada rakyat-
1994: 31-32). Menurut Moertono (1981: 26- nya. Adapun simbol-simbol yang berasal
27) sang pemimpin bukan lagi manusia dari ajaran Islam dibagi ke dalam empat
biasa tetapi manusia yang memiliki kemam- tingkatan, yaitu: (a) syariat, yang disimbol-
puan supranatural. Raja menjadi medium kan dengan wayang, adapun wayang itu
yang menghubungkan manusia (mikrokos- sendiri adalah perwujudan dari manusia
mos) dengan alam gaib (makro-kosmos). dengan dalangnya Allah, (b) tarekat yang
Dengan demikian, misi pemerintahan Sunan disimbolkan dengan barong, (c) hakekat
Gunung Jati bentuknya merupakan perpa- yang disimbolkan dengan topeng, dan (d)
duan antara sistem pengelolaan negara ma’rifat yang disimbolkan dengan ronggeng.

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012


Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 176

Keempat simbol itu, yakni wayang, barong, kedudukan Sunan Gunung Jati sebagai
topeng, dan ronggeng merupakan empat Panatagama (Siddque, 1977: 91).
jenis pertunjukan kese-nian masyarakat Sunardjo (1996: 38-40) merinci
Cirebon dan masyarakat Jawa pada umum- keberhasilan masa pemerintahan Sunan
nya (Siddique, 1977: 79-82). Gunung Jati sebagai berikut: (1) Wilayah
Simbol-simbol di atas senantiasa bawahan Kerajaan Cirebon sampai tahun
muncul dalam berbagai bentuk acara 1530 M sudah meliputi separuh dari
selamatan yang menjadi tradisi di bulan- Provinsi Jawa Barat (sekarang) dan Provinsi
bulan tertentu dan perayaan-perayaan hari Banten dengan jumlah penduduk pada saat
besar Islam yang berasal dari tradisi itu sekitar 600.000 orang yang sebagian
Walisongo, termasuk Sunan Gunung Jati, besar masih beragama nonIslam; (2)
seperti upacara sekaten sebagai perayaan Pelabuhan-pelabuhan penting di sepanjang
memperingati maulid Nabi Muhammad pantai utara Jawa Barat seluruhnya sudah
SAW, yang dilangsungkan di seluruh dapat dikuasai oleh Kerajaan Cirebon; (3)
kerajaan Islam Jawa. Perayaan sekaten ini Telah dilakukan pembangunan masjid jami
biasanya dipusatkan di alun-alun ibu kota di ibu kota dan di berbagai wilayah bawahan
kerajaan yang dapat dinikmati bersama Kerajaan Cirebon, serta langgar-langgar di
khalayak ramai pada umumnya. Perayaan berbagai pelabuhan; (4) Perluasan dan
sekaten itu sendiri dimulai tujuh hari pembangunan Keraton Pakungwati sehingga
sebelum tiba peringatan hari Maulid Nabi sesuai dengan fungsi dan posisinya sebagai
Muhammad SAW yang tepatnya jatuh pada bangunan utama pusat pemerintahan keraja-
tanggal 12 Rabi’ul Awal. Sekaten diakhiri an yang berdasarkan Islam; (5) Tembok
dengan upacara Garebeg, yaitu upacara yang keliling keraton berikut beberapa pintu
berpuncak pada siratun nabiy (pembacaan gerbang, pangkalan perahu kerajaan, pos-
riwayat Nabi Muhammad SAW) dan pos penjagaan keamanan, instal kuda
sedekah sultan, yaitu membagi-bagikan kerajaan, bangunan untuk kereta kebesaran
makanan hadiah dari sultan di Masjid kerajaan, pedati-pedati untuk pengangkutan
Agung. Acara ini dihadiri oleh sultan dan barang, dan sitinggil/pancaniti (bangunan
pembesar-pembesar kerajaan. Sekaten ini untuk pengadilan), serta alun-alun telah
satu-satunya upacara dan perayaan terbesar selesai dibangun dan diperindah; (6) Telah
karena pergelarannya merupakan upacara selesai dibangun tembok keliling ibu kota
memperingati hari lahir Nabi Muhammad meliputi areal seluas 50 hektar dilengkapi
SAW. Pada saat Garebeg itulah, adipati- dengan beberapa pintu gerbang dan pos
adipati, raja-raja muda, bupati-bupati, pem- jagabaya; (7) Telah selesai dibangun jalan
besar-pembesar wilayah kerajaan diterima besar utama menuju Pelabuhan Muarajati
menghadap sultan untuk menunjukkan sikap dan jalan-jalan di ibu kota serta jalan-jalan
hormat dan baktinya kepada sultan sembari yang menghubungkan ibu kota dengan
mangayu bagja pada hari yang mulia dan wilayah-wilayah bawahannya; (8) Pasukan
meriah itu (Saksono, 1995: 150-151). Jagabaya jumlahnya sudah cukup banyak,
Upacara peringatan maulid Nabi organisasinya sudah ditata dengan koman-
Muhammad SAW di Keraton Cirebon mulai dan tertingginya dipegang oleh seorang
diadakan dan dilaksanakan secara besar- tumenggung yang disebut Tumenggung
besaran ketika diadakan pengangkatan Jagabaya; (9) Dalam urusan penyelenggara-
Sunan Gunung Jati sebagai wali kutub pada an pemerintahan, baik di pusat kerajaan
tahun 1470 M. Perayaan itu di kalangan maupun di wilayah bawahan telah diatur
masyarakat Cirebon dikenal dengan iring- dalam tata aturan pemerintahan yang cukup
iringan panjang jimat (Herlina, et.al., 2003: rapi. Sunan Gunung Jati telah memberlaku-
184-185). Aktifitas perayaan keagamaan kan gelar-gelar jabatan.
Islami yang dilakukan oleh kerabat keraton
menunjukkan bahwa Sunan gunung Jati dan 3. Masa Surut Kerajaan Cirebon
keturunannya dalam struktur sosial Panggilan hati Sunan Gunung Jati
dimasukkan ke dalam anak bangsa kaum rupanya lebih cenderung pada upaya
santri sebagai legitimasi peran, fungsi, dan penyebaran agama Islam dari pada menjadi

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


177 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

raja. Oleh karena itu pada tahun 1528 urusan Kesultanan Cirebon. Demikian pula dengan
pemerintahan kesultanan ia serahkan kepada Kerajaan Banten. Pada masa itu Banten
Pangeran Pasarean, putra Sunan Gunung Jati masih tetap konsisten memandang Cirebon
dari Nyai Tepasari. Selanjutnya, Sunan sebagai sumber pertama eksistensi kesul-
Gunung Jati lebih mengkhususkan diri tanannya. Selain itu, terjalin hubungan yang
menyebarkan agama Islam ke daerah erat dengan Kerajaan Pajang dan juga
pedalaman (Ekadjati, 1991: 107-108). Tentu hubungan dagang dengan luar negeri
saja Pangeran Pasarean statusnya hanya berjalan lancar. Pelabuhan-pelabuhan seba-
mewakili saja, artinya belum menjadi raja, gai aset Kesultanan Cirebon yang amat
sebab Sunan Gunung Jati masih hidup dan penting terjaga keamanannya sehingga
belum menyerahkan statusnya. Dengan kapal-kapal dagang asing makin banyak
posisinya itu, jelaslah bahwa Pangeran yang singgah untuk melakukan transaksi
Pasarean telah dipromosikan oleh Sunan dengan masyarakat Cirebon (Sunardjo,
Gunung Jati sebagai calon penggantinya 1996: 44).
dikemudian hari. Akan tetapi, meskipun ia Namun demikian, pada masa Panem-
telah mewakili Sunan Gunung Jati selama bahan Ratu I Kesultanan Cirebon tidak lagi
18 tahun, ia tidak sempat mewarisi tahta melebarkan wilayahnya ke daerah-daerah
kerajaan karena ia keburu meninggal dunia lain, karena pada waktu itu posisi Cirebon
di Demak pada tahun 1546. Urusan terjepit di antara dua kerajaan besar, yaitu
pemerintahan kemudian diwakili oleh Banten di barat dan Mataram di timur.
Fadhillah Khan, menantu Sunan Gunung Sebenarnya Cirebon bisa saja diruntuhkan
Jati (Ekadjati, 1991: 64). baik oleh Banten maupun oleh Mataram
Setelah Pangeran Pasarean me- mengingat kekuatan angkatan bersenjata
ninggal dunia, selanjutnya yang dipromo- Banten atau Mataram lebih kuat dari
sikan untuk menggantikan Sunan Gunung Cirebon. Akan tetapi kedua kerajaan terse-
Jati ialah Pangeran Sawarga, putra Pangeran but masih menghormati Cirebon. Banten
Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Ia telah menghormati Cirebon sebagai tahta leluhur-
menduduki jabatan penting dalam birokrasi nya, yaitu Sunun Gunung Jati, sedangkan
Kesultanan Cirebon sehingga namanya Mataram memandang Cirebon sebagai guru
berubah menjadi Pangeran Dipati Carbon. dan keramat (Ekadjati, 1991).
Akan tetapi ia meninggal dunia terlebih Bukan mustahil Cirebon, yang selalu
dahulu, yaitu pada tahun 1565 (Ekadjati, bersahabat dengan Mataram, dalam banyak
1991: 88). hal menjadi teladan bagi Mataram. Mungkin
Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati Sitiinggil yang terdapat di Keraton Cirebon
meninggal dunia, roda pemerintahan Kesul- pada tahun 1625 ditiru oleh Susuhunan
tanan Cirebon tetap dijalankan oleh untuk keratonnya dan mungkin pula makam
Fadhillah Khan sampai ia meninggal pada keramat Sunan Gunung Jati dipakai sebagai
tahun 1570. Setelah itu, yang naik tahta contoh untuk makamnya di Wonogiri.
adalah cicit Sunan Gunung Jati yang Ketika Sidang Raya Kerajaan Mataram
bernama Pangeran Emas putra Pangeran berlangsung pada tahun 1636, rupanya
Swarga Dipati Carbon dari perkawinan Panembahan Ratu yang dituakan dan dihor-
dengan Nhay Mas Ratu Wanawati Raras, mati diundang untuk datang ke Mataram
putri Fadhillah Khan. dengan maksud untuk memperbesar kewi-
Pangeran Emas kemudian bergelar bawaan Susuhunan (De Graaf, 1986: 292).
Panembahan Ratu I, ia memerintah Kesul- Pada masa Panembahan Ratu I
tanan Cirebon selama 79 tahun, yaitu dari ternyata Cirebon lebih dekat ke Mataram
tahun 1570 sampai 1649 M. Pada masa daripada ke Banten. Sebagai contoh Putri
Panembahan Ratu I di Cirebon tidak terjadi Ratu Ayu Sakluh yang merupakan kakak
masalah apapun. Hal yang demikian itu perempuan Panembahan Ratu I menikah
terjadi karena kondisi Cirebon pada masa itu dengan Sultan Agung Mataram. Dari
sangat kondusif. Kerajaan Sunda sudah tidak pernikahan itu, Sultan Agung berputra
menjadi ancaman lagi bagi eksistensi Susuhunan Amangkurat I. Kelak salah

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012


Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 178

seorang putri Susuhunan Amangkurat I undangan tersebut. Ia bersama kedua


bersuamikan Panembahan Girilaya dari putranya, yaitu Pangeran Martawijaya dan
Cirebon (Atja dan Ajatrohaedi, 1986: 22; Pangeran Kartawijaya datang ke Mataram.
Atja, 1986: 72 dalam Edi S. Ekadjati, 1991: Sesampainya di Mataram dan setelah
112; Tjandrasasmita, 1995: 144). Selain itu, upacara penghormatan itu selesai, Panem-
menurut F. Dee Haan (1912: 38), juga bahan Ratu II beserta kedua anaknya tidak
ditandai dengan dibangunnya kuta (dinding) diperbolehkan pulang ke Cirebon. Rupanya
yang mengitari keraton Pakungwati. Kuta undangan itu tidak semata dimaksudkan
yang mengelilingi keraton Cirebon itu sebagai penghormatan tetapi juga sebagai
dibangun kurang lebih pada 1590 yang pertanggungjawaban Panembahan Ratu II
pembangunannya merupakan persembahan yang gagal melaksanakan misi Mataram. Di
Senapati Mataram terhadap Panembahan Mataram Panembahan Ratu II dengan kedua
Ratu I Cirebon. putranya menjadi tahanan politik meskipun
Sepeninggalnya Panembahan Ratu I demikian Panembahan Ratu II tetap diakui
pada 1649, kedudukannya sebagai kepala sebagai Raja Cirebon. Mereka tinggal di
pemerintahan Cirebon digantikan oleh kompleks perumahan bangsawan Mataram
cucunya yang bernama Pangeran Putra atau dan diperlakukan secara baik (Herlina, et.
disebut juga Raden Rasmi dan bergelar al., 2003: 196).
Panembahan Adiningkusuma atau bergelar Menurut Burger (1962: 59) tindakan
Panembahan Ratu II, setelah meninggal itu merupakan kebijakan politik pemerin-
dunia, ia lebih dikenal dengan Panembahan tahan Susuhunan Amangkurat I terhadap
Girilaya, karena dimakamkan di sebuah penguasa-penguasa pesisir. Mataram di
bukit yang bernama Girilaya, yang letaknya bawah Susuhunan Amangkurat I berusaha
di sebelah timur Wonogiri, Jogjakarta mencurahkan seluruh tenaga untuk dapat
(Tedjasubrata, 1966 : 112). mengendalikan penguasa-penguasa di
Pada masa pemerintahan Panembahan daerah pesisir guna kepentingannya. Cara
Ratu II, Cirebon mulai mengalami masalah yang dipergunakan oleh Mataram itu adalah
dalam bidang politik. Raja Mataram yaitu dengan jalan menjadikan penguasa-penguasa
Amangkurat I yang juga mertuanya meminta pesisir sebagai abdi istana. Hal itu,
agar Panembahan Ratu II membujuk Banten dimaksudkan agar penguasa daerah pesisir
untuk bersahabat dengan Mataram dan mau yang cenderung bersikap terbuka terhadap
menghentikan serangannya terhadap Belan- pengaruh luar menjadi kurang membahaya-
da. Panembahan Ratu II mau tidak mau kan dan sekaligus kekuasaan mereka bisa
menuruti kemauan Amangkurat I. Ia diawasi lebih ketat.
beberapa kali berkunjung ke Banten untuk Selama Panembahan Ratu II dan
membujuk sultan Ageng Tirtayasa agar mau kedua puteranya berada di Mataram,
bergabung dengan Mataram dan menghenti- pemerintahan sehari-hari di Cirebon dipe-
kan serangan ke Belanda, tetapi usahanya itu gang oleh putra ketiganya, yaitu Pangeran
gagal. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa Wangsakerta yang tidak ikut serta ke
mengajaknya untuk bergabung dengan Mataram. Dalam menjalankan roda pemerin-
Banten daripada dengan Mataram. Sultan tahannya, Pangeran Wangsakerta selalu
Ageng Tirtayasa juga memperingatkan diawasi secara ketat oleh orang-orang
bahwa Mataram dapat mengancam kedaulat- Mataram yang ditugaskan oleh Susuhunan
an Cirebon (Sunardjo, 1996: 53-54). Amangkurat I. Hal yang demikian itu jelas
Kegagalan Panembahan Ratu II di menunjukkan bahwa Cirebon sudah kehi-
dalam membujuk Banten membawa akibat langan kedaulatannya. Apa yang pernah
yang fatal. Amangkurat I merasa kecewa dikatakan oleh Sultan Ageng Tirtayasa
dan menganggap Panembahan Ratu II telah kepada Panembahan Ratu II bahwa Mataram
bersekutu dengan Banten. Karena itulah dapat mengancam kedaulatan Cirebon
pada tahun 1662 Amangkurat I mengundang menjadi kenyataan.
Panembahan Ratu II ke Mataram untuk Selama bertahun-tahun mereka ting-
menghadiri upacara penghormatan. Tentu gal di Mataram, sampai akhirnya pada
saja Panembahan Ratu II tidak bisa menolak tahun 1667 Panembahan Ratu II meninggal

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


179 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

dunia dan dimakamkan di Girilaya. Sejak Cirebon. Adapun Sultan Cerbon (Panem-
saat itu Panembahan Ratu II sering disebut bahan Cirebon) untuk sementara waktu
dengan nama Panembahan Girilaya. Sepuluh tinggal bersama-sama dengan Sultan Sepuh
tahun kemudian yaitu sekitar tahun 1677, di kompleks Keraton Pakungwati (Sunardjo,
Raden Trunojoyo mengadakan serangan 1983: 153).
besar- besaran terhadap keraton Mataram. Sejak saat itu pula pemakaian gelar di
Serangan itu bukan saja berhasil menduduki Cirebon berubah, yaitu dari panembahan
ibukota Mataram, melainkan juga dapat menjadi sultan. Pangeran Martawijaya
membebaskan kedua Pangeran Cirebon, memakai gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi
yaitu Pangeran Martawidjaja dan Pangeran Muhammad Samsudin (1677-1703) dan
Kertawidjaja dari cengkraman Sunan Pangeran Kartawijaya memakai gelar Sultan
Amangkurat I. Selanjutnya kedua Pangeran Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin
Cirebon itu dibawa oleh pasukan Raden (1677-1723). Gelar Sultan itu diberikan oleh
Trunojoyo ke Kediri. Dari Kediri kedua Sultan Ageng Tirtayasa ketika ia melantik
Pangeran tersebut diambil oleh utusan kedua Pangeran Cirebon itu di ibu kota
Sultan Ageng Tirtayasa ke Banten (Ekadjati, Banten. Sebagai Sultan, kedua pangeran dari
1991: 115-116; Sunardjo, 1983: 139; Atja, Cirebon itu mempunyai kekuasaan penuh
1988: 10). atas wilayah dan rakyatnya dan juga
Di Banten Sultan Ageng Tirtayasa memiliki keraton masing-masing. Namun
mengangkat kedua pangeran itu sebagai demikian, Sultan Ageng Tirtaysa tidak
sultan Cirebon dan menetapkan wilayah dan mengangkat anak laki-laki ketiga dari
rakyatnya masing-masing. Pangeran Marta- Panembahan Ratu II, yang bernama
wijaya menjadi Sultan Sepuh dan Pangeran Pangeran Wangsakerta sebagai sultan. Ia
Kartawijaya menjadi Sultan Anom. hanya diangkat sebagai Panembahan Cire-
Sedangkan Pangeran Wangsakerta diangkat bon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil
menjadi Panembahan Cirebon tetapi tanpa Muhammad Nasarudin atau Panembahan
memiliki wilayah kekuasaan dan keraton Tohpati (1677-1713). Dengan demikian, ia
secara formal (Ekadjati, 1991: 93). tidak memiliki wilayah kekuasaan dan
Menurut catatan Brandes (1911: 24), keraton sendiri. Tempat tinggalnya hanya
mereka kembali ke Cirebon, tahun 1678. berupa rumah besar biasa yang terletak di
Dengan pengakuan Sultan Ageng Tirtayasa, sebelah Timur Keraton Pakungwati
maka Pangeran Martawidjaja (Pangeran (Subagja, 1990: 54-55).
Samsudin) menjadi Sultan Sepuh/Kasepuhan Dengan terbaginya Cirebon menjadi
yang pertama, Pangeran Kertawidjaja dua kesultanan yang sederajat dan satu
(Pangeran Badrudi/Komarudin) menjadi panembahan, sulit bagi Cirebon untuk
Sultan Anom/Kanoman yang pertama, mengembalikan lagi kebesaran dan kewi-
sedangkan Pangeran Wangsakerta (Raden bawaan yang pernah diraih semasa Cirebon
Godang) menjadi Panembahan Cirebon yang dipegang oleh Sunan Gunung Jati. Ketiga
pertama/Sultan Cirebon (Atja, 1988: 10-11). orang itu mempunyai konsep yang berbeda.
Keputusan Sultan Ageng Tirtayasa menye- Sehingga muncullah persaingan bahkan
babkan Cirebon terbagi menjadi tiga bagian konflik di antara ketiganya. Untuk mere-
dan mulai saat itu Cirebon berada di bawah dakan persaingan yang keras itu, semua
pengaruh dominasi Banten. pihak meminta bantuan Kompeni Belanda
Sultan Sepuh (Pangeran Samsudin) untuk menyelesaikannya (Herlina, et.al.,
kemudian menempati Keraton Pakungwati 2003: 197).
sebagai keratonnya (sekarang letaknya di Kondisi semacam itu tentu saja
sebelah timur Keraton Kasepuhan). Sultan dimanfaatkan oleh Kompeni Belanda untuk
Anom (Pangeran Badrudin) menempati menanamkan kekuasaannya di Cirebon.
bekas rumah pertama Pangeran Cakrabuana Kompeni Belanda menyambut baik permin-
untuk dijadikan keratonnya. Tempat itu taan dari pihak Cirebon untuk bertindak
sekarang termasuk ke dalam wilayah sebagai penengah yang dapat menyelesaikan
kelurahan Lemah Wungkuk Kotamadya konflik di kalangan elit Cirebon, sambil

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012


Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 180

mencari peluang untuk mengambilalih penguasa Cirebon menerima dan mengakui


kekuasaan di Cirebon. pengaruh kekuasaan Kompeni Belanda.
Sejak saat itu maka dimulailah suatu Begitulah perkembangan politik di
era perjanjian, berbagai perjanjian diadakan Cirebon. Keadaan Cirebon makin parah dan
oleh pihak Kompeni Belanda dengan kedok penguasa-penguasa Cirebon sudah tidak bisa
mendamaikan para elit Cirebon tetapi berbuat banyak. Secara politis, Cirebon
dibalik itu semua diprogramkan upaya berada di bawah perlindungan kekuasaan
merebut kekuasan secara bertahap namun Kompeni Belanda. Kondisi itu semakin
pasti. Pada tanggal 4 Desember 1685, 8 rumit setelah Sultan Sepuh I meninggal
September 1688, dan 4 Agustus 1699 dunia (1697). Harta benda kasepuhan dibagi
dilakukan perjanjian kesepakatan di antara dua kepada Pangeran Dipati dan Pangeran
penguasa Cirebon disaksikan oleh para Aria Adiwidjaja, namun mengenai siapa
pejabat Kompeni Belanda. Dalam teks penguasa yang paling utama di Cirebon,
perjanjian itu dinyatakan bahwa Gubernur kembali menimbulkan pertentangan yang
Jenderal Kompeni dan Raad van sengit sehingga mengundang kembali pihak
Nederlandsch Indie bertindak sebagai kompeni untuk menjadi penengah lagi.
pemrakarsa dan pelindung Kesultanan Pengaruh Kompeni sangat terlihat
Cirebon dengan perantaraan masing-masing dalam kontrak tertanggal 4 Agustus 1699
Kapten Francois Tack, Johanes de Hartog, yang antara lain menetapkan bahwa Sultan
dan Komisaris Kompeni Cirebon. Adapun Anom 1 menempati derajat pertama,
perjanjian tahun 1688 dan 1699 ditujukan Panembahan Cirebon menempati derajat
secara tersurat untuk memperbaiki hubungan kedua, dan kedua putera Sultan Sepuh 1,
persaudaraan di antara tiga keluarga Keraton yaitu Pangeran Dipati Anom dan Pangeran
Cirebon. Dalam naskah perjanjian dinyata- Aria Adiwidjaja menempati derajat ketiga
kan secara tersurat tentang derajat dalam urusan kepemerintahan di kesultanan
kedudukan di antara ketiganya. Sultan Cirebon (Ekadjati, 1991: 123). Dengan
Sepuh berada pada posisi paling atas, demikian, di Cirebon ada empat raja.
kemudian Sultan Anom pada posisi kedua, Kemudian pada tahun 1773 jumlahnya
dan Panembahan Cirebon pada posisi ketiga. berkurang menjadi tiga orang raja setelah
Urutan kedudukan itu tentu saja berlaku Panembahan Cirebon meninggal dunia.
terhadap putra mahkota masing-masing Karena Panembahan Cirebon tidak ber-
(Ekadjati, 1991: 81-82). putera maka peninggalannya dibagi dua,
Selain mengatur masalah derajat yaitu kepada Sultan Sepuh dan Sultan Anom
kedudukan para sultan, perjanjian itu juga (Veth, 1878: 453; Hageman, 1852: 246).
mengatur tentang banyak hal, yaitu: (1) yang Melalui berbagai perjanjian lambat
berhubungan dengan jalannya pemerintahan, laun Cirebon jatuh ke tangan Kompeni
seperti; pengeluaran pemerintah, pembagian Belanda dan pada tahun 1681 Kompeni
hasil dari pelabuhan, penerimaan dan Belanda berhasil menanamkan dominasinya
jawaban surat, penerimaan dan penyampaian secara penuh. Hal yang demikian itu dapat
pesan kepada utusan dari negara lain, dan dilihat dari perjanjian antara Cirebon dengan
pelaksanaan upacara rutin di alun-alun; (2) Kompeni Belanda tanggal 7 Januari 1681.
yang berhubungan dengan rakyat, seperti; Adapun isi penjanjian itu adalah: (1)
pembuatan kampung, pembuatan jalan, Kompeni memperoleh hak monopoli impor
pembuatan dan perbaikan pengairan, pakaian, kapas, dan opium. Semuanya itu
pengadilan, pembuatan stempel, perselisihan bebas dari bea impor, padahal sebelumnya
para pedagang, pembagian pendapatan dan keraton mengenakan bea impor sebesar 2%
hasil tanah, pengolahan Bandar pelabuhan, dari nilai barang; (2) Kompeni memperoleh
pengangkatan dan pemberhentian pejabat hak monopoli ekspor komoditas seperti lada,
kerajaan, dan penetapan putra mahkota, kayu, gula, beras, dan produk-produk lain
yaitu Pangeran Dipati anom dan Pangeran yang dikehendaki oleh Kompeni; (3)
Ratu (Ekadjati, 1991: 81-82). Dari berbagai Tanaman lada yang diusahakan di Cirebon
penjanjian itu secara tidak langsung para diatur oleh Kompeni dan Kompeni juga
yang menentukan harganya; (4) Pelayaran

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


181 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

pribumi harus mendapatkan lisensi dari wali, ia mempunyai ilmu agama yang
VOC dan sangat dibatasi. Tidak semua kapal mumpuni dan berahlak mulia sehingga
boleh masuk, kecuali atas ijin dari VOC sangat terhormat di mata umatnya. Sebagai
(Herlina, et.al., 2003: 201). seorang raja, ia mempunyai keturunan
Dari isi perjanjian tersebut jelaslah bangsawan baik dari garis ayah maupun dari
bahwa secara politis maupun militer, garis ibu, sehingga ia memiliki legitimasi
Cirebon telah berada di bawah dominasi yang kuat.
Kompeni Belanda. Kota Cirebon berada di Selama kepemimpinannya (1479-
bawah kontrol Kompeni Belanda. Adapun 1568 M), Kerajaan Cirebon mengalami
para penguasa Kesultanan Cirebon pada masa keemasannya. Alasan mengapa pada
kondisi semacam itu hanyalah berperan masa kepemimpinannya disebut zaman
sebagai perantara antara kompeni dengan keemasan bagi Kerajaan Cirebon karena
masyarakat pedesaan di pedalaman. Namun alasan berikut ini: (1) Pada masa itulah yang
demikian, rupanya pihak kompeni masih pada awalnya status Cirebon sebagai
belum puas juga dengan keadaan itu, karena bawahan Kerajaan Sunda berubah menjadi
pihak keraton ternyata masih mempunyai negara yang merdeka; (2) Syarif Hida-
kekuatan ekonomis agraris. Untuk itulah yatullah (yang setelah meninggal disebut
pihak kompeni pun akhirnya berhubungan sebagai Sunan Gunung Jati) berhasil
langsung dengan masyarakat sehingga pihak melebarkan wilayah kekuasaannya meliputi
Keraton Cirebon kehilangan sumber daya separuh Jawa Barat dan Banten (sekarang)
ekonominya. dengan rakyat kurang lebih berjumlah
Dengan demikian, sumber ekonomi 600.000 jiwa; (3) Berhasil mengislamkan
Kesultanan Cirebon baik di pelabuhan penduduk yang berada di wilayah
maupun di pedalaman dikuasai sepenuhnya kerajaannya; (4) Melaksanakan pembangun-
oleh pihak kompeni. Benteng VOC menjadi an baik infra struktur maupun supra struktur
pusat perdagangan sedangkan keraton ber- dalam berbagai bidang kehidupan. Antara
henti dari aktifitas perdagangan. Keraton lain, berhasil menguasai pelabuhan-
akhirnya hanya bisa melakukan aktifitas di pelabuhan penting di pantai Utara Jawa
bidang kesenian, kerohanian, gaya hidup, Barat sekaligus membangunnya, memba-
dan upacara-upacara keraton yang adilu- ngun keraton, membuat jalan untuk
hung. Cirebon terpuruk dan akhirnya, pada memperlancar mobilitas dan mempercepat
tahun 1809, Gubernur Jenderal Daendels pertumbuhan perekonomian, membentuk
menghapus kekuasaan para Sultan Cirebon pasukan keamanan yang kuat, menyeleng-
(Herlina, et.al., 2003: 201-203). garakan sistem pemerintahan yang baik,
mendirikan masjid di seluruh wilayah
C. PENUTUP kekuasaannya, dan mengadakan hubungan
luar negeri yang bersahabat.
Kesultanan Cirebon didirikan oleh
Lewat berbagai langkah yang
Syarif Hidayatullah pada tahun 1479 M.
dilakukan oleh Sunan Gunung Jati,
Syarif Hidayatullah yang naik ke panggung
Kesultanan Cirebon mengalami kemajuan
kekuasaan dengan gelar Tumenggung Syarif
yang pesat di berbagai bidang sehingga
Hidayatullah bin Maulana Muhammad
Kesultanan Cirebon tumbuh menjadi negara
Syarif Abdullah disambut oleh para wali
yang kuat. Kesultanan Cirebon menjadi
tanah Jawa dengan memberi gelar Panetep
negara yang disegani oleh negara-negara
Panatagama Rasul di Tanah Sunda atau
lainnya. Adapun setelah Sunan Gunung Jati
Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati
meninggal dunia secara perlahan Kesultanan
Purba Panetep Panatagama Awlya Allah
Cirebon mengalami kemunduran bahkan
Kutubid zaman Khalifatur Rasulullah, sudah
keruntuhan. Namun demikian, nama Sunan
memberikan indikasi dari awal bahwa dia
Gunung Jati masih dihormati dan diidolakan
seorang pemimpin yang istimewa.
sampai zaman sekarang.
Istimewa karena ia seorang wali yang
sekaligus juga seorang raja. Sebagai seorang

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012


Patanjala Vol. 4, No. 1, Mei 2012: 170-183 182

DAFTAR SUMBER Lubis, Nina Herlina, et.al. 2003.


Adeng, et. al., 1998. Sejarah Tatar Sunda. Jilid I.
Kota Dagang Cirebon sebagai Bandung: Pusat Penelitian
Bandar Jalur Sutra. Jakarta: Kemasyarakatan dan Kebudayaan
Lembaga Penelitian Universitas
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Padjadjaran dan Masyarakat
Sejarawan Indonesia Cabang Jawa
Barat.
Atja. 1972.
Tjarita Purwaka Tjaruban
Johan, Irma M. 1995/1996.
Nagari. Jakarata: Ikatan Karyawan
Penelitian Sejarah Kebudayaan
Museum.
Cirebon dan Sekitarnya Antara
_______, 1986.
Abad XV- XIX: Tinjauan
Carita Purwaka Caruban Nagari;
Bibliografi. Makalah Diskusi
Karya Sastra sebagai Sumber
Cirebon Sebagai Bandar Jalur
Pengetahuan Sejarah. Bandung:
Sutera. Jakarta: Departemen
Proyek Pengembangan
Pendidikan dan Kebudayaan
Permuseuman Jawa Barat.
Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek IDS.
_______, 1988.
Menjelang Penetapan Hari Jadi
Lasmiyati, 1995.
Pemerintahan Kabupaten Cirebon.
Sejarah Keraton Kasepuhan di
Cirebon: Pemerintah Kabupaten
Kotamadya Cirebon. Bandung:
Daerah Tingkat II Cirebon.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal
_______, dan Edi Ekajati. 1989.
Kebudayaan, Balai Kajian
Pustaka Rajya- rajya I Bhumi
Jarahnitra, Bandung.
NusantaraI. I. Suntingan Naskah
dan Terjemahan. Bandung: Bagian
Rafles, Thomas S., 1817.
Proyek Penelitian dan Pengkajian
The History of Java Vol. II.
Kebudayaan Sunda.
London.
Ekadjati, S. Edi. 1991.
Salana. 1978.
Sejarah Perkembangan
Sejarah Cirebon I (Stensilan).
Pemerintahan Provinsi Daerah
Tingkat I Jawa Barat. Bandung:
Sudjana, T.D. 1995/1996,
Pemerintah Provinsi Daerah
Pelabuhan Cirebon Dahulu dan
Tingkat I Jawa Barat.
Sekarang. Makalah Diskusi
Cirebon Sebagai Bandar Jalur
_______, 1978.
Sutera. Jakarta: Departemen
Babad Cirebon Edisi Brandes
Tinjauan Sastra dan Sejarah. Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Sejarah dan Nilai
Bandung: Fakultas Sastra,
Tradisional, Proyek IDSN.
Universitas Padjadjaran.

Hermana. 1994/1995. Sulendraningrat, P.S. 1968.


Pola Kehidupan Santri di Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli.
Pesanttren Jagasatru Kotamadya Tjetakan ke-2. Tjirebon: Pustaka.
Cirebon. Bandung: Departemen
_______, 1975.
Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sejarah Cirebon dan Silsilah
Balai Kajian Jarahnittra. Sunan Gunung Jati Maulana
Syarif Hidayatullah. Cirebon:

2012 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung


183 Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon… (Heru Erwantoro)

Lembaga Kebudayaan Wilayah III Bagian III- IV. Tjirebon: Tanpa


Cirebon. Penerbit.

Sunardjo, RH Unang. Tanpa Tahun. Tjandrasasmita, Uka. 1976.


Meninjau Sepintas Panggung Masuknya Islam ke Indonesia dan
Sejarah Pemerintah Kerajaan Tumbuhnya Kota-kota Pesisir
Cirebon 1479-1809. Cirebon. Bercorak Islam. Jakarta: Bulletin
Yaperna, Np. II tahun III, Pebruari
Suyitno, Aang, et.al. 1991. 1976.
Bunga Rampai Jawa Barat.
Bandung: Yayasan Wahana Citra _______. 2009.
Nusantara. Arkeologi Islam Nusantara.
Jakarta: Kepustakaan Populer
Tedjasubrata. 1966. Gramedia.
Sedjarah Tjirebon Kawedar
Bahasa Daerah Tjirebon. Djilid II,

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2012

Anda mungkin juga menyukai