Anda di halaman 1dari 36

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM FILM SERIAL ANIMASI

NUSSA: EPISODE COMPILATION VOLUME 15 DAN RELEVANSI


TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jika dalam arti yang sederhana adalah usaha manusia untuk

manusia yang lain dalam membina kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai

yang ada baik di dalam masyarakat dan kebudayaan.1 Menurut Undang-

Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Indonesia yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2

Dari sini dapat dilihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang

sangat efektif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini merupakan salah

satu wujud pelaksanaan tujuan negara Indonesia yang ke tiga yakni

mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu maju dan tidaknya bangsa

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang diterapkan oleh negara.3

Dunia pendidikan memiliki ragam cabang ilmu yang tak terhitung

jumlahnya dan bisa ditemui di berbagai sumber. Begitu luasnya hingga bisa

dengan mudahnya diakses oleh siapapun yang memang memiliki keinginan

1
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hal 4.
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2008), hlm. 3.
3
Sutrisno, “Berbagai Pendekatan Dalam Pendidikan Nilai Dan Pendidikan
Kewarganegaraan”, Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran. Vol, 5 (20016)
untuk belajar. Pasalnya, pendidikan menjadi hal pokok yang harus ditempuh

oleh seluruh manusia karena definisi pendidikan itu sendiri yaitu suatu aktivitas

untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan

seumur hidup.4 Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya didapatkan dari

lembaga formal saja tetapi bisa juga didapatkan dari arah mana pun serta tidak

memiliki batas waktu untuk ditempuh.

Menilik dunia pendidikan di Indonesia yang hingga saat ini terus

mencoba melakukan pembaharuan dan perbaikan baik secara sistem maupun

kurikulum. Semakin berkembangnya zaman maka harus semakin berkembang

juga dunia pendidikan di Indonesia, tidak hanya kemudian mengikuti

perkembangan zaman namun juga menyesuaikan segala situasi dan kebutuhan

pendidikan di Indonesia saat ini. Apalagi di masa pandemi Covid-19 yang tidak

terduga kehadirannya di Indonesia ini membuat dunia pendidikan gelagapan

menghadapi situasi yang baru dan harus melakukan penyesuaian.

Namun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwasanya kondisi pendidikan

di Indonesia tidak lebih baik dari negara-negara berkembang yang lain. Hal ini

dibuktikan diantaranya survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme

for International Student Assessment (PISA) pada Desember 2019 di Paris,

menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Bercokol di

peringkat enam terbawah, masih kalah dari negara tetangga seperti Malaysia

dan Brunei Darussalam. Education Index dari Human Development Reports

(2017), pun menyebut Indonesia ada di posisi ke-7 di ASEAN dengan skor

0,622. Skor tertinggi diraih Singapura (0,832), Malaysia (0,719), Brunei


4
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hlm. 53.
Darussalam (0,704), Thailand dan Filipina sama-sama memiliki skor 0,661.

Begitu juga dengan data UNESCO dalam Global Education Monitoring

(GEM) Report 2016, mutu pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10

dari 14 negara berkembang.5 Maraknya berita tak sedap yang terdengar akhir-

akhir ini menyangkut peserta didik maupun pendidik. Moral peserta didik yang

seakan tidak mengenyam pendidikan membuat kondisi pendidikan di Indonesia

yang tidak bisa disebut baik-baik saja, bahkan memprihatinkan.

Dari sini dapat dilihat bahwa pendidikan maupun peserta didik sebagai

aset bangsa yang harus diantarkan ke tingkat kecerdasan yang memungkinkan

bisa mengembangkan watak kepribadiannya dan dapat berkiprah membangun

peradaban yang bermartabat. Pendidikan karakter sebagai komponen penting

harus mewadahi berbagai macam watak peserta didik yang harus diselaraskan

dengan tujuan pendidikan.

Abdul Majid dan Dian Andayani dalam bukunya Pendidikan Karakter

Perspektif Islam, menjelaskan bahwa seorang manusia, sekelompok manusia,

dan Negara akan hancur oleh buruknya akhlak yang dimiliki. Jadi jelaslah

bahwa akhlak ataupun karakter itu sangat penting. Hal tersebut menjadi

penanda bahwa seseorang itu layak atau tidak layak untuk disebut sebagai

manusia. Untuk itu, pendidikan akhlak merupakan bidang pendidikan yang

terpenting dalam membentuk kepribadian seseorang.6

5
‘Potret Pendidikan Indonesia, Siapa Yang Harus Berbenah? | Kumparan.Com’, 2020, p.
1 <https://kumparan.com/syarif-yunus/potret-pendidikan-indonesia-siapa-yang-harus-berbenah-
1tKr0bDEZwG/3> [accessed 22 January 2022].
6
Abdul dan Dian Andayani Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013).
Pendidikan Islam memiliki kedudukan utama pada kehidupan sehari-

hari, dimana Pendidikan Islam bukan saja bersifat teori tetapi juga bersifat

praktis. Ilmu dan pengetahuan yang ada pada Pendidikan Islam tidak dapat

memisahkan diri dari moral dan ibadah. Sebagaimana Hadits yang

mengatakan:

‫ َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه‬: ‫ص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ‫ قَا َل َر ُس ْى ُل هللا‬: ‫ض َي هللاُ َع ْن ُو قَا َل‬ ِ ‫َّاس َر‬ ِ ‫ع َْن اِبْنُ َعب‬
ِ ‫خَ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِ ْي ال ِّدي ِْن َو اِنَّ َما ْال ِع ْل ُم بِاالتَّ َعلُّ ِم) َر َواهُ ْالبُخ‬
( ْ‫َاري‬

Artinya: Dari Ibnu Abbas R.A Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:


“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka dia akan
dipahamkan dalam hal agama. Dan sesungguhnya ilmu itu dengan
belajar” (HR. Bukhori).7

Pendidikan agama merupakan pendidikan yang berperan sangat besar

dalam membentuk nilai Islami seseorang.8 Di sinilah peran pendidikan Islam

dan Akhlak untuk mengarahkan anak-anak modern saat ini terhadap hal-hal

yang bersifat positif serta sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan

zaman yang semakin modern seperti saat ini. Adapun dasar-dasar pendidikan

Islam berupa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah. 9

Pendidikan Islam pada umumnya, tujuannya tidak hanya sekedar proses alih

budaya atau ilmu pengetahuan (Transfer of Knowledge) tetapi juga proses alih

nilai-nilai Islam (Transfer of Value) dalam hal ini akhlak. Dapat disimpulkan

bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan akhlak karena semakin tinggi

ilmu pendidikan yang dia lalui maka haruslah lebih baik pula akhlak seseorang.
7
Ibnu Zakariya Yahya Bin Al-Nawawi Al-Damsik, Riyadhus Sholihin (Kairo: Darul
Hadits, 2004).
8
Syarnubi, “Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk
Religiusitas Siswa Kelas IV di SDN 2 Pengarayan,” Jurnal Tadrib 5, no. 1 (2019): hlm. 88.
9
Irja Putra Pratama dan Zulhijra, “Reformasi Pendidikan Islam di Indonesia,” Jurnal
PAI 1, no. 2 (2019): hlm. 118.
Pada dasarnya tujuan pendidikan Islam sejalan dengan tujuan misi

Islam itu sendiri, yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai

tingkat akhlaq al-karīmah. Selain itu, ada dua sasaran pokok yang akan dicapai

oleh pendidikan Islam tadi yaitu kebahagiaan dunia dan kesejahteraan akhirat.

Dan ini dipandang sebagai nilai lebih pendidikan Islam dibanding pendidikan

lain secara umum.10 Maka pendidikan akhlak menjadi substansi yang sangat

penting dalam mendidik seorang anak, bahkan hal pertama yang harusnya

ditanamkan pada diri seorang anak atau peserta didik adalah bagaimana

internalisasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang nantinya akan tertuang dalam

kehidupan sehari-harinya. Akhlak dalam kehidupan manusia menduduki peran

yang penting sekali baik di lingkungan masyarakat dan berbangsa, sebab jatuh

bangun, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat

tergantung pada akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka baik pula lahir

batinnya dan sebaliknya jika jelek akhlaknya, jelek pula lahir batinnya.

Akhlak merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam

kehidupan manusia, tanpa akhlak, manusia akan hilang derajat

kemanusiaannya sebagai makhluk yang mulia. Adanya penguatan pendidikan

akhlak dan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi

krisis moral yang terjadi di Indonesia.11

Penanaman pendidikan akhlak pada anak dapat dilakukan melalui

beberapa metode, diantaranya adalah pembiasaan, keteladanan, serta

10
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Kalimedia, 2017),
hlm. 60.
11
Ibrahim Sirait, “Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Pengembangan Pendidikan
Karakter di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan”, Jurnal Edu Riligia, Vol. 1, No. 4, 2017,
hlm. 550.
pemberian nasihat dan perhatian. Hal-hal semacam ini tentunya tidak bisa

hanya dilakukan oleh beberapa pihak saja akan tetapi menjadi tugas bersama

baik itu dari pihak sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat pada

umumnya. Banyak pula media-media yang bisa dijadikan sarana pendukung

penanaman akhlak dalam rangka membentuk karakter anak atau peserta didik

yang sesuai dengan ajaran Islam dan tujuan pendidikan nasional.

Apalagi dalam perkembangan dunia pendidikan sekarang ini telah

memasuki masa milenial, dimana pendidikan mulai bertransformasi dari media

cetak menuju digital. Seiring dengan pesatnya kemajuan perkembangan

teknologi, maka akan berdampak pula akan semakin lebih waspadanya orang

tua untuk mengontrol kemajuan teknologi agar tidak disalahgunakan. Bebasnya

media online dan smartphone di samping memberikan terobosan besar dalam

keterbukaan ilmu pengetahuan, di sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran.

Dalam dunia pendidikan agama, kekhawatiran akan munculnya perilaku

masyarakat yang berlawanan dengan norma-norma agama12. Media elektronik

sangat bermanfaat untuk pendidikan anak jika digunakan dengan benar.

Salah satu media yang sering dijumpai saat ini adalah dunia perfilman

yang bisa dijadikan sebagai media pembelajaran. Karena perkembangan zaman

yang semakin menuntut masyarakat mau tidak mau harus diikuti dengan

catatan tetap memanfaatkan kemajuan teknologi pada ranah yang benar, tidak

untuk diselewengkan. Akan tetapi perlu diperhatikan juga oleh para pendidik

dan orang tua yang dalam hal ini memiliki peran besar membimbing proses

12
Nasrulloh, Moh Eko. Pendidikan Islam Humanis Sebagai Solusi Kekerasan Dalam
Pendidikan. Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam, 3.1. 2018. Hlm-126
pendidikan anak terutama dalam pembentukan karakter, tidak semua tayangan

yang ada di televisi maupun aplikasi-aplikasi seperti YouTube, Netflix, iflix,

Viu, dan lain sebagainya layak untuk ditonton oleh anak-anak maupun remaja

dalam bimbingan orang tua.

Komisioner KPI Pusat periode 2016-2019 Dewi Setyarini mengatakan

tayangan yang dinikmati anak-anak harus mengandung nilai edukasi dan pesan

moral positif. Pasal 72 ayat 5 Undang-undang Perlindungan Anak tentang hak

anak dalam media menyatakan media berperan melakukan penyebarluasan

informasi dan materi edukasi bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan,

agama, dan kesehatan anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi

anak.13

Penggunaan film sebagai media dalam menyampaikan materi

pendidikan karakter bisa jadi diperlukan karena kandungan film dapat

mempengaruhi dan merangsang penontonnya dalam menghayati setiap isi

adegan dan kejadian yang ada dalam film, bagaimana adegan yang

mengharukan mampu membuat seseorang menangis, atau adegan yang mampu

membuat penonton tertawa ria, maupun adegan yang mampu membangkitkan

emosi penonton meluap seperti dalam penyajian film dokumenter perang,

ataupun kemudian penonton menjadi terinspirasi dan termotivasi setelah

melihat isi yang ada suatu film tersebut.14

13
‘KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
ANAK’ <https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1809/informasi-layak-anak-
wujudkan-insan-genius> [accessed 23 January 2022].
14
Faiqah, Fatty, Muhammad Nadjib, and Andi Subhan Amir. "Youtube sebagai sarana
komunikasi bagi komunitas makassarvidgram." KAREBA: Jurnal Ilmu Komunikasi 5.2 (2017):
259-272.
Film dalam pendidikan, juga mempengaruhi perkembangan sikap,

akhlak dan pola hidup siswa. Walaupun begitu, banyak film-film atau konten

yang berbau pornografi, pergaulan bebas, dan percintaan dengan adegan

bergandengan, berciuman, atau bahkan sex bebas diproduksi, dan secara tidak

sengaja ditonton oleh anak-anak dan remaja yang tidak seharusnya tidak

ditonton oleh mereka. Ditambah lagi sering didengar saat ini kata-kata kotor

dan berbau anarkis yang muncul dalam adegan-adegan film. Film horor juga

sangat menjamur dalam perfilman Indonesia. Para produser film seolah-olah

lupa bahwa film-film yang mereka buat memberikan pengaruh negatif bagi

perkembangan akhlak dan psikologi generasi muda.

Salah satu film yang disukai oleh anak-anak diantaranya adalah film

animasi. Nilai positif yang diberikan film animasi salah satunya ialah dapat

digunakan sebagai sarana dalam proses pembelajaran yang memberikan value

dan pengetahuan yang mudah dipahami dan tidak membosankan siswa serta

film kartun ini dapat digunakan untuk suatu alat yang cukup variatif, kreatif

dan sebagainya.15 Sedangkan segi negatifnya dari keseringan menonton film

kecanduan menonton yang tak berkesudahan dapat membuat anak menjadi

pasif serta kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya sebagai upaya

interaksi antara individu dan sebagai media bermain antar teman sebaya.

Dari sekian banyak film animasi yang ada di Indonesia sedikit sekali

film yang memuat edukasi di setiap tayangannya baik yang tayang di televisi

maupun internet. Jika orang tua atau keluarga tidak bisa mengontrol tontonan

15
A. Muhli Jumaidi, Bermain dan Belajar Bersama Upin dan Ipin (Yogyakarta: Diva
Press, 2009), hlm. 29.
anak maka pesan yang masuk kepada anak tidak terfilter dengan baik, karena

tidak sedikit juga film untuk kalangan semua umur yang mengandung pesan

dan adegan-adegan yang tidak patut untuk dicontoh serta tidak bermutu bagi

perkembangan anak.

Apalagi pada jaman sekarang anak-anak sudah bisa mengakses segala

film yang ingin mereka tonton atau film-film dengan smartphone orang tua

mereka melalui aplikasi Youtube, Viu, Netflix, Iflix dan lain-lain. Di sinilah

peran orang tua yang harus mengedukasi penggunaan smartphone dan

menyaring film-film yang ada di dalam genggaman anaknya. Seperti film-film

lainnya, film animasi juga banyak ragam dan jenisnya. Film animasi ada yang

mendidik dan ada juga yang bersifat negatif bertajuk pembunuhan, pornografi,

penculikan dan lain-lainnya yang tentunya tidak baik ditonton oleh anak-anak.

Dari banyaknya film animasi yang beredar, ada satu animasi yang

menarik yang tujuan pembuatannya adalah mengedukasi para penontonnya

terkhusus anak-anak Indonesia, yaitu Film Animasi “Nussa” Dalam film

animasi ini banyak mengandung nilai-nilai keislaman sesuai dengan perbuatan

kita sehari-hari. Dalam segi penyampaian, bahasa yang digunakan dalam film

animasi ini juga mudah dipahami dan sesuai dengan perkembangan intelektual

anak-anak. Sehingga film animasi ini dapat dijadikan sebagai media

pendidikan, membentuk kepribadian anak, dan menuntun kecerdasan emosi

anak.16

16
Ikhwantoro, Moch Eko, Abdul Jalil, and Ach Faisol. "Nilai-Nilai Pendidikan Islam
dalam Film Animasi Nussa dan Rarra Karya Aditya Triantoro." Vicratina: Jurnal Pendidikan
Islam 4.2 (2019): hlm. 65
Film animasi Nussa hadir pada tahun 2018 di dunia industri film

animasi Indonesia yang di dalamnya menceritakan kehidupan sehari-hari dari

kakak beradik bernama Nussa dan Rarra. Produksi film Nussa ini merupakan

garapan bersama Studio The Little Giantz dan 4Stripe Productions. Corporate

Secretary The Little Giantz, Sagita Ajeng Daniari, menyampaikan bahwa

pihaknya ingin berbagi kebaikan dengan membawakan film pendek animasi

bertema edutainment (edukasi dan entertainment) yang merupakan hiburan dan

sarana pendidikan untuk anak-anak.17

Serial film Nussa selain menyuguhkan tontonan yang mendidik juga

menyuguhkan tontonan yang menghibur. Dengan gambar animasi yang apik,

seluruh kisah riang dan menggemaskan ditata dengan rapi dalam setiap

episode. Karakter Nussa digambarkan sebagai seorang anak laki-laki yang

berpakaian gamis lengkap dengan kopiah putihnya. Namun faktannya karakter

Nussa diciptakan sebagai tokoh penyandang disabilitas. Hal tersebut, tampak

pada kaki kiri Nussa yang menggunakan sebuah kaki palsu. Sedangkan untuk

karakter Rarra, digambarkan sebagai adik Nussa yang berusia lima tahun

dengan menggunakan gamis dan jilbab serta tampak sangat ceria. Selain itu

juga terdapat beberapa tokoh seperti Umma dan kucing kesayangan Nussa dan

Rarra yang bernama Antta.

Serial film animasi Nussa dan Rara yang akan dijadikan bahan

penelitian oleh penulis kali ini berjudul, Nussa: Episode Compilation Volume

15 yang tayang di Youtube pada bulan April 2021 dengan penonton hingga saat
17
‘“Nussa”, Animasi Dalam Negeri Yang Hadirkan Hiburan Mendidik Untuk Anak’
<https://entertainment.kompas.com/read/2018/11/30/161219810/nussa-animasi-dalam-negeri-
yang-hadirkan-hiburan-mendidik-untuk-anak> [accessed 23 January 2022].
ini mencapai 12 juta penonton dan mendapatkan disukai oleh 73 ribu orang.

Dalam serial film animasi Nussa Episode 15 ini terdapat 12 judul tema yang

berbeda di setiap temanya. Diantaranya adalah “Di Rumah Aja, Mimpi, Jaga

Amanah, Belajar Berjualan, Chef Rarra, Stop Jangan Berebut, Adab Menguap,

Tolong dan Terimakasih, Antta Hilang, Kak Nussa Jangan Pergi, Qodarullah

Wamasya’a Fa’ala, dan Mengenal Ka’bah”.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti

lebih lanjut mengenai film tersebut dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan

Akhlak Dalam Film Serial Animasi Nussa: Episode Compilation Volume

15 Dan Relevansi Terhadap Pendidikan Karakter”


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang terkandung dalam film serial

animasi Nussa: Episode Compilation Volume 15?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam

film animasi Nussa: Episode Compilation Volume 15 terhadap pendidikan

karakter?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak apa saja yang terkandung

dalam film serial animasi Nussa: Episode Compilation Volume 15.

2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung

dalam film animasi Nussa: Episode Compilation Volume 15 terhadap

pendidikan karakter.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna terhadap penelitian yang serupa

mengenai nilai-nilai pendidikan islam dalam film maupun buku.

b. Sebagai sumbangan yang diharapkan dapat berguna secara teoritis,

metodologis, empiris bagi kepentingan akademis (IAIN Syaikh

Abdurrahman Siddik Bangka Belitung) dan para peneliti.


c. Penelitian ini diharapkan bias menambah wawasan keilmuan bagi

peneliti maupun pembaca.

2. Secara Praktis

a. Diharapkan dapat mengetahui pesan moral dan nilai-nilai keislaman

yang membuat peneliti dan pembaca menyadari akan salah satu

manfaat film kartun anak untuk meningkatkan nilai-nilai pendidikan

agama islam.

b. Dapat menjadikan sumber informasi bagi peneliti sekaligus pembaca

guna memberikan faedah dan pelajaran dari serial animasi Nussa

tersebut serta memberi wawasan terhadap pendidik agar memanfaatkan

media audio visual untuk pembelajaran berupa film religi.

c. Penelitian ini diharapkan agar pesan moral dan nilai-nilai pendidikan

agama Islam maupun akhlak yang terkandung dalam serial animasi

tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh pembaca

dan peneliti, serta sebagai acuan atau pedoman untuk memilih dan

memilah tayangan yang edukatif bagi anak-anak dan juga bisa

meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan keluarga khususnya

kepada orang tua.


E. Telaah pustaka

Dalam pustaka ini, penulis menemukan hasil penelitian yang relevan

dengan penelitian yang sedang diteliti, diantaranya:

Pertama, Vivi Stevani, Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Purwokerto

tahun 2020 dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film Animasi

Nussa dan Rara Karya Aditya Triantoro”. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa nilai-nilai pendidikan Islam dalam film animasi Nussa dan Rara karya

Aditya Triantoro mengandung nilai pendidikan aqidah yaitu rukun iman, nilai

pendidikan ibadah yaitu ibadah khusus atau mahdah dan ibadah umum, dan

nilai pendidikan akhlak yaitu akhlak terhadap sesama dan akhlak terhadap

lingkungan. Selain itu, film ini sejalan dengan tujuan dan manfaat film dalam

UU RI nomor 33 tahun 2009 pasal 3 tentang Perfilman bahkan dalam proses

pembelajaran dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dan sumber belajar

yang efektif dan efisien.18

Skripsi ini memiliki kesamaan objek dengan penelitian yang

dilakukan penulis yaitu film animasi Nussa. Sedangkan letak perbedaannya ada

pada fokus masalah yang diangkat, skripsi ini membahas mengenai nilai-nilai

pendidikan Islam pada film sementara penulis membahas mengenai relevansi

nilai-nilai pendidikan akhlak pada film dengan pendidikan karakter. Meskipun

objek penelitiannya sama dengan penulis namun masalah dan tema film yang

diteliti berbeda.

18
Vivi Stevani, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film Animasi Nussa dan Rara Karya
Aditya Triantoro, Skripsi Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto,
2020.
Kedua, Missy Wijaya, Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Aden Fatah Palembang tahun 2020 dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan

Akhlak Dalam Film Kartun Islami Omar Dan Hana (Kajian Materi

Pendidikan Agama Islam Prasekolah Paud/Piaud)”. Dalam penelitian ini

ditemukan bahwa Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam film Omar

dan Hana dapat dibagi berdasarkan ruang lingkupnya yaitu nilai akhlak

terhadap Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan. Selain itu,

film Omar dan Hana memiliki relevansi dengan materi atau kompetensi yang

ingin dicapai dalam kurikulum untuk tingkat prasekolah. Adapun kompetensi

inti yang memiliki relevansi dengan tema pada film Omar dan Hana adalah

kompetensi inti sikap spiritual dan kompetensi inti sikap sosial.19

Persamaan skripsi ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah

sama-sama menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak dalam sebuah film

animasi. Sedangkan perbedaannya terdapat di obyek penelitian yang dianalisis.

Pada penelitian Missy Wijaya objek penelitiannya adalah film animasi kartun

Omar dan Hana. sedangkan pada penelitian ini obyek penelitiannya adalah film

animasi Nussa.

Ketiga, Lutfi Icke Anggraini, Skripsi Fakultas Dakwah jurusan

Komunikasi dan Penyiaran islam IAIN Purwokerto tahun 2019 yang berjudul

“Nilai-nilai Islam dalam serial Animasi Nussa (Analisis Narasi Tzveten

Todorov)”. Tujuan utama Lutfi dalam penelitian ini adalah guna mengetahui

nilai-nilai islam apa saja yang terkandung dalam serial animasi Nussa episode
19
Missy Wijaya, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Film Kartun Islami Omar Dan
Hana (Kajian Materi Pendidikan Agama Islam Prasekolah Paud/Piaud), Skripsi Fakultas
Tarbiyah DAN Keguruan UIN Raden Fatah Palembang, 2020.
1-24. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa nilai- nilai islam yang

terkandung pada setiap episode adalah keberanian, kebersamaan, pantang

menyerah, menolong sesama, bersedekah, menyampaikan ilmu, keikhlasan,

tabah, bersabar, rendah hati, tidak mubazir, tidak mengeluh, keramahtamahan,

dan tidak mengulur-ngulur waktu. Yang dikelompokkan berdasarkan aspek

pokok dalam nilai-nilai islam yaitu nilai akhlak, nilai akidah, dan nilai

syari’ah.20

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Lutfi Icke Anggraini adalah

obyek yang diteliti yaitu film animasi Nussa. Sedangkan perbedaan penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya adalah dimana penelitian sebelumnya seperti

yang dilakukan oleh Lutfi Icke Anggraini ini menggunakan Analisis Narasi

Tzveten Todorov. Selain itu episode dan tema yang diteliti juga berbeda.

F. Kerangka Teoritis

1. Nilai Pendidikan Akhlak

Pengertian nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah sifat atau sesuatu yang berguna dan penting bagi manusia.21 Pada

hakikatnya nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek.

Artinya sesuatu mengandung nilai atau kualitas yang melekat pada sesuatu

itu.22 Nilai dapat juga diartikan sebagai suatu pola ukuran atau merupakan

suatu tipe atau model. Umumnya nilai bertalian pengakuan atau kebenaran

20
Lutfi Icke Anggraini, “Nilai-Nilai Islam Dalam Serial Animasi Nussa (Analisis Narasi
Tzvetan Todorov)” Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto, 2019.
21
Pusat Bahasa Kemdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Budaya, 2016), hlm. 783.
22
Sofyan Sauri dan Herian Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: Arfino
Raya, 2010), hal 30.
dan bersifat umum, tentang baik atau buruk.23 Sehingga dapat disimpulkan

bahwa nilai adalah konsep yang bersifat abstrak dan subyektif dari hati dan

akal manusia atau masyarakat dalam memaknai hal-hal yang dianggap baik,

benar, salah dan buruk di lingkungan tertentu untuk mencapai tujuan yang

berharga dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.

Istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “didik”

dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti

“perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya).28 Sedangkan pendidikan dalam

bahasa Yunani disebut dengan “paedagogik” yang terdiri dari dua suku kata,

yaitu paes dan gogos, paes artinya anak dan gogo artinya penuntun. Jadi

paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.24 Istilah ini

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu education yang

berarti pengembangan atau bimbingan.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan, yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.25

Dalam konteks Islam istilah pendidikan telah dikenal dengan

banyak istilah yang beragam yaitu tarbiyyah, ta’lim, dan ta’dīb. Dari setiap
23
lif Khoiru Ahmadi dan Hendro Ari Setyono Sofan Amri, Pembelajaran Akselerasi
(Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2011), hlm. 139.
24
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Kalimedia,
2017), hlm. 1.
25
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2008), hlm. 3.
istilah tersebut mempunyai makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya

disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang

sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya

mewakili istilah yang lain.

Menurut Muhammad Noor Syam, pendidikan secara praktis tidak

dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas

kecerdasan, nilai ilmuwan, nilai moral, dan nilai agama kesemuanya

tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal.26

Dengan demikian, nilai pendidikan adalah konsep yang bersifat abstrak dan

subyektif dalam proses pembelajaran untuk memaknai hal-hal yang

dianggap baik, benar, salah, dan buruk di lingkungan tertentu demi

mencapai tujuan pendidikan.

Sementara itu, Akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk

mufradatnya “khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku

dan tabiat. Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang

memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk serta

antara makhluk dengan makhluk. Perkataan ini bersumber dari kalimat yang

tercantum dalam Al-Quran surah al-Qalam ayat 4 yang berbunyi:

ٍ ُ‫َواِنَّكَ لَ َع ٰلى ُخل‬


‫ق َع ِظي ٍْم‬

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar


berbudi pekerti yang baik.” 27

26
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat dan Pendidikan)
(Jakarta: Grafindo Persada, 2011), hlm. 136.
27
Atas dasar itu, akhlak berarti suatu ilmu yang menjelaskan arti baik

dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia

kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia

dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang

harus diperbuat.28

Sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan

tentang baik dan buruk (benar dan salah), mengatur pergaulan manusia, dan

menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya. 29 Menurut Ahmad

Muhammad Al-Hufi, akhlak adalah adat yang dengan sengaja dikehendaki

keberadaannya. Dengan kata lain, akhlak adalah azimah atau kemauan yang

kuat tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang, sehingga menjadi adat

atau kebiasaan yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.30

Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali akhlak adalah sikap yang

mengakar dalam jiwa seseorang darinya lahir berbagai perbuatan dengan

mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pemikiran dan pertimbangan. Jika

dari sikap itu lahir perbuatan baik dan terpuji, baik dari segi akal syara’,

maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika darinya lahir perbuatan tercela,

maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.31

Menurut Moh Ardani, menurut sifatnya akhlak terbagi menjadi dua,

yaitu akhlak al-karimah dan akhlak mazmumah.

28
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (PT Remaja Rosdakarya:
Bandung, 2012), hlm. 9-10.
29
Syarifah Habibah, ‘AKHLAK DAN ETIKA DALAM ISLAM’, Jurnal Pesona Dasar,
1.4 (2015) <http://e-repository.unsyiah.ac.id/PEAR/article/view/7527> [accessed 25 January
2022].
30
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 1.
31
Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 13.
a. Akhlak Al-Karimah

Akhlak yang terpuji (al-akhlak al-karimah/al-mahmudah), yaitu

akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah dapat membawa

nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat, seperti sabar,

jujur, ikhlas, bersyukur, tawadhu (rendah hati), husnudzan (berprasangka

baik), optimis, suka menolong orang lain, suka bekerja keras dan lain-

lain. Akhlak al-karimah atau akhlak yang amat mulia amat banyak

jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungannya manusia dengan Tuhan

dan manusia dengan manusia, akhlak mulia itu dapat dibagi kepada tiga

bagian. Pertama akhlak mulia kepada Allah SWT, kedua akhlak mulia

terhadap diri sendiri dan ketiga akhlak mulia terhadap sesama manusia.32

b. Akhlak Mazmumah

Akhlak yang tercela (al-akhlak al-madzmumah), yaitu akhlak

yang tidak dalam kontrol Ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang

berada dalam lingkaran setan dan dapat membawa suasana negatif serta

destruktif bagi kepentingan umat manusia, seperti takabur (sombong),

su’udzon (berburuk sangka), tama’, pesimis, dusta, kufur, berkhianat,

malas, dan lain-lain. Akhlak yang tercela (akhlak al-mazmumah) secara

umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik

sebagaimana tersebut di atas namun ajaran Islam tetap membiarkan

secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar dapat

di ketahui cara-cara menjauhinya. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak

32
Amiruddin dan dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), hlm. 153.
dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, antara lain: berbohong,

takabur, dengki dan bakhil.33

Sedangkan akhlak menurut obyeknya terbagi menjadi 3 macam

yaitu, akhlak kepada Allah, akhlak terhadap sesama makhluk dan akhlak

terhadap lingkungan. Akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara

berhubungan dengan Allah dengan media yang telah disediakan oleh Allah,

diantaranya, beriman, taat, ikhlas, khsuyu’, husnudzan, tawakal, syukur,

sabar, zikir, takbir, bertasbih, istighfar, dan berdoa. Selanjutnya akhlak

kepada sesama meliputi akhlak terhadap rasulullah, akhlak kepada orangtua,

akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga dan kerabat, serta

akhlak dalam bermasyarakat. Selanjutnya akhlak terhadap lingkungan atau

alam semesta contohnya adalah memelihara dan menjaga alam, merawat

lingkungan, tidak merusak alam.34

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala

perilaku dan ucapan yang muncul secara spontan tanpa melalui proses

pemikiran panjang karena sifat dan nilai-nilai yang ada sudah

terinternalisasi dalam jiwa dan menjadi pembiasaan. Sedangkan nilai

pendidikan akhlak itu sendiri adalah konsep yang bersifat abstrak dan

subyektif dalam proses pembelajaran akhlak untuk memaknai hal-hal yang

dianggap baik, benar, salah, dan buruk di lingkungan tertentu demi

mencapai tujuan pendidikan akhlak.

33
Amiruddin dan dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), hlm. 154.
34
Syarifah Habibah, “Akhlak dan Etika dalam Akhlak”, Jurnal Pesona Dasar, Vol. 1,
No. 4, 2015, hlm. 78-80.
2. Film Animasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis

yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat

potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam

bioskop) atau lakon (cerita) gambar hidup.35 Sedangkan menurut UU No. 33

Tahun 2009 tentang Perfilman Pasal 1 menyebutkan bahwa film sebagai

karya seni budaya yang memiliki peran strategis dalam peningkatan

ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat secara lahir batin

serta untuk memperkuat ketahanan nasional oleh karena itu negara

bertanggung jawab untuk memajukan dunia perfilman.36

Menurut Amura film bukan semata-mata barang dagangan

melainkan alat penerangan dan pendidikan. Film merupakan karya

sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat cultural education atau

pendidikan budaya. Dengan demikian film juga efektif untuk

menyampaikan nilai-nilai budaya.37 Menurut Michael Rabiger, pengertian

film ialah bersifat menghibur dan juga menarik, sehingga mampu membuat

para penontonnya untuk berpikir lebih dalam. Wibowo pun juga ikut

berpendapat, bahwa film merupakan alat untuk menyampaikan beragam

pesan kepada khalayak umum melalui sebuah media cerita.38

35
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta, 2008), hlm. 410.
36
Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman.
37
Amura, Perfilman Indonesia dalam Era Baru, (Lembaga Komunikasi Massa Islam
Indonesia: 1989), hlm. 132.
38
Ruwaidah, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Film Kartun Upin & Ipin”, Jurnal
Pena Cendekia, Vol. 1, No. 2, 2018, hlm. 20.
Pengertian film menjadi sangat luas tergantung siapa yang

mengatakan dan dari sudut pandang mana film itu dilihat, karena film

memiliki macam genre dan klasifikasi usia penonton maka makna film yang

dirasakan oleh masing-masing orang bisa saja berbeda. Film bisa menjadi

sarana hiburan, pendidikan, dan juga hal-hal yang tidak mendidik. Karena

kini film memiliki jenis dan pesan-pesan yang terkadang juga tidak tepat

dalam penyampaiannya atau tidak sesuai dengan umur penonton. Tayangan

serta adegan-adegan yang tidak seharusnya ditayangkan menjadi konsumsi

publik, yang mana penangkapan pesan setiap orang berbeda.

Jadi dapat disimpulkan bahwa film adalah media berupa gambar

bergerak dan bersuara yang di dalamnya terdapat pesan yang ingin

disampaikan oleh si pembuat film kepada penonton baik secara langsung

maupun secara tidak langsung. Secara langsung atau tersurat disini berarti

pesan dalam film bisa langsung ditangkap dari adegan/percakapan atau

pernyataan langsung dari aktor atau pembuat film. Sedangkan secara tidak

langsung atau tersirat berarti pesan dalam film harus disimpulkan sendiri

oleh penontonnya.

Sedangkan Animasi berasal dari kata Latin anima, yang berarti jiwa

(soul) atau animare yang berarti nafas kehidupan (menggerakkan

menghidupkan).39 Animasi adalah gambar bergerak berbentuk dari

sekumpulan objek (gambar) yang disusun secara beraturan mengikuti alur

39
Yanuarita Widi Astuti and others, ‘PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA FILM
ANIMASI TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS
V SD’, Jurnal Prima Edukasia, 2.2 (2014), 250–62
<https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/article/view/2723> [accessed 26 January 2022].
pergerakan yang telah ditentukan pada setiap pertambahan hitungan waktu

yang terjadi. Gambar atau objek yang dimaksud dalam definisi diatas bisa

berupa gambar manusia, hewan maupun tulisan. Animasi juga diartikan

sebagai film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga

menjadi gambar yang bergerak. Pada awal penemuannya, film animasi

dibuat dari berlembar-lembar kertas gambar kemudian diputar, sehingga

muncul efek gambar bergerak.40

Film animasi terbagi menjadi berbagai macam diantaranya:41

a. Animasi 2D (2 Dimensi), contoh film animasi 2 Dimensi diantaranya:

Doraemon, Tom and Jerry, Crayon Sinchan dan lain-lain.

b. Animasi 3 D (3 Dimensi, Contoh Film 3 Dimensi diantaranya: Upin Ipin,

Frozen, Nussa, Adit, Sopo dan Jarwo dan lain-lain.

c. Stop Motion Animation, contohnya adalah Film, Shaun The Sheep, Kubo

And The Two Strings dan lain-lain.

40
‘Animasi - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas’
<https://id.wikipedia.org/wiki/Animasi> [accessed 27 January 2022].
41
Yusron Aulia, Animasi Iklan 3D Safety Driving (Jurnal Telematika, Volume. 6 Nomor.
1, Februari 2013), 43.
3. Pendidikan Karakter

Kata karakter berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to

engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas,

memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, karakter

kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya

melahirkan satu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang

bersifat individual, keadaan moral seseorang.42

Menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak,

tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan

seseorang dengan yang lain.43 Pendidikan karakter menurut Thomas

Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan

(knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan

kebaikan (doing the good).44 Sementara menurut Suyanto dijelaskan bahwa

karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap

individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara.56

Istilah karakter dan kepribadian atau watak sering digunakan secara

bertukar-tukar, tetapi Allport menunjukkan kata watak berarti normatif,

serta mengatakan bahwa watak adalah pengertian etis dan menyatakan

bahwa character is personality evaluated and personality is character

42
Ajat Sudrajat, “Mengapa Pendidikan Karaketer?”, Jurnal Pendidikan Karakter, Vol. 1,
No. 1, 2011, hlm. 48.
43
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta, 2008), hlm. 639.
44
Munjiatun, “Penguatan Pendidikan Karakter”, Jurnal Kependidikan, Vol. 6, No. 2,
2018, hlm. 338.
devaluated (watak adalah kepribadian dinilai dan kepribadian adalah watak

yang tak dinilai). Karakter adalah watak, sifat atau hal-hal yang memang

sangat mendasar dan abstrak yang ada pada diri seseorang. Orang sering

menyebutnya sebagai tabiat atau perangai. Karakter ini adalah sifat batin

manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya. Banyak

yang memandang atau mengartikannya identik dengan kepribadian. Sikap

dan tingkah laku seorang individu dinilai oleh masyarakat sekitarnya

sebagai sikap dan tingkah laku yang diinginkan atau ditolak, dipuji atau

dicela, baik ataupun jahat.45

Jadi, pendidikan karakter menjadi dasar dalam pengembangan

karakter yang berkualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi

rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti

kejujuran, toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan

menghormati dan lain sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan

pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja, namun

juga memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan dalam

kerangka dasar sebagai pribadi yang religius seperti pada masyarakat

Indonesia.46

Melihat betapa pentingnya pendidikan karakter ataupun pendidikan

akhlak dan karakter bangsa ini maka sudah tentu harus dipandang sebagai

usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara

45
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (PT Remaja Rosdakarya:
Bandung, 2012), hlm. 12.
46
Dalmeri, “Pendidikan untuk Pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan
Thomas Lickona dalam Educating for Character)”, Jurnal Al-Ulum, Vol. 14, No. 1, 2014, hlm.
282.
kebetulan atau bahkan tidak dipikirkan. Dengan kata lain, pendidikan

karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami,

membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun

untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara keseluruhan yang

harus dimulai sejak dini.

Pentingnya pendidikan karakter untuk segera dikembangkan dan

dinetralisasikan, baik dalam dunia pendidikan formal maupun non formal

tentu beralasan, karena memiliki tujuan yang cukup mulia bagi bekal

kehidupan peserta didik agar senantiasa siap dalam merespon segala

dinamika kehidupan dengan penuh tanggung jawab. Tidak sekadar hidup

tapi juga memahami sekitar dengan sikap dan sifat yang bijak, memiliki

kecerdasan emosional dalam menyikapi suatu hal adalah ciri yang

menunjukkan seseorang memiliki karakter yang baik.

Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan

adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah

Islam, Nabi Muhammad SAW., juga menegaskan bahwa misi utamanya

dalam mendidik manusia untuk mengupayakan pembentukan karakter yang

baik. Pakar pendidikan Indonesia, Fuad Hasan, dengan tesis pendidikan

yakni pembudayaan, juga ingin menyampaikan bahwa pendidikan bermuara

pada pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial (tranmission of

culture values and social norms).47 Berdasarkan beberapa pandangan

tersebut, menunjukkan bahwa pendidikan sebagai nilai universal kehidupan

47
bdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung,
2012), hlm. 30.
memiliki tujuan pokok yang disepakati di setiap zaman yaitu menjadikan

manusia lebih baik dari segi pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor

20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.

Secara operasional tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah

sebagai berikut:

a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap

penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta

didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Tujuannya

adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu

sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik pada saat masih sekolah

maupun setelah lulus.

b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-

nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna

bahwa tujuan pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan

berbagai perilaku negatif anak menjadi positif.


c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat

dalam memerankan tanggung jawab karakter bersama. Tujuan ini

bermakna bahwa karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses

pendidikan di keluarga.48

Tanpa pendidikan karakter kita membiarkan tercampur aduknya

pemahaman akan nilai-nilai moral dan sifat ambigu yang akan menghambat

para peserta didik dalam mengambil keputusan dan memiliki landasan

moral yang kuat. Pendidikan karakter akan memperluas wawasan para

peserta didik tentang nilai-nilai moral dan etis yang membuat mereka

semakin mampu mengambil keputusan yang secara moral nantinya dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam kontes ini, pendidikan karakter yang diterapkan dalam

lembaga pendidikan bisa menjadi salah satu sarana pembudayaan dan

pemanusiaan. Dengan ini terciptalah sebuah lingkungan hidup yang

menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan keunikan ciptaan,

serta melahirkan sosok pribadi yang memiliki kemampuan intelektual dan

moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin

manusiawi.

Pendidikan karakter bukan sekadar memiliki dimensi integratif,

dalam artian dapat mengukuhkan moral intelektual peserta didik sehingga

menjadi pribadi yang kokoh dan tahan uji, melainkan juga bersifat kuratif

48
Akhmad Riadi, “Pendidikan Karakter di Madrasah/Sekolah”, Ittihad Jurnal Kopertais,
Vol. 14, No. 20, 2016, hlm. 4-5.
secara personal maupun sosial. Pendidikan karakter menjadi jalan keluar

untuk proses perbaikan masyarakat kita dengan situasi sosial yang menjadi

alasan utama agar pendidikan karakter segera dilaksanakan di sekolah

maupun madrasah. Brooks dan Goble menyatakan bahwa:

Pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan dalam


pendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah daya tawar
berharga bagi seluruh komunitas. Para siswa mendapatkan
keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan positif yang
mampu meningkatkan rasa percaya dalam diri mereka, membuat
hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif. Tugas-tugas guru
menjadi lebih ringan dan lebih memberikan kepuasan ketika para
siswa memiliki disiplin yang lebih besar di dalam kelas. Orang tua
bergembira ketika anak-anak mereka belajar untuk menjadi lebih
sopan, memiliki rasa hormat dan produktif. Para pengelola sekolah
akan menyaksikan berbagai macam perbaikan dalam hal disiplin,
kehadiran, beasiswa, pengenalan nilai-nilai moral bagi siswa maupun
guru, demikian juga berkurangnya tindakan vandalisme di dalam
sekolah.49
Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu

harus disampaikan. Ketujuh alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian

yang baik dalam kehidupannya.

b. Cara untuk meningkatkan prestasi akademik.

c. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya

di tempat lain.

d. Persiapan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat

hidup dalam masyarakat yang beragam.

49
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
(PT Grasindo: Jakarta, 2011), hlm. 116.
e. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-

sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran

kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah.

f. Persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja.

g. Pembelajaran nilai-nilai budaya yang merupakan bagian dari kerja

peradaban.50

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dilihat berdasarkan objeknya, maka penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan karena yang dikaji adalah dokumen mengenai analisis content

film animasi Nussa. Penelitian kepustakaan (library research) sendiri

merupakan peneliti yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang

pada umumnya berdasarkan pada kajian kritis dan mendalam terhadap bahan-

bahan pustaka yang terkait.51

Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

dan pendekatan pragmatik. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang

bertujuan agar memahami masalah yang akan dihadapi oleh subjek yang

diteliti.52 Sementara pendekatan pragmatik merupakan pendekatan dalam

melihat karya tulis sebagai upaya penyampaian misi kepada pembacanya

dalam hal ini film animasi Nussa sebagai objeknya diharapkan kiranya dapat

50
Ajat Sudrajat, “Mengapa Pendidikan Karaketer?”, Jurnal Pendidikan Karakter, Vol. 1,
No. 1, 2011, hlm. 49.
51
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), (Malang: Literasi
Nusantara, 2020), hlm. 9.
52
Wiyatmi, Pengantar Kajian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), hlm. 76.
memberi gambaran mengubah kepada komunikasi serta mengharapkan gerakan

penonton untuk dapat menerapkan langkah-langkah yang bermanfaat.

2. Sumber Data

a. Data Primer, Sumber data primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpulan data.53 Dalam penelitian ini data

primer yang digunakan adalah data yang bersumber dari film serial

animasi Nussa di Youtube dengan judul Nussa: Compilation Episode 15.

Yang mana dalam episode tersebut terdapat 12 judul tema yaitu : “Di

Rumah Aja, Mimpi, Jaga Amanah, Belajar Berjualan, Chef Rarra, Stop

Jangan Berebut, Adab Menguap, Tolong dan Terimakasih, Antta Hilang,

Kak Nussa Jangan Pergi, Qodarullah Wamasya’a Fa’ala, dan Mengenal

Ka’bah”, dengan link videonya sebagai berikut

https://youtu.be/MYLxENuMk5w .

b. Data Sekunder, Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data.54 Data yang diperoleh secara

tidak langsung dari sumber obyek yang diteliti. Perpustakaan, arsip

perorangan dan sebagainya. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini

diambil dari sebagian literatur seperti buku-buku, artikel, internet dan hal

lain yang berhubungan dengan obyek pembahasan.

53
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 108.
54
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 309.
3. Teknik Pengumpulan Data

1. Dokumentasi

Metode Dokumentasi adalah salah satu cara mengumpulkan data

melalui pengambilan gambar atau peninggalan tertulis. Metode dokumentasi

merupakan metode mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, koran, prasasti, agenda dan

yang lainnya.55

Metode dokumentasi sendiri menggunakan teknik simak dan catat

yaitu catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berbentuk tulisan, gambar

atau karya-karya monumental dari seseorang. Metode dokumentasi adalah

cara pengumpulan data dengan menggali informasi pada dokumen-dokumen,

baik itu berupa kertas, video, benda dan yang lainnya.56

2. Penelitian dari media audio-visual

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian terhadap serial

animasi Nussa yang didukung dengan video atau postingan-postingan terkait

seperti di Instagram atau internet. Dalam tahapan ini dilakukan dengan

pengamatan terhadap serial animasi Nussa. Secara terinci, langkah-langkah

pengumpulan data yang dimaksud adalah:

1) Memutar serial animasi yang dijadikan objek penelitian

2) Mentransfer rekaman dalam bentuk tulisan atau skenario (transkrip).

3) Mentransfer gambar ke dalam tulisan.

55
Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian Pendidikan ,(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm.
309.
56
Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian Pendidikan ,(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm.
91
4) Menganalisis isi untuk kemudian mengklasifikasikan berdasarkan

pembagian yang telah di tentukan.

5) Mencocokkan dengan buku-buku bacaan yang relevan.

Teori, konsep, dan proposisi-proposisi yang boleh jadi ada pada

catatan, buku-buku, majalah, notulen, surat kabar, internet, video dan

manuskrip, setelah data-data semua terkumpulkan selanjutnya dipilih dan

dipilah serta diklasifikasikan untuk kemudian dilakukan analisis data.

4. Teknik Analisis Data

Setelah mengumpulkan data, maka tahap berikutnya adalah pengolahan

data dan analisis data. Analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis isi

(content analysis) yaitu penelitian yang dilakukan terhadap informasi, yang

didokumentasikan dalam rekaman, baik dalam gambar, suara maupun tulisan.57

Adapun langkah-langkah dalam menganalisa data pada penelitian

kualitatif deskripsi yaitu:58

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya.

b. Penyajian Data (Display)

Penyajian data merupakan suatu cara merangkai data dalam suatu

kesimpulan atau tindakan yang diusulkan.

57
Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm.
309.
58
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 309.
c. Penarikan Kesimpulan (Verification)

Pada tahap ini penulis mengambil kesimpulan terhadap data yang

telah direduksi ke dalam laporan secara sistematis dengan cara

membandingkan, menghubungkan, dan memilih yang mengarah pada

pemecahan masalah serta mampu menjawab permasalahan dan tujuan

yang hendak dicapai.

H. Rancangan Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis

menyusun penelitian ini dalam bentuk sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terkait, metode

penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II berisi landasan teori yang membahas kerangka konseptual

tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam film animasi Nussa dan

relevansinya terhadap pendidikan karakter.

Bab III berisi deskripsi film animasi Nussa yang membahas tentang

profil film animasi Nussa; tokoh dan penokohan; dan alur cerita.

Bab IV berisi analisis data dan pembahasan yang merupakan satu-

kesatuan utuh antara data, analisis dan pembahasan tentang nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam film animasi Nussa dan relevansinya terhadap

pendidikan karakter.
Bab V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran, dan kata

penutup yang merupakan rangkaian dari keseluruhan hasil penelitian secara

singkat.

Anda mungkin juga menyukai