Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL

OLAT MARAS FARM: Integrated Farming System Berbasis Budidaya


Maggot Black Soldier Fly (BSF) Guna Mendukung Program
Zero Waste dan Industrialisasi di Nusa Tenggara Barat

Nama Lembaga :
No. Telp. Kantor :
Alamat :
E-mail :

i
RINGKASAN EKSEKUTIF

Tujuan dari program ini adalah mendampingi tenant Rumah Lele dalam rangka
pengembangan usaha melalui program Calon Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT)
Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi,
mengembangkan dan menerapkan teknologi untuk perbaikan proses produksi sehingga mampu
meningkatkan pendapatan, memberdayakan pembudidaya lokal, dan meningkatkan peran LPPM
IPB dalam menginkubasi tenant.
Teknologi bioflok berbasis microbubble dan suplemen organik adalah salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah limbah budidaya dan menyediakan
pakan tambahan bagi ikan budidaya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi
pakan. Teknologi bioflok dimodifikasi dengan prinsip aerasi microbubble sehingga akan
meningkatkan penyebaran oksigen ke seluruh bagian kolam secara lebih merata. Selain itu
didukung pula dengan suplemen organik yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
sebesar 25-43 % (Makkar, 1996). Adapun kandungan yang lainnya adalah vitamin A, B1, B2,
B3, C, Kalsium, Kalori, Karbohidrat, Tembaga, Lemak, Serat, Besi, Magnesium, Fosfor,
Potasium, Protein, dan Seng. Dengan teknologi tersebut, kami bisa menekan biaya pakan sebesar
30 %.
Saat ini kami telah bekerja sama dengan beberapa tengkulak ikan lele dan pemilik
warung pecel lele yang ada di beberapa kabupaten di Lampung. Kebutuhan mereka akan ikan
lele per bulannya sebesar 30 ton dan kapasitas produksi kami masih 10 ton ikan lele per bulan,
sehingga kami masih belum bisa memenuhi kebutuhan mereka. Dengan adanya kepastian
kebutuhan pasar saat ini, kami bermaksud untuk menambah kapasitas produksi ikan lele dengan
mengikuti program CPPBT ini.
Prospek masa depan usaha rumah lele sangat cerah karena teknologi budidaya tersebut
mudah dan ekonomis. Jika harga lele di pasar mengalami penurunan, kami tetap bisa bertahan.
Selain itu, berdasarkan data dan pendapat para pedagang lele bahwa stok lele di Indonesia masih
sangat jauh dari mencukupi. Hal ini tentunya menjadi alasan kuat bagi kami bahwa dengan tekun
dan sungguh-sungguh dalam menjalankannya, kami yakin usaha kami akan berhasil sehingga
rumah lele menjadi solusi dan sangat potensial untuk diterapkan dalam pembudidayaan lele
intensif.

ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN

Integrated Farming System Berbasis Budidaya Maggot Black Soldier Fly (BSF)
untuk Pembuatan Pelet Maggot, Pupuk Organik Cair (POC), Pakan Ayam
Broiler, dan Pakan Lele Bioflok Guna Mendukung
Program Zero Waste Nusa Tenggara Barat

Keterangan Penanggung Jawab Lembaga

Nama Lembaga :
Nama Penanggung Jawab Lembaga :
Alamat :
Telepon/HP :
E-mail :

Keterangan Penanggung Jawab Program

Nama Penanggung Jawab Program :


Alamat :
Telepon/HP :
E-mail :

Yang Mengusulkan

Kepala Lembaga Penanggung Jawab Program

NIP. NIP.

iv
PROFIL LEMBAGA

A. KONTAK LIAISON OFFICER/ PENGHUBUNG LEMBAGA


1. Nama : ……………………………
2. Alamat : ……………………………
3. Nomor HP : ……………………………
4. E-mail : ……………………………

B. IDENTITAS LEMBAGA
1. Nama Lembaga : ……………………………
2. Alamat Lembaga : ……………………………
3. Telepon Lembaga : ……………………………
4. E-mail Lembaga : ……………………………
5. Nama Pimpinan : ……………………………

C. KELEMBAGAAN LEMBAGA
1. Tahun Mulai Berdiri : ……………………………
2. SK Pendirian : ……………………………
3. Visi dan Misi : ……………………………
4. Kemitraan yang dimiliki : ……………………………
5. Pengalaman Pembinaan : ……………………………

v
DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF...........................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................................iii
PROFIL LEMBAGA......................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................vii
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................................................1
BAB II. ASPEK PRODUK INOVASI TEKNOLOGI....................................................................2
BAB III. ASPEK PROSPEK DAN POTENSI PASAR................................................................10
BAB IV. RENCANA KEGIATAN...............................................................................................13
BAB V. RENCANA PENGGUNAAN ANGGARAN.................................................................14
LAMPIRAN..................................................................................................................................18
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan....................................................................................................19
Lampiran 2. SK Penetapan Lembaga.........................................................................................20
Lampiran 3. Foto Rencana Lokasi Pelaksanaan Kegiatan ........................................................21

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi nilai gizi ikan lele (Clarias batrachus) tiap 100 g..........................................1
Tabel 2. Rencana Kegiatan............................................................................................................13
Tabel 3. Rencana Penggunaan Anggaran......................................................................................14

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Latar Belakang Pendirian Usaha......................Error! Bookmark not defined.


Gambar 2. Skema Kondisi Persaingan Usaha...............................Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. Sistem Bioflok Berbasis Microbubble...........................................................................8
Gambar 4. Perbedaan regular bubble dengan microbubble............................................................8
Gambar 5. Ilustrasi perbandingan ukuran regular bubble dengan microbubble.............................9
Gambar 6. Gambar Lele Hasil Budidaya.......................................Error! Bookmark not defined.
Gambar 7. Kerangka Analisis Kompetisi......................................................................................10
Gambar 8. Gambar Lele Hasil Budidaya.......................................................................................11

viii
BAB 1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi beragam, antara lain
sebagai medium tumbuh tanaman untuk penyediaan bahan pangan, cadangan air, rekreasi,
permukiman dan bangunan lain. Fungsi untuk penyediaan bahan pangan dan permukiman
selalu antagonis, artinya semakin luas lahan yang digunakan untuk permukiman atau
kebutuhan non pertanian akan semakin menurunkan luas lahan untuk pertanian (penyediaan
bahan pangan). Hal itu jelas akan mengancam keberlanjutan pembangunan pertanian di
masa datang, terutama dalam penyediaan pangan, tenaga kerja yang pada akhirnya akan
berdampak pada kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto
(PDB) juga akan mengalami penurunan. Proses alih fungsi itu harus dikendalikan
sedemikian rupa sehingga tidak mengarah pada krisis pangan, ekonomi dan sosial yang pad
akhirnya akan menimbulkan instabilitas politik dan keamanan regional maupun nasional.
Berdasarkan pertimbangan di atas, lahirlah Undang Undang Nomor 41 tahun 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) agar proses alih
fungsi dapat dikendalikan dengan baik. Implementasi perangkat hukum itu membutuhkan
waktu yang relatif lama sehingga diperlukan strategi lain yang dapat muncul dari
masyarakat sendiri terutama petani sebagai pelaku utama penyedia pangan. Strategi yang
dimaksud harus mampu meminimalisasi ketergantungan petani, memberikan jaminan
pendapatan yang memadai/layak, jaminan usaha tani yang berkelanjutan, kesejahteraan yang
baik dan cenderung mandiri. Oleh karena itu, hal-hal itu harus dipenuhi agar petani pemilik
lahan tidak mudah melepaskan atau menjual tanahnya. Dengan demikian, fungsi lahan tetap
lestari dan alih fungsi lahan dapat terkendali. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan
untuk tujuan tersebut yakni Pengembangan Integrated Farming System (IFS) atau Sistem
Pertanian Terpadu (SPT). Pengembangan system pertanian ini lebih diarahkan pada wilayah
pedesaan atau kalua memungkinkan dengan modifikasi tertentu dapat dikembangkan di
wilayah peri-urban.

B. TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN

C. MANFAAT

1
BAB II. ASPEK PRODUK INOVASI TEKNOLOGI

2.1 Integrated Farming System

2.2 Budidaya Maggot Black Soldier Fly (BSF)


Black Soldier Fly (BSF) atau dalam bahasa latin Hermetia illucens merupakan spesies
lalat dari ordo Diptera dan famili Stratiomyidae dengan genus Hermetia (Hem, 2011). BSF
merupakan lalat asli dari benua Amerika (Hem, 2011) dan sudah tersebar hampir di seluruh
dunia antara 45° Lintang Utara dan 40° Lintang Selatan (Diener, 2010). BSF juga ditemukan
di Indonesia, tepatnya di daerah Maluku dan Irian Jaya sebagai salah satu ekosistem alami
BSF (Hem, 2011). BSF adalah spesies lalat tropis yang mempunyai kemampuan mengurai
materi organik dengan sangat baik (Holmes, dkk, 2012).
BSF mampu mengekstrak energi dan nutrien dari sisa sayuran, sisa makanan, bangkai
hewan, dan sisa kotoran lainnya, seperti tinja dan air limbah domestik sebagai makanannya.
Rendahnya nilai ekonomis dari limbah tersebut menguntungkan upaya pengembangan
bioteknologi dari BSF. Larva atau maggot dari BSF dapat mendaur ulang sampah jenis padat
maupun cair, serta cocok untuk dikembangbiakan secara monokultur karena mudah
disebarkan, aman, dan mudah dikembangbiakan di semua kondisi. Selain itu, tidak mudah
terpengaruh oleh mikroorganisme dan tidak mudah terjangkit parasit. BSF juga mampu
bertahan dalam kondisi ekstrem dan mampu bekerjasama dengan mikroorganisme untuk
mendegradasi sampah organik. BSF bukan hama (Popa, 2012), tetapi merupakan jenis lalat
yang memiliki risiko penyebaran penyakit yang lebih rendah dibanding jenis lalat lainnya
(Bullock, dkk, 2013).

2
Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan larva BSF, yaitu dapat
mendegradasi sampah organik menjadi nutrisi untuk pertumbuhannya, mengonversi sampah
organik menjadi kompos dengan kandungan penyubur yang tinggi, mengontrol bau dan
hama, serta mengurangi emisi gas rumah kaca pada saat proses dekomposisi sampah.
Tubuhnya mengandung zat kitin dan protein yang cukup tinggi (sekitar 40%-50%) yang
dapat digunakan sebagai pakan ternak, serta kandungan lemak yang tinggi pada tubuh larva
BSF dapat dimanfaatkan sebagai bahan biofuel (Popa, 2012).
Tabel 1. Kandungan nutrisi maggot
Asam amino esensial Mineral dan lain-lain
Methionone 0,83 P 0,88%

Lysine 2,21 K 1,16%


Leucin 2,61 Ca 5,36%
Isoleucine 1,51 Mg 0,44%
Histidene 0,96 Mn 348 ppm
Phenyllalanine 1,49 Fe 776 ppm
Valine 2,23 Zn 271 ppm
I-Arginine 1,77 Protein Kasar 43,2%
Threonine 1,41 Lemak Kasar 28,0%
Tryptopan 0,59 Abu 16,6%
Sumber: Newton et.al, (2005)

Siklus hidup BSF merupakan sebuah siklus metamorfosis sempurna dengan 4 (empat)
fase, yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Siklus metamorfosis BSF berlangsung dalam
rentang kurang lebih 40 hari, tergantung pada kondisi lingkungan dan asupan makanan
(Sipayung, 2015).
a. Fase Telur
Fase telur dalam larva BSF menandakan permulaan siklus hidup sekaligus berakhirnya
tahap hidup sebelumya, di mana jenis lalat ini menghasilkan kelompok telur (juga biasa
disebut ovipositing). Lalat betina meletakkan sekitar 400 hingga 800 telur di dekat bahan
organik yang membusuk dan memasukkannya ke dalam rongga-rongga yang kecil, kering,
dan terlindung (Holmes, dkk, 2012). Betina tersebut akan mati tidak lama setelah bertelur.
Telur-telur tersebut diletakkan dekat dengan bahan organik yang membusuk supaya saat
menetas nanti, larva dapat dengan mudah menemukan sumber makanan di sekitar mereka
karena ditempatkan dalam rongga-rongga yang terlindungi dari pengaruh lingkungan
(Mentari, 2018).
b. Fase Larva

3
Larva BSF merupakan fase paling lama dalam siklus hidupnya, sehingga
dikelompokkan sebagai agen biokonversi, karena sebagian besar hidupnya berperan sebagai
dekomposer (Fahmi, 2015). Larva BSF mengonsumsi berbagai jenis bahan organik yang
telah membusuk, seperti buah-buahan dan sayuran yang membusuk, serta kotoran hewan dan
manusia (Žáková, 2013). Selain itu, larva BSF juga merupakan konsumen rakus terhadap
sampah dapur, makanan basi, sayuran, dan bangkai (Newton, dkk, 2005).
Larva yang baru menetas optimum hidup pada suhu 28-35°C dengan kelembaban
sekitar 60-70% (Holmes, dkk, 2012). Pada umur 1 (satu) minggu, larva BSF memiliki
toleransi yang jauh lebih baik terhadap suhu yang lebih rendah. Larva yang baru menetas
akan segera mencari tempat yang lembab di mana mereka dapat mulai makan pada material
organik yang membusuk. Pada tahap ini larva muda akan sangat rentan terhadap pengaruh
faktor eksternal, seperti suhu, tekanan oksigen yang rendah, jamur, kandungan air, dan bahan
beracun. Ketahanannya terhadap faktor-faktor tersebut akan meningkat setelah berumur
sekitar 1 minggu (berukuran sekitar 5-10 mg). Setelah berumur 10 hari, larva-larva ini akan
mampu bersaing dengan larva yang lebih tua dalam inkubator pengembangbiakan. Setelah
menetas, mulai dari fase larva hingga mencapai tahap prepupa, BSF mampu mereduksi
hingga kurang lebih 55% sampah yang diberikan (Diener, 2010).
Selama masa pertumbuhannya, larva BSF mengalami 5 (lima) fase pergantian kulit
(instar) dengan perubahan warna dari putih krem sampai dengan berwarna cokelat kehitaman
pada instar terakhir (Popa, 2012). Dalam kondisi ideal, larva BSF akan mencapai fase
prepupa dan ukuran maksimum pada hari ke-14 setelah menetas. Namun, pada kondisi iklim
tertentu bisa berlangsung hingga hari ke-30. Beberapa kondisi non-ideal yang dapat
menghambat pertumbuhan larva BSF, antara lain suhu yang tidak optimal, kualitas makanan
yang rendah nutrien, kelembaban udara yang kurang, dan adanya zat kimia yang tidak cocok
bagi larva. Pada kondisi normal, larva BSF dewasa berukuran rata-rata 16-18 mm dengan
massa antara 150-200 mg. Bahkan dalam beberapa kejadian, larva dewasa dapat mencapai
ukuran 1 inci (27 mm) dengan massa sampai dengan 430 mg. Larva BSF membutuhkan
material organik yang mudah terurai sebagai makanannya, seperti kompos, sampah, kotoran,
bangkai hewan, sayuran, dan buah-buahan busuk. Larva BSF lebih aktif mengurai sisa atau
sampah yang diberikan dalam keadaan mulai membusuk, sehingga membuat sampah yang di
dalamnya terdapat banyak larva BSF dan tidak mengeluarkan bau tidak sedap yang terlalu
mencolok (Sipayung, 2015).
c. Fase Pupa

4
Setelah berganti kulit hingga instar yang keenam, larva BSF akan memiliki kulit yang
lebih keras daripada kulit sebelumnya yang disebut sebagai puparium di mana larva mulai
memasuki fase prepupa. Pada tahap ini, prepupa akan mulai bermigrasi untuk mencari
tempat yang lebih kering dan gelap sebelum mulai berubah menjadi kepompong. Pupa
berukuran kira-kira dua pertiga dari prepupa dan merupakan tahap di mana BSF dalam
keadaan pasif dan diam, serta memiliki tekstur kasar berwarna cokelat kehitaman. Selama
masa perubahan larva menjadi pupa, bagian mulut BSF yang disebut labrum akan
membengkok ke bawah seperti paruh elang yang kemudian berfungsi sebagai kait bagi
kepompong. Proses metamorfosis pupa menjadi BSF dewasa berlangsung dalam kurun
waktu antara sepuluh hari sampai dengan beberapa bulan tergantung kondisi suhu lingkungan
(Sipayung, 2015).
d. Fase Lalat Dewasa
Fase dewasa merupakan fase dengan waktu yang cukup singkat, yaitu 6-8 hari dan
hanya berfokus pada aktivitas berkembangbiak (Fahmi 2015). Selama fase dewasa, BSF
tidak membutuhkan makanan, kecuali air sebagai nutrisi yang diperlukan untuk reproduksi
selama perkembangannya. Serangga dewasa BSF hanya mengandalkan cadangan lemak
tubuhnya yang diperoleh selama tahap larva, sehingga tidak berperan sebagai vektor penyakit
dan bakteri (Tomberlin, dkk, 2002).
BSF dewasa mulai dapat kawin setelah berumur 2 hari. Setelah terjadi perkawinan,
BSF betina akan menghasilkan sebanyak 300-500 butir telur dan meletakkannya di lokasi
yang lembab dan gelap, seperti pada kayu lapuk (Sipayung, 2015). Kondisi lingkungan yang
optimal untuk reproduksi adalah suhu siang rata-rata 31,8°C dan serangga dewasa BSF
toleran terhadap berbagai suhu antara 15-47°C (Diener, dkk, 2011).
Perkembangan telur BSF sampai prepupa 22-24 hari, telur sampai dewasa 40-43 hari
untuk BSF jantan, 41 dan 43 hari untuk BSF betina. Serangga BSF jantan memiliki ukuran
lebih kecil daripada betina dan muncul lebih awal 1-2 hari sebelum serangga betina muncul.
Selain itu, serangga BSF dewasa jantan jika tersedia air dapat hidup 9-10 hari, jika tidak
tersedia air hanya dapat hidup 6-8 hari. Serangga BSF betina jika tersedia air dapat hidup 8
hari, jika tidak tersedia air hanya dapat hidup 6 hari (Tomberlin, 2001).

5
Gambar. Siklus hidup lalat BSF Gambar. Morfologi larva, pupa, dan lalat
dewasa BSF
2.3 Pembuatan Pelet Maggot BSF

2.4 Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC)


2.5 Budidaya Ayam Broiler
2.6 Budidaya Lele Sistem Bioflok
Ikan lele merupakan salah satu ikan konsumsi yang digemari masyarakat Indonesia.
Produksi ikan lele pada tahun 2014 sebesar 613.120 ton dan mengalami peningkatan 12.75%
dari tahun sebelumnya (KKP 2014). Berdasarkan data tersebut, angka produksi nasional ikan
lele terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan produksi budidaya lele
dengan cara budidaya super intensif membawa dampak negatif terhadap kualitas lingkungan
budidaya yang kemudian dapat berakibat bagi kesehatan ikan. Penurunan kualitas lingkungan
disebabkan oleh limbah dari sisa pakan, feses dan sisa metabolisme ikan. Menurut
Asaduzzaman et al. (2008), tingginya penggunaan pakan buatan pada budidaya intensif
menyebabkan pencemaran lingkungan dan peningkatan kasus penyakit. Dengan demikian,
semakin tinggi input pakan semakin tinggi pula akumulasi limbah amonia dalam media
budidaya dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Avnimelech 2012).
Nitrogen dalam sistem akuakultur terutama berasal dari pakan buatan yang
mengandung protein tergantung pada kebutuhan dan stadia organisme yang dikultur
(Avnimeleeh & Ritvo, 2003). Dari total protein yang masuk ke dalam sistem budidaya,
sebagian dikonsumsi oleh organisme budidaya dan sisanya terbuang ke dalam air. Protein
dalam pakan akan dicerna namun hanya 20-30% dari total nitrogen dalam pakan
dimanfaatkan menjadi biomassa ikan (Brune et al. 2003). Katabolisme protein dalam tubuh
organisme akuatik menghasilkan ammonia sebagai hasil akhir dan diekskresikan dalam
bentuk ammonia (NH3) tidak terionisasi melalui insang (Ebeling et al. 2006). Pada saat yang
sama, bakteri memineralisasi nitrogen organik dalam pakan yang tidak termakan dan feses
menjadi ammonia (Gross & Boyd, 2000).
Teknologi bioflok adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah limbah budidaya. Bahkan mampu memberi keuntungan lebih karena selain dapat

6
menurunkan limbah nitrogen anorganik, juga dapat menyediakan pakan tambahan bagi ikan
budidaya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan. Teknologi bioflok
dapat dilakukan dengan menambahkan karbon organik ke dalam media pemeliharaan untuk
meningkatkan C/N rasio dan merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof (Crab et al. 2007).
Bakteri heterotrof dapat mengasimilasi dengan cepat total ammonia nitrogen (TAN) dalam
perairan dan dikonversi menjadi protein bakteri jika terdapat C/N rasio yang optimal untuk
pertumbuhannya (Avinemelech 1999). Bakteri heterotrof kemudian akan membentuk
bioflok. De Schryver et al. (2008) menyatakan bioflok merupakan suspensi yang terdapat di
dalam air yang berupa fitoplankton, bakteri, agregat hidup, bahan organik, kation dan sel
mati. Dengan demikian bioflok merupakan suatu jenis kultur mikroba campuran yang
tumbuh baik pada buangan nitrogen, dan buangan nitrogen ini didaur ulang menjadi sel muda
(Avnimelech 2007), dan dapat digunakan sebagai nutrisi penting tambahan bagi ikan
(Ekasari et al. 2010). Menurut Irianto (2003), spesies Bacillus subtilis, B. megaterium, dan
B. polymyxa merupakan spesies yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air pada
kolam pemeliharaan. Pemberian Bacillus sp. dengan metode suplementasi dalam pakan juga
meningkatkan pertumbuhan, respon imun, dan resistensi terhadap infeksi virus (Widanarni et
al. 2014), dan memperbaiki rasio konversi pakan (Widanarni et al. 2012), serta peningkatan
kualitas air (Watson et al. 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja
pertumbuhan ikan lele (Clarias sp.) dalam budidaya super intensif berbasis bioflok dengan
penambahan probiotik Bacillus sp. Kinerja pertumbuhan ikan lele pada perlakuan bioflok
dengan penambahan probiotik Bacillus sp. 106 CFU ml-1 menunjukkan hasil terbaik dengan
nilai SR 89.33±2.49%, SGR 6.35±0.05%, dan FCR 0.91±0.01.
Microbubble merupakan konsep aerasi kolam yang bertujuan untuk meningkatkan
penyebaran oksigen ke seluruh bagian kolam secara lebih merata. Hal ini dilakukan dengan
cara menghasikan gelembung udara (bubble) dalam ukuran yang lebih kecil dari gelembung
pada umumnya (penjelasan mengenai perbandingan ukuran gelembung ini dapat dilihat pada
gambar 5). Gelembung biasa akan pecah dan melepasan oksigen di bagian permukaan kolam.
Hal ini menyebabkan oksigen yang beredar kurang merata pada bagian dalam kolam di mana
ikan berada. Dengan teknologi microbubble, maka gelembung yang dihasilkan berukuran
jauh lebih kecil sehingga mampu bertahan lebih lama melayang di bagian dalam kolam.
Gelembung berukuran kecil ini juga dapat beredar dan terpencar dengan lebih mudah
sehingga menghasilkan aerasi yang lebih baik, karena oksigen yang dihasilkan lebih merata.
Suplemen organik yang kami buat adalah suplemen yang memiliki kandungan protein
yang cukup tinggi sebesar 25-43 % (Makkar, 1996). Adapun kandungan yang lainnya adalah

7
vitamin A, B1, B2, B3, C, Kalsium, Kalori, Karbohidrat, Tembaga, Lemak, Serat, Besi,
Magnesium, Fosfor, Potasium, Protein, dan Seng. Suplemen organik ini diberikan dalam
bentuk campuran pakan pada dua pekan setelah tebar. Kandungan proteinnya yang tinggi
dapat menghemat pengeluran pakan reguler, karena kandungan proteinnya yang tinggi.
Protein merupakan salah satu unsur paling penting dalam pertumbuhan lele, karena unsur ini
menjadi pembentuk daging. Konsep mengenai suplemen organik ini kami peroleh dari studi
literatur / jurnal, dengan tujuan menemukan makanan tambahan yang mudah dan murah
untuk didapat dan kaya akan senyawa-senyawa esensial.
Selain itu, menurut pendapat konsumen, produk lele kami memilii rasa yang lebih
gurih, empuk dan nikmat (Harjo, 2017). Hal ini dikarenakan budidaya lele kami
menggunakan konsep sistem bioflok berbasis microbubble yang mampu mengoptimasi
komposisi asam amino pemberi rasa gurih pada tubuh ikan lele. Ini merupakan keunggulan
kami dibandingkan dengan yang lain. Dari segi tingkat penyakit dan kematian ikan lele,
alhamdulillah selama ini kolam kami aman dari penyakit dan tingkat kematian sangat rendah
yakni maksimal 1%. Keunggulan yang lebih menarik adalah ikan lele kami dapat dipanen
pada usia 2 s.d. 2,5 bulan.

Gambar 1. Sistem Bioflok Berbasis Microbubble

8
Gambar 2. Perbedaan regular bubble dengan microbubble

Gambar 3. Ilustrasi perbandingan ukuran regular bubble dengan microbubble

9
BAB III. ASPEK PROSPEK DAN POTENSI PASAR

Segmen pasar yang kami tuju adalah tengkulak lele, tengkulak ayam pedaging, pedagang
ikan lele dan ayam pedaging di pasar, pemilik warung makan atau restoran, pelaku usaha
tanaman holikultura (untuk penjualan pupuk organik cair), dan pelaku ternak lele dan ayam
(untuk penjualan pelet maggot BSF), warga masyarakat sekitar, serta masyarakat daerah-daerah
lain di Kabupaten Sumbawa. Kami akan berupaya menjadi suplier tetap mereka dimana kami
akan menjaga kualitas sesuai dengan spesifikasi yang mereka inginkan. Jika usaha kami
berkembang pesat, dimana kapasitas semakin besar, maka kami akan memperluas segmen pasar
hingga kota-kota disekitar provinsi Nusa Tenggara Barat ataupun provinsi lainnya.
Resiko kompetisi dari produk sejenis dari usaha kami tidak begitu membawa pengaruh
besar karena produk ikan lele, ayam, pelet maggot BSF, dan pupuk organik cair dimanapun
mempunyai kualitas yang hampir sama, yang membedakan adalah dari segi biaya produksinya
dimana yang mampu menekan biaya produksi semaksimal mungkin, dia yang mampu bertahan.
Strategi Integrated Farming System merupakan permainan dari aspek pakan, karena pakan yang
kami gunakan untuk budidaya lele bioflok dan ayam broiler tidak membeli dari luar melainkan
menggunakan maggot hasil dari budidaya Black Soldier Fly (BSF) kami. Contoh pada budidaya
lele bioflok dan ternak ayam broiler kami, jika ingin mendapatkan hasil sebesar satu ton, maka
pakan yang diperlukan juga sebesar satu ton. Permasalahan pakan merupakan hal yang kami
siasati dimana dengan Integrated Farming System yang kami gunakan, maka kebutuhan pakan
lele sebesar 30% di awal pembesaran dapat digantikan dengan pakan maggot atau pelet maggot
hasil dari budidaya Black Soldier Fly (BSF) kami.

KOMPETITOR USAHA KAMI

Pakan berasal dari pabrikan Pakan berasal dari maggot BSF dan
Suplemen organik sistem bioflok

Massa panen 3-4 bulan (Lele) dan 35-40 Massa panen kurang dari 3 bulan (Lele
hari (ayam) Bioflok) dan 25-30 hari (Ayam Broiler)

Boros biaya pakan Hemat biaya pakan


Gambar. Kerangka Analisis Kompetisi Budidaya Lele dan Ayam Broiler

Untung lebih sedikit Untung lebih banyak 10


KOMPETITOR USAHA KAMI

Media dan bahan beli Media dan bahan langsung dari


budidaya BSF kami sendiri

Boros biaya pembuatan pelet dan pupuk Hemat biaya pembuatan pelet maggot
organik cairAnalisis Kompetisi Usaha Pelet
Gambar. Kerangka dan Pupuk
dan pupuk organik Organik
cair Cair

Prospek masa depan usaha kami sangat cerah karena Integrated Farming System dan
Untung
teknologi budidaya kamilebih sedikit
mudah Untung
dan ekonomis dimana kami lebih banyak
menghemat pakan hingga 30%. Jika
harga lele atau ayam pedaging di pasar mengalami penurunan, kami masih bisa bertahan untuk
tetap budidaya lele dan ayam. Berbeda dengan kompetitor kami, jika harga lele turun maka
mereka akan mengalami kerugian besar yang mengakibatkan gulung tikar. Selain itu,
berdasarkan data dan pendapat para pedagang lele dan ayam pedaging bahwa stok lele dan ayam
pedaging di Sumbawa masih kurang mencukupi. Mereka masih menyuplai lele dan ayamnya dari
luar Sumbawa. Hal ini tentunya menjadi alasan kuat kami dengan modal tekun dan sungguh-
sungguh dalam menjalankannya, kami yakin bahwa usaha kami akan berhasil. Dengan biaya
produksi yang murah dan kualitas dari produk kami sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh
konsumen, kami optimis bisa bersaing dengan kompetitor.
Selain itu usaha kami lainnya dalam Integrated Farming System ini yaitu budidaya
maggot Black Soldier Fly (BSF) bisa dibilang baru dan pertama kali hadir di Sumbawa. sehingga
potensi pasar untuk penjualan pelet magot dan pupuk organik cair hasil dari budidaya Black
Soldier Fly (BSF) ini sangatlah besar.
Segmen
pasar yang
dituju jelas

Kualitas
Tinggi
Prospek
ke Depan
Gambar.Cerah
Gambaran Prospek Usaha
Permintaan
Besar
11

Tekun dan
Dari hasil pengembangan budidaya lele bioflok dan ayam broiler yang kami peroleh,
kami berencana mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan pasar. Beberapa potensi pasar kami
seperti tengkulak, penjual di pasar, pemilik warung makan dan restoran, warga sekitar di daerah
Sumbawa masih membutuhkan banyak suplai ikan lele segar dan ayam pedaging. Kebutuhan
pasar yang besar di Kabupaten Sumbawa belum bisa terpenuhi karena pelaku budidaya lele dan
ayam masih sedikit. Sehingga diharapkan melalui Integrated Farming System yang kami buat ini
dapat memenuhi kebutuhan pasar. Untuk perluasan jangkauan pemasaran, kami menggunakan
forum agrobisnis di sosial media agar produk budidaya kami dapat diketahui secara luas.
Mengingat kami belum memiliki pelanggan tetap, kami mengambil langkah untuk memasarkan
produk kami secara langsung.
Kami berharap dengan adanya bantuan dana dari untuk program kami ini, kami dapat
melakukan pengembangan usaha dengan memperluas area Integrated Farming System kami
sehingga kapasitas produksi kami dapat bertambah.

 Olat Maras Holtikultura  Rumah Pupuk


 Integrated farming  Media relations  Pasar Swalayan
 Olat Maras Teknologi  Pengolahan BSF
 Zero waste  Follow up custumer  Restoran
 Sumbawa Techno Park  Penggeukan Sapi
 Industrialisasi  Pelayanan konsultasi  Rumah makan
 Universitas Teknologi  Pembibitan Sapi
 Agrowisata edukasi  Community of practice  Tengkulak ikan lele
Sumbawa  Pertanian Organik  Pelatihan  Tengkulak ayam broiler
 Non Government  Pakan Ternak  Inkubasi bisnis  Penjual tanaman
Organization (NGO)  Budidaya Lele/Nila
holtikultura
 Dinas pemerintahan  Peternakan Ayam/Bebek
 Pembudidaya ikan
 Pemerintah daerah  Bank Sampah Organik (semua jenis ikan)
 Pemerintah provinsi
 Peternak ayam
 Pengepul ayam dan lele
 Peternak bebek
 Pemilik toko tanaman
 Modal  Membuat website  Retail/agen
holtikultura
 Mesin dan alat  Memasang iklan di Facebook  Pemerintah
 Komunitas pembudidaya,
 Teknologi terbaru Ads, Instagram Ads, dan  Perusahaan
petani, dan peternak
 Pegawai berkompeten Google Adwords  Masyarakat
 Peneliti
 Lahan yang luas  Membuat media sosial  Perguruan tinggi
 Investor/Donatur
 Menerapkan SOP  Public relation
 Mahasiswa
 Memperbanyak kolam  Retailer/agen/distributor
 Dosen
 Memperbanyak kandang  Direct selling
 Perguruan tinggi
 Trainer  Akses Pemerintah dan NGO
 Masyarakat sekitar

 Marketing cost  Biaya investasi  Pupuk kandang/kompos  Bebek pedaging  Daging sapi
 Variebel cost: listrik, air,  Biaya produksi  Pellet apung  Bebek petelur  Biogas
trasportasi, dan administrasi  Gaji pegawai  Fresh maggot  Ikan nila  Sayuran organik
 Training cost  Perawatan  Maggot kering  Ikan lele  Tanaman lamtoro
 Ayam pedaging  Sapi hasil penggemukan  Bank sampah organik
 Ayam petelur  Sapi hasil pembibitan  Rumah makan

Gambar. Business Canvas Model (BMC) Integrated Farming System

12
BAB IV. RENCANA KEGIATAN

Tabel 1. Rencana Kegiatan


Durasi
Target Luaran
Nama Kegiatan Rincian Kegiatan Kegiatan
(Terukur)
(Dalam Bulan)
Pembukaan lahan  Survei lokasi lahan Mengetahui dimana Bulan pertama
 Pembuatan dan perataan lokasi masing-masing pekan pertama
lahan budidaya BSF, lele dan kedua
 Pemetaan lokasi bioflok, dan ayam
Integrated Farming broiler.
System
Pembeliaan peralatan  Pembelian peralatan dan Pembuatan sarana dan Bulan pertama
dan bahan baku bahan baku melalui prasarana dapat dan pekan ketiga
langsung maupun online dijalankan di bulan
kedua
Pembuatan sistem  Pembuatan kultur media  Menghasillakn Bulan kedua
budidaya Black Soldier  Pembuatan kandang maggot BSF
Fly (BSF) BSF berkualitas
 Penebaran benih BSF
Pembuatan sistem  Pembuatan kolam  Menurunkan tingkat Bulan kedua
budidaya lele bioflok  Pembuatan instalasi kematian lele
perairan dan listrik bioflok
 Pembuatan media air  Menghasilkan lele
 Penebaran benih bioflok berkualitas
Pembuatan sistem  Pembuatan kandang  Menghasilkan ayam Bulan kedua
budidaya peternakan  Pembuatan instalasi broiler berkualitas
ayam broiler listrik
 Penempatan anak ayam
Pembuatan pelet  Pemanenan maggot  Menghasilkan pelet Bulan ketiga
maggot BSF  Pembuatan pelet maggot maggot BSF siap pekan kedua
BSF jual
Pembuatan pupuk  Pemanenan maggot  Menghasilkan Bulan ketiga
organik cair (POC)  Pembuatan media pupuk pupuk organik cair pekan ketiga
organik cair (POC) (POC) siap jual
Penyediaan fasilitas  Penyediaan web,  Mendapatkan Bulan ketiga
pemasaran pengelolaan akun sosial konsumsen dan
media, pembuatan distributor baru.
billboard di depan  Mendapatkan
tempat usaha, ikut expo. konsumen dan
 Penambahan staff IT, distributor tetap.
promosi dan expo.  Mendapatkan
investor baru.

13
BAB V. RENCANA PENGGUNAAN ANGGARAN

Tabel 1. Biaya Budidaya Black Soldier Fly (BSF)


Total Harga
Biaya Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp)
(Rp)
Besi siku 30 x 30 x 3 200 Batang
55.000 11.000.000
mm (6m)
Baja ringan C 75 200 Batang
70.000 14.000.000
(6m)
Jaring kasa 100 Meter 10.000 1.000.000
Sekrup baja 12 x ¾ 500 Buah 200 100.000
Sekrup baja 10 x ¾ 500 Buah 180 90.000
Bor listrik 1 Buah 195.000 195.000
Gergaji besi 2 Buah 45.000 90.000
Semen 20 Sak 55.000 1.100.000
Batu bata 1000 Buah 1.000 1.000.000
Pasir 50 m3 168.900 8.445.000
Biaya Cangkul 2 Buah 154.500 309.000
Investasi Sendok semen 2 Buah 15.400 30.800
Sekop 2 Buah 68.900 137.800
Ember semen 4 Buah 6.500 26.000
Mesin cacah 1 Unit 19.000.000 19.000.000
Troli dorong 2 Unit 719.000 1.438.000
Box container 200 Buah 129.000 25.800.000
Ember cat 200 Buah 28.000 5.600.000
Wadah kotak 50 Buah 75.000 3.750.000
Triplek 122 cm x
50 Lembar 76.500 3.825.000
244 cm x 6 mm
Terpal kotak 2x1 m 50 Buah 275.000 13.750.000
Mesin air 1 Unit 1.000.000 1.000.000
Mobil pick up 1 Unit 169.900.000 169.900.000
Telur BSF 2 Gram 10.000 200.000
Sampah organik 2000 Kg - -
Biaya Bensin 100 Liter 10.000 1.000.000
Produksi Solar 50 Liter 4.500 225.000
Dedak 100 Kg 8.000 800.000
Gaji pekerja 2 Orang/3bulan 1.500.000 9.000.000
Pulsa 1 Paket 100.000 100.000
Biaya
Konstruksi 4 Orang 750.000 3.000.000
Lain-Lain
Listrik 3 Bulan 1.000.000 3.000.000
Total Biaya (Rp) 298.911.600

14
Tabel 2. Biaya Pembuatan Pakan Tenak
Total Harga
Biaya Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp)
(Rp)
Mesin pellet 1 Unit 17.000.000 17.000.000
Biaya Tray dryer 1 Unit 5.850.000 5.850.000
Investasi Microwave 1 Unit 985.000 985.000
Printer 1 Unit 764.000 764.000
Kemasan standing
100 Buah 1.500 150.000
puch
Karung plastik 50 kg 100 Buah 3.000 300.000
Biaya Kertas stiker 10 50 pcs 29.500 295.000
Produksi Tinta printer 8 Buah 65.000 520.000
Gaji pekerja Orang/
2 4.500.000 9.000.000
3bulan
Maggot 200 Kg - -
Biaya Listrik 3 Bulan 1.000.000 3.000.000
Lain-Lain Pulsa 1 Paket 100.000 100.000
Total Biaya (Rp) 37.964.000

Tabel 3. Biaya Peternakan Sapi Bali


Total Harga
Biaya Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp)
(Rp)
Biaya Kayu 2x3 100 Batang 8.000 800.000
Investasi Kayu 4x6 90 Batang 25.000 2.250.000
Kayu 6x12 60 Batang 90.000 5.400.000
Papan kayu 2x4 100 Lembar 80.000 8.000.000
Paku payung 2 Kg 35.000 70.000
Paku 12 cm 2 Kg 40.000 80.000
Paku 7 cm 3 Kg 10.500 31.500
Semen 20 Sak 70.000 1.400.000
Batu gunung 4 M3 250.000 1.000.000
Seng 24 Lembar 80.000 1.920.000
Pasir 6 M3 170.000 1.020.000
Palu 2 Buah 76.500 153.000
Gergaji 2 Buah 59.500 119.000
Selang air 20 Meter 11.600 232.000
Pipa Air ½ inch 5 Batang 4.500 22.500
Pipa T ½ inch 6 Buah 3.000 18.000
Pipa L ½ inch 6 Buah 3.000 18.000
Lem pipa 1 Buah 12.500 12.500
Sekop 3 Buah 68.900 206.700

15
Gerobak sorong 2 Buah 400.000 800.000
Kabel listrik 10 Meter 10.000 100.000
Bola lampu 6 Buah 56.000 336.000
Keran air 3 Buah 21.300 63.900
Mesin air 1 Buah 1.000.000 1.000.000
Tandon 2 Buah 1.900.000 3.800.000
Sapi bali (200 kg) 100 Ekor 10.000.000 10.000.000
Pakan/hari/3bulan 1800 Kg 2.500 4.500.000
Vitamin, mineral, dan
Biaya 3 Paket 100.000 300.000
obat cacing
Produksi
Gaji pekerja 2 Orang/3bulan 4.500.000 9.000.000
Sewa lahan 3 Tahun 10.000.000 30.000.000
Biaya listrik dan air 3 Bulan 1.000.000 3.000.000
Transportasi 20 Liter 10.000 200.000
Biaya
Konstruksi 4 Orang 750.000 3.000.000
Lain-Lain
Pulsa 1 Paket 100.000 100.000
Total Biaya (Rp) 1.078.953.100

Tabel 4. Biaya Pertanian Organik


Total Harga
Biaya Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp)
(Rp)
Hose nozzle 1 Buah 25.000 25.000
Selang air 50 Meter 11.600 580.000
Mesin air 1 Unit 1.000.000 1.000.000
Baja ringan C75 6m 100 Batang 70.000 7.000.000
Biaya
Plastik UV 200
Investasi 50 6m 75.150 3.757.500
micron
Sekrup baja 12 x ¾ 200 Buah 200 40.000
Sekrup baja 10 x ¾ 200 Buah 180 36.000
Nampan plastic 10 Buah 10.500 105.000
Bibit Lamtoro 20 Kemasan 28.000 560.000
Bibit Sawi 20 Kemasan 27.000 540.000
Bibit Bayam 20 Kemasan 12.000 240.000
Bibit Cabai 20 Kemasan 19.000 380.000
Biaya
Bibit Kembang kol 20 Kemasan 12.000 240.000
Produksi
Bibit Pakcoy 20 Kemasan 15.000 300.000
Polibag 4 50 lembar 25.000 100.000
Listrik 3 Bulan 1.000.000 3.000.000
Gaji Pekerja 2 Orang/3bulan 4.500.000 9.000.000
Biaya Konstruksi 4 Orang 750.000 3.000.000
Lain-Lain Bensin 20 liter 10.000 200.000

16
Total Biaya (Rp) 30.103.500

Tabel 5. Biaya Budidaya Lele Bioflok


Total Harga
Biaya Kebutuhan Jumlah Satuan Harga (Rp)
(Rp)
Paket fulset kolam
Biaya sistem bioflok
6 Paket 4.027.000 24.162.000
Investasi ukuran diameter 3 m
dan tinggi 1,2 m
Benih lele ukuran 5- Box (1 box
6 1.270.000 7.620.000
Biaya 7 cm 3000 ekor)
Produksi Paket probiotik 6 Paket 180.000 1.080.000
Gaji pekerja 2 Orang/3bulan 4.500.000 9.000.000
Biaya Listrik 3 Bulan 1.000.000 3.000.000
Lain-Lain Pulsa 1 Paket 100.000 100.000
Total Biaya 41.871.000

Tabel 6. Total Rencana Anggaran yang Dibutuhkan


No Kegiatan Biaya (Rp)
1 Budidaya Black Soldier Fly (BSF) 298.911.000
2 Pembuatan Pakan Tenak 37.964.000
3 Peternakan Sapi Bali 1.078.953.100
4 Pertanian Organik 30.103.500
5 Budidaya Lele Bioflok 41.871.000
Total Biaya (Rp) 1.487.802.600

17
LAMPIRAN

18
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan

Bulan ke-
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7
1 Pembukaan lahan
2 Pembeliaan peralatan dan bahan baku
3 Pembuatan sistem budidaya Black Soldier Fly (BSF)
4 Pembuatan sistem budidaya lele bioflok
5 Pembuatan sistem budidaya peternakan ayam broiler
6 Pemanenan maggot BSF
7 Pembuatan pelet maggot BSF
8 Pembuatan pupuk organik cair (POC)
9 Penyediaan fasilitas pemasaran
10 Pemanenan ayam broiler
11 Pemanenan lele bioflok

19
Lampiran 2. SK Penetapan Lembaga

20
Lampiran 3. Foto Rencana Lokasi Pelaksanaan Kegiatan

21

Anda mungkin juga menyukai