Document
Document
DISUSUN OLEH
NAMA : RISMALA PRAMUDITHA
NIM : 058 STYC 15
SEMESTER/KELAS : VI/A.2
ii
LAPORAN PENDAHULUAN
TONSILITIS AKUT
I. KONSEP TEORI
A. Definisi
Impetigo vesikobulosa adalah penyakit infeksi piogenik akut kulit yang
mengenai epidermis superfisial, bersifat sangat menular. Impetigo sering
menyerang anakanak terutama di tempat beriklim panas dan lembap.
Ditandai oleh lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang,
terkadang tampak hipopion.
B. Etiologi
Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus, paling
sering tipe 71. Strain ini memiliki toksin yang dapat menyebabkan
Staphylococcal scalded skinsyndrome (SSSS).
Faktor predisposisi antara lain higiene buruk, malnutrisi, lingkungan
kotor dan musim panas dengan banyak debu, serta kerusakan epidermis.
C. Klasifikasi
Jenis impetigo yaitu :
1. Impetigo krustosa/ contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan
krusta/keropeng/koreng)
Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul
di muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema
dan vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang berobat yang
terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika
dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal dari luka
warna merah pada wajah anak, dan paling sering di sekitar hidung dan
mulut. Luka ini cepat pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya
membentuk kulit kering berwarna kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa
hilang dan tak menyebabkan kulit seperti parut. Luka ini bisa saja terasa
gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan
1
demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan
kelenjar getah bening pada area yang terinfeksi. Dan karena impetigo
sangat mudah menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka
karena dapat menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.
D. Patofisiologi
E. Impetigo vesikobulosa disebabkan oleh eksotoksin Staphylococcus
aureus yang masuk melalui kulit terluka menyebabkan lepasnya adhesi
dermis superf sial yang menimbulkan lepuh dan menyebabkan
terkelupasnya kulit dengan membelahnya sel granular epidermis.
2
berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus
dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin,
lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin.
Bakteri staphylococus menghasilkan racun yang dapat menyebabkan
impetigo menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang
membantu mengikat sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan
sangat cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan oleh Stapylococus akan
merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat menyebabkan
terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2
mm, kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa
Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul
(penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm
dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret
seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta
yang berlapis-lapis.
Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang
mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali menebal. Sering krusta
menyebar ke perifer dan menyebar di bagian tengah. Kemudian pada Bullous
impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak
(penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada
daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai
lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari.
Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.
3
a. Patway
4
F. Manifestasi Klinik
Pada bayi, impetigo vesikobulosa sering ditemukan di daerah
selangkangan, ekstremitas, dada, punggung, dan daerah yang tidak
5
tertutup pakaian. Kelainan kulit diawali dengan makula eritematosa yang
dengan cepat akan menjadi vesikel, bula dan bula hipopion.
Impetigo bulosa berisi cairan jernih kekuningan berisi bakteri S.aureus
dengan halo eritematosa. Bula bersifat superfisial di lapisan epidermis,
mudah pecah karena letaknya subkorneal, meninggalkan skuama anular
dengan bagian tengah eritema (koleret), dan cepat mengering. Lesi dapat
melebar membentuk gambaran polisiklik. Sering kali bula sudah pecah
saat berobat, sehingga yang tampak ialah lesi koleret dengan dasar
eritematosa. Pasien berusia di bawah 1 tahun atau bayi, akan tampak
rewel karena rasa nyeri di kulit membuat pasien merasa tidak nyaman.
Keadaan umum biasanya baik.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pewarnaan Gram: adanya bakteri S. aureus, tampak kuman coccus
berkelompok seperti anggur
2. Kultur Cairan: adanya Staphylococcus beta hemolyticus grup A
3. Histopatologi: vesikel formasi subkorneum atau stratum granulosum, sel
akantolisis, edema papila dermis, serta inf ltrat limfosit dan neutrof l di
sekitar pembuluh darah pada pleksus superfsial
1.7 Komplikasi
Sebenarnya impetigo tidaklah berbahaya, tapi kadang infeksi ini
menyebabkan komplikasi serius meski jarang terjadi, Impetigo biasanya
sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi
berupa radang ginjal/ Poststreptococcal glomerulonephritis (PSGN) pasca
infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan
hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak
dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna teh.
Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi
muncul (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang
(osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis (merupakan infeksi
6
serius yang menyerang jaringan di bawah kulit dan dapat menyebar ke
kelenjar getah bening serta memasuki aliran darah, Jika tak ditangani,
cellulitis dapat mengancam jiwa), psoriasis, Staphylococcal scalded skin
syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan
Orang Tua Peduli, 4:2008) serta Infeksi methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA), kulit parut berubah warna terang atau gelap.
1.8 Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
1. Menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh
2. Menghindari faktor predisposisi
3. Memperkuat daya tahan tubuh
Medikamentosa
1. Topikal: mupirocin krim 2%, asam fusidat krim 2%, atau tetrasiklin krim atau
salep, kompres NaCl 0,9%
2. Oral: eritromisin 2 x 500 mg pada dewasa, pada anak 40 mg/KgBB/hari dibagi
4 dosis; atau amoksisilin-klavulanat 3 x 500 mg pada dewasa, pada anak 25
mg/KgBB/hari dibagi
3 dosis; atau cephalexin 2 x 500 mg pada dewasa, pada anak 25 mg/KgBB/hari
dibagi 4 dosis
7
BAB III
KONSEP DASAR ASKEP
3.1 Pengkajian
Identitas pasien (Mencakup: Nama, Jenis Kelamin, Umur, Suku, Agama,
Pekerjaan, Alamat)
Keluhan Utama
Luka garukan di regio lumbal posterior dekstra
Riwayat Penyakit Sekarang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga.
Ada atau tidak yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat Alergi.
Kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis alergi
lainnya.
8
3.3 Intervensi Keperawatan
Dx.I Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera
mekanik (garukan pada kulit yang gatal)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Selama 2 x 24
jam diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal
Kriteria hasil :
a. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur)
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit
9
R/ antibiotic topical dapat memtus atau menghambat dari pertumbuhan
bakteri stap dan kolaborasi dapat mmempercepat proses pemulihan
7. Berikan pengetahuan pada klien agar jangan menggaruk lukanya
R/ pengetahuan pasien pada proses pengobatan dapat mempercepat
keberhasilan proses keperawatan
8. Jelaskan pembatasan diet. Contoh untuk menghindari alergi kulit
terhadap makanan
R/ Proritus dapat menyebabkan kerusakan kulit
10
Dx 3 Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses peradangan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
mempelihatkan tidak adanya tanda- tanda nyeri (0- 10).
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal
Nyeri berkurang / hilang saat dan sesudah berkemih
Klien tampak rileks
Intervensi:
1. Kaji intensitas, lokasi dan faktor yang mempercepat atau
meringankan nyeri
R/: rasa sakit yang hebat menandakan adanya nyeri
2. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan
R/: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot
3. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
R/:relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri.
4. Atur periode istirahat tanpa terganggu
R/ tindakan ini meningkatka, kesehatan, kesejahteraan dan
peningkatan tingkat energi yang penting untuk mengurangi nyeri
5. Rencanakan aktivitas distraksi bersama pasien seperti membaca,
menonton televisi
R/ membantunya memfokuskan pada masalah yang tidak ada
hubungannya dengan nyeri
6. Gunakan teknik panas & dingin sesuai anjuran
R/ untuk meminimalkan atau mengurangi nyeri
7. Berikan obat yang dianjurkan untuk mengurangi nyeri. Pantau
adanya reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat. Sekitar 30 – 40
mnt setelah pemberian obat, minta pasien untuk menilai kembali
nyerinya dengan skala 1 – 10.
R/ menentukan keefektifan obat.
8. Kolaborasi pemberian analgetik.
11
R/ membantu mengurangi nyeri
12
R/ untuk mendukung adaptasi dan kemajuan yang berkelanjutan.
7. Ajarkan dan dorong strategi koping dan sehat
R/ untuk membantu pasien mengatasi perilaku yang tidak produktif
3.4 Implementasi
Sesuai dengan intervensi
3.5 Evaluasi
Sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Impetigo adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Stafilokokus
aureus, Streptokokus grup A, atau kombinasi keduanya. Ada 2 jenis
impetigo yaitu impetigo bulosa dan impetigo non-bulosa.Pengobatan
impetigo adalah dengan antibiotik (dapat berupa salep atau antibiotik
oral).Menjaga kebersihan tubuh merupakan cara terbaik untuk mencegah
terjadinya impetigo pada anak.
Dalam asuhan keperawatan, pengkajian yang diberikan pada klien
dengan gangguan impetigo lebih difokuskan pada gejala integumen dengan
manifestasi yang muncul berupa lesi, eritem, adanya sekret dan krusta tebal
berwarna kekuningan.dengan masalah keperawatan yang muncul berupa
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik
(garukan pada kulit yang gatal) Resiko penyebaran infeksi berhubungan
dengan Daya tahan tubuh menurun, dengan adanya masalah masalah
keperawatan diatas, perawat mampu merencanakan dan memberikan
tindakan mandiri keperawatan secara optimal. Sehingga masalah masalah
keperawatan teratasi dengan hasil yang memuaskan.
4.2 Saran
Diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan
diatas, dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarakat
sehingga dapat mencegah terjadinya impetigo.
Diharpakan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang
keperawatan
Diharapakan dapat memberikan masukan, baik dalam proses penyusunan
maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan
kesempurnaan makalah kedepanya.
14
DAFTAR PUSTAKA
15