Anda di halaman 1dari 144

Pengarah : Dadan Kusdiana (Dirjen EBTKE)

Penanggung Jawab : Andriah Feby Misna (Direktur Bioenergi)


Koordinator : Efendi Manurung (Kasubdit Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi
Penyusun : Tim Penyusun Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Biodiesel
dan Campuran Biodiesel (B30) – BTBRD - BPPT
Dengan Sumber Daya dan : - Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi
Narasumber dari Energi (Ditjen EBTKE)
- Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas)
- Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
- Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan
Gas Bumi “LEMIGAS”
- Komite Teknis Bioenergi, Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia
(IKABI)
- PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo Tbk, PT Shell
Indonesia, PT Vopak Indonesia,
- PT PLN (Persero), PT KAI (Persero), PT Komatsu
- Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI)
- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO),
Asosiasi Industri Alat Berat Seluruh Indonesia (HINABI),
Perkumpulan Perusahaan Pemegang Izin Niaga Umum Bahan
Bakar Minyak (P3INU BBM)
Sekretariat : Hudha Wijayanto, Sigit Hargiyanto, Khristian Adi Santoso, Maslan
Lamria, Chandra Kusraistianto, Mutia, Muh Aksa, Sindy Riskika
Syafri, Benyamin Panneng, Murni, Dudi

Penerbit
DIREKTORAT BIOENERGI
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONVERSI ENERGI KEMENTERIAN
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Gedung EBTKE – Lantai 5
Jl. Pegangsaan Timur No. 1, Menteng, Jakarta – 10320
Telp. (021) 39830077, Fax. (021) 31901087, 31924585
www.ebtke.esdm.go.id
email: tekling.bioenergi@esdm.go.id
Tim Penyusun Pedoman Penanganan dan Penyimpanan
Biodiesel dan Campurannya (B30)
Pengarah
Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc, IPU Kepala BPPT
Prof. Dr. Eniya Listiani Dewi, B.Eng, M.Eng Deputi TIEM - BPPT
Dr. Ir. Arie Rahmadi, M.Eng.Sc. Kepala Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa
Disain – BPPT

Penyusun
Maharani Dewi Solikhah Group Leader/Kepala Program
Bina Restituta Barus Leader
Feri Karuana Anggota
Andrias Rahman Wimada Anggota
Khairil Amri Anggota

Reviewer/Penyunting
Eniya Listyani Dewi Deputi TIEM - BPPT
Andriah Feby Misna Direktur Bioenergi, Ditjen EBTKE-ESDM
Efendi Manurung Kepala Subdit Keteknikan dan Lingkungan
Bioenergi, Ditjen EBTKE-ESDM
Nanang Hermawan P3TMGB “Lemigas” – ESDM
Tatang Hernas Soerawidjaja Institut Teknologi Bandung
Tirto Prakoso Brodjonegoro Institut Teknologi Bandung
Unggul Priyanto Perekayasa Utama BPPT
PENGANTAR

Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2015 telah menetapkan penggunaan bahan
bakar campuran biodiesel sebesar 30% (B30) sebagai bahan bakar mesin diesel yang
telah diimplementasikan mulai tanggal 1 Januari 2020. Hal ini mengukuhkan Indonesia
sebagai pionir pengguna campuran biodiesel tertinggi di dunia. Untuk menjamin mutu
dari bahan bakar biodiesel ini sampai pengguna akhir (end customer), diperlukan
pedoman umum penanganan dan penyimpanan bahan bakar biodiesel (B100) dan
campuran biodiesel (B30) sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Dengan dukungan pendanaan Badan Penelitian Dana Perkebunan Kelapa Sawit
(BPDPKS), Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM bekerja sama dengan
Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Desain (BTBRD – BPPT) telah menyusun
Buku Pedoman Umum Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Biodiesel (B100)
dan Campurannya (B30). Tersusunnya pedoman ini juga didukung oleh PPPTMGB
“Lemigas”, Komite Teknis Bioenergi, Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI), Asosiasi
Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia,
PT AKR Corporindo, PT Vopak Indonesia, PT Komatsu Indonesia dan Gabungan
Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).
Buku ini menyediakan berbagai informasi mengenai biodiesel dan B30, mulai dari
teknologi produksi, spesifikasi dan standar mutu, sifat dan karakteristik biodiesel dan
B30, tata cara penerimaan, pencampuran, penyimpanan, dan penyaluran biodiesel
dan B30, aspek kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk rekomendasi umum
mengenai untuk penyediaan B30 yang aman, handal, dan ramah lingkungan.
Pedoman ini merupakan pedoman yang bersifat umum yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk membuat pedoman yang bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan dari
pemangku kepentingan itu sendiri. Pedoman umum ini juga dapat digunakan sebagai
acuan pembuatan Petunjuk Teknis maupun SOP yang lebih terinci sesuai dengan
kebutuhan dari masing-masing sektor.
Kami menyadari pedoman yang telah tersusun ini masih belum sempurna, untuk itu
kami terbuka dalam menerima saran dan masukan untuk penyempurnaan pedoman ini
ke depan. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas perhatian,
dukungan dan kerja sama dalam penyusunan Pedoman ini.

Jakarta, 10 November 2020


Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konsservasi Energi

ttd

Dadan Kusdiana

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 i


EXECUTIVE SUMMARY

Bahan bakar yang dibuat dari sumber daya nabati, alias bahan bakar nabati (BBN,
biofuels) dipandang sebagai bahan bakar cair alternatif paling tepat untuk mensubstitusi BBM,
karena selain bersifat terbarukan dan lebih ramah lingkungan, juga seringkali dapat diproduksi
dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Biodiesel adalah yang paling maju
pemanfaatannya di Indonesia. Biodiesel digunakan dalam bentuk campuran yang dikenal
dengan istilah bahan bakar campuran biodiesel dan Indonesia telah menetapkan campuran
30% biodiesel di dalam minyak solar (B30).
Seiring dengan percepatan peningkatan pemanfaatan biodiesel di dalam negeri, muncul
beberapa isu teknis dalam pengaplikasiannya di lapangan. Peningkatan kualitas melalui
perbaikan standar atau spesifikasi menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan pemanfaatan
campuran biodiesel di segala sektor. Guna menjawab tuntutan pengguna, maka Pemerintah
secara aktif mendorong peningkatan kualitas biodiesel dari sisi produsen biodiesel melalui
peningkatan standar mutu pada beberapa parameter penting seperti kadar air, kadar
monogliserida, CFPP, stabilitas oksidasi, kadar kontaminan, dan kadar logam alkali.
Selanjutnya, untuk menjaga konsistensi kualitas, Pemerintah Indonesia berupaya
memberikan suatu Pedoman dalam Pemanfaatan Bahan Bakar Biodiesel dan Campuran
Biodiesel kepada pemangku kepentingan untuk mengenali dan mempelajari lebih dalam
mengenai biodiesel dan campuran biodiesel serta hal-hal yang perlu diketahui dalam
kelancaran proses penanganan termasuk pencampuran, penyimpanan, dan transportasi,
serta teknik pemanfaatan campuran biodiesel yang aman bagi motor diesel.
Pedoman Umum ini menyediakan informasi teknis mengenai:
(1) Definisi Bahan Bakar Biodiesel, Minyak Solar, dan Campuran Biodiesel 30%,
(2) Standar Mutu Bahan Bakar Biodiesel, Minyak Solar, dan Campuran Biodiesel 30% yang
dinilai „aman‟ bagi kendaraan mesin diesel yang digunakan oleh segala sektor di
Indonesia,
(3) Sifat dan karakteristik biodiesel dan campuran biodiesel yang penting dalam proses
penananganan dan penyimpanan biodiesel dan campuran biodiesel di lapangan,
(4) Prosedur penanganan dan penyimpanan biodiesel dan campuran biodiesel yang sesuai
dengan sifat dan karakteristik biodiesel dan campuran biodiesel. Terdapat lima hal penting
yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Memilih material penyimpanan dan penyaluran yang sesuai dengan karakteristik
biodiesel dan campuran biodiesel,
b. Memastikan manajemen penanganan dan penyimpanan biodiesel dan campuran
biodiesel dilakukan dengan benar dan sesuai prosedur, termasuk memastikan moda
pengangkutan maupun sarana penyimpanan dan penyaluran bebas dari
kontaminasi.
c. Melakukan pengawasan (monitoring) kualitas biodiesel dan campuran biodiesel
secara rutin dan berkala, mulai dari produsen hingga diterima oleh konsumen,
d. Mengoptimalkan teknik pencampuran (blending) biodiesel dan minyak solar agar
diperoleh campuran biodiesel yang sesuai dengan target persentase pencampuran,
PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 ii
e. Melengkapi fasilitas penyimpanan dan penyaluran dengan beberapa instrumen
tambahan untuk menjaga konsisten mutu biodiesel dan campuran biodiesel seperti
Automatic Tank Gauge (ATG), N2 blanketing system, draining valve, dan lainnya.
(5) Kompetensi sumber daya manusia yang diperlukan oleh operator pelaksana di lapangan,
terutama pada personel pengambilan contoh atau sampel, dan pelaksana pengujian
mutu bahan bakar di laboratorium.
(6) Penanganan keadaan darurat meliputi penanganan apabila terjadi permasalahan
misalnya apabila terjadi tumpahan (oil spill) maupun jika terjadi kontaminasi air mulai
dari skala kecil hingga besar yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
produk bahan bakar, baik biodiesel maupun campurannya.
Dalam bab akhir Pedoman ini juga disampaikan mengenai rekomendasi teknis bagi produsen,
pencampur, dan penyalur biodiesel dan campuran biodiesel yang dinilai dapat memberikan
rambu-rambu penting dalam pelaksanaan penyediaan dan penyaluran di lapangan.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 iii


DAFTAR ISI

PENGANTAR ...................................................................................................................i
EXECUTIVE SUMMARY ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... viii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................................ 2
1.3 Ruang Lingkup ................................................................................................... 3
BAB II. DEFINISI BIODIESEL, MINYAK SOLAR, DAN CAMPURAN BIODIESEL ..... 4
2.1 Biodiesel ............................................................................................................. 4
2.1.1 Bahan Baku ................................................................................................... 4
2.1.2 Teknologi Produksi ........................................................................................ 5
2.1.3 Spesifikasi Biodiesel ..................................................................................... 6
2.2 Minyak Solar .................................................................................................... 10
2.2.1 Bahan Baku ................................................................................................. 10
2.2.2 Teknologi Produksi ...................................................................................... 10
2.2.3 Spesifikasi Minyak Solar ............................................................................. 11
2.3 Campuran Biodiesel ......................................................................................... 16
2.3.1 Teknologi Produksi Campuran Biodiesel .................................................... 16
2.3.2 Spesifikasi B30 ............................................................................................ 17
BAB III. SIFAT DAN KARAKTERISTIK BIODIESEL DAN CAMPURAN BIODIESEL19
3.1 Sifat dan Karakteristik Minyak Solar, Biodiesel, dan Campuran Biodiesel ...... 19
3.1.1 Kemampuan Melarutkan (Solvency) ................................................................ 21
3.1.2 Kemampuan Menyerap Air .............................................................................. 21
3.1.3 Stabilitas dan Pembentukan Deposit ............................................................... 22
3.1.4 Pengaruh pada Lingkungan dengan Temperatur Rendah .............................. 23
3.1.5 Kandungan Energi ........................................................................................... 24
3.1.6 Biodegradasi .................................................................................................... 24
3.2 Kesesuaian Material dengan Karakteristik Biodiesel dan Campuran Biodiesel
24
3.2.1 Material Logam Tangki Penyimpan dan Jalur Perpipaan ........................... 25
3.2.2 Material Elastomer ...................................................................................... 25
3.2.3 Material Polimer .......................................................................................... 27
3.2.4 Material Sampling Bottle ............................................................................. 27

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 iv


BAB IV. TATA CARA PENERIMAAN, PENYIMPANAN, PENCAMPURAN, DAN
PENYALURAN BIODIESEL DAN B30 ........................................................................ 28
4.1 Kelengkapan Dokumen .................................................................................... 28
4.1.1 Material Safety Data Sheet (MSDS) ........................................................... 28
4.1.2 Sertifikat Produk .......................................................................................... 28
4.1.3 Sertifikat Kompetensi Petugas Pengambil Contoh (PPC) .......................... 29
4.2 Prosedur Pengambilan Contoh (Sampling) ..................................................... 29
4.2.1 Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) .................................................... 30
4.2.2 Peralatan Pengambilan Sampel (Sampling) ............................................... 31
4.2.3 Sampling Bahan Bakar di Kompartemen Kapal/Tongkang ........................ 32
4.2.4 Sampling Bahan Bakar di Tangki Darat ...................................................... 33
4.2.5 Sampling Bahan Bakar pada Populasi Drum/Jerry-can/Truk ..................... 34
4.2.6 Contoh Per Tinggal (Retained Sample) ...................................................... 36
4.3 Pengujian Laboratorium ................................................................................... 37
4.3.1 Uji Sebagian (Critical Test dan Short Test) ................................................. 37
4.3.2 Uji Keseluruhan (Full Test).......................................................................... 38
4.3.3 Sertifikasi Laboratorium .............................................................................. 38
4.4 Pembersihan Tangki (Tank Cleaning) ............................................................. 39
4.4.1 Tangki Penyimpan Darat ............................................................................. 39
4.4.2 Kompartemen Truk/RTW dan Palka Kapal ................................................. 43
4.4.3 Sertifikat Tank Cleaning .............................................................................. 43
4.5 Rantai Pasokan Campuran Biodiesel .............................................................. 44
4.5.1 Produsen Biodiesel ..................................................................................... 44
4.5.2 Penyedia Minyak Solar ............................................................................... 45
4.5.3 Pencampur (Blender) Biodiesel dan Minyak Solar ..................................... 45
4.6 Tata Cara Pengiriman Biodiesel ...................................................................... 47
4.6.1 Pengiriman Biodiesel dengan Moda Truk ................................................... 47
4.6.2 Pengiriman Biodiesel dengan Pipa Penyalur (Pipelines) ............................ 48
4.6.3 Pengiriman Biodiesel dengan Kapal ........................................................... 48
4.7 Tata Cara Penerimaan Biodiesel ..................................................................... 48
4.7.1 Penerimaan dari Moda Kapal...................................................................... 49
4.7.2 Penerimaan di Discharge Jalur Perpipaan (Pipelines) ............................... 49
4.7.3 Penerimaan di Landasan/Filling Station/Bay/Gantry TBBM ....................... 50
4.7.4 Verifikasi Penerimaan/Penolakan Biodiesel ............................................... 50
4.8 Tata Cara Penyimpanan Biodiesel dan B30 .................................................... 51
4.8.1 Penyimpanan Biodiesel ............................................................................... 51
4.8.2 Penyimpanan Minyak Solar ........................................................................ 54
4.8.3 Penyimpanan Campuran Biodiesel (B30) ................................................... 55
4.9 Tata Cara Pencampuran Biodiesel dan Minyak Solar ..................................... 59
4.9.1 Pencampuran dalam Pipa (In-line Blending) .............................................. 60

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 v


4.9.2 Sekuensial In-tank Blending........................................................................ 61
4.9.3 Sekuensial In-truck Blending....................................................................... 63
4.9.4 Sekuensial In-vessel Blending .................................................................... 65
4.9.5 Pertimbangan Pemilihan Metode Pencampuran ........................................ 66
4.10 Tata Cara Penyaluran B30 .............................................................................. 66
4.10.1 Pengiriman B30 dengan Truk dan RTW .................................................. 67
4.10.2 Pengiriman B30 dengan Kapal ....................................................................... 67
4.10.3 Pengiriman B30 dengan Sistem Perpipaan ............................................. 70
4.11 Rekomendasi Tangki Penyimpan dan Aksesoris Pendukung ......................... 70
4.12 Aspek Keselamatan Kerja ................................................................................ 76
4.13 Operator Pelaksana ......................................................................................... 77
4.14 Penanganan Keadaan Darurat ........................................................................ 78
BAB V. REKOMENDASI UMUM .................................................................................. 82
REFERENSI .................................................................................................................. 85
LAMPIRAN 1. Material Safety Data Sheet (MSDS) Biodiesel
LAMPIRAN 2. Material Safety Data Sheet (MSDS) B30
LAMPIRAN 3. Certificate of Analysis (CoA)/Certificate of Quality (CoQ) Biodiesel
LAMPIRAN 4. Certificate of Analysis (CoA)/Certificate of Quality (CoQ) B30
LAMPIRAN 5. Sertifikat Petugas Pengambil Contoh/Sampel
LAMPIRAN 6. Sertifikat Tank Cleaning
LAMPIRAN 7. Verifikasi Penerimaan atau Penolakan Biodiesel di BU BBM
LAMPIRAN 8. Simulasi In-Line Blending dengan Static Mixer
LAMPIRAN 9. Simulasi Sekuential In-Tank Blending

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 vi


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Perkembangan Standar Biodiesel di Indonesia ............................................. 6


Tabel 2. 2 Standar Mutu dan Spesifikasi Minyak Solar di Indonesia ............................ 12
Tabel 2. 3 Standar Mutu dan Spesifikasi B30 yang Dipasarkan di Indonesia sesuai SK
Dirjen Migas No. 0234.K/10/DJM.S/2019 .................................................... 17

Tabel 3. 1 Perbedaan Sifat dan Karakteristik antara Biodiesel dan Minyak Solar ....... 20
Tabel 3. 2 Konsekuensi dari Pencampuran Biodiesel dalam Minyak Solar ................. 20
Tabel 3. 3 Kesesuaian Material Logam dengan Biodiesel ............................................ 25
Tabel 3. 4 Kompatibilitas Berbagai Elastomer terhadap Biodiesel ............................... 26
Tabel 3. 5 Kompatibilitas Berbagai Elastomer terhadap B30 ....................................... 27

Tabel 4. 1 Korelasi antara Jumlah Minimal Kompartemen dengan Spot Sampling ..... 33
Tabel 4. 2 Spot Sampling di Tangki .............................................................................. 34
Tabel 4. 3 Rasio Sampling Minimal untuk Populasi Drum/Jerry-can/Truk ................... 35
Tabel 4. 4 Parameter yang Diujikan pada Critical Test/Short Test ............................... 37
Tabel 4. 5 Rujukan Parameter Uji ................................................................................. 38
Tabel 4. 4 Penilaian Metode Pencampuran terhadap Capaian Persentase Biodiesel . 66

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 vii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Sumber Hayati untuk Bahan Baku Biodiesel (foto dari berbagai sumber) ......... 5
Gambar 2. 2 Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel .................................................... 5
Gambar 2. 3 Pengolahan Minyak Bumi dengan Distilasi Bertingkat ............................ 11

Gambar 3. 1 Hasil Uji Startability di Tambi, Dataran Tinggi Dieng ............................... 24

Gambar 4. 1 Peralatan Pengambilan Sampel (a) Weighted Beaker, (b) Weighted Bottle
Catcher, dan (c) Core Thief Trap (foto diambil dari berbagai sumber) ......................... 32
Gambar 4. 2 Ilustrasi Level Kompartemen yang menjadi Rujukan Teknik Sampling ... 33
Gambar 4. 3 Contoh Ilustrasi Spot Sampling pada Tongkang ..................................... 33
Gambar 4. 4 Ketentuan Spot Sampling berdasarkan Kapasitas/Level Tangki Vertikal 35
Gambar 4. 5 Ketentuan Spot Sampling berdasarkan Kapasitas/Level Tangki Horizontal
...................................................................................................................................... 35
Gambar 4. 6 Peta Sebaran Pabrik Biodiesel di Indonesia (Status 2019) ..................... 44
Gambar 4. 7 Peta Sebaran Unit Kilang PT Pertamina di Indonesia ............................. 45
Gambar 4. 8 Titik Penerimaan Biodiesel dan Kegiatan Pencampuran di Area Operasi
PT Pertamina ............................................................................................. 46
Gambar 4. 9 Titik Penerimaan Biodiesel dan Kegiatan Pencampuran di Area Operasi
BU BBM Swasta ........................................................................................ 47
Gambar 4. 10 Contoh Landasan di Lokasi Penerimaan ............................................... 50
Gambar 4. 11 Ilustasi In-line Blending dengan Static Mixer ......................................... 61
Gambar 4. 12 Ilustrasi Metode In-Tank Blending dengan Circulation Pump................ 63
Gambar 4. 13 Ilustrasi Metode Sekuensial In-Truck Blending...................................... 64
Gambar 4. 14 Ilustrasi Metode Sekuensial In-Vessel Blending .................................... 65
Gambar 4. 15 Moda Transportasi untuk B30 (dari berbagai sumber) .......................... 67
Gambar 4. 16 Penampang Kapal Pengangkut Bahan Bakar ....................................... 68
Gambar 4. 17 Ilustrasi (a) Oil Tanker, (b) SPOB, (c) LCT(SP), dan (d) Tongkang
(diambil dari berbagai sumber) ................................................................. 70
Gambar 4. 18 Contoh Konstruksi dan Kelengkapan Tangki Pencampur dan/atau ...... 71
Gambar 4. 19 Tangki dengan Pelapisan Cat Reflektor (lokasi: PT Adaro Indonesia).. 72
Gambar 4. 20 Instalasi Air Pendingin untuk Pendinginan Tangki Penyimpan saat terjadi
Peningkatan Temperatur (lokasi: PT Adaro Indonesia) ........................... 72
Gambar 4. 21 Area Bund Wall di Sekeliling Tangki Penyimpan (lokasi: PT Adaro
Indonesia)...................................................................................................................... 73
Gambar 4. 22 Bak Penampungan untuk Air Buangan (lokasi: Dipo KAI Tarahan) ...... 73
Gambar 4. 23 Visualisasi ATG dan Penempatannya pada Tangki Penyimpan ........... 74
Gambar 4. 24 Jalur Perpipaan Gas N2 pada Kapal ..................................................... 74
Gambar 4. 25 Ilustrasi Suplai Gas N2 pada Kompartemen Kapal ............................... 75
Gambar 4. 26 Ilustrasi Tangki Penyimpan dengan Fasilitas N2 Blanketing ................. 76
Gambar 4. 27 Label Tanda Bahaya untuk B30 berdasarkan Kategori Titik Nyala ....... 77

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 viii


DAFTAR SINGKATAN

o
C : Derajat Celcius
o
F : Derajat Fahrenheit
%-massa : Persentase dalam massa/berat
%-vol : Persentase dalam volume
APAR : Alat Pemadan Kebakaran
APD : Alat Pelindung DIri
API : American Petroleum Institute
API RP : American Petroleum Institute Recommended Practices
AOCS : American Oil Chemists Society
ATG : Automatic Tank Gauge
ASTM : American Standard Testing Materials
bbls : Barrels (satuan)
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah)
B100 : Biodiesel Murni
Bxx : Campuran Biodiesel
BBM : Bahan Bakar Minyak
BBN : Bahan Bakar Nabati
BPH Migas : Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas
BU BBM : Badan Usaha Bahan Bakar Minyak
BU BBN : Badan Usaha Bahan Bakar Nabati
Ca : Kalsium
CCI : Calculated Cetane Index
CFPP : Cold Filter Plugging Point
CoQ/CoA : Certificate of Quality/Certificate of Analysis
COT : Cargo Oil Tank
CS : Carbon Steel
DJE : Direktorat Jenderal EBTKE
DJM : Direktorat Jenderal Migas
EBTKE : Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
ESDM : Energi dan Sumber Daya Mineral
EMAL : Ester Metil Asam Lemak
EN : European Standard
ft : Feet (satuan panjang)
FAME : Fatty Acid Methyl Esters
FBP : Final Boiling Point
FS : Floating Storage
GT : Gross Tonnes
HDPE : High Density Poly Ethylene
HFRR : High-Frequency Reciprocating Rig
HLA : High Level Alarm
HHLA : High High Level Alarm

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 ix


HSD : High Speed Diesel
IBP : Initial Boiling Point
JSA : Job Safety Analysis
K : Kalium
kg : Kilogram (satuan massa)
kL : Kilo Liter (satuan volume)
KOH : Kalium Hidroksida
LCT (SP) : The Landing Craft Tank (Self-Propelled)
LPG : Liquefied Petroleum Gas
mg : Miligram (satuan massa)
Mg : Magnesium
MFO : Marine Fuel Oil
MSDS : Material Safety Data Sheet
N2 : Gas Nitrogen
Na : Natrium
NaOH : Natrium Hidroksida
NREL : National Renewable Energy Laboratory
O2 : Gas Oksigen
OEM : Original Equipment Manufacturer
ppm : part per milions
P3K : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
PERMEN : Peraturan Menteri
PLC : Programmable Logic Controller
PPC : Petugas Pengambil Contoh
PRV : Pressure Relief Valve
rpm : Rotation per minute
RTW : Rail Train Wagon
SK : Surat Keputusan
SNI : Standar Nasional Indonesia
SPBU : Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
SPOB : Self-Propelled Oil Barge
TAN : Total Acid Number
TBBM : Terminal Bahan Bakar Minyak

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 x


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari sejak awal abad ini, pengembangan dan pemanfaatan bahan bakar cair alternatif
pengganti bahan bakar minyak (BBM, petroleum fuels) merupakan kegiatan yang terus
meningkat intensitasnya, karena didorong oleh kombinasi faktor-faktor berikut:
 Kebutuhan bahan bakar cair terus meningkat padahal cadangan dan produksi
minyak bumi domestik kian menyusut;
 BBM merupakan sumber energi yang pemanfaatannya berdampak pemanasan
global karena mengakibatkan akumulasi gas-gas rumah kaca di atmosfir bumi.
Bahan bakar yang dibuat dari sumber daya nabati, alias bahan bakar nabati (BBN,
biofuels) dipandang sebagai bahan bakar cair alternatif paling tepat untuk mensubstitusi BBM,
karena selain bersifat terbarukan dan lebih ramah lingkungan, juga seringkali dapat diproduksi
dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
Dewasa ini dikenal dua kelompok BBN, yaitu :
1. bahan bakar nabati oksigenat (oxygenate biofuel), yakni bahan bakar nabati
yang mengandung (atom-atom) oksigen, dengan anggota utama biodiesel
dan bioetanol. dan
2. bahan bakar nabati biohidrokarbon (biohydrocarbon/drop-in biofuel), yakni
bahan bahan bakar nabati yang bebas dari oksigen, karena hanya tersusun
dari atom-atom karbon dan hidrogen; contoh-contoh utama dari BBN
biohidrokarbon adalah bensin biohidrokarbon/nabati, bioavtur atau avtur
biohidrokarbon/nabati, dan minyak diesel biohidrokarbon/nabati.
Di antara semua BBN yang terklasifikasi ke dalam 2 kelompok tersebut, biodiesel adalah
yang paling maju pemanfaatannya di Indonesia. BBN oksigenat pencampur minyak diesel
otomotif ini dalam terminologi teknis-ilmiahnya disebut ester metil asam lemak (EMAL) atau
dalam bahasa Inggris, fatty acid methyl ester (FAME) dan dibuat dengan proses
transesterifikasi minyak-lemak dengan metanol (atau metanolisis minyak-lemak). Salah satu
faktor pendorong majunya pemanfaatan biodiesel di Indonesia adalah karena negara kita
sekarang adalah produsen minyak-lemak terbesar di dunia, yaitu dalam bentuk minyak sawit
(palm oil). Campuran xx %-volume biodiesel di dalam minyak diesel otiomotif diberi kode
pengenal Bxx. Pemanfaatan biodiesel di Indonesia kini sudah mencapai B30, yang artinya
campuran 30%-volum FAME di dalam minyak diesel otomotif.
Kebijakan pengembangan energi terbarukan termasuk bioenergi di Indonesia merujuk
pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional,
dengan tujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan
energi dalam negeri [1]. Sasaran pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN/biofuel) pada tahun
2025 yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut sebesar 8%. Dalam rangka
mempercepat dan meningkatkan pemanfaatan BBN di dalam negeri, maka ditetapkanlah
mandatori BBN yang dituangkan di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008
tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 1


Bahan Bakar Lain, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32
Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
sebagai Bahan Bakar Lain [2]. Berdasarkan peraturan tersebut, mandatori pemanfaatan
biodiesel dalam negeri meningkat dari 15% pada tahun 2015 menjadi 20% pada tahun 2016
dan 30% pada tahun 2020.
Seiring dengan percepatan peningkatan pemanfaatan biodiesel di dalam negeri, muncul
beberapa isu teknis dalam pengaplikasiannya di lapangan. Peningkatan kualitas melalui
perbaikan standar atau spesifikasi menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan pemanfaatan
campuran biodiesel di segala sektor. Utamanya tuntutan engine manufacturer mengenai
kesetaraan kualitas biodiesel dan minyak solar, serta pembatasan campuran biodiesel
maksimal yang diizinkan untuk dikonsumsi oleh mesin. Guna menjawab tuntutan pengguna,
maka Pemerintah secara aktif mendorong peningkatan kualitas biodiesel dari sisi produsen
biodiesel. Secara berkala, standar mutu biodiesel di Indonesia sudah ada sejak tahun 2006,
seiring dengan makin meningkatnya persentase biodiesel didalam solar, maka mutu biodiesel
diharuskan meningkat, untuk itu SNI juga selalu diperbaharui sehingga sesuai dengan
penggunaan kadar tinggi didalam solar. SNI biodiesel pertama adalah SNI 7182-2006 yang
diterbitkan pada tahun 2006 dan terus ditingkatkan dengan revisi menjadi SNI 7182-2015 [3]
sampai saat ini menjadi SK Dirjen EBTKE No. 189.K/10/DJE/2019 [5].
Selain peningkatan kualitas, upaya menjaga konsistensi kualitas juga perlu mendapat
perhatian khusus. Hal ini mengingat beberapa karakteristik bahan bakar biodiesel dan
campuran biodiesel yang relatif mudah berubah dan terdegradasi akibat kondisi tertentu.
Walaupun biodiesel memiliki sifat yang mirip dengan minyak solar, namun penanganan
biodiesel tidak dapat disetarakan dengan minyak solar. Untuk itu, Pemerintah juga berupaya
memberikan suatu Pedoman Umum Pemanfaatan Bahan Bakar Biodiesel dan Campuran
Biodiesel kepada pemangku kepentingan untuk mengenali dan mempelajari lebih dalam
mengenai biodiesel dan campuran biodiesel serta hal-hal yang perlu diketahui dalam
kelancaran proses penanganan termasuk pencampuran, penyimpanan, dan transportasi,
serta teknik pemanfaatan campuran biodiesel yang aman bagi motor diesel.

1.2 Maksud dan Tujuan


Buku Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Biodiesel dan Campuran
Biodiesel 30% (B30) ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi teknis tentang bahan
bakar biodiesel, minyak solar, dan campuran biodiesel 30%, termasuk teknik pencampuran,
penanganan, dan penyimpanan, agar dapat dipergunakan oleh para pelaksana teknis di
lapangan sebagai bagian dari upaya pengoperasian atau pengusahaan industri bioenergi
yang handal, aman, dan ramah lingkungan.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 2


1.3 Ruang Lingkup
Pedoman ini terdiri dari beberapa bagian yang mengulas secara detail mengenai
biodiesel dan B30, baik lingkup regulasi maupun karakteristik dan teknik operasional
biodiesel dan B30 di lapangan.
Bab I - Biodiesel sebagai bahan bakar nabati oksigenat yang siap pakai,
kebijakan implementasi B30 di Indonesia, tuntutan engine
manufacturer terhadap kesetaraan B30 dengan minyak solar
eksisting, upaya Pemerintah untuk memberikan informasi dan
langkah solusi bagi pengguna B30 di Indonesia
Bab II - Biodiesel, Minyak Solar, dan Campuran Biodiesel ditinjau dari
sisi bahan baku, teknik produksi, dan standar spesifikasi bahan
bakar di Indonesia
Bab III - Sifat dan karakteristik biodiesel yang mempengaruhi B30 dan
penggunaannya di lapangan
Bab - Tata cara penerimaan, penyimpanan, pencampuran, dan
IV penyaluran biodiesel dan B30 di Indonesia, termasuk sertifikat
produk dan petugas sampling, teknik sampling bahan bakar,
aspek keamanan dan keselamatan kerja, dan mitigasi terhadap
keadaan darurat
Bab V - Rekomendasi umum untuk penyediaan B30 yang handal, aman,
dan ramah lingkungan

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 3


BAB II. DEFINISI BIODIESEL, MINYAK SOLAR, DAN CAMPURAN BIODIESEL

Berdasarkan tinjauan bahan baku produksi, istilah biodiesel merujuk pada bahan bakar
motor diesel yang berasal dari sumber hayati atau “bio” yang terdiri dari ester alkil
(metil, etil-, atau propil-) rantai panjang. Biodiesel diproduksi melalui konversi minyak
nabati maupun lemak hewani dengan alkohol menjadi ester asam lemak. Apabila
digunakan alkohol jenis metanol maka akan menghasilkan ester metil asam lemak
(EMAL) atau fatty acid methyl esters (FAME). Biodiesel dapat digunakan sebagai
bahan bakar motor diesel dalam bentuk murni ataupun dicampurkan dalam minyak
solar dengan variasi persentase. Pemerintah Indonesia mensyaratkan penggunaan
30% biodiesel dalam campurannya dengan minyak solar, dikenal dengan sebutan
teknis B30.
2.1 Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa ester metil
asam lemak (fatty acid methyl ester, FAME) yang terbuat dari minyak nabati atau lemak
hewani dan memenuhi standar mutu yang disyaratkan, di Indonesia spesifikasi teknis
biodiesel diatur dalam SK Dirjen EBTKE No. 189.K/10/DJE/2019. Struktur generik molekul
FAME ditampilkan pada Gambar 2.1 dan biodiesel murni dinotasikan sebagai B100,
sedangkan campuran biodiesel dinotasikan dengan Bxx yang menyatakan persentase
biodiesel dalam campurannya dengan minyak solar. Biodiesel (B100) memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang „mirip‟ dengan minyak solar sehingga campuran biodiesel (Bxx) dapat
digunakan langsung pada motor diesel tanpa modifikasi atau dengan modifikasi minor.

R’ C OCH3
Ester Metil
Gambar 2.1 Struktur Generik Molekul Biodiesel

2.1.1 Bahan Baku


Sumber utama bahan baku minyak lemak biodiesel di Indonesia adalah kelapa sawit
(Elaeis guineensis) dengan total produksi 42 juta ton per tahun [4], sumber tanaman potensial
lainnya juga dapat dikembangkan sebagai bentuk diversifikasi bahan baku seperti kelapa
(Cocos nucifera), nyamplung (Calophyllum inophyllum), malapari/kranji (Pongamia pinnata),
jarak pagar (Jathropa curcas), dan lainnya. Gambar 2.2 menampilkan bagian-bagian tanaman
penghasil minyak.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 4


Gambar 2. 1 Sumber Hayati untuk Bahan Baku Biodiesel (foto dari berbagai sumber)

2.1.2 Teknologi Produksi


Produk biodiesel di Indonesia merujuk pada biodiesel generasi 1 yang diproduksi
melalui reaksi transesterifikasi menggunakan metanol dan katalis basa seperti sodium
methylate (Na-methylate), natrium hidroksida (NaOH), ataupun kalium hidroksida (KOH).
Produk utama dari reaksi ini adalah biodiesel dengan produk ikutan (by-product) berupa
gliserol. Reaksi transesterifikasi diperlihatkan pada Gambar 2.4.

3
Gambar 2. 2 Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel

Kandungan asam lemak minyak nabati akan menentukan pemilihan reaksi yang
digunakan, esterifikasi atau transesterifikasi. Apabila hasil pengujian asam lemak bebas
minyak nabati menunjukkan bahwa kandungan yang tinggi (> 5%), maka perlu dilakukan
reaksi esterifikasi dan dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi. Namun, apabila kandungan
asam lemak bebas dalam minyak nabati rendah (< 5%), maka cukup dipilih reaksi
transesterifikasi.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 5


2.1.3 Spesifikasi Biodiesel
Spesifikasi biodiesel merujuk pada SK Dirjen EBTKE No. 189.K/10/DJE/2019
tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel sebagai
Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri [5]. Spesifikasi ini perlu dipenuhi
produsen hingga ke titik serah.
Tabel 2. 1 Perkembangan Standar Biodiesel di Indonesia
Perkembagan Standar Biodiesel di Indonesia
SK Dirjen SK Dirjen
No. Parameter Uji Satuan SNI 7182 : SNI 7182 : SNI 7182 : Standar Uji
EBTKE No. EBTKE No.
2006 2012 2015
332/2018 189/2019
1 Massa jenis (pada 40 oC) kg/m3 850-890 850-890 850-890 850-890 850-890 SNI 7182
2 Viskositas kinematik (pada 40 oC) cSt 2.3-6.0 2.3-6.0 2.3-6.0 2.3-6.0 2.3-6.0 SNI 7182
3 Angka setana min 51 51 51 51 51 SNI 7182
4 Titik nyala (mangkok tertutup) o 100 100 100 100 130 SNI 7182
C, min
5 Titik kabut o 18 18 18 18 Ditiadakan SNI 7182
C, maks
Residu karbon
6 - dalam per contoh asli, atau %-massa, 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 SNI 7182
- dalam 10% ampas distilasi maks 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
7 Temperatur distilasi 90% o 360 360 360 360 360 SNI 7182
C, maks
%-massa,
8 Abu tersulfatkan 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 SNI 7182
maks
%-massa, SNI 7182
9 Gliserol bebas 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
maks SNI 7182
%-massa, SNI 7182
10 Gliserol total 0.24 0.24 0.24 0.24 0.24
maks SNI 7182
11 Kadar ester metil %-massa, min 96.5 96.5 96.5 96.5 96.5 SNI 7182
%-massa (g-
12 Angka iodium I2/100g), 115 115 115 115 115 SNI 7182
maks
Korosi lempeng tembaga
13 - nomor 3 nomor 1 nomor 1 nomor 1 nomor 1 SNI 7182
(3 jam, 50 oC)
14 Belerang mg/kg, maks 100 100 50 50 10 SNI 7182
15 Fosfor mg/kg, maks 10 10 4 4 4 SNI 7182
mg-KOH/g, SNI 7182
16 Angka asam 0.8 0.6 0.5 0.5 0.4
maks SNI 7182
Kestabilan oksidasi
17 - Periode induksi metode rancimat menit, min - 300 480 480 600 SNI 7182
- Petrooksi menit, min - 27 36 36 45
%-massa,
18 Monogliserida - - 0.8 0.8 0.55 SNI 7182
maks
19 Kadar air mg/kg, maks - - - 500 350 ASTM D 6304
20 Cold Filter Plugging Point (CFPP) o - - - 16 15
C, maks
21 Logam I (Na+K) mg/kg, maks - - - - 5 EN 14108
22 Logam II (Ca+Mg) mg/kg, maks - - - - 5 EN 14109
23 Total Kontaminan mg/l, maks - - - - 20 EN 12662
24 Uji Helphen Negatif Negatif Ditiadakan Ditiadakan Ditiadakan
25 Air dan sedimen %-vol, maks 0.05 0.05 0.05 0.05 Ditiadakan SNI 7182
26 Warna 3 3 ASTM D 1500

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 6


Parameter Kualitas Biodiesel [6]
a. Angka asam
Angka asam merupakan ukuran banyaknya asam mineral dan asam lemak bebas
yang terkandung dalam biodiesel. Angka asam biodiesel dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti bahan baku, tahap produksi, dan juga durasi
penyimpanan. Tingkat keasaman yang tinggi berkorelasi dengan korosi pada
logam dan pembentukan deposit pada mesin, juga dapat merusak elastomer pada
saluran sistem bahan bakar. Bagi produsen, angka asam produk biodiesel yang
terlalu tinggi menunjukkan proses produksi yang kurang baik dan bagi pengguna
angka asam yang terlalu tinggi menunjukan penyimpanan yang tidak memenuhi
kaidah.
b. Gliserol
Gliserol Terikat, yaitu gliserol dalam bentuk mono-, di-, dan trigliserida yang tersisa
dari proses konversi minyak nabati menjadi biodiesel. Kandungan gliserol terikat
yang berlebih dapat menimbulkan masalah ketika berada di tangki penyimpan,
yaitu gliserol ini akan terpisah dari biodiesel dan mengendap di dasar tangki akibat
perbedaan densitas. Pada sistem bahan bakar, kandungan gliserol terikat
khususnya monogliserida berpotensi menyebabkan masalah fouling pada injektor
dan berperan dalam pembentukan deposit pada nozzle, piston, dan katup/valve.
Gliserol Bebas, merupakan ukuran kesuksesan proses purifikasi biodiesel.
Peningkatan kadar gliserol juga dapat terjadi akibat proses hidrolisa sisa mono-, di-
, dan trigliserida dalam penyimpanan biodiesel. Gliserol yang terpisah selanjutnya
mengendap, menarik senyawa polar lainnya seperti air, monogliserida, dan sabun,
yang sangat berpotensi menyebabkan sistem injeksi. Selain itu, gugus hidroksi
yang terkandung dalam gliserol dapat menyebabkan korosi pada logam tembaga
dan seng. Endapan gliserol pada filter bahan bakar juga dapat menghasilkan emisi
yang berasal dari senyawa aldehid.
Gliserol Total, menunjukkan banyaknya gliserol yang terkandung dalam biodiesel
baik dalam bentuk gliserol bebas maupun gliserol terikat. Kandungan gliserol
berkorelasi dengan nilai viskositas biodiesel, apabila dinyatakan kadar gliserol total
suatu biodiesel tinggi, maka nilai viskositas dari biodiesel akan tinggi pula.
c. Kadar air
Pengujian kadar air dalam biodiesel dimaksudkan untuk menentukan ketepatan
volume air bebas. Air dalam bahan bakar disinyalir dapat mengakibatkan
kerusakan fasilitas dan sistem bahan bakar mesin. Air juga dapat mendorong
terjadinya korosi pada tangki penyimpan, tangki bahan bakar, dan peralatan yang
ada di sekitar sistem ruang bakar mesin. Keberadaan air juga merupakan media
yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dalam sistem penyimpanan. Untuk
mengetahui kandungan air dalam biodiesel, dapat dilakukan pengujian
berdasarkan metode ASTM D 6304.
d. Abu Tersulfatkan
Merupakan jumlah kontaminan anorganik seperti padatan abrasif dan sisa katalis,
serta konsentrasi logam terlarut dalam biodiesel. Senyawa ini dapat teroksidasi

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 7


dalam proses pembakaran yang menyebabkan pembentukan sejumlah abu yang
dapat menyebabkan terbentuknya deposit pada motor diesel.
e. Fosfor
Kandungan fosfor dalam biodiesel umumnya berasal dari fosfolipid yang
terkandung dalam bahan baku minyak nabati. Proses penyiapan minyak nabati
memegang peran penting untuk mereduksi kandungan fosfor tersebut. Dalam
proses purifikasi biodiesel, fosfor akan terikut bersama dengan fasa gliserol-air.
Untuk tahap penyempurnaan, kandungan fosfor dapat dieliminasi dengan bantuan
kolom distilasi. Kandungan fosfor berlebih terbukti menghambat kemampuan
sistem pengurangan emisi gas buang karena disinyalir meracuni katalitik konverter
dan membentuk deposit pada kepala piston, katup dan injektor.
f. Belerang/Sulfur
Kandungan sulfur dalam biodiesel dinyatakan hampir nihil, kecuali dari sisa reaksi
esterifikasi yang menggunakan katalis asam sulfat dan proses purifikasi tidak
berlangsung sempurna. Kandungan sulfur di Indonesia dibatasi maksimum 2500
ppm, karena emisi gas buang SO x dapat merusak kesehatan dan lingkungan.
Keberadaan sulfur dalam bahan bakar juga dapat menyebabkan keausan pada
mesin karena menghasilkan bahan yang bersifat korosif dan menaikkan jumlah
deposit di dalam ruang bakar dan piston. Sulfur dinilai dapat memberikan efek
pelumasan bahan bakar, namun hal ini dapat digantikan dengan penggunaan
biodiesel sebagai campuran bahan bakar, dengan tujuan untuk mengurangi emisi
dan meningkatkan efek pelumasan pada motor diesel.
g. Angka Iodium
Angka iodium merupakan ukuran jumlah senyawa tak jenuh yang terkandung
dalam minyak/lemak, juga senyawa dalam bentuk mono-, di-, dan trigliserida, serta
senyawa poli- tak jenuh (polyunsaturated). Keberadaan senyawa tak jenuh ini
ditandai dengan tingginya angka iodium. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
beberapa permasalahan sebagai berikut:
 Terjadinya polimerisasi dan pembentukan deposit pada nozzle injektor, cincin
piston dan ulir cincin piston, ketika dalam kondisi panas.
 Penurunan stabilitas oksidasi biodiesel, yang nantinya menyebabkan
pembentukan beragam produk degradasi yang memberikan dampak negatif
dalam pengoperasian mesin.
 Penurunan kualitas pelumasan bahan bakar pada mesin.
Angka iodium juga berkorelasi dengan viskositas dan angka setana, apabila
viskositas dan angka setana terukur rendah, maka hal ini merupakan indikasi
tingginya kandungan poli tak jenuh dalam biodiesel tersebut.
h. Stabilitas Oksidasi
Karenakan sifat kimianya, biodiesel lebih mudah mengalami degradasi oksidatif
dibandingkan minyak solar. Hal ini berkaitan dengan tingginya kandungan
senyawa ester poli tak jenuh yang mengandung banyak ikatan rangkap dan rentan
terhadap oksidasi. Rendahnya nilai stabilitas oksidasi dapat menyebabkan
permasalahan pada elastomer khususnya pada sistem saluran bahan bakar.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 8


Produk oksidasi yaitu hidroperoksida mudah terpolimerisasi dengan radikal bebas
yang akhirnya membentuk sedimen tidak terlarut dan gum, menyebabkan
penyumbatan filter bahan bakar dan deposit pada sistem injeksi dan ruang bakar.
Produk oksidasi lainnya seperti aldehid, keton, dan asam karboksilat rantai pendek
dapat menyebabkan permasalahan korosi pada sistem injeksi. Hal ini juga
didorong oleh kenaikan angka asam dan peningkatan angka peroksida. Biodiesel
mudah teroksidasi selama penyimpanan dan transportasi, mendorong
pembentukan senyawa peroksida, asam, gum, dan deposit. Pengujian akseleratif
o
oksidasi (temperatur 110 C, flowrate 10 mL/menit) dengan bantuan alat uji
Rancimat (EN 15751) mensyaratkan bahwa stabilitas oksidasi biodiesel berbasis
kelapa sawit adalah selama 10 jam dan campuran biodiesel (B30) 35 jam.
i. Titik Nyala
Titik nyala adalah indikator keamanan penyimpanan akibat pengaruh panas.
Semakin rendah titik nyala, maka penyimpanan bahan bakar tersebut dinyatakan
o
tidak aman. Biodiesel umumnya memiliki titik nyala > 100 C sehingga
penyimpanannya lebih aman dibandingkan minyak solar yang titik nyalanya
o o
minimal 52 C. Apabila diketahui titik nyala biodiesel kurang dari 100 C, maka hal
ini merupakan indikator bahwa di dalam biodiesel masih terkandung sejumlah
metanol.
j. Temperatur distilasi 90%
Nilai temperatur distilasi 90% menggambarkan sifat volatilitas bahan bakar
hidrokarbon. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar konsentrasi
senyawa ester/FAME yang terkandung dalam biodiesel. Biodiesel umumnya baru
o
mulai teruapkan pada temperatur 360 C. Apabila kandungan trigliserida/asam
lemak yang terkandung dalam bahan bakar masih tinggi, maka capaian temperatur
o
distilasi akan lebih tinggi dari 360 C. Produsen biodiesel melakukan pengukuran
parameter ini untuk menilai kesuksesan reaksi konversi. Dari sisi pengguna,
kandungan asam lemak yang masih banyak dalam bahan bakar akan memberikan
dampak sulitnya penyalaan mesin, utamanya pada cuaca dingin.
k. Kadar Logam
Keberadaan ion logam dalam biodiesel umumnya berasal dari proses produksi,
seperti penggunaan katalis berbasis logam alkali dan pencucian biodiesel dengan
tambahan bahan kimia berbasis logam alkali tanah. Natrium (Na) dan kalium (K)
disinyalir dapat membentuk abu di dalam mesin, sedangkan sabun dalam bentuk
kalsium dan magnesium menyebabkan permasalahan pada pompa injeksi.
Parameter kadar logam ini berkorelasi dengan parameter kadar abu tersulfatkan
dan residu karbon.
l. Total Kontaminan
Total kontaminan didefiniskan sebagai jumlah material tidak terlarut yang tersisa
pada filter setelah sampel bahan bakar melalui filter 0,8 µm (EN 12662). Pada
minyak solar, total kontaminan cenderung berasal dari sisa proses distilasi yang
tidak terpisahkan dengan sempurna. Sedangkan pada biodiesel, tidak semua
proses transesterifikasi berlangsung pada kolom distilasi. Kontaminasi yang tinggi
pada biodiesel menyebabkan penyumbatan filter bahan bakar dan pompa injeksi.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 9


Lebih lanjut, konsentrasi sabun dan sedimen yang tinggi menyebabkan kenaikan
nilai kandungan abu.
m. Cold-Filter Plugging Temperature (CFPP)
CFPP didefinisikan sebagai temperatur terendah dari biodiesel, dimana biodiesel masih
dapat mengalir melalui filter terstandarisasi dalam 60 detik sesuai ASTM D 6371.
2.2 Minyak Solar
Minyak solar biasa dikenal dengan nama Gasoil atau High Speed Diesel (HSD)
merupakan bahan bakar minyak (BBM) yang memiliki angka performa angka setana
45 [7]. Minyak solar merupakan bahan bakar jenis distilat yang digunakan untuk motor
diesel “compression ignition” yaitu mesin yang menggunakan sistem kompresi yang
menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga dapat membakar minyak solar
yang disemprotkan oleh injektor di ruang bakar. Penggunaan minyak solar pada
umumnya adalah untuk bahan bakar pada jenis minyak diesel putaran tinggi (di atas
1000 rpm).

2.2.1 Bahan Baku


Minyak solar merupakan hasil pengolahan minyak bumi, yaitu minyak mentah (crude
oil) berwujud cairan kental berwarna hitam yang belum dapat dimanfaatkan. Kemudian agar
dapat dimanfaatkan, minyak bumi harus mengalami proses pengolahan dahulu. Pengolahan
minyak bumi dilakukan dengan kilang minyak yang melalui dua tahap. Pengolahan tahap
pertama (primary processing) dilakukan dengan cara distilasi bertingkat dan pengolahan
tahap kedua (secondary processing) dilakukan dengan berbagai cara.
2.2.2 Teknologi Produksi
Pengolahan minyak bumi tahap pertama dilakukan dengan distilasi bertingkat, yaitu
proses distilasi berulang-ulang, sehingga didapatkan berbagai macam hasil berdasarkan
perbedaan titik didihnya.
Hasil pada proses distilasi bertingkat ini meliputi:
1. Fraksi pertama menghasilkan gas yang pada akhirnya dicairkan kembali dan dikenal
dengan nama elpiji atau LPG (Liquefied Petroleum Gas). LPG digunakan untuk bahan
bakar kompor gas dan mobil BBG, atau diolah lebih lanjut menjadi bahan kimia lainnya.
2. Fraksi kedua disebut nafta. Nafta tidak dapat langsung digunakan, tetapi diolah lebih
lanjut pada tahap kedua menjadi bensin (premium) atau bahan petrokimia yang lain.
3. Fraksi ketiga atau fraksi tengah, selanjutnya dibuat menjadi kerosin (minyak
tanah) dan avtur (bahan bakar pesawat jet).
4. Fraksi keempat sering disebut solar yang digunakan sebagai bahan bakar motor diesel.
5. Fraksi kelima atau disebut juga residu yang berisi hidrokarbon rantai panjang dan dapat
diolah lebih lanjut pada tahap kedua menjadi berbagai senyawa karbon lainnya, dan
sisanya sebagai aspal dan lilin.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 10


Gambar 2. 3 Pengolahan Minyak Bumi dengan Distilasi Bertingkat

Pada pengolahan minyak bumi tahap kedua, dilakukan berbagai proses lanjutan dari hasil
penyulingan pada tahap pertama. Proses-proses tersebut meliputi:
1. Perengkahan (cracking): Pada proses perengkahan, dilakukan perubahan struktur kimia
senyawa-senyawa hidrokarbon yang meliputi: pemecahan rantai, alkilasi (pembentukan
alkil), polimerisasi (penggabungan rantai karbon), reformasi (perubahan struktur), dan
isomerisasi (perubahan isomer).
2. Proses ekstraksi: Pembersihan produk dengan menggunakan pelarut sehingga
didapatkan hasil lebih banyak dengan mutu lebih baik.
3. Proses kristalisasi: Proses pemisahan produk-produk melalui perbedaan titik cairnya.
Misalnya, dari pemurnian solar melalui proses pendinginan, penekanan, dan penyaringan
akan diperoleh produk sampingan lilin/wax.
4. Pembersihan dari kontaminasi (treating): Pada proses pengolahan tahap pertama dan
tahap kedua sering terjadi kontaminasi (pengotoran). Kotoran-kotoran ini harus
dibersihkan dengan cara menambahkan soda kaustik (NaOH), clay, atau hidrogenasi.
Hasil proses tahap kedua ini dapat dikelompokan berdasarkan titik didih dan jumlah atom
karbon pembentuk rantai karbonnya.

2.2.3 Spesifikasi Minyak Solar


Standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis minyak solar murni (B-0)
dengan angka setana 48 serta standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis
minyak solar murni (B-0) dengan angka setana 51 ditetapkan dalam SK Dirjen Migas No.
146.K/10/DJM/2020 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis
Minyak Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri [8]. Tujuan standar ini adalah untuk
mendapatkan kepastian mutu agar spesifikasi solar murni yang ditetapkan pemerintah dapat
digunakan sesuai dengan kondisi dan iklim di Indonesia.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 11


Tabel 2. 2 Standar Mutu dan Spesifikasi Minyak Solar di Indonesia

Spesifikasi Spesifikasi
Minyak Solar Minyak Solar
No Karakteristik Satuan 48 51 Metode Uji
Min Max Min Max

Bilangan Setana:
1 Angka Setana atau 48 51 ASTM D 613
Indeks Setana 45 48 ASTM D 4737
ASTM D 4052 /
2 Berat Jenis pada 15°C kg/m³ 815 870 810 850
ASTM D1298
3 Viskositas pada 40°C mm²/s 2,0 4,5 2,0 ASTM D 445
0,25 ASTM D 4294 /
1 0,05
4 Kandungan Sulfur % m/m 0,05 ⁾ 1 ASTM D 5453 /
2 0,005 ⁾
0,005 ⁾ ASTM D2622
Distilasi: 90 % vol.
5 °C 370 370 ASTM D 86
Penguapan

6 Titik Nyala °C 52 55 ASTM D 93


ASTM D 2500 /
Titik Kabut °C 18 18
ASTM D 5773
7
ASTM D 97 /
Titik Tuang °C 18 18
ASTM D 5949
ASTM D 189 /
8 Residu Karbon % m/m 0,1 0,1
ASTM D 5430
ASTM D 6304 /
9 Kandungan Air mg/kg 400 280
ASTM D 1744
10 Korosi Bilah Tembaga merit Kelas 1 Kelas 1 ASTM D 130
ASTM D 482 /
11 Kandungan Abu % m/m 0,01 0,01
ISO 6245
12 Kandungan Sedimen % m/m 0,01 0,01 ASTM D 473

mg
13 Bilangan Asam Kuat 0 0 ASTM D 664
KOH/gr
mg
14 Bilangan Asam Total 0,6 0,3 ASTM D 664
KOH/gr
Jernih dan Jernih dan
15 Penampilan Visual - Terang Terang
Visual

16 Warna No. ASTM 3 1 ASTM D 1500


Lubrisitas (HFRR wear 3
17 mikron 460 ⁾ 460 ASTM D 6079
scar dia @60C)

18 Kontaminasi Partikulat mg/l Tidak Diatur 10 ASTM D 6217

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 12


Parameter Spesifik untuk Kualitas Minyak Solar
a. Angka Setana (Metode ASTM D 613)
Angka setana (angka setana) adalah sebuah ukuran unjuk kerja penyalaan bahan
bakar minyak diesel yang diperoleh dengan membandingkannya terhadap bahan
bakar acuan (reference fuels) di dalam mesin uji yang telah distandarisasi.
Pengertian unjuk kerja penyalaan adalah waktu kelambatan penyalaan bahan
bakar sebagai ditetapkan di dalam mesin uji standar pada kondisi tertentu dalam
hal kecepatan aliran bahan bakar, waktu injeksi, dan kompresi. Rasio kompresi
adalah perbandingan volume ruang pembakaran termasuk ruang pembakaran
awal (precombustion) dengan piston pada titik mati bawah terhadap volume
dengan piston pada titik api atas.
Kelambatan penyalaan (delay ignition) adalah periode waktu dinyatakan dalam
derajad sudut putaran poros engkol antara bahan bakar mulai diinjeksikan dan
bahan bakar mulai menyala. Waktu injeksi adalah waktu awal dalam satu siklus
pembakaran diukur dalam derajat putaran poros engkol dimana bahan bakar
diinjeksikan ke dalam ruang bakar.
Dikatakan angka setana karena dari hasil pengujian diperoleh angka pada mesin
CFR No.F5 yang menunjukkan sifat kelambatan pembakaran dari bahan bakar.
Makin tinggi nilai angka setana, menunjukkan bahwa bahan bakar mutunya makin
tinggi, sebab semakin pendek kelambatan pembakaran. Ini berarti jumlah bahan
bakar yang digunakan semakin sedikit sehigga mesin mempunyai efisiensi tinggi.
Karena itu angka setana yang tinggi memberikan kenaikkan tekanan yang cepat
dan tekanan maksimum yang rendah, sehingga mengurangi suara pembakaran.
b. Indeks Setana (Metode ASTM D 4737)
Calculated Cetane Index (CCI) adalah suatu cara untuk memprediksi nilai angka
setana dari minyak solar dengan menggunakan suatu rumusan. Rumusan
perhitungan ini tidak dapat digunakan untuk bahan bakar yang mengandung aditif
yang menunjukkan kecenderungan menaik dan juga tidak dapat digunakan untuk
senyawa hidrokarbon murni, bahan bakar sintetis misalnya shale oil dan tar sands,
alkilat atau produk-produk coal–tar. Data yang diperlukan untuk perhitungan
adalah API gravity ASTM D 1298 atau ASTM D 287, distilasi ASTM D 86 dan
o
densitas pada 15 C ASTM D 1298. Disamping itu calculated cetane index untuk
bahan bakar distilat dapat diturunkan secara konvensional dengan menggunakan
nomograf.
o
c. Berat Jenis @ 15 C (Metode ASTM D 1298/D 4052)
o
Densitas adalah berat cairan per unit volume pada 15 C dan 101,325kPa dengan
satuan standar pengukuran misalnya kg/m3. Sedangkan Specific Gravity (Relative
density) adalah perbandingan massa sejumlah volume zat pada suhu tertentu
terhadap massa air murni dengan volume yang sama pada suhu yang sama atau
suhu yang berbeda.
Oleh sebab itu specific gravity dinyatakan dengan dua angka suhu. Angka pertama
menunjukkan suhu zat, sedang angka kedua menunjukkan suhu air. Umumnya
o o o
suhu acuan meliputi 60/60 F, 20/20 C, 20/4 C. Kedua suhu acuan harus
dinyatakan secara eksplisit.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 13


o
d. Viskositas @ 40 C (Metode ASTM D 445)
Viskositas dinamik biasa disebut koefisien viskositas dinamik atau lebih sederhana
disebut viskositas. Viskositas dinamik adalah ukuran tahanan untuk mengalir atau
perubahan bentuk dari suatu cairan. Istilah viskositas dinamik juga dapat
digunakan dalam suatu konteks yang berbeda untuk menunjukkan suatu kuantitas
yang tergantung frekuensi dimana tegangan geser dan kecepatan geser
mempunyai ketergantungan terhadap waktu sinusoidal. Viskositas kinematik
adalah tahanan cairan untuk mengalir karena gaya berat. Untuk aliran gaya berat
pada suatu ketinggian hidrostatik tertentu, ketinggian tekanan suatu cairan
proporsional dengan kerapatannya. Analisis viskositas dilakukan untuk mengetahui
kemudahan mengalir dari bahan bakar.
e. Kandungan Sulfur (Metode ASTM D 2622)
Senyawaan sulfur dalam minyak bumi dan produk turunannya terdiri dari beberapa
jenis, antara lain hidrogen sulfida (H2S), merkaptan (RSH), sulfida (RSR), disulfida
(RSSR), siklo sulfida (CH2)5S, alkil sulfat (R2SO4), asam sulfonat (RSO2OH),
sulfoksida (RSOR), sulfona (RSO2R), tiofena (C4H4S) dan benzotiofena (C8H6S).
Oleh sebab itu dalam pengujiannya dikatakan sebagai total sulfur. Sulfur dalam
bahan bakar minyak dapat meyebabkan bau, ikut membentuk gum dan sludge
dalam penyimpanan, serta dalam pembakaran akan menimbulkan asap yang
bersifat korosif. Tidak semua akibat sulfur merugikan. Sulfur yang ada dalam aditif
bersifat sebagai penghambat oksidasi (oxidation inhibitor) dalam minyak lumas,
senyawa sulfur juga berfungsi sebagai penghambat korosi dalam lumas gear atau
sebagai extreem pressure properties untuk cutting oil. Kandungan sulfur dalam
bahan bakar dibatasi pada nilai maksimalnya, sehingga analisis parameter ini
penting untuk dilakukan.
f. Distilasi (Metode ASTM D 86)
Distilasi pada dasarnya adalah menguapkan cairan dengan cara dipanaskan,
kemudian uapnya didinginkan untuk menghasilkan distilat. Analisis distilasi
dilakukan untuk mengetahui karakteristik penguapan bahan bakar yang digunakan.
beberapa pengertian yang penting dalam analisis distilasi adalah:
- Initial Boiling Point (IBP) adalah pembacaan termometer pada saat tetesan
kondensat pertama jatuh yang terlihat pada ujung tabung kondenser.
- Persen evaporated adalah jumlah persen antara cairan yang diperoleh dan
persen yang hilang
- Persen recovered adalah persen maksimum yang diperoleh dari suatu distilasi,
terbaca pada tabung (gelas ukur) penampung distilat.
- End point dan Final Boiling Point (FBP) adalah pembacaan suhu maksimum
selama distilasi berlangsung. lni terjadi setelah cairan dalam tabung distilasi
teruapkan semua. Juga disebut suhu maksimum.
g. Titik Nyala (Metode ASTM D 93)
Titik nyala (flash point) adalah suhu terendah pada kondisi tekanan barometer
101,3kPa (760mmHg), dimana dengan penyalaan tertentu menyebabkan uap
contoh terbakar pada kondisi pengujian. Tinggi/rendahnya titik nyala sangat
bergantung pada komponen hidrokarbon dalam bahan bakar. Parafin akan lebih

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 14


mudah terbakar dari pada olefin, olefin lebih mudah terbakar dari pada naften, dan
aromat paling sulit terbakar. Makin tinggi fraksi minyak bumi makin tinggi pula titik
nyalanya, produk dengan titik nyala rendah makin mudah menguap sehingga
mudah terbakar. Titik nyala sangat erat kaitannya dengan faktor keselamatan
pada penanganan bahan bakar.
h. Titik Tuang (Metode ASTM D 97)
Pour point (titik tuang) adalah suhu terendah dimana bahan bakar minyak masih
dapat mengalir dengan sendirinya pada kondisi pengujian. Kemudahan mengalir
minyak solar dipengaruhi oleh komposisi hidrokarbon dalam bahan bakar itu.
Kegagalan untuk mengalir pada titik tuang umumnya berhubungan dengan
kandungan lilin dari minyak; tetapi dapat juga karena pengaruh viskositas minyak
yang sangat kental. Bahan bakar yang banyak mengandung parafin (lilin) akan
lebih mudah membeku dibanding dengan bahan bakar kandungan parafinnya
rendah. Struktur lilin yang berhubungan dengan pendinginan minyak, dapat diatasi
dengan cara diberi tekanan yang relatif kecil.
i. Residu Karbon (Metode ASTM D 4530)
Residu karbon (carbon residue) adalah residu yang terbentuk dari penguapan dan
degradasi panas dari suatu bahan yang mengandung karbon. Dibedakan antara
residu karbon dan coke. Residu karbon tidak seluruhnya karbon sedang coke
berasal pengubahan karbon karena proses pirolisis. Terdapat hubungan antara
residu karbon dan API-gravity minyak dan juga konstituen aspaltik. Untuk residu
karbon (% massa) tinggi, makin tinggi pula kandungan aspaltik (% massa), berarti
minyak tersebut tidak mudah menguap (non volatil). Pengujian residu karbon
digunakan untuk evaluasi karakteristik deposit oleh karbon dalam peralatan jenis
pembakaran minyak (oil burning) dan mesin internal combustion.
j. Kandungan Air (Metode ASTM D 1744)
Keberadaan air di dalam bahan bakar minyak adalah air yang terlarut dalam bahan
bakar dan air yang tak terlarut dalam bahan bakar. Air yang tak terlarut (air bebas)
dalam bahan bakar dapat dipisahkan dengan cara pengendapan dan selanjutnya
penurasan. Terdapatnya air akan menyebabkan turunnya panas pembakaran,
busa dan bersifat korosif. Bahan mudah menguap yang terlarut dalam air, dapat
diukur sebagai air. Bila suhu dingin, air dapat mengkristal sehingga menyumbat
saluran bahan bakar.
k. Analisis Korosi Bilah Tembaga (Metode ASTM D 130)
Sifat korosif mogas disebabkan oleh sulfur bebas, dan senyawaan sulfur reaktif
(terutama merkaptan dan hidrogen sulfida). Senyawaan sulfur ini reaktif terhadap
tembaga, menghasilkan noda kupri-merkaptida yang berwarna merah kecoklatan.
Merkaptan diklasifikasikan atas merkaptan ringan dan merkaptan berat. Bahan
bakar yang mengandung merkaptan berlebihan perlu diolah dengan proses soda
washing. Proses ini hanya menghilangkan merkaptan ringan, sedang merkaptan
berat tidak hilang oleh proses ini. Pengujian korosif ini sebagai uji kualitatif, sedang
uji kuantitatifnya ditetapkan sebagai merkaptan sulfur.
l. Analisis Kandungan Abu (Metode ASTM D 482)

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 15


Abu dari minyak solar dapat berasal dari senyawaan logam yang larut dalam air,
aditif sabun surfaktan sebagai bahan untuk netralisasi asam bahan bakar, atau
dari padatan ikutan lain seperti debu dan produk pengkaratan.
Metode uji yang digunakan adalah gravimetri yaitu analisis kimia dengan cara
pembakaran, pemijaran, pendinginan, dan penimbangan. Karena gravimetri, maka
penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat konstan artinya selisih dua
penimbangan 0,2 mg.
m. Analisis Kandungan Sedimen (Metode ASTM D 473)
Terdapatnya sedimen dalam bahan bakar minyak dikhawatirkan akan menyumbat
saringan bahan bakar. Disamping itu sedimen dapat membentuk endapan pada
sistem injeksi atau ruang pembakaran. Saat bahan bakar minyak terbakar,
endapan ini akan membara, menghasilkan endapan (deposit) dalam keadaan
dingin.
n. Analisis Warna (Metode ASTM D 1500)
Analisis ini digunakan umumnya untuk keperluan kontrol produksi dan terutama
kualitas produk bahan bakar. Pada beberapa kasus, warna menjadi indikator
penting kebersihan dari bahan bakar yang digunakan. Jika rentang warna dari
produk sudah ditetapkan, maka pentimpangan warna dari rentang yang ditetapkan
dapat menjadi indikasi terjadinya kontaminasi produk lain. Namun demikian, warna
tetap tidak dapat digunakan sebagai acuan baku untuk menentukan kualitas suatu
produk bahan bakar.

2.3 Campuran Biodiesel


Biodiesel memiliki sifat fisika yang mirip dengan minyak solar sehingga
memudahkan proses pencampuran. Bahan bakar campuran biodiesel dinotasikan
dengan Bxx di mana „XX‟ menunjukkan besarnya persentase biodiesel yang
ditambahkan dalam minyak solar. Bahan bakar campuran biodiesel diproduksi dengan
cara pencampuran atau blending. Proses pencampuran ini umumnya berlangsung di
terminal bahan bakar minyak (TBBM) atau dilakukan sendiri oleh pihak pengguna di
fasilitas yang tersedia.

2.3.1 Teknologi Produksi Campuran Biodiesel


Sebelum dilakukan pencampuran, pastikan biodiesel dan minyak solar memiliki
temperatur yang sama untuk mendapatkan campuran yang homogen. Selain itu,
pastikan temperatur di lokasi pencampuran di atas titik kabut biodiesel untuk
menghindari terjadinya pembentukan presipitasi biodiesel yang nantinya akan
mengendap pada dasar tangki penyimpan atau tangki bahan bakar dan menyebabkan
penyumbatan filter bahan bakar [9].
Pencampuran biodiesel dengan minyak solar harus memperhatikan ketepatan
konsentrasi biodiesel yang ditargetkan. Pencampuran dapat dilakukan menggunakan
beberapa metode, antara lain in-line blending, sekuensial in-tank blending, sekuensial

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 16


in-truck blending, dan sekuensial in-vessel blending, yang akan dijelaskan secara
detail pada subbab 4.8.
Pencampuran biodiesel dengan solar berbasis bahan bakar fosil adalah produk
yang paling banyak didistribusikan untuk digunakan. Secara umum dan sebagian
besar dunia menggunakan sistem yang dikenal sebagai "B30" faktor untuk
menyatakan jumlah biodiesel dalam campuran bahan bakar yang digunakan dalam
berbagai konsentrasi yang berbeda, yaitu:
- 100% biodiesel disebut sebagai B100
- 30% biodiesel, 70% bahan bakar solar diberi nama dengan B30
- 20% biodiesel, 80% bahan bakar solar diberi nama dengan B20

2.3.2 Spesifikasi B30


Standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis minyak solar dengan
campuran biodiesel 30% (B30) ditetapkan dalam SK Dirjen Migas No.
146.K/10/DJM/2020 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis
Minyak Jenis Solar yang Dipasarkan dalam Negeri [8], seperti yang ditampilkan dalam
Tabel 2.3. Toleransi persentase BBN jenis biodiesel dan BBM jenis minyak solar telah
diatur dalam SK Dirjen Migas No. 0262.K/10/DJM.S/2018 yaitu sebesar ± 5% dari
pencampuran BBN jenis biodiesel. Sebagai contoh, untuk pencampuran B30, rentang
pencampuran yang diizinkan adalah 28,5%-31,5%).

Tabel 2. 3 Standar Mutu dan Spesifikasi B30 yang Dipasarkan di Indonesia

B30 Solar 48 B30 Solar 51


No Karakteristik Satuan Metode Uji
Min Max Min Max

Bilangan Setana:
1 Angka Setana atau 48 51 ASTM D 613
Indeks Setana 45 48 ASTM D 4737
ASTM D 4052 /
2 Berat Jenis pada 15°C kg/m³ 815 880 810 850
ASTM D1298
3 Viskositas pada 40°C mm²/s 2,0 4,5 2,0 ASTM D 445
0,25
1 ASTM D 4294 /
0,2 ⁾ 0,05
4 Kandungan Sulfur % m/m 2 1 ASTM D 5453 /
0,05 ⁾ 0,005 ⁾
3 ASTM D2622
0,005 ⁾
Distilasi: 90 % vol.
5 °C 370 370 ASTM D 86
Penguapan

6 Titik Nyala °C 52 55 ASTM D 93


ASTM D 2500 /
7 Titik Kabut, atau °C 18 18
ASTM D 5771 /

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 17


ASTM D 5773 /
ASTM D 7683
ASTM D 97 /
ASTM D 5949 /
Titik Tuang °C 18 18
ASTM D 5950 /
ASTM D 6749
ASTM D 189 /
8 Residu Karbon % m/m 0,1 0,1
ASTM D 4530
9 Kandungan Air mg/kg 425 280 ASTM D 6304
4 ASTM D 7371 /
10 Kandungan FAME % v/v 30 ⁾
ASTM D 7806
11 Korosi Bilah Tembaga merit Kelas 1 Kelas 1 ASTM D 130
ASTM D 482 /
12 Kandungan Abu % m/m 0,01 0,01
ISO EN 6245
13 Kandungan Sedimen % m/m 0,01 0,01 ASTM D 473

mg
14 Bilangan Asam Kuat 0 0 ASTM D 664
KOH/gr
mg
15 Bilangan Asam Total 0,6 0,3 ASTM D 664
KOH/gr
Jernih dan Jernih dan
16 Penampilan Visual - Terang Terang
Visual

17 Warna No. ASTM 3 1 ASTM D 1500


Lubrisitas (HFRR wear 5
18 mikron 460 ⁾ 460 ASTM D 6079
scar dia @60C)

jam 35 EN 15751
19 Kestabilan Oksidasi
ASTM D 7545 /
menit 45
EN 16091
ASTM D 6217 /
20 Kontaminasi Partikulat mg/l Tidak Diatur 10
ASTM D 7321

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 18


BAB III. SIFAT DAN KARAKTERISTIK BIODIESEL DAN CAMPURAN BIODIESEL

Secara umum, biodiesel bersifat mudah terdegradasi (biodegradable), tidak


mengandung senyawa aromatik dan sulfur, sehingga dipastikan emisi gas buang yang
dihasilkan lebih baik dibandingkan minyak solar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
B20 memiliki emisi gas buang 10-20% lebih rendah dibandingkan minyak solar.
Sedangkan B30 menghasilkan emisi gas buang lebih rendah 0,1-0,2 gr/km atau 5-20%
dibandingkan B20.
3.1 Sifat dan Karakteristik Minyak Solar, Biodiesel, dan Campuran Biodiesel
Senyawa hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan
hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon atom-atom hidrogen yang berikatan
dengan rantai tersebut. Berdasarkan bentuk rantai kabon dan jenis ikatannya, minyak solar
tergolong hidrokarbon alifatik yang memiliki rantai terbuka dengan ikatan tunggal (jenuh)
ataupun ikatan rangkap (tak jenuh). Minyak solar diproduksi dari minyak bumi melalui proses
distilasi menghasilkan minyak dengan warna sedikit kekuningan dan tidak mudah menguap
pada temperatur ruang.
Beberapa sifat minyak solar yang penting antara lain: (1) kualitas penyalaan, terkait
komposisi hidrokarbon penyusun, (2) volatilitas sebagai faktor penting untuk menilai
kesuksesan pembakaran, (3) viskositas berkaitan dengan proses pengabutan bahan bakar
menuju ruang bakar, dan (4) titik tuang dan titik kabut, berhubungan dengan kemampuan
mengalir bebas pada temperatur rendah [6].
Dalam ilmu kimia, ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui
penggantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus karboksil dengan suatu gugus
organik (biasa dilambangkan dengan R‟). Senyawa ester dapat dimanfaatkan sebagai
pembersih kotoran, misalnya kerak pada dinding tangki penyimpan, dan karena baunya
seperti buah-buahan sering dijadikan perasa dan aroma buatan.
Biodiesel merupakan salah satu senyawa ester (ester metil asam lemak atau fatty acid
methyl esters) yang juga memiliki sifat dan karakteristik mirip dengan minyak solar sehingga
apabila dicampurkan dengan minyak solar dapat meningkatkan kualitas minyak solar, seperti:
(1) Meningkatkan kualitas penyalaan ditandai dengan peningkatan angka setana, minyak
solar murni memiliki angka setana sekitar 48 – 51, penambahan 30% biodiesel
meningkatkan angka setana menjadi 50 – 52,5.
(2) Menurunkan emisi CO, COx, dan SOx karena penambahan biodiesel meningkatkan
kesempurnaan pembakaran. Selain itu, dalam produksi biodiesel tidak digunakan dan
tidak diproduksi senyawa yang mengandung sulfur. Penambahan 30% biodiesel akan
menurunkan kandungan sulfur hingga 30% dibandingkan minyak solar.
Selanjutnya, sifat, karakteristik, dan kualitas bahan bakar campuran biodiesel (misalnya
B30), sangat dipengaruhi oleh faktor berikut ini:
a. Sifat, karakteristik dan kualitas biodiesel dan minyak solar. Semakin tinggi kandungan
biodiesel dalam campurannya, maka sifat dan karakteristiknya akan semakin mirip
dengan biodiesel;

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 19


b. Teknik dan cara pencampuran dan penanganan untuk menghasilkan B30.
Tabel 3. 1 Perbedaan Sifat dan Karakteristik antara Biodiesel dan Minyak Solar

BIODIESEL (B100) MINYAK SOLAR (B0)


Terbarukan, diproduksi dari minyak nabati Tidak terbarukan, diproduksi dari minyak bumi
atau sumber daya fosil lain
Terdiri atas campuran ester metil asam-asam Terdiri dari senyawa hidrokarbon dengan
lemak jenuh dan tidak jenuh panjang rantai C14-C18
Bersifat sebagai pelarut (mild solvent) yang Bersifat non-polar, tidak larut dalam air dan
sedikit polar sehingga cenderung melarutkan tidak melarutkan air
air
Kandungan sulfur sangat rendah Kandungan sulfur tinggi
Terdapat kandungan oksigen (O2) dalam Tidak ada kandungan oksigen (O2) dalam
biodiesel senyawa
Biodegradable Sangat sulit terdegradasi
Kestabilan terhadap oksidasi sedang Kestabilan terhadap oksidasi tinggi
Berpengaruh terhadap material karet alam, Praktis tak berpengaruh pada karet alam dan
dan aspalt, dipengaruhi oleh logam (katalis aspalt serta tak dipengaruhi oleh logam (katalis
oksidasi), oksidasi),
Lebih aman disimpan karena titik nyala lebih Titik nyala rendah sehingga harus disimpan
tinggi dengan baik
Berat jenis lebih berat dari B0 Berat jenis relatif lebih ringan dari B100

Tabel 3. 2 Konsekuensi dari Pencampuran Biodiesel dalam Minyak Solar

NO. SIFAT DAN PARAMETER KETERANGAN


1 Kandungan Oksigen pada Menaikkan angka setana sehingga meningkatkan
senyawa-senyawa penyusun kesempurnaan pembakaran bahan bakar dalam
biodiesel ruang bakar mesin
2 Tingkat kadar ester metil asam- - Berakibat buruk pada tingkat kestabilan biodiesel
asam lemak tak jenuh ganda terhadap oksidasi.
dalam biodiesel. - Dapat diredam dengan pembubuhan aditif
antioksidan
- Tingkat kestabilan yang rendah terhadap
oksidasi menyebabkan biodiesel mudah naik
angka asam dan kadar airnya dan membentuk
sludge apabila disimpan dalam jangka waktu
lama
3 Bahan sedikit polar yang dapat - Mampu mengikat uap air dari udara di atas
melarutkan sedikit air badan cairan selama proses penyimpanan
- Mempengaruhi kejernihan biodiesel
- Menginisiasi korosi pada logam tertentu

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 20


NO. SIFAT DAN PARAMETER KETERANGAN
4 Kemampuan melarutkan - Memiliki kemampuan membersihkan kerak dari
(solvency) yang disebabkan logam material pipa atau tangki penyimpan
senyawa ester - Mempengaruhi beberapa material elastomer
(karet alami, dan sejenisnya)
- Mengakibatkan pembengkakan (swelling) pada
material karet karena proses „cross-linking’ oleh
senyawa ester
5 Senyawa organik yang mudah - Terjadi bila biodiesel disimpan dalam jangka
terkontaminasi oleh mikroba waktu lama
- Dipicu dengan akumulasi air di dasar tangki
- Bisa menyebabkan degradasi kualitas biodiesel

3.1.1 Kemampuan Melarutkan (Solvency)


Senyawa ester telah lama dikenal dan digunakan sebagai pembersih dan pelarut.
Biodiesel merupakan senyawa ester sehingga memiliki kemampuan untuk melarutkan
akumulasi pengotor yang menempel pada dinding tangki penyimpan, tangki bahan bakar
mesin, dan perpipaan, khususnya yang telah lama dipakai sebagai penyimpan atau melayani
produk minyak solar. Kerak-kerak yang terlarut akan terakumulasi di dasar tangki maupun
sedikit teremulsi di dalam bahan bakar, yang nantinya apabila ikut masuk ke dalam sistem
pembakaran dapat menyebabkan tersumbatnya filter bahan bakar hingga malfungsi injektor.
Kemampuan atau daya pelarutan ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi biodiesel,
semakin tinggi konsentrasi biodiesel dalam suatu tangki yang mengandung kerak, maka
semakin kuat daya pelarutannya. Sebagai informasi, proses pelarutan tangki penyimpan
(tanpa pembersihan awal) yang digunakan untuk menyimpan produk campuran biodiesel
20% akan terhenti setelah 6-9 bulan masa pengoperasian, artinya selama waktu tersebut,
filter bahan bakar bekerja keras untuk menahan pengotor yang terbawa dari tangki
penyimpan. Apabila bahan bakar B30 disimpan dalam tangki yang tidak pernah melakukan
tank cleaning, maka dampak tersebut akan semakin panjang dan sangat membebani filter
bahan bakar. Namun, hal ini tidak terjadi pada tangki penyimpan atau perpipaan yang sejak
awal telah melayani biodiesel atau campuran biodiesel. Untuk mencegah permasalahan
pelarutan kerak akibat biodiesel, maka tangki atau perpipaan yang akan digunakan untuk
menyimpan atau melayani biodiesel harus dibersihkan terlebih dahulu [10].

3.1.2 Kemampuan Menyerap Air


Air merupakan salah satu kontaminan di dalam biodiesel yang harus selalu dimonitor
dan dijaga kandungannya sebelum bahan bakar sampai ke injektor. Keberadaan air dalam
biodiesel dapat bersumber dari proses pemurnian yang belum sempurna dari proses produksi
biodiesel, juga air bebas yang bertambah akibat prosedur penanganan dan penyimpanan
yang belum maksimal. Akumulasi air pada dasar tangki akan mendorong pertumbuhan
sejumlah mikroba, selain itu perbedaan tingkat afinitas biodiesel dan minyak solar dapat
menyebabkan pembentukan emulsi yang ditandai dengan keruhnya bahan bakar dalam

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 21


ruang penyimpanan. Air juga dapat menyebabkan karat pada logam-logam tertentu dan
berpotensi menurunkan efisiensi pembakaran.
Pemisahan air dapat dilakukan dengan proses separasi, dengan bantuan peralatan
seperti centrifuge, water stripping filter ataupun water coalescence filter. Air yang terakumulasi
nantinya akan terkumpul di bagian bawah filter dan perlu dilakukan pengurasan harian untuk
mencegah terserapnya kembali air ke dalam bahan bakar. Pada aplikasi di lapangan,
penggunaan filter berlapis (multistage filter) dapat membantu mengurangi beban kerja filter
utama.
3.1.3 Stabilitas dan Pembentukan Deposit
Stabilitas oksidasi biodiesel dibatasi minimal 10 jam (SK Dirjen EBTKE No.
189.K/DJE/10/2019), namun produksi biodiesel di Indonesia yang menggunakan bahan baku
berbasis minyak sawit menghasilkan biodiesel dengan stabilitas oksidasi rata-rata lebih dari 12
jam tanpa tambahan anti oksidan.
 Stabilitas oksidasi - berdasarkan sifat kimianya, biodiesel lebih mudah mengalami
degradasi oksidatif dibandingkan minyak solar. Hal ini berkaitan dengan tingginya
kandungan senyawa ester poli tak jenuh yang mengandung banyak ikatan rangkap
dan rentan terhadap oksidasi. Rendahnya nilai stabilitas oksidasi dapat
menyebabkan permasalahan pada elastomer khususnya pada sistem saluran
bahan bakar. Produk oksidasi yaitu hidroperoksida mudah terpolimerisasi dengan
radikal bebas yang akhirnya membentuk sedimen tidak terlarut dan gum,
menyebabkan penyumbatan filter bahan bakar dan deposit pada sistem injeksi dan
ruang bakar. Produk oksidasi lainnya seperti aldehid, keton, dan asam karboksilat
rantai pendek dapat menyebabkan permasalahan korosi pada sistem injeksi. Hal
ini disebabkan oleh kenaikan angka asam dan peningkatan angka peroksida [11].
 Stabilitas termal – dalam sistem injeksi diesel, sebagian bahan bakar disirkulasikan
dan mengalami tekanan termal dalam waktu yang cukup panjang. Pada awal
kerusakan minyak dan asam lemak, radikal bebas memulai proses siklisasi dan
oligomerisasi. Industri otomotif mensyaratkan stabilitas termal minimum untuk
mencegah pembentukan produk polimerisasi yang dapat menyebabkan senyawa
menempel pada pompa injeksi maupun penyumbatan filter bahan bakar [11].
 Stabilitas penyimpanan – berkaitan dengan masa akhir penyimpanan biodiesel.
Perubahan selama penyimpanan dapat disebabkan oleh reaksi hidrolitik dan
oksidatif. Pada tahap awal terjadi pembentukan asam karboksilat bebas yang
ditandai dengan kenaikan angka asam, selanjutnya membentuk hidroperoksida
yang diikuti dengan pembentukan produk terpolimer dan kenaikan viskositas
bahan bakar. Reaksi hidrolitik diawali dengan tingginya kandungan asam lemak
bebas dan air, serta pengotor higroskopik lainnya. Laju degradasi oksidatif
tergantung pada komposisi asam lemak bebas, paparan udara, cahaya/panas
matahari, dan antioksidan [11].

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 22


3.1.4 Pengaruh pada Lingkungan dengan Temperatur Rendah
Temperatur merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan
biodiesel dan campuran biodiesel. Pada cuaca dingin, biodiesel dapat mengendapkan
sejumlah material yang dapat menyumbat filter. Parameter yang perlu diperhatikan dalam
penanganan termasuk pencampuran, penyimpanan, dan transportasi biodiesel dan campuran
biodiesel adalah sebagai berikut:
a. Titik kabut, yaitu temperatur di mana „awan‟ padatan (gabungan kristal-kristal kecil) mulai
terbentuk di dalam biodiesel. Padatan ini dapat menyumbat filter dan dapat mengendap di
dalam tangki penyimpanan.
b. Titik tuang, yaitu temperatur di mana telah terbentuk sangat banyak „awan‟ padatan/kristal
di seluruh badan cairan, sehingga biodiesel tidak dapat mengalir sekalipun dipompa. Titik
tuang biasanya lebih rendah dari titik kabut.
c. Cold Filter Plugging Point (CFPP), yaitu temperatur terendah dari biodiesel, dimana
biodiesel masih dapat mengalir melalui filter terstandarisasi dalam 60 detik sesuai ASTM
D 6371.
d. Monogliserida merupakan senyawa gliserol terikat yang masih tersisa dalam biodiesel
dan berpotensi muncul pada kondisi temperatur dingin atau setara titik kabut.
Salah satu faktor yang menentukan kelayakan bahan bakar di segala kondisi adalah
kemampuan mesin menyala pada temperatur rendah sekalipun. Untuk menilai kelayakan B30
di daerah bertemperatur rendah, dilakukan uji coba startability yang mengambil tempat di
daerah Tambi, Dataran Tinggi Dieng dengan temperatur terendah mencapai 9oC. Variasi
bahan bakar meliputi minyak solar, B30 dengan kandungan monogliserida 0,4%, dan B30
dengan kandungan monogliserida 0,55%. Dalam pengujian startability, penyimpanan dalam
tangki kendaraan diawali dengan pengoperasian kendaraan sejauh 150 km, selanjutnya
kendaraan didiamkan selama 21 hari. Ketiga bahan bakar tersebut diuji titik awan/cloud point
dan titik tuang/pour point untuk mengetahui mutunya terhadap pengaruh temperatur dingin.
Hasilnya menunjukkan bahwa titik awan/cloud point ketiganya menunjukkan nilai yang sama
o
yaitu 16 C, sedangkan titik tuang/pour point ketiganya juga menghasilkan nilai yang juga
o
sama yaitu 12 C. Hasil uji startability dapat dilihat pada Gambar 3.1 yang menunjukkan mesin
dapat dinyalakan dengan baik pada temperatur dingin.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 23


Sumber: Presentasi Hasil Startability Roadtest B30, 16 Agustus 2019 [24]
Gambar 3. 1 Hasil Uji Startability di Tambi, Dataran Tinggi Dieng

3.1.5 Kandungan Energi


Dibandingkan minyak solar, biodiesel memiliki kandungan energi yang lebih rendah
sekitar 12%. Hal ini menyebabkan kandungan energi B30 lebih rendah sekitar 3-4%
dibandingkan minyak solar murni, yang berdampak pada keluaran torsi (power) dari mesin,
termasuk peningkatan konsumsi bahan bakar (specific fuel consumption). Namun,
peningkatan konsumsi bahan bakar ini juga dipengaruhi oleh faktor teknik dan pola
mengemudi pengendara.

3.1.6 Biodegradasi
Kontaminasi mikrobiologi seperti jamur (aerobic fungus), bakteri, dan yeast dapat terjadi
akibat tingginya kadar air di dalam media penyimpan biodiesel. Untuk mencegah adanya
kontaminasi mikrobiologi di dalam penyimpanan biodiesel/campuran biodiesel, selalu pastikan
biodiesel/campuran biodiesel bebas dari kontaminasi air dengan melakukan draining secara
rutin. Lebih lanjut, dapat pula dilakukan pembubuhan sejumlah aditif anti-mikroba.

3.2 Kesesuaian Material dengan Karakteristik Biodiesel dan Campuran Biodiesel


Dalam upaya menjaga kualitas campuran biodiesel dalam proses penerimaan,
penyimpanan, pencampuran, penyaluran, dan penggunaan biodiesel dan B30, pemilihan
material baik logam maupun elastomer yang bersentuhan langsung dengan biodiesel dan
B30, sebaiknya disesuaikan dengan material yang tahan terhadap sifat dan karakteristik
biodiesel. Material-material yang dimaksud dijelaskan pada subbab 3.2.1-3.2.4 [10].

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 24


3.2.1 Material Logam Tangki Penyimpan dan Jalur Perpipaan
Beberapa logam tertentu dapat mempercepat proses oksidasi dan menyebabkan
timbulnya endapan di dalam biodiesel. Berikut ini beberapa material logam yang biasa
dipakai sebagai tangki penyimpan bahan bakar dan sistem perpipaan.
Berikut dalam Tabel 3.3 diuraikan mengenai kesesuaian dan ketahanan material
logam berkenaan dengan aplikasi biodiesel dan campuran biodiesel.
Tabel 3. 3 Kesesuaian Material Logam dengan Biodiesel

Material Keterangan
Carbon steel (CS), Stainless steel (SS), Umum ditemukan dan digunakan dalam
Aluminium (Al) fasilitas penyimpanan dan penyaluran
bahan bakar, terkonfirmasi tidak
menemukan masalah.
Kuningan, Perunggu, Tembaga, Timah, Tidak direkomendasikan dipakai untuk
Seng menyimpan biodiesel karena
menyebabkan akselerasi degradasi
oksidatif biodiesel yang ditandai dengan
pembentukan sedimen tidak terlarut atau
gel, serta padatan menyerupai garam-
garam mineral.
Solder Timbal/Timah hitam, lapisan Seng Tidak direkomendasikan; semua peralatan
(Zn), pipa Tembaga, regulator Kuningan, yang dapat terpengaruh bahan bakar agar
dan fiting Tembaga diganti dengan stainless steel, carbon steel
atau aluminium
Sumber: NREL Biodiesel Handling and Use Guide (Fifth Edition, 2016)

Apabila dalam masa penyimpanan biodiesel atau B30 ditemukan indikasi


terjadinya oksidasi yang ditandai dengan timbulnya endapan di dalam biodiesel/B30,
maka perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem penyimpanan (lihat subbab 4.8). Jika
diperlukan, dapat dilakukan penyesuaian terhadap material yang dapat mengakomodir
biodiesel/B30 dalam penyimpanan.

3.2.2 Material Elastomer


Biodiesel dapat mendegradasi selang/hose, gasket, elastomer seal, lem, dan
plastik apabila terpapar dalam waktu yang relatif lama. Senyawa karet alam atau nitril,
propylene, polyvinyl, dan bahan tygon sangat rentan mengalami kerusakan apabila
terpapar biodiesel. Dalam unit penyimpanan, pencampuran, dan penyaluran biodiesel
dan B30, juga perlu diperhatikan adanya kerusakan (misalnya kebocoran) pada hose
dan gasket akibat materialnya tidak sesuai.
Kompatibilitas material yang digunakan untuk menyimpan biodiesel tentunya
akan berbeda dengan material penyimpan minyak solar. Material yang kompatibel
dengan biodiesel tentunya dapat mengakomodir penyimpanan campuran biodiesel

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 25


(B30), sehingga untuk instalasi baru, modifikasi, maupun penggantian elastomer pada
tangki penyimpan, koneksi, dan jalur perpipaan yang berkontak langsung dengan B30
dapat merujuk pada kesesuaian material untuk biodiesel. Tabel 3.5 menjelaskan
kesesuaian beragam elastomer terhadap biodiesel.
Tabel 3. 4 Kompatibilitas Berbagai Elastomer terhadap Biodiesel

NO MATERIAL KOMPATIBILITAS DENGAN BIODIESEL


1. Buna-N Tidak direkomendasikan
2. Butadiene Tidak direkomendasikan
3. Butil Efek ringan
4. Chemraz Kompatibel
5. Ethylene Propylene (EPDM) Efek menengah
6. Fluorocarbon Kompatibel
7. Fluorosilicon Efek ringan, meningkatkan swelling
8. Hifluour Kompatibel
9. Hypalon Tidak direkomendasikan
10. Natural Rubber Tidak direkomendasikan
11. Neoprene Tidak direkomendasikan
12. Neoprene/choloropene Tidak direkomendasikan
13. Nitrile Tidak direkomendasikan
14. Nitrile, high aceto-nitrile Efek ringan dengan penggunaan B20, mempengaruhi
swelling dan menurunkan kekuatan
15. Nitrile, hydrogenated Tidak direkomendasikan
16. Nitrile, peroxide-cured Efek ringan dengan penggunaan B20, mempengaruhi
swelling dan menurunkan kekuatan
17. Nordel Efek menengah sampai tinggi
18. Nylon Kompatibel
19. Perfluoroelastomer Kompatibel
20. Polypropylene Efek menengah, meningkatkan swelling, mengurangi
kekerasan
21. Polyurethane Efek ringan, meningkatkan swelling
22. Styrene-butadiene Tidak direkomendasikan
23. Teflon Kompatibel
24. Viton Kompatibel
25. Viton A-410C Kompatibel, tapi tidak direkomendasikan untuk ≥ B20
yang teroksidasi
26. Viton F-605c Kompatibel, tapi tidak direkomendasikan untuk ≥ B20
yang teroksidasi
27. Viton GBL-S Kompatibel dengan methyl ester dan semua campuran
yang teroksidasi
28. Viton GF-S Kompatibel dengan methyl ester dan semua campuran
yang teroksidasi
29. Wil-Flex Efek menengah sampai tinggi

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 26


Sumber: Diolah dari NREL Biodiesel Handling and Use Guide (Fifth Edition, 2016)

Pengggunaan karet alam dan sejumlah karet sintetik pada seal ataupun hose
yang berkontak langsung dengan biodiesel dapat menyebabkan berbagai
permasalahan. Pemilihan material yang tepat dapat meminimalisir permasalahan,
seperti kebocoran akibat degradasi material. Fenomena „melar‟ atau „getas‟ (swelling)
pada elastomer menunjukkan ketidaksesuaian antara material dan bahan bakar, yang
menyebabkan hilangnya sifat keelastisan bahan dan kemampuannya sebagai
„sealant’. Adapun untuk B30, sejumlah material telah diuji seperti yang ditampilkan
pada Tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3. 5 Kompatibilitas Berbagai Elastomer terhadap B30

NO MATERIAL KOMPATIBILITAS DENGAN B30


1)
1. Viton GLT Kompatibel
2)
2. HNBR Efek ringan
3. SBR bonded with Chrysotile Efek menengah [23]
1)
Asbestos
2)
4. NBR Efek menengah
3)
5. Natural Rubber Tidak disarankan
1) 2) 3)
Keterangan: Penelitian BPPT, Penelitian Komatsu Indonesia, NBB

3.2.3 Material Polimer


Beberapa jenis polimer/plastik yang memiliki kesesuaian dengan sifat dan
karakteristik biodiesel antara lain fluorinated polyethylene, fluorinated polypropylene,
teflon, dan fiberglass [10].
3.2.4 Material Sampling Bottle
Material yang digunakan untuk menyimpan sampel biodiesel/B30 sebaiknya
tidak berbahan plastik, kecuali jenis plastik yang disebutkan dalam subbab 3.2.3. Botol
berbahan kaca (bening) dan carbon steel lebih direkomendasikan untuk menyimpan
biodiesel/B30 [20].

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 27


BAB IV. TATA CARA PENERIMAAN, PENYIMPANAN, PENCAMPURAN, DAN
PENYALURAN BIODIESEL DAN B30

Rantai pasokan (supply chain) campuran biodiesel dimulai dari produsen, penerimaan
(receiving), penyimpanan (storage), pencampuran (blending), dan penyaluran
(distribution). Setiap bagian memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawal
kualitas bahan bakar agar memenuhi standar dan mutu (spesifikasi) yang
dipersyaratkan hingga diterima oleh konsumen. Syarat utama untuk menjaga kualitas
campuran biodiesel hingga penerimaan di konsumen adalah sebagai berikut:
 Jaminan kualitas bahan bahan bakar: biodiesel, minyak solar, dan campuran
biodiesel, harus sesuai dengan persyaratan minimum yang ditetapkan.
 Lakukan upaya penanganan dan penyimpanan biodiesel/campuran biodiesel yang
baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan. Cara penanganan
bahan bakar mulai tahap sampling, pengujian, penerimaan, pencampuran,
penyimpanan, dan penyaluran, termasuk kepatuhan terhadap standar operasi
yang ditetapkan oleh masing-masing pengguna.
 Lakukan pengawasan (monitoring) mutu bahan bakar, dimulai dengan kegiatan
sampling, pengujian, dan pengolahan data hasil uji yang dapat
dipertanggungjawabkan.
 Lakukan pemilihan dan penyesuaian material (logam, elastomer) yang sesuai
dengan sifat dan karakteristik biodiesel dan B30 (merujuk pada subbab 3.2).

4.1 Kelengkapan Dokumen


Aktivitas produksi campuran biodiesel melibatkan banyak pihak mulai dari
produsen biodiesel dan minyak solar, pencampur, penyalur, hingga konsumen yang
mana masing-masing wajib melakukan tugas dan tanggung jawabnya dalam
pengawalan mutu, serta menerima haknya untuk mendapatkan bahan bakar yang
memenuhi standar dan mutu (spesifikasi) yang berlaku. Berikut ini beberapa dokumen
yang wajib disertakan dan diterima oleh para pihak, yaitu:

4.1.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


MSDS adalah dokumen yang bersifat umum, dapat diakses semua pihak, dan
berisi informasi mengenai potensi bahaya bahan kimia yang meliputi potensi dampak
kesehatan, kebakaran, reaktivitas, dan lingkungan termasuk cara bekerja yang aman
dengan bahan kimia tersebut. MSDS biasanya dikeluarkan oleh pihak produsen,
misalnya Biodiesel oleh BU BBN dan Minyak Solar/B30 oleh BU BBM. Dokumen ini
selalu disertakan dalam setiap kegiatan penyaluran.
4.1.2 Sertifikat Produk
a. Certificate of Analysis (CoA) / Certificate of Quality (CoQ)
Adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh lembaga terakreditasi
menerangkan bahwa kualitas atau mutu bahan bakar (biodiesel/campuran
biodiesel) mengacu pada persyaratan standar dan mutu (spesifikasi) Minyak Solar

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 28


dan B30 yang ditetapkan oleh Dirjen Migas, sedangkan Biodiesel oleh Dirjen
EBTKE (lihat Tabel 4.4) Khusus untuk CoQ adalah dokumen hasil uji dari produk
yang dihasilkan dari kilang PT Pertamina.
b. Test Report
Adalah dokumen hasil pengujian yang mencakup parameter kritis (dijelaskan
dalam subbab 4.10) yang diujikan untuk memastikan kualitas bahan bakar selama
proses penerimaan, penyimpanan, pencampuran, maupun penyaluran.

4.1.3 Sertifikat Kompetensi Petugas Pengambil Contoh (PPC)


Sertifikat Kompetensi Petugas Pengambil Contoh (PPC) merupakan
persyaratan dasar bagi tenaga teknik khusus di lingkungan bidang pengambilan
contoh (selanjutnya dapat disebut “contoh” atau “sampel” atau “sample”) minyak dan
gas bumi yang memiliki tugas utama untuk melaksanakan pengambilan contoh BBM
dan BBN dengan menggunakan metode dan peralatan standar sesuai SNI atau
standar lainnya yang diakui (ASTM D 4057). Kompetensi ini mengacu pada Peraturan
Menteri ESDM No. 05 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia Di Bidang Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi Secara
Wajib [12].

Adapun kompetensi PPC yang dimaksud setidaknya meliputi:


1. Perencanaan pengambilan contoh,
2. Pengambilan contoh, dan
3. Penanganan contoh berdasarkan metode standar dengan memperhatikan
aspek keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan lingkungan.

4.2 Prosedur Pengambilan Contoh (Sampling)


Sampling bertujuan untuk memperoleh sampel bahan bakar yang mewakili seluruh
isi tangki penyimpan, baik tangki darat maupun tangki kapal berdasarkan prosedur dan
metode yang telah ditetapkan. Kegiatan sampling dilakukan saat penerimaan untuk
memastikan bahwa produk memenuhi standar dan mutu (spesifikasi) yang
dipersyaratkan, juga saat penyimpanan dan pendistribusian untuk memonitor kondisi
dan konsistensi kualitas produk. Sampling memberikan kontribusi terbesar dalam
kesalahan pengukuran, meskipun metode analisis valid, instrumen analisis modern,
dan analis sudah kompeten, namun sampling tidak dilakukan dengan benar, maka
dapat meniadakan keseluruhan proses.

Metode sampling untuk BBM dan BBN dapat mengacu pada metode ASTM D 4057 –
Standard Practice for Manual Sampling of Petroleum and Petroleum Products [13].
Untuk memperoleh sampel yang mewakili keseluruhan isi tangki, maka perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Jenis pengujian sifat fisika dan kimia bahan bakar akan menentukan prosedur
sampling, jumlah sampel, dan pengkondisian penanganan.
b) Kebersihan peralatan sampling agar tidak merusak karakteristik sampel.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 29


c) Spesifikasi teknis botol sampel; perhatikan kesesuaian material botol dengan
bahan bakar yang disimpan, pastikan bahan bakar tidak menguap, terdegradasi
paparan sinar matahari, panas dan air, serta tetap tertutup rapat.
d) Prosedur sampling; untuk mencegah kontaminasi dari bomb/sub-sampler, lakukan
sampling mulai dari bagian atas hingga ke bawah tangki, dengan urutan surface,
top, upper, middle, lower, outlet, clearance, oil-level bottom, dan running sample.
e) Hindari banyaknya perpindahan media penyimpan, mulai dari tahap sampling
hingga pengujian, hal ini untuk mencegah hilangnya hidrokarbon ringan dan
paparan kontaminan sehingga akhirnya diperoleh hasil uji yang tepat dan akurat.
f) Pastikan sudah tidak ada pergerakan bahan bakar ke dalam maupun keluar tangki.
g) Pastikan bahan bakar yang akan di-sampling telah terendapkan dengan sempurna
(settling).

4.2.1 Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)


Pada aplikasi lapangan, terdapat 14 pilihan teknik sampling yaitu:
a) Average Sample
Merupakan teknik sampling dari beberapa titik dalam tangki secara merata.
Semakin banyak titik sampling, maka hasil yang diperoleh semakin akurat.
b) Running Sample
Merupakan teknik sampling dalam tangki dengan cara menurunkan botol sampel
dengan posisi mulut botol terbuka, tepat setelah menyentuh dasar tangki, segera
dilakukan penarikan botol ke atas. Dengan teknik ini diharapkan dapat menarik
semua sampel di seluruh ketinggian cairan, dengan volume sampel dalam botol
hanya ± ¾ bagian atau tidak boleh penuh.
c) All Level Sample
Merupakan teknik sampling dalam tangki dengan cara menurunkan botol sampel
dengan posisi mulut botol tertutup, tepat setelah menyentuh dasar tangki, segera
dilakukan penarikan botol ke atas tangki dengan kecepatan konstan. Diharapkan
bahan bakar dapat masuk ke botol sampel merata di seluruh ketinggian lapisan
bahan bakar, dengan volume sampel dalam botol hanya ± ¾ bagian atau tidak
boleh penuh.
d) Spot Sample
Merupakan teknis sampling pada ketinggian permukaan tertentu dengan cara
menurunkan botol sampel dengan posisi mulut botol tertutup, tepat setelah
menyentuh dasar tangki, biarkan beberapa saat hingga botol terisi penuh.
Selanjutnya, tarik ke atas secara perlahan dan pastikan minyak terisi penuh dari
posisi kedalaman tersebut.
e) Top Sample
Merupakan teknik sampling yang diambil pada kedalaman 6 inci dari permukaan
cairan.
f) Upper Sample
Merupakan teknik sampling yang diambil pada titik tengah antara ½ ketinggian

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 30


cairan hingga ke permukaan cairan dalam tangki.
g) Middle Sample
Merupakan teknik sampling yang diambil dari titik tengah dari ketinggian
permukaan cairan dalam tangki.
h) Lower Sample
Merupakan teknik sampling yang diambil pada titik tengah antara ½ ketinggian
cairan hingga ke dasar cairan dalam tangki.
i) Clearance Sample
Merupakan teknik sampling yang diambil pada kedalaman 4 inci di bawah outlet
saluran pipa.
j) Bottom Sample
Merupakan teknik sampling yang diambil pada titik terendah di dasar tangki.
k) Drain Sample
Merupakan teknik sampling yang diambil dari saluran keluar (drain valve) untuk
pengurasan tangki.
l) Composite Sample
Merupakan teknik sampling yang diperoleh dari campuran beberapa sampel yang
yang diambil dengan teknik spot sample.
m) Single Tank Composite Sample
Merupakan composite samples dari sebuah tangki yang merupakan hasil
campuran dari beberapa pengambilan spot sample dari sebuah tangki.
n) Multiple Tank Composite Sample
Merupakan sampel yang diperoleh dari campuran composite samples yang
diambil dari beberapa tangki.

4.2.2 Peralatan Pengambilan Sampel (Sampling)


Jenis botol sampel yang digunakan untuk sampling harus menggunakan
material khusus yang tidak menimbulkan percikan api apabila terbentur dengan
dinding tangki.
Beberapa jenis botol sampel yang umum dipakai untuk proses sampling di tangki
penyimpan antara lain:
a) Weighted Beaker
Adalah botol sampel dengan bagian dasar botol ditambahkan pemberat sehingga
dapat tenggelam ke dalam badan cairan pada kondisi kosong, memiliki berat lebih
dari 1,25 pon. Botol ini dilengkapi dengan penutup dan tali, di mana penutup akan
dibuka dengan cara dihentakkan pada kedalaman tertentu tergantung pemilihan
teknik sampling, selanjutnya ditarik hingga ke permukaan. Jenis botol yang
umumnya digunakan untuk sampling dengan metode spot sample memiliki ukuran
lubang 1-½ inci, sedangkan metode all level sample atau running sample
umumnya menggunakan ukuran lubang ½ inci.
b) Weighted Bottle Catcher
Adalah botol sampel kaca yang didudukkan dalam botol yang terbuat dari logam

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 31


tertentu misalnya stainless steel atau aluminium. Botol ini dilengkapi dengan
penutup dan tali, di mana penutup akan dibuka dengan cara dihentakkan pada
kedalaman tertentu tergantung pemilihan teknik sampling, selanjutnya ditarik
hingga ke permukaan. Mulut botol umumnya berdiameter 1 inci.
c) Core Thief Trap
Adalah botol sampel yang dirancang sedemikian rupa sehingga pada saat
diturunkan ke dalam tangki, botol dalam kondisi terbuka dan dapat melewati
dinding luar maupun dalam alat. Proses ini sekaligus berfungsi sebagai pencucian
botol sehingga sampai pada kedalaman yang dikehendaki, botol sudah terisi
dengan sampel yang diinginkan.

Gambar 4. 1 Peralatan Pengambilan Sampel (a) Weighted Beaker, (b) Weighted Bottle
Catcher, dan (c) Core Thief Trap (foto diambil dari berbagai sumber)

4.2.3 Sampling Bahan Bakar di Kompartemen Kapal/Tongkang


Sebelum melakukan sampling bahan bakar di kompartemen kapal, maka PPC
wajib mengetahui beberapa ketentuan seperti:
(a) Persiapan Sampling
Sebelum dilakukan proses bongkar muat bahan bakar, operator wajib melakukan
sampling bahan bakar dan melakukan pengukuran volume di setiap kompartemen
yang terdapat pada kapal tanker yang dikenal dengan istilah sounding atau dipping.
Pada sounding, dasar alat pengukur dioles dengan pasta air yang juga berfungsi untuk
mengukur kandungan air pada dasar kompartemen. Pengukuran juga dilakukan untuk
mengetahui level cairan dalam kompartemen. Gambar 4.2 menampilkan ilustrasi level
volume kompartemen yang nantinya akan menjadi rujukan dalam teknik sampling.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 32


Gambar 4. 2 Ilustrasi Level Kompartemen yang menjadi Rujukan Teknik Sampling

(b) Prosedur Sampling


Dalam pelaksanaan sampling, pemilihan titik sampling dan jumlah sampel dari
kompartemen kapal, PPC perlu mengetahui beberapa ketentuan berikut ini:

Gambar 4. 3 Contoh Ilustrasi Spot Sampling pada Tongkang

Tabel 4. 1 Korelasi antara Jumlah Minimal Kompartemen dengan Spot


Sampling TANGKI MUATAN
JUMLAH SAMPEL YANG DIAMBIL
1–2 Setiap tangki muatan
3–6 3 tangki terhadap muatan sejenis
7 -12 5 tangki terhadap muatan sejenis
> 12 7 tangki terhadap muatan sejenis

4.2.4 Sampling Bahan Bakar di Tangki Darat


Tangki penyimpan di darat dapat diposisikan secara tegak (vertikal) maupun
mendatar (horizontal). Ketentuan titik sampling diilustrasikan dalam Gambar 4.4 dan
4.5.
(a) Persiapan sampling
1) Merencanakan teknik sampling yang akan digunakan
 Gunakan metode terbaru dan valid sesuai keperluan
 Apabila digunakan metode lama, lakukan validasi dan verifikasi

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 33


 Apabila digunakan metode yang sedang dikembangkan, lakukan telusur
bukti dokumen
2) Mempersiapkan peralatan sampling yang sesuai metode
 Peralatan disesuaikan dengan keperluan pengujian
 Apabila ada peralatan tambahan, penggunaannya harus disesuaikan
dengan metode agar tidak menimbulkan intepretasi yang bias
 Periksa alat yang digunakan untuk mengambil sampel. Alat harus bersih
dan kering untuk mencegah kontaminasi pada sampel
 Tali atau rantai yang non spark diberi simpul/tanda sebagai pengganti skala
agar diperoleh sampel sesuai ukuran yang diinginkan. Pita ukur tidak
diperkenankan untuk pengambilan sampel
3) Mempersiapkan surat/dokumen/kelengkapan administrasi yang akan di
gunakan dalam sampling
 Surat perintah sampling
 Tank tiket, pelabelan, dan buku catatan pengambilan sampel
4) Melapor kepada pengawas/petugas yang berwenang di lokasi sampling
5) Mencatat level/isi produk di tangki yang akan di-sampling, dan sebagai
referensi lakukan pencatatan ukuran/level aktual isi tangki
6) Melakukan pengukuran level/isi produk baik dengan metode innage atau
outage sesuai kebutuhan untuk menentukan titik pengambilan sampel,
menentukan panjang tali yang akan digunakan dan menentukan titik sampling
yang akan diambil.
(b) Prosedur Sampling
Jumlah minimum pengambilan sampel untuk beberapa ketinggian minyak dalam
tangki darat dan tangki kapal berdasarkan ASTM D 4057 diuraikan pada Tabel 4.2
berikut.
Tabel 4. 2 Spot Sampling di Tangki

Number of Samples
Liquid Level
Upper Middle Lower
Liquid level ≤ 3 m (≤ 10 ft) X
Liquid level > 3 and ≤ 6 m (> 10 and ≤ 20
X X
ft)
Liquid level > 6 m (> 20 ft) X X X

Ketentuan sampling untuk tangki vertikal dan horizontal diilustrasikan dalam


Gambar 4.4 dan 4.5.

4.2.5 Sampling Bahan Bakar pada Populasi Drum/Jerry-can/Truk


Selain media kapal dan truk, pada suatu kondisi tertentu, penyimpanan dan
transportasi bahan bakar dapat pula dilakukan dengan drum, pada kondisi ini berlaku
ketentuan sampling sebagai berikut:

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 34


 Sampling dilakukan pada tiap-tiap media baik drum, jerry-can, maupun truk, atau
 Dilakukan sampling acak (random sampling) dan pengujian dapat dilakukan pada
tiap media yang di-sampling atau secara komposit dari populasi drum,
 Sampling secara komposit harus dapat mengakomodir kebutuhan pengujian,
pengujian ulang, splitting, dan retensi,
 Sampling secara komposit harus merepresentasikan bagian dari populasi drum
yang berasal dari batch produksi yang sama.

Gambar 4. 4 Ketentuan Spot Sampling berdasarkan Kapasitas/Level Tangki Vertikal

Gambar 4. 5 Ketentuan Spot Sampling berdasarkan Kapasitas/Level Tangki Horizontal

Tabel 4. 3 Rasio Sampling Minimal untuk Populasi Drum/Jerry-can/Truk

Jumlah Populasi Jumlah sampel yang harus


Drum/Jerry-can/Truk diambil
1-3 1
4 - 64 4
65 – 125 5
126 – 216 6
217 – 343 7

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 35


Jumlah Populasi Jumlah sampel yang harus
Drum/Jerry-can/Truk diambil
344 – 512 8
513 - 729 9
730 – 1000 10
1001 - 1331 11
Sumber: ASTM D 4057-17

 Pada sampling secara random, rasio sampling dapat merujuk pada Tabel 4.3
(untuk jumlah populasi lebih dari 1331 dapat merujuk pada ASTM D 4057-17),
 Prosedur sampling dijelaskan sebagai berikut:
Drum dimiringkan sedemikian rupa sehingga endapan dan air terkumpul
di titik terendah isi drum dan diendapkan minimum 10 menit.
Tutup drum dibuka dan diambil contoh dasar untuk pemeriksaan visual
menggunakan pipet transparan yang sesuai dan bersih.
Bila hasil pemeriksaan visual tidak baik, diambil contoh tengah secara
random untuk pengujian laboratorium.

4.2.6 Contoh Per Tinggal (Retained Sample)


Yang dimaksud retained sample adalah sampel bahan bakar yang diambil dari
setiap batch (kompartemen) pada waktu dan cara yang sama sebagai sampel
tertinggal yang digunakan untuk membandingkan apabila ada komplain dari
konsumen.
(a) Material Penyimpan Retained Sample
Diperlukan tempat penyimpan (disebut metal can/glass bottle) yang sesuai dengan
sifat dan karakteristik biodiesel/campuran biodiesel, serta tidak berpotensi bahaya
selama masa penyimpanan ataupun transportasi. Material penyimpan yang
direkomendasikan untuk penyimpanan retained sample dapat dilihat pada subbab
3.2.4.
(b) Kondisi Penyimpanan
Untuk penyimpanan contoh per tinggal harus disesuaikan dengan tempat
penyimpanan bahan bakar yang tidak terpapar sinar matahari dan diutamakan
pada lokasi bertemperatur rendah atau temperatur lingkungan [14].
(c) Periode Penyimpanan
Penyimpanan terhadap retained sample disesuaikan dengan kondisi penyaluran
bahan bakar di lapangan, maksimal 3 bulan. Setelah masa penyimpanan terlewati,
sample dikeluarkan dari laboratorium. Setiap pengeluaran retained sample untuk
keperluan apapun harus dicatat pada kartu stok produk yang bersangkutan.
(d) Prosedur Penyimpanan
 Lakukan pengisian kontainer dengan volume yang sesuai untuk meminimalkan
ruang kosong dalam kontainer. Apabila diperlukan dapat diinjeksikan gas N2

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 36


untuk menjaga konsistensi kualitas bahan bakar, utamanya biodiesel.
 Lakukan pelabelan pada badan kontainer sebagai informasi produk (bahan
bakar) dan umur sampel.

4.3 Pengujian Laboratorium


Kegiatan uji laboratorium merupakan salah satu kegiatan penting dalam rantai
pasok (supply chain) biodiesel dan B30. Pengujian bahan bakar dapat dilakukan
secara sebagian maupun keseluruhan merujuk pada standar yang ditetapkan.
Pengujian keseluruhan dikenal dengan istilah full test, sedangkan pengujian sebagian
dikenal dengan istilah critical test maupun short test. Adapun pilihan parameter dalam
critical test maupun short test dengan mempertimbangkan urgensi parameter tersebut
dalam kegiatan pencampuran, penyimpanan, dan penyaluran.

4.3.1 Uji Sebagian (Critical Test dan Short Test)


Critical test merupakan pengujian terhadap parameter kritis bahan bakar
khususnya sebelum penerimaan biodiesel, sifatnya rekonfirmasi CoA/CoQ merujuk
pada Tabel 4.4. Sedangkan parameter kritis B30 dilakukan setelah dilakukan
pencampuran biodiesel dan minyak solar. Penentuan parameter kritis ini dilakukan
berdasarkan pertimbangan bahwa status “off spec” biodiesel dan B30 dapat
menyebabkan kegagalan proses penerimaan, penyaluran, dan penyimpanan.
Dokumen critical test ini dikenal dengan istilah test report, yang menentukan diterima
atau ditolaknya biodiesel/B30 tersebut dalam proses serah terima di jetty, landasan,
maupun floating storage (FS). Apabila on spec, biodiesel akan ditransfer menuju tangki
penyimpan ataupun palka. Selain critical test, pada lokasi penerimaan biodiesel yang
dilengkapi dengan peralatan uji yang lebih lengkap, dapat dilakukan pengujian
parameter biodiesel yang lebih spesifik, yang dikenal dengan short test [21].
Parameter yang termasuk dalam critical test maupun short test dan parameter
minyak solar/B30 yang perlu diperhatikan sebelum pencampuran dan penyimpanan
dapat dilihat pada Tabel 4.4; dengan metode uji dan batasan nilai mengacu pada
standar mutu yang berlaku (lihat Tabel 4.4).

Tabel 4. 4 Parameter yang Diujikan pada Critical Test/Short Test


Bahan Bakar/Titik Pengujian Parameter Uji
BIODIESEL
Penerimaan di jetty Parameter kritis:
Kadar air, angka asam, densitas, warna, dan
kejernihan
Parameter short test:
Kadar air, angka asam, gliserol bebas, gliserol
total, viskositas, dan stabilitas oksidasi
Penyimpanan
 Mingguan Parameter kritis
 Bulanan Seluruh Parameter (Full Test)

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 37


Bahan Bakar/Titik Pengujian Parameter Uji
Sebelum pencampuran Minimal: Kadar air, kejernihan, angka asam
MINYAK SOLAR
Sebelum pencampuran Minimal: Kadar air, kejernihan, angka asam
B30
Setelah pencampuran Parameter kritis:
Kadar Air, Kadar FAME, Angka Asam
Penyimpanan
 Mingguan Kejernihan, densitas
 Bulanan Kejernihan, densitas, kadar FAME, kadar air
4.3.2 Uji Keseluruhan (Full Test)
Full test merupakan uji bahan bakar yang dilakukan untuk mengetahui
spesifikasi mutu dari bahan bakar yang diproduksi maupun disalurkan. Keluaran full
test berupa CoA/CoQ yang diterbitkan oleh laboratorium uji internal atau laboratorium
independen. Parameter yang diujikan dalam full test mengacu pada Tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Rujukan Parameter Uji
Bahan Bakar Spesifikasi
Biodiesel SK Dirjen EBTKE No. 189.K/10/DJE/2019 dan/atau
perubahannya
Minyak Solar
 Solar 48
SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM /2020 dan/atau
perubahannya

 Solar 51 SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020 dan/atau


perubahannya
Campuran Biodiesel SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020dan/atau
(B30) perubahannya

4.3.3 Sertifikasi Laboratorium


Sertifikasi ISO 17025 adalah sebuah standar akreditasi yang telah diakui oleh
dunia internasional dan mendapatkan pengakuan formal untuk kompetensi
laboratorium kalibrasi dan pengujian. ISO 17025 dinilai kompeten secara teknis,
dimana hasil uji yang dihasilkan oleh produsen, penerima, pencampur, dan penyalur
dapat dipertanggung jawabkan. ISO 17025 bermanfaat untuk menerapkan sistem mutu
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan laboratorium untuk secara konsisten
menghasilkan hasil yang valid. Hal ini juga merupakan dasar untuk akreditasi dari
lembaga akreditasi. Sebuah prasyarat untuk laboratorium menjadi terakreditas adalah
memiliki sistem manajeman mutu yang terdokumentasi.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 38


4.4 Pembersihan Tangki (Tank Cleaning)
4.4.1 Tangki Penyimpan Darat
A. Gambaran Umum
Dalam masa penyimpanan bahan bakar waktu tertentu, umumnya akan terjadi
proses pemisahan antara minyak dan pengotornya secara gravitasi, beberapa
pengotor yang terkandung dalam bahan bakar misalnya debu, pasir, garam anorganik,
dan pengotor lainnya yang berberat jenis tinggi [15].
Akumulasi kotoran ini menjadi suatu lapisan kotoran tersendiri seperti cairan
kental dengan warna hitam dan bertekstur kasar. Kontaminasi dan jumlah kotoran ini
akan terus meningkat selama proses penyimpanan dan berpotensi menurunkan
kapasitas simpan tangki maupun kualitas bahan bakar yang disimpan dalam tangki
tersebut. Hal ini merupakan salah salah faktor yang mendorong dilakukannya prosedur
tank cleaning secara berkala.
Kontaminasi dapat terjadi selama proses penyimpanan maupun penyaluran, dan
kontaminan yang dinilai paling mengkhawatirkan adalah air. Kontaminasi air pada
biodiesel dapat bersumber dari beberapa hal seperti: (1) proses purifikasi biodiesel
yang belum sempurna, (2) kontaminasi tangki/kompartemen penyimpan, dan (3)
kondensasi uap udara dari ruang kosong (vapor space) tangki penyimpan. Sedangkan
kontaminasi air pada B30 dapat bersumber dari (1) pasokan biodiesel/minyak solar
berkadar air tinggi, (2) kontaminasi tangki/kompartemen penyimpan, dan (3)
kondensasi uap udara dari ruang kosong (vapor space) tangki penyimpan. Untuk
mengatasi permasalahan kontaminasi air dan pengotor lainnya dalam proses
penyimpanan dan penyaluran, maka hal utama yang wajib dilakukan saat pergantian
produk adalah memastikan kebersihan tangki penyimpan dan infrastruktur penyalur.
Pengetahuan dan keterampilan tim inspeksi dan operator tank cleaning juga
memegang peran penting dalam melaksanakan proses pembersihan tangki sesuai
petunjuk pembersihan tangki (tank cleaning guide). Salah satu standar yang dapat
dijadikan rujukan untuk tank cleaning adalah API STD 2015 dan API RP 2016.
Tank cleaning dilakukan oleh petugas tersertifikasi. Sebelum dilakukan tank
cleaning, sangat penting untuk selalu memperhatikan aspek keselamatan yang
meliputi:
(1) Kerjasama tim
Pekerjaan tank cleaning adalah pekerjaan ruang terbatas dan beresiko tinggi. Oleh
karena itu, pastikan dilakukan dengan tim minimal dua orang, hal ini untuk
menanggulangi resiko kecelakaan kerja.
(2) Menghindari sumber api
Kita sedang berurusan dengan salah satu komponen dalam segitiga api. Untuk itu,
pastikan pekerja menjauhkan segala bentuk pemicu kebakaran. Salah satunya
menjauhkan telepon seluler dari area pembersihan (cleaning area). Karena sinyal
telepon seluler dapat menyulut listrik statis dan mengakibatkan kebakaran.
(3) Persiapkan alat pemadam di area kerja

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 39


Untuk berjaga-jaga, pastikan pekerja menyediakan APAR di sekitar area kerja.
Apabila terjadi kebakaran dapat segera dipadamkan.
(4) Pergunakan APD dan persiapan P3K
Gunakan APD yang dipersyaratkan dalam JSA dan juga convined space permit,
siapkan pula peralatan P3K. Peralatan P3K tambahan seperti tabung O 2 dapat
digunakan untuk berjaga pada kondisi minim O2.
(5) Melakukan safety induction dan safety meeting sebelum bekerja
Sebelum memulai pekerjaan, pastikan seluruh personil telah memahami dengan
baik cara penanganan keadaan darurat dan bekerja sama dengan personil
pemadam kebakaran di lokasi.

B. Frekuensi Tank cleaning


Tank cleaning dilakukan pada kondisi sebagai berikut:
(1) Dilakukan sebagai kegiatan inspeksi internal tangki secara khusus dan
berkala,
(2) Dilakukan sebagai tindak lanjut inspeksi eksternal tangki,
(3) Adanya pergantian produk, misalnya dari minyak solar ke B30,
(4) Keperluan modifikasi tangki secara internal,
(5) Indikasi kontaminasi produk, misalnya perubahan visual (bahan bakar tampak
lebih keruh), kenaikan angka asam yang signifikan, dan adanya kontaminasi
mikrobiologi.
Frekuensi tank cleaning sangat dipengaruhi oleh jenis fluida simpan, tingkat
kebersihan tangki, perawatan tangki yang rutin dilakukan, dan perubahan jenis fluida
simpan. Selain itu, dalam aplikasinya, tangki penyimpan memiliki pola operasi yang
berbeda, misalnya waktu tinggal fluida singkat (fast moving) dan waktu tinggal fluida
panjang (slow moving). Perbedaan pola operasi, kondisi lingkungan, dan prosedur
perawatan tangki penyimpan di tiap lokasi akan mempengaruhi tingkat kebersihannya.
Oleh karena itu, monitoring terhadap kualitas bahan bakar wajib dilakukan secara
berkala baik harian, mingguan, maupun bulanan seperti yang dijelaskan dalam subbab
4.3. Apabila diketahui adanya indikasi kontaminasi bahan bakar, maka dilakukan
tindakan tank cleaning.
Apabila tangki yang semula digunakan untuk menyimpan minyak solar akan
digunakan untuk menyimpan B30, maka sebelum pergantian produk dilakukan tank
cleaning, untuk memastikan tidak terdapat endapan/sludge di dasar (bottom) tangki
penyimpan tersebut. Sebagai ilustrasi, efek solvensi tangki penyimpan minyak solar
tanpa tank cleaning treatment yang digunakan untuk menyimpan B20 dapat
berlangsung selama 6-9 bulan. Hal ini menyebabkan motor diesel yang bahan
bakarnya disuplai dari tangki penyimpan tersebut mengalami efek percepatan
penggantian filter bahan bakar dibandingkan frekuensi normal. Setelah masa tersebut
terlampaui, penggantian filter bahan bakar akan kembali ke frekuensi normal. Apabila
tangki tersebut digunakan untuk menyimpan B30 tanpa didahului tank cleaning
treatment, maka dapat dipastikan efek solvensi akan semakin tinggi dan lama.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 40


Demikian pula tangki penyimpan yang akan digunakan untuk menyimpan biodiesel,
sebaiknya dilakukan tank cleaning sebelum digunakan, terutama apabila fluida
terdahulu bukan biodiesel/B20.
Aktivitas inspeksi dan tank cleaning ulang dapat dilakukan sesuai kebutuhan
atau dapat diperpanjang apabila kondisi tangki dinilai baik dan bersih yang dibuktikan
dengan pernyataan tertulis (Sertifikat Tank Cleaning) dari third party surveyor.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kebersihan tangki
penyimpan dan kualitas bahan bakar adalah dengan melakukan draining air dari tangki
secara rutin, mengingat air sangat berpotensi merusak bahan bakar khususnya
biodiesel dan menumbuhkan sejumlah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
degradasi bahan bakar. Sedangkan untuk media penyaluran biodiesel/minyak
solar/B30, wajib dilakukan tank cleaning apabila fluida sebelumnya bukan salah satu
dari ketiganya.

C. Metode Pembersihan Tangki (Tank Cleaning)


Metode tank cleaning yang sistematis dan benar dalam penerapannya meliputi
perencanaan dan persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. (1) Tahap perencanaan
meliputi pengumpulan informasi mengenai jenis produk yang terakhir dimuat dan
produk yang akan dimuat selanjutnya beserta metode tank cleaning yang sesuai,
termasuk juga jadwal selama proses pelaksanaan tank cleaning; (2) Tahap persiapan
meliputi penyiapan bahan tank cleaning, peralatan tank cleaning dan personel
pendukung yang memadai; (3) Tahap pelaksanaan meliputi pelaksanaan pencucian
dan pembersihan tangki dengan menggunakan bahan tank cleaning, peralatan tank
cleaning oleh personil pelaksana tank cleaning yang tersertifikasi dengan
menggunakan metode tank cleaning yang sesuai dan memperhatikan prosedur
keselamatan yang ada; (4) Tahap evaluasi adalah tahap pengujian tangki untuk
meyakinkan tangki telah benar-benar bersih dan siap untuk menerima muatan
berikutnya. Apabila semua tahap telah dilalui dengan baik maka dapat dipastikan
bahwa tangki telah lulus tes yang dilakukan oleh tim surveyor dengan melampirkan
sertifikat tank cleaning [15].
Berikut ini beberapa pilihan metode tank cleaning yang dapat dilakukan:
(1) Metode Dry Cleaning
Tahapan yang dilakukan meliputi:
 Melakukan unloading bahan bakar dari dalam tangki, transfer ke tangki lain
yang telah disiapkan. Usahakan tidak ada tumpahan minyak di area kerja,
 Pastikan ventilasi dan sirkulasi udara bekerja dengan baik, buka semua flange
dan alirkan udara dengan blower portable,
 Tebarkan serbuk gergaji atau media lain yang berfungsi sebagai adsorben
untuk kotoran,

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 41


 Bersihkan media pembersih yang ditebarkan dan bersihkan area yang terkena
korosi dengan peralatan pembersih,
 Keringkan permukaan tangki dengan kain khusus,
 Lakukan pemeriksaan hasil pembersihan tangki.
(2) Metode Wet Cleaning
Tahapan yang dilakukan meliputi:
 Melakukan unloading bahan bakar dari dalam tangki, transfer ke tangki lain
yang telah disiapkan. Usahakan tidak ada tumpahan minyak di area kerja,
 Pastikan ventilasi dan sirkulasi udara bekerja dengan baik, buka semua flange
dan alirkan udara dengan blower portable,
 Lakukan penyiraman permukaan yang kotor dengan air bertekanan tinggi (1-
1,5 bar),
 Keluarkan air limbah hasil proses dengan pompa, tampung air limbah pada
drum penampung limbah B3,
 Alirkan udara dengan blower sehingga area pembersihan cepat kering,
 Bersihkan area yang berkarat dengan cooper tools, lanjutkan pengeringan
dengan kain khusus,
 Lakukan pemeriksaan hasil pembersihan tangki.

(3) Metode Steam Cleaning


Tahapan yang dilakukan meliputi:
 Melakukan unloading bahan bakar dari dalam tangki, transfer ke tangki lain
yang telah disiapkan. Usahakan tidak ada tumpahan minyak di area kerja,
 Pastikan ventilasi dan sirkulasi udara bekerja dengan baik, buka semua flange
dan alirkan udara dengan blower portable,
 Bersihkan area tangki dengan menggunakan uap panas (steam) hingga kerak
minyak pada dinding tangki terlepas/luntur,
 Keluarkan air limbah hasil proses dengan pompa submersible, tampung air
limbah pada drum penampung limbah B3,
 Tebarkan serbuk gergaji atau media lain yang berfungsi sebagai adsorben
untuk kotoran. Lakukan pembersihan secara manual. Sisa serbuk gergaji yang
tertinggal dapat dibersihkan dengan vacuum cleaner, kemudian lanjutkan
pengeringan dengan kain khusus.
 Lakukan pemeriksaan hasil pembersihan tangki.
(4) Metode Chemical Cleaning
Tahapan yang dilakukan meliputi:
 Melakukan unloading bahan bakar dari dalam tangki, transfer ke tangki lain
yang telah disiapkan. Usahakan tidak ada tumpahan minyak di area kerja,
 Pastikan ventilasi dan sirkulasi udara bekerja dengan baik, buka semua flange
dan alirkan udara dengan blower portable,
 Lakukan penyemprotan area dengan mesin water jet bertekanan tinggi
(dengan tambahan bahan kimia pickling dan derusting) selama 90-120 menit,

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 42


 Setelah waktu tersebut, lakukan penyemprotan kembali dengan air bersih
selama 20 menit. Pastikan air yang digunakan tidak mengandung pengotor,
 Keluarkan air limbah hasil proses dengan pompa submersible, tampung air
limbah pada drum penampung limbah B3,
 Tebarkan serbuk gergaji atau media lain yang berfungsi sebagai adsorben
untuk kotoran. Lakukan pembersihan secara manual. Sisa serbuk gergaji yang
tertinggal dapat dibersihkan dengan vacuum cleaner, kemudian lanjutkan
pengeringan dengan kain khusus.
 Lakukan pemeriksaan hasil pembersihan tangki.

4.4.2 Kompartemen Truk/RTW dan Palka Kapal


A. Gambaran Umum
Bahan bakar biodiesel dan B30 dapat ditransportasikan dengan moda truk
maupun kapal. Sedangkan rail train wagon (RTW) hanya digunakan untuk transportasi
B30 dari TBBM ke TBBM. Umumnya tangki transportasi bahan bakar hanya melayani
1 jenis bahan bakar, jika digunakan untuk beberapa jenis bahan bakar, pastikan tangki
bahan bakar dibersihkan terlebih dahulu sebelum proses pemuatan (loading) baru.
Lakukan pengecekan muatan dan identifikasi material yang tersisa di dalam tangki.
Khusus untuk transportasi laut, biasanya proses cleaning out/tank cleaning dilengkapi
dengan sertifikat surveyor yang menyatakan bahwa tangki sudah bersih.

B. Frekuensi Tank Cleaning


Tank cleaning pada kompartemen truk, RTW, maupun palka kapal wajib
dilakukan setiap pergantian bahan bakar. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa
tidak ada kontaminan yang berpotensi merusak bahan bakar yang ditransportasikan.
Untuk pergantian bahan bakar, misalnya biodiesel, minyak solar, dan B30, tidak perlu
dilakukan tank cleaning.

C. Metode Tank Cleaning


Metode pembersihan yang umumnya dilakukan pada kompartemen truk/RTW
adalah perendaman (soaking), pencucian (washing), dan diikuti dengan pengeringan
(drying). Sedangkan untuk palka kapal merujuk pada Buku Panduan Tank cleaning
Guide (Dr. Verwey‟s Tank Cleaning, 2007) [16].

4.4.3 Sertifikat Tank Cleaning


Sertifikat tank cleaning dikeluarkan oleh third party surveyor yang menyatakan
bahwa tangki telah dibersihkan dari fluida terdahulu. Contoh format sertifikat tank
cleaning dapat dilihat pada Lampiran 5.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 43


4.5 Rantai Pasokan Campuran Biodiesel
4.5.1 Produsen Biodiesel
Total kemampuan produksi biodiesel nasional adalah sebesar 12,06 juta ton
yang dihasilkan dari 26 pabrik biodiesel aktif seperti yang ditampilkan dalam Gambar
4.6. Mayoritas pabrik biodiesel beroperasi di wilayah Sumatera dan Jawa sehingga
untuk penyaluran ke pihak pencampur (BU BBM) di luar pulau umumnya digunakan
moda transportasi kapal. Moda penyaluran lainnya dapat menggunakan truk ataupun
jalur perpipaan, hal ini disesuaikan dengan letak geografis BU BBM, ketersediaan
infrastruktur pendukung, dan sisi kemudahan operasi.
Tugas dan tanggung jawab produsen biodiesel:
a. Memproduksi Biodiesel sesuai dengan standar mutu dalam SK Dirjen EBTKE
No. 189.K/10/DJE/2019 [5].
b. Menyalurkan Biodiesel ke titik serah berdasarkan ketetapan Kepmen ESDM
tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha
Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Serta Alokasi Besaran Volume untuk
Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar [17].
c. Memastikan Biodiesel yang disalurkan on spec hingga titik serah yang
ditetapkan, termasuk menyertakan dokumen CoA/CoQ saat loading Biodiesel
ke kompartemen kapal atau truk.

Sumber: EBTKE-ESDM (2019)

Gambar 4. 6 Peta Sebaran Pabrik Biodiesel di Indonesia (Status 2019)

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 44


4.5.2 Penyedia Minyak Solar
Minyak solar di Indonesia disediakan oleh produsen minyak solar yaitu PT
Pertamina (Persero) serta importir minyak solar yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
PT Pertamina (Persero) adalah sebuah BUMN yang bertugas mengelola
penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Kegiatan produksi minyak solar
berada di bawah wewenang kegiatan usaha Pertamina Hilir yaitu Bidang Pengolahan
yang mempunyai 6 (enam) unit kilang. Gambar 4.7 menampilkan sebaran unit kilang
Pertamina di Indonesia.
Tugas dan tanggung jawab penyedia minyak solar:
a. Memastikan Minyak Solar yang disalurkan sesuai dengan standar mutu dalam
SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020 [8].
b. Memastikan minyak solar yang disalurkan on spec hingga titik serah yang
ditetapkan, termasuk menyertakan dokumen CoA/CoQ saat transfer minyak
solar ke lokasi pencampuran.

Sumber: PT Pertamina (2019)


Gambar 4. 7 Peta Sebaran Unit Kilang PT Pertamina di Indonesia

4.5.3 Pencampur (Blender) Biodiesel dan Minyak Solar


Bahan bakar B30 diperoleh dengan proses pencampuran (blending) yang
dilakukan oleh pihak pencampur yang memiliki fasilitas blending. Berdasarkan surat
Plt. Dirjen Migas No. 9636/12/DJM.O/2019 tanggal 5 November 2019 Hal Daftar
Badan Usaha BBN jenis Biodiesel untuk Titik Serah atau Depot Tujuan Periode
Januari s.d. Desember 2020, Pemerintah telah menetapkan 29 titik pencampuran

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 45


seperti yang ditampilkan dalam Gambar 4.8. Kegiatan tersebut berlangsung di wilayah
operasi PT Pertamina, baik di area Refinery Unit (RU) maupun TBBM.

Tugas dan tanggung jawab pencampur:


a. Memastikan kualitas biodiesel dan minyak solar yang akan dicampur dalam
fasilitas memenuhi standar mutu masing-masing bahan bakar,
b. Memastikan fasilitas penyimpanan biodiesel/campuran biodiesel layak dan
sesuai dengan sifat dan karakteristik masing-masing bahan bakar.
c. Memproduksi B30 di fasilitas pencampuran dengan target mutu berdasarkan
ketetapan SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020 [8].
d. Menyalurkan produk B30 kepada konsumen (SPBU maupun industri).
e. Memastikan B30 yang disalurkan on spec hingga titik serah yang ditetapkan,
termasuk menyertakan dokumen CoA/CoQ kepada pihak konsumen sesuai
dengan spesifikasi yang berlaku.

Sumber: PT Pertamina (2019)

Gambar 4. 8 Titik Penerimaan Biodiesel dan Kegiatan Pencampuran di Area Operasi


PT Pertamina

Selain PT Pertamina, pihak lainnya yang tergabung dalam Perkumpulan


Pengusaha Pemegang Izin Niaga Umum (P3INU) yang memasarkan bahan bakar
jenis minyak solar juga wajib melakukan pencampuran biodiesel dan menyalurkan
bahan bakar B30 kepada konsumen. Sebaran titik penerimaan biodiesel dan kegiatan
pencampuran P3INU selain PT Pertamina ditampilkan dalam Gambar 4.9.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 46


Sumber: Ditjen Migas (2020)

Gambar 4. 9 Titik Penerimaan Biodiesel dan Kegiatan Pencampuran di Area Operasi


BU BBM Swasta

4.6 Tata Cara Pengiriman Biodiesel


Pengiriman biodiesel dari produsen (BU BBN) dapat dilakukan dengan beberapa
moda tranportasi, tergantung lokasi tujuan dan fasilitas penerimaan di lokasi tujuan.
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan BU BBN dan operator pengirim dalam
proses pengiriman biodiesel, yaitu:
4.6.1 Pengiriman Biodiesel dengan Moda Truk
Tata cara pengiriman Biodiesel yang direkomendasikan untuk transportasi moda truk
adalah sebagai berikut :

1. Pastikan konstruksi tangki, perpipaan, dan elastomer yang berkontak langsung


dengan biodiesel terbuat dari material yang kompatibel dengan biodiesel merujuk
subbab 3.8.2,
2. Pastikan biodiesel berasal dari tangki penyimpan yang dilengkapi dengan hasil
pengujian on specs,
3. Pastikan kebersihan kompartemen truk pengangkut biodiesel, hindari kontaminasi
air. Tidak disarankan melakukan pemuatan saat hujan, kecuali lokasi pemuatan
dilengkapi dengan shelter,
4. Saat proses pemuatan bahan bakar ke kompartemen truk, minimalkan ruang
kosong untuk mencegah kondensasi uap air berlebih selama proses pengiriman,
5. Setelah proses pemuatan biodiesel ke kompartemen truk, seluruh katup koneksi
harus disegel oleh lembaga yang sudah ditunjuk dan tersertifikasi secara nasional,
6. Setiap pengiriman biodiesel wajib menyertakan dokumen MSDS dan CoA/CoQ.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 47


4.6.2 Pengiriman Biodiesel dengan Pipa Penyalur (Pipelines)
Tata cara pengiriman Biodiesel yang direkomendasikan dengan pipa penyalur adalah
sebagai berikut:

1. Memastikan material infrastruktur perpipaan, pompa transfer, dan koneksi sesuai


dengan sifat dan karakteristik biodiesel, merujuk subbab 3.8.2,
2. Melakukan pengecekan histori produk likuid yang ditransfer melalui jalur
perpipaan, lakukan flushing untuk memastikan tidak ada kontaminasi selain
biodiesel di jalur perpipaan menuju tangki penyimpan. Apabila jalur perpipaan
digunakan untuk multi produk (biodiesel dan minyak solar), fasa antara (interface
product) ditampung dan dianggap sebagai minyak solar.
3. Pengiriman master sample biodiesel yang akan ditransfer dari BU BBN ke TBBM
untuk dilakukan pre-testing,
4. Jika biodiesel dinyatakan on specs, maka biodiesel dapat dikirimkan dari BU BBN,
5. Dilakukan pengecekan pada pipa monitoring, apabila dinyatakan on spec, maka
biodiesel dapat diterima dan ditransfer ke tangki penyimpan. Dan apabila
dinyatakan off spec, maka proses transfer dihentikan.
6. Selama proses transfer dilakukan random sampling untuk memastikan biodiesel on
spec.

4.6.3 Pengiriman Biodiesel dengan Kapal


Tata cara pengiriman Biodiesel yang direkomendasikan untuk transportasi laut adalah
sebagai berikut :

1. Pastikan konstruksi palka, jalur perpipaan, pompa, koneksi, dan elastomer sesuai
dengan sifat dan karakteristik biodiesel merujuk subbab 3.2.4. Selain itu, perlu
disesuaikan juga dengan kebijakan HSE dari pembeli.
2. Pastikan biodiesel berasal dari tangki penyimpan yang dilengkapi dengan hasil
pengujian on spec.
3. Pastikan kebersihan kapal pengirim biodiesel, lakukan pemeriksaan histori palka
kapal. Lakukan tank cleaning untuk setiap pergantian produk, merujuk pada
subbab 4.3.2.
4. Dalam pemuatan bahan bakar ke palka, minimalkan ruang kosong untuk
mencegah kondensasi uap air berlebih selama proses shipping.
5. Setelah proses pemuatan biodiesel ke palka, seluruh katup koneksi harus disegel
oleh lembaga yang sudah ditunjuk dan tersertifikasi secara nasional.
6. Setiap pengiriman biodiesel wajib menyertakan dokumen MSDS dan CoA/CoQ.

4.7 Tata Cara Penerimaan Biodiesel


Penerimaan bahan bakar yang dimaksud yaitu penerimaan biodiesel sebelum
dikirimkan ke tangki penyimpan untuk proses penyiapan lebih lanjut, baik untuk tujuan
penyimpanan maupun pencampuran.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 48


4.7.1 Penerimaan dari Moda Kapal
Pengiriman biodiesel dengan moda kapal akan diterima di jetty penerima. Ditinjau
dari proses penerimaan, bongkar muat (unloading) biodiesel dapat dibedakan menjadi
2 (dua), yaitu:

 Penerimaan langsung yaitu bongkar muat bahan bakar dilakukan langsung


setibanya kapal di jetty, tentunya setelah dilakukan critical test (subbab 4.10)
biodiesel dan produk dinyatakan layak bongkar.
 Penerimaan tidak langsung yaitu bongkar muat bahan bakar dilakukan bertahap
atau shifting dalam waktu tertentu, akan tetapi prosedur ini tidak
direkomendasikan.
Dalam proses penerimaan di jetty, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Memastikan material infrastruktur perpipaan dan koneksi (loading arm atau flexible
hose), serta pompa transfer sesuai dengan sifat dan karakteristik biodiesel,
(2) Jalur perpipaan menuju tangki penyimpan hanya boleh melayani biodiesel dan
minyak solar secara bergantian. Jika diperlukan, lakukan pembilasan (flushing)
untuk memastikan tidak ada kontaminasi selain biodiesel di jalur perpipaan menuju
tangki penyimpan.
(3) Melakukan verifikasi CoA/CoQ dari BU BBN sebelum proses bongkar muat
dengan melakukan sampling dan testing, sekurang-kurangnya critical test. Apabila
terdeteksi adanya parameter yang off spec, maka dapat dilakukan re-sampling dan
re-testing seperti contoh pada Lampiran 7.
(4) Bongkar muat biodiesel sebaiknya dilakukan secara langsung untuk menghindari
peningkatan kadar air yang signifikan. Apabila terpaksa dilakukan shifting, maka
setelah bongkar muat tahap pertama, perlu dilakukan treatment pada
kompartemen kapal seperti re-injeksi gas nitrogen (N2). Sebelum bongkar muat
tahap kedua, lakukan pengujian parameter kritis untuk memastikan biodiesel on
spec.

4.7.2 Penerimaan di Discharge Jalur Perpipaan (Pipelines)


Biodiesel dapat pula ditransportasikan melalui jalur perpipaan, tergantung
ketersediaan fasilitas antar lokasi. Belum ada ketetapan mengenai jarak maksimum
transfer biodiesel melalui jalur perpipaan.
Dalam proses penerimaan melalui pipelines, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Memastikan material infrastruktur perpipaan, pompa transfer, dan koneksi sesuai
dengan sifat dan karakteristik biodiesel, merujuk subbab 3.8.2,
(2) Jalur perpipaan menuju tangki penyimpan hanya boleh melayani biodiesel dan
minyak solar secara bergantian. Jika diperlukan, lakukan pembilasan (flushing)
untuk memastikan tidak ada kontaminasi selain biodiesel di jalur perpipaan menuju
tangki penyimpan,

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 49


(3) Melakukan verifikasi CoA/CoQ dengan melakukan sampling pada discharge jalur
perpipaan, bandingkan dengan CoA/CoQ dari BU BBN, sekurang-kurangnya
parameter yang ditetapkan sebagai parameter critical test. Apabila terdeteksi
adanya parameter off spec, maka dapat dilakukan re-sampling dan re-testing
seperti contoh pada Lampiran 7.
4.7.3 Penerimaan di Landasan/Filling Station/Bay/Gantry TBBM
Pemilihan pengiriman biodiesel dengan moda truk umumnya dilakukan untuk
tujuan yang tidak memiliki fasilitas penerimaan baik melalui pipelines maupun kapal.
Truk akan berhenti di landasan untuk melakukan proses bongkar muat, dicontohkan
pada Gambar 4.10.

Gambar 4. 10 Contoh Landasan di Lokasi Penerimaan

Dalam proses penerimaan melalui truk, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Memastikan infrastruktur pendukung tersedia seperti shelter sebagai pelindung
saat bongkar muat dari truk,
(2) Melakukan verifikasi CoA/CoQ dengan melakukan sampling pada kompartemen
truk, membandingkan dengan CoA/CoQ dari BU BBN, sekurang-kurangnya
parameter yang ditetapkan sebagai parameter critical test. Apabila terdeteksi
adanya parameter off spec, maka dapat dilakukan re-sampling dan re-testing
seperti contoh pada Lampiran 7.
(3) Tidak disarankan melakukan bongkar muat saat kondisi hujan (kecuali landasan
dilengkapi dengan shelter) atau kondisi emergensi lainnya.

4.7.4 Verifikasi Penerimaan/Penolakan Biodiesel


Verifikasi penerimaan/penolakan biodiesel dilakukan berdasarkan kesepakatan
antara BU BBN dan BU BBM. Pada prinsipnya, setiap penerimaan biodiesel harus
ditindaklanjuti dengan proses sampling dan pengujian. Namun, pada beberapa kasus
di lapangan, dimana biodiesel dikirim dengan truk dari batch produksi yang sama,
maka sampling secara random dapat menjadi salah satu pilihan untuk menentukan
diterima atau ditolaknya biodiesel tersebut. Lampiran 7 menjelaskan contoh tahapan
verifikasi yang detail dari moda pengiriman kapal, truk, dan jalur perpipaan.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 50


4.8 Tata Cara Penyimpanan Biodiesel dan B30
4.8.1 Penyimpanan Biodiesel
Penyimpanan biodiesel dapat dilakukan pada berbagai media, dikenal dengan
tangki penyimpan. Penempatannya dapat dilakukan di darat maupun di laut. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai prosedur penyimpanan biodiesel di berbagai lokasi tangki
[9].
A. Tangki Darat
Penyimpanan Biodiesel direkomendasikan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan, kecuali di dalam
tangki yang ruang uapnya bebas oksigen (misalnya terkoneksi dengan fasilitas N2 blanketing
system) ataupun pada tangki terpasang filter udara sehingga ketika biodiesel dikeluarkan dari
tangki, udara yang masuk ke dalam ruang uap tangki bebas dari mikroba. Apabila Biodiesel
disimpan lebih dari 1 (satu) bulan, maka parameter yang perlu menjadi perhatian antara lain
kadar air, angka asam, titik kabut dan stabilitas oksidasi.
Ketentuan penyimpanan biodiesel diuraikan sebagai berikut:
a. Disarankan tidak menyimpan biodiesel di dalam tangki bawah tanah (underground tank),
kecuali temperatur tangki tersebut dapat dijamin tidak pernah lebih rendah dari CFPP
o
biodiesel (maksimal 15 C), bebas rembesan air, dan tangki tidak bersentuhan langsung
dengan tanah.
b. Pastikan tangki penyimpan bebas dari kontaminasi air, lakukan prosedur tank cleaning
sebelum melakukan penyimpanan biodiesel dalam tangki,
c. Memilih material tangki penyimpan dan aksesorisnya yang kompatibel dengan sifat dan
karakteristik biodiesel merujuk subbab 3.2.
d. Desain tangki penyimpan wajib dilengkapi dengan fasilitas draining air.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan biodiesel di dalam tangki meliputi:
1. Melaksanakan managemen penyimpanan biodiesel yang baik, seperti:
a. Menyusun langkah preventif untuk mencegah peningkatan kadar air dalam
tangki:
- Dimulai dengan mencegah akumulasi air pada badan dan dasar cairan,
pemeriksaan dapat dibantu dengan indikator pasta air atau dengan
instalasi automatic tank gauge (ATG),
- Melakukan draining air secara rutin, sekurang-kurangnya setiap minggu,
atau dapat dipercepat sesuai kondisi penyimpanan dan indikasi lainnya,
- Memastikan kondisi tangki dan aksesorisnya (venting, draining valve,
ATG) terjaga dan berfungsi dengan baik,
- Memastikan pompa dan aksesorisnya berfungsi dengan baik, termasuk
kebersihan strainer pompa, lakukan penggantian apabila terindikasi
adanya akumulasi sedimen,

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 51


- Menghindari terjadinya kekosongan tangki dalam waktu lama (highly
ullage), lakukan pemeriksaan kebersihan tangki khususnya kadar air
apabila akan dilakukan topping up biodiesel,
- Menambahkan instalasi N2 blanketing system untuk mencegah akumulasi
air selama masa penyimpanan.
b. Melakukan tank cleaning dengan ketentuan seperti subbab 4.4.1.
c. Untuk pengembangan ke depan, disarankan desain tangki penyimpan
biodiesel sebaiknya fixed roof yang dilengkapi dengan internal floater dan N2
blanketing system.
2. Melakukan monitoring kualitas biodiesel di dalam tangki penyimpan, seperti:
a. Melakukan langkah preventif untuk mencegah peningkatan kadar air (lihat
1a.),
b. Melakukan sampling sesuai level cairan dalam tangki (merujuk Tabel 4.2)
termasuk bottom sampling dan pengujian sekurang-kurangnya critical test
pada laboratorium internal atau laboratorium yang telah ditetapkan pihak
produsen/pencampur.
Setiap minggu,
Setiap bulan,
Setiap 3 bulan, untuk dilakukan full test.
Khusus bottom sampling ditujukan untuk memonitor akumulasi air pada
dasar tangki.
c. Apabila dilakukan penerimaan baru/topping-up pada biodiesel yang tersisa di
tangki penyimpan, segera lakukan critical test,
d. Adanya perubahan warna, peningkatan viskositas, peningkatan angka asam
(TAN) dan terbentuknya endapan seperti jelly merupakan indikasi telah terjadi
degradasi biodiesel selama penyimpanan. Topping up dapat tetap dilakukan
dengan memonitor critical parameter.
3. Tangki penyimpan biodiesel sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas N 2 blanketing
system,
4. Sebelum digunakan untuk proses pencampuran, lakukan pemeriksaan parameter
minimal seperti kejernihan dan kadar air.

B. Tangki Kapal (Palka)

Penyimpanan biodiesel dapat dilakukan di tangki kapal, misalnya sebagai


penyimpan terapung atau Floating Storage (FS). Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
penyimpanan biodiesel di dalam tangki kapal (lebih lanjut dikenal dengan istilah palka
atau cargo oil tank (COT)), meliputi:
1. Melaksanakan managemen penyimpanan biodiesel yang baik, seperti:
a. Menyusun langkah preventif untuk mencegah peningkatan kadar air dalam
tangki:

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 52


- Dimulai dengan mencegah akumulasi air pada badan dan dasar cairan,
pemeriksaan dapat dibantu dengan indikator pasta air atau dengan
instalasi automatic tank gauge (ATG),
- Melakukan draining air secara rutin, sekurang-kurangnya setiap minggu,
atau dapat dipercepat sesuai kondisi penyimpanan dan indikasi lainnya,
- Memastikan kondisi tangki dan aksesorisnya (venting, draining valve,
ATG) terjaga dan berfungsi dengan baik,
- Memastikan pompa dan aksesorisnya berfungsi dengan baik, termasuk
kebersihan strainer pompa, lakukan penggantian apabila terindikasi
adanya akumulasi sedimen,
- Pastikan connection hose ditempatkan di lokasi yang bebas dari
kontaminasi air dan tertutup,
- Venting tangki dilengkapi dengan pressure relief valve (PRV) untuk
menjaga tekanan kompartemen tetap pada setpoint,
- Menghindari terjadinya kekosongan tangki dalam waktu lama (highly
ullage), lakukan pemeriksaan kebersihan tangki khususnya kadar air
apabila akan dilakukan topping up biodiesel,
- Memastikan palka kapal dilengkapi dengan instalasi N 2 blanketing system.
b. Melakukan tank cleaning seperti yang dijelaskan pada subbab 4.4.2.
2. Melakukan monitoring kualitas biodiesel di dalam palka, seperti:
a. Melakukan langkah preventif untuk mencegah peningkatan kadar air dalam
tangki,
b. Melakukan sampling sesuai level cairan dalam tangki (merujuk Tabel 4.2)
termasuk bottom sampling dan pengujian sekurang-kurangnya critical test
pada laboratorium internal atau laboratorium yang telah ditetapkan pihak
produsen/pencampur.
Setiap minggu,
Setiap bulan,
Setiap 3 bulan, untuk dilakukan full test.
Khusus bottom sampling ditujukan untuk memonitor akumulasi air pada
dasar tangki.
c. Apabila dilakukan penerimaan baru/topping-up pada biodiesel yang tersisa di
tangki penyimpan, segera lakukan critical test,
d. Adanya perubahan warna, peningkatan viskositas, peningkatan angka asam
(TAN) dan terbentuknya endapan seperti jelly merupakan indikasi telah terjadi
degradasi biodiesel selama penyimpanan. Topping up dapat tetap dilakukan
dengan memonitoring critical parameter.
3. Sebelum digunakan untuk proses pencampuran ataupun penyaluran, lakukan
pemeriksaan parameter minimal seperti kejernihan dan kadar air.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 53


4.8.2 Penyimpanan Minyak Solar
Minyak solar umumnya disimpan pada tangki penyimpan darat dan tidak sesulit
menyimpan biodiesel. Penyimpanan minyak solar direkomendasikan tidak lebih dari 6
(enam) bulan dan dapat diperpanjang dengan memastikan kondisi tangki penyimpan,
kelengkapan aksesoris, dan rutinitas pemeliharaan kualitas. Apabila minyak solar disimpan
lebih dari 1 (satu) bulan, maka parameter yang perlu menjadi perhatian antara lain kadar air,
angka asam, dan titik kabut.
Ketentuan penyimpanan minyak solar diuraikan sebagai berikut:
a. Minyak solar dapat disimpan pada tangki upperground maupun underground, dan
disimpan pada temperatur tidak lebih rendah dari titik kabutnya,
b. Desain tangki penyimpan wajib dilengkapi dengan fasilitas draining air.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan biodiesel di dalam tangki meliputi:
1. Melaksanakan managemen penyimpanan minyak solar yang baik, seperti:
a. Dimulai dengan mencegah akumulasi air pada badan dan dasar cairan,
pemeriksaan dapat dibantu dengan indikator pasta air atau dengan instalasi
automatic tank gauge (ATG),
b. Melakukan draining air secara rutin, sekurang-kurangnya setiap minggu, atau
dapat dipercepat sesuai kondisi penyimpanan dan indikasi lainnya,
c. Memastikan kondisi tangki dan aksesorisnya (venting, draining valve, ATG)
terjaga dan berfungsi dengan baik,
d. Memastikan pompa dan aksesorisnya berfungsi dengan baik, termasuk
kebersihan strainer pompa, lakukan penggantian apabila terindikasi adanya
akumulasi sedimen,
e. Melakukan tank cleaning dengan ketentuan seperti subbab 4.4.1.
2. Melakukan monitoring kualitas biodiesel di dalam tangki penyimpan, seperti:
a. Melakukan sampling sesuai level cairan dalam tangki (merujuk Tabel 4.2)
termasuk bottom sampling dan pengujian sekurang-kurangnya critical test
pada laboratorium internal atau laboratorium yang telah ditetapkan pihak
produsen/pencampur.
Setiap minggu,
Setiap bulan,
Setiap 3 bulan, untuk dilakukan full test.
Khusus bottom sampling ditujukan untuk memonitor akumulasi air pada
dasar tangki.
b. Apabila dilakukan penerimaan baru/topping-up pada minyak solar yang tersisa
di tangki penyimpan, segera lakukan critical test,
3. Sebelum digunakan untuk proses pencampuran, lakukan pemeriksaan parameter
minimal seperti kejernihan dan kadar air.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 54


4.8.3 Penyimpanan Campuran Biodiesel (B30)
Penyimpanan B30 dapat dilakukan pada berbagai media, seperti tangki
penyimpan darat maupun palka, termasuk tangki bahan bakar kendaraan, kapal,
genset, dan media penyimpan lainnya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai
prosedur penyimpanan biodiesel di berbagai lokasi tangki [9].
A. Tangki Darat

Penyimpanan bahan bakar B30 tidak disarankan lebih dari 3 bulan, kecuali pada tangki
penyimpan terpasang filter udara yang selalu diinspeksi secara rutin sehingga ketika
campuran biodiesel dikeluarkan dari tangki, udara yang masuk ke dalam ruang uap tangki
bebas dari mikroba. Apabila B30 disimpan lebih dari 1 (satu) bulan, maka parameter yang
menjadi perhatian antara lain kadar air, angka asam, titik kabut, dan stabilitas oksidasi.
Semakin tinggi kadar biodiesel di dalam campuran, maka semakin kuat pengaruh karakter
biodiesel terhadap karakter campuran. Oleh karena itu, penyesuaian fasilitas penyimpanan
maupun komponen logam/non logam perlu mendapat perhatian untuk menjaga kualitas B30.
Dalam praktik lapangan, B30 dapat ditemui tersimpan di dalam tangki atas tanah, bawah
tanah, maupun tangki kendaraan. Persyaratan penyimpanan B30 di dalam tangki atas tanah
tidak sesulit penyimpanan biodiesel. B30 dapat disimpan di dalam tangki yang sebelumnya
biasa dipergunakan untuk menyimpan minyak solar, dengan catatan dilakukan tank cleaning
untuk memastikan tangki bebas dari kontaminan seperti air, lumpur, dan karat yang
menempel di dinding tangki. Jika karat tidak dibersihkan, maka pada minggu-minggu awal
penggunaan, frekuensi penggantian filter bahan bakar motor diesel pengguna akan
meningkat. Disarankan melakukan penggantian filter apabila terjadi indikasi penyumbatan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Khusus untuk penyimpanan B30 di dalam tangki bawah tanah seperti tangki SPBU, maka
perlu dipastikan mengenai beberapa hal berikut: (a) temperatur tangki tidak pernah lebih
rendah dari titik kabut biodiesel, (b) tangki bebas rembesan air, dan (c) tersedianya fasilitas
draining.
Ketentuan penyimpanan B30 di dalam tangki penyimpan diuraikan sebagai berikut:
a. B30 sebaiknya disimpan pada temperatur tidak lebih rendah dari titik kabutnya atau
o
ditempatkan pada lokasi dengan temperatur ≥ 20 C.
b. Pastikan tangki penyimpan bebas dari kontaminasi air, lakukan prosedur tank cleaning
sebelum melakukan penyimpanan biodiesel dalam tangki,
c. Memilih material tangki penyimpan dan aksesorisnya yang kompatibel dengan sifat dan
karakteristik biodiesel merujuk subbab 3.2.
d. Desain tangki penyimpan wajib dilengkapi dengan fasilitas draining.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan B30 di dalam tangki meliputi:
1. Melaksanakan managemen penyimpanan B30 yang baik, seperti:
a. Menyusun langkah preventif untuk mengurangi kadar air dalam tangki:

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 55


- Dimulai dengan mencegah akumulasi air pada badan dan dasar cairan,
pemeriksaan dapat dibantu dengan indikator pasta air atau dengan
instalasi automatic tank gauge (ATG),
- Memasang filter udara pada venting yang selalu diinspeksi secara rutin
- Melakukan draining air secara rutin, sekurang-kurangnya setiap minggu,
atau dapat dipercepat sesuai kondisi penyimpanan dan indikasi lainnya,
- Memastikan kondisi tangki dan aksesorisnya (venting, draining valve,
ATG) terjaga dan berfungsi dengan baik,
- Memastikan pompa dan aksesorisnya berfungsi dengan baik, termasuk
kebersihan strainer pompa, lakukan penggantian apabila terindikasi
adanya akumulasi sedimen,
- Menghindari terjadinya kekosongan tangki dalam waktu lama (highly
ullage), lakukan pemeriksaan kebersihan tangki khususnya kadar air
apabila akan dilakukan topping up B30,
b. Melakukan tank cleaning dengan ketentuan seperti subbab 4.4.1.
2. Melakukan monitoring kualitas B30 di dalam tangki penyimpan, seperti:
a. Melakukan langkah preventif untuk mencegah kenaikan kadar air dalam tangki
seperti poin (1),
b. Melakukan sampling sesuai level cairan dalam tangki (merujuk Tabel 4.2)
termasuk bottom sampling dan pengujian sekurang-kurangnya critical test
pada laboratorium internal atau laboratorium yang telah ditetapkan pihak
produsen/pencampur.
Setiap minggu,
Setiap bulan,
Setiap 3 bulan, untuk dilakukan full test.
Khusus bottom sampling ditujukan untuk memonitor akumulasi air pada
dasar tangki.
c. Apabila dilakukan penerimaan baru/topping-up pada B30 yang tersisa di tangki
penyimpan, segera lakukan critical test,
d. Degradasi kualitas dapat terjadi selama masa penyimpanan, ditandai dengan
perubahan warna, peningkatan viskositas dan angka asam (TAN), terkadang
disertai endapan menyerupai jelly.
- Lakukan draining hingga diperoleh fasa minyak (B30),
- Sebelum topping up, lakukan sampling dan monitoring terhadap critical
parameter,
- Topping up dapat dilakukan apabila hasil uji critical parameter
menunjukkan nilai on specs.
3. Sebelum B30 disalurkan, lakukan pemeriksaan critical parameter sesuai Tabel
4.4.

B. Tangki Kapal (Palka)

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 56


Penyimpanan B30 dalam palka kapal atau cargo oil tank (COT) tidak dapat
disamakan dengan penyimpanan minyak solar pada umumnya, mengingat kadar
biodiesel yang lebih tinggi menyebabkan sifat dan karakteristik bahan bakar B30
semakin menyerupai biodiesel. Penyimpanan biodiesel di tangki kapal tidak disarankan
lebih dari 2 bulan, kecuali sistem penyimpanan dilengkapi dengan inert gas blanketing
system dan dilakukan pengujian rutin dengan melakukan sampling seluruh
kompartemen setiap minggu dengan parameter uji minimum critical test, utamanya
kadar air dan pemeriksaan visual.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan biodiesel di dalam tangki meliputi:
1. Melaksanakan managemen penyimpanan B30 yang baik, seperti:
a. Menyusun langkah preventif untuk mengurangi kadar air dalam tangki:
- Dimulai dengan mencegah akumulasi air pada badan dan dasar cairan,
pemeriksaan dapat dibantu dengan indikator pasta air atau dengan
instalasi automatic tank gauge (ATG),
- Melakukan draining air secara rutin, sekurang-kurangnya setiap minggu,
atau dapat dipercepat sesuai kondisi penyimpanan dan indikasi lainnya,
- Memastikan kondisi tangki dan aksesorisnya (venting, draining valve,
ATG) terjaga dan berfungsi dengan baik,
- Memastikan pompa dan aksesorisnya berfungsi dengan baik, termasuk
kebersihan strainer pompa, lakukan penggantian apabila terindikasi
adanya akumulasi sedimen,
- Pastikan connection hose ditempatkan di lokasi yang bebas dari
kontaminasi air dan tertutup,
- Menghindari terjadinya kekosongan tangki dalam waktu lama (highly
ullage), lakukan pemeriksaan kebersihan tangki khususnya kadar air
apabila akan dilakukan topping up B30,
- Venting tangki dilengkapi dengan pressure relief valve (PRV) untuk
menjaga tekanan kompartemen tetap pada setpoint,
- Menghindari kekosongan tangki dalam waktu lama (highly ullage),
- Lakukan sirkulasi berkala untuk memastikan homogenitas di tiap-tiap
kompartemen (harus ada minimal 1 palka kosong).
b. Melakukan tank cleaning dengan ketentuan sebagai berikut:
- Sebelum digunakan untuk menyimpan B30,
- Setiap 3 tahun atau dapat diperpanjang tergantung tingkat kebersihan,
perawatan, kondisi, dan lingkungan tangki penyimpan,
- Dilaksanakan bersamaan dengan ketentuan inspeksi tangki yang
dipersyaratkan.
2. Melakukan monitoring kualitas B30 di dalam palka, seperti:
a. Melakukan langkah preventif untuk mengurangi kadar air dalam palka,
b. Melakukan sampling sesuai level cairan dalam tangki (merujuk Tabel 4.2)
termasuk bottom sampling dan pengujian sekurang-kurangnya critical test

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 57


pada laboratorium internal atau laboratorium yang telah ditetapkan pihak
produsen/pencampur.
Setiap minggu,
Setiap bulan,
Setiap 3 bulan, untuk dilakukan full test.
c. Khusus bottom sampling ditujukan untuk memonitor akumulasi air pada dasar
tangkiApabila dilakukan penerimaan baru/topping-up pada B30 yang tersisa
di tangki penyimpan, segera lakukan critical test,
d. Degradasi kualitas dapat terjadi selama masa penyimpanan, ditandai dengan
perubahan warna, peningkatan viskositas dan angka asam (TAN), terkadang
disertai endapan menyerupai jelly.
- Lakukan draining hingga diperoleh fasa minyak (B30),
- Sebelum topping up, lakukan sampling dan monitoring terhadap critical
parameter,
- Topping up dapat dilakukan apabila hasil uji critical parameter
menunjukkan nilai on specs.
3. Sebelum B30 disalurkan, lakukan pemeriksaan critical parameter.

C. Tangki Bahan Bakar Kendaraan, Genset, dan Kapal

Tidak disarankan menyimpan B30 di dalam tangki bahan bakar kendaraan diesel, genset,
kapal dan perangkat alutsista yang penggunaanya tidak rutin, kecuali dilakukan pemeriksaan
kualitas secara berkala dan hasilnya masih memenuhi spesifikasi.
Beberapa hal yang perlu dipahami pihak konsumen mengenai penyimpanan B30, antara lain:
1. Biodiesel memiliki kemampuan melarutkan pengotor (solvensi) pada dinding tangki dan
jalur perpipaan. Lakukan pemeriksaan histori tangki, jenis bahan bakar kendaraan diesel
apa yang biasa digunakan. Jika sebelum menggunakan B30 biasa menggunakan minyak
solar, lakukan tank cleaning dengan bantuan bengkel resmi. Jika sebelumnya telah
menggunakan B20/B30, maka potensi solvensi akibat B30 umumnya telah teratasi,
2. Biodiesel memiliki kecenderungan menyerap air. Apabila akan dilakukan penyimpanan
dalam waktu lama (lebih dari 3 bulan), lakukan pengisian penuh pada tangki bahan bakar
untuk menghindari terjadinya kondensasi uap air dari ruang kosong di atas badan cairan
tangki penyimpan,
3. Biodiesel memiliki massa jenis yang sedikit lebih berat dibandingkan minyak solar,
penyimpanan dalam waktu lama (lebih dari 3 bulan) berpotensi menyebabkan
terpisahnya kedua campuran tersebut. Sekalipun mesin tersebut jarang digunakan,
operasikan mesin secara berkala.
4. Khusus untuk genset yang jarang digunakan, pada pemakaian awal B30 sebaiknya
genset dioperasikan selama 40 jam tanpa henti untuk flushing sistem bahan bakar.
Pemeriksaan kualitas B30 pada tangki penyimpan di genset dapat dilakukan dengan
proses draining minimal satu minggu sekali, mengamati kejernihan bahan bakar, dan
melakukan pengujian utamanya untuk parameter kadar air dan angka asam, dapat pula

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 58


dilakukan uji stabilitas oksidasi. Apabila hasil pengujian telah melewati batasan standar,
maka segera lakukan penggantian bahan bakar B30 pada genset [18].
5. Khusus untuk kapal-kapal berukuran besar (100 GT), pemakaian B30 umumnya sebagai
priming fuel, selanjutnya akan dilakukan penggantian bahan bakar marine fuel oil (MFO).
Penyimpanan B30 di tangki bahan bakar kapal sangat dipengaruhi oleh aktivitas kapal.
Pemeriksaan kualitas B30 di tangki bahan bakar dapat dilakukan dengan bantuan
sounding, termasuk sampling dan proses draining minimal satu minggu sekali.
6. Khusus untuk perangkat alutsista, operasi pertambangan di temperatur rendah, dan turbin
gas, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan keputusan relaksasi bagi ketiga sektor
tersebut. Hal ini mengingat keterbatasan biodiesel sawit digunakan pada temperatur
rendah dan durasi penyimpanan B30 yang relatif pendek. Ketentuan ini ditegaskan dalam
surat Dirjen EBTKE Nomor: 2226/05/DJE/2017 tanggal 10 Mei 2017 Hal Pemberian
Relaksasi Penggunaan BBM Jenis Minyak Solar untuk Alutsista TNI, surat Dirjen Migas
No. 0025/10/DJM.O/2019 tanggal 3 Januari 2019 Hal Relaksasi penggunaan B0 untuk
Zona Highland PT Freeport Indonesia (FI) tahun 2019, surat Dirjen EBTKE Nomor:
512/10/DJE/2017 tanggal 31 Januari 2017 Hal Pasokan HSD Murni untuk MPP PT PLN
(Persero).

4.9 Tata Cara Pencampuran Biodiesel dan Minyak Solar


Tujuan pencampuran adalah diperolehnya konsentrasi/presentase dan
homogenitas yang ditargetkan. Dalam proses pencampuran dua cairan, dalam hal ini
biodiesel dan minyak solar, terdapat beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan
untuk memaksimalkan target pencampuran, yaitu:

1. Koreksi densitas dan temperatur, pengukuran densitas biodiesel dan minyak solar
o o
dilakukan pada temperatur yang berbeda yaitu 40 C dan 15 C. Setelah diketahui
densitas dari masing-masing bahan bakar, perlu dilakukan lagi pengukuran
temperatur dari kedua bahan bakar sebelum proses pencampuran. Hal ini
mengingat pencampuran dilakukan berdasarkan ukuran volumetrik, dimana
perbedaan temperatur akan menyebabkan perubahan densitas dan perbedaan
jumlah volume.
2. Turbulensi dalam pencampuran, merupakan suatu mekanisme aliran fluida yang
bergerak secara acak dan tidak stabil dengan kecepatan berfluktuasi yang saling
interaksi. Hal ini memberikan keuntungan dalam pencampuran biodiesel dan
minyak solar untuk meningkatkan target persentase dan homogenitas. Untuk
memaksimalkan turbulensi dalam pencampuran, dapat digunakan bantuan
pengaduk baik dengan pompa sirkulasi ataupun static mixer.
3. Pemilihan infrastruktur unit pencampuran, metode pencampuran akan
mempengaruhi waktu pengadukan, kapasitas dan homogenitas.
4. Monitoring terhadap homogenitas pencampuran dapat dilakukan dengan prosedur
sampling pada berbagai titik (merujuk subbab 4.2) dengan target kadar FAME.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 59


4.9.1 Pencampuran dalam Pipa (In-line Blending)
Metode ini dilakukan dengan menambahkan biodiesel ke dalam aliran minyak
solar pada pipa penyaluran. Pencampuran dilakukan dengan pengoperasian pompa
biodiesel bersamaan dengan pengoperasian pompa minyak solar, merujuk pada
setpoint tertentu misalnya 30% (B30) dari komposisi minyak solar. Untuk mencapai
kapasitas pencampuran tersebut, kapasitas transfer pompa minyak solar dibuat
konstan, sedangkan pompa biodiesel akan divariasikan. Proses pencampuran terjadi
akibat pergerakan turbulensi antara minyak solar dan biodiesel, serta tambahan
instalasi mechanical static mixer.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses in-line blending, antara lain:
 Pemilihan jenis mechanical static mixer menentukan tingkat akurasi campuran.
 Jaminan kepastian jalur perpipaan bebas dari pengotor (air, lumpur, sedimen, dan
lainnya).
 Pompa penyaluran dari penyimpanan biodiesel dan penyimpanan minyak solar
berfungsi dengan baik serta dilengkapi dengan pressure gauge pada outlet
pompa.
 Khusus untuk pompa (engine) dapat dilengkapi dengan thermal dan torque
overload protection.
 Pemuatan bahan bakar dilakukan secara bersamaan dengan rasio tertentu
dengan memperhatikan koreksi temperatur biodiesel dan minyak solar. Pada
proses ini, flowrate minyak solar diasumsikan tetap, sedangkan flowrate biodiesel
akan divariasikan untuk mencapai set point tertentu, misal 30% (B30).
 Pastikan flowmeter menunjukkan kapasitas transfer secara akurat. Perlu
dilakukan kalibrasi flowmeter secara berkala.
 Pengaturan sistem blending dapat dilakukan dengan sistem PLC (Programmable
Logic Controller) dan untuk keadaan darurat dapat ditambahkan instrumen HLA
(High Level Alarm) dan HHLA (High High Level Alarm) yang terhubung ke sirine
dan strobelight.
 Radio komunikasi untuk operator pompa, supervisor in charge, dan mechanical
engineer di masing-masing lokasi.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 60


Gambar 4. 11 Ilustasi In-line Blending dengan Static Mixer

Sebagai referensi pemilihan static mixer dan pola pencampuran yang dihasilkan oleh
in-line blending with static mixer dapat dilihat pada Lampiran 8.

(+) Kelebihan metode in-line blending

 Waktu pencampuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau permintaan.


 Pemuatan dan pengukuran pencampuran dapat dilakukan dalam satu operasi.
 Akurasi terhadap kuantitas pencampuran tinggi.
 Dapat dilakukan monitoring kualitas pencampuran secara online, khususnya
parameter kadar FAME dan densitas.
 Dapat dilakukan kontrol dan pengawasan terhadap perubahan spesifikasi hasil
pencampuran secara online.
 Kapasitas pencampuran fleksibel, mulai dari kecil hingga besar (ribuan kL).
(-) Kelemahan metode in-line blending

 Diperlukan tambahan instalasi infrastruktur baru, khususnya static mixer.


 Perlu disiapkan tujuan penyaluran, seperti tangki penyimpan, kapal, truk,
maupun RTW.
 Biaya investasi peralatan relatif tinggi.

4.9.2 Sekuensial In-tank Blending


Merupakan teknik pencampuran biodiesel dan minyak solar yang pemuatannya
dilakukan secara terpisah atau dalam beberapa kasus secara bersamaan. Pada
pencampuran kapasitas besar, proses agitasi dapat dilakukan dengan bantuan pompa
sirkulasi (circulation pump).
Beberapa faktor yang dapat membantu meningkatkan proses in-tank blending, antara
lain:

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 61


1. Flowrate pemuatan biodiesel dan minyak solar ke tangki,
2. Durasi agitasi yang dipengaruhi oleh kapasitas dan jumlah pompa sirkulasi,
diameter tangki, dan level cairan dalam tangki,
3. Teknik pemuatan biodiesel/minyak solar, top loading atau bottom loading,
4. Tahap pemuatan sebaiknya diawali biodiesel, diikuti minyak solar, dan
5. Optimasi waktu pengendapan (settling) dalam tangki untuk memastikan semua
pengotor yang terlarut dalam pencampuran telah terendapkan di dasar tangki
pencampur.
Selanjutnya, pada kondisi tertentu, tangki yang digunakan untuk pencampuran dapat
pula digunakan sebagai tangki penyimpan sebelum bahan bakar campuran ditransfer
untuk penyaluran lebih lanjut. Untuk kepastian homogenitas campuran, dapat
dilakukan pengukuran kadar FAME dan densitas pada titik sampling (upper, middle,
lower, bottom), serta produk keluaran dari tangki pencampuran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses in-tank blending, antara lain:

 Jaminan kebersihan tangki pencampur dari pengotor (air, lumpur, dan lainnya).
 Pemuatan bahan bakar sebaiknya dari bottom loading, diawali dengan biodiesel,
dilanjutkan dengan minyak solar untuk meningkatkan proses
pencampuran/pengadukan.
 Lakukan koreksi temperatur antara biodiesel dan minyak solar yang akan dimuat
ke tangki pencampuran sehingga tercapai konsentrasi campuran di dalam tangki
sebesar 30% (B30).
 Pompa penyaluran dari penyimpanan biodiesel dan penyimpanan minyak solar
berfungsi dengan baik, dilengkapi dengan pressure gauge dan flowmeter pada
outlet pompa.
 Durasi dan teknik agitasi (misalnya penggunaan pompa sirkulasi, instalasi side
agitator, difuser) mempengaruhi tingkat homogenitas pencampuran.
 Pengaturan dapat dilakukan dengan sistem PLC (Programmable Logic Controller)
dan untuk keadaan darurat dapat ditambahkan instrumen HLA (High Level Alarm)
dan HHLA (High High Level Alarm) yang terhubung ke sirine dan strobelight.
Sebagai referensi pola pencampuran yang ideal untuk memperoleh B30 dengan
homogenitas tinggi pada in-tank blending, dapat dilihat pada Lampiran 9.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 62


Gambar 4. 12 Ilustrasi Metode In-Tank Blending dengan Circulation
Pump
(+) Kelebihan metode in-tank blending
 Sistem operasi relatif mudah.
 Dapat memanfaatkan atau memodifikasi fasilitas pada infrastruktur yang telah
ada.
 Cocok untuk pencampuran kapasitas besar
 Biaya investasi peralatan relatif murah.
(-) Kelemahan metode in-tank blending

 Diperlukan waktu yang relatif lama untuk proses pencampuran dan


pengendapan (settling),
 Capaian homogenitas B30 kurang maksimal,
 Diperlukan penyesuaian jumlah dan kapasitas pompa sirkulasi untuk proses
pencampuran di tangki kapasitas besar,
 Adanya kemungkinan terjadinya dead zone pada level di bawah pipa
discharge, untuk itu disarankan memilih tangki pencampur dengan model cone
down/fall at center.

4.9.3 Sekuensial In-truck Blending


Pada prinsipnya, teknik pencampuran ini mirip dengan teknik sekuensial in-tank
blending dimana pemuatan biodiesel dan minyak solar dilakukan secara terpisah
maupun bersamaan melalui pipa yang berbeda dengan metode bottom loading dan
didahului dengan pemuatan biodiesel. Volume maksimum kompartemen truk ± 8 kL,
dengan proses agitasi mengandalkan pergerakan truk hingga ke lokasi tujuan
penerimaan (SPBU, industri).

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 63


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses sekuensial in-truck blending, antara lain:

 Jaminan kebersihan tangki pencampur dari pengotor (air, lumpur, dan lainnya).
 Pemuatan bahan bakar sebaiknya dari bottom loading diawali dengan biodiesel,
dilanjutkan dengan minyak solar untuk meningkatkan proses
pencampuran/pengadukan.
 Lakukan koreksi temperatur antara biodiesel dan minyak solar sebelum pemuatan
ke tangki pencampuran sehingga tercapai konsentrasi campuran di dalam
kompartemen sebesar 30% (B30).
 Pemuatan bahan bakar sebaiknya tidak dilakukan saat kondisi hujan untuk
mencegah kontaminasi air, kecuali lokasi pemuatan dilengkapi dengan shelter.
 Memastikan pompa penyaluran dari penyimpanan biodiesel dan penyimpanan
minyak solar berfungsi dengan baik, dilengkapi dengan pressure gauge dan
flowmeter pada outlet pompa untuk memastikan rasio pencampuran sudah
sesuai.
 Teknik agitasi (misalnya penggunaan pompa sirkulasi, difuser) mempengaruhi
tingkat homogenitas pencampuran.
 Durasi pengiriman mempengaruhi tingkat homogenitas pencampuran di titik
serah.

Gambar 4. 13 Ilustrasi Metode Sekuensial In-Truck Blending

(+) Kelebihan metode sekuential in-truck blending

 Sistem operasi relatif mudah,


 Dapat memanfaatkan atau memodifikasi fasilitas pada infrastruktur yang telah
ada.
(-) Kelemahan metode sekuential in-truck blending
 Pengoperasian masih dengan sistem manual,
 Capaian homogenitas B30 kurang maksimal,
 Kapasitas kecil, menyesuaikan volume truk (5-8 kL per kompartemen).

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 64


4.9.4 Sekuensial In-vessel Blending
Pada prinsipnya, teknik pencampuran ini mirip dengan teknik sekuensial in-tank
blending dimana pemuatan biodiesel dan minyak solar dilakukan secara terpisah.
Disarankan pemuatan diawali dengan transfer biodiesel, diikuti minyak solar, dengan
tujuan untuk memperoleh akurasi pencampuran di dalam vessel. Selain itu, proses
sirkulasi antar kompartemen perlu dilakukan untuk meningkatkan akurasi
pencampuran dengan menyediakan minimal 1 palka kosong.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses in-vessel blending, antara lain:
 Jaminan kebersihan tangki pencampur dari pengotor (air, lumpur, dan lainnya).
 Pemuatan bahan bakar sebaiknya diawali biodiesel, dilanjutkan dengan minyak
solar untuk meningkatkan proses pencampuran/pengadukan.
 Lakukan koreksi temperatur antara biodiesel dan minyak solar yang akan dimuat
ke tangki pencampuran sehingga tercapai konsentrasi campuran di dalam tiap
palka sebesar 30% (B30).

Gambar 4. 14 Ilustrasi Metode Sekuensial In-Vessel Blending

 Pemuatan bahan bakar sebaiknya tidak dilakukan saat kondisi hujan untuk
mencegah kontaminasi air.
 Lakukan sirkulasi antar kompartemen untuk meningkatkan proses pencampuran,
dapat dilakukan secara berkala, dengan minimal 1 palka kosong.
 Memastikan flowrate pompa penyaluran dari tangki penyimpan ataupun
kompartemen kapal berfungsi dengan baik, dilengkapi dengan pressure gauge
dan flowmeter pada outlet pompa.
 Durasi sirkulasi mempengaruhi tingkat homogenitas pencampuran.

(+) Kelebihan metode in-vessel blending


 Sistem operasi relatif mudah, khususnya untuk kapal,

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 65


 Dapat memanfaatkan atau memodifikasi fasilitas pada infrastruktur yang telah
ada,
 Memudahkan untuk penyaluran skala besar, misalnya keperluan multi-drop.
(-) Kelemahan metode in-vessel blending
 Pengoperasian masih dengan sistem manual,
 Capaian homogenitas B30 kurang maksimal (tahap pemuatan, durasi
pencampuran dan kapasitas pompa sangat menentukan capaian target
persentase).

4.9.5 Pertimbangan Pemilihan Metode Pencampuran


Dalam pembahasan berbagai metode pencampuran mulai dari in-line, in-tank,
in-truck, dan in-vessel blending, telah diuraikan secara rinci mengenai prinsip dasar,
urgensi, dan kelebihan serta kekurangan masing-masing metode. Untuk membantu
users (dalam hal ini pihak blender), maka dilakukan penilaian sebagai dasar
pertimbangan pemilihan metode pencampuran untuk investasi baru maupun modifikasi
unit eksisting untuk memenuhi target persentase biodiesel di dalam minyak solar.
Tabel 4. 6 Penilaian Metode Pencampuran terhadap Capaian Persentase Biodiesel

In-line
Kriteria dengan static In-tank In-truck In-vessel
mixer
Turbulensi 4 2 3 3
Waktu
4 1 2 2
pencampuran
Kapasitas 4 4 1 4
Akurasi
4 2 2 2
pencampuran
Biaya 2 3 3 1
Total 18 12 11 11
Keterangan penilaian: 1: buruk, 2: sedang, 3: baik, 4: sangat baik (diolah dari hasil
Kegiatan Trial B30 (BPPT, 2020))

4.10 Tata Cara Penyaluran B30


Prinsip dasar transportasi bahan bakar adalah memastikan bahwa kualitas bahan
bakar yang dikirim masih memenuhi syarat mutu ketika sampai dan diterima
konsumen. Hal terpenting dalam kegiatan tranportasi bahan bakar adalah memastikan
tidak ada kontaminasi pengotor, baik air, lumpur, maupun material lainnya yang
berpotensi merusak kualitas bahan bakar tersebut.
Dalam transportasi B30, beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian antara
lain potensi cemaran air, paparan sinar matahari, panas, dan material logam yang
kontak dengan B30. Pengiriman bahan bakar umumnya dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain melalui transportasi darat (truk, RTW), transportasi laut (kapal), dan
jalur perpipaan.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 66


4.10.1 Pengiriman B30 dengan Truk dan RTW
Kegiatan pengiriman B30 dengan transportasi darat dapat dilakukan dengan truk BBM
maupun rail train wagon (RTW). Pengiriman B30 dari TBBM ke SPBU umumnya dilakukan
menggunakan truk BBM dengan beragam kapasitas (8, 16, 24, 32 kL), tergantung kebutuhan.
Untuk tangki 24 dan 32 kL biasanya dibagi dalam kompartemen, sehingga dapat mengangkut
beberapa jenis bahan bakar dalam setiap perjalanannya. Sedangkan moda RTW digunakan
untuk transfer antar TBBM yang memiliki fasilitas berdekatan dengan jalur kereta api. Adapun
kapasitas 1 wagon RTW adalah sebesar 100 kL. Kedua moda ini dapat dilihat pada Gambar
4.15.
Tata cara pengiriman B30 yang direkomendasikan untuk transportasi darat adalah sebagai
berikut:
1. Memastikan konstruksi kompartemen tangki dan aksesorisnya terbuat dari material
yang kompatibel dengan biodiesel, merujuk subbab 3.2.

Gambar 4. 15 Moda Transportasi untuk B30 (dari berbagai sumber)


2. Pastikan tidak ada kontaminasi air dalam tangki B30 maupun pada koneksi saat
pemuatan (loading) maupun bongkar muat (unloading) B30.
3. Manhole truk harus selalu tertutup rapat kecuali pada waktu mengukur. Potensi
kontaminasi air terbesar masuk melalui manhole, penanganan ekstra pada area
sekitar manhole wajib dilakukan. Perlu juga dilakukan inspeksi rutin terhadap seal
pada area manhole untuk memastikan seal masih berfungsi dengan baik.
4. Dalam proses loading/unloading, perlu diperhatikan kondisi lingkungan.
5. Setiap pengiriman B30 wajib menyertakan dokumen MSDS dan CoA/CoQ atau
Test Report.
6. Sebelum proses unloading, operator penerima wajib melakukan pengukuran
densitas dan visualisasi kejernihan.

4.10.2 Pengiriman B30 dengan Kapal


Perjalanan laut relatif panjang dan antrian bongkar muat, terkadang
menyebabkan kapal pengirim B30 menjadi floating storage (FS) sebelum bahan bakar
dapat ditransfer ke tangki penyimpanan di TBBM/Depo. Hal penting lainnya yang perlu
diperhatikan adalah material tangki yang digunakan untuk proses transportasi harus

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 67


kompatibel dengan biodiesel, mengingat lingkungan laut yang sangat korosif, lakukan
seleksi material palka kapal, jalur perpipaan, dan koneksi yang sesuai dengan sifat dan
karakteristik biodiesel berdasarkan subbab 3.2. Selain itu, prosedur tank cleaning yang
wajib dilakukan sebelum kompartemen kapal digunakan untuk transportasi B30,
kecuali sebelumnya digunakan untuk transportasi minyak solar dan biodiesel. Pastikan
tidak ada kontaminasi air yang tersisa dari proses tank cleaning maupun kebocoran
tangki.
Keterangan gambar :
- Oil tanker, suatu jenis kapal yang diubah bentuk dan tujuannya untuk mengangkut
minyak dalam bentuk curah di dalam ruang muatnya termasuk pengangkut
kombinasi (combination carriers) dan semua jenis “chemical tanker”, saat kapal
tersebut mengangkut muatan atau sebagian muatan berupa minyak dalam
kapasitas curah.
- Cargo Oil Tank (COT), merupakan kompartemen/palka yang berfungsi untuk
menyimpan material yang akan ditransportasikan. Volume setiap kompartemen
bervariasi tergantung ukuran kapal, demikian pula jumlah kompartemen dalam
kapal.
- Ballast, merupakan ruang yang dipakai untuk menempatkan air sebagai
penyeimbang kapal setelah kegiatan bongkar muat (unloading). Antara ballast dan
oil tank dilengkapi dengan sekat sehingga tidak ada kontak antara air ballast atau
muatan selain bahan bakar.

Gambar 4. 16 Penampang Kapal Pengangkut Bahan Bakar

Tata penyaluran B30 yang direkomendasikan untuk transportasi laut adalah sebagai
berikut:
1. Pastikan konstruksi tangki bahan bakar (oil tank) terbuat dari material yang
kompatibel dengan Biodiesel, seperti high tensile steel, aluminium, coated-
stainless steel atau HDPE. Pastikan seal, gasket, dan koneksi lainnya terbuat dari
material yang kompatibel dengan biodiesel.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 68


2. Umumnya tangki bahan bakar hanya melayani 1 jenis bahan bakar, jika digunakan
untuk beberapa jenis bahan bakar, pastikan tangki bahan bakar dibersihkan
terlebih dahulu sebelum proses pemuatan (loading) baru, merujuk pada subbab
4.4.
3. Pastikan tidak ada kontaminasi air dalam tangki bahan bakar maupun pada
koneksi untuk transfer B30.
4. Saat proses loading bahan bakar ke oil tank, minimalkan ruang kosong untuk
mencegah kondensasi uap air berlebih selama proses shipping.
5. Setelah proses loading B30 ke oil tank, seluruh katup koneksi harus disegel oleh
lembaga yang sudah ditunjuk dan tersertifikasi secara nasional.
6. Setiap pengiriman B30 wajib menyertakan MSDS dan CoA/CoQ atau Test Report.
7. Dalam proses loading/unloading, perlu diperhatikan keadaan lingkungan. Tidak
dianjurkan melakukan proses loading/unloading dalam kondisi hujan.
8. Sebelum proses unloading, operator penerima wajib melakukan uji sampling
minimum critical test seperti pengukuran. Selain itu, perlu dilakukan pengiriman
sampel ke laboratorium untuk uji konfirmasi, tujuannya melakukan pengecekan
kualitas bahan bakar yang dikirimkan. Jika pihak laboratorium menyatakan bahwa
biodiesel memenuhi persyaratan mutu (on specs), maka proses unloading dapat
dilaksanakan.
9. Proses unloading dari oil tanker ke tangki penyimpan darat umumnya dilakukan
dengan bantuan loading arm. Loading arm/flexible hose yang melayani transfer
minyak solar juga berfungsi untuk transfer biodiesel/B30.

Pilihan jenis kapal pengangkut Biodiesel dan B30 relatif beragam tergantung lokasi
penerimaan dan kapasitas jetty penerima. Beberapa jenis kapal yang dapat digunakan
sebagai moda transportasi, antara lain:
1) Oil tanker
2) Self-Propelled Oil Barge (SPOB)
3) Landing Craft Tank (Self-Propeller)/LCT(SP)
4) Barge/Dumb Barge/Tongkang, merupakan jenis kapal dengan bagian dasar datar
yang dirancang khusus untuk angkutan sungai dan kanal, serta dilengkapi dengan
kapal penarik (tug boat).

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 69


Gambar 4. 17 Ilustrasi (a) Oil Tanker, (b) SPOB, (c) LCT(SP), dan (d) Tongkang
(diambil dari berbagai sumber)

4.10.3 Pengiriman B30 dengan Sistem Perpipaan


Dalam proses penyaluran B30 dengan sistem perpipaan, hal yang perlu
diperhatikan adalah memastikan bahwa jalur pipa tersebut hanya boleh melayani
biodiesel, minyak solar, dan B30 secara bergantian. Hal penting lainnya adalah
pemilihan material perpipaan yang kompatibel dengan biodiesel (lihat subbab 3.8.2).
4.11 Rekomendasi Tangki Penyimpan dan Aksesoris Pendukung
Sistem proteksi merupakan bagian dalam penanganan biodiesel/campuran
biodiesel untuk menjaga kualitas bahan bakar dalam proses penyimpanan. Selain
kompatibilitas material dan pelaksanaan good storage housekeeping practices, proses
penyimpanan juga harus didukung infrastruktur yang baik dan terukur, baik material
sistem penyimpanan maupun aksesoris lainnya seperti proteksi (cat tangki, N2
blanketing, dan desain tangki).

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 70


Gambar 4. 18 Contoh Konstruksi dan Kelengkapan Tangki Pencampur dan/atau
Penyimpan Biodiesel/B30

Selain konstruksi tangki yang ideal untuk biodiesel/B30, penempatan bahan


bakar di tangki penyimpan wajib memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan,
khususnya untuk wilayah dengan temperatur lingkungan relatif tinggi.

Beberapa hal yang dapat ditambahkan untuk keamanan penyimpanan antara lain:
 Pelapisan tangki dengan cat reflektor
Pemilihan cat reflektor atau cat warna yang memantulkan paparan panas matahari
dianggap mampu menahan serapan panas ke bahan bakar yang berada dalam
tangki penyimpan. Beberapa pilihan warna seperti putih atau abu-abu muda
umumnya digunakan untuk pelapis tangki penyimpan.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 71


Gambar 4. 19 Tangki dengan Pelapisan Cat Reflektor (lokasi: PT Adaro Indonesia)

 Air pendingin dinding permukaan tangki (Water Sprinkler)


Air pendingin akan dialirkan di permukaan luar tangki apabila terdeteksi adanya
panas berlebih pada bahan bakar yang tersimpan dalam tangki. Dikhawatirkan
bahan bakar ini akan terbakar dengan sendirinya apabila tercapai titik nyalanya.
Sebagai langkah preventif, hal ini dapat dicegah dengan pelapisan tangki dengan
cat reflektor.

Gambar 4. 20 Instalasi Air Pendingin untuk Pendinginan Tangki Penyimpan saat terjadi
Peningkatan Temperatur (lokasi: PT Adaro Indonesia

 Bund wall di area sekeliling tangki penyimpan


Bund wall adalah bangunan tanggul yang berfungsi sebagai tempat penampungan
sementara jika dinding tangki bocor atau terjadi tumpahan minyak. Kapasitas bund
wall adalah 1,5 x dari kapasitas tangki terbesar. Bund wall dilengkapi kerangan
yang berfungsi untuk mengalirkan air hujan yang tertahan didalam bund wall.
Untuk mendeteksi kebocoran dasar tangki dibutuhkan sumur pantau yang berjarak
2-5 meter dari area bund wall.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 72


Gambar 4. 21 Area Bund Wall di Sekeliling Tangki Penyimpan (lokasi: PT Adaro
Indonesia)

 Penampungan air buangan dari dasar tangki


Salah satu prosedur tank cleaning yang paling sederhana adalah pengeluaran
sejumlah air dari dasar tangki melalui saluran drain. Air buangan ini tidak boleh
dibuang langsung ke lingkungan karena termasuk kategori limbah B3 dan harus
dinormalisasi di bak penampungan sementara, sebelum lumpurnya dibuang oleh
pihak pengolah limbah.

Gambar 4. 22 Bak Penampungan untuk Air Buangan (lokasi: Dipo KAI Tarahan)

 Automatic Tank Gauge (ATG)


Automatic Tank Gauge (ATG) merupakan perangkat elektronik yang berfungsi
memberikan informasi mengenai level bahan bakar di dalam tangki selama periode
waktu tertentu dan dapat memperingatkan operator ketika volume tangki terlalu
tinggi ataupun telah mencapai titik minimum. Adapun ATG juga dirancang dalam
mengumpulkan berbagai informasi lainnya, seperti deteksi kebocoran, memonitor
suhu dan memonitor volume air yang dapat memberikan informasi untuk
pelaksanaan drain pada dasar tangki. Penggunaan ATG dalam pengukuran level

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 73


air pada campuran biodiesel di tangki storage harus dilakukan kalibrasi untuk
memastikan akurasi pengukuran.

Gambar 4. 23 Visualisasi ATG dan Penempatannya pada Tangki Penyimpan

 Nitogen (N2) Blanketing System


1) Pada Moda Kapal
Dalam upaya menjaga kualitas biodiesel selama proses pengiriman, kapal
pembawa biodiesel sebaiknya dilengkapi dengan instalasi N2 blanketing system. Gas
nitrogen berfungsi untuk menggantikan oksigen yang terkandung dalam vapor space di
atas badan cairan biodiesel di dalam palka. Pemilihan gas nitrogen ini merujuk pada
sifatnya yang tergolong gas inert, secara kimiawi berikatan rangkap tiga, dan memiliki
reaktivitas yang rendah. Nitrogen kerap digunakan untuk menyelimuti (blanketing)
bahan reaktif dari kontak dengan oksigen. Hal ini secara signifikan dapat mengurangi
resiko ledakan pada kapal.

Gambar 4. 24 Jalur Perpipaan Gas N2 pada Kapal

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 74


Gas nitrogen diproduksi oleh onsite nitrogen generator yang diinstalasi pada
sistem kapal. Generator ini dilengkapi dengan oxygen analyzer yang berfungsi
mendeteksi level oksigen, apabila level oksigen dalam palka meningkat, maka secara
otomatis gas nitrogen akan diinjeksikan ke palka tujuan.

Gambar 4. 25 Ilustrasi Suplai Gas N2 pada Kompartemen Kapal

2) Pada Tangki
Selain pada kompartemen/palka kapal, instalasi sistem blanketing inert gas
dapat pula dilakukan pada tangki darat, yang umumnya menggunakan gas N 2 karena
dinilai murah dan mudah didapatkan. Telah disebutkan pada subbab 4.7.1 bahwa
tangki penyimpan biodiesel sebaiknya ditambahkan instalasi N 2 blanketing. Gambar
4.27 mengilustrasikan tangki penyimpan yang dilengkapi dengan N 2 blanketing.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 75


Gambar 4. 26 Ilustrasi Tangki Penyimpan dengan Fasilitas N2 Blanketing

Sistem blanketing tangki umumnya ditemukan pada tangki fixed roof. Sistem
ini mencakup katup/valve untuk mengontrol input N2 ke tangki, katup disesuaikan untuk
mempertahankan tekanan positif konstan kecil di ruangan uap (vapor space). Dalam
kondisi statis, katup ditutup sehingga mematikan aliran. Apabila terjadi kebocoran,
tekanan akan turun dan untuk mengimbangi, N2 akan terinjeksi secara otomatis untuk
menggantikan gas yang terlepas. Demikian pula jika temperatur turun, terjadi
penurunan tekanan di vapor space dan N2 akan mengalir ke tangki.
Saat mengosongkan tangki, laju aliran N 2 yang signifikan dapat terjadi,
sehingga sangat penting untuk mempertahankan tekanan positif dalam tangki. Apabila
laju pemompaan tangki lebih tinggi dari kecepatan penggantian aliran N 2, maka
tekanan negatif dapat menyebabkan kerusakan pada tangki.
4.12 Aspek Keselamatan Kerja
Biodiesel memiliki tingkat keamanan penyimpanan yang tinggi dibandingkan minyak
o o
solar, dimana titik nyala biodiesel di atas 100 C sedangkan minyak solar berkisar 52-96 C.
Adapun B30 memiliki titik nyala di antaranya.
Biodiesel dapat dipadamkan dengan kimia kering, busa, halon, CO2, atau water spray.
Kain yang basah dengan minyak dapat menimbulkan kebakaran secara spontan apabila tidak
ditangani dengan benar. Sebelum dibuang, kain tersebut harus dicuci dengan sabun dan air,
kemudian dikeringkan di area yang memiliki ventilasi baik. Biodiesel akan terbakar jika

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 76


didekatkan dengan api, oleh karena itu harus dijauhkan dari faktor pemicunya (oxidazing
agents, kelebihan panas, dan sumber api). Selain itu, tumpahan biodiesel harus segera
dibersihkan, karena dapat merusak beberapa cat kendaraan, mesin, bahkan aspal. Semua
bahan yang digunakan untuk menyerap atau membersihkan tumpahan biodiesel harus
diperlakukan sebagai bahan yang mudah terbakar dan disimpan di tempat yang aman.
Sebelum melakukan penanganan bahan bakar biodiesel atau bahan bakar yang
mengandung biodiesel, pelajari MSDS biodiesel/B30. Dokumen MSDS dikeluarkan oleh pihak
produsen/penjual dari biodiesel ataupun B30.
Biodiesel, selain digunakan untuk bahan bakar motor diesel, dapat pula digunakan
sebagai pelarut. Oleh karenanya, biodiesel dapat membersihkan karat dan kerak karbon yang
menempel pada pipa dan ruang bakar pada mesin. Selanjutnya, biodiesel dapat
mempengaruhi beberapa produk yang terbuat material seperti plastik PVC, polisterin, karet
alami, metal tembaga, seng, timah, timbal dan cetakan besi. Sehingga pemilihan material
yang kontak langsung dengan biodiesel perlu diperhatikan agar tidak memberikan kerugian
dan dampak negatif lainnya. Biodiesel dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, dan iritasi
bila terhirup atau tertelan. Biodiesel merupakan bahan yang dapat terbakar bila terdapat
percikan api.
Informasi mengenai tipe bahan bakar, misalnya Biodiesel, Minyak Solar, dan B30 perlu
dicantumkan pada tangki penyimpanan, kendaraan pengangkut maupun SPBU. Pada
umumnya, transportasi Biodiesel murni tidak memerlukan tanda berbahaya seperti tanda
o o
mudah terbakar karena titik nyala biodiesel yang lebih dari 93 C (100 C SNI), sedangkan
transportasi B30 wajib disertai dengan tanda bahaya pada badan truk. B30 tercatat memiliki
titik nyala minimum 52, apabila bahan bakar campuran yang mengandung biodiesel
o
mempunyai titik nyala di antara 60-93 C, bahan bakar tersebut digolongkan ke dalam
kelompok “Physical Hazard Category 3 (Combustible Liquid)” atau mudah terbakar [19],
seperti label yang diilustrasikan pada Gambar 4.28.

Gambar 4. 27 Label Tanda Bahaya untuk B30 berdasarkan Kategori Titik Nyala

4.13 Operator Pelaksana


Selain berbagai petunjuk dan prosedur teknis dalam penanganan dan
penyimpanan biodiesel/B30, pihak pelaksana juga harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik mengenai sifat dan karakteristik biodiesel dan B30.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 77


Beberapa hal yang harus dipersiapkan dan dipahami, antara lain:
1. Sifat dan karakteristik biodiesel dan B30,
2. Potensi kerusakan/degradasi biodiesel/B30 akibat kesalahan penanganan,
3. Tata cara sampling dan pengujian biodiesel/B30,
4. Tata cara penerimaan, penyimpanan, pencampuran, dan penyaluran biodiesel,
5. Aspek keselamatan kerja dalam penanganan biodiesel/B30.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan


adalah dengan mengikuti sejumlah pelatihan. Berikut ini beberapa pelatihan yang
dapat diikuti oleh operator lapangan maupun laboratorium, antara lain:
1. Pelatihan Sertifikasi Kompetensi Petugas Pengambil Contoh (PPC)
2. Pelatihan Sertifikasi Kompetensi Laboratorium Pengujian Migas

4.14 Penanganan Keadaan Darurat


Tumpahan minyak (oil spill) adalah perilisan sebuah cairan hidrokarbon ke
dalam lingkungan akibat kegiatan manusia, hal ini tentunya merupakan suatu bentuk
polusi. Istilah ini sering merujuk kepada tumpahan minyak di laut, dimana minyak
dilepaskan ke laut atau perairan pesisir. Tumpahan minyak produk minyak olahan
seperti minyak solar dan bensin dapat berasal dari kapal penyalur maupun penyimpan
(floating storage).
Tumpahan minyak dapat memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan untuk
membersihkannya. Pembersihan dan pemulihan dari tumpahan minyak tergantung
banyak faktor, termasuk jenis minyak yang tumpah, temperatur air (pengaruh
penguapan dan biodegradasi), dan jenis garis pantai.
Untuk tumpahan B30, pembersihan merujuk pada pembersihan minyak solar,
sebagai berikut:
A. Metode untuk membersihkan tumpahan B30 yang terjadi di lautan adalah sebagai
berikut:
 Bioremediasi yaitu dengan mempercepat proses yang terjadi secara alami,
misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah
komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2, air dan
biomassa. Selain memiliki dampak lingkungan kecil, cara ini bisa mengurangi
dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa
diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil,
dan tidak efektif untuk diterapkan di lautan.
 Bioremediasi accelerator dengan menggunakan zat kimia oleofilik, zat kimia
hidrofobik, yang secara kimia dan fisik akan menimbulkan pertumbuhan dari
mikrooraganisme untuk mengurangi kadar hidrokarbon seperti minyak atau oli.
 Dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan minyak menjadi tetesan
kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 78


dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang
disebut surfaktan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa beberapa dispersan
kimiawi beracun untuk terumbu karang.
 In-situ burning: adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga
mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut,
penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang
dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan
ketersediaan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau
barrier yang tahan api. Beberapa kendala dari cara ini adalah pada peristiwa
tumpahan besar yang memunculkan kesulitan untuk mengumpulkan minyak
dan mempertahankan pada ketebalan yang cukup untuk dibakar serta
evaporasi pada komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi lain, residu
pembakaran yang tenggelam di dasar laut akan memberikan efek buruk bagi
ekologi.
 Vacuum dan centrifugal: Minyak dapat disedot bersamaan dengan air,
kemudian centrifugal pada alat dapat digunakan untuk memisahkan minyak
dari air dan dapat memungkinkan kapal tanker untuk diisi dengan minyak
murni. Biasanya, air dikembalikan ke laut. Alat ini juga membuat proses lebih
efisien, tetapi memungkinkan sejumlah kecil minyak untuk kembali lagi.
Masalah ini telah menghambat penggunaan centrifugal karena peraturan di
negara Amerika Serikat yang membatasi jumlah minyak yang kembali ke laut.
Selain tumpahan minyak, potensi permasalahan yang kerap terjadi adalah
kontaminasi air mulai dari skala kecil hingga besar yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan produk bahan bakar, baik biodiesel maupun B30 mengingat sifat
biodiesel yang higroskopik dan dapat melarutkan sejumlah air. Kontaminasi air dalam
biodiesel dapat dibedakan menjadi dua yaitu air bebas (free water) dan air terlarut
(dissolved water). Air bebas merupakan air yang tidak tidak terikat secara fisik atau
kimia dalam bahan bakar, air ini juga merupakan media perkembangan mikroba. Air
bebas dapat dengan mudah dipisahkan secara gravitasi maupun beberapa peralatan
mekanikal. Sedangkan air terikat adalah air yang terikat secara fisik atau kimia dalam
bahan bakar, dan tidak dapat digunakan sebagai media tumbuh kembang mikroba.
Gambar 4.28 menunjukkan beberapa pilihan peralatan mekanikal untuk memisahkan
air bebas dan terikat. Untuk mengatasi permasalahan kontaminasi air dalam upaya
mempertahankan kualitas biodiesel/B30 di lapangan, beberapa langkah korektif
(corrective action) yang dapat dilakukan misalnya dengan instalasi produk mekanikal
dan kimia, misalnya:
1) Centrifuge
Sentrifugal (centrifuge) merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan
densitas masing-masing komponen terhadap gaya sentrifugal. Fungsi gaya
sentrifugal adalah memperbesar efek gravitasi. Kelebihan metode centrifuge
adalah area yang dibutuhkan sedikit, waktunya cepat, prosesnya kontinu, efektif,
namun peralatannya relatif mahal.
2) High Flowrater Filter

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 79


Merupakan filter yang memiliki desain spesifik untuk menyaring kontaminasi
partikulat padatan untuk aplikasi volume dan laju alir/flowrate tinggi. HFRF terdiri
dari media filter dan konfigurasi elemen filter tertentu yang memungkinkan
penggunaan elemen filter yang lebih sedikit dan housing yang tidak terlalu besar.

Ada dua aspek yang harus diperhatikan saat menentukan ukuran sistem filtrasi,
yaitu:
 Efisiensi filter tunggal, karena elemen filter harus membersihkan kontaminan
dalam satu aliran (single pass)
 Konsumsi bahan bakar (per tahun) dan konsentrasi kontaminan yang ingin
dihilangkan
3) Coalescer/Separator
Merupakan sistem pemisahan yang terdiri dari dua elemen untuk proses
penyaringan dua tahap (multi stage filtration). Pada tahap awal, bahan bakar yang
terkontaminasi (karat, lumpur, kotoran, dan air terikat) akan difiltrasi
(pemisahan/coalescing terjadi ketika tetesan air terkumpul dalam media
penampung). Sedangkan air bebas (free water) akan dipisahkan pada filtrasi tahap
kedua, sehingga akhirnya dihasilkan bahan bakar solar yang bebas pengotor.
4) Rock Salt Filter Absorb
Merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan penyerapan air yang tinggi dari
suatu bahan bakar, umumnya digunakan pada sistem penyimpanan jet fuel.
Garam-garam ini akan menyerap air dari bahan bakar dan mengemulsikannya
selanjutnya akan terdekantasi secara alami untuk dikeluarkan secara
regular/periodik.

Gambar 4.28 Beberapa Pilihan Teknologi Penghilangan Air dalam Bahan Bakar

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 80


PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 81
BAB V. REKOMENDASI UMUM

Dalam upaya pelaksanaan operasional penyiapan B30 yang handal, aman, dan ramah
lingkungan, semua pihak yang terlibat dalam rantai pasokan (supply chain) B30 yang
meliputi produsen biodiesel dan penyedia minyak solar, serta pencampur, penyalur,
dan penyimpan B30 diharapkan memahami hal-hal sebagai berikut:
(1) Sifat dan karakteristik dasar biodiesel dan campurannya, utamanya penyebab
akselerasi degradasi biodiesel dan campurannya.
(2) Produsen (BU BBN)
 Memproduksi biodiesel sesuai dengan standar mutu SK Dirjen EBTKE No.
189.K/10/DJE/2019 dan perubahannya,
 Melaksanakan prosedur penyimpanan biodiesel sesuai dengan sifat dan
karakteristik biodiesel, serta sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan.
- Diawali dengan pemilihan material penyimpanan dan penyaluran
yang sesuai dengan sifat dan karakteristik biodiesel,
- Melaksanakan manajemen penanganan dan penyimpanan
biodiesel seperti draining air secara rutin, pemeriksaan strainer
pompa, tank cleaning secara berkala, dan lainnya.
- Melakukan monitoring kualitas bahan bakar dalam skala minggu,
bulan, dan triwulan,
- Tangki penyimpanan biodiesel sebaiknya dilengkapi dengan
instrumen automatic tank gauge (ATG) untuk memonitor
kandungan air dalam badan cairan. Khusus untuk tangki
penyimpan biodiesel, instalasi N2 blanketing system dapat
ditambahkan untuk mencegah peningkatan kandungan air selama
masa penyimpanan.
 Memastikan Biodiesel yang disalurkan on spec hingga titik serah yang
ditetapkan, termasuk menyertakan dokumen CoA/CoQ saat loading Biodiesel
ke kompartemen kapal atau truk maupun jalur perpipaan
 Apabila penyaluran dilakukan oleh produsen, maka produsen wajib
memastikan moda penyaluran bebas dari kontaminasi air yang dapat
menyebabkan degradasi hingga kerusakan biodiesel.
- Melakukan tank cleaning kompartemen kapal/truk sebelum
digunakan untuk transportasi biodiesel.
- Apabila diperlukan, melakukan injeksi gas N2 pada kompartemen
kapal dengan waktu pengiriman yang relatif panjang.
(3) Pencampur (BU)
 Memastikan biodiesel yang diterima dari BU BBN dan yang akan dicampurkan
ke dalam minyak solar memenuhi standar mutu SK Dirjen EBTKE No.
189.K/10/DJE/2019 dan perubahannya, dengan cara:
- Rekonfirmasi CoA/CoQ yang disertakan pada pengiriman,
- Memverifikasi penerimaan atau penolakan biodiesel berdasarkan
ketetapan hasil uji laboratorium.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 82


 Memastikan minyak solar yang akan dicampurkan memenuhi standar mutu SK
Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020 dan/atau perubahannya.
- Rekonfirmasi CoA/CoQ yang disertakan pada pengiriman.
 Mengoptimalkan teknik pencampuran (blending) untuk memenuhi target
persentase pencampuran,
- Terdapat 4 pilihan teknik pencampuran: in-line blending,
sekuensial in-tank blending, sekuensial in-truck blending, dan
sekuensial in-vessel blending,
- Teknik pencampuran yang direkomendasikan adalah in-line
blending dengan static mixer karena dapat memberikan akurasi
persentase campuran tertinggi. Namun, teknik lainnya juga dapat
dioptimasi untuk meningkatkan akurasi persentase campuran,
seperti pencampuran yang dilengkapi dengan pengadukan,
sirkulasi ataupun instalasi diffuser, pemuatan bahan bakar diawali
biodiesel dan dilanjutkan minyak solar, dan pemuatan melalui
bottom loading yang dapat memberikan efek peningkatan
homogenitas campuran.
 Mencampurkan biodiesel ke dalam minyak solar dengan target persentase
30% ± 1,5% (setara 28,5-31,5%-vol) dan memastikan produk B30 yang
dihasilkan sesuai dengan standar mutu dan spesifikasi B30 sesuai SK Dirjen
Migas No. 146.K/10/DJM/2020 dan/atau perubahannya,
 Melaksanakan prosedur penyimpanan biodiesel dan B30 sesuai dengan sifat
dan karakteristik biodiesel, serta sesuai dengan kaidah-kaidah yang
ditetapkan.
- Diawali dengan pemilihan material penyimpanan dan penyaluran
yang sesuai dengan sifat dan karakteristik biodiesel,
- Melaksanakan manajemen penanganan dan penyimpanan
biodiesel dan B30 seperti draining air secara rutin, pemeriksaan
strainer pompa, tank cleaning secara berkala, dan lainnya.
- Melakukan monitoring kualitas bahan bakar dalam skala minggu,
bulan, dan triwulan,
- Tangki penyimpanan biodiesel dan B30 sebaiknya dilengkapi
dengan instrumen automatic tank gauge (ATG) untuk memonitor
kandungan air dalam badan cairan. Khusus untuk tangki
penyimpan biodiesel, instalasi N2 blanketing system dapat
ditambahkan untuk mencegah peningkatan kandungan air selama
masa penyimpanan.
(4) Penyalur (BU BBM)
 Menyalurkan B30 kepada konsumen akhir sesuai dengan spesifikasi B30
berdasarkan SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020 dan/atau
perubahannya,
 Memastikan moda penyaluran bebas dari kontaminasi khususnya kandungan
air yang dapat menyebabkan degradasi hingga kerusakan B30.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 83


- Melakukan tank cleaning kompartemen kapal/truk dan jalur
perpipaan (pipelines) sebelum digunakan untuk transportasi B30.
- Melakukan monitoring rutin terhadap manhole dari truk, kapal,
maupun potensi kebocoran kompartemen kapal/truk maupun
pipelines.
(5) Penyimpan
Kesesuaian Infrastruktur Utama dan Pendukung untuk Pelaksanaan Operasional
Penyiapan Bahan Bakar Campuran Biodiesel (B30)
 Memilih material tangki penyimpan, jalur perpipaan, dan pompa yang sesuai
dengan sifat dan karakteristik biodiesel/B30,
 Konstruksi tangki penyimpan biodiesel dan B30 sebaiknya fixed roof dengan
model dasar tangki cone down/fall at centers/slope,
 Melaksanakan prosedur penyimpanan biodiesel dan B30 sesuai dengan sifat
dan karakteristik biodiesel, serta sesuai dengan kaidah-kaidah yang
ditetapkan.
- Melaksanakan manajemen penanganan dan penyimpanan
biodiesel dan B30 seperti draining air secara rutin, pemeriksaan
strainer pompa, tank cleaning secara berkala, dan lainnya.
- Melakukan monitoring kualitas bahan bakar dalam skala minggu,
bulan, dan triwulan,
 Tangki penyimpan biodiesel dan B30 sebaiknya dilengkapi dengan: draining
valve yang berfungsi baik, outlet valve berada level yang lebih tinggi (di atas
meja ukur), fasilitas ATG untuk deteksi kandungan air, cat reflektor untuk
mencegah paparan panas berlebih, bund wall untuk deteksi kebocoran, water
sprinkler untuk pendinginan apabila terjadi peningkatan panas berlebih dalam
tangki penyimpan, dan kolam retensi untuk menampung air buangan dari
dasar tangki.
(6) Kompetensi Sumber Daya Manusia
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan SDM yang terlibat dalam
kegiatan rantai pasokan B30 adalah dengan mengikuti sejumlah pelatihan.
Beberapa pelatihan yang dapat diberikan kepada operator pelaksana antara lain:
 Pelatihan Sertifikasi Kompetensi Petugas Pengambil Contoh (PPC)
 Pelatihan Sertifikasi Kompetensi Laboratorium Pengujian Migas

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 84


REFERENSI

[1] Kebijakan Energi Nasional, dengan tujuan untuk mengarahkan upaya-upaya


dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri, K. ESDM PP No. 79
Tahun 2014, 2014.
[2] Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang
Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain, K. ESDM Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2015, 2015.
[3] Biodiesel, 2015.
[4] T. Sitanggang, "Indonesia Palm Oil Supply and Demand," in IPOC 2018 ed. Bali,
2018.
[5] Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel
sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri DJEBTKE-ESDM
SK Dirjen EBTKE No. 189.K/10/DJE/2019 2019.
[6] C. R. Martin Mittelbach, "II. Fuel properties, quality specifications and fuel analysis
for biodiesel and fossil diesel," in Biodiesel: The Comprehensive Handbook vol.
116-1331 ed. (no. 1) Austria: Boersedruck Ges.m.b.H, Vienna, 2004.
[7] B. Migas, "Komoditas BBM," ed, 2019.
[8] Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang
Dipasarkan di Dalam Negeri, D. Migas SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020,
2020.
[9] (2017). Pedoman Umum Penanganan dan Pencampuran Biodiesel (B100) dan
Campuran Biodiesel (B-XX). Available:
http://ebtke.esdm.go.id/post/2018/08/29/2002/pedoman.umum.penanganan.dan.p
enyimpanan.bahan.bakar.biodiesel.b100.dan.campuran.biodiesel.bxx
[10] T. L. A. a. R. L. McCormick, "Biodiesel Handling and Use Guide (Fifth Edition),"
National Renewable Energy Laboratory, USA2016, Available:
cleancities.energy.gov/publications, Accessed on: February 1st, 2020.
[11] C. R. Martin Mittelbach, "Fuel Stability," in Biodiesel The Comprehensive
Handbook1 ed. (Fuel Properties, Quality Specifications and Fuel Analysis for
Biodiesel and Fossil Fuel no. 1) Austria: Boersedruck Ges.m.b.H, Vienna, 2004,
p. 148.
[12] Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Di Bidang Kegiatan
Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi Secara Wajib, D. Migas PERMEN ESDM No.
05 Tahun 2015 2015.
[13] Manual Sampling of Petroleum and Petroleum Products 2019.
[14] Guidelines for the Sampling of Fuel Oil for Determination of Compliance with
Annex VI of MARPOL 73/78, 2002.

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 85


[15] Internal Cleaning of Fuel Tanks, ISBN 0 11 772489 0, 1996.
[16] F. J. A. Burgmejer, D. Van der Corput, and M. H. De Heer, Tank Cleaning Guide:
Compiled and Published by Dr. A. Verwey Chemical Laboratories &
Superintendence Company Rotterdam 2007. Chemical Laboratory, 2007.
[17] Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar
Nabati Jenis Biodiesel Serta Alokasi Besaran Volume untuk Pencampuran Bahan
Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari-Desember 2020, 2019.
[18] Operation and Maintenance Manual, SEBU9074-04, 2019.
[19] T. U. N. E. C. f. E. (UNECE), Globally Harmonized System of Classification and
Labelling of Chemicals (GHS), New York: United Nations, 2017. [Online].
Available:
https://www.unece.org/fileadmin/DAM/trans/danger/publi/ghs/ghs_rev04/English/S
T-SG-AC10-30-Rev4e.pdf. Accessed on February 16th, 2020.
[20] Department of Defense Standard Practice Quality Assurance/Surveillance for
Fuels, Lubricants and Related Products. [Online]. Available: https://assist.dla.mil -
- Downloaded: 2016-04-13T18:46Z. Accessed on February 12th, 2020.
[21] Solikhah, M.D, Amri, K. and Fariza, O. Relations Between Parameters in SNI
Biodiesel: Total Glycerol, Ester Content, Viscosity and Temperature Distillation on
Biodiesel from Palm Oil and Jatropha. [Online]. Available:
https://www.researchgate.net/deref/http%3A%2F%2Fdx.doi.org%2F10.13140%2F
R.2.1.4528.5922
[22] Karuana, F., Barus, B.R., Wimada, A. R. Kajian Penggunaan Helical Static Mixer
pada In-line Blending dalam Proses Pencampuran Biodiesel dan Minyak Solar di
Area Pertambangan. e-ISSN: 2460-8416 [Online]. Available:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/view/3522

[23] BPPT, Laporan Kajian Kompatibilitas Material B30 dan B40, September 2020

[24] Laporan Akhir Uji Jalan (Road test) Penggunaan Bahan Bakar B30 pada
Kendaraan Bermesin Diesel

PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 86


LAMPIRAN 1
Material Safety Data Sheet (MSDS) Biodiesel

86
PT. CEMERLANG ENERGY PERKASA

MATERIAL SAFETY DATA SHEET

1. CHEMICAL PRODUCT
General Product Name: Biodiesel
Synonyms: Fatty Acid Methyl Ester
Product Description: Methyl Esters from Palm Oil
CAS Number: 67784-80-9

2. COMPOSITION/INFORMATION ON INGREDIENTS
This product contains no hazardous materials.

3. HAZARDS INDENTIFICATION

Potential Health Effect:

INHALATION:
Negligible unless heated to produce vapors. Vapors or finely misted materials may irritate the mucous
membranes and irritation, dizziness, and nausea. Remove to fresh air.

EYE CONTACT:
May cause irritation. Irrigate eye with water for at least 15 to 20 minutes. Seek medical attention if
symptoms persist.

SKIN CONTACT:
Prolonged or repeated contact is not likely to cause significant skin irritation. Material is sometimes
encountered at elevated temperatures. Thermal burns are possible.

INGESTION:
No hazards anticipated from ingestion incidental to industrial exposure.

4. FIRST AID MEASURES

EYES:
Irrigate eyes with a heavy stream of water for at least 15 to 20 minutes.

SKIN:
Wash exposed areas of the body with soap and water.

INHALATION:
Remove from area of exposure, seek medical attention if symptoms persist.

INGESTION
Give one or two glasses of water drink. If gastro-intestinal symptoms develop, consult medical
personnel. (Never give anything by mouth to an unconscious person.)
PT. CEMERLANG ENERGY PERKASA

MATERIAL SAFETY DATA SHEET

5. FIRE FIGTHING MEASURES

Flash Point (Method Used): 100.0° C min (ASTM 93)


Flammability Limits: None known
EXTINGUISHING MEDIA:
Dry chemical, foam, halon , CO2, water spray (fog). Water stream may splash the burning liquid and
spread fire.

SPECIAL FIRE FIGHTING PROCEDURES:


Use water spray to drums exposed to fire.

UNUSUAL FIRE AND EXPLOSION HAZARDS:


Oil soaked rags can cause spontaneous combustion if not handled properly. Before disposal, wash
rags with soap and water and dry in well ventilated area. Firefighters should use self contained
breathing apparatus to avoid exposure to smoke and vapor.

6. ACCIDENTAL RELEASE MEASURES SPILL CLEAN-UP PROSEDURES


Remove sources of ignition, contain spill to smallest area possible. Stop leak if possible. Pick up small
spills with absorbent materials such as paper towels, "Oil Dry", sand or dirt. Recover large spills for
salvage or disposal. Wash hard surfaces with safety solvent or detergent to remove remaining oil film.
Greasy nature will result in a slippery surface.

7. HANDLING AND STORAGE


Store in closed container between 50° F and 120° F.
Keep away from oxidizing agents, excessive heat, and ignition sources.
Store and use in will ventilated areas.
Do not store or use near heat, spark, or flame, store out of sun.
Do not puncture, drag, or slide this container.
Drum is not a pressure vessel; never use pressure to empty.

8. EXPOSURE CONTROL/PERSONAL PRPTECTION

RESPIRATORY PROTECTION:
If vapours or mists are generated, wear a NIOSH approved organic vapor/mist respirator.

PROTECTIVE CLOTHING:
Safety glasses, goggles, or face shield recommended to protect eyes from mists or splashing PVC
coated gloves recommended to prevent skin contact.
PT. CEMERLANG ENERGY PERKASA

MATERIAL SAFETY DATA SHEET

OTHER PROTECTIVES MEASURES:

Employees must practice good personal hygiene, washing exposed areas of skin several times daily
and laundering contaminated clothing before re-use.

9. PHYSICAL AND CHEMICAL PROPERTIES

Boiling point, 760 mm Hg:>200° C


Melting point : 17.5 oC
Volatiles, % by Volume: <2
Specific Gravity (H2 O = 1): 0.88
Solubility in H2O, % by Volume: insoluble
Vapour Pressure, mm Hg: <2
Evaporation Rate, Butyl Acetate=1: <1
Vapour Density, Air=1: >1
Appearance and Odour : pale yellow liquid, mild odour

10. STABILITY AND REACTIVITY

GENERAL:
This Product is stable and hazardous polymerization will not occur.

INCOMPATIBLE MATERIALS AND CONDITIONS TO AVOID:


Strong oxidizing agents

HAZARDOUS DECOMPOSITION PRODUCTS:


Combustion produces carbon monoxide carbon dioxide along with thick smoke.

11. DISPOSAL CONSIDERATIONS

WASTE DISPOSAL:
Waste may be disposed of by a licensed waste disposal company. Contaminated absorbent material
may be disposed of in approved landfill. Follow local, state and federal disposal regulations.

12. ECOLOGICAL INFORMATION – No information

13. TOXICOLOGICAL INFORMATION – No information

14. TRANSPORT INFORMATION


PT. CEMERLANG ENERGY PERKASA

MATERIAL SAFETY DATA SHEET

UN HAZARD CLASS: N/A


NMFC (National Motor Freight Classification):
PROPER SHIPPING NAME: Fatty acid ester
INDENTIFICATION NUMBER: 144920
SHIPPING CLASSIFICATION: 65

15. REGULATION INFORMATION

OSHA STATUS:
This product is not hazardous under the criteria of Federal OSHA Hazard Communication Standard
29 CFR 1910.1200. However, thermal processing and decomposition fumes from this product maybe
hazardous as noted in Section 2 and 3.

TSCA STATUS:
This product is listed on TSCA.

CERCLA (Comprehensive Response Compensation and Labiality Act):


Section 312 Extremely Hazardous Substances:
None
Section 311/312 Hazard Categories:
Non-hazardous under Section 311/312
Section 313 Toxic Chemicals:
None

RCRA STATUS:
If discarded in its purchased form, this product would not be a hazardous waste either by listing or by
characteristic. However, under RCRA, it is the responsibility of the product user to determine at the
time of disposal, whether material containing the product should be classified as a hazardous waste.
(40 CFR 261.20-24)

CALIFORNIA PROPOSITION 65:


The following statement is made in order to comply with the California Safe Drinking Water and
Toxic Enforcement Act of 1986. This product contains no chemical known to the state of California to
cause cancer.

16. OTHER INFORMATION

This information relates only to the specific material designated and may not be valid to such material
used in combination with any other materials or in any other process. Such information is to the best
of the company's knowledge and believed accurate and reliable as of the date indicated. However, no
representation, warranty or graduate of any kind, express or implied, is made as to its accuracy,
reliability or completeness and we assume no responsibility for any loss, damage or expense, direct or
consequential, arising out of use. It is the user's responsibility to satisfy himself as to the suitableness
and completeness of such information for his own particular use.
LAMPIRAN 2
Material Safety Data Sheet (MSDS) B30

SEPTEMBER 2020 | PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 93
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 1 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
1. IDENTIFIKASI
Nama Produk : Biosolar
Nama Lain : Biosolar B30, Biodiesel Blend, Campuran Biodisel,
Automotive Diesel Fuel), High Speed Diesel Fuel,
HSD, Gasoil, Marine Gas Oil (MGO), Automotive
Gas Oil (AGO atau Distillate Diesel Fuel
Anjuran dan : Digunakan untuk bahan bakar mesin diesel dengan
Pembatasan putaran tinggi dan sebagian putaran menengah.
Penggunaan Tidak untuk digunakan sebagai bahan bakar
kendaraan yang menggunakan mesin bensin.
Produsen : PT Pertamina (Persero)
Jl. Medan Merdeka Timur
1A Jakarta Pusat Kode
Pos 10110 Telepon: 1500-
000
Email: pcc@pertamina.com
Nomor Telepon Darurat : 1500-000

2. IDENTIFIKASI BAHAYA
Klasifikasi Bahaya Produk : Cairan mudah menyala,
Kategori 3 Bahaya aspirasi,
Kategori 1 Korosi/iritasi kulit,
Kategori 2 Toksisitas akut,
inhalasi, Kategori 4
Karsinogenisitas, Kategori 2
Toksisitas pada organ sasaran spesifik (pada paparan
berulang), Kategori 2
Bahaya akuatik kronis atau jangka panjang, Kategori
2
Kata Sinyal : Awas
Pernyataan Bahaya : Bahaya Fisik
H226 – Cairan dan uap mudah menyala.
Bahaya Kesehatan
H304 – Dapat menyebabkan kematian jika tertelan
dan
masuk ke dalam saluran/jalan napas.
H315 – Menyebabkan iritasi kulit.
H332 – Berbahaya jika terhirup.
H351 – Diduga menyebabkan
kanker.
H373 – Mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada
organ melalui paparan yang lama atau berulang.
Bahaya Lingkungan
H411 – Toksik pada ekosistem air dengan efek
berkepanjangan.
Pernyataan kehati-hatian : Pencegahan

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
P202 – Jangankemenangani produk sampai
2 dari 12
semua
tindakan
pencegahan keselamatan dibaca dan dipahami.
P210 – Jauhkan dari panas/percikan/api terbuka
/permukaan yang panas. Dilarang merokok.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 3 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
2. IDENTIFIKASI BAHAYA
P233 – Jaga wadah tertutup rapat.
P240 – Lakukan “Ground/Bond” pada wadah dan
peralatan penerima.
P241 – Gunakan peralatan
kelistrikan/ventilasi/ pencahayaan yang tahan
ledakan.
P242 – Hanya gunakan peralatan yang tidak
menimbulkan percikan api.
P243 – Ikuti petunjuk pencegahan listrik statis.
P260 – Jangan menghirup
debu/fume/gas/mist/uap/spray dari produk.
P264 – Cuci tangan yang benar setelah menangani
produk. P271 – Hanya gunakan produk di luar
ruangan atau di dalam ruangan yang ventilasinya
sudah baik.
P273 – Hindari produk agar tidak mencemari
lingkungan. P280 – Gunakan sarung tangan
pelindung /pakaian pelindung /pelindung
mata/pelindung wajah.
Respon
P301+P310 – JIKA TERTELAN: Segera hubungi
SENTRA
INFORMASI KERACUNAN atau dokter/tenaga
medis. P331 – JANGAN merangsang muntah.
P303+361+P353 – JIKA TERKENA KULIT (atau
rambut):
Pindahkan/lepas segera seluruh pakaian
yang terkontaminasi. Bilas kulit
dengan air mengalir.
P332+P313 – Jika terjadi iritasi kulit:
Dapatkan pertolongan medis.
P312 – Hubungi SENTRA INFORMASI KERACUNAN
atau
dokter/tenaga medis jika anda merasa tidak sehat.
P362 – Lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan
cuci sebelum dipakai kembali.
P370+P378 – Jika terjadi kebakaran: Gunakan
karbon dioksida/dry chemical powder/foam untuk
memadamkan. P391 – Kumpulkan tumpahan.
Penyimpanan
P403+P235 – Simpan di tempat berventilasi baik.
Simpan
di tempat yang sejuk.
Pembuangan
P501 – Buang isi/wadah sesuai dengan prosedur
pembuangan yang sudah ditentukan.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
Piktogram : ke 4 dari 12

Bahaya Lain : Dapat terjadi perpindahan arus listrik pada saat


kegiatan pemompaan dan kegiatan operasi lainnya.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 5 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN

3. KOMPOSISI/INFORMASI TENTANG BAHAN PENYUSUN


Nama Kimia CAS Konsentrasi
No. (%)
Hidrokarbon, fraksi 68334-30-5 60 – 70
diesel 848301-67-7 < 30
Distilate, C8-C26 bercabang dan lurus 848301-66-6 < 10
Kerosene, C8-C16 alkana bercabang dan
lurus
FAME - 30

4. TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN


Uraian Langkah:
 Kontak Mata : Jika mata mengalami iritasi atau kemerahan, bilas
mata dengan air bersih. Apabila gejala tersebut
berlanjut, hubungi dokter.
 Kontak Kulit : Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi,
serta bilas seluruh bagian tubuh yang terkontaminasi
dengan air mengalir.
Apabila permukaan kulit mengalami luka, kenakan
pakaian yang bersih dan cari pertolongan medis.
Apabila permukaan kulit tidak mengalami luka,
bersihkan kulit menggunakan sabun dan air atau
cairan pembersih tangan.
Jika terjadi iritasi atau kemerahan, cari pertolongan
medis. Cuci pakaian yang terkontaminasi sebelum
digunakan kembali.
Apabila produk terinjeksi ke dalam kulit atau bagian
tubuh
lainnya, segera hubungi dokter.
 Terhirup : Apabila timbul gejala pada saluran pernapasan
setelah paparan, pindahkan korban dari sumber
paparan ke tempat dengan udara segar pada posisi
yang nyaman untuk bernapas. Jika gejala berlanjut,
segera cari pertolongan medis.
Apabila korban tidak bernapas, bersihkan jalan
napas korban dan segera lakukan pernapasan
buatan.
Apabila kesulitan bernapas terus berlanjut, pemberian
oksigen kepada korban harus dilakukan oleh orang
yang memiliki kualifikasi. Segera cari pertolongan
medis.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
 Tertelan : Bahaya aspirasi: jangan merangsang6 muntah
ke dari 12 atau
memberikan apapun melalui mulut karena produk ini
dapat masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan
kerusakan paru-paru yang parah.
Jika korban mengantuk atau tidak sadarkan diri dan
muntah, miringkan korban ke sisi kiri dengan posisi
kepala
di bawah.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 7 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
4. TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN
Jika memungkinkan, jangan tinggalkan korban tanpa
pengawasan dan lakukan observasi pernapasan
korban.
Cari pertolongan medis.
Kumpulan gejala atau : Kulit kering dan iritasi mungkin terjadi pada
efek paparan
penting (akut atau kronis) berulang. Konsentrasi uap yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi pernapasan ringan, sakit
kepala, kantuk, pusing, kehilangan keseimbangan,
disorientasi dan kelelahan.
Tertelan produk dapat menyebabkan iritasi saluran
pencernaan, mual, muntah, dan diare.
Indikasi yang : Pengobatan dilakukan sesuai dengan gejala yang
memerlukan timbul.
bantuan medis atau
khusus

5. TINDAKAN PEMADAMAN KEBAKARAN


Media pemadaman yang : Karbon dioksida, dry chemical powder dan foam.
sesuai
Media pemadaman yang : Air
tidak sesuai
Bahaya spesifik yang
diakibatkan bahan
kimia tersebut
Bahaya ledakan dan : Produk ini dapat menyala dan terbakar apabila terjadi
kebakaran lain panas, percikan, nyala api atau sumber penyalaan
lainnya (misalnya listrik statis, peralatan
mekanik/elektrik, serta peralatan elektronik lainnya).
Dapat terjadi ledakan akibat uap produk, baik di
dalam ruangan, ruang terbatas, di luar ruangan,
maupun di saluran pembuangan. Produk ini dapat
mengapung di permukaan air. Uap produk bersifat
lebih berat dari udara dan dapat terakumulasi pada
area rendah. Apabila wadah penyimpanan produk
tidak disimpan pada tempat yang sejuk, wadah
tersebut dapat rusak akibat panas atau kebakaran.

Titik nyala : 125 oF atau 52oC


Batas bahan : LEL 1.3 %; UEL 6.0 %
terbakar
(Flammability
limit)
Dekomposisi bahan : Karbon monoksida, asap dan hasil pembakaran tidak
berbahaya sempurna lainnya. Oksida nitrogen dan sulfur juga
dapat terbentuk.
Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
Prosedur pemadaman ke 8 dari 12
a. Karbon dioksida : Semprotkan pada pangkal api searah dengan angin.
b. Dry chemical powder : Semprotkan pada pangkal api searah dengan angin.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 9 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
5. TINDAKAN PEMADAMAN KEBAKARAN
c. Foam/busa : Bila dalam suatu wadah, semprotkan busa pada
dinding bagian dalam jangan pada cairan yang
terbakar, searah dengan angin dan bila hanya suatu
ceceran, semprotkan pada pangkal api sampai
semua terselimuti searah dengan angin.
Alat pelindung khusus : Untuk kejadian kebakaran pada area yang relatif
untuk pemadam tertutup, maka orang yang melakukan pemadaman
kebakaran kebakaran harus menggunakan Self Contained
Breathing Apparatus
(SCBA)

6. TATA CARA PENANGGULANGAN TUMPAHAN


Langkah-langkah : Tumpahan produk dapat menimbulkan kondisi yang
pencegahan diri, alat mudah terbakar dan mudah meledak.
pelindung dan Singkirkan semua sumber nyala dan permukaan
prosedur tanggap logam yang panas dari tumpahan (jika
darurat memungkinkan). Disarankan untuk menggunakan
peralatan elektrik tahan ledakan.
Jauhkan diri dari kontak dengan tumpahan
produk. Jauhkan kontak langsung dengan
produk.
Untuk tumpahan dalam jumlah besar, segera isolasi
area tumpahan dan jauhkan pihak yang tidak
berkepentingan dari area tumpahan tersebut.
Gunakan alat pelindung diri yang sesuai, termasuk
alat pelindung pernapasan.
Langkah-langkah : Hentikan tumpahan/kebocoran (jika memungkinkan).
pencegahan bagi Cegah masuknya tumpahan ke dalam selokan,
lingkungan saluran pembuangan atau perembesan ke dalam
tanah.
Gunakan busa (foam) pada area tumpahan untuk
meminimalisasi terbentuknya uap.
Gunakan air untuk meminimalisasi
kontaminasi lingkungan dan mengurangi
persyaratan pembuangan.
Catatan prosedur : Laporkan terjadinya tumpahan sesuai dengan sistem
dan prosedur yang telah ditentukan.
Jika terjadi tumpahan yang diperkirakan dapat
memasuki saluran air ataupun daerah aliran sungai,
segera laporkan kepada petugas yang berwenang.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 10 dari 12
Metode dan bahan : Lakukan absorpsi tumpahan menggunakan bahan
untuk penangkalan penyerap (sorbent), pasir, tanah lempung dan bahan
(containment) dan penghambat kebakaran lainnya.
pembersihan Bersihkan dan buang pada tempat pembuangan
yang telah ditentukan oleh peraturan setempat.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 11 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
6. TATA CARA PENANGGULANGAN TUMPAHAN
Jika terjadi kontaminasi tanah, bersihkan tanah yang
terkontaminasi untuk remediasi atau pembuangan,
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

7. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN


Langkah-langkah : Menyebabkan efek yang serius jika terserap melalui
pencegahan untuk kulit.
penanganan yang Hindari agar uap atau mist tidak terisap oleh saluran
aman napas.
Wadah yang dapat dipindah yang digunakan untuk
menyimpan harus diletakkan di tanah dan nozzle
harus selalu kontak dengan wadah ketika pengisian
untuk
mencegah timbulnya listrik statis.
Kondisi untuk : Untuk penyimpanan di dalam ruangan harus
penyimpanan memperhatikan sistem ventilasi.
yang aman Penyimpanan di tangki timbun harus memperhatikan
dan persyaratan sesuai dengan klasifikasinya.
inkompatibilit Uap yang mudah terbakar dapat terbentuk walaupun
as disimpan pada temperatur di bawah titik nyala.
Jauhkan dari bahan-bahan yang mudah terbakar.
Tempat penyimpanan harus di “grounding” dan
“bonding” serta dilengkapi dengan pressure vacuum
valve dan flame arrester.
Jauhkan dari bahan yang mudah terbakar, api, listrik
atau sumber panas lainnya.
Berikan tanda “Dilarang Merokok” atau “Jauhkan dari
Api Terbuka”

8. KONTROL PAPARAN ATAU PERLINDUNGAN DIRI


Parameter pengendalian :
Batas paparan TWA 200 mg/m3(sebagai total uap
hidrokarbon) Kulit
Indikator pajanan Tidak ada
biologis
Pengendalian teknik
yang
sesuai
 Ventilasi : Apabila produk digunakan pada ruangan yang relatif
tertutup maka harus dilengkapi dengan ventilasi
keluar (exhaust fan). Ventilasi dan peralatan yang
dipakai harus
bersifat tahan ledakan.
Tindakan pengendalian
diri,
termasuk alat pelindung
Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
diri ke 12 dari 12

 Perlindungan mata : Gunakan alat pelindung mata untuk bahan kimia


dan wajah (chemical type goggles).
 Perlindungan kulit : Pakailah sarung tangan dari karet atau PVC.
Terapkan kebersihan perorangan yang baik.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 13 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
8. KONTROL PAPARAN ATAU PERLINDUNGAN DIRI
 Perlindungan : Pakailah alat pelindung pernapasan jika konsentrasi
pernapasan di udara telah melebihi Nilai Ambang Batas.
Tindakan higienis : Terapkan kebersihan perorangan yang baik.

9. SIFAT FISIK DAN KIMIA


Karakteristik Hasil Uji
Organoleptik (bentuk fisik, warna, dll) : Cair, jernih, dan terang
Bau : Diesel
Ambang bau : Tidak tersedia
pH : Tidak tersedia
Titik lebur/titik beku : Tidak dapat diaplikasikan
Titik didih/ rentang didih : 200-370oC
Sifat mudah menyala : Cairan mudah menyala
Titik nyala : 52 oC
Laju penguapan : Tidak tersedia
Nilai batas flamabilitas terendah/tertinggi dan : LEL 1.3%; UEL 6.0%
batas
ledakan
Tekanan uap : Tidak tersedia
Rapat (densitas) uap : Tidak tersedia
Kerapatan (densitas) relatif : Tidak tersedia
Kelarutan
 Kelarutan dalam air : Tidak larut
 Kelarutan dalam pelarut lain : Tidak tersedia
Koefisien partisi (n-oktanol/air) : Tidak tersedia
Suhu dapat membakar sendiri (auto- : 260 oC
ignition temperature)
Suhu penguraian : Tidak tersedia
Kekentalan (viskositas) : 2.0 - 4.5 mm2/det (pada
40oC)

10. STABILITAS DAN


REAKTIVITAS
Reaktivitas : Tidak reaktif secara kimia.
Stabilitas Kimia : Stabil pada kondisi normal.
Reaksi berbahaya yang : Tidak terjadi reaksi berbahaya apabila ditangani dan
mungkin di bawah disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
kondisi spesifik atau
khusus
Kondisi yang harus : Panas, percikan api, nyala maupun kondisi dimana
dihindari dapat
terbentuk listrik statis.
Cegah terbentuknya akumulasi uap.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
Material yang tidak : Halogen, asamkekuat, basa, dan oksidator
14 kuat.
dari 12
kompatibel
Produk berbahaya hasil : Karbon monoksida.
dekomposisi

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 15 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN

11. INFORMASI
TOKSIKOLOGI
Uraian lengkap dan komprehensif tentang efek toksikologi/kesehatan
 Toksisitas akut : Hasil toksikologi akut menunjukkan tidak ada
pengaruh akut melalui pernapasan, pada saat uji
menggunakan mist
maupun uapnya.
 Korosi/iritasi kulit : Menyebabkan iritasi kulit. Paparan berulang dapat
menyebabkan kulit kering atau pecah-pecah.
 Kerusakan atau : Menyebabkan iritasi mata ringan.
iritasi serius pada
mata
 Sensitisasi : Tidak menyebabkan sensitisasi saluran
saluran pernapasan/kulit.
pernapasan/kul
it
 Mutagenitas pada : Tidak menyebabkan efek genetik yang diwariskan/
sel nutfah diturunkan.
 Karsinogenitas : Diduga dapat menyebabkan kanker. Distilat minyak
bumi diketahui menyebabkan kanker pada tikus
dalam paparan melalui kulit jangka panjang dan
terus menerus. Studi lanjutan menunjukkan bahwa
tumor ini diproduksi melalui mekanisme
nongenotoksik yang berhubungan dengan kerusakan
dan perbaikan sel, serta cenderung tidak
menyebabkan tumor tanpa adanya iritasi kulit
berkepanjangan.
 Toksisitas : Paparan melalui kulit terhadap tikus yang sedang
terhadap hamil pada dosis representatif tidak memberikan
reproduksi efek yang merugikan, baik terhadap induknya
maupun terhadap keturunannya.
 Toksisitas pada : Tidak menimbulkan efek pada organ sasaran setelah
organ sasaran paparan tunggal.
spesifik setelah
paparan tunggal
 Toksisitas pada : Mungkin dapat menyebabkan kerusakan organ
organ sasaran setelah paparan berulang.
spesifik setelah
paparan berulang
Bahaya Aspirasi : Dapat menyebabkan kematian jika tertelan dan
masuk ke
dalam jalan napas.
Informasi tentang rute : Terhirup, tertelan, kontak kulit.
paparan

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
Kumpulan gejala yang : ke 16 dari 12
berkaitan dengan sifat
fisik, kimia dan
toksikologi
Efek akut, tertunda, dan : Konsentrasi uap produk yang tinggi dapat
kronik dari paparan menyebabkan
jangka pendek dan iritasi saluran pernapasan, sakit kepala, kantuk,
jangka panjang pusing, kehilangan koordinasi, disorientasi dan
kelelahan. Tertelan produk dapat
menyebabkan iritasi saluran
pencernaan, mual, diare dan muntah.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 17 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
11. INFORMASI
TOKSIKOLOGI
Ukuran numerik : 4.65 mg/L (LC50 – inhalasi)
tingkat toksisitas >5 g/kg (LD50 – oral)
>4.1 g/kg (LD50 – dermal)
Efek interaktif : Tidak ada data. Belum ada pemeriksaan lebih lanjut.
Jika data bahan kimia : Tidak ada data. Belum ada pemeriksaan lebih lanjut.
secara
spesifik tidak tersedia
Campuran : Lihat ukuran numerik tingkat toksisitas.
Campuran versus bahan : Tidak ada data.
penyusun
Informasi lain : Knalpot mesin diesel telah diklasifikasikan oleh
International Agency for Research on Cancer (IARC)
dan National Toxicology Program (NTP) sebagai
karsinogen.

12. INFORMASI EKOLOGI


Ekotoksisitas : Rembesan ke dalam tanah akan
menyebabkan pencemaran air tanah
atau aquifer.
Persistensi dan : Minyak dan gas merupakan kombinasi yang kompleks
penguraian dari
oleh lingkungan hidrokarbon. Berdasarkan sifat-sifat yang telah
diketahui, hidrokarbon diduga tidak mudah untuk
mengalami biodegradasi. Beberapa jenis
hidrokabron penyusun minyak bumi diduga termasuk
dalam kriteria persisten, di samping itu ada juga
beberapa komponen hidrokarbon yang mudah
terdegradasi oleh mikroorganisme pada kondisi
anaerob.
Potensi bioakumulasi : Komponen minyak dan gas dengan nilai Log Kow
pada
kisaran 3.9 – 6 yang mengindikasikan potensi tinggi
untuk bioakumulasi. Senyawa dengan berat molekul
yang rendah mudah dimetabolisme dan potensi
bioakumulasi aktual dari senyawa dengan berat
molekul yang lebih tinggi dibatasi oleh kelarutan
dalam air yang rendah dan ukuran molekul yang
besar.

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
Mobilitas dalam tanah : Lepasnya produkke ke dalam air akan18menghasilkan
dari 12
film
hidrokarbon yang mengambang dan menyebar di
permukaan air. Untuk komponen yang lebih ringan,
penguapan merupakan proses yang penting untuk
mengurangi bahaya bagi organisme akuatik. Di
udara, uap hidrokarbon akan bereaksi dengan
hidroksil radikal dengan waktu paruh kurang dari 1
hari. Fotooksidasi di permukaan air juga merupakan
proses pengurangan yang signifikan terutama untuk
senyawa aromatik polisiklik. Di air, sebagian besar
komponen akan diadsorpsi pada
sedimen. Adsorpsi merupakan proses fisik yang
paling dominan pada peristiwa pelepasan ke tanah.
Hidrokarbon

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 19 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
12. INFORMASI EKOLOGI
yang teradsorpsi perlahan-lahan akan terdegradasi
baik di air maupun tanah.
Efek merugikan lainnya : Tidak ada data. Belum ada pemeriksaan lebih lanjut.

13. PERTIMBANGAN PEMBUANGAN


Metode pembuangan : Produk ini dapat dibakar pada tempat yang tertutup
untuk tujuan memperoleh energi, atau dibakar pada
insinerator. Produk ini dapat pula diproses pada
tempat
pendaurulangan bahan sesuai ketentuan Pemerintah.
*Informasi peraturan perundang-undangan: limbah sludge produk ini dapat dinyatakan
sebagai
limbah B3 kecuali setelah dilakukan uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)
tidak terbukti, dan ketentuan pembuangannya harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

14. INFORMASI
TRANSPORTASI
USA DOT
Nomor PBB : UN 1202
Nama Pengapalan yang : Diesel fuel
sesuai berdasarkan PBB
Kelas Bahaya Pengangkutan : 3
Kelompok Pengemasan : PG III
(jika
tersedia)
Bahaya Lingkungan : -
Tindakan Kehati-hatian : -
Khusus Pengguna
RID / ADR
Nomor PBB : UN 1202
Nama Pengapalan yang : Diesel fuel
sesuai berdasarkan PBB
Kelas Bahaya Pengangkutan : 3
Kelompok Pengemasan : PG III
(jika
tersedia)
Bahaya Lingkungan : -
Tindakan Kehati-hatian : -
Khusus Pengguna
IMO
Nomor PBB : UN 1202
Nama Pengapalan yang : Diesel fuel
sesuai berdasarkan PBB
Kelas Bahaya Pengangkutan : 3.3
Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
Kelompok Pengemasan : PG III ke 20 dari 12
(jika
tersedia)
Bahaya Lingkungan : Pencemaran laut – Berbahaya bagi lingkungan

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 21 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
14. INFORMASI
TRANSPORTASI
Tindakan Kehati- : Apabila diangkut dalam jumlah besar menggunakan
hatian Khusus Pengguna kapal laut di perairan internasional, produk diangkut
di bawah lingkup International Convention for the
Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) Annex
I.
ICAO / IATA
Nomor PBB : UN 1202
Nama Pengapalan yang : Diesel fuel
sesuai berdasarkan PBB
Kelas Bahaya Pengangkutan : 3
Kelompok Pengemasan : PG III
(jika
tersedia)
Bahaya Lingkungan : -
Tindakan Kehati- : -
hatian
Khusus Pengguna

15. INFORMASI REGULASI


Regulasi tentang : - Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 23/M-
lingkungan, kesehatan IND/PER/4/2013 tentang Perubahan Atas
dan keamanan untuk Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 87/M-
produk tersebut IND/PER/9/2009 Tentang Sistem Harmonisasi
Global Klasifikasi dan Label pada Bahan Kimia
- Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri
Manufaktur No. 04/BIM/PER/I/2014 tentang
Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pengawasan
Pelaksanaan Sistem Harmonisasi
Global Klasifikasi dan Label Pada Bahan Kimia
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan
Beracun
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja No Kep-
187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar dan
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
- ACGIH. 2016. TLVs and BEIs.

16. INFORMASI LAIN


Tanggal Pembuatan LDK : November 2019
Tanggal Revisi LDK : Januari 2020

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
Legenda atau singkatan : ke 22 dari
ASTM - American Society for Testing and 12
Material
dan akronim yang ACGIH - American Conference on Governmental
digunakan di Industrial Hygienist
dalam LDK

Biosol
ar
Tanggal : Januari
PT PERTAMINA Revisi : 2020
(PERSERO) Revisi : 0 (nol)
ke 23 dari 12
SAFETY DATA SHEET
LEMBAR DATA
KESELAMATAN
16. INFORMASI LAIN
BEI (Biological Exposure Indices)
CAS No. - Chemical Abstract Service
Number SCBA - Self Contained
Breathing Apparatus PVC - Poly Vinyl
Chlorida
LEL - Lower Explosion Limit
UEL - Upper Explosion Limit
TCLP - Toxicity Characteristic Leaching Procedure
B3 - Bahan Beracun dan Berbahaya
USA DOT - United States Department of
Transportation RID/ADR -
European Agreements Concerning the
International Carriage of Dangerous Goods by Rail
and by Road
IMO - International Maritime Organization
ICAO/IATA - International Civil Organization Aviation/
International Air Transport Association
UN - United Nations
PBB - Perserikatan Bangsa-
Bangsa PG - Packing Group
TLV - Threshold Limit Value
Referensi yang : -
digunakan
dalam penyusunan LDK

Sangkalan
Informasi ini disusun berdasarkan pengetahuan saat ini dan ditujukan untuk
mendeskripsikan bahayakeselamatan, kesehatandan lingkungan dari produk tersebut. Oleh
karena itu, informasi ini tidak ditujukan sebagai jaminan terhadap sifat spesifik dari produk.
Semua risiko selama penggunaan adalah tanggung jawab pengguna. Dilarang mengganti
dokumen ini, kecuali dengan persetujuan secara hukum.

Biosol
ar
LAMPIRAN 3
Certificate of Analysis (CoA) / Certificate of Quality (CoQ) Biodiesel

SEPTEMBER 2020 | PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 94
LAMPIRAN 4
Certificate of Analysis (CoA) / Certificate of Quality (CoQ) B30

SEPTEMBER 2020 | PEDOMAN UMUM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BIODIESEL & B30 95
LOGO PERUSAHAAN

TEST REPORT
Vessel Name RepoRNo.
Type of Fuel
Sample Source Customer
Sampie / Dok. Induk No:
Sample Dela
Sample Type

Mo | Properties UnH Reault


1 Cetane Number or ASTM D 613 Min. 48
Calculate Cetane Index ASTM D 4737 Min.45 55.26
2 Density at 15 •C Kg/nY ASTM D J208 815 - 880 835.7
3 Viscosity Kin 40 "C est ASTM D 445 2.0 - 5.0 3.2G2
4 Sulfur contem % mass éSTM D4294 Max 0.25 0.03

5 Distilation : ASTM D-80 11a


T.90 °C Max. 370
6 Flash Point PMcc •C ASTM D 93 Min.52 59
7 Pour Point W ASTht D 97 Max 18.
8 MCRT •fi› m/m ASTM D 4530 max 0.1 <9.01
8 Wafer Content mgAg ASTM D 6304 - 07 Max 425 166
10 Copper Strip Corosion Mañt ASTM D130 Claeg 1
11 Fame Content % Volume ASTM D7666/D737 Max. 30% 30
12 Ash.Contan1 %m/rn AS7M. 0 482 Max &Q1.
13 Sediment Content %m/m ASTM D473 Max 0.01
14 Stfong Acid Number mg KOH e ASTM D 604 Max. 0
15 Tot8l Acid Number mg KOH/g ASTM D 0B4 0.6 0.1
16 Appearance Caar & Bright Visual Clesr & Bright
1.7 Cdour fito.ASTM ASTM.D 1.500 - 07 Max 3.d 1..4
Remark :
“) Refer to SK Dir Jen Migss No. 0234.K / 10 / DJM.S /2019 TGL 11 November 2019.
Kandungan FAME meñgacu pada Keputucan Di/jan Minyak dan Gas Bumi
Sertifikat Petugas Pengambil Contoh/Sampel

96
Sertifikat Tank Cleaning

Contoh ilustrasi sertifikat tank cleaning yang diadopsi dari Defence Works
Functional Standard Specification 031.

97
Verifikasi Penerimaan atau Penolakan Biodiesel di BU BBM

Dalam operasi di lapangan, penentuan diterima atau ditolaknya biodiesel didasarkan atas
hasil short test/critical test yang dilakukan oleh laboratorium penerima.
Berikut ini contoh proses verifikasi pada serah terima biodiesel berdasarkan moda
pengirimannya, yaitu:
(1) Verifikasi Pengiriman Moda Truk
Persyaratan serah terima biodiesel dengan moda transportasi truk, meliputi:
1. Melakukan sampling pada semua truk pengirim biodiesel, atau
2. Melakukan random sampling dengan langkah berikut :
a. Referensi populasi dan rasio sampling merujuk Tabel 4.3 dan tidak
dikomposit. Populasi truk ditentukan berdasarkan kedatangan truk ke lokasi
penerimaan.
b. Apabila hasil short test/critical test dari poin (a) terdapat hasil on specs
maupun out of specs, maka dilakukan re-sampling dengan rasio seperti poin
(a),
c. Apabila hasil short test/critical test dari poin (b) masih terdapat hasil yang off
specs, maka biodiesel pada truk yang dinyatakan off specs tidak layak
bongkar,
d. Apabila hasil short test/critical test dari poin (b) semua hasilnya off specs,
maka biodiesel dinyatakan tidak layak bongkar.

(2) Verifikasi Moda Jalur Perpipaan


Persyaratan serah terima biodiesel dengan moda jalur perpipaan, meliputi:
1. Pengiriman master sample biodiesel yang akan ditransfer dari BU BBN ke TBBM
untuk dilakukan pre-testing,
2. Jika biodiesel dinyatakan on-specs, maka biodiesel dapat dikirimkan dari BU BBN,
3. Dilakukan pengecekan pada pipa manifold, apabila dinyatakan on specs, maka
biodiesel dapat diterima dan ditransfer ke tangki penyimpan. Dan apabila
dinyatakan off-specs, maka proses transfer dihentikan.
4. Selama proses transfer dilakukan random sampling untuk memastikan biodiesel
on specs.

98
(3) Verifikasi Moda Kapal
1. Melakukan sampling di setiap kompartemen, selanjutnya sampel dikomposit.
2. Apabila hasil short test/critical test dari sampel komposit menunjukkan off specs,
maka dilakukan sampling dan pengujian ulang dari setiap kompartemen.
3. Apabila gabungan dari masing-masing kompartemen on-spec maka produk dapat
dibongkar.
4. Jika diperlukan maka dapat dilakukan pengujian kembali dengan menunjuk
laboratorium independen

99
LAMPIRAN 8
Simulasi In-line Blending dengan Static Mixer

Static mixer merupakan rangkaian elemen atau beberapa seri pitch yang berulang
untuk pencampuran yang diletakkan dalam sebuah pipa dan menggunakan energi dari
aliran untuk menciptakan pencampuran antara dua atau lebih fluida. Ada beberapa tipe
static mixer yang biasa digunakan dalam pipeline yaitu helical design static mixer/kenics
KM static mixer, blade design static mixer, sulzer static mixer, wafer style mixer.
Penggunaan static mixer didasarkan pada fluida dan tujuan penggunaanya dimana untuk
pencampuran dua aliran minyak solar dan biodiesel yang memiliki viskositas tinggi
disarankan menggunakan tipe helical static mixer/kenics KM static mixer [25]. Prinsip
pencampuran yang terjadi pada helical static mixer ini meliputi pembagian aliran dengan
mengarahkan aliran secara radial menuju dinding pipa dan kembali ke tengah. Pembalikan
kecepatan tambahan dan hasil pembagian aliran dari penggabungan aliran bolak-balik
pada elemen mampu meningkatkan efisiensi pencampuran. Adapun hasil pencampuran
pada helical static mixer dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Ilustrasi Layout In-Line dengan 2-stage Mixing

Pendekatan melalui program computational fluid dynamic (CFD) menunjukkan


penggunaan static mixer berperan penting untuk meningkatkan akurasi campuran yang
diinginkan. Hasil simulasi pencampuran dengan bantuan static mixer ditampilkan pada
Gambar di bawah ini.
Hasil Simulasi Pencampuran Pada Elemen Static Mixer

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jumlah elemen dan rasio pada static
mixer menjadi faktor penting dalam perhitungan dikarenakan pada saat kondisi fluida
melewati static mixer 1 homogenitas antara minyak solar dan biodiesel masih belum
maksimal. Beda halnya pada fluida ketika berada pada elemen ke-7 (static mixer 2)
campuran fluida terlihat stabil dan nilai persentase campuran minyak solar dengan
biodiesel telah tercapai.

Densitas Hasil Simulasi Pencampuran Pada Elemen Static Mixer


Selain itu dari hasil simulasi pencampuran menunjukkan perubahan nilai densitas
dari kedua fluida dan cenderung stabil pada iterasi 300 dimana nilai terebut dapat
dijadikan acuan bahwa kedua fluida telah homogen secara merata setelah melewati
elemen static mixer
LAMPIRAN 9
Simulasi Sekuensial In-Tank Blending

Tingkat homogenitas pada proses pencampuran sekuential in-tank blending


dipengaruhi oleh aliran turbulen yang berulang pada tangki. Tambahan proses sirkulasi
dapat menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan akurasi pencampuran, selain
pemilihan pompa berkapasitas besar dan instalasi agitator.
Pendekatan melalui program computational fluid dynamic (CFD) mensimulasi
proses pencampuran dengan dan tanpa sirkulasi, seperti yang ditunjukkan pada gambar
di bawah ini:
Sebagai asumsi, berikut data teknis tangki pencampur:
Spesifikasi tangki dan pompa sirkulasi
Tangki Pencampur
Material : A36 / Carbon Steel
Dimensi : 25.000 x 20.035 mm
Kapasitas tangki : 10.000 kL
Volume pencampuran : 8.000 kL
Pompa Transfer/Sirkulasi
Tipe pompa : Centrifugal Pump
Kapasitas : 600 kL/jam
Dimensi pipelines : 10 inch
Parameter simulasi : (a) Case a, injeksi biodiesel = 4 jam
(b) Case b, injeksi biodiesel = 4 jam + 4 Jam
Sirkulasi
(a) In Tank Blending Tanpa Sirkulasi (b) In Tank Blending Dengan Sirkulasi

Perbandingan Hasil Pencampuran Case (a) Injeksi 4 jam, (b) Injeksi 4 jam + sirkulasi 4
jam
Pencampuran diatas dilakukan pada tangki 10.000 kL dengan kapasitas
pencampuran 8.000 kL. Simulasi dilakukan dengan skema “worst case” dengan
pertimbangan operasi di lapangan, dimana input ke tangki didahului dengan minyak solar
(70%) dan dilanjutkan dengan biodiesel (30%). Hasil simulasi menunjukkan adanya
perbedaan hasil akurasi homogenitas antara tangki pencampur tanpa dan dengan
sirkulasi.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Teknik input bahan bakar bottom loading mensyaratkan input biodiesel yang
bervolume lebih kecil, efek tingginya flowrate dan volume minyak solar dapat
membantu terjadinya proses pencampuran,
2. Proses sirkulasi dapat membantu memaksimalkan hasil pencampuran dan
homogenitas di setiap level cairan.

Dari hasil simulasi diatas juga diketahui nilai densitas rata – rata hasil sirkulasi selama 5
jam mengalami kenaikan (grafik terlampir). Selain itu hasil dari sirkulasi menunjukkan
volume fraksi biodiesel didalam tangki pencampur meningkat signifikan dibandingkan
hasil dari campuran tanpa sirkulasi. Hasil dari pendekatan simulasi ini mengindikasikan
bahwa proses pencampuran dengan sirkulasi mampu meningkatkan homogenitas BXX
dengan menyesuaikan volume, flowrate, dan waktu sirkulasi.
Rata – Rata Nilai Densitas BXX Hasil Pencampuran In Tank Blending

Volume Fraksi Biodiesel Dari Hasil Pencampuran In Tank Blending

Anda mungkin juga menyukai