Anda di halaman 1dari 67

PEDOMAN UMUM

PENANGANAN DAN PENYIMPANAN


BAHAN BAKAR BIODIESEL (B100)
DAN CAMPURAN BIODIESEL (BXX)
PEDOMAN UMUM
PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (B100)
DAN CAMPURAN BIODIESEL (BXX)

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi


Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
Tahun 2018

i
Pengarah : Rida Mulyana (Dirjen EBTKE)
Penanggungjawab : Sudjoko Harsono Adi (Direktur Bioenergi)
Koordinator : Faridha (Kasubdit Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi)
Penyusun : Imam Paryanto, Cahyo Setyo Wibowo, Bina Restituta Barus,
Remigius Choerniadi Tomo
Reviewer : Tatang H. Soerawidjaja, Abdul Rochim

Dengan Sumber Daya Dan Nara Sumber dari:


- Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen
EBTKE)
- Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas)
- Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
- Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
“LEMIGAS”
- Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan
Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TEKEBTKE)
- Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI)
- PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo Tbk, PT PLN (Persero),
PT KAI (Persero)
- Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI)
- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Asosiasi
Industri Alat Berat Seluruh Indonesia (HINABI), Perkumpulan Perusahaan
Pemegang Izin Niaga Umum Bahan Bakar Minyak (P3INU BBM), Asosiasi
Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Asosiasi Pertambangan
Indonesia (API)
Sekretariat : Hudha Wijayanto, Zulfan Zul, Sigit Hargiyanto, Khristian Adi Santoso,
Hany Trisnawati, Sindy Rizkika Syafri, Fibri Al Kahfi, Erlan Nurcahya Putra,
Muhammad Sirrul Muna, Siska Nina Asri

Penerbit
DIREKTORAT BIOENERGI
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONVERSI ENERGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Gedung EBTKE – Lantai 5
Jl. Pegangsaan Timur No. 1, Menteng, Jakarta – 10320
Telp. (021) 39830077, Fax. (021) 31901087, 31924585
www.ebtke.esdm.go.id
email: tekling.bioenergi@esdm.go.id
Terbitan Tahun 2018

ii
KATA PENGANTAR
Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2015 telah menetapkan penggunaan B20 sebagai
bahan bakar mesin diesel sampai akhir tahun 2019 dan akan ditingkatkan penggunaan biodiesel
sebagai bahan bakar menjadi 30% pada tahun 2020. Keberhasilan penggunaan campuran
biodiesel (B20) sebagai bahan bakar tidak hanya ditentukan oleh mutu bahan dasar B100
(Biodiesel) dan B0 (Solar murni) tapi juga proses penanganan dan penyimpanan biodiesel dan
campurannya. Kementerian ESDM telah mengeluarkan Spesifikasi B100 sesuai SNI 7182:2015
yang terbukti dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar diesel dengan kandungan biodiesel
sampai 20%. Untuk menjamin mutu dari bahan bakar biodiesel ini sampai pengguna akhir (end
customer), diperlukan pedoman penanganan dan penyimpanan bahan bakar biodiesel dan
campurannya sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan.

Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM bersama dengan PPPTMGB “Lemigas”,


BPPT, PT. Pertamina (Persero), Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI), Asosiasi Produsen
Biofuel Indonesia (APROBI) dan Komisi Teknis Bioenergi telah menyusun Buku Pedoman Umum
Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Biodiesel (B100) dan Campuran Biodiesel (BXX).
Dalam penyusunan Pedoman Umum ini telah dibahas dan didiskusikan bersama seluruh
pemangku kepentingan sehingga diharapkan pedoman ini dapat mengakomodir kebutuhan yang
diperlukan dalam penanganan dan penyimpanan bahan bakar biodiesel dan campurannya secara
umum dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh pemangku kepentingan.

Pedoman ini merupakan pedoman yang bersifat umum yang dapat digunakan sebagai
acuan untuk membuat pedoman yang bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan dari pemangku
kepentingan itu sendiri. Pedoman Umum ini juga dapat digunakan sebagai acuan pembuatan
Petunjuk Teknis maupun SOP yang lebih terinci sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing
sektor.

Kami menyadari pedoman yang telah tersusun ini masih belum sempurna, untuk itu kami
terbuka dalam menerima saran dan masukan untuk penyempurnaan pedoman ini ke depan. Kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas perhatian, dukungan dan kerja sama dalam
penyusunan Pedoman ini.

Jakarta, 30 Januari 2018

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi

ttd

Rida Mulyana

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................iii


DAFTAR ISI ..............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................vii
GLOSARIUM...........................................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ....................................................................... 2
1.3. RUANG LINGKUP ................................................................................ 2
BAB 2 PENGERTIAN BIODIESEL (B100), MINYAK SOLAR (B0) DAN BAHAN
BAKAR CAMPURAN (BXX).........................................................................3
2.1. BIODIESEL (B100) ............................................................................... 3
2.1.1. Bahan Baku .............................................................................. 3
2.1.2. Proses Produksi ........................................................................ 5
2.1.3. Spesifikasi dan Standar Kualitas............................................... 6
2.2. MINYAK SOLAR (B0) ......................................................................... 12
2.2.1. Spesifikasi dan Standar Kualitas............................................. 12
2.3. BAHAN BAKAR CAMPURAN (B-XX) ................................................. 13
2.3.1. Teknik Pencampuran Biodiesel dan Minyak Solar .................. 13
2.3.2. Spesifikasi dan Standar Kualitas............................................. 13
2.4. Bahan Bakar Campuran B30 .............................................................. 19
BAB 3 PERBEDAAN SIFAT DAN KARAKTERSITIK ANTARA B0, B100 DAN
BXX .............................................................................................................21
3.1. SENYAWA HIDROKARBON DAN SENYAWA ESTER ...................... 21
3.2. SOLVENCY (EFEK PELARUTAN) ..................................................... 23
3.3. AIR DAN SEDIMEN ............................................................................ 24
3.4. STABILITAS DAN PEMBENTUKAN DEPOSIT .................................. 25
3.5. PENGARUH PADA SUHU LINGKUNGAN YANG RENDAH .............. 26
3.6. BIODEGRADASI ................................................................................. 26
BAB 4 TATA CARA PENANGANAN DAN PENCAMPURAN B0, B100 DAN
BXX .............................................................................................................27
4.1. KELENGKAPAN DOKUMEN .............................................................. 27
4.1.1. Material Safety Data Sheet (MSDS) ....................................... 27
4.1.2. Sertifikat Produk...................................................................... 27

iv
4.2. TATA CARA PENYIMPANAN ............................................................. 28
4.2.1. Penyimpanan Biodiesel (B100)..................................................... 28
4.2.2. Penyimpanan BXX ..................................................................... 31
4.3. TATA CARA TRANSPORTASI ........................................................... 34
4.1.3. Pengiriman Biodiesel/BXX melalui Transportasi Darat ............ 34
4.1.4. Pengiriman Biodiesel/BXX melalui Transportasi Laut .............. 35
4.4. TATA CARA PENCAMPURAN ........................................................... 39
4.5. ALUR DISTRIBUSI (SUPPLY-DISTRIBUTION CHAIN) ..................... 46
4.6. POTENSI PERMASALAHAN DAN ANTISIPASI ................................. 48
4.6.1. Kontaminasi Air dan Kotoran ..................................................... 48
4.6.2. Pembentukan Endapan ............................................................. 50
4.6.3. Stabilitas Oksidasi ..................................................................... 50
4.6.3. Efek Sifat Pelarutan Biodiesel dan Kompatibilitas Material ....... 51
4.7. ASPEK SAFETY (K-3) ........................................................................ 52
BAB 5 PENUTUP .....................................................................................................55

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur generik molekul FAME ..........................................................3


Gambar 2. Beberapa Jenis Bahan Nabati Sebagai Bahan Baku Biodiesel ..........4
Gambar 3. Pengaruh jenis asam lemak dalam minyak nabati terhadap kualitas
biodiesel .............................................................................................5
Gambar 4. Proses Reaksi Trans-Esterifikasi ........................................................6
Gambar 5. Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel .............................................6
Gambar 6. Alat transportasi bahan bakar cair ....................................................34
Gambar 7. Penampang Kapal Tanker Pengangkut Bahan Bakar ......................36
Gambar 8. Jenis tangki dalam transportasi bahan bakar ...................................37
Gambar 9. Mekanisme Proses Pencampuran Biodiesel dengan Minyak Solar
dengan Metode In-Line Blending. .....................................................40
Gambar 10. Pencampuran Sekuensial pada Rak/Jalur Pipa Pengisian ...............41
Gambar 11. Pencampuran Sekuensial pada Loading Arm Pengisian ..................42
Gambar 12. Mekanisme Proses Pencampuran Biodiesel dengan Minyak Solar
dengan Metode In-Tank Blending. ...................................................43
Gambar 13. Alur Distribusi Biodiesel di dalam Negeri ..........................................46
Gambar 14. Pengaruh biodiesel pada kontaminasi air dan sludge .......................49
Gambar 15. Pembentukan presipitat pada B20 pada suhu rendah ......................50
Gambar 16. Pengujian B20 terhadap material elastomer pada hose saluran bahan
bakar menunjukkan adanya “swelling” .............................................51
Gambar 17. Label jenis/tipe bahan bakar .............................................................53
Gambar 18. Label tanda bahaya ..........................................................................54

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Spesifikasi Biodiesel menurut SNI 7182:2015............................7


Tabel 2. Standar Spesifikasi Minyak Solar yang dipasarkan dalam negeri .........12
Tabel 3. Standar Spesifikasi Minyak Solar 48 (B20) ............................................14
Tabel 4. Hasil pengujian sifat fisika kimia bahan bakar minyak solar dan
campuran biodiesel. ...............................................................................19
Tabel 5. Perbedaan Karakter Material antara B100 dan B0 ................................22
Tabel 6. Perbedaan Parameter pada B0 dan B100 .............................................22
Tabel 7. Beberapa konsekuensi dari karakter Biodiesel (B100) ..........................23
Tabel 8. Kompatibilitas Elastomer Terhadap Penggunaan Biodiesel
(Disusun sesuai tingkat kompatibilitas) ..................................................28
Tabel 9. Parameter Uji Full Test dan Short Test Biodiesel ..................................45

vii
GLOSARIUM

APROBI : Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia


AOCS : American Oil Cemist Society
API : American Petroleum Institute
ASTM : American Society for Testing & Material
B0 : Minyak Solar (Diesel) Murni
B20 : Campuran 20% biodiesel dan 80% minyak solar
B100 : Biodiesel Murni
Balitbang ESDM : Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber
Daya Mineral
BBM : Bahan Bakar Minyak
BBN : Bahan Bakar Nabati
BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
BXX : Campuran XX% biodiesel dan (100-XX)% minyak solar
CCI : Calculated Cetane Index
CFR : Cooperative Fuel Research
CoA : Certificate of Analysis
CoQ : Certificate of Quality
Ditjen EBTKE : Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi
EN : European Norms
FAME : Fatty Acid Methyl Esters
HSD : High Speed Diesel
IBC-Tank : Tangki jenis Intermediate Bulk Container
ISO : International Organization for Standardization
ISO-Tank : Tangki Kontainer yang telah memenuhi standar ISO
ITB : Institut Teknologi Bandung
Kepdirjen EBTKE : Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi
PPPTMGB “LEMIGAS” : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi “LEMIGAS”
SK Dirjen EBTKE : Surat Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan
dan Konservasi Energi

viii
SNI : Standar Nasional Indonesia
TAN : Total Acid Number
TBBM : Terminal Bahan Bakar Minyak
% v/v : Persentase konsentrasi volume per volume
% m/v : Persentase konsentrasi berat per volume
% m/m : Persentase konsentrasi berat per berat

ix
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Bioenergi merupakan energi terbarukan yang berasal dari biomasa dan dapat
berbentuk cair, gas, dan padat. Salah satu jenis bioenergi yang dapat langsung
dimanfaatkan adalah yang berbentuk cair. Bioenergi berbentuk cair dapat digunakan untuk
menggantikan bahan bakar yang berasal dari energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan
batubara), contohnya biodiesel yang dapat mensubstitusi minyak solar. Kebijakan
pengembangan energi terbarukan termasuk bioenergi di Indonesia dilakukan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dengan
tujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi
dalam negeri. Sasaran pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN/biofuel) pada tahun 2025
yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut sebesar 8%. Dalam rangka
mempercepat dan meningkatkan pemanfaatan BBN di dalam Negeri, maka ditetapkanlah
mandatori BBN yang dituangkan di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008
tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai
Bahan Bakar Lain, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor
32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Berdasarkan peraturan tersebut, mandatori
pemanfaatan Biodiesel dalam negeri meningkat dari 15% pada tahun 2015 menjadi 20%
pada tahun 2016 dan 30% pada tahun 2020.

Seiring dengan percepatan peningkatan pemanfaatan Biodiesel di dalam negeri


tersebut, muncul beberapa isu teknis dalam pemanfaatannya. Standar kualitas atau
spesifikasi Biodiesel pun terus ditingkatkan, dan terakhir kali telah direvisi dengan SNI
7182:2015 yang kemudian ditetapkan dengan Kepdirjen EBTKE Nomor 100 K/10/DEJ/2016
Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel
Sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di dalam Negeri. Namun demikian,
meningkatkan kualitas Biodiesel saja tidak cukup untuk menjamin pemanfaatannya tidak
mengalami kendala teknis. Hal ini dikarenakan sifat biodiesel yang serupa namun tak sama
dengan Diesel/Solar sehingga memerlukan beberapa perlakuan yang berbeda dalam
penanganan dan penyimpanannya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah Pedoman Umum

1
Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Biodiesel dan Campuran Biodiesel sebagai
acuan bagi seluruh pemangku kepentingan agar Biodiesel dan bahan bakar campurannya
yang digunakan tetap terjaga kualitasnya dan aman.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN


Pedoman Umum Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Biodiesel dan
Campuran Biodiesel ini disusun dengan maksud untuk menjadi salah satu rujukan bagi
pemangku kepentingan pemanfaatan BBN jenis biodiesel dalam menerapkan
penanganan/handling biodiesel dan bahan bakar campurannya serta sebagai bagian dari
upaya pengoperasian/pengusahaan industri bioenergi yang handal, aman, dan ramah
lingkungan.

Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Bahan Bakar Biodiesel dan Campuran


Biodiesel bertujuan memberikan panduan untuk mencegah terjadinya:
1. Penurunan kualitas biodiesel dan bahan bakar campurannya;
2. Pencemaran lingkungan oleh biodiesel dan bahan bakar campurannya;
3. Insiden atau kecelakaan kerja.
Yang dapat menyebabkan kerugian materiil dan reputasi/bisnis perusahaan terkait siklus
pemanfaatan biodiesel.

1.3. RUANG LINGKUP


Pedoman ini terdiri atas enam bagian dengan sistimatika sebagai berikut:
1. Bab 1 Pendahuluan, yang berisi latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup.
2. Bab 2 Pengertian Biodiesel (B100), Minyak Solar (B0), dan Bahan Bakar Campuran
(BXX), berisi deskripsi produk, bahan baku, proses produksi, dan spesifikasi teknisnya.
3. Bab 3 Perbedaan Sifat dan Karakteristik Antara B0, B100 dan BXX berisi penjelasan
terkait sifat Biodiesel dan perbedaannya dengan Minyak Solar.
4. Bab 4 Tata Cara Penanganan dan Pencampuran B0, B100 Dan BXX, berisi pedoman
penanganan, penyimpanan, transportasi, blending dan aspek keamanannya disertai
dengan beberapa contoh potensi permasalahan dan solusinya.
5. Bab 5 Penutup, yang berisikan kesimpulan, rekomendasi dan tindak lanjut.

Pedoman Umum ini diperuntukkan bagi sektor yang menggunakan bahan


bakar biodiesel dan campuran biodiesel maksimum 30%.

2
BAB 2
PENGERTIAN BIODIESEL (B100), MINYAK SOLAR (B0) DAN BAHAN
BAKAR CAMPURAN (BXX)

2.1. BIODIESEL (B100)


2.1.1. Bahan Baku
Biodiesel adalah bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa ester
metil asam lemak (fatty acid methyl ester, FAME) yang terbuat dari minyak nabati atau lemak
hewani dan memenuhi standar mutu yang disyaratkan. Di Indonesia spesifikasi teknis
biodiesel diatur dalam SK Dirjen EBTKE No. 100.K/10/DJE/2016 yang merujuk pada SNI
7182:2015 revisi kedua. Struktur generik molekul FAME ditampilkan pada Gambar 1.
Biodiesel murni dinotasikan sebagai B100, sedangkan campuran biodiesel dinotasikan
dengan B-XX yang menyatakan persentase biodiesel dalam campurannya dengan minyak
solar. Biodiesel (B100) mempunyai sifat-sifat kimia fisik yang mirip (meskipun tidak sama
persis) dengan minyak Solar sehingga bahan bakar campurannya dapat digunakan
langsung pada mesin-mesin diesel tanpa adanya modifikasi.

R’ C OCH3
Ester Metil

Gambar 1. Struktur Generik Molekul FAME

Sumber utama bahan baku minyak lemak biodiesel di Indonesia adalah kelapa sawit
(Elaeis guineensis) dengan total produksi 36 juta ton per tahun (2017). Sumber tanaman
potensial lainnya yang juga dapat dikembangkan sebagai bentuk diversifikasi bahan baku
adalah kelapa (Cocos nucifera), nyamplung (Calophyllum inophyllum), malapari/kranji
(Pongamia pinnata), jarak pagar (Jathropa curcas), dan lainnya. Bagian-bagian sumber
minyak dari tanaman tersebut ditampilkan pada Gambar 2.

3
Kelapa Sawit Jarak (Jatropha) Kedelai (Soybean)

Rapeseed Jagung Kemiri Sunan

Kelapa Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Biji Malapari/Kranji

Tanaman Kapok (Ceiba pentandra) Biji Nimba (Azadirachta indica) Bintaro (cerbera manghas)

Gambar 2. Beberapa Jenis Bahan Nabati Sebagai Bahan Baku Biodiesel

Secara umum, biodiesel bersifat mudah terdegradasi (biodegradable), tidak


mengandung senyawa aromatik dan sulfur, sehingga dipastikan emisi gas buang yang
dihasilkan lebih baik dibandingkan minyak solar. Hasil penelitian (Dewan MInyak Sawit
Indonesia, 2013) menunjukkan bahwa campuran biodiesel 20% (B20) memiliki emisi gas
buang ±50% lebih rendah dibandingkan minyak solar.

Komposisi asam lemak baik jenuh maupun tidak jenuh pada minyak nabati ataupun
lemak hewani mempengaruhi capaian nilai kualitas biodiesel khususnya untuk parameter
stabilitas oksidasi, angka iodium, angka setana, titik tuang dan titik kabut. Ditinjau dari
komposisi asam lemak penyusunnya, minyak sawit mengandung asam lemak jenuh (43%-
47%) dan asam lemak tak jenuh tunggal (43%-47%) dengan kadar hampir sama dan hanya
mengandung sedikit asam lemak tak jenuh ganda (10%). Dengan komposisi tersebut,
biodiesel berbasis minyak kelapa sawit memberikan dampak positif terhadap parameter
stabilitas oksidasi (> 12 jam), angka iodium (mencapai 60 mg I2/gr), dan angka setana
(minimal 51). Namun, khusus untuk nilai titik tuang dan titik kabut agak tinggi sehingga untuk

4
penggunaan di wilayah dengan temperatur rendah, perlu mendapat penanganan khusus.
Hal ini sesuai dengan yang ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh jenis asam lemak dalam minyak nabati terhadap kualitas biodiesel
(MJ. Ramos dkk, 2008)
Catatan:
- Bagian Kuning: angka setana, angka iod, dan kestabilan oksidasi yang bagus
- Bagian biru: titik tuang/kabut (cold filter pluging point/CFPP) yang bagus.
- Bagian hijau: gabungan

2.1.2. Proses Produksi


Proses produksi biodiesel di Indonesia umumnya menggunakan reaksi metanolisis
(transesterifikasi dengan metanol) yaitu reaksi antara minyak nabati dengan metanol dibantu
katalis basa (NaOH, KOH, atau sodium methylate) untuk menghasilkan campuran ester
metil asam lemak dengan produk ikutan, gliserol. Reaksinya diperlihatkan pada Gambar 4.

5
Gambar 4. Proses Reaksi Trans-Esterifikasi

Kandungan asam lemak minyak nabati akan menentukan pemilihan reaksi yang
digunakan, esterifikasi atau transesterifikasi. Apabila hasil pengujian asam lemak bebas
minyak nabati menunjukkan bahwa kandungan yang tinggi ( > 5%), maka perlu dilakukan
reaksi esterifikasi dan dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi. Namun, apabila
kandungan asam lemak bebas dalam minyak nabati rendah (< 5%), maka cukup dipilih
reaksi transesterifikasi.

Gambar 5. Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel

2.1.3. Spesifikasi dan Standar Kualitas


Tabel 1 menampilkan spesifikasi biodiesel (B100), sesuai dengan Keputusan
Dirjen EBTKE No. 100 K/10/DJE/2016 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan
Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di
dalam Negeri.

6
Tabel 1. Standar Spesifikasi Biodiesel menurut SNI 7182:2015
Batasan
No Parameter Uji Satuan Standar Uji
Min Maks
1 Massa jenis (pada 40oC) kg/m3 850 890 ASTM D 1298
2 Viskositas kinematik (pada 40oC) cSt 2,3 6,0 ASTM D 445
3 Angka setana 51 - ASTM D 613
4 Titik nyala (mangkok tertutup) oC 100 - ASTM D 93
5 Titik kabut oC - 18 ASTM D 2500
6 Korosi lempeng tembaga - - 1 ASTM D 130
(3 jam, 50oC)
7 Residu karbon ASTM D 4530
- dalam per contoh asli, atau %-massa - 0,05
- dalam 10% ampas distilasi - 0,3
8 Air dan sedimen %-vol - 0,05 ASTM D 2709
9 Temperatur distilasi 90% oC - 360 ASTM D 1160
10 Abu tersulfatkan %-massa - 0,02 ASTM D 874
11 Belerang mg/kg - 50 ASTM D 5453
12 Fosfor mg/kg - 4 AOCS Ca 12-55
13 Angka asam mg-KOH/g - 0,5 ASTM D 664
AOCS Cd 3d-63
14 Gliserol bebas %-massa - 0,02 ASTM D 6584
AOCS Ca 14-56
15 Gliserol total %-massa - 0,24 ASTM D 6584
AOCS Ca 14-56
16 Kadar ester metil %-massa 96,5 - dihitung
17 Angka iodium %-massa (g- - 115 AOCS Cd 1-25
I2/100g)
18 Kestabilan oksidasi
- Periode induksi metode menit - 480 EN 15751
rancimat menit - 36 ASTM D 7545
- Petrooksi
19 Monogliserida %-massa - 0,8

Catatan:
1. SNI 7182:2015 merupakan perbaikan dari standar sebelumnya
2. Metode pengujian tiap parameter didalam tabel spesifikasi diatas diuraikan didalam dokumen
SNI 7182:2015.

Pada prinsipnya, pengujian beberapa kualitas biodiesel mengacu pada metode


uji yang digunakan dalam pengujian minyak solar. Pengujian parameter yang spesifik
untuk biodiesel diuraikan sebagai berikut:

a. Angka asam
Angka asam merupakan ukuran banyaknya asam mineral dan asam lemak bebas
yang terkandung dalam biodiesel. Angka asam biodiesel dipengaruhi oleh

7
beberapa faktor seperti bahan baku, tahap produksi, dan juga durasi
penyimpanan. Tingkat keasaman yang tinggi berkorelasi dengan korosi pada
logam dan pembentukan deposit pada mesin, juga dapat merusak elastomer pada
saluran sistem bahan bakar. Bagi produsen, angka asam produk biodiesel yang
terlalu tinggi menunjukkan proses produksi yang kurang baik dan bagi pengguna
angka asam yang terlalu tinggi menunjukan penyimpanan yang tidak memenuhi
kaidah. Metode pengujian yang digunakan ASTM D 664 atau AOCS Cd 3d-63

b. Gliserol
Gliserol Terikat, yaitu gliserol dalam bentuk mono-, di-, dan trigliserida yang
tersisa dari proses konversi minyak nabati menjadi biodiesel. Kandungan gliserol
terikat yang berlebih dapat menimbulkan masalah ketika berada di tangki
penyimpan, yaitu gliserol ini akan terpisah dari biodiesel dan mengendap di dasar
tangki akibat perbedaan densitas. Pada sistem bahan bakar, kandungan gliserol
terikat khususnya monogliserida berpotensi menyebabkan masalah fouling pada
injektor dan berperan dalam pembentukan deposit pada nozzle, piston, dan
katup/valve.
Gliserol Bebas, merupakan ukuran kesuksesan proses purifikasi biodiesel.
Peningkatan kadar gliserol juga dapat terjadi akibat proses hidrolisa sisa mono-,
di-, dan trigliserida dalam penyimpanan biodiesel. Gliserol yang terpisah
selanjutnya mengendap, menarik senyawa polar lainnya seperti air,
monogliserida, dan sabun, yang sangat berpotensi menyebabkan mengganggu
sistem injeksi. Selain itu, gugus hidroksi yang terkandung dalam gliserol dapat
menyebabkan korosi pada logam tembaga dan seng. Endapan gliserol pada filter
bahan bakar juga dapat menghasilkan emisi yang berasal dari senyawa aldehid.
Gliserol Total, menunjukkan banyaknya gliserol yang terkandung dalam biodiesel
baik dalam bentuk gliserol bebas maupun gliserol terikat. Kandungan gliserol
berkorelasi dengan nilai viskositas biodiesel, apabila dinyatakan kadar gliserol
total suatu biodiesel tinggi, maka nilai viskositas dari biodiesel akan tinggi pula.
Metode pengujian yang digunakan sama dengan metode penentuan kadar gliserol
yaitu ASTM D 6584 atau AOCS Ca 14-56.

c. Air dan Sedimen


Pengujian kadar air dan sedimen dalam biodiesel dimaksudkan untuk menentukan
ketepatan volume air bebas dan sedimen. Air dan sedimen dalam bahan bakar

8
disinyalir dapat mengakibatkan kerusakan fasilitas dan sistem bahan bakar mesin.
Akumulasi sedimen dalam tangki penyimpan dapat menyebabkan penyumbatan
pada filter sehingga aliran bahan bakar ke tangki ruang bakar menjadi terhambat.
Air juga dapat mendorong terjadinya korosi pada tangki penyimpan, tangki bahan
bakar, dan peralatan yang ada di sekitar sistem ruang bakar mesin. Keberadaan
air juga merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dalam
sistem penyimpanan. Untuk mengetahui kandungan air dan sedimen dalam
biodiesel, dapat dilakukan pengujian berdasarkan metode ASTM D 2709.

d. Titik Nyala
Titik nyala adalah indikator keamanan penyimpanan akibat pengaruh panas.
Semakin rendah titik nyala, maka penyimpanan bahan bakar tersebut dinyatakan
tidak aman. Biodiesel umumnya memiliki titik nyala > 100 oC sehingga
penyimpanannya lebih aman dibandingkan minyak solar yang titik nyalanya
minimal 52oC. Apabila diketahui titik nyala biodiesel kurang dari 100oC, maka hal
ini merupakan indikator bahwa di dalam biodiesel masih terkandung sejumlah
metanol.

e. Temperatur distilasi 90%


Nilai temperatur distilasi 90% menggambarkan sifat volatilitas bahan bakar
hidrokarbon. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar konsentrasi
senyawa ester/FAME yang terkandung dalam biodiesel. Biodiesel umumnya baru
mulai teruapkan pada temperatur 360oC. Apabila kandungan trigliserida/asam
lemak yang terkandung dalam bahan bakar masih tinggi, maka capaian
temperatur distilasi akan lebih tinggi dari 360oC. Produsen biodiesel melakukan
pengukuran parameter ini untuk menilai kesuksesan reaksi konversi. Dari sisi
pengguna, kandungan asam lemak yang masih banyak dalam bahan bakar akan
memberikan dampak sulitnya penyalaan mesin, utamanya pada cuaca dingin.
Untuk menentukan angka distilasi tersebut, digunakan metode ASTM D 1160
dengan memanaskan sampel sampai temperatur tertentu hingga 90% sampel
teruapkan.

f. Abu tersulfatkan
Merupakan jumlah kontaminan anorganik seperti padatan abrasif dan sisa katalis,
serta konsentrasi logam terlarut dalam biodiesel. Senyawa ini dapat teroksidasi
dalam proses pembakaran yang menyebabkan pembentukan sejumlah abu yang

9
dapat menyebabkan terbentuknya deposit pada mesin diesel. Metode uji yang
digunakan ASTM D 874.

g. Belerang/sulfur
Kandungan sulfur dalam biodiesel dinyatakan hampir nihil, kecuali dari sisa reaksi
esterifikasi yang menggunakan katalis asam sulfat dan proses purifikasi tidak
berlangsung sempurna. Kandungan sulfur di Indonesia dibatasi maksimum
2500ppm, karena emisi gas buang SOx dapat merusak kesehatan dan lingkungan.
Keberadaan sulfur dalam bahan bakar juga dapat menyebabkan keausan pada
mesin karena menghasilkan bahan yang bersifat korosif dan menaikkan jumlah
deposit di dalam ruang bakar dan piston. Sulfur dinilai dapat memberikan efek
pelumasan bahan bakar, namun hal ini dapat digantikan dengan penggunaan
biodiesel sebagai campuran bahan bakar, dengan tujuan untuk mengurangi emisi
dan meningkatkan efek pelumasan pada mesin diesel. Standard pengujian yang
digunakan ASTM D 5453 atau ASTM D 1266.

h. Fosfor
Kandungan fosfor dalam biodiesel umumnya berasal dari fosfolipid yang
terkandung dalam bahan baku minyak nabati. Proses penyiapan minyak nabati
memegang peran penting untuk mereduksi kandungan fosfor tersebut. Dalam
proses purifikasi biodiesel, fosfor akan terikut bersama dengan fasa gliserol-air.
Untuk tahap penyempurnaan, kandungan fosfor dapat dieliminasi dengan bantuan
kolom distilasi. Kandungan fosfor berlebih terbukti menghambat kemampuan
sistem pengurangan emisi gas buang karena disinyalir meracuni katalitik konverter
dan membentuk deposit pada kepala piston, katup dan injektor. Besarnya
kandungan fosfor pada biodiesel diuji dengan metode AOCS Ca 12-55.

i. Angka iodium
Angka iodium merupakan ukuran jumlah senyawa tak jenuh yang terkandung
dalam minyak/lemak, juga senyawa dalam bentuk mono-, di-, dan trigliserida, serta
senyawa poli- tak jenuh (polyunsaturated). Keberadaan senyawa tak jenuh ini
ditandai dengan tingginya angka iodium. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
beberapa permasalahan sebagai berikut:
• Terjadinya polimerisasi dan pembentukan deposit pada nozzle injektor, cincin
piston dan ulir cincin piston, ketika dalam kondisi panas;

10
• Penurunan stabilitas oksidasi biodiesel, yang nantinya menyebabkan
pembentukan beragam produk degradasi yang memberikan dampak negatif
dalam pengoperasian mesin;
• Penurunan kualitas pelumasan bahan bakar pada mesin.

Angka iodium juga berkorelasi dengan viskositas dan angka setana. Apabila
viskositas dan angka setana terukur rendah, maka hal ini merupakan indikasi
tingginya kandungan poli tak jenuh dalam biodiesel tersebut.

Metode uji yang digunakan untuk mendeteksi angka iodin adalah AOCS Cd 1-25
dan satuan yang ditunjukkan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi
per gram contoh biodiesel (%-m iodium terabsorpsi). Satu mol iodium terabsorpsi
setara dengan satu mol ikatan rangkap (dua), sehingga dapat dirumuskan sebagai
berikut:

12,69(B − C)N
Angka iodium, AI (%-m) =
W
keterangan :
C : volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml.
B : volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml.
N : normalitas eksak larutan natrium tiosulfat.
W : berat eksak contoh biodiesel yang ditimbang untuk analisis, g.

j. Stabilitas oksidasi
Berdasarkan sifat kimianya, biodiesel lebih mudah mengalami degradasi oksidatif
dibandingkan minyak solar. Hal ini berkaitan dengan tingginya kandungan
senyawa ester poli tak jenuh yang mengandung banyak ikatan rangkap dan rentan
terhadap oksidasi. Rendahnya nilai stabilitas oksidasi dapat menyebabkan
permasalahan pada elastomer khususnya pada sistem saluran bahan bakar.
Produk oksidasi yaitu hidroperoksida mudah terpolimerisasi dengan radikal bebas
yang akhirnya membentuk sedimen tidak terlarut dan gum, menyebabkan
penyumbatan filter bahan bakar dan deposit pada sistem injeksi dan ruang bakar.
Produk oksidasi lainnya seperti aldehid, keton, dan asam karboksilat rantai pendek
dapat menyebabkan permasalahan korosi pada sistem injeksi. Hal ini juga
didorong oleh kenaikan angka asam dan peningkatan angka peroksida.

11
2.2. MINYAK SOLAR (B0)
Minyak solar merupakan bahan bakar jenis distilat yang digunakan untuk mesin
diesel “compression ignition” yaitu mesin yang menggunakan sistem kompresi yang
menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga dapat membakar minyak solar
yang disemprotkan oleh injektor di ruang bakar. Penggunaan minyak solar pada
umumnya adalah untuk bahan bakar pada jenis minyak solar putaran tinggi (di atas
1000 rpm). Minyak solar juga biasa disebut Gas Oil atau High Speed Diesel (HSD).

2.2.1. Spesifikasi dan Standar Kualitas


Standard dan mutu (spesifikasi) minyak solar yang dipasarkan di dalam negeri,
ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No.
28.K/10/DJM.T/2016 seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Spesifikasi Minyak Solar yang dipasarkan dalam negeri

Batasan
No Parameter Uji Satuan Standar Uji
Min Maks
1 Bilangan setana, atau 48 - ASTM D 613
Indeks setana 45 - ASTM D 4737
2 Berat jenis (pada 15oC) kg/m3 815 870 ASTM D 4052
ASTM D 1298
3 Viskositas (pada 40oC) 2,0 4,5 ASTM D 445
4 Belerang %-m/m - 0,35 ASTM D 4294
0,30 ASTM D 5453
0,25
0,05
0,005
5 Distilasi: 90% Volume Penguapan oC - 370 ASTM D 86
6 Titik nyala oC 52 - ASTM D 93
7 Titik kabut oC - 18 ASTM D 2500
8 Titik tuang oC - 18 ASTM D 97
9 Residu karbon %-m/m 0,1 ASTM D 189
10 Kandungan air mm/kg - 500 ASTM D 6304
11 Kandungan FAME %v/v - 20 ASTM D 7806
ASTM D 7371
12 Korosi bilah tembaga %-massa - Kelas 1 ASTM D 130
13 Kandungan abu %-m/m 0,01 ASTM D 482
14 Kandungan sedimen %-m/m - 0,01 ASTM D 473
15 Bilangan asam kuat mg KOH / g - 0 ASTM D 664
16 Bilangan asam total mg KOH / g - 0,6 ASTM D 664
17 Penampilan visual - - -
18 Warna No. ASTM 96,5 3,0 ASTM D 1500
19 Lubricity (HFRR wear scar dia. @60oC) mikron 460 ASTM D 6079
20 Kestabilan oksidasi Metode Rancimat jam 35 EN 15751

12
2.3. BAHAN BAKAR CAMPURAN (B-XX)
Biodiesel memiliki sifat fisika yang mirip dengan minyak solar sehingga
memudahkan proses pencampuran. Bahan bakar campuran biodiesel dinotasikan
dengan B-XX dimana ‘XX’ menunjukkan besarnya persentase biodiesel yang
ditambahkan dalam minyak solar. Bahan bakar campuran biodiesel diproduksi dengan
cara pencampuran atau blending. Proses pencampuran ini umumnya berlangsung di
terminal bahan bakar minyak (TBBM) atau dilakukan sendiri oleh pihak pengguna di
fasilitas yang tersedia.

2.3.1. Teknik Pencampuran Biodiesel dan Minyak Solar


Sebelum melakukan pencampuran, pastikan biodiesel dan minyak solar
memiliki temperatur yang sama untuk mendapatkan campuran yang homogen. Selain
itu, pastikan temperatur di lokasi pencampuran di atas titik kabut biodiesel untuk
menghindari terjadinya pembentukan presipitasi biodiesel yang nantinya akan
mengendap pada dasar tangki penyimpan atau tangki bahan bakar dan menyebabkan
penyumbatan filter bahan bakar.
Pencampuran biodiesel dengan minyak solar harus memperhatikan ketepatan
konsentrasi biodiesel yang ditargetkan. Pencampuran dapat dilakukan menggunakan
dua metode, yaitu In-line Blending dan Splash Blending/In-tank Blending.
Pencampuran biodiesel dengan solar berbasis bahan bakar fosil adalah produk
yang paling banyak didistribusikan untuk digunakan. Secara umum dan sebagian
besar dunia menggunakan sistem yang dikenal sebagai "B20" faktor untuk
menyatakan jumlah biodiesel dalam campuran bahan bakar yang digunakan dalam
berbagai konsentrasi yang berbeda, yaitu:
- 100% biodiesel disebut sebagai B100
- 30% biodiesel, 70% bahan bakar solar diberi nama dengan B30
- 20% biodiesel, 80% bahan bakar solar diberi nama dengan B20
Secara terperinci, proses pencampuran Biodiesel dengan minyak solar akan
dijelaskan pada Bab 4.

2.3.2. Spesifikasi dan Standar Kualitas


Spesifikasi minyak solar 48, ditampilkan dalam Tabel 3 yang telah mengakomodasi
standar mutu B20, ditandai dengan syarat mutu kadar FAME hingga 20% v/v. Spesifikasi
solar 48 sesuai dengan Kepdirjen Migas No. 28.K/10/DJM.T/2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor
13
3675.K/24/DJM/2006 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis
Solar yang Dipasarkan di dalam Negeri.
Tabel 3. Standar Spesifikasi Minyak Solar 48 (B20)

BATASAN
No PARAMETER SATUAN METODE UJI
Min Maks
Bilangan Setana/Angka Setana atau Indeks 48 ASTM D613
1.
Setana 45 ASTM D4737
2. Berat Jenis (pada suhu 15oC) 815 870 Kg/m3 ASTM D4052 /D1298
3. Viskositas (pada suhu 40oC) 2,0 4,5 mm3/s ASTM D445
0,35
0,30
4. Kandungan Sulfur 0,25 % m/m ASTM D 4294 / D5453
0,05
0,005
Distilasi :
5. 370 oC ASTM D86
90% vol. Penguapan
6. Titik Nyala 52 oC ASTM D93
7. Titik Kabut 18 oC ASTM D2500
8. Titik Tuang 18 oC ASTM D97
9. Residu Karbon 0,1 % m/m ASTM D189
10. Kandungan Air 500 Mm /Kg ASTM D6304
11. Kandungan FAME 20 % v/v ASTM D7836 /D7371
12. Korosi Bilah Tembaga Kelas 1 ASTM D130
13. Kandungan Abu 0,01 % m/m ASTM D482
14. Kandungan Sedimen 0 % m/m ASTM D473
mg
15. Bilangan Asam Kuat 0 ASTM D664
KOH /g
mg
16. Bilangan Asam Total 0,6 ASTM D664
KOH /g
Jernih dan
17. Penampilan Visual
Terang
18. Warna 3,0 No. ASTM ASTM D1500
19. Lubricity (HFRR wear scar dia. @60oC) 460 micron ASTM D6079

20. Kestabilan Oksidasi Metode Rancimat 35 Jam EN15751

a. Analisis Angka Setana (Metode ASTM D 613)


Angka setana (cetane number) adalah sebuah ukuran unjuk kerja penyalaan
bahan bakar minyak solar yang diperoleh dengan membandingkannya terhadap
bahan bakar acuan (reference fuels) di dalam mesin uji yang telah distandarisasi.
Pengertian unjuk kerja penyalaan adalah waktu kelambatan penyalaan bahan
bakar sebagai ditetapkan di dalam mesin uji standar pada kondisi tertentu dalam
hal kecepatan aliran bahan bakar, waktu injeksi, dan rasio kompresi. Rasio

14
kompresi adalah perbandingan volume ruang pembakaran termasuk ruang
pembakaran awal (precombustion) dengan piston pada titik mati bawah terhadap
volume dengan piston pada titik api atas.
Kelambatan penyalaan (delay ignition) adalah periode waktu dinyatakan dalam
derajad sudut putaran poros engkol antara bahan bakar mulai diinjeksikan dan
bahan bakar mulai menyala. Waktu injeksi adalah waktu awal dalam satu siklus
pembakaran diukur dalam derajad putaran poros engkol dimana bahan bakar
diinjeksikan ke dalam ruang bakar.
Dikatakan angka setana karena dari hasil pengujian diperoleh angka pada mesin
CFR No.F5 yang menunjukkan sifat kelambatan pembakaran dari bahan bakar.
Makin tinggi nilai angka setana, menunjukkan bahwa bahan bakar mutunya makin
tinggi, sebab semakin pendek kelambatan pembakaran. Ini berarti jumlah bahan
bakar yang digunakan semakin sedikit sehigga mesin mempunyai efisiensi tinggi.
Oleh karena itu, angka setana yang tinggi memberikan kenaikan tekanan yang
cepat dan tekanan maksimum yang rendah, sehingga mengurangi suara
pembakaran.

b. Analisis Indeks Setana (Metode ASTM D 4737)


Calculated Cetane Index (CCI) adalah suatu cara untuk memprediksi nilai angka
setana dari minyak solar dengan menggunakan suatu rumusan. Rumusan
perhitungan ini tidak dapat digunakan untuk bahan bakar yang mengandung aditif
yang menunjukkan kecenderungan menaik dan juga tidak dapat digunakan untuk
senyawa hidrokarbon murni, bahan bakar sintetis misalnya shale oil dan tar sands,
alkilat atau produk-produk coal–tar. Data yang diperlukan untuk perhitungan
adalah API gravity ASTM D 1298 atau ASTM D 287, distilasi ASTM D 86 dan
densitas pada 15oC ASTM D 1298. Disamping itu calculated cetane index untuk
bahan bakar distilat dapat diturunkan secara konvensional dengan menggunakan
nomograf.

c. Analisis Berat Jenis @ 15oC (Metode ASTM D 1298/D 4052)


Densitas adalah berat cairan per unit volume pada 15oC dan 101,325kPa dengan
satuan standar pengukuran misalnya kg/m3. Sedangkan Specific Gravity (Relative
density) adalah perbandingan massa sejumlah volume zat pada suhu tertentu
terhadap massa air murni dengan volume yang sama pada suhu yang sama atau
suhu yang berbeda.

15
Oleh sebab itu specific gravity dinyatakan dengan dua angka suhu. Angka pertama
menunjukkan suhu zat, sedang angka kedua menunjukkan suhu air. Umumnya
suhu acuan meliputi 60/60oF, 20/20oC, 20/4oC. Kedua suhu acuan harus
dinyatakan secara eksplisit.

d. Analisis Viskositas @ 40oC (Metode ASTM D 445)


Viskositas dinamik biasa disebut koefisien viskositas dinamik atau lebih sederhana
disebut viskositas. Viskositas dinamik adalah ukuran tahanan untuk mengalir atau
perubahan bentuk dari suatu cairan. Istilah viskositas dinamik juga dapat
digunakan dalam suatu konteks yang berbeda untuk menunjukkan suatu kuantitas
yang tergantung frekuensi dimana tegangan geser dan kecepatan geser
mempunyai ketergantungan terhadap waktu sinusoidal. Viskositas kinematik
adalah tahanan cairan untuk mengalir karena gaya berat. Untuk aliran gaya berat
pada suatu ketinggian hidrostatik tertentu, ketinggian tekanan suatu cairan
proporsional dengan kerapatannya. Analisis viskositas dilakukan untuk
mengetahui kemudahan mengalir dari bahan bakar.

e. Analisis Kandungan Sulfur (Metode ASTM D 4294)


Senyawaan sulfur dalam minyak bumi dan produk turunannya terdiri dari beberapa
jenis; antara lain hidrogen sulfida (H2S), merkaptan (RSH), sulfida (RSR), disulfida
(RSSR), alkil sulfat (R2SO4), asam sulfonat (RSO2OH), sulfoksida (RSOR), sulfona
(RSO2R), tiofena (C4H4S) dan benzotiofena (C8H6S). Keseluruhan jumlah
senyawa tersebut dikatakan sebagai total sulfur. Sulfur dalam bahan bakar minyak
dapat meyebabkan bau, ikut membentuk gum dan sludge dalam penyimpanan,
serta dalam pembakaran akan menimbulkan asap yang bersifat korosif. Tidak
semua akibat sulfur merugikan. Sulfur yang ada dalam aditif bersifat sebagai
penghambat oksidasi (oxidation inhibitor) dalam minyak lumas, senyawa sulfur
juga berfungsi sebagai penghambat korosi dalam lumas gear atau sebagai
extreem pressure properties untuk cutting oil. Kandungan sulfur dalam bahan
bakar dibatasi pada nilai maksimalnya, sehingga analisis parameter ini penting
untuk dilakukan.

f. Analisis Distilasi (Metode ASTM D 86)


Distilasi pada dasarnya adalah menguapkan cairan dengan cara dipanaskan,
kemudian uapnya didinginkan untuk menghasilkan distilat. Analisis distilasi

16
dilakukan untuk mengetahui karakteristik penguapan bahan bakar yang
digunakan, dan beberapa pengertian yang penting dalam analisis distilasi adalah:
- Initial Boiling Point (IBP) adalah pembacaan termometer pada saat tetesan
kondensat pertama jatuh yang terlihat pada ujung tabung kondenser.
- Persen evaporated adalah jumlah persen antara cairan yang diperoleh dan
persen yang hilang.
- Persen recovered adalah persen maksimum yang diperoleh dari suatu distilasi,
terbaca pada tabung (gelas ukur) penampung distilat.
- End point dan Final Boiling Point (FBP) adalah pembacaan suhu maksimum
selama distilasi berlangsung. lni terjadi setelah cairan dalam tabung distilasi
teruapkan semua. Juga disebut suhu maksimum.

g. Analisis Titik Nyala (Metode ASTM D 93)


Titik nyala (flash point) adalah suhu terendah pada kondisi tekanan barometer
101,3kPa (760mmHg), dimana dengan penyalaan tertentu menyebabkan uap
contoh terbakar pada kondisi pengujian. Tinggi/rendahnya titik nyala sangat
bergantung pada komponen hidrokarbon dalam bahan bakar. Parafin akan lebih
mudah terbakar dari pada olefin, olefin lebih mudah terbakar dari pada naften, dan
aromat paling sulit terbakar. Makin tinggi fraksi minyak bumi makin tinggi pula titik
nyalanya, produk dengan titik nyala rendah makin mudah menguap sehingga
mudah terbakar. Titik nyala sangat erat kaitannya dengan faktor keselamatan
pada penanganan bahan bakar.

h. Analisis Titik Tuang (Metode ASTM D 97)


Pour point (titik tuang) adalah suhu terendah dimana bahan bakar minyak masih
dapat mengalir dengan sendirinya pada kondisi pengujian. Kemudahan mengalir
minyak solar dipengaruhi oleh komposisi hidrokarbon dalam bahan bakar itu.
Kegagalan untuk mengalir pada titik tuang umumnya berhubungan dengan
kandungan lilin dari minyak; tetapi dapat juga karena pengaruh viskositas minyak
yang sangat kental. Bahan bakar yang banyak mengandung parafin (lilin) akan
lebih mudah membeku dibanding dengan bahan bakar kandungan parafinnya
rendah. Struktur lilin yang berhubungan dengan pendinginan minyak, dapat diatasi
dengan cara diberi tekanan yang relatif kecil.

17
i. Analisis Residu Karbon (Metode ASTM D 4530)
Residu karbon (carbon residue) adalah residu yang terbentuk dari penguapan dan
degradasi panas dari suatu bahan yang mengandung karbon. Dibedakan antara
residu karbon dan coke. Residu karbon tidak seluruhnya karbon sedang coke
berasal pengubahan karbon karena proses pirolisis. Terdapat hubungan antara
residu karbon dan API-gravity minyak dan juga konstituen aspaltik. Untuk residu
karbon (% massa) tinggi, makin tinggi pula kandungan aspaltik (% massa), berarti
minyak tersebut tidak mudah menguap (non volatil). Pengujian residu karbon
digunakan untuk evaluasi karakteristik deposit oleh karbon dalam peralatan jenis
pembakaran minyak (oil burning) dan mesin internal combustion.

j. Analisis Kandungan Air (Metode ASTM D 6304)


Keberadaan air di dalam bahan bakar minyak adalah air yang terlarut dalam bahan
bakar dan air yang tak terlarut dalam bahan bakar. Air yang tak terlarut (air bebas)
dalam bahan bakar dapat dipisahkan dengan cara pengendapan dan selanjutnya
pengurasan. Terdapatnya air akan menyebabkan turunnya panas pembakaran,
busa dan bersifat korosif. Bahan mudah menguap yang terlarut dalam air, dapat
diukur sebagai air. Bila suhu dingin, air dapat mengkristal sehingga menyumbat
saluran bahan bakar.

k. Analisis Korosi Bilah Tembaga (Metode ASTM D 130)


Sifat korosif mogas disebabkan oleh sulfur bebas, dan senyawaan sulfur reaktif
(terutama merkaptan dan hidrogen sulfida). Senyawaan sulfur ini reaktif terhadap
tembaga, menghasilkan noda kupri-merkaptida yang berwarna merah kecoklatan.
Merkaptan diklasifikasikan atas merkaptan ringan dan merkaptan berat. Bahan
bakar yang mengandung merkaptan berlebihan perlu diolah dengan proses soda
washing. Proses ini hanya menghilangkan merkaptan ringan, sedang merkaptan
berat tidak hilang oleh proses ini. Pengujian korosif ini sebagai uji kualitatif, sedang
uji kuantitatifnya ditetapkan sebagai merkaptan sulfur.

l. Analisis Kandungan Abu (Metode ASTM D 482)


Abu dari minyak solar dapat berasal dari senyawaan logam yang larut dalam air,
aditif sabun surfaktan sebagai bahan untuk netralisasi asam bahan bakar, atau
dari padatan ikutan lain seperti debu dan produk pengkaratan. Metode uji yang
digunakan adalah gravimetric; yaitu analisis kimia dengan cara pembakaran,
pemijaran, pendinginan, dan penimbangan. Karena gravimetri, maka

18
penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat konstan artinya selisih dua
penimbangan 0,2 mg.

m. Analisis Kandungan Sedimen (Metode ASTM D 473)


Terdapatnya sedimen dalam bahan bakar minyak dikhawatirkan akan menyumbat
saringan bahan bakar. Disamping itu, sedimen dapat membentuk endapan pada
sistem injeksi atau ruang pembakaran. Saat bahan bakar minyak terbakar,
endapan ini akan membara, menghasilkan endapan (deposit) dalam keadaan
dingin.

n. Analisis Warna (Metode ASTM D 1500)


Analisis ini digunakan umumnya untuk keperluan kontrol produksi dan terutama
kualitas produk bahan bakar. Pada beberapa kasus, warna menjadi indikator
penting kebersihan dari bahan bakar yang digunakan. Jika rentang warna dari
produk telah ditetapkan, maka pentimpangan warna dari rentang yang ditetapkan
dapat menjadi indikasi terjadinya kontaminasi produk lain. Namun demikian, warna
tetap tidak dapat digunakan sebagai acuan baku untuk menentukan kualitas suatu
produk bahan bakar.

2.4. Bahan Bakar Campuran B30


Spesifikasi B30 ditampilkan dalam Tabel 4, berupa hasil pengujian dari
Laboratorium Uji Kelompok Bahan Bakar dan Aviasi, PPPTMGB “LEMIGAS” (tanggal
14 Desember 2017). Tabel tersebut memperlihatkan perbandingan hasil pengujian
penambahan kandungan FAME hingga 30% (B30) dan mengacu standar Spesifikasi
Miyak Jenis Minyak Solar 48 sesuai dengan Kepdirjen Migas No. 28.K/10/DJM.T/2016.

Tabel 4. Hasil pengujian sifat fisika kimia bahan bakar minyak solar dan campuran biodiesel.

Hasil Uji
Minyak Solar dan Campuran Spesifikasi Metode
No Parameter Satuan
Biodiesel Pengujian
B-0 B-20 B-30 Min Maks
1 Angka Setana 48.3 51.5 53.1 48 - D 613
Berat Jenis pada 15 D 4052 /
2 kg/m3 838.4 847.6 851.0 815 870
⁰C D 1298
Viskositas pada 40
3 mm3/s 2.66 2.94 3.15 2 4.5 D 445
⁰C
4 Kandungan Sulfur %m/m 0.062 0.040 0.040 - 0.25 D 4294
Distilasi (90% Vol.
5 ⁰C 348.8 349.2 351.0 - 370 D 86
Penguapan) (T90)

19
Hasil Uji
Minyak Solar dan Campuran Spesifikasi Metode
No Parameter Satuan
Biodiesel Pengujian
B-0 B-20 B-30 Min Maks
6 Titik Nyala ⁰C 65 70 70 52 - D 93
D 97 / D
7 Titik Tuang ⁰C -3 0 0 - 18
5949
8 Residu Karbon %m/m Nihil Nihil Nihil - 0.1 D 4530
9 Kandungan Air mg/kg 70.5 191.5 230.7 - 500 D 6304
10 Kandungan FAME %v/v 0 20.0 30.0 - 20 D 7806
Korosi Bilah
11 1A 1A 1A Kelas 1 D 130
Tembaga
12 Kandungan Abu %m/m Nihil Nihil Nihil - 0.01 D 482
Kandungan
13 %m/m Nihil Nihil Nihil - 0.01 D 473
Sedimen
Bilangan Asam mg
14 0 0 0 - 0 D 664
Kuat KOH/g
Bilangan Asam mg
15 0.11 0.32 0.36 - 0.6 D 664
Total KOH/g
16 Lubrisitas HFRR micron 335.0 305.0 275.0 - 460 D 6079
Jernih dan Jernih dan Jernih dan Jernih dan
17 Penampilan Visual - -
Terang Terang Terang Terang
No.
18 Warna 1.3 1.4 1.7 - 3.0 D 1500
ASTM
19 Stabilitas Oksidasi Jam >48 >48 >48 35 - EN 15751

20
BAB 3
PERBEDAAN SIFAT DAN KARAKTERSITIK ANTARA
B0, B100 DAN BXX

3.1. SENYAWA HIDROKARBON DAN SENYAWA ESTER


Biodiesel diproduksi dari bahan baku minyak nabati atau lemak hewani melalui
tahapan proses transesterifikasi yang selanjutnya dimurnikan hingga diperoleh produk
Biodiesel (B100) yang sesuai dengan standar mutu yang dipersyaratkan.

Bahan baku minyak nabati atau lemak hewani akan mempengaruhi sifat dan
karakteristik Biodiesel (B100) yang dihasilkan, sedangkan pemilihan teknologi proses dan
penanganan biodiesel termasuk penyimpanan dan transportasi akan berpengaruh pada
kualitas Biodiesel. Semakin tinggi konsentrasi biodiesel yang dicampurkan dalam minyak
solar, maka sifat dan karakteristik campuran biodiesel (B-XX) akan semakin mengarah ke
sifat dan karakteristik biodiesel. Kualitas campuran biodiesel ditentukan oleh beberapa hal
sebagai berikut:

a. Kualitas bahan bakar pencampurnya yaitu biodiesel (B100) dan minyak solar
(B0),
b. Teknik pencampuran biodiesel dan minyak solar, dan
c. Cara penanganan dan penyimpanan campuran biodiesel diterima atau
digunakan pada mesin diesel.

Secara garis besar sifat dan karakteristik biodiesel ‘mirip’ dengan minyak solar
sehingga dapat dicampurkan secar langsung. Perbedaan mendasar antara Biodiesel dan
Minyak Solar ditinjau dari sumber bahan baku diuraikan pada Tabel 5 berikut.

21
Tabel 5. Perbedaan Karakter Material antara B100 dan B0
BIODIESEL (B100) FOSSIL DIESEL (B0)
Terbarukan, diproduksi dari minyak nabati Tidak terbarukan, diproduksi dari minyak bumi
atau sumber daya fosil lain
Terdiri atas campuran ester metil asam-asam Terdiri dari senyawa hidrokarbon dengan
lemak jenuh dan tidak jenuh panjang rantai C14-C18
Bersifat sebagai pelarut (mild solvent) yang Bersifat non-polar, tidak larut dalam air dan tidak
sedikit polar sehingga sedikit melarutkan air melarutkan air.
Kandungan sulfur sangat rendah Kandungan sulfur tinggi
Terdapat kandungan oksigen (O2) dalam Tidak ada kandungan oksigen (O2) dalam
biodiesel senyawa
Biodegradable Sangat sulit terdegradasi
Kestabilan terhadap oksidasi sedang Kestabilan terhadap oksidasi tinggi
Berpengaruh terhadap material karet alam, dan Praktis tak berpengaruh pada karet alam dan
aspalt, dipengaruhi oleh logam (katalis aspalt serta tak dipengaruhi oleh logam (katalis
oksidasi), oksidasi),
Lebih aman disimpan karena titik nyala lebih Titik nyala rendah sehingga harus disimpan
tinggi dengan baik
Berat jenis lebih berat dari B0 Berat jenis relatif lebih ringan dari B100

Untuk mengetahui tingkat perbedaan karakteristik antara biodiesel dan minyak solar,
maka dilakukan pengujian laboratorium. Hal ini nantinya akan memberikan gambaran
kepada pengguna mengenai kelebihan dan kelemahan dalam pemanfaatan biodiesel
sebagai bahan bakar campuran dengan minyak solar. Perbedaan keduanya ditampilkan
pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbedaan Parameter pada B0 dan B100

No. PARAMETER B0 B100


1. Nilai Kalor 42,7 MJ/kg 37 MJ/kg
2. Berat Jenis B0 < B100
3. Angka setana B0 (min 48) < B100 (min 51)
4. Titik Nyala o o
B0 (minimal 55 C) < B100 (minimal 100 C)
5. Kandungan Sulfur B0 (3000 ppm) > B100 (100 ppm)
6. Titik tuang/titik kabut B0 << B100
7. Viskositas B0 (relatif) < B100
8. Polaritas Non-polar Sedikit/agak polar
9. Komposisi senyawa Ester metil asam lemak
Hidrokarbon
(jenuh dan tidak jenuh)

Sifat dan karakteristik biodiesel ini penting diketahui sehingga dapat memudahkan
pihak-pihak pengguna dalam menganalisa permasalahan pada proses penanganan,

22
penyimpanan, maupun masalah teknis di mesin diesel, seperti yang diuraikan dalam
Tabel 7.

Tabel 7. Beberapa konsekuensi dari karakter Biodiesel (B100)

NO. SIFAT DAN PARAMETER KETERANGAN


1 Kandungan Oksigen pada Menaikkan angka setana sehingga meningkatkan
senyawa-senyawa penyusun kesempurnaan pembakaran bahan bakar dalam ruang
biodiesel. bakar mesin.
2 Tingkat kadar ester metil asam- - Berakibat buruk pada tingkat kestabilan biodiesel
asam lemak tak jenuh ganda terhadap oksidasi.
dalam biodiesel. - Dapat diredam dengan pembubuhan aditif
antioksidan.
- Tingkat kestabilan yang rendah terhadap oksidasi
menyebabkan biodiesel mudah naik angka asam dan
kadar airnya dan membentuk sludge apabila
disimpan dalam jangka waktu lama.
3 Bahan agak polar yang dapat - Mempengaruhi kejernihan biodiesel.
melarutkan sedikit air. - Menimbulkan karat pada logam tertentu.
4 Kemampuan melarutkan - Memiliki kemampuan membersihkan kerak dari
(solvency) yang disebabkan logam material pipa atau tangki penyimpan.
senyawa ester. - Mempengaruhi beberapa material elastomer (karet
alami, dan sejenisnya).
- Mengakibatkan pembengkakan (swelling) pada
material karet karena proses ‘cross-linking’ oleh
senyawa ester.
5 Senyawa organik yang mudah - Terjadi bila biodiesel disimpan dalam jangka waktu
terkontaminasi oleh mikroba. lama.
- Timbull karena pengaruh akumulasi air di dasar
tangki.
- Bisa menyebabkan degradasi kualitas biodiesel.

3.2. SOLVENCY (EFEK PELARUTAN)


Senyawa ester telah lama dikenal dan digunakan sebagai pembersih dan pelarut.
Biodiesel atau ester metil asam lemak (fatty acid methyl esters) merupakan senyawa ester
sehingga memiliki kemampuan untuk melarutkan akumulasi pengotor yang menempel pada

23
dinding tangki penyimpan, tangki bahan bakar mesin, dan perpipaan, khususnya yang telah
lama dipakai sebagai penyimpan atau melayani produk minyak solar. Kerak-kerak yang
terlarut akan terakumulasi di dasar tangki maupun sedikit teremulsi di dalam bahan bakar,
yang nantinya apabila terikut masuk ke dalam sistem pembakaran dapat menyebabkan
tersumbatnya filter bahan bakar hingga malfungsi injektor.

Kemampuan atau daya pelarutan ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi biodiesel,
semakin tinggi konsentrasi biodiesel dalam suatu tangki yang mengandung kerak, maka
semakin kuat daya pelarutannya. Sebagai ilustrasi, proses pelarutan tangki penyimpan
(tanpa pembersihan awal) yang digunakan untuk menyimpan produk campuran biodiesel
20% (B20) akan terhenti setelah 12 bulan masa pengoperasian, artinya selama 12 bulan,
filter bahan bakar bekerja keras untuk menahan pengotor yang terbawa dari tangki
penyimpan. Namun, hal ini tidak terjadi pada tangki penyimpan atau perpipaan yang sejak
awal telah melayani biodiesel atau campuran biodiesel. Untuk mencegah permasalahan
pelarutan kerak akibat biodiesel, maka tangki atau perpipaan yang akan digunakan untuk
menyimpan atau melayani biodiesel harus dibersihkan terlebih dahulu.

3.3. AIR DAN SEDIMEN


Air merupakan salah satu kontaminan di dalam biodiesel yang harus selalu dimonitor
dan dijaga kandungannya sebelum bahan bakar sampai ke injektor. Keberadaan air dalam
biodiesel dapat bersumber dari proses pemurnian yang belum sempurna dari proses
produksi biodiesel, juga air bebas yang bertambah akibat prosedur penanganan dan
penyimpanan yang belum maksimal. Akumulasi air pada dasar tangki akan mendorong
pertumbuhan sejumlah mikroba, selain itu perbedaan tingkat afinitas biodiesel dan minyak
solar dapat menyebabkan pembentukan emulsi yang ditandai dengan keruhnya bahan
bakar dalam penyimpanan. Air juga dapat menyebabkan karat pada logam-logam tertentu
dan berpotensi menurunkan efisiensi pembakaran.

Pemisahan air dapat dilakukan dengan proses separasi, dengan bantuan peralatan
water stripping filter atau dengan water coalescence filter. Air yang terakumulasi nantinya
akan terkumpul di bagian bawah filter dan perlu dilakukan pengurasan harian untuk
mencegah terserapnya kembali air ke bahan bakar. Penggunaan filter berlapis (multi stage
filter) dapat membantu mengurangi beban kerja filter utama.

24
3.4. STABILITAS DAN PEMBENTUKAN DEPOSIT
Stabilitas oksidasi biodiesel dibatasi minimal 8 jam (SNI 7182:2015), namun produksi
biodiesel di Indonesia yang menggunakan bahan baku berbasis minyak sawit menghasilkan
biodiesel dengan stabilitas oksidasi rata-rata lebih dari 12 jam tanpa tambahan anti oksidan.
• Stabilitas oksidasi - dikarenakan sifat kimianya, biodiesel lebih mudah mengalami
degradasi oksidatif dibandingkan minyak solar. Hal ini berkaitan dengan tingginya
kandungan senyawa ester poli unsaturasi yang mengandung banyak ikatan
rangkap dan rentan terhadap oksidasi. Rendahnya nilai stabilitas oksidasi dapat
menyebabkan permasalahan pada elastomer khususnya pada sistem saluran
bahan bakar. Produk oksidasi yaitu hidroperoksida mudah terpolimerisasi dengan
radikal bebas yang akhirnya membentuk sedimen tidak terlarut dan gum,
menyebabkan penyumbatan filter bahan bakar dan deposit pada sistem injeksi dan
ruang bakar (Mittelbach and Gangl, 2001). Produk oksidasi lainnya seperti aldehid,
keton, dan asam karboksilat rantai pendek dapat menyebabkan permasalahan
korosi pada sistem injeksi. Hal ini dikarenakan kenaikan angka asam dan
peningkatan angka peroksida.

• Stabilitas termal – dalam sistem injeksi diesel, sebagian bahan bakar


disirkulasikan dan mengalami tekanan termal dalam waktu yang cukup panjang.
Pada awal kerusakan minyak dan asam lemak, radikal bebas memulai proses
siklisasi dan oligomerisasi. Industri otomotif mensyaratkan stabilitas termal
minimum untuk mencegah pembentukan produk polimerisasi, menyebabkan
senyawa lengket pada pompa injeksi maupun penyumbatan filter bahan bakar.

• Stabilitas penyimpanan – berkaitan dengan masa akhir penyimpanan biodiesel.


Perubahan selama penyimpanan dapat disebabkan oleh reaksi hidrolitik dan
oksidatif. Pada tahap awal terjadi pembentukan asam karboksilat bebas yang
ditandai dengan kenaikan angka asam, selanjutnya membentuk hidroperoksida
yang diikuti dengan pembentukan produk terpolimer dan kenaikan viskositas bahan
bakar. Reaksi hidrolitik diawali dengan tingginya kandungan asam lemak bebas
dan air, serta pengotor higroskopik lainnya. Laju degradasi oksidatif tergantung
pada komposisi asam lemak bebas, paparan udara, cahaya/panas matahari, dan
antioksidan.

25
3.5. PENGARUH PADA SUHU LINGKUNGAN YANG RENDAH
Suhu merupakan salah satu kondisi yang perlu diperhatikan dalam penanganan
(penyimpanan dan transportasi) biodiesel dan campurannya. Pada kondisi/cuaca dingin,
biodiesel dapat mengendapkan gel, yang akan menyumbat filter pada peralatan dispenser
dan menjadi terlalu kental untuk dipompa. Parameter yang perlu dimonitor untuk
penanganan biodiesel dalam hal ini adalah sebagai berikut:

a. Cloud point/titik kabut, yaitu suhu dimana ‘awan’ padatan (gabungan kristal-kristal kecil)
mulai terbentuk di dalam biodiesel. Padatan ini dapat menyumbat filter dan dapat
mengendap di dalam tangki penyimpanan.
b. Pour point/titik tuang, yaitu suhu dimana telah terbentuk sangat banyak ‘awan’
padatan/kristal di seluruh badan cairan, sehingga cairan (biodiesel) tidak dapat mengalir
sekalipun dipompa. Titik tuang biasanya lebih rendah dari titik kabut.

3.6. BIODEGRADASI
Kontaminasi mikrobiologikal seperti aerobic fungus (jamur), bakteri, dan yeast dapat
timbul akibat tingginya kadar air di dalam Biodiesel. Anaerobic colonies, yang biasanya
mereduksi sulfur, dapat aktif di dalam sedimen pada permukaan tangki dan menyebabkan
korosi. Untuk mencegah adanya kontaminasi mikrobiologis di dalam biodiesel yang akan
disimpan cukup lama (katakanlah lebih dari sebulan), dapat ditambahkan bahan aditif
(biocides) yang biasa digunakan untuk solar.

26
BAB 4
TATA CARA PENANGANAN DAN PENCAMPURAN
B0, B100 DAN BXX

4.1. KELENGKAPAN DOKUMEN


Dokumen teknis yang biasanya relevan dengan pelaksanaan penanganan dan
pencampuran biodiesel meliputi:

4.1.1. Material Safety Data Sheet (MSDS)


Adalah dokumen yang berisi informasi mengenai potensi bahaya bahan kimia
yang meliputi potensi dampak kesehatan, potensi kebakaran, reaktivitas dan
lingkungan termasuk cara bekerja yang aman dengan bahan kimia tersebut.

4.1.2. Sertifikat Produk


A. Certificate of Quality (CoQ)
Adalah surat keterangan yang menerangkan bahwa kualitas atau mutu barang
telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pembeli dan ditandatangani
oleh pejabat berwenang.

B. Certificate of Analysis (CoA)


Adalah surat keterangan tentang hasil pengujian kualitas di laboratorium terhadap
suatu produk mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan, yaitu B20 oleh
Dirjen Migas dan B100 oleh Dirjen EBTKE. Pengujian kualitas dilakukan antara
lain saat kegiatan:
a. Before Discharge atau sebelum pembongkaran produk di lokasi bongkar,
b. After Received atau setelah dilakukan penerimaan di tangki timbun,
c. Sebelum dilakukan pencampuran (uji Short Test), dan
d. Setelah dilakukan pencampuran menjadi B20.

27
4.2. TATA CARA PENYIMPANAN
4.2.1. Penyimpanan Biodiesel (B100)
Penyimpanan biodiesel direkomendasikan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan, kecuali di
dalam tangki yang ruang uapnya bebas oksigen (misalnya dengan nitrogen blanket), atau
biodieselnya sudah dibubuhi antioksidan, dan pada tangki terpasang filter udara sehingga
ketika biodiesel dikeluarkan dari tangki, udara yang masuk ke dalam ruang uap tangki bebas
dari mikroba. Apabila biodiesel disimpan lebih dari 3 (tiga) bulan, maka parameter yang perlu
menjadi perhatian antara lain angka asam, titik kabut dan stabilitas oksidasi.

Penyimpanan biodiesel disarankan tidak dilakukan di dalam tangki bawah tanah,


kecuali temperatur tangki bawah tanah tersebut dapat dijamin tidak pernah lebih rendah dari
titik kabut biodiesel, dan tangki bebas rembesan air. Hal-hal berikut ini harus diperhatikan
dalam penyimpanan Biodiesel, yaitu:
a. Biodiesel sebaiknya disimpan pada suhu tidak lebih rendah dari titik kabutnya.
b. Penyimpanan biodiesel maupun pencampurannya dengan minyak solar disarankan
tidak dilakukan di lokasi-lokasi yang suhunya bisa lebih rendah dari 20oC.

Kompatibilitas material terhadap biodiesel sangat berbeda dengan terhadap solar.


Oleh karena itu, suatu material yang kompatibel dengan solar belum tentu kompatibel
dengan biodiesel. Tabel 8 menunjukkan kompabilitas berbagai material non logam terhadap
biodiesel. Komponen-komponen non logam pada instalasi penyimpanan biodiesel
sebaiknya dipilih dari material yang beratribut “kompatibel” di dalam Tabel 8.

Tabel 8. Kompatibilitas Elastomer Terhadap Penggunaan Biodiesel


(Disusun sesuai tingkat kompatibilitas)

NO. MATERIAL KOMPATIBILITAS DENGAN BIODIESEL (METIL OLEAT)


1. Buna-N Tidak direkomendasikan
2. Butadiene Tidak direkomendasikan
3. Butil Efek ringan
4. Chemraz Kompatibel
5. Ethylene Propylene (EPDM) Efek menengah
6. Fluorocarbon Kompatibel
7. Fluorosilicon Efek ringan, meningkatkan swelling
8. Hifluour Kompatibel
9. Hypalon Tidak direkomendasikan

28
NO. MATERIAL KOMPATIBILITAS DENGAN BIODIESEL (METIL OLEAT)
10. Natural Rubber Tidak direkomendasikan
11. Neoprene Tidak direkomendasikan
12. Neoprene/choloropene Tidak direkomendasikan
13. Nitrile Tidak direkomendasikan
14. Nitrile, high aceto-nitrile Efek ringan dengan penggunaan B20, mempengaruhi swelling
dan menurunkan kekuatan
15. Nitrile, hydrogenated Tidak direkomendasikan
16. Nitrile, peroxide-cured Efek ringan dengan penggunaan B20, mempengaruhi swelling
dan menurunkan kekuatan
17. Nordel Efek menengah sampai tinggi
18. Nylon Kompatibel
19. Perfluoroelastomer Kompatibel
20. Polypropylene Efek menengah, meningkatkan swelling, mengurangi kekerasan
21. Polyurethane Efek ringan, meningkatkan swelling
22. Styrene-butadiene Tidak direkomendasikan
23. Teflon Kompatibel
24. Viton Kompatibel
25. Viton A-410C Kompatibel dengan rapseeds methyl ester, tidak
direkomendasikan untuk B20 yang teroksidasi dan diatasnya
26. Viton F-605c Kompatibel dengan rapseeds methyl ester, tidak
direkomendasikan untuk B20 yang teroksidasi dan diatasnya
27. Viton GBL-S Kompatibel dengan rapseeds methyl ester dan semua campuran
yang teroksidasi
28. Viton GF-S Kompatibel dengan rapseeds methyl ester dan semua campuran
yang teroksidasi
29. Wil-Flex Efek menengah sampai tinggi

Beberapa logam yang dapat mempercepat proses oksidasi dan menyebabkan


timbulnya material yang tidak terlarut di dalam biodiesel adalah timah, timbal, kuningan,
perunggu, dan zink. Logam yang tergalvanisasi dan logam yang telah dilapisi dengan terne
juga tidak kompatibel dengan biodiesel murni maupun campuran.

Material konstruksi yang sesuai untuk tangki penyimpanan biodiesel adalah dari baja
karbon, baja tahan karat (stainless steel), aluminium, baja, fluorinated polyethylene,
fluorinated polypropylene, teflon, dan fiberglass. Kuningan, perunggu, tembaga, timah, dan

29
seng (Zn) tidak cocok untuk bahan konstruksi tangki biodiesel karena dapat mempercepat
proses oksidasi biodiesel oleh udara.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan Biodiesel di dalam tangki


meliputi :
1. Melaksanakan storage good housekeeping practice :
a. Tank cleaning dilakukan secara teratur dan berkala.
b. Kebersihan dasar tangki harus sering diperiksa.
c. Kebersihan strainer/filter pompa, meter, dispenser harus sering diperiksa dan
dibersihkan/diganti.
d. Frekuensi sering buntunya filter/strainer dapat digunakan sebagai indikasi
adanya degradasi produk karena tumbuhnya mikroba ataupun kontaminasi.
e. Melakukan tindakan untuk mengurangi kadar air dalam tangki:
- Setiap pagi dilakukan pemeriksaan free water & butiran/droplet air dengan
menggunakan pasta air.
- Setiap hari dilakukan pengurasan air (draining) dari dasar tangki.
- Atap dan venting tangki berfungsi baik dan tidak bocor/keropos.
- Tangki tidak dibiarkan terlalu lama kosong (ullage tinggi).
- Untuk pengembangan ke depan, desain tangki fixed roof disarankan
dilengkapi dengan internal floater.
2. Selama penyimpanan harus dilakukan proses pengawasan mutu baik secara rutin
maupun berkala.
a. Setiap pagi dilakukan pengurasan air (draining).
b. Setiap pagi diambil contoh dari saluran pengurasan untuk pemeriksaan visual
adanya air dan sedimen. Jika masih tampak air dan sedimen, pengurasan
dilanjutkan sampai produk benar-benar bebas air dan sedimen.
c. Setiap bulan diambil contoh semua lapisan (all level sample) dan contoh
lapisan dasar (bottom sample) untuk dilakukan short test di laboratorium lokasi
atau di TBBM terdekat. Pemeriksaan yang harus dilakukan minimum adalah:
- Visual (tingkat kejernihan, warna, free water dan sedimen)
- Density
- Viskositas
- Kadar Air dan Sedimen
- Angka Asam Total (Total Acid Number, TAN)

30
- Angka Iodium
d. Setiap 6 bulan diambil contoh semua lapisan (all level sample) dan contoh
lapisan dasar (bottom sample) untuk dilakukan semi complete test di
laboratorium lokasi atau di TBBM terdekat. Pemeriksaan yang harus dilakukan
minimum adalah:
- Visual (tingkat kejernihan, warna, free water dan sedimen)
- Density
- Viskositas
- Kadar Air dan Sedimen
- Angka Asam Total (TAN)
- Angka Iodium
- Kestabilan Oksidasi (Oxidation Stability)
e. Adanya perubahan warna, peningkatan kekentalan/viskositas, peningkatan
angka asam total (Total Acid Number, TAN) dan terbentuknya
endapan/gum/jelly merupakan indikasi telah terjadi degradasi/kerusakan
produk selama penyimpanan.
f. Apabila ada penerimaan baru/topping-up pada produk yang tersisa di tangki,
maka hasil pencampuran produk BXX di tangki setelah proses penerimaan
selesai harus dilakukan pemeriksaan visual ataupun uji di laboratorium.
g. Sebelum digunakan untuk proses blending harus dilakukan pemeriksaan
visual yaitu kejernihan, warna, bersih bebas free water dan kotoran/sedimen.

4.2.2. Penyimpanan BXX


Sebelum dilakukan penyimpanan BXX perlu dipastikan semua material kompatibel
terhadap BXX dan telah dilakukan pembersihan bagian dalam tangki, termasuk sarana
pendukung seperti perpipaan, drain, dan gasket.

Dalam praktek di lapangan, BXX dapat ditemui tersimpan di dalam tangki atas tanah,
tangki bawah tanah, maupun tangki kendaraan.

Persyaratan penyimpanan BXX di dalam tangki atas tanah tidak sesulit penyimpanan
B100. BXX dapat disimpan di dalam tangki yang sebelumnya biasa dipergunakan untuk
menyimpan minyak solar, asalkan tangki tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari air dan
lumpur di dasarnya, dan sebaiknya juga dari karat yang menempel di dinding. Apabila karat

31
tidak dibersihkan, maka pada minggu-minggu awal penggunaan, filter bahan bakar perlu
diperiksa dan diganti apabila terjadi penyumbatan.

Jika BXX disimpan di dalam tangki bawah tanah, maka selain persyaratan
penyimpanan di atas tanah, sangat perlu diperhatikan bahwa tangki penyimpan tidak akan
bisa kemasukan air. Lama penyimpanan BXX di dalam tangki bawah tanah disarankan tidak
lebih dari 3 (tiga) bulan.

BXX tidak disarankan tersimpan lama di dalam tangki kendaraan, terlebih jika
kendaraan disimpan setelah beroperasi, karena selama beroperasi biodiesel akan teraduk
dengan oksigen sehingga penyimpanan kendaraan setelah beroperasi, memberikan waktu
untuk terjadinya reaksi degradasi biodiesel yang signifikan.

Semakin tinggi kadar biodiesel di dalam campuran, maka semakin kuat pengaruh
karakter biodiesel terhadap karakter campuran. Jadi, untuk campuran biodiesel berkadar
20% (B20) atau lebih, kompatibilitas materialnya kian mendekati kompatibilitas material
untuk B100. Oleh karena itu, komponen-komponen non logam pada instalasi penyimpanan
BXX sebaiknya juga dipilih dari material yang beratribut “kompatibel” di dalam tabel 8.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan BXX di dalam tangki


meliputi:
1. Umumnya BXX dapat tahan disimpan kurang lebih sekitar 3 (tiga) bulan dengan
ketentuan bahwa selama penyimpanannya harus memenuhi kaidah-kaidah
pelaksanaan storage good housekeeping practice; yaitu:
a. Tank cleaning dilakukan secara teratur dan berkala.
b. Kebersihan dasar tangki harus sering diperiksa.
c. Kebersihan strainer/filter pompa, meter, dispenser harus sering diperiksa dan
dibersihkan/diganti.
d. Frekuensi sering buntunya filter/strainer dapat digunakan sebagai indikasi
adanya degradasi produk karena tumbuhnya mikroba ataupun kontaminasi.
e. Melakukan tindakan untuk mengurangi kadar air dalam tangki:
- Setiap pagi dilakukan pemeriksaan free water & butiran/droplet air dengan
menggunakan pasta air,
- Setiap hari dilakukan pengurasan air dari dasar tangka,
- Atap dan venting tangki berfungsi baik dan tidak bocor/keropos,
- Tangki tidak dibiarkan terlalu lama kosong (ullage tinggi), dan

32
- Untuk pengembangan ke depan, disain tangki fixed roof disarankan
dilengkapi dengan internal floater.

2. Selama penimbunan harus dilakukan pengawasan mutu baik secara rutin maupun
berkala:
a. Setiap pagi dilakukan pengurasan air,
b. Setiap pagi diambil contoh dari saluran pengurasan untuk pemeriksaan visual
adanya air dan sedimen, jika masih tampak air dan sedimen, pengurasan
dilanjutkan sampai produk benar-benar bebas air dan sedimen,
c. Setiap bulan diambil contoh semua lapisan (all level sample) dan contoh
lapisan dasar (bottom sample) untuk dilakukan short test di laboratorium lokasi
atau di TBBM terdekat. Pemeriksaan yang harus dilakukan minimum adalah:
- Visual (tingkat kejernihan, warna, free water dan sedimen),
- Density 15oC,
- Viskositas,
- Angka Asam Total (TAN), dan
- Kadar Air.
d. Setiap 6 (enam) bulan diambil contoh semua lapisan (all level sample) dan
contoh lapisan dasar (bottom sample) untuk dilakukan semi complete test di
laboratorium lokasi atau di TBBM terdekat. Pemeriksaan yang harus dilakukan
minimum adalah:
- Visual (tingkat kejernihan, warna, free water dan sedimen),
- Density 15oC,
- Viskositas,
- Angka Asam Total (TAN),
- Kadar Air, dan
- Microbiological growth → khusus bottom sample.
e. Adanya perubahan warna, peningkatan kekentalan/viskositas, angka asam
total (TAN) dan terbentuknya gum/jelly merupakan indikasi telah terjadi
degradasi/kerusakan produk selama penyimpanan.
f. Apabila ada penerimaan baru/topping-up pada produk yang tersisa di tangki,
maka hasil pencampuran produk BXX di tangki setelah proses penerimaan
selesai harus dilakukan pemeriksaan visual ataupun uji di laboratorium.

33
4.3. TATA CARA TRANSPORTASI
Prinsip dasar transportasi bahan bakar adalah memastikan bahwa kualitas bahan
bakar yang dikirim masih memenuhi syarat mutu ketika sampai dan diterima konsumen. Hal
terpenting dalam kegiatan tranportasi bahan bakar adalah memastikan tidak ada
kontaminasi pengotor, baik air, lumpur, maupun material lainnya yang berpotensi merusak
kualitas bahan bakar tersebut.
Dalam transportasi Biodiesel/BXX, beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian
antara lain potensi cemaran air, paparan sinar matahari, panas, dan material logam yang
kontak dengan Biodiesel/BXX. Pengiriman bahan bakar umumnya dilakukan dengan 2 (dua)
cara; yaitu melalui transportasi darat (tangki BBM ditempatkan di truk/trailer atau rangkaian
kereta api) dan/atau transportasi laut (kapal dan iso-tank).

4.1.3. Pengiriman Biodiesel/BXX melalui Transportasi Darat


Kegiatan pengiriman Biodiesel/BXX dengan transportasi darat dapat dilakukan
dengan truk BBM maupun rail train wagon (RTW). Pengiriman dari Terminal Bahan Bakar
Minyak (TBBM) ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) umumnya dilakukan
menggunakan truk BBM dengan beragam kapasitas (8, 16, 24, 32 kL), tergantung
kebutuhan. Untuk tangki 24 dan 32 kL biasanya dibagi dalam kompartemen, sehingga dapat
mengangkut beberapa jenis bahan bakar dalam setiap perjalanannya. Sedangkan
pengiriman antar TBBM umumnya dilakukan menggunakan RTW dengan kapasitas 100 kL
per-wagon, adapun contoh moda transportasi ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Alat transportasi bahan bakar cair

Tata cara pengiriman bahan bakar yang direkomendasikan untuk transportasi darat
adalah sebagai berikut :

34
1. Pastikan konstruksi tangki bahan bakar terbuat dari material berikut: baja karbon,
baja anti karat, atau aluminium. Pastikan juga material selang/hose, seal dan
gasket merupakan material yang kompatibel dengan biodiesel (lihat tabel 6).
2. Pastikan tidak ada kontaminasi air dalam tangki Biodiesel/B20 maupun pada
koneksi untuk transfer Biodiesel/BXX.
3. Lubang pipa ukur dan manhole tangki Biodiesel/BXX harus selalu tertutup rapat
kecuali pada waktu mengukur. Potensi kontaminasi air terbesar melalui manhole,
penanganan ekstra pada area sekitar manhole wajib dilakukan.
4. Setiap pengiriman Biodiesel/BXX menyertakan Certificate of Quality (CoQ).
5. Dalam proses loading/unloading, perlu diperhatikan keadaan lingkungan. Tidak
dianjurkan melakukan proses loading/unloading dalam kondisi hujan.
6. Sebelum proses unloading, operator penerima wajib melakukan pengukuran
temperatur, densitas, kadar air (jika memungkinkan), dan visualisasi kejernihan.
7. Jika pengiriman dilakukan di daerah bersuhu dibawah 20oC, maka perlu dipilih tangki
yang dilengkapi dengan pemanas atau insulasi.

4.1.4. Pengiriman Biodiesel/BXX melalui Transportasi Laut


Pengiriman biodiesel dengan transportasi laut dapat dilakukan dalam bentuk
biodiesel murni (B100) maupun dalam bentuk BXX. Perjalanan laut relatif panjang dan
antrian bongkar muat, terkadang menyebabkan kapal tanker pengirim biodiesel
menjadi floating storage sebelum bahan bakar dapat ditransfer ke tangki penyimpanan
di depo. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah material tangki yang
digunakan untuk proses transportasi harus kompatibel dengan biodiesel, mengingat
lingkungan laut yang sangat korosif, maka material yang cocok digunakan misalnya
high stainless steel, aluminium, coated-stainless steel atau HDPE, ataupun material
lainnya yang disarankan. Selain itu, prosedur tank cleaning yang benar (sesuai SOP)
wajib dilakukan sebelum oil tank digunakan untuk transportasi biodiesel. Pastikan tidak
ada kontaminasi air yang tersisa dari proses tank cleaning maupun kebocoran tangki.

35
Gambar 7. Penampang Kapal Tanker Pengangkut Bahan Bakar

Keterangan gambar :
- Oil tanker, suatu jenis kapal yang diubah bentuk dan tujuannya untuk mengangkut
minyak dalam bentuk curah di dalam ruang muatnya termasuk pengangkut
kombinasi (combination carriers) dan semua jenis “chemical tanker”, saat kapal
tersebut mengangkut muatan atau sebagian muatan berupa minyak dalam
kapasitas curah.
- Oil tank, merupakan kompartemen yang berfungsi untuk menyimpan material yang
akan ditransportasikan. Volume setiap kompartemen bervariasi tergantung ukuran
kapal, demikian pula jumlah kompartemen dalam kapal.
- Ballast, merupakan ruang yang dipakai untuk menempatkan air sebagai
penyeimbang kapal setelah kegiatan bongkar muat (unloading). Antara ballast dan
oil tank dilengkapi dengan sekat sehingga tidak ada kontak antara air ballast atau
muatan selain bahan bakar.

36
a. Iso-tank (size 20kL) b. IBC Tank (size 1kL)

c. Oil Tanker (12 x ±500kL)


Gambar 8. Jenis tangki dalam transportasi bahan bakar

Pengiriman biodiesel melalui transportasi laut dapat dilakukan dengan beberapa


media seperti:
a) ISO-Tank, merupakan tangki perantara berkapasitas 20 ataupun 40 kL umumnya
digunakan untuk mengirim biodiesel ke destinasi tertentu, misalnya untuk kegiatan
individual handling,
b) IBC-Tank, juga merupakan tangki perantara berkapasitas 1000L, digunakan untuk
mengirimkan sejumlah biodiesel ke destinasi tertentu, misalnya untuk kegiatan
individual handling, namun pengiriman biodiesel dengan IBC tank tidak dilakukan
Oil tanker, merupakan jenis kapal berkapasitas 6000kL yang digunakan untuk proses
pengiriman bahan bakar antar daerah dalam jumlah besar.

Tata cara pengiriman bahan bakar yang direkomendasikan untuk transportasi laut
adalah sebagai berikut :
1. Pastikan konstruksi tangki bahan bakar (oil tank) terbuat dari material yang
kompatibel dengan biodiesel, seperti high tensile steel, aluminium, coated-stainless

37
steel atau HDPE. Pastikan seal, gasket, dan koneksi lainnya terbuat dari material
yang kompatibel dengan biodiesel.
2. Umumnya tangki bahan bakar hanya melayani satu jenis bahan bakar, jika
digunakan untuk beberapa jenis bahan bakar, pastikan tangki bahan bakar
dibersihkan terlebih dahulu sebelum proses pemuatan (loading) baru. Lakukan
pengecekan muatan dan identifikasi material yang tersisa di dalam tangki. Khusus
untuk transportasi laut, biasanya proses cleaning out dilengkapi dengan sertifikat
(Clean Out Certification) dari vendor yang menyatakan bahwa oil tank siap
melayani loading bahan bakar baru.
▪ Untuk tangki pengangkut biodiesel/minyak solar/BXX, pergantian kedua jenis
bahan bakar tersebut tidak perlu disertai dengan proses pembersihan.
▪ Untuk tangki pengangkut bahan bakar bensin, lubrikan, minyak mentah dan
lainnya, maka perlu dilakukan proses pembersihan.
Metode pembersihan yang umumnya digunakan adalah perendaman (soaking),
pencucian (washing), dan diikuti dengan pengeringan (drying).
3. Pastikan tidak ada kontaminasi air dalam tangki bahan bakar maupun pada koneksi
untuk transfer bahan bakar.
4. Saat proses loading bahan bakar ke oil tank, minimalkan ruang kosong untuk
mencegah kondensasi uap air berlebih selama proses shipping.
5. Setelah proses loading biodiesel/BXX ke oil tank, seluruh katup koneksi harus
disegel oleh lembaga yang sudah ditunjuk dan tersertifikasi secara nasional.
6. Khusus untuk pengiriman dengan ISO-Tank, umumnya ISO-Tank ditempatkan
pada bagian atas muatan lainnya, sehingga paparan panas matahari dapat
mempengaruhi kualitas biodiesel. Pastikan ISO-Tank dalam keadaan baik, tidak
ada kebocoran, tidak memiliki banyak ruang kosong, dan dilindungi penutup (misal:
terpal karet) untuk mencegah kontaminasi air laut. Selain itu, pastikan katup
koneksi harus disegel oleh lembaga yang sudah ditunjuk dan tersertifikasi secara
nasional sebelum proses shipping.
7. Setiap pengiriman Biodiesel/BXX wajib menyertakan Certificate of Analysis (CoA).
8. Dalam proses loading/unloading, perlu diperhatikan keadaan lingkungan. Tidak
dianjurkan melakukan proses loading/unloading dalam kondisi hujan.
9. Sebelum proses unloading, operator penerima wajib melakukan uji sampling
minimum seperti pengukuran temperatur, densitas, visualisasi kejernihan, dan
potensi air menggunakan pasta air (water paste). Selain itu, perlu dilakukan
38
pengiriman sampel ke laboratorium untuk uji singkat (short test), tujuannya
melakukan pengecekan kualitas bahan bakar yang dikirimkan. Jika pihak
laboratorium menyatakan bahwa biodiesel memenuhi persyaratan mutu (on
specs), maka proses unloading dapat dilaksanakan.
10. Pada keadaan tertentu, jika proses unloading tidak dapat dilakukan karena antrian
jetty sehingga kapal tanker beralih fungsi menjadi temporary floating storage, maka
perlu dilakukan sampling bahan bakar setiap 5 (lima) hari untuk memastikan
kualitas biodiesel masih on specs.
11. Proses unloading dari oil tanker ke storage tank dilakukan dengan bantuan loading
arm. Loading arm yang melayani transfer minyak solar juga berfungsi untuk transfer
biodiesel/BXX. Sedangkan biodiesel/BXX yang dikirim dengan ISO-Tank,
dipindahkan ke truk untuk dikirimkan ke lokasi tujuan, misal untuk kegiatan
individual blending suatu industri.

4.4. TATA CARA PENCAMPURAN


Pada umumnya, pencampuran biodiesel dengan minyak solar tidak sulit. Sifat
biodiesel sedikit lebih berat dan kental daripada minyak solar, oleh karena itu semakin sering
dilakukan pengadukan, maka semakin homogen campuran yang didapatkan. Ada dua
macam metode pencampuran yang banyak dilakukan di Indonesia; yaitu sebagai berikut :

a. Metode in-line blending


Metode ini dilakukan dengan menambahkan biodiesel ke dalam aliran minyak solar di
dalam pipa atau selang penyaluran. Pencampuran terjadi pada saat pergerakan
turbulensi minyak solar dan biodiesel di dalam pipa yang digunakan untuk mengalirkan
bahan bakar ke dalam suatu tangki. Metode ini umumnya dilakukan di Depo atau
blending point yang mempunyai tanki biodiesel dan minyak solar.

39
Gambar 9. Mekanisme Proses Pencampuran Biodiesel dengan Minyak Solar
dengan Metode In-Line Blending.

Prosedur In-Line Blending dilakukan dengan cara sebagai berikut :


1. Seperti yang disajikan dalam gambar 9, metode In-Line Blending menggunakan
dua pompa meteran yang mengatur katup sistem injeksi bahan bakar pada pipa.
2. Biodiesel ditambahkan perlahan-lahan dan kontinu melalui pipa yang lebih kecil ke
dalam aliran minyak solar yang mengalir di dalam pipa lebih besar.
3. Selain itu, metode ini juga dapat dilakukan dengan menambahkan biodiesel dengan
perbandingan volume yang telah ditentukan, secara kontinu dan perlahan-lahan
sehingga biodiesel tersebar merata sepanjang proses pemuatan minyak solar.
4. Pada beberapa kasus, distributor yang membawa biodiesel dan minyak solar pada
tangki terpisah, mencampurkan dua jenis bahan bakar ini dengan metode In-Line
Blending pada saat proses pemuatan campuran bahan bakar ke tangki pelanggan.
5. Pada metode In-Line Blending debit aliran bahan bakar diatur dengan katup yang
dikendalikan oleh motor dan indikator metering. Dengan sistem ini, pencampuran
terjadi di dalam pipa dengan tetap mempertahankan debit aliran sehingga turbulensi
fluida di dalam pipa dapat mempercepat proses pencampuran biodiesel dengan
minyak solar.
6. Tahapan teknis pencampuran dengan metode In-Line Blending adalah sebagai
berikut :
a. Menentukan target komposisi biodiesel di dalam minyak solar (misalnya B20);
b. Menentukan volume total campuran biodiesel dan minyak solar yang akan
dimasukkan ke dalam tangki (VT);
c. Menghitung volume minyak solar (VS) dan volume biodiesel (VB) yang harus
dialirkan ke dalam tanki :

40
𝑉B = 𝑋𝑉T
𝑉S = (1 − 𝑋)𝑉T
Keterangan : X adalah konsentrasi atau persen volume Biodiesel
d. Mengalirkan minyak solar dan biodiesel secara bersamaan ke dalam tanki
melalui pipa yang telah terpasang indikator metering dan katup dengan
perbandingan laju alir Biodiesel (FB) terhadap laju alir minyak solar (FS) sebesar
:
𝑋
𝐹B = 𝐹
1−𝑋 S
e. Setelah proses pencampuran selesai, harus dipastikan volume campuran di
dalam tanki sebesar VT dan volume minyak solar serta biodiesel yang dialirkan
sebesar VS dan VB.
Pada aplikasinya, metode in-line blending dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Pencampuran Sekuensial pada Rak Pipa Pengisian


Cara pencampuran ini dilakukan pada saat unloading minyak solar dari tanker BBM,
yaitu dengan menginjeksikan biodiesel ke dalam pipa pengisian tangki bahan bakar
yang tersusun di rak perpipaan. Dalam metode ini, biodiesel diinjeksikan secara
bertahap (sekuensial). Debit bahan bakar diatur dengan katup yang dikendalikan
motor serta meter indikator, seperti ilustrasi yang disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Pencampuran Sekuensial pada Rak/Jalur Pipa Pengisian

2. Pencampuran Sekuensial pada Loading Arm Pengisian Mobil Tangki


Bahan bakar minyak solar dicampur dengan biodiesel tepat pada saat akan
dimasukkan kedalam tangki sistem transportasi bahan bakar seperti truk tank.
Pencampuran pada loading arm pengisian ini mempunyai keuntungan yaitu tidak
terlalu banyak merubah sistem pengisian di terminal seperti depo. Kerugian dari

41
sistem ini adalah biaya operasi dan perawatan serta instalasi meningkat. Ilustrasi
ditampilkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Pencampuran Sekuensial pada Loading Arm Pengisian

Keuntungan In-line blending adalah:

a. Waktu blending disesuaikan dengan permintaan, pemuatan pada saat blending,


serta pengukuran dilakukan dalam satu operasi.
b. Akurasi blending cukup tinggi dan parameter campuran dapat dilakukan
pengawasan secara terus menerus.
c. Kualitas yang dicapai pada saat blending lebih akurat dan dapat dilakukan
analisa secara on-line untuk memastikan spesifikasi dari hasil blending cukup
optimal dan memenuhi syarat spesifikasi.
d. Dapat mengontrol serta mengawasi secara langsung terjadinya perubahan
spesifikasi dari hasil blending.

b. Metode in-tank blending


Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan biodiesel pada bagian atas tangki yang
telah berisi minyak solar. Prinsip pencampuran ini adalah memanfaatkan perbedaan
densitas dari Biodiesel dan minyak solar. biodiesel memiliki densitas yang lebih besar
sehingga pada saat dituangkan di atas minyak solar, biodiesel bergerak ke bawah
sehingga terjadi pencampuran. Keuntungan dari metode ini adalah sistem operasinya
yang mudah dan tidak memerlukan tambahan fasilitas pada infrastruktur yang sudah
ada. Akan tetapi, tingkat homogenitas campuran yang dihasilkan tidak sebaik metode

42
in-line blending. Pada umumnya, metode in-tank blending digunakan untuk lokasi
dimana tempat loading biodiesel dan loading minyak solar terpisah. Ilustrasi ditampilkan
pada Gambar 12.

Gambar 12. Mekanisme Proses Pencampuran Biodiesel dengan Minyak Solar


dengan Metode In-Tank Blending.

Tahapan pencampuran dengan metode in-tank blending adalah sebagai berikut :

a. Tangki diisi dengan bahan bakar minyak solar terlebih dahulu;


b. Volume minyak solar diukur di dalam tangki (VS);
c. Menentukan target komposisi biodiesel di dalam minyak solar;

d. Menghitung volume biodiesel yang harus ditambahkan ke dalam tangki (VB);


𝑋
𝑉B = 𝑉
1−𝑋 S
e. Biodiesel dituangkan ke dalam tangki melalui bagian atas tanki (untuk memastikan
volume Biodiesel yang masuk ke dalam tanki sejumlah VB, dapat dipasang debit
/flowmeter).

43
Beberapa hal yang menjadi catatan dan harus diperhatikan dalam melakukan
pencampuran (blending) minyak solar dengan biodiesel antara lain :
a. Berat jenis (spesific gravity) biodiesel lebih berat (0,88 kg/l) daripada minyak solar (0,85
kg/l), sehingga menyebabkan kecenderungan biodeisel untuk berada di bagian bawah
jika proses pencampuran belum homogen;
b. Campuran biodiesel dan minyak solar di dalam tangki sebaiknya disirkulasi atau diaduk
untuk mempertahankan suspensi dan homogenitas campuran bahan bakar tersebut;
c. Jika proses pencampuran belum homogen, sebagian kecil biodiesel akan mengendap
tetapi dapat segera tercampur kembali pada saat dipompa dan terjadi goncangan saat
pengiriman ke konsumen. Namun demikian, jika terdapat lebih dari satu konsumen,
maka bahan bakar campuran biodiesel dan minyak solar harus benar-benar dalam
kondisi homogen saat dipompakan. Oleh karena itu, dianjurkan menggunakan metode
in-line blending;
d. Untuk memastikan bahwa campuran bahan bakar homogen, dapat dilakukan
pengambilan sampel dan uji kadar biodiesel dalam bahan bakar campuran.

Ada dua tes sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan apakah bahan
bakar di dalam tangki sudah tercampur sempurna atau belum, yaitu :
a. Pengambilan sampel bagian atas, tengah, dan bawah/dasar tangki untuk diuji kadar
biodiesel menggunakan spektrokopi inframerah atau dengan mengukur densitasnya.
Apabila perbedaan nilai dari ketiga sampel tersebut tidak lebih dari 0,006, maka
campuran bahan bakar di dalam tangki tersebut masih baik/homogen. Prosedur
pengujian persentase atau kadar Biodiesel menggunakan SNI 7970.1:2014 tentang
Penentuan Kadar Biodiesel (EMAL/FAME) dalam campurannya dengan Minyak Solar
– Bagian 1: Metode Spektrometri Inframerah Pertengahan.
b. Ketiga sampel dari bagian atas, tengah, dan bawah tangki dimasukkan ke dalam freezer
yang dilengkapi dengan termometer, kemudian dilakukan pengecekan setiap lima menit
sampai terbentuk kristal di salah satu sampel (dicatat suhunya). Pengecekan dilanjutkan
setiap beberapa menit sampai semua sampel terbentuk kristal. Perbedaan suhu
kristalisasi antar sampel seharusnya maksimal sekitar 3oC. Apabila tidak, maka perlu
dilakukan treatment tambahan seperti pengadukan agar menjadi lebih homogen.
Pada suhu dingin, temperatur minyak solar akan turun di bawah titik kabut biodiesel
(B100) yang akan dicampur. Apabila suhu minyak solar masih di atas titik kabut bahan bakar
campuran, maka kristal yang terbentuk selama pencampuran akan kembali mencair. Hal ini

44
dapat dipicu dengan adanya agitasi/pengadukan selama proses pencampuran biodiesel
dan minyak solar. Agitasi ini dapat membantu penyebaran kristal-kristal secara merata di
dalam bahan bakar dan memberikan energi untuk membantu melarutkannya kembali.

Dalam melakukan blending biodiesel dengan minyak solar, selain metode blending,
kualitas bahan bakar (biodiesel dan minyak solar) juga berpengaruh terhadap kualitas bahan
bakar campurannya (BXX). Sebelum dilakukan pencampuran, maka perlu dilakukan
pengecekan terhadap kualitas terutama kualitas biodiesel. Uji yang dilakukan terbagi
menjadi 2 (dua); yaitu uji singkat (short test) dan uji lengkap (full test). Uji singkat biasa
dilakukan ketika bahan bakar baru tiba sebagai dasar diterima atau tidak bahan bakar
tersebut, dan juga selama penyimpanan untuk mengetahui kualitas bahan bakar dalam
periode yang lebih singkat. Dengan uji singkat ini, kualitas bahan bakar dapat diketahui
dengan waktu dan biaya yang rendah.

Tabel 9. Parameter Uji Full Test dan Short Test Biodiesel


Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Parameter Uji (FULL TEST) Uji Singkat (SHORT TEST)
Parameter Uji
Cetane Number, Cloud Point, Flash Point, Tergantung pada bahan baku Hanya 1x uji saja untuk bahan baku
Bilangan Iodine, Densitas (produsen) yang sama

Viskositas Tergantung jenis bahan baku dan Viskositas


kesuksesan proses/reaksi

Gliserol Total, Temperatur Distilasi 90%, Tergantung pada konversi proses Gliserol Total
Karbon Residu

Gliserol Bebas, Fosfor, Belerang, Abu Tergantung proses purifikasi (pencucian) Gliserol Bebas
Tersulfatkan

Angka Asam, Fosfor, Belerang, Korosi Tergantung kandungan asam organik Angka Asam
Lempeng Tembaga dan anorganik

Kadar Air dan Sedimen Tergantung keberhasilan proses “drying” Kadar Air dan Sedimen
dan penyaringan

Kadar Ester Metil Hasil perhitungan dari Angka Asam, Diwakilkan pada Angka Asam dan
Gliserol Total dan Angka Penyabunan Gliserol Total

Uji singkat yang ditampilkan pada Tabel 9 merupakan persyaratan minimum yang
dapat dilakukan. Masing-masing pelaku bisnis dapat menambah parameter yang lain
apabila diperlukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tertentu.
Sedangkan untuk parameter uji singkat B20 dapat dilihat pada Tabel 9. Merujuk
pada Kepdirjen Migas No. 28.K/10/DJM.T/2016.

45
4.5. ALUR DISTRIBUSI (SUPPLY-DISTRIBUTION CHAIN)
Sesuai dengan Mandatori BBN yang tercantum di dalam Permen ESDM Nomor 12
Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008 Tentang
Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan
Bakar Lain, pemanfaatan biodiesel di Indonesia dilakukan dengan cara mencampurkannya
dengan minyak solar. Pada tahun 2018 ini, kewajiban pencampuran BBN atau Mandatori
BBN jenis biodiesel ditingkatkan menjadi 20% (B20) yang sebelumnya adalah 15% (B15).
Mandatori ini wajib dilakukan oleh semua Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Umum
BBM, baik untuk supply bahan bakar di sektor transportasi (darat dan laut), pembangkit
listrik, maupun pertambangan. Gambar 13 menyajikan alur distribusi dan pemanfaatan
Bahan Bakar Nabati termasuk biodiesel di dalam negeri.

Gambar 13. Alur Distribusi Biodiesel di dalam Negeri

Biodiesel dari produsen akan dikirimkan ke depot atau terminal bahan bakar baik
melalui darat maupun laut. Pada terminal bahan bakar ini, biodiesel akan disimpan
dan dilakukan pencampuran dengan minyak solar sebelum didistribusikan ke SPBU
atau konsumen akhir. Pencampuran biasanya dilakukan pada saat loading ke truk

46
tangki baik dengan metode in-tank blending ataupun in-line blending. Biodiesel yang
telah bercampur dengan minyak solar didistribusikan ke SPBU maupun ke pengguna
langsung seperti PT. PLN, PT. KAI, dan perusahaan tambang.

Seiring dengan peningkatan pencampuran biodiesel di dalam minyak solar, maka


kualitas biodiesel yang beredar di pasar dalam negeri perlu dijaga agar kualitas dan
konsistensi campuran bahan bakar tetap terjaga dengan baik hingga ke konsumen
akhir. Kontrol kualitas biodiesel dilakukan baik oleh produsen biodiesel itu sendiri,
maupun oleh konsumen yang melakukan proses jual-beli dengan produsen biodiesel.
Selain itu, Pemerintah juga tetap melakukan monitoring kualitas bahan bakar yang
beredar di pasar dalam negeri, dengan mengambil sampel di setiap titik suplai.

Biodiesel yang telah diproduksi dan telah lulus quality check (QC), masuk ke
dalam tangki penyimpanan dan siap didistribusikan ke konsumen. Kualitas biodiesel
yang akan masuk ke dalam tangki truk distribusi harus diuji kualitasnya terlebih dahulu
minimal dengan short test seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, untuk
memastikan biodiesel yang didistribusikan dalam kondisi baik dan memenuhi standar
spesifikasi yang berlaku. biodiesel yang telah sampai di terminal bahan bakar atau
konsumen, harus diuji kembali sebelum proses unloading dan masuk ke tangki
penyimpanan. Hal ini untuk memastikan proses perjalanan/distribusi bahan bakar tidak
berpengaruh terhadap kualitas dan konsumen mendapatkan kualitas biodiesel yang
sama. Setelah proses unloading ke dalam tangki penyimpanan, sampel biodiesel di
dalam tangki perlu diambil untuk diuji kualitasnya kembali. Hal ini untuk memastikan
tidak ada kesalahan penanganan selama proses unloading yang dapat
mengkontaminasi dan menurunkan kualitas Biodiesel.

Kualitas biodiesel di dalam tangki selama penyimpanan harus diuji secara


berkala. Sebelum masuk ke proses blending dengan minyak solar, dilakukan short test
biodiesel terlebih dahulu. Begitu pula dengan Minyak Solar yang akan dicampurkan.
Saat ini, proses blending dilakukan sesaat sebelum bahan bakar campuran (BXX)
didistribusikan ke konsumen. Pada tahap ini, dilakukan pengujian penentuan kuantitas
Biodiesel yang tercampur di dalam Minyak Solar. Sampel diambil dari bagian atas,
tengah, dan bawah tangki untuk melihat konsistensi campuran bahan bakar.
Konsistensi campuran bahan bakar ini sangat penting, agar setiap kendaraan
mendapatkan konsentrasi Biodiesel yang sama dan tidak berdampak negatif pada

47
mesin. Uji kadar Biodiesel ini juga dilakukan setelah truk tangki sampai di SPBU dan
konsumen lain seperti industri tambang dan PLN sebelum proses unloading. Hal ini
untuk memastikan kembali konsistensi campuran masih baik hingga siap digunakan.
Selain kuantitas Biodiesel di dalam bahan bakar BXX, kualitas bahan bakar BXX pun
juga harus dimonitor dengan standar spesifikasi yang berlaku.

4.6. POTENSI PERMASALAHAN DAN ANTISIPASI


Biodiesel merupakan bahan bakar jenis ester yang diproduksi dari asam lemak
minyak nabati atau minyak hewani. Beberapa sifat dan karakteristik biodiesel berbeda
dengan minyak solar, mengingat komposisi senyawa yang terkandung dalam biodiesel
dan minyak solar sangat berbeda. Perbedaan inilah yang sering tidak pahami bahkan
diketahui oleh masyarakat sehingga tidak sedikit menimbulkan permasalahan baik
pada waktu handling, transportasi, distribusi dan penggunaannya.

Beberapa potensi permasalahan yang dapat timbul terkait dengan perbedaan


sifat dan karakteristik biodiesel dalam BXX dan minyak solar dapat dirangkum dalam
penjelasan sebagai berikut:

4.6.1. Kontaminasi Air dan Kotoran


Keberadaan air dan kotoran tidak dibenarkan dalam tangki penyimpanan
minyak solar (B0) maupun campuran biodiesel; seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 14. Biodiesel yang merupakan senyawa ester dari asam lemak merupakan
senyawa yang polar dan dapat bercampur membentuk suspensi dengan air. Ketika
bahan bakar minyak solar sudah bercampur dan mengandung biodiesel, maka sifat
dan karakteristiknya sudah berbeda dengan bahan bakar minyak solar (B0). Sehingga
keberadaan air dalam bahan bakar BXX dapat menimbulkan permasalahan antara lain
bahan bakar menjadi keruh dan penyumbatan pada filter bahan bakar.

48
Gambar 14. Pengaruh biodiesel pada kontaminasi air dan sludge

Antisipasi untuk menghindari timbulnya permasalahan terkait dengan


kontaminasi air dalam BXX maupun biodiesel adalah:

1. Memeriksa kondisi tangki penyimpanan dan perpipaan (untuk distribusi BXX


maupun biodiesel) dalam keadaan tidak bocor dan tidak adanya potensi air
masuk ke dalam tangki penyimpanan, khususnya bila kondisi cuaca pada
musim hujan.
2. Pengecekan fasilitas penanganan sebelum BXX dimasukkan dalam tangki
penyimpanan, kondisi tangki penyimpanan (khususnya di dasar tangki bagian
dalam) tidak terdapat air yang terakumulasi.
3. Untuk penyimpanan BXX maupun biodiesel untuk jangka waktu yang lama
disarankan tangki penyimpanan terisi penuh untuk mengurangi ruang udara
dalam tangki penyimpanan yang berpotensi menimbulkan kondensasi dari
udara lembab yang terperangkap dalam tangki.

Bila air terakumulasi dalam dasar tangki penyimpanan, dapat dilakukan


tindakan:

1. Pengeluaran (drain) air yang ada di dasar tangki penyimpanan.


2. Pengecekan keberadaan air di dasar tangki penyimpanan perlu dilakukan
secara teratur.
3. Pemantauan kualitas BXX untuk parameter kadar air juga perlu dilakukan untuk
memastikan kualitas BXX tetap terjaga.

49
4. Pembersihan tangki bahan bakar perlu dimasukkan dalam program perawatan
(“house keeping”) untuk menjaga kualitas bahan bakar.
5. Pemasangan filter tambahan diperlukan sebelum dan setelah tangki
penyimpanan dalam perpipaan distribusi untuk mengantisipasi terikutnya
material “sludge” ke dalam tangki bahan bakar di kendaraan sebelum disupply
ke mesin.
6. Bila BXX telah terkontaminasi dengan air, perlu dilakukan proses pemisahan
dengan peralatan water separator.

4.6.2. Pembentukan Endapan


Endapan berwarna putih (presipitat) dapat terbentuk atau tercampur menjadi
sludge di dasar tangki pada temperatur rendah, seperti yang ditampilkan pada Gambar
15, dimana senyawa gliserida, yang terkandung dalam biodiesel dan campuran
biodiesel, terutama mono-gliserida dapat mengendap membentuk presipitat pada
suhu rendah (di bawah suhu 20oC). Antisipasi dapat dilakukan dengan pemasangan
filter pada proses penerimaan dan penyaluran.

Gambar 15. Pembentukan presipitat pada B20 pada suhu rendah

4.6.3. Stabilitas Oksidasi


Kestabilan biodiesel dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia dari bahan baku
miyak nabati, proses produksi dan penyimpanan sebelum digunakan. Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kestabilan biodesel dan campuran
biodiesel, antara lain:

50
1. Pastikan stabilitas oksidasi biodiesel dan campuran biodiesel memenuhi standar
yang dipersyaratkan.
2. Bubuhkan antioksidan sesuai takaran yang dipersyaratankan oleh penyedia untuk
penyimpanan biodiesel dalam waktu lama.

4.6.3. Efek Sifat Pelarutan Biodiesel dan Kompatibilitas Material


Biodiesel merupakan senyawa ester yang bersifat mild solvent (pelarut) yang
biasa digunakan sebagai bahan pembersih kerak/sludge pada bagian dalam tangki
storage. Sifat pelarutan ini membuat biodiesel dapat mempengaruhi beberapa material
elastomer, khususnya yang terbuat dari material karet alami. Material elastomer ini
banyak digunakan dalam seal, O-ring, hose dan gasket. Beberapa material elastomer
dari karet yang tidak kompatibel dengan biodiesel dapat mengembang (swelling)
karena beberapa material karet mengalami proses 'cross-linking' oleh senyawa ester
(biodiesel). Elastomer yang telah mengembang menjadi berkurang kekuatannya
sehingga kebocoran dapat terjadi dan selanjutnya resiko bahaya akibat kebocoran
bahan bakar dapat menimbulkan bahan bakar tercecer dan potensi kebakaran dapat
terjadi bila di ruangan yang tertutup dan terdapat udara panas di sekitarnya.

Gambar 16. Pengujian B20 terhadap material elastomer pada hose saluran bahan bakar
menunjukkan adanya “swelling”

Selain material elastomer, material lain yang tidak kompatibel dengan biodiesel
adalah bahan metal yang reaktif yang dapat berfungsi sebagai katalis oksidasi, seperti
kuningan, perunggu, tembaga, timbal, timah dan seng. Material tersebut tidak baik
digunakan untuk material tangki maupun line pipa yang dilewati oleh bahan bakar yang
mengandung biodiesel. Perlu dilakukan penggantian material tersebut atau pelapisan
dengan material lain yang kompatibel dengan biodiesel seperti bahan keramik, fiber
atau teflon, agar pengaruh katalis oksidasi dapat dihindari.

51
4.7. ASPEK SAFETY (K-3)
Biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih aman atau tidak berbahaya daripada
bahan bakar konvensional seperti minyak solar dan kerosin. Hal ini dikarenakan titik nyala
biodiesel jauh lebih tinggi daripada minyak fosil. Kerosin memiliki titik nyala (38—72) ˚C,
Minyak Solar (52—96) ˚C, sedangkan titik nyala biodiesel diatas 100 ˚C. Campuran
biodiesel memiliki titik nyala diantara titik nyala minyak solar dan biodiesel. Pada umumnya,
transportasi biodiesel murni, tidak memerlukan tanda berbahaya seperti tanda mudah
terbakar, sedangkan transportasi campuran Biodiesel harus disertai dengan tanda bahaya
pada badan truk, apabila titik nyalanya lebih rendah dari 93 ˚C.

Biodiesel murni dapat dipadamkan dengan kimia kering, busa, halon, CO2, atau water
spray. Kain yang basah dengan minyak dapat menimbulkan kebakaran secara spontan
apabila tidak ditangani dengan benar. Sebelum dibuang, kain tersebut harus dicuci dengan
sabun dan air, kemudian dikeringkan di area yang memiliki ventilasi baik. Biodiesel akan
terbakar jika didekatkan dengan api, oleh karena itu harus dijauhkan dari oxidazing agents,
kelebihan panas, dan sumber api. Selain itu, tumpahan biodiesel harus segera dibersihkan,
karena dapat merusak beberapa cat badan kendaraan dan mesin. Semua bahan yang
digunakan untuk menyerap atau membersihkan tumpahan biodiesel harus diperlakukan
sebagai bahan yang mudah terbakar dan disimpan di tempat yang aman.

Sebelum melakukan penanganan bahan bakar biodiesel atau bahan bakar yang
mengandung biodiesel, pengetahuan tentang Material Safety Data Sheet (MSDS) dari
biodiesel atau bahan bakar campuran yang mengandung biodiesel perlu dimengerti. MSDS
merupakan dokumen yang berisi informasi tentang bahan kimia/material, sifat fisika dan
kimia, potensi hazard (kesehatan, kebakaran, reaktivitas & lingkungan) dan toxic-nya serta
bagaimana bekerja dan menggunakan bahan/material tersebut dengan aman. Dokumen
MSDS dikeluarkan oleh pihak produsen/penjual dari biodiesel atau bahan bakar
campurannya.

Biodiesel merupakan cairan yang mempunyai warna bervariasi dari kuning hingga
coklat tua, bergantung dengan bahan baku dan teknik produksinya. biodiesel tidak larut
dalam air, mempunyai titik didih yang tinggi (di atas 260oC) dan tekanan uap yang rendah.
Densitas biodiesel bervariasi (berkisar 0,88 – 0.90 gram/cm3) bergantung dari bahan baku
minyaknya, lebih tinggi dibandingkan dengan solar (sekitar 0,85 gram/cm3). Titik nyala
biodiesel di atas 120oC lebih tinggi dibandingkan dengan solar 64oC atau bensin -45oC.
biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih aman atau tidak berbahaya daripada bahan

52
bakar konvensional seperti minyak solar dan kerosin. Hal ini dikarenakan titik nyala biodiesel
jauh lebih tinggi daripada minyak fosil. Campuran biodiesel memiliki titik nyala di antara titik
nyala minyak solar dan biodiesel.

Biodiesel atau FAME merupakan senyawa ester, yang selain digunakan untuk bahan
bakar mesin diesel, dapat digunakan sebagai pelarut. Oleh karenanya, biodiesel dapat
membersihkan karat dan kerak karbon yang menempel pada pipa dan ruang bakar pada
mesin. Selanjutnya, biodiesel dapat mempengaruhi beberapa produk yang terbuat material
seperti plastik PVC, polisterin, karet alami, metal tembaga, seng, timah, timbal dan besi
kasting. Sehingga pemilihan material yang kontak langsung dengan biodiesel perlu
diperhatikan agar tidak memberikan kerugian dan dampak negatif lainnya. Biodiesel dapat
menyebabkan iritasi pada kulit, mata, dan iritasi bila terhirup atau tertelan. Biodiesel
merupakan bahan yang dapat terbakar bila terdapat percikan api.

Label untuk menandakan tipe/jenis bahan bakar, misalnya B100, B0, BXX dan
seterusnya (Gambar 17), perlu dicantumkan pada tangki penyimpanan, kendaraan
pengangkut maupun stasiun pengisian bahan bakar. Pada umumnya, transportasi biodiesel
murni, tidak memerlukan tanda berbahaya seperti tanda mudah terbakar, sedangkan
transportasi campuran biodiesel harus disertai dengan tanda bahaya pada badan truk,
apabila titik nyalanya lebih rendah dari 93˚C. Bila bahan bakar campuran yang mengandung
biodiesel mempunyai titik nyala di bawah 60oC, maka bahan bakar tersebut dikategorikan
sebagai flammable (mudah menyala) dengan kelompok “Hazard Class 3 Flammable”,
Sedangkan bila bahan bakar campuran yang mengandung biodiesel mempunyai titik nyala
di antara 60oC dan 93oC, bahan bakar tersebut digolongkan ke dalam kelompok “Hazard
Class 3 Combustible” (mudah terbakar), seperti label yang diilustrasikan pada Gambar 18.

Gambar 17. Label jenis/tipe bahan bakar

53
Gambar 18. Label tanda bahaya

Biodiesel murni dapat dipadamkan dengan kimia kering, busa, halon, CO2, atau water
spray. Kain yang basah dengan minyak dapat menimbulkan kebakaran secara spontan
apabila tidak ditangani dengan benar. Sebelum dibuang, kain tersebut harus dicuci dengan
sabun dan air, kemudian dikeringkan di area yang memiliki ventilasi baik. Biodiesel akan
terbakar jika didekatkan dengan api, oleh karena itu harus dijauhkan dari oxidizing agents,
kelebihan panas, dan sumber api. Selain itu, tumpahan biodiesel harus segera dibersihkan,
karena dapat merusak beberapa cat badan kendaraan dan mesin serta material karet alami
seperti sol sepatu dan ban mobil. Semua bahan yang digunakan untuk menyerap atau
membersihkan tumpahan Biodiesel harus diperlakukan sebagai bahan yang mudah
terbakar dan disimpan di tempat yang aman.

54
BAB 5
PENUTUP

1. Penggunaan semua jenis bahan bakar harus disertai dengan tata cara
penanganan yang baik dan benar untuk menjaga mutu bahan bakar yang diterima
oleh konsumen, termasuk untuk konsumen yang menggunakan campuran
biodiesel. Untuk itu diperlukan Pedoman Umum Penanganan dan Penyimpanan
Bahan Bakar Biodiesel (B100) dan Campuran Biodiesel (BXX), sebagai acuan
bagi seluruh pemangku kepentingan.

2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan biodiesel dan BXX yaitu
standar, kualitas, sifat dan karakteristik, serta tata cara penanganan yang baik dan
benar.

3. Pedoman umum ini dapat ditindaklanjuti dengan petunjuk teknis yang lebih
spesifik untuk sektor lainnya seperti transportasi darat, industri tambang, dan
alutsista TNI.

4. Jika diperlukan, Pedoman Umum ini akan dituangkan ke dalam regulasi tingkat
menteri, yang secara detail akan diputuskan melalui kesepakatan berbagai
pemangku kepentingan.

55

Anda mungkin juga menyukai