Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti di Sekolah Dasar
a. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
Pendidikan merupakan kata yang sudah sangat umum. Karena itu,
boleh dikatakan bahwa setiap orang mengenal istilah pendidikan. Begitu
juga Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (PAI dan BP). Masyarakat
awam mempersepsikan pendidikan itu identik dengan sekolah,
pemberian pelajaran, melatih anak dan sebagainya. Sebagian masyarakat
lainnya memiliki persepsi bahwa pendidikan itu menyangkut berbagai
aspek yang sangat luas,termasuk semua pengalaman yang diperoleh anak
dalam pembetukan dan pematangan pribadinya, baik yang dilakukan oleh
orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Sedangkan Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
Islam dan berisikan ajaran Islam.
Pendidikan sebagai suatu bahasan ilmiah sulit untuk
didefinisikan. Bahkan konferensi internasional pertama tentang
pendidikan Muslim (1977) , seperti yang dikemukakan oleh Muhammad
al-Naquib al-Attas, ternyata belum berhasil menyusun suatu definisi
pendidikan yang dapat disepakati oleh para ahli pendidikan secara
bulat .Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa :
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara" .
Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam
Kurikulum 2013 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama

6
7

dan Budi Pekerti SD dan MI adalah : "Pendidikan agama Islam adalah


upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak
mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab
suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman."
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dan Budi
Pekerti adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami
ajaran Islam ( knowing ), terampil melakukan atau mempraktekkan ajaran
Islam ( doing), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-
hari ( being ).
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang
ajaran Islam, keterampilan mempraktekkannya, dan meningkatkan
pengamalan ajaran Islam itu dalam kehidupan sehari-hari. Jadi secara
ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan utama Pendidikan Agama dan
Budi Pekerti adalah keberagamaan, yaitu menjadi seorang Muslim
dengan intensitas keberagamaan
Pelaksanaan Pendidikan agama Islam dan Budi Pekerti di sekolah
mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Abdul Majid dan
Dian Andayani (2014:132-133) antara lain :
1) Dasar Yuridis/Hukum Dasar pelaksanaan pendidikan agama
berasal dari perundang undangan yang secara tidak langsung dapat
menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di
sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut antara lain:
a) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara pancasila, sila pertama:
Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD’45 dalam Bab XI
pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
8

masing-masing dan beribadah menurut agama dan


kepercayaannya itu.
2) Dasar Religius
Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang
bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan
agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah
kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an terdapat dalam Q.S. Al-Imran: 104.
      
     
  
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”.

3) Dasar Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek
kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa
dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat
hatinya tidak tenang dan tidak tenteram sehingga memerlukan
adanya pegangan hidup. Sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini
dkk bahwa: Semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan
adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan
bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya
Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat
mereka memohon pertolongan-Nya.
b. Fungsi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
Abdul Majid dan Dian Andayani (2014:134-135) menjelaskan
bahwa kurikulum pendidikan agama Islam untuk sekolah/madrasah
berfungsi sebagai berikut:
1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam
9

lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban


menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang
tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkan
kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan,
pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut
dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
2) Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
3) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
4) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam
kehidupan sehari-hari.
5) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia
Indonesia seutuhnya.
6) Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum
(alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
dirinya sendiri dan bagi orang lain.
c. Tujuan Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
10

Abdul Majid dan Dian Andayani (2014:135) menjelaskan bahwa


Pendidikan Agama dan Budi Pekerti di sekolah/madrasah bertujuan
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian
dan pemupukan pengetahuan, pengetahuan, penghayatan, pengamalan,
serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan
pede jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Muhaimin (2014:78) menjelaskan bahwa PAI dan BP
bertujuan agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan
mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
beriman bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia.
Tujuan harus mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam. Hal ini
dilakukan dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia yang
kemudian akan membuahkan kebaikan di akhirat. Dalam Penjelasan
atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) butir a, disebutkan
bahwa mata pelajaran agama dan akhlak mulai dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak
mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari
pendidikan agama (Depag RI, 2006:218). Jadi tujuan Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti adalah untuk membekali peserta didik dengan
nilai-nilai agama supaya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari sehingga terbentuk manusia yang berakhlakul karimah.
2. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental.
Pengalaman belajar siswa di kelas dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa.
Siswa yang terlibat dalam kelas menunjukkan aktifitas belajar. Banyak jenis
aktifitas yang dapat dilakukan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran.
11

Menurut Dierich (dalam Sardiman, 2012:101) menggolongkan aktivitas


siswa dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut:
a. visual activities (aktivitas-aktivitas melihat), yang termasuk di dalamnya
misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan,
pekerjaan orang lain.
b. oral activities (aktivitas-aktivitas berbicara), seperti: menyatakan,
merumuskan, bertanya, dan memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. listening activities (aktivitas-aktivitas mendengarkan), sebagai contoh
mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d. writing activities (aktivitas-aktivitas menulis), seperti misalnya menulis
cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
e. drawing activities (aktivitas-aktivitas menggambar), misalnya:
menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f. motor activities (aktivitas-aktivitas gerak), yang termasuk di dalamnya
antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.
g. mental activities (aktivitas-aktivitas mental), sebagai contoh misalnya:
menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat
hubungan, mengambil keputusan.
h. emotional activities (aktivitas-aktivitas emosional), seperti misalnya:
menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani,
tenang, dan gugup.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar
siswa adalah semua kegiatan siswa baik yang bersifat fisik maupun mental
didalam kelas yang dilakukan secara sadar, terstruktur, terencana dan
terarah sehingga menimbulkan perubahan perilaku belajar pada diri siswa,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak mampu melakukan
kegiatan menjadi mampu melakukan kegiatan. Kegiatan yang di maksud
adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya,
berpendapat, mengerjakan tugas tugas, menjawab pertanyaan dari guru atau
12

teman, dan juga bisa bekerja sama dengan siswa lain, serta bertanggung
jawab terhadap tugas yang diberikan. Aktivitas siswa yang dilaksanakan
dalam penerapan model Make a Match dengan berbantuan media kartu kata
diantaranya visual activities, oral activities, listening activities, writing
activities , motor activities, mental activities, emosional activites.
Adapun indikator aktivitas siswa dalam pembelajaran PAI dan BP
melalui model Make a Match adalah sebagai berikut:
a. Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran;
b. Memperhatikan penjelasan guru dengan baik
c. Menggunakan media pembelajaran dengan baik ;
d. Melakukan pemodelan bergerak mencari pasangan;
e. Antusias dalam pembelajaran melalui model pembelajaran Make a
Match;
f. Membuat/menempel gambar,
g. Kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;
h. Menyimpulkan hasil aktivitas pembelajaran.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.
Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang
lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati
dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27)
menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
13

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang


hal yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan
prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil
ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat
dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian
ini adalah hasil belajar kognitif PAI dan BP yang mencakup tiga tingkatan
yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Instrumen
yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif
adalah tes.
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan
pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76- 77), menyebutkan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
14

b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas,
peneliti menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan model
pembelajaran kooperatif Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif STAD.
Pelaksanaan dua jenis model pembelajaran kooperatif ini menuntut
keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran PAI dan BP.
4. Model Pembelajaran Make A-Match
a. Pengertian Make A-Match ( Mencari Pasangan)
Menurut Suprijono, (2012:54) pembelajaran kooperatif adalah
salah satu pembelajaran berbasis sosial. Pembelajaran kooperatif meliputi
semua kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru
atau diarahkan oleh guru. Sedangkan menurut Hamdani (2011:30)
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
mengimplementasikan model-model pembelajaran inovatif. Dalam
pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Model pembelajaran adalah rangkaian kegiatan belajar siswa
dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
dirumuskan. Siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok
yang terdiri atas empat atau enam orang siswa, dengan komampuan
heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri atas campuran
kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaaat untuk
melatih siswa menerima perbedaan cara bekerja dengan teman yang
berbeda latar belakangnya.
Make A-Match (Mencari Pasangan) merupakan salah satu model
pembelajaran yang efektif yang dikembangkan oleh Lorna Curran pada
tahun 1994. Model pembelajaran ini digunakan untuk mendalami materi
yang telah disampaikan sebelumnya dengan cara guru menyiapkan
sejumlah kupon yang berisi pertanyaan dan sejumlah kupon yang berisi
15

jawaban. Selanjutnya kelas dibagi dua, kelompok pertama mendapat


kupon pertanyaan, dan yang lain mendapat kupon jawaban. Setelah guru
memberikan aba-aba mulai, maka siswa kelompok satu yang memegang
kupon pertanyaan mencari siswa kelompok kedua yang memegang
kupon jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang dimiliki atau
sebaliknya. Dengan aba aba selesai maka siswa mengakhiri pencarian.
Siswa yang berhasil menemukan pasangannya dengan tepat dicatat.
Kegiatan pencarian pasangan kupon diulangi lagi dengan terlebih dahulu
kupon dikocok, dengan harapan siswa tidak mendapatkan kupon yang
sama dengan yang pertama. Model ini mengajak seluruh siswa untuk
aktif berperan serta selama pembelajaran berlangsung. Selain itu untuk
menemukan pasangan dengan cepat dan tepat siswa harus menguasai
materi. Apabila kegiatan pencarian pasanngan kupon dilakukan berulang-
ulang dan siswa memperoleh kupon yang berbeda-beda diharapkan siswa
semakin banyak menguasai materi yang diajarkan. Penguasaan materi
pelajaran dapat diartikan bahwa siswa semakin memahami tentang materi
yang diajarkan. Kegiatan pembelajaran dengan Make A-Match
berlangsung menarik dan menyenangkan karena siswa aktif dalam
permainan mencari pasangan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan
menerapkan model model pembelajaran yang inovatif melalui kerja
kelompok untuk menyelesaikan tugas secara terstruktur dengan teknik
kerjasama dan tanggungjawab. Dari definisi mengenai pengertian
pembelajaran kooperatif di atas, sesuai dengan akar penyebab masalah
yang ada peneliti memilih salah satu model pembelajaran kooperatif tipe
Make a Match untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PAI dan BP
pada siswa kelas IV SDN Ciporos 07 .
b. Langkah langkah Model Pembelajaran Make a Match
Model pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan
pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran 1994 (dalam Huda, 2013:
16

251). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Model pembelajaran tipe Make a Match dapat dikatakan
sebagai model pembelajaran konsep karena model pembelajaran ini
mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep
melalui suatu permainan kartu pasangan. Penerapan metode ini dimulai
dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan
kartunya diberi poin.
1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk
mempelajari materi dirumah.
2) Siswa di kelompokkan kedalam dua kelompok, misalnya kelompok A
dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B
4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/
mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru
juga perlu menyampaikan batasan maksimun waktu yang ia berikan
kepada mereka.
5) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari
pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan
pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri
kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah
dipersiapkan.
6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah
habis.Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk
berkumpul tersendiri
7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan
siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberi
tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.
17

8) Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan


kococokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan
presentasi.
9) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai
seluruh pasangan melakukan presentasi.
c. Kelebihan model Pembelajaran Make a Match
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik
2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
4) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil
presentasi
6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar
d. Kelemahan model Pembelaran Make a Match
1) Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, maka banyak waktu
terbuang
2) Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu bisa
berpasangan dengan lawan jenisnya
3) Jika guru tidak mengarahkan dengan baik, akan banyak siswa yang
tidak memperhatikan pada saat presentasi
4) Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
Solusi dari kelemahan model Make a Match tersebut adalah guru
harus mempersiapkan model ini dengan sebaik-baiknya dan disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan saat pembelajaran. Selain itu, untuk
mengatasi kendala banyak siswa yang malu ketika berpasangan dengan
lawan jenisnya, guru dapat membuat kontrak sosial diawal pembelajaran
dengan memberikan pengarahan bahwa siswa laki-laki dan perempuan
sama saja. Jadi meraka tidak perlu merasa malu. Agar siswa yang sedang
presentasi mendapatkan perhatian dari siswa lain, maka sebisa mungkin
18

guru harus mampu mengkondisikan kelas agar tetap dalam suasana yang
kondusif, misalnya dengan memberikan hukuman bagi siswa yang ramai
dan gaduh sendiri. Model ini tentu akan membuat siswa merasa bosan
bila dilaksanakan terus menerus, maka dari itu alangkah lebih baik jika
guru tidak menggunakan model ini terus menerus. Selingi juga dengan
model yang lain agar siswa tidak merasa bosan dengan suasana
pembelajaran. Atau jika guru tetap ingin menggunakan model ini, maka
pelaksanaanya dapat divariasikan tergantung kreatifitas guru.
B. Kerangka Pikir
Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa guru harus dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Salah satu upaya yang
dilakukan yaitu dengan memilih model pembelajaran yang tepat. Sehingga
terdapat suasana yang selalu berbeda pada setiap kesempatan pembelajaran
PAI dan BP. Aktivitas belajar sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam
proses pembelajaran. Untuk menghindari rasa bosan siswa salah satu model
yang dapat dijadikan alternatif untuk melakukan pembelajaran PAI dan BP
adalah dengan. menggunakan pembelajaran kooperatif dengan model Make a
Match. Model Make a Match ini termasuk dalam kategori model pembelajaran
kooperatif yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa terhadap materi
pelajaran yang sedang diajarkan sehingga aktivitas belajarnya pun akan
meningkat.
Untuk menghindari rasa bosan siswa salah satu model yang dapat
dijadikan alternatif untuk melakukan pembelajaran PAI dan BP adalah dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif dengan model Make a Match. Model
Make a Match ini termasuk dalam kategori model pembelajaran kooperatif
yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang
sedang diajarkan sehingga aktiivtas belajarnya pun akan meningkat.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model pembelajaran
kooperatif dengan teknik Make a Match dalam upaya mengatasi masalah di
atas. Dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat
mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam suasana santai, nyaman, tapi tetap
19

memahami materi yang ditargetkan. Sehingga setelah penerapan metode ini


diharapkan aktivitas dan hasil belajar belajar siswa akan meningkat dari yang
sebelumnya. Diagram kerangka berfikir adalah sebagai berikut
Oleh karena itu peneliti memperbaiki kualitas pembelajaran PAI dan BP
pada siswa kelas IV SDN Ciporos 07 melalui model pembelajaran Make a
Match yang dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran
selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Adapun alur kerangka berfikir
dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dapat digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


20

C. Hipotesis Tindakan
Dari penjelasan dari kajian teori dan kerangka pikir sebagaimaan
dijelaskan di atas, maka hipotesis tindakan dari pelaksanaan penelitian tindakan
kelas ini adalah : Jika pembelajaran menerapkan model pembelajaran Make a
Match maka aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran PAI dan BP
materi iman kepada Alloh dan Rosulnya siswa kelas IV SDN Ciporos 07
semester 1 tahun pelajaran 2018/2019 akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai