Anda di halaman 1dari 13

Ekologi Dalam Perspektif Iman Kristen:

Mengungkapkan Masalah Ekologi Indonesia

Abstract
Indonesia is an emerald equator because of its strategic location,
tropical climate, natural resources and cultural wealth. These
potentials can improve the economy and welfare. However, the use of
natural resources is done unwise. What can Christians do to overcome
this problem? The perspective of the Christian faith regarding
ecology, is the Great mandate that God gave to Adam and Noah to
rule over all beings on earth. Theology does not only talk about God,
but also talks about the relationship between humans and others and
also the natural environment; keep and live side by side.

Key Words: Natural, Ecology, Rule, Exploitation

Prolog
“Allah „menjadikan‟, „menciptakan‟ atau „membuat‟ langit dan bumi dengan segala
isinya. Kata-kata Ibrani yang dipakai dalam hubungan ini tidak mengandung sesuatu yang
luar biasa atau ajaib; semuanya – dengan satu kekecualian – diambil dari kegiatan manusia
yang terkenal: bahan-bahan mentah yang telah tersedia dikerjakan orang dengan berbagai
teknik (Ibrani: Khokmah, “kebijaksanaan”).1 Sehingga jika berbicara mengenai teologi maka
tidak akan luput juga dengan tanggung jawab manusia terhadap hasil karya Allah yang begitu
mengesankan, yakni bumi ini beserta seluruh isinya yang harus dikelola dengan bijaksana.

Siapakah yang bertanggung jawab terhadap dunia dan alam semesta? Bagaimana
hubungan kekristenan dan ekologi? Apa arti perkataan TUHAN dalam Kejadian 1:26?
Pertanyaan-pertanyan tersebut wajib untuk dibahas dan dijawab oleh setiap orang bahkan
orang Kristen sendiri serta mencari solusi yang tepat dalam menanggulangi persoalan-
persoalan konkret ekologi. Kesadaran akan begitu luar biasanya alam ciptaan sang Illahi
seharusnya membuat manusia untuk menghargai lingkungan alam sekitar.

Kitab-kitab Kebijaksanaan dalam Perjanjian Lama mengungkapkan pertanyaan-


pertanyaan manusia yang besar tentang kehidupan, kematian, cinta, penderitaan, kejahatan,
keberadaan sosial manusia dan sebagainya.2 Hal-hal ini tidak bisa lepas dari pada hidup
manusia. Menjadi bijaksana dalam hal memelihara alam ciptaan merupakan hal yang tidak
bisa ditolak oleh manusia, sebagai makhluk yang diberikan amanat oleh Allah untuk
mengelola alam ciptaan dengan bijaksana. Selanjutnya Celia Deane berkata bahwa

1
Barth. Christoph, Theologia Perjanjian Lama 1 (Jakarta: 1988), hal. 30
2
Celia Deane-Drummond, Teologi dan Ekologi, (Jakarta: 2015), hal 26.
2

“kebijaksanaan membawa arti pada peristiwa-peristiwa tersebut dan karena itu mempunyai
kualitas waktu; kebijaksanaan adalah seni menjadi hidup yang baik.”3 Dengan mengelola
lingkungan hidup dengan bijaksana, akan membuat hidup manusia bertanggung jawab dengan
tugas yang Allah berikan.

Indonesia: Sebuah Paradoks


Berdasarkan letaknya Indonesia merupakan salah satu dari 13 negara yang berada di
equator atau lintang nol derajat bumi; yang posisinya berada tepat di Sumatera Barat, Riau,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku dan Papua. Keistimewaan dari letak equator
ini adalah beriklim tropis; yang memiliki curah hujan, kelembapan dan suhu yang cenderung
tinggi. Keistimewaan lainnya adalah hewan dan tumbuhan dapat berkembang biak dengan
baik karena adanya sinar matahari sepanjang tahun.

Fakta geografis di atas belum cukup mendeskripsikan situasi Indonesia seutuhnya.


Berdasarkan data yang dirilis Indonesia Mining Asosiation, negara Indonesia berada di
peringkat ke-6 terbesar yang memiliki kekayaan sumber daya tambang, yang terdiri dari
cadangan batubara (0,5%), minyak (4,3 milyar barel), gas alam (92,9 triliun kaki kubik), emas
(2,3%), timah (8,1%), tembaga (4,1%), nikel (2,9%). Belum lagi Indonesia juga memiliki
energi terbarukan panas bumi sebesar 40% dari total yang ada di seluruh dunia.4

Dari sektor pariwisata, kunjungan wisatawan mancanegara selama tahun 2017 adalah
14,04 juta kunjungan; mengalami kenaikan 21,88% dibandingkan kunjungan tahun 2016,
yaitu 11,52 juta kunjungan.5 Indonesia memiliki destinasi wisata yang beragam; tidak hanya
alam yang memanjakan wisatawan, namun juga kebudayaan, sejarah dan tradisi. Menyimak
data-data di atas tentu saja secara ekonomi Indonesia seharusnya memiliki potensi yang
sangat luar biasa; berguna bagi terbukanya lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan,
pendidikan dan kesehatan yang merata di seluruh penjuru nusantara.

Realitas tersebut menyisakan beragam pertanyaan sebab fakta lain yang muncul
bahwa tanah air tercinta ini telah menjadi rusak dan sakit. Bencana dan kerusakan alam yang
disebabkan oleh manusia-manusia tidak bertanggung jawab dalam pemanfaatan sumber daya
alam. Olehnya terjadilah banjir, tanah longsor dan polusi yang terdapat di daerah yang padat
penduduknya, sehingga memengaruhi berkembangnya berbagai macam penyakit dan bahkan
dapat meningkatkan angka kematian. Cara memanfaatkan dan mengelola lingkungan

3
Ibid.
4
https://www.academia.edu/8634591/Kekayaan_Tambang_Indonesia?auto=download
5
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/01/1468/jumlah-kunjungan-wisman-ke-indonesia-
desember-2017-mencapai-1-15-juta-kunjungan--.html
3

cenderung bersifat eksploitatif dan destruktif. Maka proses pemanfaatan dan pengelolaan
lingkungan mengandung aspek perusakan lingkungan, baik sengaja maupun tidak sengaja.6

Karel Phil Erari memberikan banyak data-data di mana Indonesia banyak melakukan
eksploitasi yang dampaknya dapat dirasakan oleh manusia sehingga menggangu
keseimbangan ekosistem.7 Pembabatan hutan yang begitu masif di Indonesia dapat
mengakibatkan terjadinya bencana dan bahkan dapat memusnahkan perkembangan makhluk
hidup lainnya. Eksploitasi alam demi kepentingan pribadi merupakan hal yang seharusnya
tidak dilakukan.

Kenyataan krisis ekologi menyerang kita dari banyak arah. Skala dan kompleksitas
permasalahan-permasalahan dan kerumitan pemecahan-pemecahan jangka panjang yang
diketengahkan oleh media kepada kita telah menjadi semakin sulit diabaikan. Hal ini
membuat kita untuk terus mencari cara untuk menemukan jalan keluar dari labirin
kemerosotan lingkungan yang terus berjalan. Banyak perspektif, termasuk muncul dari agama
dan filsafat, diperlukan dalam tugas penting memikirkan kembali hubungan manusia-bumi.8

Deskripsi Ekologi
Istilah ekologi pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid Darwin
pada tahun 1866, yang menunjuk pada keseluruhan organisme atau pola hubungan antara
organisme dan lingkungannya.9 Ekologi berasal dari kata Yunani: oikos dan logos, yang
secara harafiah berarti „rumah‟ dan „pengetahuan‟. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan
tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai keseluruhan. Bumi dianggap sebagai
rumah tempat kediaman manusia dan seluruh makhluk dan benda fisik lainnya. 10 Selanjutnya
menurut William Chang, secara harafiah ekologi berarti penyelidikan tentang organisme-
organisme dalam jagad raya.11

Menurut Denis Owen sebagaimana yang dikutip oleh A. Sony Keraf berkata bahwa
Ekologi berurusan dengan dengan hubungan di anta tumbuhan dan hewan dan lingkungan di

6
http://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen. Senin, 5
September 2016. Jam 11:20 pm.
7
Karel Phil Erari, Spirit Ekologi Integral Sekitar Ancaman Perubahan Iklim Global Dan Respon
Perspektif Budaya Melanesia, (Jakarta: 2017), hal. 60 & 66
8
Merry Evelyn Tucker & John A. Grim, Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup, (Yogyakarta:2013),
hal. 7
9
Robert. P. Borrong, Etika Bumi Baru, (Jakarta: 2004), hal. 18.
10
Ibid.
11
William Chang, Moral Spesial, (Yogyakarta: 2015), hal. 261.
4

mana mereka hidup.12 Bumi merupakan kediaman bersama dengan makhluk lainnya. Dengan
kata lain bumi merupakan rumah yang di dalamnya manusia, hewan, tumbuhan dan materi
lainnya hidup secara berdampingan. Seperti yang dikatakan oleh Sony bahwa:

“Ekologi bukan semata-mata berurusan dengan pencemaran. Ia juga bukan semata-


mata persoalan tentang kerusakan alam. Lingkungan hidup atau ekologi mengandung
pengertian yang lebih luas, lebih mendalam dan lebih filosofis menyangkut kehidupan
dan interaksi yang terjalin di dalamnya. Ia menyangkut mata rantai jaring makanan
dan siklus yang menghubungkan satu kehidupan dengan kehidupan lainnya dan
interaksi antara semua kehidupan dengan ekosistemnya, dengan bumi tempat hidup
semua kehidupan. Singkatnya, ekologi berbicara tentang kehidupan dan jaringan
kehidupan yang terdiri dari jaringan di dalam jaringan”13
Saling keterkaitan ini membuat manusia seharusnya menyadari bahwa di dalam bumi
ini, manusia tidak hidup sendiri. Artinya ada makhluk hidup lain yang berhak untuk hidup
dalam lingkungan yang sama di mana manusia berada. Tidak hanya itu saja, manusia
membutuhkan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan agar supaya manusia tetap
bertahan hidup. Sebaliknya juga demikian, tumbuhan dan hewan membutuhkan manusia agar
supaya mereka bisa bertahan hidup dan tidak cepat punah.

Makna “Berkuasa” Dalam Kejadian 1:26-28

Allah menciptakan manusia secara berbeda seperti ketika Ia menciptakan makhluk


hidup lainnya. Kejadian 1:27 mengatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar-Nya.
Menurut Robert P. Rorong teks Kejadian 1:26-28 adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Memahami mandat penguasaan atas alam terkait dengan pemahaman tentang hakikat
penciptaan manusia sebagai gambar Allah.14 Apakah karena manusia diciptakan segambar
dengan Allah dan diberikan mandat oleh Allah untuk berkuasa, itu berarti manusia dapat
melakukan eksploitasi terhadap alam untuk kepentingan pribadi?

Kata Ibrani yang digunakan dalam mandat menguasai dan menaklukkan alam memang
berkonotasi mengeksploitasi kalau diterjemahkan secara harafiah.15 Selanjutnya, kata radah
dan kabash secara harafiah berarti menginjak atau memeras. Penggunaan kata itu dalam
rangka memberikan tekanan atas fungsi manusia menegakkan dan menjalankan hak Tuhan
atas dunia.16 Selanjutnya menurut James Nash seperti yang dikutip oleh Robert Rorong
mengatakan bahwa penggunaan kata itu adalah dalam rangka meyakinkan manusia bahwa ia

12
A. Sony Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup Alam Sebagai Sebuah Sistem Kehidupan, (Yogyakarta:
2014), hal. 44
13
Ibid, hal. 46
14
Robert P. Rorong, op. Cit, hal. 237
15
Ibid.
16
Ibid.
5

akan berhadapan dengan tantangan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya.17 Oleh
karena itu, tugas manusia bukannya mengeksploitasi alam seenaknya demi memenuhi
kepentingan pribadi sehingga memengaruhi perkembangbiakan makhluk hidup lainnya.
Kuasa yang Allah berikan kepada manusia bukan berarti manusia menjadi makhluk yang
superior atas yang lainnya.18 Kuasa yang Allah berikan kepada manusia berarti manusia
diberikan mandat untuk mengelolah, menjaga serta memelihara alam sedemikian rupa
sehingga manusia dan makhluk hidup lainnya dapat hidup berdampingan dalam sebuah oikos.

Makna Perjanjian Kekal Sesudah Air Bah

Tata ciptaan yang dijelaskan dalam Kejadian mengungkapkan hubungan yang baik
antara umat manusia dan Allah, yang di dalamnya kemakmuran tanah bergantung kepada
ketaatan manusia pada janji Allah.19 Hal ketaatan manusia kepada perintah Allah untuk
berkuasa atas alam merupakan syarat yang mutlak bagi manusia dalam memelihara alam
ciptaan dengan bijaksana. Namun kenyataannya bahwa ketika manusia berdosa, hubungan
manusia dan Allah menjadi rusak dan bahkan hubungan manusia dengan alam pun menjadi
rusak. Seperti yang dikatakan oleh Celia Deane, bahwa “pelanggaran manusia pada batas-
batas yang ditetapkan Allah dalam pasal permulaan Kejadian, atau „kejatuhan‟ manusia,
menyebabkan terganggunya hubungan antara manusia, Allah dan bumi.”20

Perjanjian Allah kepada Adam dalam Kejadian 1:26-28 diulangi lagi oleh Allah
kepada Nuh dalam Kejadian 9:16b. Ini berarti bahwa perjanjian tersebut tidak bisa diabaikan
manusia. “Perjanjian dengan ciptaan secara formal dibangun dalam Kejadian 9:8-17.”21
Selanjutnya Celia Deane mengatakan bahwa “Allah membuat suatu perjanjian dengan Nuh,
keturunannya dan dengan semua binatang, janji tidak akan menghancurkan bumi dengan
banjir (Kej. 9:8-11).22 Namun pada kenyataannya, kita melihat bersama bahwa bencana alam
khususnya banjir masih terjadi di bumi ini, terlebih khusus terjadi di Indonesia. Apakah Allah
melupakan perjanjian-Nya? Ataukah kejadian tersebut bersumber dari manusia sendiri yang
gagal melakukan perintah Tuhan? Atau mungkin manusia yang kurang bijaksana dalam
menata alam ciptaan ini?

17
Ibid, hal. 238
18
Lukas Awi Tristanso, Hidup Dalam Realitas Alam, (Yogyakarta: 2016), hal. 28
19
Celia Deane-Drummond, op.Cit, hal. 23.
20
Ibid
21
Ibid, hal. 24
22
Ibid.
6

Perpektif Iman Kristen Terhadap Ekologi


Dalam cerita penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan bersama dengan seluruh
alam semesta. Itu berarti bahwa manusia mempunyai keterkaitan dan kesatuan dengan
lingkungan hidupnya. Akan tetapi, diceritakan pula bahwa hanya manusia yang diciptakan
sebagai gambar Allah ("Imago Dei") dan diberikan kewenangan untuk menguasai dan
menaklukkan bumi dengan segala isinya. Jadi di satu segi, manusia adalah bagian integral dari
ciptaan (lingkungan), akan tetapi di lain segi, ia diberikan kekuasaan untuk memerintah dan
memelihara bumi. Maka hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya seperti dua sisi dari
mata uang yang mesti dijalani secara seimbang.23

Kesatuan manusia dengan alam terlihat jelas dari unsur materi yang Allah gunakan
untuk menciptakan manusia, yakni dari debu tanah. Oleh karena itu, merusak alam dalam
perspektif iman Kristen, sama saja dengan merusak unsur utama dari diri manusia. Tidak
dapat disangkal bahwa keterikatan manusia dengan alam membuat manusia bertanggung
jawab penuh akan kelestarian alam di sekitarnya (Kejadian 2:15). Mengusahakan yang
dimaksud dalam Kejadian 2:15, ialah “Manusia sebagai citra Allah seharusnya memanfaatkan
alam sebagai bagian dari ibadah dan pengabdiannya kepada Allah. Dengan kata lain,
penguasaan atas alam seharusnya dijalankan secara bertanggung jawab: memanfaatkan sambil
menjaga dan memelihara. Ibadah yang sejati adalah melakukan apa saja yang merupakan
kehendak Allah dalam hidup manusia, termasuk hal mengelola ("abudah") dan memelihara
("samar") lingkungan hidup yang dipercayakan kekuasaan atau kepemimpinannya pada
manusia.”24

Hubungan Teologi Kristen dengan Masalah Ekologi


Menurut David Kinsley ada empat permasahan pokok dalam hubungan Kristen
dengan lingkungan hidup25:
a. Teologi Kristen/Alkitab dianggap menjadi dasar pandangan yang berdampak negatif
terhadap perkembangan spiritualitas lingkungan.
b. Teologi Kristen/Alkitab mempunyai kecenderungan ekologis yang kuat dan menjadi
sumber penting yang membangun kehidupan spiritualitas lingkungan.
c. Teologi Kristen/Alkitab bersifat ambigu terhadap isu-isu lingkungan.

23
http://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen. Rabu, 14
September 2016. Pukul 10:53.
24
Ibid.
25
Robert. P. Borrong, Teologi dan Ekologi, (Jakarta: 1998), hal. 8
7

d. Teologi Kristen/Alkitab menentukan kedudukan aktualnya terhadap isu-isu


lingkungan tetapi ada tema tertentu atau pasal tertentu dalam Alkitab yang mendukung
pandangannya terhadap lingkungan hidup.

Teologi dan ekologi memiliki hubungan yang begitu dalam sehingga jika kita (dalam
hal ini orang Kristen) mengabaikan alam sama halnya dengan kita merusak hasil kerja Allah
dan bila kita merusak hasil kerja Allah yang besar, maka sama halnya dengan kita tidak taat
pada perintah Allah kepada manusia untuk memelihara alam.

Respon Manusia Terhadap Alam

Dalam karya penciptaan Allah dalam kitab Kejadian merupakan hasil karya yang
begitu mengesankan. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia hadir (diciptakan Allah) di dunia
setelah Allah menciptakan dunia (alam) ini. Apakah tujuan Allah untuk menciptakan Alam
(hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar) terlebih dahulu lalu menciptakan manusia?
Tentunya agar manusia bertanggung jawab atas hasil Allah yang begitu luar biasa ini.
Memang dalam Kejadian 9 menunjukkan betapa alam ini telah menjadi rusak akibat
kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun demikian, keadaan alam yang telah rusak sekali
pun tidak mengurangi nilainya. Oleh karena itu, James Montgomery Boice memberikan
beberapa hal yang perlu untuk dilakukan oleh manusia demi menjaga alam ciptaan Allah26:

1. Manusia harus bersyukur untuk dunia yang telah Allah jadikan dan memuji Dia untuk
hal itu.
2. Manusia harus bersuka atas ciptaan. Bersuka erat kaitannya dengan bersyukur, tetapi
itu adalah suatu langkah melampaui bersyukur.
3. Manusia (orang-orang Kristen) harus menunjukkan suatu tanggung jawab terhadap
alam. Kita seharusnya tidak menghancurkannya hanya demi menghancurkannya,
tetapi seharusnya berusaha untuk mengangkatnya kepada potensinya yang paling
penuh.
4. Alam semesta harus digunakan oleh manusia dengan cara yang semestinya.
5. Setelah mereka merenungkan alam dan menghargainya, orang Kristen seharusnya
sekali lagi berpaling kepada Allah yang menjadikan dan menopangnya setiap saat dan
seharusnya belajar untuk memercayai Dia. Allah memelihara alam, sekalipun alam
disalahgunakan karena dosa-dosa kita.

26
James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen, (Surabaya: 2015), hal. 180-181
8

Mencintai Bumi, Merawat Kasih

Kecintaan terhadap lingkungan sekitar membuat manusia mensyukuri akan setiap


karya Tuhan yang begitu mengesankan yang dilakukan pada masa penciptaan di dalam
Kejadian 1. Tidak dapat disangkal bahwa kekristenan sendiri tidak hanya berbicara mengenai
Allah saja, namun juga ekologi (lingkungan sekitar) perlu untuk diusahakan atau dengan kata
lain, dilestarikan.

Alexander Sonny Keraf dalam bukunya “Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup
Global” (2010), mengungkapkan krisis dan bencana kerusakan lingkungan hidup yang tidak
hanya berpengaruh secara lokal namun secara global. Dikatakan global, karena krisis dan
bencana itu melanda seluruh makhluk di bumi ini. Krisis dan bencana lingkungan hidup
global itu meliputi kerusakan lingkungan hidup (hutan, terumbu karang, lahan, lapisan ozon),
pencemaran lingkungan hidup (udara, air, laut, darat), kepunahan berbagai sumber daya alam
dan lingkungan hidup (keanekaragaman hayati, mata air, sumber daya alam), kekacauan iklim
global, dan masalah sosial terkait dampak lingkungan hidup. Semua itu mengancam
kehidupan.

Krisis ini membuat bumi ini menjadi semakin rusak dikarenakan kerusakan-kerusakan
yang terjadi di berbagai daerah di bumi, terlebih khusus kekayaan alam Indonesia yang begitu
luar biasa dirusak oleh para oknum yang tidak bertanggung yang hanya mementingkan
kepentingan pribadi dan tidak memikirkan akan setiap konsekuensi yang bisa terjadi dari
setiap kerusakan yang dilakukan. Menyelamatkan bumi adalah menyelamatkan kehidupan.
Karena menyelamatkan kehidupan, maka cara yang ditempuh adalah dengan memuliakan
kehidupan, bukan dengan kekerasan yang berpotensi pada kematian.

Tanpa menafikan fakta-fakta tentang pengelolaan sumber daya alam di Indonesia;


pertanyaan berikutnya yang menarik adalah, sebagai orang biasa apa yang bisa kita lakukan?
Bencana alam tidak hanya diakibatkan oleh perusakan alam dan pembabatan hutan saja.
Sampah yang tidak terkendali pun dapat mengakibatkan bencana khususnya di daerah-daerah
yang padat penduduknya seperti di kota-kota besar di Indonesia. Bertambahnya penduduk dan
kurangnya edukasi tentang pengolahan sampah yang benar menjadi faktor penyebabnya.
Begitu banyak sampah yang dihasilkan setiap hari. Ketika musim hujan tiba, banjir terjadi
9

dimana-mana karena sampah-sampah yang tidak terurai menghalangi resapan air. Hingga saat
ini sampah merupakan masalah yang kompleks yang dialami oleh Indonesia.

Kompas, 7 Maret 2014, mencatat jumlah sampah organik dan non organik secara
nasional sebanyak 200.000 ton per hari. Perkiraan jumlah timbunan sampah, khususnya non
organik perkotaan di Indonesia 38,5 juta ton per tahun dengan laju peningkatan 2-4% per
tahun. Sampah tersebut berasal dari rumah tangga 48%; pasar tradisional 24%; kawasan
komersial 9%; dan fasilitas publik, sekolah, kantor, dan jalan sebanyak 19%. Berdasarkan
survei, setiap orang menghasilkan 0,8 – 1,5 kg sampah dalam setiap harinya.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa jumlah


sampah plastik di Indonesia telah mencapai level mengkhawatirkan.27 Selanjutnya Novrizal
mengatakan bahwa peningkatkan sampah plastik dari tadinya 11 persen menjadi 16 persen
dan bahkan di beberapa kota sampah plastik telah mencapai 17 persen.28 Peningkatkan yang
begitu signifikan ini membuat Indonesia menjadi negara penghasil sampah plastik terbesar.
Hal ini didukung oleh riset yang dilakukan oleh Dr. Jenna Jambeck bahwa Indonesia
merupakan negara penyumbang sampah plastik yang terbesar kedua, dengan jumlah 0,48 –
1,29 juta metrik ton per tahun yang dibuang ke laut.29 Sampah yang begitu besar ini dapat
memberikan efek samping kepada masyarakat Indonesia sendiri. Salah satunya laut di
Indonesia menjadi tercemar dan hal ini merusak makhluk hidup dan ekosistem di laut maupun
di darat.

Baru-baru ini ditemukan ikan Paus Sperma yang mati terdampar di pantai Kolowa,
Desa Kapota Utara Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Diduga kematiannya disebabkan oleh
sampah plastik. Hal ini didukung dengan ditemukannya sampah-sampah yang begitu banyak
di dalam isi perut paus tersebut. Sampah plastik berupa tali, gelas, sendal, kantong plastik dan
karung plastik yang beratnya mencapai 5.9 Kilogram.30 Hal ini cukup membuktikan bahwa
ekosistem di Indonesia semakin rusak. Siapakah yang merusak? Jawabannya tentu saja
manusia!

Efek lain yang begitu terasa bagi manusia adalah banjir dan kotornya lingkungan.
Sampah plastik merupakan sampah yang sangat sulit terurai, diperlukan waktu 50-100 tahun

27
http://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/26/135610326/sampah-plastik-di-indonesia-jadi-perhatian-
presiden-bank-dunia
28
Ibid.
29
https://m.kumparan.com/utomo-priyambodo/merek-sampah-plastik-terbanyak-di-indonesia-temua-
greenpeace
30
https://news.detik.com/berita/4309160/isi-perut-bangkai-paus-penuh-sampah-ini-kata-wwf-indonesia
10

untuk terurai, sehingga sampah-sampah plastik yang dibuang sembarangan akan


menyebabkan masalah-masalah lain baik kepada manusia dan lingkungan sekitarnya.

Dengan melihat temuan data di atas, bisa dikatakan bahwa keadaan lingkungan
Indonesia sangat memprihatinkan, mengingat begitu banyak sampah yang dihasilkan
khususnya sampah plastik. Ditambah lagi fakta bahwa masyarakat Indonesia belum memiliki
kebiasaan untuk mengolah sampah dengan benar. Mengabaikan pengolahan sampah
merupakan bentuk kesalahan cara pandang manusia terhadap keadaan alam Indonesia.
Menurut Alexander Sonny Keraf seperti yang dikutip oleh Lukas Awi Tritanto, “Kesalahan
cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang manusia sebagai
pusat dari alam semesta, dan hanya manusia yang mempunyai nilai dan berharga pada dirinya
sendiri, sedangkan alam dan segala isinya yang lain hanya sekadar sarana atau alat untuk
memenuhi kepentingan manusia.”31 Hal ini membuat manusia menghalalkan segala macam
cara untuk kepentingan dirinya sendiri. Lebih lanjut Sony Keraf mengatakan bahwa
paradigma antropsentrisme inilah yang melahirkan perilaku eksploitatif eksesif yang merusak
alam sebagai komoditas ekonomi dan alam pemuas kepentingan manusia.32

Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Nomor 18, Tahun 2008, “Tentang


pengelolaan sampah yang mengharuskan masyarakat melakukan pengurangan sampah dan
mengusahakan pengelolaan sampah pada tingkat individu atau pun komunitas, jadi bukan
bersifat sukarela.” Pemerintah hendaknya bertindak cepat dan konkret untuk menanggulangi
keadaan ini agar di masa mendatang bencana-bencana alam akibat sampah dapat dihindari.
Akan tetapi peran pemerintah tidak dapat direalisasikan tanpa dukungan warganya. Maka
sangatlah penting memulai kesadaran akan pentingnya memelihara lingkungan alam di sekitar
kita dengan cara sederhana, salah satunya dengan memisahkan sampah organik dan non
organik, dan memanfaatkannya sesuai dengan sifat dasarnya. Sebagai warga negara Indonesia
yang mencintai bumi tempat berpijak yang dipenuhi dengan kekayaan alam yang begitu luar
biasa, maka pengelolaan alam pun menjadi tanggung jawab bersama dalam melestarikan
kekayaan alam yang dimiliki.

Namun demikian upaya pemerintah dengan dikeluarkannya UU Nomor 18 Tahun


2008 tampaknya belum begitu terlihat jelas hasilnya. Buktinya berdasarkan hasil riset,
Indonesia dinobatkan sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua ke laut dunia.
Perkara penanganan sampah serta menjaga lingkungan hidup ini bukan hanya menjadi tugas
pemerintah. Masyarakat Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat dunia juga wajib
31
Lukas Awi Tristanto, Op.Cit, hal. 18.
32
Sony Keraf, Op.Cit, hal. 8
11

menjaga lingkungan hidup yang telah dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Untuk itu yang
menjadi pertanyaan adalah bagaimana gereja Tuhan menanggapi masalah serius ini? Langkah
konkret apa yang bisa dilakukan oleh gereja di Indonesia dalam menanggapi masalah yang
begitu serius ini? Lalu bagaimana dengan kesadaran anggota jemaat gereja sebagai bagian
dari masyarakat dunia? Biarlah gereja dan jemaatnya yang menjawab.

Epilog
Manusia sang penghancur alam. Pernyataan ini akan terus berlanjut apabila manusia
semakin merusak alam tanpa memperhatikan keseimbangan. Jika manusia tidak mulai
berubah maka suatu saat bumi ini akan semakin rusak sehingga dapat merugikan manusia
sendiri dan alam ciptaan yang lain.

Kerusakan lingkungan yang ada di bumi ini seharusnya menyadarkan manusia tentang
betapa pentingnya untuk menjaga lingkungan hidup. Dimulai dari lingkungan sekitar yang
terdekat, meskipun tidak dapat sekaligus merubah kondisi alam lingkungan sekitar,
setidaknya telah sedikit merubah lingkungan sekitar sehingga dapat dampak positif bagi
manusia sendiri. Kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam juga akan membawa
dampak positif juga bukan saja kepada manusia, melainkan juga kepada makhluk lainya. Ini
merupakan amanat yang Allah berikan kepada manusia untuk berkuasa atas segala makhluk
hidup di bumi ini kepada Adam dan Hawa dalam Kejadian 1:26-28 dan juga kepada Nuh
dalam Kejadian 9.

Berbicara mengenai hubungan kekristenan dengan ekologi maka tidak dapat disangkal
bahwa manusia mendapat mandat dari Allah sendiri untuk memelihara alam ini dengan
sedemikian rupa, bukannya malah merusaknya. Teologi bukan hanya berbicara mengenai
hubungan manusia dengan Allah atau Allah dengan manusia, melainkan juga berbicara
mengenai bagaimana manusia menjaga alam ciptaan ini serta menatanya sedemikian untuk
kemuliaan Allah. Dengan kata lain, spiritualitas berbicara tentang manusia-Allah, manusia-
sesamanya dan manusia-alam sekitar.

Manusia tidak diciptakan Allah untuk bertindak sewenang-wenang terhadap alam.


Manusia memang penguasa alam tetapi harus berprilaku sebagai penguasa yang sesuai dengan
kehendak Allah yang menunjuk manusia sebagai mitra-Nya. Hal inilah yang membuat
manusia berbeda dengan makhluk lain yang diciptakan Allah. Manusia dapat melihat dan
mengakui akan keberadaan Allah dengan melihat keadaan alam sekitarnya. Allah yang
berperan aktif dalam mengatur akan dunia ini. Hari berganti hari, siang berganti malam,
musim berganti musim menunjukkan bahwa Allah bekerja atas alam ciptaan-Nya. Oleh
12

karena itu, jika manusia merusak alam yang begitu indah, maka hal tersebut sama saja dengan
manusia sedang merusak apa yang sedang Allah lakukan (bekerja) dengan alam ini.

Akhirnya spiritualitas tidak hanya berbicara tentang bagaimana cara membangun


hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga berbicara mengenai cara untuk membangun
hubungan manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam.***
13

Sumber Referensi:

1. Boice, Montgomery James. 2015. Dasar-Dasar Iman Kristen. Surabaya: Momentum.


2. Borrong, Robert. P. 2004. Etika Bumi Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia
3. Borrong, Robert. P. 1998 Teologi dan Ekologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
4. Chang, William. 2015. Moral Spesial. Yogyakarta: Kanisius
5. Christoph, Barth. 1988. Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
6. Deane, Celia-Drummond. 2015. Teologi Dan Ekologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
7. Erari, Phil Karel. 2017. Spirit Ekologi Integral Sekita Ancaman Perubahan Iklim
Global dan Respons Perspektif Budaya Melanesia. Jakarta. BPK Gunung Mulia
8. Keraf, Sony. A. 2014. Filsafat Lingkungan Hidup Alam Sebagai Sebuah Sistem
Kehidupan. Yogyakarta: Kanisius
9. Sudiarja, A. 1994. Kesadaran Adalah Sebuah Unsur Baru Dalam Segala Bidang
Kegiatan Manusia. - Teologi Dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius
10. Tristanto, Lukas Awi. 2016. Hidup Dalam Realitas Alam. Yogyakarta: Kanisius
11. Tucker, Merry Evelyn & Grim. A. John. 2013. Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup.
Yogyakarta: Kanisius

Sumber Internet:

1. http://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen.
Senin, 5 September 2016. Jam 11:20 pm.
2. http://reformed.sabda.org/etika_lingkungan_hidup_dari_perspektif_teologi_kristen.
Rabu, 14 September 2016. Pukul 10:53
3. https://www.academia.edu/8634591/Kekayaan_Tambang_Indonesia?auto=download
4. https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/01/1468/jumlah-kunjungan-wisman-ke-
indonesia-desember-2017-mencapai-1-15-juta-kunjungan--.html
5. http://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/26/135610326/sampah-plastik-di-indonesia-
jadi-perhatian-presiden-bank-dunia
6. http://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/26/135610326/sampah-plastik-di-indonesia-
jadi-perhatian-presiden-bank-dunia
7. https://news.detik.com/berita/4309160/isi-perut-bangkai-paus-penuh-sampah-ini-kata-
wwf-indonesia

Anda mungkin juga menyukai