Anda di halaman 1dari 257

MODUL PESERTA

PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI


MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENANGGULANGAN BENCANA


BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
Tahun 2017
BNPB

MODUL
PESERTA
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI
MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA

BAHAN BACAAN UNTUK PESERTA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENANGGULANGAN


BENCANA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
TAHUN 2018
MODUL PESERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA
Edisi I, 2018
Pengarah
Dr. Agus Wibowo, M.Sc. Drs. Hermana. Ir. Afrial Rosya, MA
R. Theodora Eva YA, M.Si. Sugiman, S.Ag
Penulis
Agus Sardiyarso, Titi Moektidjasih, Nanang Suharto
Editor
Ujang D. Lesmana, Untung Tri Winarso
Ilustrasi & Layout
Roslani husen, A.R. Natsir

Penyusun modul oleh Tim Kerja Review Kurikulum Diklat Penyusunan Rencana
Kontinjensi
Tim Kerja Review Kurikulum
Agus Sardiyanso, Dra. Enny Supartini, MM, Dian Andry Puspita Sari, Novi
Kumalasari, Apriyuanda GBP, Nanang Suharto, Titi Moektijasih, Antonius Agus
Haryanta, Fredy Chandra, Indah Fitrianasari, Ninil Jannah, Ujang Dede Lesamana.
Reviewer
Dra. Eny Supartini, MM., R. Sigiharto, Siswanto BP, Adi Pamungkas, H. Iskandar
Leman.
Kontributor:
Apriyuanda Giant Bayu P, M.Sc., Roswanto, MM., Alam Maulana, Sri Hastuti, M.Si,
Jajat Suarjat, Dian Andry Puspita Sari, Novi Kumalasari, Tanti S. Reinhart, Rina
Utami, Ninil R Miftahul Jannah, I. Komang Kusumaedi, Norman, Arif Rianto BN,
Fahrunnisaa Kadir, Kafarudin, Ujang D Lesmana, dan seluruh peserta ujicoba
kurikulum (BPBD Provinsi Sumatera Barat, BPBD Provinsi Jawa Tengah, BPBD
Provinsi Jawa Timur, BPBD Provinsi Sulawesi Tenggara, BPBD Provinsi Maluku,
BPBD Provinsi Maluku Utara, BPBD Provinsi Papua, BPBD Provinsi Papua Barat).
Diterbitkan oleh
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana Badan Nasional
Penanggulangan Bencana
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian Atau seluruh isi buku tanpa izin
tertulis dari penerbit dengan menyebutkan sumber
Sanggahan
Penyusunan Modul didukung oleh Perkumpulan Lingkar Anggota Konsorsium
Program Technical Assisstance and Training Teams (TATTs) melalui pendanaan
USAID/OFDA. Pandangan yang dinyatakan dalam dokumen ini tidak serta merta
mencerminkan opini resmi USAID/OFDA.
Perpustakaan Nasional: katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN:
KATA PENGANTAR

Merujuk pada Sasaran Kebijakan strategis Penanggulangan Bencana


2015-2019 yaitu “Menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi yang berisiko tinggi” dengan mengurangi
risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Sebagai salah satu upaya meningkatkan ketangguhan pemerintah
dan masyarakat dilakukan dengan pelatihan bagi pemerintah dan
masyarakat. Modul bagi peserta ini sebagai bahan bacaan peserta
ini sebagai pelengkap Pelatihan Penyusunan Rencana Kontinjensi
Menghadapi Bencana.
Adanya modul bahan bacaan peserta ini diharapkan dapat memperkaya
pemahaman peserta untuk menyusun rencana kontinjensi pada
lingkungan kerja dan pada daerah yang berisiko tinggi, utamanya
pada daerah pada pusat pertumbuhan ekonomi. Setelah mengikuti
pelatihan, peserta dapat menyusun rencana kontinjensi dan
disepakati bersama oleh para pelaku penanganan darurat, dengan
mempertimbangkan perkiraan kebutuhan sumberdaya yang disusun
dalam suatu kerangka kerja penanganan darurat.
Modul ini merupakan hasil kerjasama yang dilakukan antara Badan
Nasional Penanggulangan Bencana dengan USAID melalui Program
Technical Assisstance and Training Teams (TATTs) yang dilakukan
oleh anggota konsorsium TATTs dalam rangka meningkatkan
profesionalitas dalam memberikan layanan Pengelolaan Risiko
Bencana yang inkusif. Ucapan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul ini bagi anggota
Tim Kerja review kurikulum, tim penulis, tim review, observer, dan
peserta ujicoba. Modul ini diharapkan dapat menuhi kebutuhan bagi
peserta pelatihan Penyusunan Rencana Kontinjensi. Namun demikian,
saran dan masukan dari peserta dan pemangku kepentingan bagi
pengembangan materi pembelajaran tetap dibutuhkan.
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Penanggulangan Bencana BNPB

Dr. Agus Wibowo, M.Sc

v
vi
Buku Modul Pendidikan dan Pelatihan Penyusunan Rencana
Kontinjensi terdiri atas Dua Bagian, yaitu Modul Dasar dan
Modul Lanjutan

iii—. KATA PENGANTAR


vii—. DAFTAR PENGERTIAN

MODUL DASAR
1—. MODUL A
PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN
PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI
33—. MODUL B
PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN
DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN
RENCANA KONTINJENSI
49—. MODUL C
IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN
DAN PERAN PEMANGKU DAFTAR ISI
69—. MODUL D
PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN
RENCANA KONTINJENSI

MODUL LANJUTAN
89—. MODUL E
PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN
RENCANA KONTINJENSI
105—. MODUL F
PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA
KONTINJENSI
183—. MODUL G
SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

221—.LAMPIRAN
245—. DAFTAR RUJUKAN

vii
DAFTAR PENGERTIAN

TERMINOLOGI PENGERTIAN
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
Bencana faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan tim bulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan
dampak psikologis.
adalah suatu situasi, kondisi, atau karakteristik biologis,
geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi
Bahaya suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan
kerusakan.
adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor fisik,
sosial, ekonomi, dan lingkungan atau proses-proses, yang
Kerentanan
meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap dampak
bahaya.
adalah sinergi dari semua kekuatan dan sumber daya
yang tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat atau
Kapasitas
organisasi yang dapat mengurangi tingkat risiko atau
dampak dari bencana
adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang
Risiko bencana dapat merupakan kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
adalah mekanisme terpadu untuk membarikan gambaran
menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan
Kajian Risiko Bencana
menganalisis tingkat ancaman, tingkat kerugian dan
kapasitas daerah dalam bentuk tertulis dan peta.
adalah segala tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
Pengurangan risiko
kerentanan dan meningkatkan kapasitas terhadap jenis
bencana (disaster risk
bahaya tertentu atau mengurangi potensi jenis bahaya
reduction)
tertentu.
adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana,
Kejadian bencana korban, dan ataupun kerusakan. Jika terjadi kejadian
bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari
satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian
adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk
Kesiapsiagaan mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
langkah-langkah secara berhasil-guna dan berdaya-guna.

viii
adalah sebuah aplikasi analisis tools yang digunakan
untuk menyimpan data bencana serta mengelola data
Data dan Informasi
spasial maupun data nonspasial baik bencana skala kecil
Bencana Indonesia/
maupun bencana dalam skala besar.terdapat banyak
DIBI
faktor yang dapat meningkatkan terjadinya resiko
bencana.
adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
Peringatan Dini
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
(prevention) sebagian atau seluruh bencana.
adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan
Kontinjensi
segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak terjadi.
adalah suatu proses perencanaan ke depan, dalam situasi
terdapat potensi bencana, di mana skenario dan tujuan
Perencanaan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan,
Kontinjensi dan sistem tanggapan dan pengarahan potensi disetujui
bersama, untuk mencegah, atau menanggulangi secara
lebih baik dalam situasi darurat atau kritis.
adalah proses menentukan satu ancaman yang akan
Penentuan Kejadian
dijadikan dasar dalam perencanaan kontinjensi.
adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau
Korban bencana
meninggal dunia akibat bencana.
adalah orang atau sekelompok orang yang terpaksa atau
Pengungsi dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu
yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.
adalah dugaan atau perkiraan yang diterima sebagai
Asumsi
dasar.
adalah gambaran kejadian secara jelas dan rinci tentang
Skenario bencana yang diperkirakan akan terjadi meliputi lokasi,
waktu dan dampak bencana.
adalah kelompok tugas yang melakukan tugas/peran
Bidang operasi sejenis. Pelaku dalam Bidang operasi terdiri dari unsur
pemerintah, masyarakat dan lembaga usaha.
adalah suatu rencana yang disusun oleh bidang operasi
yang berisi kegiatan-kegiatan berkaitan dengan kebutuhan
Perencanaan Bidang dan sumberdaya yang tersedia di masing-masing bidang
operasi operasi untuk penanganan darurat mengacu pada standar
minimum kebutuhan atau standar pelayanan minimum
yang berlaku.
adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan
Standar Pelayanan
dasar yang berhak diperoleh setiap warga secara
Minimum
minimum.

ix
adalah proses penyelarasan hasil perencanaan sektoral
Sinkronisasi untuk memperoleh kesepakatan-kesepakatan melalui
rapat koordinasi.
adalah suatu proses latihan komprehensif yang diulang
secara sistematis dan berkesinambungan untuk
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan maksimal
Latihan Kesiapsiagaan
serta meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar
instansi/lembaga dalam sebuah sistem kesiapsiagaan
terpadu.
adalah pengesahan dokumen rencana kontinjensi agar
Legalisasi menjadi legal secara hukum dan dipatuhi oleh instansi/
lembaga terkait melalui Peraturan Kepala Daerah.
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
Penanganan darurat penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan
pengungsian, penyelamatan serta pemulihan sarana
prasarana.
adalah organisasi penanganan darurat bencana yang
memiliki struktur organisasi standar yang menganut satu
Komando Penanganan
komando dengan rantai dan garis komando yang jelas
Darurat Bencana
dalam mengkoordinasikan instansi/lembaga/organisasi
terkait untuk pengerahan sumberdaya.
adalah suatu sistem penanganan darurat bencana yang
Sistem Komando
disepakati dan digunakan oleh semua instansi/lembaga
Penanganan Darurat
dalam rangka mengintegrasikan pemanfaatan sumberdaya
Bencana
manusia, peralatan dan anggaran
adalah seluruh kegiatan manajemen yang meliputi aspek
perencanaan dan penanggulangan kedaruratan, pada
Manajemen
menjelang, saat dan sesudah terjadi keadaan darurat,
Kedaruratan
yang mencakup siaga darurat, penanganan darurat dan
pemulihan darurat
adalah rencana yang dibuat/disusun dalam rangka
pelaksanaan operasi penanganan darurat bencana.
Rencana Operasi Rencana operasi ini disusun oleh satuan tugas Komando
Penanganan darurat dengan mempertimbangkan rencana
kontinjensi dan hasil kaji cepat.
adalah suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan
Prosedur Operasi
untuk melaksanakan penanganan darurat bencana secara
Penanganan Darurat
terkoordinasi, terarah dan terpadu sesuai tahapan yang
Bencana
telah ditetapkan.

x
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan
Operasi Penanganan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
Darurat Bencana
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
adalah kegiatan pengkajian secara cepat mengenai
kejadian bencana dan dampaknya yang meliputi aspek
Kaji Cepat
kehidupan/penduduk, prasarana sarana vital dan fasilitas
umum, ekonomi, serta lingkungan.
adalah pemulihan dengan segera prasarana dan sarana
Pemulihan Darurat
vital pada saat kegiatan penanganan darurat.
adalah merupakan suatu kegiatan untuk memindahkan
Evakuasi masyarakat terancam dampak bencana dan atau kegiatan
masyarakat menyelamatkan diri ke daerah aman.
adalah tatanan keterkaitan komponen standardisasi
Sistem Standardisasi
kompetensi kerja nasional yang komprehensif dan sinergis
Kompetensi Kerja
dalam rangka mencapai tujuan standardisasi kompetensi
Nasional
kerja nasional di Indonesia.
adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
Standar Kompetensi pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian, serta
Kerja Nasional sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan
Indonesia atau SKKNI syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
adalah serangkaian kegiatan yang sistematis dalam
rangka penyusunan dan kaji ulang SKKNI, diarahkan pada
tersedianya SKKNI yang memenuhi prinsip :
1. relevan dengan kebutuhan dunia usaha atau industri di
masing-masing sektor atau lapangan usaha;
2. valid terhadap acuan dan/atau pembanding yang sah;
Pengembangan SKKNI
3. akseptabel oleh para pemangku kepentingan;
4. fleksibel untuk diterapkan dan memenuhi kebutuhan
pemangku kepentingan;
5. mampu telusur dan dapat dibandingkan dan/atau
disetarakan dengan standar kompetensi lain, baik
secara nasional maupun internasional.
adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang
Sertifikasi kompetensi dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji
kerja kompetensi sesuai SKKNI, Standar Internasional dan/
atau Standar Khusus.

xi
xii
MODUL A

PRINSIP DAN PROSES


PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN
RENCANA KONTINJENSI
MODUL A

2 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

DAFTAR ISI
MODUL A
PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN
PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang...................................... 5
B.. Deskripsi Singkat.................................. 5
C.. Manfaat Modul...................................... 5
D.. Tujuan Pembelajaran............................. 6
E.. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok.......... 6
F.. Petunjuk Belajar.................................... 7
BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar............................ 9
B..Bahan/Materi........................................ 9
C..Latihan............................................... 15
D..Rangkuman......................................... 16
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 17
BAB III
PROSES PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 19
B..Bahan/Materi....................................... 19
C..Latihan............................................... 24
D..Rangkuman......................................... 24
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 24
BAB IV
TEKNIK PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN
RENCANA KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 25
B..Bahan/Materi....................................... 25
C..Latihan............................................... 31
D..Rangkuman......................................... 31
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 31

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 3


MODUL A

4 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prinsip dan proses serta penyelenggaraan penyusunan rencana
kontinjensi merupakan tahapan awal/dasar dalam seluruh proses
penyusunan dokumen rencana kontinjensi. Berisi pemahaman
berbagai jenis rencana dalam penanggulangan bencana,
pengertian tentang kontinjensi dan rencana kontinjensi, prinsip
dan proses, waktu dan masa berlaku, teknik penyelenggaraan,
metodologi penyusunan, materi lokakarya, kriteria peserta,
fasilitator, narasumber, penyelenggara serta pendanaan
penyusunan rencana kontinjensi. Hasil yang diharapkan adalah
materi dasar seluruh proses dan tahapan selanjutnya dalam
penyusunan dokumen rencana kontinjensi.
B. Deskripsi Singkat
Prinsip dan proses serta penyelenggaraan penyusunan rencana
kontinjensi merupakan pengetahuan berbagai jenis rencana
dalam penanggulangan bencana, pengertian tentang kontinjensi
dan rencana kontinjensi, kaitan rencana kontinjensi dengan
penanganan darurat, pembedaan pokok rencana kontinjensi
dengan rencana operasional, dan rencana mitigasi, prinsip dan
proses penyusunan rencana kontinjensi, teknik penyelenggaraan,
metodologi penyusunan, materi lokakarya, kriteria peserta,
fasilitator, narasumber, penyelenggara serta pendanaan
penyusunan rencana kontinjensi. Pengetahuan tersebut
merupakan dasar-dasar untuk menyusun dokumen rencana
kontinjensi dengan baik sesuai kaidah dan standar yang berlaku.
C. Manfaat Modul
• Peserta mampu menjelaskan pengertian tentang kontinjensi,
keadaan darurat, rencana kontinjensi, kedudukan rencana
kontinjensi dalam penanganan kedaruratan, pembandingan
rencana kontinjensi dengan rencana operasional, dan rencana
mitigasi.
• Peserta mampu membandingkan rencana kontinjensi dengan
rencana operasional secara lebih rinci, menjelaskan proses
penyusunan, serta hakekat penyusunan rencana kontinjensi.
• Peserta mampu menjelaskan teknik penyelenggaraan,
metodologi penyusunan, materi lokakarya, kriteria peserta,
fasilitator, narasumber, penyelenggara serta pendanaan
penyusunannya.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 5


MODUL A

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Kurikuler Umum


Tujuan umum prinsip dan proses serta penyelenggaraan
penyusunan rencana kontinjensi untuk memberikan dasar-
dasar pemahaman dan pengertian untuk penyusunan
dokumen rencana kontinjensi, serta memberikan arah dalam
penyelenggaraan pelatihan memberikan pegangan dan
pedoman pelaksanaan pelatihan, sehingga kisi-kisi materi
yang diberikan akan standar.

2. Tujuan Kurikuler Khusus


a. Memahami pengertian kontinjensi, keadaan darurat,
rencana kontinjensi, kedudukan rencana kontinjensi
dalam penanganan kedaruratan, pembandingan rencana
kontinjensi dengan rencana operasional, rencana
pemulihan, dan rencana mitigasi.
b. Menjelaskan proses dan prinsip penyusunan rencana
kontinjensi.
c. Menjelaskan teknik penyelenggaraan, metodologi
penyusunan, materi lokakarya, kriteria peserta,
fasilitator, narasumber, penyelenggara serta pendanaan
penyusunan.
3. Kompetensi Lulusan
Setelah mengikuti pelatihan prinsip dan proses serta
penyelenggaraan penyusunan rencana kontinjensi, peserta
diharapkan mampu memahami pengertian kontinjensi,
keadaan darurat, rencana kontinjensi, kedudukan rencana
kontinjensi dalam penanganan kedaruratan, pembandingan
rencana kontinjensi dengan rencana operasional, rencana
pemulihan, dan rencana mitigasi. Menjelaskan proses dan
prinsip penyusunan, menjelaskan teknik penyelenggaraan,
metodologi penyusunan, materi lokakarya, kriteria peserta,
fasilitator, narasumber, penyelenggara serta pendanaan
penyusunan.
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Prinsip-prinsip penyusunan rencana kontinjensi
1. Jenis-jenis rencana dalam penanggulangan bencana
2. Pengertian Kontinjensi dan Rencana Kontinjensi.
3. Letak Perencanaan Kontinjensi dalam peraturan perundangan
4. Kaitan antara rencana kontinjensi dengan rencana operasi

6 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

Proses penyusunan rencana kontinjensi


1. Perbedaan Rencana Kontinjens dengan Rencana Operasi
2. Proses Penyusunan Rencana Kontinjensi
3. Hubungan rencana antar lembaga
4. Hakekat perencanaan kontinjensi
5. Waktu Penyusunan
6. Masa berlaku dan pemutakhiran data
Teknik penyelenggaraan penyusunan rencana kontinjensi
1. Tahapan penyelenggaraan penyusunan rencana kontinjensi
2. Metodologi penyusunan dan materi lokakarya
3. Detail materi lokakarya
4. Persyaratan peserta, penyelenggara, fasilitator, narasumber
5. Peralatan dan bahan
6. Jangka waktu

F. Petunjuk Belajar
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, peserta diharapkan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membaca secara cermat dan memahami tujuan pembelajaran
yang tertulis pada setiap awal materi :
a. Prinsip-prinsip penyusunan rencana kontinjensi
b. Proses penyusunan rencana kontinjensi
c. Tehnik penyelenggaraan penyusunan
2. Mempelajari setiap sesi secara berurutan, dari awal sampai
dengan akhir materi.
3. Mengerjakan secara sungguh-sungguh sampai dengan
selesainya setiap evaluasi pada masing-masing akhir materi.
4. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada kesungguhan
peserta. Diharapkan peserta belajar secara mandiri dengan
melakukannya seorang diri, berdua, atau berkelompok dengan
teman lain untuk saling berdiskusi.
5. Disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain seperti
yang tertera pada daftar pustaka, dan tidak segan-segan
bertanya kepada fasilitator atau teman yang telah memahami
tentang materi ini.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 7


MODUL A

8 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BAB II
PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan
pengertian kontinjensi dan prinsip-prinsip penyusunan rencana
kontinjensi.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Daur penanganan bencana
• Penanganan darurat
• Rencana kontinjensi
1. Jenis-jenis rencana dalam penanggulangan bencana
a. Rencana Penanggulangan Bencana (multi hazard)
b. Rencana Mitigasi
c. Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana (multi
hazard)
d. Rencana Kontinjensi (single hazard)
e. Rencana Operasi
f. Rencana Pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi)
2. Pengertian Kontinjensi dan Rencana Kontinjensi
Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang
diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak
akan terjadi. Tujuan rencana kontinjensi secara umum adalah
mempersiapkan organisasi kemanusiaan untuk menanggapi
bencana atau kedaruratan dan dampak potensialnya dengan
baik, tujuan ini seperti tercantum dalam buku terbitan
IFRC tahun 2012 yang berjudul Contingency Plan Guide:
“Contingency planning aims to prepare an organization to
respond well to an emergency and its potential humanitarian
impact.”
Rencana Kontinjensi, suatu proses identifikasi dan penyusunan
rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang
belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin
tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 9


MODUL A

tidak terjadi.
Definisi “Perencanaan Kontinjensi” (UNHCR), Suatu proses
perencanaan kedepan, dalam keadaan yang tidak m enentu
, dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis
dan manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan
pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau
menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau
kritis.
Penekanan “Rencana Kontinjensi” pada kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan bencana yakni “Suatu proses yang mengarah
pada kesiapan dan kemampuan untuk memperkirakan
kejadian bencana sehingga dapat:
a. mencegah bencana,
b. mengurangi dampak mereka
c. menanggapi secara efektif
d. memulihkan diri dari dampaknya”

Definisi Perencanaan Kontinjensi


UNISDR: Proses manajemen yang mengalisis kejadian potensial
tertentu atau situasi yang timbul yang mungkin mengancam
masyarakat dan lingkungan dan menyusun pengaturan di
muka untuk memungkinkan tanggapan yang tepat waktu,
efisien, dan patut terhadap kejadian atau situasi seperti itu.

IASC: Perencanaan kontinjensi adalah proses membentuk


tujuan, pendekatan, dan prosedur program untuk menanggapi
situasi atau kejadian yang cenderung terjadi, yang meliputi
upaya mengidentifikasi kejadian serta mengembangkan
skenario yang mungkin dan rencana yang patut untuk
menyiapkan diri terhadap dan menanggapi kejadian itu secara
efektif.

Federasi Internasional: Berdasarkan kejadian tertentu atau


risiko yang diketahui pada tingkat lokal, nasional, regional,
dan global (misalnya gempa bumi, banjir) atau wabah penyakit
untuk membentuk prosedur operasional bagi tanggapan,
berdasarkan kebutuhan dan kapasitas sumber daya yang
diperkirakan guna memungkinkan tanggapan yang tepat
waktu, efektif, dan patut.

10 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BNPB: Proses perencanaan ke depan, dalam keadaan tidak


menentu, dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan
teknis dan manajerial ditetapkan, serta sistem tanggapan dan
pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau
menanggulangi secara lebih baik keadaan atau situasi darurat
yang dihadapi.

Berbagai defenisi diatas dapat dimengerti bahwa perencanaan


kontinjensi harus mencakup proses pengaturan awal sehingga
bisa membuat perencanaan atau menyusun strategi dan
prosedur dalam menanggapi potensi krisis atau kedaruratan
yang akan terjadi. Ini termasuk mengembangkan skenario
(untuk mengantisipasi krisis), menentukan tanggung jawab
semua pelaku yang akan terlibat mengidentifikasikan peran
dan sumber daya, proses pendataan dan penyebaran informasi,
dan pengaturan setiap pelaku sehingga siap pada saat
dibutuhkan, dan menentukan kebutuhan agar tujuan tercapai.
Perencanaan kontinjensi merupakan bagian penting dari
keseluruhan program kesiapsiagaan dan perlu dikembangkan
untuk setiap jenis bahaya, kemudian dimutakhirkan dan
dilatihkan secara regular.
Dengan demikian, perencanaan kontijensi yang efektif,
akan mampu meminimalisir dampak bencana, mencakup
pengembangan skenario dan perkiraan kebutuhan, dana,
sumberdaya manusia dan lainnya, dan menentukan mekanisme
pengambilan keputusan. Perencanaan kontinjensi merupakan
pedoman dalam mengerahkan tindakan dan sumber daya
yang efektif bagi kedaruratan, mengerahkan komitmen pelaku
untuk bereaksi terhadap kedaruratan dengan cara yang
terkoordinasi, dan mengerahkan kemampuan menentukan
rencana yang kongkrit dan berlanjutan untuk kedaruratan.
Rencana yang baik ialah rencana yang disusun secara bersama
antar lembaga. Komitmen multipihak merupakan prasyarat
dalam penyusunan rencana kontinjensi. Perhatikan kuadran
di bawah ini, bahwa rencana yang baik ialah rencana yang
disusun melalui partisipasi antar lembaga.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 11


MODUL A

3. Letak rencana kontinjensi dalam peraturan/ perundangan


a. Rencana Kontinjensi tertera dalam PP Nomor 21 Tahun 2008
pasal 17 ayat (3).
b. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) tertera dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 pasal 35 ayat a,
serta pasal 5 ayat (1), 6, dalam PP Nomor 21 Tahun 2008,
bertujuan untuk mempersiapkan perencanaan terarah,
terpadu, dan terkoordinasi dan meningkatkan kinerja antar
lembaga dan instansi penanggulangan bencana, untuk
menurunkan risiko bencana. Berisi peran dan tanggungjawab
setiap pemangku kepentingan.
c. Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana (RPKB)
tertera dalam
d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 pasal 45 ayat (2),
serta pasal 16 ayat (2), 17, dalam PP Nomor 21 Tahun 2008,
perencanaan dasar yang disusun untuk menanggulangi
keadaan darurat secara efektif untuk berbagai ancaman
bencana yang kemungkinan terjadi di suatu daerah.

12 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

Tabel “letak” rencana kontinjensi dalam peraturan/


perundangan.
Pasal dalam
Pasal dalam PP
Jenis rencana UU Nomor
Nomor 21/2008
24/2007
Rencana
Penanggulangan 35 ayat a 5 ayat (1), 6
Bencana (RPB)
Rencana Aksi Nasional 8 ayat (1), (2), (3),
(RAN) PRB (4)
Rencana Aksi Daerah
8 ayat (5)
PRB
Rencana Pembangunan
39 10
Pusat dan Daerah
Rencana
Penanggulangan 45 ayat (2) 16 ayat (2), 17
Kedaruratan Bencana
Rencana Operasi
Tanggap Darurat 50
Bencana
Rencana Kontinjensi 17 ayat (3)
5 ayat (1) f, 13,
Rencana Tata Ruang 35, 42 ayat (1) f
76, 80
Rencana Rehabilitasi 57
Rencana Konstruksi 76

4. Keterkaitan Rencana kontinjensi dengan Rencana


operasi penanganan darurat bencana.
Keterkaitan Rencana kontinjensi dengan Rencana operasi
penangan darurat bencana:
a. Rencana kontinjensi sebagai dasar penyusunan rencana
operasi penanganan darurat bencana, berisi kesepakatan
bersama, tindakan teknis dan manajerial, sistem respons
dan pengerahan sumberdaya terhadap skenario dampak
sebuah bencana.
b. Rencana operasi disusun sesaat terjadi bencana
berdasarkan rencana kontinjensi yang telah disusun dan
mempertimbangkan data kerusakan dan kerugian dari
kaji cepat setelah kejadian bencana. Berpedoman pada
prosedur, struktur organisasi, jenis kegiatan, ketersediaan
sumberdaya, yang informasinya sudah teridentifikasi

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 13


MODUL A

dalam rencana kontinjensi, dengan tetap memperhatikan


besarnya eskalasi dampak bencana yang terjadi di
lapangan.
Jenis-jenis perencanaan dalam daur penanganan darurat,
masing-masing mempunyai tujuan dan manfaat yang berbeda.
Antara rencana kontinjensi dan rencana operasi bersandingan,
sejatinya rencana kontinjensi harus dapat diaktivasi menjadi
rencana operasi.

Penyusunan rencana kontinjensi dapat berdasarkan hasil


pengkajian risiko bencana yang menghasilkan dokumen kajian
risiko bencana dan peta risiko sebagai dasar penyusunan RPB.
Dari hasil kajian inilah rencana kontinjensi direkomendasikan
untuk disusun (berdasarkan kelas risiko atau kebutuhan
yang mendesak). Rencana kontinjensi juga dapat disusun
berdasarkan tanda-tanda dan (sistem) peringatan dini yang
muncul.
Pembedaan rencana kontinjensi dari rencana yang lain, yaitu
Rencana penanggulangan bencana, Rencana Kontinjensi, dan
Rencana Operasi kedaruratan. Masing-masing rencana dapat
dibedakan kelompok membuat gambaran tentang definisi
rencananya dan variabel-variabel berikut :

14 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

c. kapan direncanakan?
d. cakupan waktu, sifat rencana?
e. pihak-pihak yang terlibat?
f. ancaman yang mana?
g. proyeksi WAKTU (Umur Perencanaan)?
h. tataran/’Level’ Pembuat Rencana?
i. jenis Perencanaan?
Tabel Perbedaan Sifat Rencana
TINJAUAN RENC. PB RENKON RENC. OPERASI
Sebelum
Keadaan Kedaruratan, Pada saat
Kapan direncanakan?
”normal” ada potensi darurat
bencana
CAKUPAN Perencanaan Umum Cukup spesifik - Sangat spesifik –
dan SIFAT Rencana (Perkiraan) Terukur Persis/detail
Yang akan Yang sungguh
PIHAK2 yang Terlibat? Semua pihak
terlibat terlibat
Satu ancaman Satu ancaman yg
Ancaman yang MANA? Segala ancaman
proyeksi terjadi
Proyeksi WAKTU (Umur Jangka panjang - Jadwal operasi -
Waktu tertentu
Perencanaan) Tahunan Singkat
Tataran/’Level’ Pelaksana
Semua tataran Manajer
Pembuat Rencana Lapangan
Jenis Perencanaan Inventarisasi Penyiapan Pengerahan

C. Latihan
Penyusunan RENKON dilakukan segera setelah ada tanda-tanda
awal (kemungkinan) akan terjadi bencana atau ada peringatan
dini (early warning). Beberapa jenis bencana sering terjadi tiba-
tiba (waktunya), tanpa ada tanda-tanda terlebih dulu (misal :
gempa bumi), namun tetap dapat dibuat RENKON-nya.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 15


MODUL A

Kapan Perencanaan Kontinjensi mulai disusun?

1. Situasi normal 2. Terdapat Potensi 3. MENJELANG Kejadian 4. SEKETIKA


Bencana untuk mengoptimalkan
setelah terjadi bencana
informasi?
supaya semua diketahui
secara pasti

Daftar Pertanyaan:
Diskusikan secara berkelompok tentang defenisi dan lingkup
rencana kontinjensi
1. Apa rencana kontinjensi itu?
2. Dimana kedudukan rencana kontinjensi dalam daur
penanggulangan bencana?
3. Apa perbedaan rencana kontinjensi dengan rencana
operasional?
4. Apakah rencana kontinjensi dapat dibentuk di tingkat nasional?
5. Apakah rencana kontinjensi dapat disusun jika di daerah
tersebut belum memiliki rencana penanggulangan kedaruratan
bencana (RPKB)?
6. Bagaimana memilih dan menetapkan jenis ancaman bencana
yang akan disusun rencana kontinjensi-nya?
7. Kapan saat yang tepat penyusunan rencana kontinjensi
dilakukan?

D. Rangkuman
1. Jenis-jenis rencana dalam penanggulangan bencana
2. Pengertian tentang kontinjensi dan rencana kontinjensi
3. Kaitan antara rencana kontinjensi dengan penanganan darurat
4. Waktu penyusunan rencana kontinjensi.

16 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Prinsip-prinsip penyusunan rencana kontinjensi merupakan dasar
untuk menjelaskan jenis-jenis rencana, pengertian kontinjensi
dan rencana kontinjensi, kaitan rencana kontinjensi dengan
penanganan darurat, serta pembedaan pokok antara rencana
kontinjensi dengan rencana penanggulangan bencana, rencana
operasional. Tindak lanjutnya penjelasan mengenai proses
penyusunan rencana kontinjensi dan tahapan selanjutnya untuk
penyusunan dokumen rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 17


MODUL A

18 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BAB III
PROSES PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan Topik Belajar peserta mampu:
• Menjelaskan tentang proses penyusunan rencana kontinjensi.
• Menjelaskan tentang hakekat penyusunan rencana kontinjensi.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Proses penyusunan rencana kontinjensi
• Hakekat rencana kontinjensi

1. Hubungan Rencana Antar Lembaga


Bagaimana membuat rencana instansi dan rencana bidang
operasi menjadi rencana terintegrasi? renkon harus dibuat
secara bersama-sama oleh semua pihak (stakeholders)
dan multi-bidang operasi yang terlibat dan berperan dalam
penanganan bencana, termasuk dari pemerintah (bidang
operasi-bidang operasi terkait), perusahaan negara, swasta,
organisasi non-pemerintah, lembaga internasional dan
masyarakat.
Rencana kontinjensi masing-masing lembaga :

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 19


MODUL A

Rencana kontinjensi yang disusun bersama antar lembaga,


menjadi dokumen rencana kontinjensi daerah:

2. Hakekat dan Prinsip Perencanaan Kontinjensi


Penyusunanrencana kontinjensi disusun melalui proses,
dan menjadi penting karena disusun oleh peserta sendiri,
sedangkan fasilitator hanya mengarahkan jalannya proses
penyusunan perencanaan kontinjensi. Atas dasar pemahaman
tersebut, rencana kontinjensi harus memenuhi prinsip-prinsip
berikut:
a. Rencana kontinjensi merupakan milik daerah yang disusun
melalui proses oleh peserta daerah, sedangkan fasilitator
hanya mengarahkan jalannya proses penyusunan
perencanaan kontinjensi.
b. Rencana kontinjensi dibuat berdasarkan:
• hasil kajian resmi mengenai potensi bencana pada suatu
daerah yang dikeluarkan oleh lembaga berkompeten
atau ahli/pakar.
• prioritas penanggulangan bencana yang dibuat/ disusun
oleh BPBD.
c. Proses penyusunan dilakukan secara bersama dan terbuka
oleh para pemangku kepentingan di daerah di mana
bencana diprediksi akan terjadi.
d. Berlaku untuk satu jenis ancaman bencana dengan
memperhitungkan pemicu beserta kemungkinan bencana
turunan yang akan terjadi (collateral).
e. Skenario kejadian dan skenario dampak, tujuan dan

20 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

prosedur disepakati secara bersama, dan memprioritaskan


penyelamatan jiwa manusia.
f. Menetapkan peran dan tugas setiap pemangkukepentingan
berdasarkan bidang operasi sesuai dengan Sistem Komando
Penanganan darurat.
g. Mengarusutamakan prinsip-prinsip inklusi.
h. Mencantumkan komponen sumber daya yang realistis.
Lebih ditekankan pengerahan sumberdaya setempat, dan
bukan rencana pembelian barang/jasa atau pembangunan
prasarana/sarana (proyek).
i. Menyepakati konsensus yang telah dibuat bersama.
j. Dibuat untuk menanggulangi keadaan selama masa
penanganan darurat ditetapkan, dan menjadi dasar
penyusunan rencana operasi penanganan darurat.
k. Disepakati masa berlakunya, misalnya dua (2) tahun.
l. Selalu dimutakhirkan atau dikaji ulang secara periodik
berdasarkan perubahan komponen risiko, pemuktahiran
dapat berupa deaktivasi maupun perbaikan.
m. Harus ditindak lanjuti dengan:
• Serangkaian aksi (pelatihan/gladi, pengadaan,
pengaturan)
• Pengadopsian secara formal
• Monitoring dan evaluasi
• Pemutakhiran (updating) data
Penjelasan mengenai ancaman bencana dengan
memperhitungkan pemicu beserta kemungkinan bencana
turunan yang akan terjadi (collateral):

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 21


MODUL A

3. Waktu Penyusunan
Rencana kontinjensi disusun pada tahap pra bencana,
selambat-lambatnya segera setelah muncul tanda-tanda
awal akan terjadi bencana atau adanya peringatan dini (early
warning). Beberapa jenis bencana mudah diketahui tanda-
tanda awalnya (misalnya letusan gunung berapi, banjir dan
gerakan tanah) sehingga memudahkan dalam menentukan
waktu penyusunan rencana kontinjensi. Namun untuk
kejadian bencana yang tidak dapat diidentifikasi tanda-tanda
awalnya (misalnya gempa bumi), maka rencana kontinjensi
tetap dapat disusun pada situasi tidak terjadi bencana (situasi
normal) dengan menggunakan data kejadian bencana di masa
lalu dan hasil kajian pakar.
Berikut ini beberapa contoh mengenai penentuan waktu
dimulainya penyusunan rencana kontinjensi pada beberapa
jenis ancaman bencana:

SUMBER
JENIS BENCANA WAKTU PENYUSUNAN
PERINGATAN DINI
Pada awal musim penghujan atau BMKG bidang
Banjir ketika peringatan dini pergantian Klimatologi,
musim sudah dikeluarkan. Kementrian PU
Pada awal musim penghujan atau
Kementerian PU,
Banjir bandang ketika peringatan dini pergantian
PVMBG
musim sudah dikeluarkan.
Pada awal musim penghujan atau BMKG bidang
Tanah Longsor ketika peringatan dini pergantian Klimatologi,
musim sudah dikeluarkan. PVMBG
Bencana
BMKG bidang
Asap Akibat Pada awal musim kemarau atau
Klimatologi,
Kebakaran ketika peringatan dini pergantian
Kemenhut,
Hutan dan musim sudah dikeluarkan.
Kemtan
Lahan
Pada awal musim kemarau atau BMKG bidang
Kekeringan ketika peringatan dini pergantian Klimatologi,
musim sudah dikeluarkan. Kemtan
Pada saat peringatan dini letusan
Letusan Gunung
gunung berapi mengeluarkan PVMBG
Api
status Waspada atau Siaga.

22 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

Dapat dimulai kapan saja di


daerah berpotensi ancaman
gempabumi dan tsunami
berdasarkan hasil analisa para
Gempa Bumi pakar gempabumi dan tsunami.
dan Gempa BMKG bidang
Bumi disertai Khusus untuk gempa bumi dan
Geofisika, PVMBG
Tsunami tsunami, rencana kontinjensi
tidak dapat dibuat ketika
peringatan dini dikeluarkan
karena sempitnya rentang waktu
antara peringatan dan kejadian.
BPPT, BAPETEN,
Kegagalan Jika terdapat potensi ancaman
Assosiasi Dunia
Teknologi kegagalan teknologi
Usaha Terkait
Pada saat di daerah tersebut Kementerian
Pandemi terdapat potensi penyebaran
penyakit menular. Kesehatan

Pemerintah
Jika terdapat potensi ancaman atau Pemerintah
Konflik Sosial
konflik sosial provinsi/
kabupaten/ kota

4. Masa Berlaku dan Pemutakhiran Rencana Kontinjensi


Masa berlaku rencana kontinjensi sebagai berikut :
a. Apabila terjadi bencana, maka rencana kontinjensi
berakhir dan menjadi dasar penyusunan rencana operasi
penanganan darurat dengan masukan hasil kaji cepat
bencana.
b. Apabila tidak terjadi bencana, maka rencana kontinjensi
akan dikaji ulang secara berkala, yaitu dua (2) tahun atau
berdasarkan kesepakatan bersama, untuk pemutakhiran
data sesuai masukan pakar atau kesepakatan bersama.
Pemutakhiran data harus dilakukan seakurat mungkin
untuk membantu ketajaman pengkajian dan pemutakhiran
rencana kontinjensi.
Pemutakhiran data dilakukan dengan memperhitungkan:
a. Dinamika skala/intensitas bencana (ancaman dapat lebih
besar atau lebih kecil).
b. Perubahan besaran kerentanan yang terdampak bencana
(jumlah penduduk, sarana prasarana, fasilitas umum,
ekonomi, lingkungan)

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 23


MODUL A

c. Dinamika kapasitas atau kemampuan sumberdaya yang


dapat dikerahkan.

C. Latihan
Diskusikan dengan teman sejawat mengenai beberapa pertanyaan
dibawah:
1. Apa perbedaan antara rencana penanggulangan bencana,
rencana kontinjensi, dan rencana operasional?
2. Bagaimana proses penyusunan rencana kontinjensi?
3. Bagaimana prinsip dalam penyusunan rencana kontinjensi?

D. Rangkuman
Proses penyusunan rencana kontinjensi menjelaskan secara
utuh dan menyeluruh seluruh proses dalam penyusunan rencana
kontinjensi, yang akan ditindaklanjuti dengan tahapan-tahapan
selanjutnya, dan hasil akhirnya adalah draft dokumen rencana
kontinjensi yang ditindak lanjuti dengan serangkaian kegiatan
uji, legalisasi, desiminasi, aktivasi, serta kaji ulang.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Setelah memahami proses penyusunan rencana kontinjensi, tahap
materi selanjutnya ialah memahami teknik penyelenggaraan
penyusunan rencana kontinjensi.

24 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BAB IV
TEKNIK PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN
RENCANA KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu menjelaskan
teknik penyelenggaraan penyusunan rencana kontinjensi.
B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Tahapan penyelenggaraan penyusunan rencana kontinjensi
• Metodologi penyusunan dan materi lokakarya
• Kriteria peserta, penyelenggara, fasilitator, narasumber
1. Tahapan Penyelenggaraan Penyusunan Rencana
Kontinjensi
Penyusunan dokumen rencana kontinjensi dilakukan melalui
3 (Tiga) tahapan, yaitu tahap Pra-Lokakarya, lokakarya, dan
Formalisasi.
I. Pra lokakarya dapat dimaknai sebagai persiapan secara
substansi materi lokakarya maupun secara teknis yang
dilakukan panitia. persiapan substansi terkait dengan
pengelolaan serta pengorganisasian data dan informasi,
dan pengorganisasian pelaku penyusunan rencana
kontinjensi.
II. Lokakarya. Lokakarya merupakan proses penyusunan
rancanangan dokumen kontinjensi yang diikuti para pihak.
Pada lokakarya dirumuskan prioritas ancaman, skenario
dan pengembangan skenario, tujuan dan kebijakan, dan
perencanaan bidang.
III. Formalisasi, merupakan kegiatan setelah lokakarya
dengan melakukan uji draft dokumen rencana kontinjensi
melalui simulasi dan gladi, melakukan diseminasi, dan
proses legalisasi/formalisasi dokumen menjadi lembaran
daerah dalam bentuk peraturan kepala daerah.
Secara rinci tahapan penyusunan sebagai berikut :
I. Pra-Lokakarya
1. Pengelolaan serta Pengorganisasian Data dan
Informasi Penyusunan Rencana Kontinjensi

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 25


MODUL A

a. Identifikasi data dan informasi


b. Pengelompokan data dan informasi
2. Pengorganisasian Pelaku Penyusunan Rencana
Kontinjensi
a. Identifikasi pemangku kepentingan
b. Identifikasi peran pemangku kepentingan
II. Lokakarya
1. Identifikasi ancaman bencana di daerah
2. Prioritas ancaman bencana yang akan disusun dalam
rencana kontinjensi
3. Skenario kejadian bencana
4. Skenario dampak bencana
5. Penyusunan kebijakan dan strategi penanganan
darurat
6. Rencana bidang operasial/kluster
a. Situasi, sasaran, kegiatan
b. Proyeksi kebutuhan sumberdaya
c. Ketersediaan sumberdaya
d. Kesenjangan sumberdaya
III. Formalisasi
1. Penyusunan ringkasan dokumen rencana kontinjensi
2. Diseminasi
3. Uji draft rencana kontinjensi
4. Formalisasi/legalisasi

5. Metodologi Penyusunan Rencana Kontinjensi


Metode penyusunan diselenggarakan melalui proses lokakarya
multipihak yang dipandu oleh fasilitator yang kompeten,
ragam aktivitas dalam lokakarya sebagai berikut:
a. Pemaparan materi/modul oleh fasilitator dan narasumber.
b. Pemaparan kelompok, masing-masing kelompok
memaparkan hasil diskusi kelompok, dan dikritisi oleh
kelompok lainnya yang pada akhir diskusi dirumuskan
kesepakatan kesepakatan bersama.
c. Diskusi untuk membahas gagasan dan permasalahan yang

26 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

timbul sehingga didapatkan suatu kesepahaman atau solusi


bersama terhadap suatu gagasan/masalah yang dihadapi.
d. Curah pendapat (brain storming) untuk mendorong
partisipasi peserta dan tukar pengalaman.
6. Detail materi lokakarya
Rincian Materi Lokakarya Penyusunan Rencana Kontinjensi
sebagai berikut:
Materi

A. Pengantar Penyusunan Dokumen Rencana Kontinjensi


1. Konsep penyusunan dokumen rencana kontinjensi
2. Format dokumen rencana kontinjensi
B. Prinsip dan Proses Penyelenggaraan Penyusunan
Rencana Kontinjensi
1. Prinsip-prinsip penyusunan rencana kontinjensi
2. Proses penyusunan rencana kontinjensi
C. Prioritas Ancaman dalam Menyusun Rencana Kontinjensi
1. Identifikasi ancaman bencana di daerah
2. Prioritas ancaman bencana yang akan disusun dalam
rencana kontinjensi
D. Penyusunan Dokumen Rencana Kontinjensi
1. Skenario kejadian bencana
2. Skenario dampak bencana
3. Aturan kerangka kerja penanganan darurat
4. Teknik Penyusunan kebijakan dan strategi penanganan
darurat
5. Rencana bidang operasial/kluster
a. Situasi, Sasaran, Kegiatan
b. Proyeksi kebutuhan sumberdaya
c. Ketersediaan sumberdaya
d. Kesenjangan sumberdaya

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 27


MODUL A

E. Formalisasi Draft Rencana Kontinjensi


1. Rencana tindak lanjut
a. Diseminasi
b. Prosedur aktivasi
c. Prosedur kaji ulang
d. Prosedur formalisasi/legalisasi
e. Penyusunan ringkasan dokumen renncana kontinjensi
2. Uji draft rencana kontinjensi

7. Persyaratan Peserta, Fasilitator, Narasumber


Penyusunan
a. Peserta dan Tim Penyusun
Peserta berasal dari dan mewakili lembaga/instansi terkait
penanggulangan bencana, baik dari unsur pemerintah dan
non-pemerintah, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan
Kepala Daerah/Sekretaris Daerah tentang pembentukan
tim penyusunan rencana kontinjensi untuk menguatkan
penugasan dari instansi/lembaga terkait. Dari peserta
tersebut ditentukan tim perumus terdiri dari 5 – 7 peserta
yang diberi tugas untuk merumuskan dan mengawal
keseluruhan proses penyusunan rencana kontinjensi mulai
dari awal tahap persiapan sampai dengan tahap rencana
tindak lanjut.
Kriteria peserta dan tim perumus rencana kontinjensi
diharapkan:
1) Memiliki komitmen untuk terlibat secara penuh dalam
lokakarya.
2) Memahami dasar-dasar penanggulangan bencana.
3) Minimal pejabat struktural setingkat eselon IV atau staf
senior bagi instansi pemerintah dan manajer tingkat
menengah bagi lembaga non pemerintah.
4) Ditugaskan oleh instansi yang bersangkutan.
5) Lebih diutamakan yang memiliki pengalaman dalam
penanganan darurat.
6) Komposisi peserta dan tim penyusun mempertimbangkan
kesetaraan gender dan prinsip inklusivitas.
Peserta dan tim penyusun berasal dari lembaga/instansi :

28 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

1) Unsur Pemerintah/Pemerintah Daerah


2) Unsur Masyarakat seperti:
3) Unsur Dunia Usaha, seperti:
b. Fasilitator
Fasilitator penyusunan rencana kontinjensi berasal dari
fasilitator tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/
kota, baik dari unsur pemerintah maupun unsur non-
pemerintah. Tugas dan fungsi melakukan pemaparan
materi/topik, mengarahkan diskusi dan tanya jawab,
memberikan tugas kelompok, serta pendampingan pada
proses penyusunan rencana kontinjensi sampai dengan
selesainya penyusunan detail draft rencana kontinjensi
di lokakarya. Secara ideal, kriteria fasilitator antara lain
sebagai berikut:
1) Pengalaman
a) Memfasilitasi pelatihan bidang penanggulangan
bencana minimal 3 (tiga) tahun.
b) Pernah terlibat dalam operasi penanganan darurat
bencana.
c) Diutamakan mereka yang pernah mengikuti
penyusunan rencana kontinjensi.
2) Pengetahuan
a) Diutamakan yang sudah mendapatkan TOF
penyusunan rencana kontinjensi
b) Memiliki pemahaman tentang sistem penanggulangan
bencana di Indonesia
c) Pernah mendapatkan pelatihan bidang
penanggulangan bencana
d) Memahami tentang standar pelayanan minimal
sesuai bidangnya masing-masing
3) Ketrampilan
a) Memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
b) Memiliki kemampuan fasilitasi peserta yang berasal
dari berbagai lembaga/organisasi dengan tingkat
pemahaman dan pengetahuan yang bervariasi
tentang rencana kontinjensi.
c. Narasumber
Narasumber adalah orang yang memiliki pengetahuan dan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 29


MODUL A

kompetensi dibidangnya untuk menyampaikan materi,


arahan dan masukan khususnya dalam penentuan kejadian
bencana, penilaian risiko dan pengembangan skenario
serta dampak bencana, agar skenario yang disusun dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
Narasumber berasal dari instansi resmi pemerintah,
perguruan tinggi, dunia usaha maupun LSM lainnya sesuai
jenis bencana dan skenario yang akan dikembangkan,
antara lain berasal dari:
1) BNPB dan BPBD untuk kebijakan penanggulangan
bencana
2) Instansi atau lembaga teknis terkait di provinsi/
kabupaten/kota
3) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
untuk ancaman gempabumi, tsunami, banjir, bencana
hidroklimatologi
4) Badan Geologi (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi - PVMBG) untuk ancaman letusan gunungapi,
tanah longsor, banjir bandang
5) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk ancaman
banjir
6) Kementerian Kehutanan untuk kebakaran hutan dan
lahan
7) Kementeria Dalam Negeri dan Kementerian Sosial
untuk bencana sosial
8) Perusahaan/pabrik untuk kegagalan teknologi.
9) Akademisi dan praktisi serta pakar dibidangnya.

8. Penyelenggara dan Pendanaan Penyusunan Rencana


Kontinjensi
a. Penyelenggara
Penyelenggara penyusunan rencana kontinjensi berasal
dari pemerintah dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Pemerintah yang dimaksudkan adalah BNPB, sedangkan
pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam hal ini adalah
BPBD. Untuk penyusunan rencana kontinjensi yang
bersifat bidang operasial, dapat dilakukan oleh masing-
masing Kementerian/Lembaga dan SKPD terkait di tingkat
nasional maupun lokal (daerah), melalui koordinasi BNPB/
BPBD.

30 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRINSIP DAN PROSES PENYELENGGARAAN PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

Apabila ada instansi/lembaga di tingkat nasional maupun


internasional akan memfasilitasi penyusunan rencana
kontinjensi penanggulangan bencana di daerah, maka
berkoordinasi dan mendapatkan persetujuan dari BPBD
setempat atau institusi penanggungjawab penanggulangan
bencana lainnya (jika BPBD belum terbentuk). Pihak
penyelenggara memberikan laporan dan salinan dokumen
rencana kontinjensi yang sudah disusun kepada BPBD/BNPB
untuk diarsipkan dan dapat digunakan jika diperlukan.
b. Pendanaan
Sumber pendanaan penyelenggaraan penyusunan rencana
kontinjensi dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) dan dari sumber pendanaan lainnya yang
tidak mengikat, antara lain diperoleh melalui kemitraan
dengan dunia usaha, lembaga internasional dan lembaga
asing non-pemerintah lainnya.

C. Latihan
Diskusikan dengan teman sejawat mengenai tahapan
penyelenggaraan penyusunan rencana kontinjensi.
1. Jelaskan teknik penyelenggaraan dan metodologi penyusunan
rencana kontinjensi?
2. Jelaskan dengan rinci materi lokakarya penyusunan?
3. Siapa saja peserta, fasilitator, dan narasumber penyusunan
rencana kontinjensi?
4. Kapan waktu penyusunan?

D. Rangkuman
Untuk menyusun produk rencana kontinjensi yang berkualitas,
proses dan tahapan penyusunan dilakukan secara utuh.
Diperlukan kerjasama dan berbagi peran antara fasilitator dan
penyelenggara.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Sebagai bahan masukan pada tahapan sebelumnya dalam
penyusunan rencana kontinjensi yakni proses dan prinsip
penyusunan rencana kontinjensi. Tindak lanjut sesi ini merupakan
pemahaman sebagai dasar menyusun materi pada tahapan
selanjutnya penyusunan dokumen rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 31


Catatan ...................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
MODUL B

PENGELOLAAN SERTA
PENGORGANISASIAN DATA DAN
INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

Pengelompokan Data

Wilayah/ Kebencanaan Peraturan Daerah Data


Daerah Daerah dan Terdampak Sumberdaya
Kebijakan
MODUL B

34 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

DAFTAR ISI

MODUL B
PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN
DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN
RENCANA KONTINJENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang..................................... 37
B.. Deskripsi Singkat................................. 37
C.. Manfaat Modul..................................... 37
D.. Tujuan Pembelajaran............................ 38
E.. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok........ 38
F.. Petunjuk Belajar................................... 39
BAB II
IDENTIFIKASI DATA DAN INFORMASI
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 41
B..Bahan/Materi....................................... 41
C..Latihan............................................... 44
D..Rangkuman......................................... 44
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 44
BAB III
PENGELOMPOKAN DATA DAN INFORMASI
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 45
B..Bahan/Materi....................................... 45
C..Latihan............................................... 47
D..Rangkuman......................................... 47
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 47

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 35


MODUL B

36 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan serta pengorganisasian data dan informasi dalam
penyusunan rencana kontinjensi merupakan salah satu materi
dasar dalam penyusunan dokumen rencana kontinjensi.
Tahapan sebelumnya prinsip dan proses penyusunan rencana
kontinjensi merupakan pengantar untuk memahami seluruh
tahapan penyusunan rencana kontinjensi. Tahapan selanjutnya
mengidentifikasi pemangku kepentingan serta peran pemangku
kepentingan dalam penanganan darurat bencana.
Hasil yang diharapkan adalah identifikasi data dan informasi
yang diperlukan serta pengelompokan data dan informasi, untuk
analisis risiko bencana, penyusunan kerangka kerja tanggap
darurat, serta perencanaan bidang operasial dalam pengerahan
sumberdaya kolektif saat penanganan darurat bencana.

B. Deskripsi Singkat
Data dan informasi merupakan elemen penting dalam penyusunan
rencana kontinjensi. Data dan informasi kewilayahan,
kebencanaan di daerah, peraturan dan kebijakan kebencanaan,
sumberdaya manusia, sumberdaya peralatan, dan sumberdaya
lainnya sangat diperlukan dalam penyusunan dokumen rencana
kontinjensi.
Diperlukan pengelompokan data dan informasi agar dapat secara
tepat mendukung analisis risiko bencana, penyusunan kerangka
kerja tanggap darurat, serta perencanaan bidang operasial/
bidang operasi untuk pengerahan sumberdaya saat penanganan
darurat bencana.

C. Manfaat Modul
• Peserta mampu mengidentifikasi data dan informasi yang
diperlukan dalam penyusunan dokumen rencana kontinjensi.
• Peserta mampu melakukan pengelompokan data dan informasi,
untuk analisis risiko bencana, penyusunan kerangka kerja
penanganan darurat, serta perencanaan bidang operasial
dalam pengerahan sumberdaya kolektif saat penanganan
darurat bencana.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 37


MODUL B

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Kurikuler Umum


Tujuan umum identifikasi serta pengelompokan data dan
informasi untuk memberikan arah dalam penyelenggaraan
pelatihan, serta memberikan pegangan dan pedoman dalam
pelaksanaan pelatihan identifikasi serta pengelompokan data
dan informasi, sehingga kisi-kisi materi yang diberikan akan
standar.

2. Tujuan Kurikuler Khusus


• Tujuan dari materi pendidikan dan pelatihan adalah
untuk dapat menyusun data dan informasi kewilayahan,
kebencanaan di daerah, peraturan dan kebijakan daerah,
sumberdaya manusia, sumberdaya peralatan, dan
sumberdaya lainnya. merupakan elemen penting untuk
mendukung penyusunan rencana kontinjensi.
• Untuk dapat menyusun pengelompokan data dan informasi
sebagai bahan analisis risiko bencana, penyusunan
kerangka kerja tanggap darurat, serta perencanaan bidang
operasial/bidang operasi untuk pengerahan sumberdaya
saat penanganan darurat bencana.

3. Kompetensi Lulusan
• Setelah mengikuti pelatihan identifikasi serta
pengelompokan data dan informasi, peserta diharapkan
mampu mengidentifikasi data dan informasi yang
diperlukan dalam penyusunan rencana kontinjensi, serta
mampu melakukan pengelompokan data dan informasi,
untuk analisis risiko bencana, penyusunan kerangka kerja
penanganan darurat, serta perencanaan bidang operasial
dalam pengerahan sumberdaya kolektif saat penanganan
darurat bencana.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Identifikasi data dan informasi :
1. Definisi data dan Informasi
2. Identifikasi data dan informasi
3. Data kemungkinan daerah terdampak
4. Data sumberdaya
5. Tantangan dan kendala dalam pengumpulan data serta

38 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

strategi mengatasinya.
Pengelompokan data dan informasi :
1. Teknik pengelompokan data dan informasi
2. Pengelompokan data dan informasi dalam penyusunan
rencana kontinjensi

F. Petunjuk Belajar
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, peserta diharapkan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membaca secara cermat dan memahami tujuan pembelajaran
yang tertulis pada setiap awal materi:
a. Identifikasi data dan informasi
b. Pengelompokan data dan informasi
2. Mempelajari setiap sesi secara berurutan, dari awal sampai
dengan akhir materi.
3. Mengerjakan secara sungguh-sungguh sampai dengan
selesainya setiap evaluasi pada masing-masing akhir materi.
4. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada kesungguhan
peserta. Diharapkan peserta belajar secara mandiri dengan
melakukannya seorang diri, berdua, atau berkelompok dengan
teman lain untuk saling berdiskusi.
5. Disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain seperti
yang tertera pada daftar pustaka, dan tidak segan-segan
bertanya kepada fasilitator atau teman yang telah memahami
tentang materi ini.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 39


MODUL B

40 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

BAB II
IDENTIFIKASI DATA DAN INFORMASI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu
mengidentifikasi data dan informasi untuk mendukung
penyusunan rencana kontinjensi.

B. Bahan/Materi

1. Data dan Informasi


a. Data
Datum untuk yang tunggal, sementara data untuk yang
jamak. Di Indonesia tidak dibedakan jamak atau tunggal.
b. Informasi
Informasi merupakan data yang sudah diolah menjadi
suatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan
atau keterangan yang ditujukan bagi penerima dalam
pengambilan keputusan.
c. Syarat Data
Obyektif, relevan, dan standar error kecil.
d. Macam-macam data
• Berdasarkan sifatnya: kualitatif dan kuantitatif.
• Berdasarkan sumbernya: data internal dan eksternal.
• Berdasarkan cara memperoleh: data primer dan data
sekunder.
Analisis data merupakan bagian yang amat penting,
karena dengan analisis dapat diberi arti dan makna yang
berguna dalam memecahkan masalah. Data awal/mentah
yang telah dikumpulkan perlu dirinci kedalam kelompok-
kelompok, diadakan kategorisasi serta diperas sedemikian
rupa, sehingga data tersebut mempunyai makna untuk
menjawab masalah dan bermanfaat dalam analisis.

2. Identifikasi data dan informasi dalam penyusunan


rencana kontinjensi
Data dan informasi yang dibutuhkan baik sebagai data primer,
sekunder dalam penyusunan rencana kontinjensi adalah:
a. Gambaran Umum Wilayah

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 41


MODUL B

b. Data peta rawan bencana/peta risiko bencana wilayah


kabupaten/kota/ provinsi
c. Data Kependudukan, Kecamatan, Kelurahan, Desa
d. Peruntukan Lahan – Rencana Tata Ruang
e. Geologi dan Tanah
f. Iklim dan Hidrologi
g. Kehutanan, Industri, Pertanian
h. Ancaman Bencana di Daerah
i. Sejarah Kebencanaan Daerah
j. Peraturan Daerah
k. Peraturan Kepala Daerah
l. Kebijakan Daerah
m. Data standar biaya umum
n. Data standar biaya umum
o. Data standar pelayanan minimum
p. Data standar pemenuhan kebutuhan dasar
q. Prosedur tetap (Protab) instansi terkait
r. Kebijakan dan peraturan daerah dan peraturan terkait
lainnya
s. Data ”kabupaten/kota/provinsi dalam angka” dari BPS
t. Data tentang ketersediaan sumberdaya dari masing-
masing Bidang operasi/pihak/ instansi/organisasi baik
personil maupun peralatan.
Data yang dibutuhkan, tidak hanya standar pelayanan
minimum kebutuhan dasar, tetapi juga standar untuk seluruh
operasi tanggap darurat, misalnya operasional kegiatan SAR.

3. Data Kemungkinan Daerah Terdampak Bencana


a. Kependudukan, prasarana dan sarana vital dan fasilitas
umum, ekonomi, pemerintahan, dan lingkungan.
b. Data titik-titik
pengungsian, jalur-jalur evakuasi, daya
tampung tempat pengungsian.
c. data terkait lainnya
4. Data Sumberdaya Setiap Instansi/Lembaga/ Organisasi
Daerah
Data ketersediaan sumberdaya masing-masing instansi/
lembaga /organisasi, baik sumberdaya manusia, prasarana,
sarana, bahan-bahan. manajemen, dan sumberdaya lainnya,
diperinci jumlah dan kapasitasnya. Sumberdaya tersebut

42 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

akan dimobilisasi untuk melaksanakan penanganan darurat


bencana.
a. Sumber Daya Manusia: BPBD, TNI, Polri, Satpol PP,
Damkar, Tenaga Dokter, Perawat, Relawan, Pasukan, Tim
SAR, Sosial, Tgana, PMI dll.
b. Prasarana: jalan, jembatan, bandara, pelabuhan laut,
bangunan olah raga, gudang, lapangan terbuka dll.
c. Sarana: ambulance, truk, alat berat, alat komunikasi,
tandu, mesin pompa air dll.
d. Bahan : beras, obat-obatan, sandang dll.
Seluruh sumberdaya yang tersedia dilakukan kepastian jumlah
dan kapasitasnya, dan ketersediannya, termasuk sumberdaya/
potensi pemerintah daerah setempat, sumberdaya/potensi
masyarakat setempat, dan Lembaga usaha/swasta.

5. Tantangan dan Kendala Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data dan informasi untuk mendukung
penyusunan dokumen rencana kontinjensi, seringkali
menemukan kendala-kendala. Beberapa tantangan dan
kendala antara lain :
a. Terbatasnya jumlah data dan informasi yang ada.
b. Terbatasnya kualitas data dan informasi yang ada.
c. Sumber data yang tidak sepenuhnya membuka data dan
informasinya.
d. Terpaksa mendapatkan data dan informasi dari luar daerah.
e. Data dan informasi yang ada sudah tidak yang terbaru
lagi.
Kesulitan berupa kendala dan tantangan dalam pengumpulan
data dan informasi biasa terjadi dimana-mana. Kendala dapat
berupa hambatan atau keterbatasan dari internal, misal tidak
bisa membedakan jenis data atau gagal mengidentifikasi jenis
ataupun sumber data yang dibutuhkan.
Sedangkan dari faktor eksternal lebih kepada berbentuk
tantangan. Tugas penyelenggara adalah bagaimana mengatasi
tantangan tersebut agar data dan informasi dapat diperoleh.
Sebelum memulai pengumpulan data dan informasi, setelah
identifikasi jenis data perlu dilakukan identifikasi sumber
atau letak data dan informasi tersebut, memahami klasifikasi
data dan informasi tersebut apakah terbuka atau tertutup
sesuai ketentuan hukum yang berlaku tentang keterbukaan
informasi publik, tingkat otoritas yang boleh mengakses dan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 43


MODUL B

mendapatkan data dan informasi tersebut, tantangan lain


yang mungkin ditemukan seperti biaya untuk akses, tingkat
keterbukaan instansi atau pejabat pemilik data dan informasi,
dan seterusnya. Agar mendapatkan data dan informasi
tidak terjadi kesulitan, hal diatas perlu diidentifikasi sedetail
mungkin dan disusun strategi untuk mengatasinya. Dua
strategi diantaranya melibatkan pemilik data dalam komitmen
awal penyusunan rencana kontinjensi antar instansi/lembaga
dan melengkapi tim pengumpul data dengan surat tugas.
Strategi lainnya mungkin bisa disesuaikan dengan keadaan
spesifik yang teridentifikasi

C. Latihan
Daftar pertanyaan:
1. Apa itu data dan apapula yang dimaksud dengan informasi?
2. Data dan informasi apa saja yang dibutuhkan untuk menyusun
rencana kontinjensi?
3. Apakah data dan informasi yang dibutuhkan akan sama
untuk setiap jenis ancaman bencana yang akan disusun renca
kontinjensi-nya?
4. Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk memudahkan proses
koleksi data dan informasi?

D. Rangkuman
1. Data dan informasi merupakan elemen penting dalam
penyusunan rencana kontinjensi.
2. Identifikasi data dan informasi kewilayahan, data kebencanaan
daerah, peraturan dan kebijakan kebencanaan daerah, data
dan informasi sumberdaya manusia, sumberdaya peralatan,
dan sumberdaya lainnya.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Identifikasi data dan informasi merupakan umpan balik bagi
proses penyusunan rencana kontinjensi dan penyelenggaraannya
tentang berbagai data yang dibutuhkan. Menjadi masukan bagi
pengelompokan data dan informasi serta tahapan selanjutnya.

44 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

BAB III
PENGELOMPOKAN DATA DAN INFORMASI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Melakukan pengelompokan data dan informasi dari pemangku
kepentingan sebagai bahan analisis risiko bencana, penyusunan
kerangka kerja tanggap darurat, serta perencanaan bidang
dalam pengerahan sumberdaya kolektif saat penanganan
darurat.

B. Bahan/Materi

1. Teknik pengelompokan data dan informasi


a. Pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka
mencapai tujuan penyusunan rencana kontinjensi.
b. Analisis data merupakan bagian yang amat penting, karena
dengan analisis data dapat diberi makna yang berguna
dalam memecahkan permasalahan. Data dan informasi
awal/mentah yang telah dikumpulkan perlu dirinci
pengelompokannya, diadakan kategorisasi, serta diperas
sedemikian rupa, sehingga data tersebut mempunyai
makna untuk menjawab permasalahan dan bermanfaat
dalam analisis.
c. Pengelompokan data dan informasi untuk analisis risiko
bencana di daerah, menganalisis berbagai ancaman
bencana di daerah, dan menentukan satu jenis ancaman
bencana yang akan disusun rencana kontinjensi.
d. Pengelompokan data dan informasi dalam penyusunan
kerangka kerja penanganan darurat, untuk menyusun
tujuan, kebijakan dan strategi penanganan darurat sebagai
arahan kerja penanganan darurat bencana.
e. Pengelompokan data dan informasi dalam perencanaan
bidang operasial untuk pengerahan sumberdaya kolektif
saat penanganan darurat bencana.
2. Pengelompokan data dan informasi dalam penyusunan
rencana kontinjensi
a. Wilayah/Daerah
1) Gambaran Umum Wilayah

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 45


MODUL B

2) Data peta rawan bencana/peta risiko bencana provinsi/


kabupaten/ kota.
3) Data kependudukan kecamatan, kelurahan, desa
4) Peruntukan lahan – Rencana Tata Ruang
5) Geologi dan tanah
6) Iklim dan hidrologi
7) Kehutanan, industri, pertanian
b. Kebencanaan Daerah
1) Ancaman bencana di daerah
2) Sejarah kebencanaan daerah
c. Peraturan dan Kebijakan Daerah Terkait Kebencanaan
1) Peraturan daerah
2) Peraturan kepala daerah
3) Kebijakan daerah
4) Data standar biaya umum
5) Data standar biaya umum
6) Data standar pelayanan minimum
7) Data standar pemenuhan kebutuhan dasar
8) Prosedur tetap (protab) instansi terkait
9) Kebijakan dan peraturan daerah dan peraturan terkait
lainnya
10) Data ”kabupaten/kota/provinsi dalam angka” dari bps
11) Data ketersediaan sumberdaya masing-masingbidang
operasi/pihak/ instansi/organisasi baik personil maupun
peralatan.
Data yang dibutuhkan tidak hanya standar pelayanan
minimum kebutuhan dasar, tetapi juga standar untuk seluruh
operasi penanganan darurat, misalnya operasional kegiatan
SAR.
d. Data Kemungkinan Daerah Terdampak Bencana
1) Kependudukan, Prasarana dan sarana vital dan fasilitas
umum, Ekonomi, Pemerintahan, dan Lingkungan.
2) Data titik-titik pengungsian, jalur-jalur evakuasi, daya
tampung tempat pengungsian.
3) Data terkait lainnya.
e. Data Sumberdaya Setiap Instansi/Lembaga/
Organisasi Daerah
Data ketersediaan sumberdaya dari masing-masing

46 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGELOLAAN SERTA PENGORGANISASIAN DATA DAN INFORMASI PENYUSUNAN RENCANA
KONTINJENSI

instansi/lembaga/ organisasi, baik sumberdaya manusia,


prasarana, sarana, bahan-bahan. manajemen, dan
sumberdaya lainnya, diperinci jumlah dan kapasitasnya,
yang akan dimobilisasi untuk melaksanakan penanganan
darurat.
1) Sumber Daya Manusia : BPBD, TNI, Polri, Satpol PP,
Damkar, Tenaga Dokter, Perawat, Relawan, Pasukan,
Tim SAR, Sosial, Tgana, PMI dll.
2) Prasarana : Jalan, Jembatan, Bandara, Pelabuhan Laut,
Bangunan Olah Raga, Gudang, Lapangan Terbuka dll.
3) Sarana : Ambulance, Truk, Alat Berat, Alat Komunikasi,
Tandu, Mesin Pompa Air dll.
4) Bahan : Beras, Obat-Obatan Sandang dll.
Seluruh sumberdaya tersedia dilakukan kepastian jumlah
dan kapasitasnya ketersediannya, termasuk sumberdaya/
potensi pemerintah daerah setempat, sumberdaya/potensi
masyarakat setempat, dan Lembaga usaha/swasta.

C. Latihan
Diskusikan dengan menjawab pertanyaan di bawah ini:
1. Mengapa data dan informasi perlu dikelompokan?
2. Data dan informasi apa saja yang perlu dikoleksi dan
dikelompokan?
3. Bagaimana melakukan pengelompokan data dan informasi?

D. Rangkuman
1. Teknik pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk
memperoleh data dan informasi yang konstruktif.
2. Pengelompokan data dan informasi untuk analisis risiko
bencana, penyusunan kerangka kerja tanggap darurat, serta
perencanaan bidang operasial dalam pengerahan sumberdaya
kolektif saat penanganan darurat bencana.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Pengelompokan data dan informasi menjadi masukan bagi teknik
penyelenggaraan perencanaan kontinjensi, serta merupakan
materi untuk menyusun identifikasi serta peran serta pemangku
kepentingan dalam penyusunan dokumen rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 47


MODUL B

Catatan ...................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................

48 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


MODUL C

IDENTIFIKASI PEMANGKU
KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU
MODUL C

50 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

DAFTAR ISI
MODUL C
IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN
DAN PERAN PEMANGKU
BAB I
PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang..................................... 53
B.. Deskripsi Singkat................................. 53
C.. Manfaat Modul..................................... 53
D.. Tujuan Pembelajaran............................ 54
E.. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok........ 54
F.. Petunjuk Belajar................................... 55
BAB II
IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 57
B..Bahan/Materi....................................... 57
C..Latihan............................................... 62
D..Rangkuman......................................... 63
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 63
BAB III
IDENTIFIKASI PERAN PEMANGKU
KEPENTINGAN
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 65
B..Bahan/Materi....................................... 65
C..Latihan............................................... 67
D..Rangkuman......................................... 67
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 67

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 51


MODUL C

52 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Identifikasi pemangku kepentingan dan identifikasi peran
pemangku kepentingan merupakan salah satu materi dasar dalam
penyusunan dokumen rencana kontinjensi. Tahapan sebelumnya
pengelolaan serta pengorganisasian data dan informasi yang
menyiapkan data dan informasi untuk penyusunan rencana
kontinjensi. Tahapan selanjutnya prioritas ancaman dalam
penyusunan rencana kontinjensi. Hasil yang diharapkan adalah
teridentifikasinya pemangku kepentingan dan teridentifikasinya
pembagian peran dan tugas para pihak yang terlibat dalam
penyusunan perencanaan kontinjensi dan penanganan darurat
bencana, baik dari unsur pemerintah, unsur masyarakat sipil,
dan unsur dunia usaha.

B. Deskripsi Singkat
1. Dalam penyusunan rencana kontinjensi, perlu mengidentifikasi
pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan
rencana kontinjensi dan penanganan darurat bencana, baik
dari unsur pemerintah, unsur masyarakat sipil, dan unsur
dunia usaha.
2. Peserta mampu mengidentifikasi pembagian peran dan tugas
para pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan
kontinjensi dan penanganan darurat bencana, baik dari unsur
pemerintah, unsur masyarakat sipil, dan unsur dunia usaha.

C. Manfaat Modul
1. Peserta mampu mengidentifikasi pemangku kepentingan
yang terlibat dalam penyusunan rencana kontinjensi dan
tanggap darurat bencana, baik dari unsur pemerintah, unsur
masyarakat sipil, dan unsur dunia usaha.
2. Peserta mampu mengidentifikasi pembagian peran dan tugas
para pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan
kontinjensi dan penanganan darurat bencana, baik dari unsur
pemerintah, unsur masyarakat sipil, dan unsur dunia usaha.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 53


MODUL C

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Kurikuler Umum


Tujuan umum identifikasi pemangku kepentingan serta
identifikasi peran pemangku kepentingan dalam penyusunan
perencanaan kontinjensi dan penanganan darurat bencana,
adalah untuk memberikan arah dalam penyelenggaraan
pelatihan, serta memberikan pegangan dan pedoman dalam
pelaksanaan pelatihan identifikasi pemangku kepentingan
serta identifikasi peran pemangku kepentingan, sehingga kisi-
kisi materi yang diberikan akan standar.

2. Tujuan Kurikuler Khusus


a. Tujuan dari mata pendidikan dan pelatihan adalah agar
peserta mampu mengidentifikasi pemangku kepentingan
yang terlibat dalam penanganan darurat bencana, baik
dari unsur pemerintah, unsur masyarakat, dan unsur dunia
usaha, untuk bersama-sama menyusun perencanaan
kontinjensi secara inklusif.
a. Tujuan dari mata pendidikan dan pelatihan adalah agar
peserta diklat mampu mengidentifikasi pembagian peran
dan tugas para pihak yang terlibat dalam penyusunan
perencanaan kontinjensi dan penanganan darurat bencana,
baik dari unsur pemerintah, unsur masyarakat sipil, dan
unsur dunia usaha, untuk disusun dalam perencanaan
bidang operasial/bidang operasi rencana kontinjensi.
3. Kompetensi Lulusan
Setelah mengikuti pelatihan identifikasi pemangku
kepentingan serta identifikasi peran pemangku kepentingan
dalam penyusunan perencanaan kontinjensi dan tanggap
darurat bencana, peserta diharapkan mampu mengidentifikasi
pemangku kepentingan serta mengidentifikasi peran
pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan
rencana kontinjensi dan penanganan darurat bencana, baik
dari unsur pemerintah, unsur masyarakat sipil, dan unsur
dunia usaha, untuk bersama-sama menyusun perencanaan
kontinjensi.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Identifikasi pemangku kepentingan
a. Pemangku kepentingan
b. Prinsip inklusif

54 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

c. Siapa mengidentifikasi pemangku kepentingan


d. Kapan mengidentifikasi
e. Bagaimana mengidentifikasi
2. Identifikasi peran pemangku kepentingan
a. Identifikasi Peran pemangku kepentingan
b. Peran pemangku kepentingan dalam penyusunan Rencana
Kontinjensi

F. Petunjuk Belajar
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, peserta diharapkan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membaca secara cermat dan memahami tujuan pembelajaran
yang tertulis pada setiap awal materi :
a. Identifikasi pemangku kepentingan
b. Identifikasi peran pemangku kepentingan
2. Mempelajari setiap sesi secara berurutan, dari awal sampai
dengan akhir materi.
3. Mengerjakan secara sungguh-sungguh sampai dengan
selesainya setiap evaluasi pada masing-masing akhir materi.
4. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada kesungguhan
peserta. Diharapkan peserta belajar secara mandiri dengan
melakukannya seorang diri, berdua, atau berkelompok dengan
teman lain untuk saling berdiskusi.
5. Disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain seperti
yang tertera pada daftar pustaka, dan tidak segan-segan
bertanya kepada fasilitator atau teman yang telah memahami
tentang materi ini.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 55


MODUL C

56 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

BAB II
IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Mengidentifikasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam
penyusunan rencana kontinjensi dan penanganan darurat
bencana, baik dari unsur pemerintah, unsur masyarakat sipil,
dan unsur dunia usaha, untuk bersama-sama menyusun
perencanaan kontinjensi.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana kontinjensi
• Penyusunan rencana kontinjensi yang inklusif
• Penyusunan rencana kontinjensi sebagai “alat koordinasi”
pemangku kepentingan
• Pemangku kepentingan dalam penanganan darurat bencana
1. Pemangku Kepentingan Penyusunan Rencana
Kontinjensi
Rencana kontinjensi disusun bersama oleh berbagai pihak
yang berkepentingan dalam penanggulangan bencana. Pro-
ses penyusunan rencana kontinjensi harus dipahami sebagai
sebuah alat atau piranti koordinasi berbagai pihak pemang-
ku kepentingan tersebut. Dengan keterlibatan dan interak-
si para pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana
kontinjensi, dipercaya ketika situasi darurat dapat membantu
melancarkan koordinasi pemangku kepentingan dalam tinda-
kan penanganan darurat. Hal ini dikarenakan yang menyusun
rencana kontinjensi adalah pihak-pihak yang juga akan ter-
libat dalam penanganan darurat ketika bencana betul betul
terjadi, baik secara personal maupun kelembagaan.
Undang-undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana beserta peraturan turunannya dengan jelas menga-
tur bahwa penanggulangan bencana selain merupakan tang-
gungjawab pemerintah/pemerintah daerah, juga melibatkan
partisipasi masyarakat (civil society) dan dunia usaha.
Pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana kontin-

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 57


MODUL C

jensi adalah seluruh pihak, mulai dari pemerintah, masyara-


kat sipil, maupun dari dunia usaha. Para pemangku kepen-
tingan tidak terlepas dari teori triangle sector dalam negara
seperti diilustrasikan dalam diagram venn dibawah ini:

Apabila dirinci, pemangku kepentingan dalam diagram


tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Unsur Pemerintah:
• Kementerian/Lembaga
• TNI
• POLRI
• Organisasi Perangkat Daerah/OPD
• Perangkat Desa
b. Unsur Masyarakat Sipil seperti:
• DPR D sebagai wakil rakyat/masyarakat.
• KNPI
• Pramuka
• Palang Merah Indonesia (PMI)
• Kelompok/Potensi Search and Rescue (SAR) dari
masyarakat
• TAGANA
• MAPALA

58 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

• ORARI/RAPI
• LSM/NGO
• Media
• Perguruan Tinggi
• Organisasi masyarakat/agama/adat
• Kelompok Minat khusus
• Organisasi Profesi, seperti Himpunan Ahli Geologi
Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI),
Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
• Dll
c. Unsur Dunia Usaha, adalah:
Berbagai badan usaha, baik besar maupun kecil, penghasil
jasa maupun barang
Disamping itu juga ada pemangku kepentingan yang
merupakan irisan antara triangle sector tersebut. Misalnya:
1) BUMN/BUMD yang merupakan kelompok badan usaha
dam berorientasi profit, namun juga dikendalikan oleh
pemerintah karena terkait dengan hajat hidup orang
banyak.
2) KADIN, yang sebenarnya merupakan organisasi
bentukan dan difasilitasi oleh pemerintah namun
keanggotaan terdiri dari dunia usaha.
3) Beragam Asosiasi Swasta yang membentuk organisasi
namun tidak dalam bentuk
4) perusahaan baru untuk mencari keuntungan, namun
lebih pada sebagai wadah berkumpul untuk berbagai
kepentingan yang cenderung nonprofit seperti
asosiasi perusahaan perkebunan, asosiasi perusahaan
pariwisata, asosiasi perusahaan tambang, asosiasi
perusahaan kontraktor listrik, dll.
5) Koperasi, merupakan institusi bisnis namun
keuntungannya untuk kesejahteraan masyarakat
yang menjadi anggotanya, bukan dibagi-bagi kepada
pengurus.
Setiap daerah memiliki beragam pemangku kepentingan
yang belum tentu bisa disamakan dengan daerah lain.
Untuk itu, harus ada tahap mengidentifikasi pemangku
kepentingan sebelum penyusunan rencana kontinjensi

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 59


MODUL C

dilakukan. Dalam mengidentifikasi pemangku kepentingan


tersebut harus dipahami bahwa rencana kontinjensi harus
terbuka dan melibatkan pemangku kepentingan. Selain
itu juga yang terlibat mengidentifikasi harus memiliki
pengetahuan dan mau mencari sumber informasi untuk
mengidentifikasi pemangku kepentingan penyusunan
rencana kontinjensi yang terdapat di daerahnya.

2. Prinsip Inklusif dan Penyusunan Rencana Kontinjensi


Prinsip inklusif juga merupakan bagian dari identifikasi
pemangku kepentingan. Misalnya dengan melibatkan Organisasi
Penyandang Disabilitas maupun Organisasi Pendamping
Disabilitas (OPD). Melibatkan OPD dalam penyusunan rencana
kontinjensi tidak hanya untuk memastikan perencanaan
kontinjensi mengakomodir kebutuhan spesifik yang hanya
lebih sensitif dipahami kelompok disabilitas, tetapi juga
mengubah paradigma bahwa penyandang disabilitas sebagai
objek dalam penanggulangan bencana.

Lima Mandat Inklusi Disabilitas


Lima mandat inklusi penting dipenuhi bagi pelaku penyusunan dokumen rencana
kontinjensi untuk memastikan hak-hak penyandang disabilitas dan kelompok
rentan lainnya terpenuhi, terutama pada penanganan darurat bencana. Prinsip
inklusi tersebut:
a. Partisipasi, Libatkan kelompok berisiko tinggi dalam semua fase aksi
kemanusiaan: dari kajian awal hingga perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
b. Data Pilah, Pilah data berdasarkan gender, usia dan disabilitas
c. Aksesibilitas, pastikan kelompok paling berisiko memiliki akses kepada aksi
kemanusiaan dan informasi terkait
d. Prioritas perlindungan, tidak hanya terkait kekerasan fisik, melainkan juga
perlindungan dari stigma dan diskriminasi
e. Peningkatan kapasitas, dukung partisipasi aktif dan peran kepemimpinan
penyandang disabilitas.
Mandat inklusi dihasilkan dari berbagai mandat regulasi international dan National
melalui workshop dan kajian yang dilakukan oleh ASB dan Organisasi Penyandang
Disabilitas.

Dalam upaya mengorganisasikan berbagai pihak yang


terlibat, maka ada prinsip-prinsip yang diterapkan dalam
pengorganisasian para pihak, pengertian struktur organisasi,
susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam

60 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

organisasi yang merupakan sebuah kesatuan yang terdiri


dari sekelompok orang yang bertindak secara bersama-sama
dalam rangka mencapai tujuan bersama.

3. Siapa yang mengidentifikasi pemangku kepentingan?


Pemangku kepentingan dapat diidentifikasi oleh internal
BPBD atau penyelenggara penyusunan dokumen rencana
kontinjensi. Baik melalui penugasan bidang atau staf terkait,
maupun dengan cara membentuk panitia kecil atau panitia
persiapan. Atasan yang menugaskan perlu memverifikasi
keabsahan pemangku kepentingan yang teridentifikasi
sebelum disahkan dan diundang mengikuti workshop atau
lokakarya penyusunan rencana kontinjensi.

4. Kapan Pemangku Kepentingan diidentifikasi?


Saat yang tepat mengidentifikasi Pemangku Kepentingan
adalah ketika tahap persiapan penyusunan rencana kontinjensi
itu sendiri atau sebelum wokrshop penyusunan rencana
kontinjensi dilakukan.

5. Bagaimana mengidentifikasi pemangku kepentingan?


Cara atau metode identifikasi pemangku kepentingan dapat
didahului dengan melakukan diskusi internal/rapat kecil
BPBD atau antar tim kecil/persiapan tentang pemangku
kepentingan dalam penanggulangan bencana di daerah yang
mau menyusun rencana kontinjensi. Seyogyanya, BPBD di
setiap daerah telah mengenali aktor-aktor yang potensial
dan berkepentingan dalam penganggulangan bencana
didaerahnya. Selain melalui diskusi, juga dapat melakukan
konsultasi dan koordinasi dengan pihak-pihak yang diyakini
memiliki sumber informasi tentang pemangku kepentingan
penyusunan rencana kontinjensi.
Hasil identifikasi mungkin menghasilkan sebuah list panjang.
Untuk itu, perlu tahap rasionalisasi dengan kembali pada
rencana awal. Rencana awal maksudnya adalah apakah sudah
ditentukan rencana kontinjensi untuk bencana apa yang
akan disusun. Jika sudah, misalnya akan menyusun rencana
kontinjensi menghadapi bencana gempabumi yang diikuti
tsunami, tentunya PVMB tidak akan diidentifikasi sebagai salah
satu pemangku kepentingan. Begitu juga sebaliknya, jika
yang akan disusun adalah rencana kontinjensi menghadapi
bencana erupsi gunung api, mungkin BMKG bukan pihak yang
tepat sebagai salah satu pemangku kepentingan. Demikian
seterusnya.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 61


MODUL C

Namun, harus diingat bahwa ada instansi atau lembaga yang


selalu harus dianggap sebagai pemangku kepentingan, baik
karena kepemilikan sumber daya, maupun karena sudah
menjadi tupoksi lembaga tersebut. Misal, Dinas Sosial, Dinas
Kesehatan, Dinas PU, TNI, Polri, Satpol PP, BPS, Bappeda dan
lainnya, selalu diposisikan sebagai pemangku kepentingan
dalam penyusunan renaca kontinjensi. Demikian pula Badan
Pencarian dan Pertolongan (SAR), RAPI/ORARI, PMI dan
sebagainya.
Jumlah pemangku kepentingan yang akan terlibat selain
dibatasi oleh jenis bencana yang akan disusun rencana
kontinjensinya, juga ditentukan berapa kapasitas peserta
yang kondusif untuk sebuah workshop penyusunan rencana
kontinjensi. Memfasilitasi kelompok besar peserta akan
sulit dan butuh waktu yang lama. Karena itu, dalam suatu
penyusunan rencana kontinjensi perlu dibatasi jumlah peserta
yang hadir dalam workshop penyusunannya.
Setelah jumlah disepakati, pemangku kepentingan yang
teridentifikasi perlu dikelompokan berdasarkan unsur
(pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil) yang
diwakilinya. Pastikan setiap unsur ada yang mewakili dengan
komposisi yang proporsional. Hasil identifikasi sebelum
disetujui oleh pimpinan penyelenggara (BPBD), perlu
diidentifikasi juga peran apa yang mereka miliki. Baik dalam
proses penyusunan dokumen rencana kontinjensi, maupun
ketika pembagian tugas dalam bidang operasi.
C. Latihan
Diskusikan dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1. Pemangku kepentingan mana saja yang terlibat dalam
penyusunan rencana kontinjensi?
2. Apa hubungan pelaku penanganan darurat bencana dengan
pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana kontinjensi
3. Siapa yang melakukan identifikasi pemangku kepentingan
dalam penyusunan rencana kontinjensi
4. Kapan pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana
kontinjensi
5. Bagaimana mengidentifikasi pemangku kepentingan dalam
penyusunan rencana kontinjensi

62 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

D. Rangkuman
1. Rencana kontinjensi adalah dokumen yang disusun bersama
oleh berbagai pihak baik dari pemerintah, lembaga usaha,
dan masyarakat.
2. Semua pihak harus dipandang sebagai pemangku kepentingan,
sehingga perlu dipastikan penyusunan renaca kontinjensi
disusun secara inklusif, misalnya dengan melibatkan organisasi
penyandang disabilitas (OPD).
3. Penyusunan rencana kontinjensi adalah bagian dari “alat/
piranti koordinasi” para pemangku kepentingan.
4. Pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana kontinjensi
adalah juga pihak yang seharusnya terlibat dalam penanganan
darurat bencana.
5. Identifikasi pemangku kepentingan adalah tahap awal dalam
suatu proses penyusunan rencana kontinjensi. Dapat dilakukan
melalui diskusi tim atau kelompok kecil di internal BPBD atau
dengan mengundang sejumlah pihak.
E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Identifikasi pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana
kontinjensi menjadi umpan balik bagi identifikasi data dan
informasi serta pengelompokan data dan informasi pada tahapan
sebelumnya. Tindak lanjutnya adalah menyusun prioritas
ancaman bencana dalam penyusunan rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 63


MODUL C

64 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

BAB III
IDENTIFIKASI PERAN PEMANGKU
KEPENTINGAN
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Mengidentifikasi pembagian peran dan tugas para pihak yang
terlibat dalam penyusunan perencanaan kontinjensi dan
penanganan darurat bencana, baik dari unsur pemerintah,
unsur masyarakat sipil, dan unsur dunia usaha, untuk disusun
bersama menyusun perencanaan bidang operasi rencana
kontinjensi.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci
• Peran pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana
kontinjensi
• Peran pemangku kepentingan dalam penanganan darurat/
penanganan darurat
• Pengorganisasian pemangku kepentingan berdasarkan peran
• Pembagian kerja
• Fungsi
Daftar Pertanyaan
• Apa saja peran pemangku kepentingan yang terlibat dalam
penyusunan rencana kontinjensi?
• Siapa mengidentifikasi peran pemangku kepentingan?
• Kapan peran pemangku kepentingan diimplementasikan?
• Bagaimana cara mengorganisasi berbagai pihak yang terlibat?
Identifikasi Peran Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan (siapa?) yang telah diidentifikasi dalam
sesi mata diklat sebelumnya perlu diidentifikasi juga perannya
(melakukan apa?). Peran pemangku kepentingan dapat
diidentifikasi dengan melihat tupoksi maupun kepemilikan
sumber daya. Untuk instansi pemerintahan, lebih mudah
berdasarkan tupoksinya berdasarkan peraturan terkait. Misal
untuk keamanan sudah jelas tupoksi Polri dan Pol PP, untuk

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 65


MODUL C

perlindungan pengungsi adalah peran dinas sosial, pencarian


dan penyelamatan korban oleh BASARNAS, dan seterusnya.
Walau demikian, terdapat kemungkinan identifikasi peran tidak
hanya dari tupoksi, tetapi dari sumberdaya yang dimiliki. Hal
ini bisa berbeda-beda kondisinya disetiap daerah, khususnya
bagi lembaga non pemerintah. Misal suatu perusahaan, PMI
atau Pramuka di suatu daerah memiliki perlengkapan dapur
umum atau relawan/unit yang berkualifikasi SAR. Namun di
daerah lain, belum tentu lembaga atau organisasi sejenis
memiliki perlengkapan dan sumberdaya dengan kualifikasi
yang sama.
Peran-peran dalam penyusunan rencana kontinjensi yang akan
tercermin dalam perencanaan bidang nanti, sangat ditentukan
apa saja runga lingkup aktifitas penanganan darurat. Aktifitas
penanganan darurat merujuk pada apa yang dimandatkan
oleh peraturan perundang-undangan, misalnya identifikasi
peran pemangku kepentingan merujuk pada Perka. BNPB No.
3 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando Penanganan Darurat
Bencana (SKPDB).
Selain itu juga berdasarkan pada skenario kejadian yang
dikembangkan dan disepakati ketika workshop penyusunan
rencana kontinjensi. Belum tentu semua aktifitas penganan
darurat yang disebut dalam peraturan akan muncul dalam
skenario kejadian. Misalnya apabila dalam suatu skenario
kejadian bencana tidak disebutkan ada korban hilang, maka
peran untuk mencari korban hilang tidak akan diperlukan,
walaupun peraturan menyebutkan salah satu aktifitas
penanganan darurat bencana itu adalah pencarian korban
yang hilang.
Seperti pada identifikasi pemangku kepentingan, harus ada
yang menyiapkan identifikasi peran pemangku kepentingan
ini. Karena kegiatan ini tidak terlepas dari identifikasi
kepentingan, maka sebaiknya kegiatan ini dilakukan oleh tim/
panitia kecil atau sekelompok staf reguler di BPBD atau pihak
penyelenggara workshop penyusunan rencana kontinjensi.
Konsultasi dengan pihak-pihak terkait tetap diperlukan
sebelum dipastikan akan diundang mengikuti workshop
penyusunan rencana kontinjensi nantinya. Waktu identifikasi
peran pemangku kepentingan dapat dilakukan bersamaan
dengan identifikasi pemangku kepentingan itu sendiri atau
setelah daftar pemangku kepentingan disetujui oleh pimpinan
di BPBD/yang menugaskan tim/panitia kecil persiapan.

66 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


IDENTIFIKASI PEMANGKU KEPENTINGAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN

Peran pemangku kepentingan tidak hanya untuk pembagian


peran saat perencanaan bidang operasi disusun dalam
worskhop nantinya. Identifikasi peran pemangku kepentingan
betul-betul harus sesuai peran yang dapat dimainkan ketika
penanganan darurat/penanganan darurat bencana terjadi.

C. Latihan
Diskusikan bersama rekan tentang:
1. Apa saja peran pemangku kepentingan yang terlibat dalam
penyusunan rencana kontinjensi?
2. Siapa mengidentifikasi peran pemangku kepentingan?
3. Kapan peran pemangku kepentingan diimplementasikan?
4. Bagaimana cara mengorganisasi berbagai pihak yang terlibat?

D. Rangkuman
1. Rencana kontinjensi adalah dokumen yang disusun bersama
oleh berbagai pihak baik dari pemerintah, lembaga usaha,
dan masyarakat sipil.
2. Diperlukan pengorganisasian pemangku kepentingan dengan
identifikasi peran dan pembagian tugas sesuai fungsi dan
kegiatan melalui bidang operasi.
3. Diperlukan pengorganisasian pemangku kepentingan dengan
identifikasi dna pembagian tugas sesuai fungsi dan kegiatan
melalui sektor bidang operasi
4. Semua pihak dipandang sebagai pemangku kepentingan,
termasuk kelompok rentan dan disabilitas
5. Penyusunan renkon sebagai alat koordinasi pemangku
kepentingan dalam penyusunan Renkon yang terlibat dalam
penanganan darurat bencana.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Identifikasi pembagian peran dan tugas para pihak yang terlibat
dalam penyusunan perencanaan kontinjensi dan penanganan
darurat bencana, baik dari unsur pemerintah, unsur masyarakat
sipil, dan unsur dunia usaha, menjadi umpan balik bagi identifikasi
pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana kontinjensi.
Tindak lanjutnya adalah menyusun prioritas ancaman bencana
dalam penyusunan rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 67


MODUL C

Catatan ...................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................

68 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


MODUL D

PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN


RENCANA KONTINJENSI
MODUL D

70 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

DAFTAR ISI
MODUL D
PRIORITAS ANCAMAN DALAM
PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang..................................... 73
B.. Deskripsi Singkat................................. 73
C.. Manfaat Modul..................................... 73
D.. Tujuan Pembelajaran............................ 74
E.. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok........ 74
F.. Petunjuk Belajar................................... 74
BAB II
IDENTIFIKASI ANCAMAN BENCANA DI
DAERAH
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 77
B..Bahan/Materi....................................... 77
C..Latihan............................................... 78
D..Rangkuman......................................... 78
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 79
BAB III
PRIORITAS ANCAMAN BENCANA YANG
AKAN DISUSUN DALAM RENCANA
KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 81
B..Bahan/Materi....................................... 81
C..Latihan............................................... 86
D..Rangkuman......................................... 86
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 86

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 71


MODUL D

72 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prioritas ancaman dalam penyusunan rencana kontinjensi
merupakan salah satu materi dasar dalam penyusunan rencana
kontinjensi. Tahapan sebelumnya prinsip dan proses penyusunan
rencana kontinjensi, pengelolaan serta pengorganisasian data dan
informasi, pengorganisasian pelaku. Tahapan selanjutnya untuk
penyusunan dokumen rencana kontinjensi serta simulasi draft
rencana kontinjensi. Hasil yang diharapkan identifikasi jenis-jenis
ancaman bencana di daerah dan penilaian risiko berdasarkan
bahaya, kerentanan, kemampuan dan risiko, untuk menentukan
prioritas ancaman bencana yang akan disusun dalam dokumen
rencana kontinjensi.

B. Deskripsi Singkat
Prioritas ancaman dalam penyusunan rencana kontinjensi
dilakukan melalui langkah :
• Penjelasan awal identifikasi bencana di daerah
• Identifikasi jenis-jenis ancaman bencana di daerah
• Penjelasan awal penilaian risiko
• Proses kejadian bencana (bahaya, kerentanan, kemampuan
dan risiko)
• Penilaian bahaya
• Penilaian risiko bencana dan penentuan kejadian bencana

C. Manfaat Modul
• Peserta mampu memahami penjelasan awal identifikasi
ancaman bencana di daerah.
• Peserta mampu memahami penjelasan awal penilaian
risiko, proses kejadian bencana, penilaian bahaya, dan pada
akhirnya menilai risiko bencana untuk menentukan prioritas
kejadian bencana yang akan disusun dalam dokumen rencana
kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 73


MODUL D

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Kurikuler Umum


Tujuan umum prioritas ancaman dalam penyusunan
rencana kontinjensi adalah untuk memberikan arah dalam
penyelenggaraan pelatihan, serta memberikan pegangan dan
pedoman dalam pelaksanaan pelatihan prioritas ancaman,
sehingga kisi-kisi materi yang diberikan akan standar.

2. Tujuan Kurikuler Khusus


Tujuan khusus mata pendidikan dan pelatihan prioritas
ancaman dalam penyusunan rencana kontinjensi adalah :
• Untuk dapat mengidentifikasi berbagai ancaman bencana di
daerah.
• Dapat menilai risiko bencana dan menentukan prioritas
kejadian bencana yang akan disusun dalam rencana
kontinjensi.
3. Kompetensi Lulusan
Setelah mengikuti pelatihan prioritas ancaman dalam
penyusunan rencana kontinjensi, peserta diharapkan mampu
mengidentifikasi berbagai ancaman bencana di daerah serta
dapat menilai risiko bencana dan menentukan prioritas kejadian
bencana yang akan disusun dalam rencana kontinjensi.
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
• Identifikasi ancaman bencana di daerah
a. Sejarah bencana dan kejadian bencana
b. Potensi kejadian bencana
c. Peraturan dan kelembagaan daerah
• Prioritas ancaman bencana
a. Penilaan Bahaya
b. Penentuan Kejadian bencana
F. Petunjuk Belajar
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, diharapkan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membaca secara cermat dan memahami tujuan pembelajaran
yang tertulis pada setiap awal materi :
a. Identifikasi ancaman bencana di daerah

74 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

b. Prioritas ancaman bencana yang akan disusun dalam


rencana kontinjensi
2. Mempelajari setiap sesi secara berurutan, dari awal sampai
dengan akhir materi.
3. Mengerjakan secara sungguh-sungguh sampai dengan selesai
setiap evaluasi pada setiap akhir materi.
4. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada kesungguhan
peserta. Diharapkan peserta belajar secara mandiri. Untuk
belajar mandiri dapat melakukannya seorang diri, berdua,
atau berkelompok dengan teman lain untuk saling berdiskusi.
5. Disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain seperti
yang tertera pada daftar pustaka, dan jangan segan-segan
bertanya kepada fasilitator atau teman yang telah memahami
tentang materi ini.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 75


MODUL D

76 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BAB II
IDENTIFIKASI ANCAMAN BENCANA DI
DAERAH
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Memahami penjelasan awal identifikasi bencana di daerah
• Mengidentifikasi jenis-jenis ancaman di daerah termasuk yang
di luar pilihan baku.

B. Bahan/Materi

1. Sejarah bencana dan kejadian bencana yang pernah


terjadi
Sejarah bencana di daerah dapat ditelaah berdasarkan profil
daerah yang menjelaskan kondisi geografis, batas-batas
administrasi pemerintahan, demografi wilayah, topografi,
iklim dan aspek terkait dengan kebencanaan lainnya. Pusat
Data dan Informasi BPBD dapat memberikan data sejarah
kejadian bencana jika profil risiko bencana belum disusun
oleh daerah.
Untuk mendapatkan sejarah dan gambaran umum
kebencanaan di wilayah, BNPB telah menyiapkan datanya
salahsatunya dapat diakses di www.dibi.bnpb.go.id. dan
inarisk.go.id. Buku Indeks Risiko Bencana juga dapat menjadi
acuan untuk menelaah sejarah bencana di daerah.

2. Potensi kejadian bencana


Identifikasi ancaman bencana di daerah dapat didasarkan
pada Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) di daerah
yang didalamnya terdapat profil risiko bencana. Bilamana
RPB belum disusun, kajian risiko yang dibuat oleh pakar yang
disampaikan kepada BPBD/BNPB. Jika RPB atau kajian risiko
oleh pakar belum ada, maka para pemangku kepentingan
yang akan menyusun rencana kontinjensi dapat melakukan
penilaian risiko secara sederhana melalui penilaian bahaya.
Identifikasi ancaman yang ada di daerah berguna untuk
memprioritaskan ancaman yang akan disusun rencana
kontinjensinya. Seringkali pada proses identifikasi yang merujuk
pada dokumen daerah, muncul ancaman yang potensial dan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 77


MODUL D

ancaman yang belum terdokumentasi pada dokumen profil


risiko daerah, maka hal ini dibutuhkan kebijakan pemerintah
daerah untuk memprioritaskan ancaman yang paling berisiko.

Gambar diatas menjelaskan dinamika risiko bencana yang


berbeda, perbedaan risiko terkait dengan kerentanan yang
berbeda. Gambar manakah yang paling berisiko terdampak tanah
longsor?
C. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan berdiskusi bersama teman
sejawat:
1. Apa saja jenis ancaman bencana yang ada di daerah anda?
2. Bagaimana menurut anda kemampuan daerah untuk
menghadapi ancaman bencana tersebut?
3. Apakah jenis ancaman banana tersebut sudah ada disiapkan
rencana kontinjensi masing-masingnya?
4. Menurut anda apa perbedaan dalam penanganan darurat
untuk jenis ancaman yang sudah ada rencana kontinjensinya
dengan yang belum ada rencana kontinjensinya?
5. Apakah sudah pernah dilakukan kajian/pemetaan risiko
bencana didaerah anda?
D. Rangkuman
• Sejarah bencana di daerah dan kejadian bencana yang pernah
terjadi (bencana alam dan non alam ataupun bencana sosial)
dapat di
• Potensi bencana Alam, bencana Non-Alam, dan bencana
Sosial.

78 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Identifikasi ancaman bencana di daerah menjadi umpan balik bagi
proses tahapan sebelumnya, yakni identifikasi data wilayah dan
kebencanaan, serta identifikasi peran pemangku kepentingan.
Tindak lanjutnya melakukan analisis prioritas ancaman bencana
yang akan disusun dalam rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 79


MODUL D

80 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

BAB III
PRIORITAS ANCAMAN BENCANA YANG AKAN
DISUSUN DALAM RENCANA KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu:
• Memahami dinamika risiko bencana
• Memahami prinsip analisis risiko, ancaman, kerentanan, dan
kemampuan
• Memahami penentuan kejadian bencana yang potensial saat
itu.
• Menentukan prioritas ancaman bahaya di suatu daerah.

B. Bahan/Materi

1. Penilaian Bahaya
Bagaimana penilaian bahaya yang ada di wilayah kajian
dilakukan, kemudian dievaluasi, sehingga didapatkan satu
jenis ancaman bencana yang penting dan akan disusun
rencana kontinjensinya. Penilaian bahaya dilakukan melalui
penilaian ancaman/bahaya dari beberapa jenis ancaman yang
ada dengan memberikan nilai berdasarkan probabilitas (P)
ancaman kejadian (seperti pada tabel Penilaian Bahaya).
Tabel Penilaian Bahaya
No Jenis Ancaman/Bahaya P D
1 Gempa bumi (tektonik)
2 Tsunami
3 ...
4 ...
Jumlah

P = Probabilitas (kemungkinan terjadinya bencana)


D = Dampak (kerugian yang ditimbulkan)
Keterangan :
Tingkat Probabilitas
Penentuan skala probabilitas berdasarkan pada prediksi
waktu kemungkinan terjadinya suatu bencanadisaatpenilaian

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 81


MODUL D

bahaya dilakukan dengan pembobotan seperti berikut:


Skala Probabilitas
Kemungkinan bencana terjadi dalam rentang waktu sampai
Skala 4
dengan 6 bulan ke depan.
Kemungkinan bencana terjadi dalam rentang waktu 6 bulan –
Skala 3
1 tahun ke depan
Kemungkinan bencana terjadi dalam rentang waktu 1-5 tahun
Skala 2
ke depan.
Kemungkinan bencana terjadi dalam rentang waktu di atas 5
Skala 1
tahun ke depan.

Skala Dampak Kerugian


Penentuan tingkat dampak berpatokan pada luas wilayah
terdampak seperti berikut:

Skala Dampak
Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan atau
Skala 4
lumpuh total)
Skala 3 Parah (50 – 80% wilayah hancur)
Skala 2 Sedang(30 - 50 % wilayah hancur)
Skala 1 Ringan (10 - 30% wilayah hancur)

Kerentanan: Sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat


keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang
berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan bencana.
Faktor-Faktor Kerentanan:
a. Fisik (Prasarana dasar, konstruksi/bangunan,dll);
b. Ekonomi (Kemiskinan, penghasilan, dll);
c. Sosial (Pendidikan, kesehatan, politik, hukum,
kelembagaan, dll);
d. Lingkungan (Tanah, air, tanaman, hutan, lautan, dll)
Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan
hilangnya (jiwa, korban, kerusakan dan kerugian ekonomi)
yang disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada
suatu waktu tertentu. Risiko dapat dinilai secara kuantitatif,
dan merupakan probabilitas dari dampak atau konsekwesi
suatu bahaya.

82 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

Rumus menghitung risiko bencana:


R = H x V/C
(R=Risiko, H=Ancaman/Hazard, V=Vulnerability/Kerentanan,
C: Capacity/Kapasitas)

2. Penilaian Risiko
a. Setiap jenis ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan
skala tertentu (3-1)
1) Bahaya/ancaman tinggi nilai 3
2) Bahaya/ancaman sedang nilai 2
3) Bahaya/ancaman rendah nilai 1
b. Setiap kerentanan dinilai tingkat kerentanan dengan skala
yang sama (3-1).
1) Kerentanan tinggi nilai 3
2) Kerentanan sedang nilai 2
3) Kerentanan rendah nilai 1
c. Sedangkan kemampuan/manajemen dinilai dengan skala
yang berbalikan (1-3).
1) Kemampuan tinggi nilai 1
2) Kemampuan sedang nilai 2
3) Kemampuan rendah nilai 3
Melakukan penilaian risiko dan skala bahaya dengan menelaah
setiap ancaman.
Contoh Matrik Penilaian Risiko Bencana
Jenis
No Variable Gempa Angin Tanah Kecelakaan
Banjir Konflik dsb
Bumi Puyuh Longsor transport
1 Bahaya
Frekuensi
Intensitas
Dampak
Keluasaan
durasi
TOTAL
2 Kerentanan
fisik
sosial
ekonomi
TOTAL
3 Kemampuan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 83


MODUL D

kebijakan
kesiapsiagaan
partisipasi
masyarakat
TOTAL
NILAI TOTAL

Setelah langkah tersebut, hasil penilaian bahaya diplot/diukur


ke dalam matriks skala tingkat bahaya (lihat gambar):

Gambar Matrik Penilaian Bahaya


Penentuan Bahaya yang berisiko tinggi: didasarkan pada dua
penilaian ancaman yaitu probabilitas (kemungkinan terjadinya
bencana) dan intensitas, dampak kerugian atau kerusakan
yang ditimbulkan. Hasil penilaian kemudian di plot kedalam
matriks peringkat bahaya.

3. Penentuan Kejadian
a. Kelemahan paling klasik dalam perencanaan kontinjensi
adalah kegagalan untuk mendapatkan spesifikasi risiko
bencana yang akan dihadapi. Hal ini diikuti dengan ilustrasi
perbedaan antara risiko bahaya yang majemuk dalam
perencanaan umum kesiapan dan risiko bahaya terfokus
pada rencana kontinjensi.

84 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

b. Menegaskan bahwa perencanaan kontinjensi memerlukan


SATU risiko bencana sebagai dasar analisis diikuti alasan
dan implikasi dari gambaran suatu risiko yang tidak
definitive terhadap efektifitas perencanaan kontinjensi.
Dijelaskan bahwa skenario dari kontinjensi terhadap satu
risiko harus dapat berubahsuai (convertible) untuk risiko
lain.
c. Penentuan kejadian dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1) Penentuan kejadian yang diarahkan, yaitu kejadian
yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang
berdasarkan kajian risiko yang dilakukan para pakar.
2) Penentuan kejadian dengan penilaian risiko, yaitu
kejadian yang ditetapkan melalui proses penilaian
risiko melalui penilaian bahaya seperti dijelaskan pada
bagian di atas.
d. Penentuan kejadian bertujuan untuk menetapkan satu
jenis ancaman bencana yang akan disusun rencana
kontinjensinya yaitu dengan cara memasukkan
analisis dampak dan probabilitas pada Tabel, sehingga
menghasilkan prioritas ancaman bencana seperti terlihat
pada Gambar.
e. Dari matriks skala tingkat bahaya tersebut di atas, jika
terdapat 2 (dua) atau lebih ancaman/bahaya yang
menempati kolom ”warna merah” untuk ancaman bencana
prioritas utama, maka penentuan kejadian dilakukan
dengan kesepakatan bersama untuk menilai ancaman
yang paling urgent/prioritas. Pada umumnya rencana
kontinjensi dilakukan untuk jenis-jenis bahaya yang
mempunyai tingkat probabilitas menengah ke atas dengan
tingkat kerusakan sedang hingga sangat parah.
f. Penentuan kejadian dengan metode tersebut diatas, dapat
tidak dilakukan apabila terdapat:
1) Hasil kajian risiko bencana yang dibuat oleh pakar/
lembaga kajian yang berkompeten, baik yang
dituangkan dalam Rencana Penanggulangan Bencana
(RPB) dan peta risiko bencana ataupun melalui
rekomendasi tertulis secara langsung kepada kepala
Negara/kepala daerah atau melalui BNPB/BPBD.
2) Keputusan kepala daerah ketika menghadapi potensi
ancaman yang tiba-tiba dan di luar perkiraan
sebelumnya.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 85


MODUL D

C. Latihan
Berlatihlah menggunakan tabel dan matrix penilaian bahaya yang
telah dipelajari. Dimulai dengan mengenali dan mengidentifikasi
jenis ancaman bencana di daerah anda, kemudian dituangkan
kedalam tabel dan matrix. Diskusikan dengan teman dalam
pelatihan atau dengan atasan maupun kolega sesama pelaku
penaggulangan bencana di daerah asal anda.

Daftar Pertanyaan:
1. Bagaimana menentukan prioritas jenis bencana yang perlu
disusun rencana kontinjensinya?
2. Kapan matrix penilaian bahaya dapat dipakai untuk menentukan
satu ancaman yang akan disusun rencana kontinejnsinya?
3. Apa hubungan hasil kajian risiko bencana dengan pilihan
prioritas jenis ancaman bencana yang akan disusun rencana
kontinjensinya?
4. Jika tersedia dua jenis data, data ancaman dan data risiko,
data yang manakah akan diprioritaskan untuk dirujuk dalam
mencari satu jenis bencana yang akan disusun rencana
kontinejnsinya?

D. Rangkuman
1. Penilaian bahaya
2. Anilisis risiko
3. Daftar dan menghubungkan jenis–jenis bencana dengan
prinsip analisis risiko
4. Penentuan kejadian bencana yang potensial saat itu.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Prioritas ancaman menjadi umpan balik bagi identifikasi ancaman
bencana di daerah untuk mereview kembali berbagai ancaman
yang terjadi di daerah. Tindak lanjut berupa penyusunan dokumen
rencana kontinjensi dengan satu ancaman bencana terpilih.

86 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PRIORITAS ANCAMAN DALAM PENYUSUNAN RENCANA KONTINJENSI

Catatan ...................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 87


MODUL D

88 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


MODUL E

PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN


RENCANA KONTINJENSI
MODUL E

90 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

DAFTAR ISI
MODUL E
PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN
RENCANA KONTINJENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang..................................... 93
B.. Deskripsi Singkat................................. 93
C.. Manfaat Modul..................................... 93
D.. Tujuan Pembelajaran............................ 93
E.. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok........ 94
F.. Petunjuk Belajar................................... 94
BAB II
KONSEP PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA
KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 97
B..Bahan/Materi....................................... 97
C..Latihan............................................... 98
D..Rangkuman......................................... 98
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.............. 98
BAB III
FORMAT DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar........................... 99
B..Bahan/Materi....................................... 99
C..Latihan.............................................. 101
D..Rangkuman........................................ 102
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 102

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 91


MODUL E

92 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mendapatkan dokumen rencana kontinjensi yang baik
dan benar sesuai standar yang ditentukan, perlu melakukan
langkah-langkah yang mendasari penyusunan dokumen rencana
kontinjensi. Setelah menentukan prioritas ancaman yang akan
dikembangkan dalam rencana kontinjensi, dilanjutkan dengan
penyusunan dokumen rencana kontinjensi. Untuk itu melalui
tahapan pengantar penyusunan dokumen rencana kontinjensi
meliputi konsep penyusunan dokumen dan Format dokumen,
yang menjadi titik awal menyusun dokumen rencana kontinjensi.
B. Deskripsi Singkat
Pengantar penyusunan dokumen rencana kontinjensi merupakan
lanjutan dasar penyusunan rencana kontinjensi dan tahapan
awal yang mendasari penyusunan dokumen, meliputi konsep
penyusunan dokumen dan format dokumen. Konsep penyusunan
dokumen meliputi konsepsi penyusunan dokumen dan langkah-
langkah selanjutnya, sementara format dokumen menjelaskan
format penulisan dokumen dengan standar tertentu dengan rincian
format pengantar dan format dokumen rencana kontinjensi. Hasil
yang diharapkan adalah sebagai dasar seluruh proses dan tahapan
selanjutnya dalam menyusun dokumen rencana kontinjensi.
C. Manfaat Modul
1. Peserta mampu menjelaskan konsepsi penyusunan rencana
kontinjensi dalam mendukung penyusunan dokumen rencana
kontinjensi
2. Peserta mampu menjelaskan format dokumen rencana
kontinjensi dengan baik dan benar.
3. Peserta mampu menyusun rincian format dokumen rencana
kontinjensi.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Kurikuler Umum
Tujuan umum pengantar penyusunan dokumen rencana
kontinjensi untuk memberikan dasar-dasar pemahaman,
pengertian dan titik awal penyusunan dokumen rencana
kontinjensi, dalam memberikan arah penyelenggaraan
pelatihan, serta memberikan pegangan dan pedoman dalam
pelaksanaan pelatihan, sehingga kisi-kisi materi yang diberikan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 93


MODUL E

akan standar.

2. Tujuan Kurikuler Khusus


a. Memahami konsep penyusunan dokumen rencana
kontinjensi.
b. Menjelaskan format dokumen rencana kontinjensi dengan
baik dan benar.
c. Menyusun rincian format dokumen rencana kontinjensi,
berupa format pengantar dokumen dan format dokumen
rencana kontinjensi.
3. Kompetensi Lulusan
Setelah mengikuti pelatihan pengantar penyusunan dokumen
rencana kontinjensi, peserta diharapkan mampu memahami
konsepsi penyusunan rencana kontinjensi, menjelaskan
format dokumen rencana kontinjensi dengan baik dan benar,
dan menyusun rincian format dokumen rencana kontinjensi,
berupa format pengantar dokumen dan format dokumen
rencana kontinjensi.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Konsep penyusunan dokumen rencana kontinjensi
a. Konsep perencanaan kontinjensi.
b. Tahap penyusunan rencana kontinjensi.
2. Format dokumen rencana kontinjensi
a. Pengantar
b. Format pengantar rencana kontinjensi
c. Format dokumen rencana kontinjensi

F. Petunjuk Belajar
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, diharapkan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membaca secara cermat dan memahami tujuan pembelajaran
yang tertulis pada setiap awal materi :
a. Konsep penyusunan dokumen rencana kontinjensi.
b. Format dokumen rencana kontinjensi dengan baik dan
benar.
c. Rincian format dokumen rencana kontinjensi.
2. Mempelajari setiap sesi secara berurutan, dari awal sampai
dengan akhir materi.

94 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

3. Mengerjakan secara sungguh-sungguh sampai dengan selesai


setiap evaluasi pada setiap akhir materi.
4. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada kesungguhan
peserta. Diharapkan peserta belajar secara mandiri. Untuk
belajar mandiri dapat melakukannya seorang diri, berdua,
atau berkelompok dengan teman lain untuk saling berdiskusi.
5. Disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain seperti
yang tertera Pada daftar pustaka, dan jangan segan-segan
bertanya kepada fasilitator atau teman yang telah memahami
tentang materi ini.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 95


MODUL E

96 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB II
KONSEP PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA
KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Menjelaskan konsep penyusunan dokumen rencana
kontinjensi.

B. Bahan/Materi

Kata kunci :
• Konsep perencanaan kontinjensi.
• Tahap penyusunan rencana kontinjensi.
1. Konsep perencanaan kontinjensi
Sebelum memasuki tahap penyusunan format dokumen
rencana kontinjensi, perlu mendapatkan masukan tahapan
sebelumnya meliputi prinsip dan proses penyusunan rencana
kontinjensi, teknik penyelenggaraan, data dan informasi
yang diperlukan dalam rencana kontinjensi, pelaku dan peran
pemangku kepentingan penyusunan, serta penilaian bahaya
dan penentuan kejadian bencana.
Pada hakekatnya, konsep penyusunan rencana kontinjensi
merupakan respons terhadap kejadian buruk bencana yang
terjadi, berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat
penanganan darurat bencana, dengan pengerahan berbagai
sumberdaya. Mengingat bencana belum terjadi, dilakukan
penyusunan suatu skenario kejadian bencana dan skenario
dampak bencana dengan pendekatan keilmuan (scientific).
Merespons dampak buruk bencana dengan menyusun
perencanaan bidang operasial/bidang operasi, dalam suatu
organisasi sistem komando penanganan darurat bencana.

2. Tahap penyusunan rencana kontinjensi


Setelah mereview tahap sebelumnya untuk mendukung
konsep penyusunan rencana kontinjensi, dilakukan tahapan
pengembangan skenario kejadian bencana, pengembangan
asumsi dampak bencana, penetapan tujuan, kebijakan dan
strategi penanganan darurat, perencanaan bidang-bidang
operasi, serta rencana tindak lanjut.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 97


MODUL E

C. Latihan
Diskusikan dengan menjawab
• Bagaimana mendapatkan dokumen rencana kontinjensi yang
baik dan benar sesuai standar yang ditentukan?

D. Rangkuman
1. Review tahapan sebelumnya prinsip, proses, peran pelaku,
penentuan kejadian bencana.
2. Konsep penyusunan dokumen rencana kontinjensi.
3. Langkah selanjutnya skenario kejadian, skenario dampak
bencana, perencanaan bidang operasial.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Konsepsi penyusunan dokumen rencana kontinjensi menjadi
umpan balik bagi tahapan sebelumnya, yakni prioritas ancaman
yang akan disusun dalam rencana kontinjensi.
Untuk tindak lanjutnya disusun format penyusunan dokumen
rencana kontinjensi berbasis konsepsi dimaksud.

98 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB III
FORMAT DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu :
Menjelaskan format penyusunan dokumen rencana kontinjensi
dengan baik dan benar.

B. Bahan/Materi
1. Penjelasan bahwa untuk mendapatkan dokumen rencana
kontinjensi yang baik dan benar, diper lukan format penulisan
dokumen dengan standar tertentu. Format dokumen meliputi
Format pengantar dokumen rencana kontinjensi dan Format
dokumen rencana kontinjensi.
2. Format pengantar dokumen rencana kontinjensi memuat
urutan mulai dari latar belakang, gambaran umum wilayah,
potensi kejadian bencana, peraturan dan kelembagan terkait
kebencanaan, identifikasi ancaman bencana di daerah, dan
prioritas ancaman bencana yang akan disusun dalam rencana
kontinjensi.
3. Format dokumen rencana kontinjensi memuat urutan mulai
dari dasar penyusunan dokumen rencana kontinjensi,
skenario kejadian bencana, skenario dampak bencana, tujuan
tanggap darurat, kebijakan tanggap darurat, strategi tanggap
darurat, perencanaan bidang operasi, rencana tindak lanjut,
dan penutup.
Rincian sebagai berikut :

FORMAT PENGANTAR DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI


Kata Pengantar
Dasar penyusunan dokumen rencana kontinjensi
Daftar Isi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Latar belakang
2. Maksud dan Tujuan
3. Sasaran
4. Ruang lingkup

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 99


MODUL E

5. Sistematika
6. Landasan Hukum
7. Pengertian
B. Gambaran Umum Wilayah
1. Batas wilayah
2. Keadaan alam
3. Administrasi pemerintahan
4. Penggunaan lahan
5. Iklim dan hidrologi
6. Geologi
7. Lain-lain
C. Kejadian Bencana
1. Sejarah kebencanaan
2. Kejadian bencana
D. Peraturan dan Kelembagan Terkait Kebencanaan
1. Peraturan daerah
2. Peraturan kepala daerah
3. Peraturan dan kebijakan lain
4. Kelembagaan
E. Pengorganisasian Pelaku Penyusunan Rencana Kontinjensi
1. Identifikasi pemangku kepentingan
2. Identifikasi peran pemangku kepentingan
II. IDENTIFIKASI ANCAMAN BENCANA DAN PRIORITAS
ANCAMAN BENCANA YANG AKAN DISUSUN DALAM
RENCANA KONTINJENSI
A. Identifikasi ancaman bencana di daerah
1. Kejadian bencana di daerah
2. Potensi ancaman bencana
B. Prioritas ancaman bencana yang akan disusun dalam rencana
kontinjensi
1. Penilaian risiko
2. Penentuan kejadian
III. SKENARIO KEJADIAN BENCANA DAN SKENARIO DAMPAK
BENCANA
A. Skenario Kejadian Bencana
1. Waktu kejadian
2. Lokasi ancaman

100 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

3. Luasan wilayah terdampak


4. Intensitas bencana
5. Durasi kejadian bencana
6. Potensi bencana ikutan (collateral)
B. Skenario Dampak Bencana
1. Aspek Kependudukan
2. Aspek Sarana dan Prasarana
3. Aspek Sosial Ekonomi
4. Aspek Ekonomi
5. Aspek Lingkungan
IV. PENETAPAN TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENANGANAN DARURAT
A. Tujuan penanganan darurat
B. Kebijakan penanganan darurat
C. Strategi penanganan darurat
V. PERENCANAAN BIDANG OPERASI
A. Pendahuluan
B. Pos Komando
C. Bidang operasi
D. Bidang operasi
E. Bidang operasi
VI. RENCANA TINDAK LANJUT
A. Desiminasi
B. Prosedur aktivasi
C. Prosedur kaji ulang
D. Prosedur formalisasi/legalisasi
E. Penyusunan ringkasan dokumen rencana kontinjensi
F. Latihan kesiapsiagaan/gladi dan simulasi
VI. PENUTUP

C. Latihan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan mendiskusikan bersama
teman sejawat:
1. Jelaskan secara rinci Format pengantar dokumen rencana
kontinjensi.
2. Jelaskan secara rinci Format dokumen rencana kontinjensi

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 101


MODUL E

D. Rangkuman
1. Format penulisan dokumen dengan standar tertentu.
2. Format terdiri dari pengantar dokumen rencana kontinjensi
sebagai pendahuluan dan Format dokumen rencana kontinjensi
yang berisi isi rencana kontinjensi.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Format penulisan dokumen rencana kontinjensi merupakan
umpan balik bagi proses sebelumnya yakni konsep penyusunan
dokumen rencana kontinjensi. Disamping itu Format penulisan
dokumen rencana kontinjensi menjadi masukan dan basis
penulisan penyusunan dokumen rencana kontinjensi pada tahap
selanjutnya.

102 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENGANTAR PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Catatan ...................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 103


MODUL E

104 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


MODUL F

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA


KONTINJENSI
MODUL F

106 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

DAFTAR ISI

MODUL F
PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA
KONTINJENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang................................... 109
B.. Deskripsi Singkat................................ 109
C.. Manfaat Modul.................................... 110
D.. Tujuan Pembelajaran........................... 111
E.. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok....... 112
F.. Petunjuk Belajar.................................. 113
BAB II
SKENARIO KEJADIAN BENCANA
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 115
B..Bahan/Materi...................................... 115
C..Latihan.............................................. 117
D..Rangkuman........................................ 118
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 118
BAB II
ASUMSI DAMPAK BENCANA
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 119
B..Bahan/Materi...................................... 119
C..Latihan.............................................. 126
D..Rangkuman........................................ 126
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 126
BAB IV
ATURAN KERANGKA KERJA PENANGANAN
DARURAT
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 127
B..Bahan/Materi...................................... 127
C..Latihan.............................................. 128
D..Rangkuman........................................ 129
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 129

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 107


MODUL F

BAB V
PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENANGANAN DARURAT
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 131
B..Bahan/Materi...................................... 131
C..Latihan.............................................. 139
D..Rangkuman........................................ 140
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 140
BAB VI
RENCANA BIDANG OPERASI
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 141
B..Bahan/Materi...................................... 141
C..Latihan.............................................. 153
D..Rangkuman........................................ 154
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 154
VI.b. PROYEKSI KEBUTUHAN SUMBERDAYA
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 155
B..Bahan/Materi...................................... 155
C.. Latihan Diskusi Kelompok..................... 167
D..Rangkuman........................................ 167
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 167
VI.c. KETERSEDIAAN SUMBERDAYA
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 169
B..Bahan/Materi...................................... 169
C..Latihan.............................................. 172
D..Rangkuman........................................ 172
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 172
VI.d. KESENJANGAN SUMBERDAYA
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 175
B..Bahan/Materi...................................... 175
C..Latihan.............................................. 177
D..Rangkuman........................................ 177
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 178

108 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyusunan dokumen rencana kontinjensi merupakan tahapan
untuk menyusun dokumen rencana kontinjensi yang meliputi
penyusunan skenario kejadian bencana dan skenario dampak
bencana, teknik penyusunan kebijakan dan strategi penanganan
darurat, perencanaan bidang operasi dengan rincian situasi,
sasaran, dan kegiatan, proyeksi kebutuhan sumberdaya tanggap
darurat, identifikasi ketersediaan sumberdaya, serta analisis
kesenjangan sumberdaya tanggap darurat. Tahapan sebelumnya
adalah pengantar penyusunan dokumen rencana kontinjensi/
format. Hasil yang diharapkan adalah draft rencana kontinjensi
yang disepakati oleh seluruh peserta penyusun rencana
kontinjensi.

B. Deskripsi Singkat
Penyusunan dokumen rencana kontinjensi merupakan tahapan
untuk menyusun dokumen rencana kontinjensi meliputi :
1. Menyusun skenario kejadian bencana dengan rincian waktu
kejadian, intensitas bencana, durasi kejadian bencana yang
dihitung atas dasar lokasi ancaman, luasan wilayah terdampak
dan potensi bencana ikutan (collateral).
2. Mengembangkan berbagai skenario dampak bencana
berdasarkan skenario kejadian bencana yang telah ditentukan
dan disepakati, sebagai dasar perencanaan kontinjensi,
meliputi dampak terhadap aspek-aspek kehidupan penduduk,
prasarana/sarana vital dan fasilitas umum, ekonomi,
pemerintahan, serta dampak lingkungan.
3. Mengidentifikasi dasar hukum maupun nilai-nilai dalam
penanganan darurat bencana, baik lokal, nasional, regional
maupun universal.
4. Menyusun rumusan kebijakan dan strategi penanganan
darurat dalam menghadapi kejadian bencana.
5. Merencanakan tugas-tugas tanggap darurat sesuai pembagian
bidang operasi, dengan rincian situasi, sasaran dan kegiatan
bidang operasi.
6. Memproyeksikan kebutuhan dan identifikasi kebutuhan
sumberdaya penanganan darurat (manusia, peralatan/

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 109


MODUL F

sarana dan prasarana), serta memahami standar minimum


penanganan darurat.
7. Mengidentifikasi potensi sumberdaya yang dimiliki oleh
daerah, serta menyusun dan menilai kemampuan, kapasitas
sumberdaya yang dapat dimobilisasi untuk mendukung
kegiatan bidang operasi saat penanganan darurat.
8. Mengidentifikasi dan menganalisis kesenjangan sumberdaya.

C. Manfaat Modul
1. Peserta mampu mengembangkan skenario kejadian bencana
berdasarkan risiko bencana yang telah ditentukan, dan
menentukan suatu skenario yang disepakati bersama sebagai
dasar perencanaan kontinjensi.
2. Peserta mampu mengembangkan scenario dampak bencana
berdasarkan skenario kejadian bencana yang telah ditentukan,
dan menentukan suatu skenario dampak bencana yang
disepakati sebagai dasar perencanaan kontinjensi.
3. Peserta mampu mengidentifikasi dasar hukum maupun nilai-
nilai dalam tanggap darurat bencana, baik lokal, nasional,
regional dan universal.
4. Peserta mampu memahami konsepsi kebijakan dan strategi
penanganan darurat.
5. Peserta mampu menyusun rumusan kebijakan dan strategi
penanganan darurat dalam menghadapi kejadian bencana
dan disepakati bersama.
6. Peserta mampu merencanakan tugas-tugas tanggap darurat
sesuai dengan pembagian bidang operasi, dengan rincian
situasi, sasaran dan kegiatan bidang operasi.
7. Peserta mampu memproyeksikan kebutuhan dan
identifikasi kebutuhan sumberdaya tanggap darurat, serta
memahami standar minimum penanganan darurat.
8. Peserta mampu melakukan identifikasi potensi sumberdaya
yang dimiliki oleh daerah untuk mendukung kegiatan bidang
operasi.
9. Peserta mampu menyusun dan menilai kemampuan, kapasitas
sumberdaya (manusia, peralatan/sarana dan prasarana).
10. Peserta mampu mengidentifikasi dan menganalisis
kesenjangan sumberdaya.

110 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Kurikuler Umum


Tujuan umum penyusunan dokumen rencana kontinjensi
adalah untuk memberikan arah dalam penyelenggaraan
pelatihan penyusunan dokumen rencana kontinjensi, serta
memberikan pegangan dan pedoman dalam pelaksanaan
pelatihan, sehingga kisi-kisi materi yang diberikan akan
standar.

2. Tujuan Kurikuler Khusus


Tujuan khusus mata pendidikan dan pelatihan penyusunan
dokumen rencana kontinjensi adalah peserta diharapkan
mampu :
a. Menyusun skenario kejadian bencana dengan rincian waktu
kejadian, intensitas bencana, durasi kejadian bencana
yang dihitung atas dasar lokasi ancaman, luasan wilayah
terdampak dan potensi bencana ikutan (collateral).
b. Mengembangkan scenario dampak bencana berdasarkan
scenario kejadian bencana yang telah ditentukan dan
disepakati bersama sebagai dasar perencanaan kontinjensi,
dampak terhadap aspek kehidupan penduduk, aspek
prasarana/sarana vital dan fasilitas umum, aspek ekonomi,
aspek pemerintahan, serta dampak aspek lingkungan.
c. Mengidentifikasi dasar hukum dan nilai-nilai dalam
penanganan darurat bencana, baik lokal, nasional, regional
dan universal.
d. Menyusun rumusan kebijakan dan strategi penanganan
darurat dalam menghadapi kejadian bencana dan
disepakati bersama.
e. Merencanakan tugas-tugas tanggap darurat sesuai dengan
pembagian bidang operasi.
f. Memproyeksikan kebutuhan dan identifikasi kebutuhan
sumberdaya penanganan darurat, dan memahami standar
minimum penanganan darurat.
g. Mengidentifikasi potensi sumberdaya yang dimiliki oleh
daerah, serta menyusun dan menilai kemampuan,
kapasitas sumberdaya (manusia, peralatan/sarana dan
prasarana) yang dapat dimobilisasi untuk mendukung
kegiatan bidang operasi saat penanganan darurat, dengan
rincian situasi, sasaran dan kegiatan bidang operasi.
h. Mengidentifikasi dan menganalisis kesenjangan
sumberdaya.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 111


MODUL F

3. Kompetensi Lulusan
Setelah mengikuti pelatihan penyusunan dokumen rencana
kontinjensi, peserta diharapkan mampu menyusun skenario
kejadian bencana dan skenario dampak bencana, menyusun
kebijakan dan strategi tanggap darurat, merencanakan
bidang operasi dengan rincian situasi, sasaran, dan kegiatan,
memproyeksikan kebutuhan sumberdaya, mengidentifikasi
ketersediaan sumberdaya, serta menganalisis kesenjangan
sumberdaya penanganan darurat.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Skenario kejadian bencana
a. Pengertian skenario
b. Pengembangan skenario kejadian bencana
2. Asumsi dampak bencana
a. Pengertian asumsi dan perannya dalam rencana kontinjensi
b. Pengembangan asumsi dampak bencana
3. Aturan kerangka kerja penanganan darurat
a. Aturan kerangka kerja penanganan darurat
b. Prinsip-prinsip kedaruratan
4. Teknik penyusunan kebijakan dan strategi penanganan
darurat
a. Konsep tujuan, kebijakan, strategi
b. Kerangka tujuan, kebijakan, startegi
c. Hubungan tujuan, kebijakan, strategi
d. Batasan rumusan
e. Penentuan masa penanganan darurat
5. Rencana bidang operasial/bidang operasi
6. Situasi, sasaran, kegiatan
a. Penentuan jalur evakuasi, tempat pengungsian, dan posko
b. Konsep sistem komando penanganan darurat bencana
(skpdb)
c. Prinsip-prinsip koordinasi operasi tanggap darurat
d. Perencanaan bidang situasi
e. Sasaran bidang
f. Kegiatan bidang
g. Pelaku/pelaksana bidang
h. Penanggungjawab bidang

112 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

i. Waktu pelaksanaan dan durasi


7. Proyeksi kebutuhan sumberdaya
a. Proyeksi kebutuhan
b. Perka no. 7 tahun 2008, tentang pemenuhan kebutuhan
dasar
c. Standar minimum penanganan darurat
d. Shpere standar
8. Ketersediaan sumberdaya
a. Potensi penanganan darurat
b. Ketersediaan sumberdaya
c. Identifikasi potensi penanganan darurat
d. Pengerahan sumberdaya kolektif
9. Kesenjangan sumberdaya
a. Analisis kesenjangan
b. Rencana masing-masing unit kerja.

F. Petunjuk Belajar
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, diharapkan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membaca secara cermat dan memahami tujuan pembelajaran
yang tertulis pada setiap awal materi :
a. Skenario kejadian bencana
b. Skenario dampak bencana
c. Aturan kerangka kerja penanganan darurat
2. Teknik Penyusunan kebijakan dan strategi penanganan
darurat
3. Rencana bidang operasial/kluster
a. Situasi, sasaran, kegiatan
b. Proyeksi kebutuhan sumberdaya
c. Ketersediaan sumberdaya
d. Kesenjangan sumberdaya
4. Mempelajari setiap sesi secara berurutan, dari awal sampai
dengan akhir materi.
5. Mengerjakan secara sungguh-sungguh sampai dengan selesai
setiap evaluasi pada setiap akhir materi.
6. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada kesungguhan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 113


MODUL F

peserta.
a. Diharapkan peserta belajar secara mandiri.
b. Untuk belajar mandiri dapat melakukannya seorang diri,
berdua, atau berkelompok dengan teman lain untuk saling
berdiskusi.
7. Disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain seperti
yang tertera pada daftar pustaka, dan jangan segan-segan
bertanya kepada fasilitator atau teman yang telah memahami
tentang materi ini.

114 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB II
SKENARIO KEJADIAN BENCANA
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu :
1. Mengembangkan berbagai skenario kejadian bencana
berdasarkan risiko bencana yang telah ditentukan.
2. Menentukan suatu skenario yang disepakati bersama sebagai
dasar perencanaan kontinjensi.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Skenario
• Skenario kejadian bencana
1. Pengertian Skenario, Peran Skenario dan Jenis-Jenis
Skenario Dalam Penyusunan Rencana Kontinjensi
Skenario adalah susunan cerita tentang risiko yang
diperkirakan/mungkin akan terjadi. Peran skenario dalam
penyusunan rencana kontinjensi untuk membuat gambaran
kejadian yang diperkirakan akan terjadi secara jelas dan
rinsi (lokasi, waktu, durasi, skala, dan dampaknya). Skenario
harus realistis. Ada dua jenis skenario yang biasanya dibuat
yaitu kejadian yang paling mungkin terjadi dan yang paling
berat berdasarkan kesejarahan setempat. Untuk suatu daerah
pada waktu tertentu, dibuat skenario yang paling mungkin
terjadi, berdasarkan masukan dari narasumber berkompeten
dibidangnya seperti dari BMKG/PVMBG/BPPTK/ BBWS/PU /
Kehutanan, dll.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 115


MODUL F

Diskusi kelompok peserta

2. Pengembangan Skenario Kejadian Bencana


Pengembangan skenario kejadian bencana adalah suatu
narasi deskriptif yang menjelaskan hasil penelitian dari para
ilmuwan/ahli/narasumber yang berkompeten di bidangnya
terutama mengenai kajian atau prediksi intensitas kejadian
bencana dan luasan daerah yang akan terdampak, serta
mekanisme proses terjadinya bencana. Kejelian para peserta
serta kedalaman pengembangan skenario akan menentukan
detail penyusunan rencana kontinjensi baik untuk kejadian
bencana alam, non-alam, dan bencana sosial.
Untuk mendapatkan skenario kejadian berdasarkan data
ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan
(scientific), serta potensi bencana data terkini (update),
maka pengembangan skenario kejadian bencana difasilitasi
oleh narasumber yang berkompeten dibidangnya seperti
pengembangan skenario untuk ancaman bencana gempa
bumi dan tsunami narasumber berasal dari Badan Meterologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Pengembangan skenario
ini akan terkait erat dengan prosedur yang akan dilakukan
oleh petugas ataupun masyarakat pada saat situasi darurat
bencana. Pada ancaman bencana tertentu, bias diuraikan
tentang peringatan yang akan dikeluarkan pemerintah
provinsi/ kabupaten/kota sesuai dengan skala ancaman
bencana, seperti status waspada, siaga dan awas untuk
ancaman erupsi gunung berapi.

116 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Skenario kejadian yang dipilih selanjutnya dikembangkan


berdasarkan kesepakatan bersama peserta dapat berupa
skenario terburuk (worse case scenario) atau skenario yang
paling mungkin terjadi (most probable scenario). Dalam
pengembangan skenario, perlu diperhatikan hal-hal berikut
ini:
a. Waktu kejadian
Contoh: kejadian gempabumi di pagi hari atau di malam
hari akan menimbulkan banyak korban karena sebagian
besar penduduk beraktivitas di dalam gedung.
b. Intensitas bencana
Kekuatan bencana misalnya besaran gempabumi dengan
ukuran SR pada kedalaman yang dangkal, atau banjir
dengan ketinggian air dalam meter.
c. Durasi kejadian bencana yang dihitung atas dasar
Lamanya kejadian bencana, misalnya banjir yang terjadi
dalam waktu 4 hari. Berulangnya kejadian bencana,
misalnya terjadi banjir beberapa kali dalam satu periode
sesudah surut.
d. Lokasi ancaman
Lokasi potensi atau kejadian bencana
e. Luasan wilayah terdampak
Luasan wilayah seberapa luas dampak kejadian memapar
suatu daerah, dapat berupa desa, kecamatan, bahkan
kabupaten.
f. Potensi bencana ikutan (collateral)
skenario kejadian mempertimbangkan potensi bahaya
ikutan (collateral hazard) seperti gempa bumi berpotensi
tsunami. Skenario disusun dengan Gempabumi kejadian
dengan potensi bencana ikutan tsunami yang dapat
berdampak pada kerusakan-kerugian akibat gempa bumi
dan tsunami.

C. Latihan
Berdasarkan materi yang didapatkan, coba berlatih dengan
membuat skenario kejadian banjir, longsor, letusan gunungapi,
dan gempabumi/tsunami. Susun skenario kejadian suatu
ancaman, menggambarkan bagaimana awal kejadiannya mulai
dari gejala-gejala peringatan dini, siaga darurat sampai dengan
tanggap darurat bencana. Skenariokan waktu kejadian, intensitas

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 117


MODUL F

bencana, durasi kejadian bencana yang dihitung atas dasar lokasi


ancaman, luasan wilayah terdampak, potensi bencana ikutan
(collateral impact).

D. Rangkuman
1. Pengertian skenario, peran skenario dan jenis skenario dalam
penyusunan rencana kontinjensi.
2. Mengembangkan berbagai skenario kejadian bencana.
3. Memahami dan menyepakati unsur-unsur pengubah
(modifiers) yang menimbulkan lebih dari satu skenario. Waktu
kejadian, intensitas bencana, durasi kejadian bencana, lokasi
ancaman, luasan wilayah terdampak, potensi bencana ikutan
(collateral).

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Skenario kejadian bencana yang dikembangkan menjadi masukan
kembali bagi analisis risiko yang telah disusun pada tahap
sebelumnya. Skenario kejadian bencana merupakan konskuensi
logis bagi skenario dampak bencana yang akan disusun tahap
selanjutnya.

118 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB II
ASUMSI DAMPAK BENCANA
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu :
• Mengembangkan berbagai asumsi dampak bencana
berdasarkan skenario kejadian bencana yang ditentukan.
• Menentukan suatu asumsi dampak yang disepakati bersama
sebagai dasar perencanaan kontinjensi.
• Menarik asumsi-asumsi tentang skala dampak kejadian
bencana, dan menentukan ambang penanganan darurat
(emergency response threshold).

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Asumsi
• Asumsi Dampak
1. Pengertian Asumsi dan Perannya dalam Penyusunan
Skenario Dampak
Asumsi merupakan dasar penyusunan scenario yang
menjadi bahan penilaian/penghitungan dampak bencana.
Pengembangan asumsi dampak harus mempertimbangkan
kerentanan dan kapasitas lokal masyarakat yang terkena
dampak bencana seperti pemahaman masyarakat akan
risiko, kesiapsiagaan, dan ketersediaan sumber daya
dalam penanggulangan bencana. Sesi ini juga menjelaskan
mengenai asumsi dampak terhadap aspek-aspek kehidupan
akibat kejadian suatu bencana sesuai kesepakatan penetapan
scenario kejadian pada bab sebelumnya. Skenario dampak
berfokus pada aspek-aspek terdampak yang harus segera
dipulihkan dalam upaya penanganan darurat.

2. Pengembangan Asumsi Dampak Bencana


Pengembanganskenario dampak dapat berasal dari data
peta risiko atau dikembangkan dari peta bahaya yang
ditumpangsusunkan (overlay) dengan data aspek-aspek
terdampak bencana. Pengembangan asumsi bertujuan untuk
mengetahui asumsi dampak dari skenario kejadian bencana
terutama aspek yang harus segera diperbaiki/dipulihkan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 119


MODUL F

fungsinya selama masa penanganan darurat bencana. Asumsi


dikembangkan berdasarkan kesepakatan bersama peserta,
bisa berupa skenario terburuk dan/atau asumsi yang paling
mungkin terjadi. Data asumsi dampak dapat berasal dari
data peta risiko atau dikembangkan dari peta bahaya yang di
overlay dengan data jumlah penduduk, data jenis dan jumlah
sarana dan prasaran vital.
Pengembangan asumsi dampak harus memperhatikan:
a. Skenario kejadian
b. Waktu terjadinya bencana (misalnya : pagi, siang, malam).
c. Jenis, jumlah dan lokasi infrastruktur pendukung evakuasi
yang dapat diakses seperti alat untuk diseminasi peringatan
dini, jalan, jembatan, tempat evakuasi sementara,
d. Aspek sosial, seperti kapasitas masyarakat dalam merespon
bencana, ritual adat atau kegiatan yang menyebabkan
konsentrasi massa tertumpuk pada satu lokasi (contoh:
Tour of The Singkarak, Larung Sesajen, dan lain-lain).
e. Hal-hal lain yang berpengaruh terhadap besar-kecilnya
kerugian/kerusakan.

3. Asumsi Dampak Bencana


Dalam mengembangkan skenario dampak, setidaknya
terdapat 4 (empat) aspek yang harus diidentifikasi yaitu:
a. Kehidupan Penduduk

120 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

b. Fasilitas/Asset (fasum, fasos seperti mesjid, gereja, sarana


vital seperti PLN, PDAM, TELKOM), termasuk pemerintahan
(kantor, aparat, peralatan, dokumen/arsip, layanan publik)
c. Ekonomi (pasar, pabrik, ruko, perbankan, transportasi,
BBM, sembako, ternak, dll)
d. Lingkungan (sawah, ladang, tambak, hutan, mangrove,
sumber air, dll)
Meski demikian, pada penyusunan dampak bencana
aspek terdampak dapat dikembangkan, misalnya dengan
menambahkan aspek pemerintahan.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 121


122
1. Aspek Kehidupan Penduduk
MODUL F

Tabel dampak pada aspek kehidupan/penduduk


Perkiraan Keadaan Pengungsi
Jumlah Total
Penambahan Jiwa Luka Berat Non
Jumlah Penduduk di Meninggal Hilang Pindah Pengungsi
No Kecamatan Penduduk di Terancam Luka Ringan Perawatan
Penduduk Siang Hari
Siang Hari
% Jumlah Jumlah % Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 20 21 22
1
2
3

Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


JUMLAH

Keterangan:
1. Jumlah penduduk adalah jumlah jiwa di kecamatan yang bersangkutan
2. Jiwa terancam adalah asumsi yang akan terancam bencana, berbeda dengan jumlah penduduk
sesuai dengan batas administrasi.
3. Meninggal adalah asumsi yang meninggal jika ada bencana sesuai skenario.
4. Hilang adalah asumsi yang hilang jika ada bencana sesuai skenario.
5. Pindah adalah asunsi jiwa yang pindah ke tempat lain, dan tidak mengungsi di tempat pengungsian,
sehingga tidak dilayani sebagai pengungsi.
6. Keadaan pengungsi adalah asumsi jumlah pengungsi sesuai luka ringan, luka berat, dan sehat.
7. Luka ringan adalah asumsi luka yang hanya memerlukan rawat jalan.
8. Luka berat adalah asumsi luka yang memerlukan rawat inap.
9. Non perawatan adalah asumsi pengungsi yang tidak mendapatkan rawat jalan ataupun rawat
inap.
Keca- Jumlah Laki-laki Prempuan Bumil Busui Bayi Balita 10 - 14 Th 15 - 19 Th Lansia Disabilitas
No
matan Penduduk % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah

1 2 3 4 5 7 8 9 10 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 27 28

Keterangan:
• Persentase Kelompok Rentan yaitu ibu hamil, ibu menyusui bayi balita, lansia dan orang cacat
dapat dihitung dari persentase dari data asumsi penduduk pengungsi.
• Pada kolom Disabilitas dapat dirinci berdasarkan kategori hambatan (hambatan melihat,
mendengar, bicara, bergerak, berkomunikasi).
No Kecamatan Jumlah WUS Non WUS
Penduduk (%) Jumlah (%) Jumlah
Prempuan
1 2 3 4 5 6 7

Keterangan:
• WUS (Wanita Usia Subur) adalah wanita usia reproduktif umur 15-49 tahun. Non WUS adalah
kelompok wanita di luar kelompok WUS.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

123
MODUL F

2. Aspek Prasarana/Sarana Vital dan Fasilitas Umum


Dampak pada aspek prasarana/sarana didapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori yaitu:
a. prasarana/sarana vital.
Prasarana/sarana vital adalah seluruh fasilitas/asset
yang sangat terkait fungsinya sebagai aspek pendukung
penyelamatan jiwa dan pemenuhan kebutuhan dasar
sehingga harus menjadi prioritas utama untuk dipulihkan
fungsinya pada masa tanggap darurat, seperti: komunikasi,
pelayanan kesehatan, air bersih, listrik, transportasi (jalan,
jembatan, bandara, pelabuhan, kendaraan).
b. Fasilitas umum.
Fasilitas umum adalah fasilitas/aset yang perlu dipulihkan
fungsinya segera tapi masih bisa menunggu setelah
pemulihan prasarana/sarana vital teratasi, seperti: kantor
pemerintahan, sekolah, sarana ibadah.
Tabel di bawah ini merupakan contoh tabel yang bisa
digunakan untuk penentuan dampak
terhadap prasarana/sarana vital dan fasilitas umum.
Tabel Dampak pada Aspek Prasarana/Sarana Vital dan
Fasilitas Umum

Tingkat Kerusakan Lama


No. Jenis Bangunan Gangguan
Fungsi (Hari)
Berat Ringan
A Sarana dan Prasarana vital
Rumah Sakit, Puskesmas,
1
Pustu
2 Listrik
3 Air
4 Komunikasi
5 Prasarana transportasi
Jalan
Jembatan
Lapangan Terbang
Pelabuhan, dll
B Fasilitas Umum
1 Sekolah
2 Kantor Pemerintahan
C Pemukiman Penduduk
1 Rumah

124 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Keterangan:
• Gangguan fungsi adalah : masa perkiraan ketidakberfungsian
aset/sarana prasarana yang diakibatkan oleh dampak bencana.
3. Aspek Ekonomi
Dampak pada aspek ekonomi meliputi terganggunya
kegiatan perekonomian/perdagangan serta akses penduduk
pada pangan, dapat berupa: kerusakan pasar tradisional,
gagal panen, dan lain-lain. Tabel berikut digunakan untuk
menguraikan dampak pada aspek ekonomi.
Tabel dampak pada aspek ekonomi
Tingkat
Lama Gangguan
No Jenis Kerusakan
Fungsi (Hari)
Berat Ringan
A Pasar Tradisional
B Lahan pertanian
C Hasil pertanian
D Ternak
TOTAL

4. Dampak Aspek Lingkungan


Dampak pada aspek lingkungan dapat berupa kerusakan,
pencemaran, dan lain-lain.
Tabel dampak pada aspek lingkungan
Tingkat Kerusakan
No Jenis Keterangan
Berat Ringan
Pencemaran (air, udara,
A
...)
B Kerusakan hutan/lahan
TOTAL

Aspek terdampak lainnya dari pengembangan skenario bisa


disesuaikan dengan jenis bencana dan keadaan wilayah yang
terkena bencana.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 125


MODUL F

C. Latihan
Susunlah asumsi dampak bencana berupa:
1. Daerah yang terdampak (kecamatan, desa/kelurahan)
2. Jumlah populasi terdampak, prosentase jiwa yang :
a. Terancam
b. Meninggal
c. Hilang
d. Luka-luka
e. Mengungsi
f. Pindah

D. Rangkuman
1. Pengertian Skenario, peran Skenario dan jenis skenario dalam
penyusunan Rencana kontinjensi.
2. Mengembangkan berbagai skenario dampak bencana
berdasarkan skenario kejadian bencana yang ditentukan.
Dampak aspek kehidupan penduduk, prasarana/sarana vital
dan fasilitas umum, ekonomi, dan dampak lingkungan
3. Memahami dan menyepakati unsur-unsur pengubah
(modifiers) yang menimbulkan lebih dari satu skenario.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Skenario dampak bencana yang dikembangkan menjadi masukan
kembali bagi skenario kejadian bencana, apakah sudah tepat
antara kejadian dan dampaknya. Sementara skenario dampak
bencana, akan menjadi materi bagaimana meresponsnya, untuk
melaksanakan kegiatan penanganan darurat bencana dengan
menyusun kerangka kerja dan menyusun rencana bidang
operasial/bidang operasi.

126 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB IV
ATURAN KERANGKA KERJA PENANGANAN
DARURAT
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu memahami
dasar hukum, nilai-nilai dalam penanganan darurat bencana, baik
lokal, nasional, regional dan universal, serta memamami prinsip-
prinsip kedaruratan serta tujuan, kebijakan dan strategi secara
konseptual.
B. Bahan/Materi
Kata Kunci:
• Aturan kerangka kerja penanganan darurat
• Prinsip-prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan dalam penanganan
darurat
1. Aturan Kerangka Kerja Penanganan darurat
Aturan kerangka kerja penanganan darurat meliputi hukum
positif yang berlaku maupun prinsip-prinsip umum yang
diakui secara universal dan mengikat secara moral. Dengan
mencermati aturan kerangka kerja, dapat memastikan upaya
penanganan darurat tetap focus pada prioritas penyelamatan
jiwa dan perbaikan prasarana/sarana vital untuk berfungsinya
pelayanan public secepatnya. Tujuan dan strategi mencakup
aspek-aspek durasi penanganan darurat, kelompok rentan,
kebutuhan dasar, kesehatan, social, penyelamatan jiwa,
manajemen penanganan darurat.
Dalam situasi kedaruratan, waktu merupakan faktor utama
yang mempengaruhi aturan kerangka kerja seluruh kegiatan
respon tanggap darurat. Pentingnya melaksanakan tugas
secara cepat dan tepat yang menuntut pengambilan keputusan
secara cepat dan tepat pula untuk mencegah/ mengurangi
jatuhnya korban jiwa serta meluasnya dampak bencana.

2. Prinsip-prinsip Kedaruratan
Dalam situasi darurat diperlukan tindakan segera untuk
pemulihan keadaan agar kembali pulih dalam waktu segera.
Agar tujuan penanganan darurat dapat tercapai, perlu
dipedomani prinsip-prinsip yang merupakan bagian dari
aturan kerangka kerja. Prinsip-prinsip tersebut dapat bersifat
mengikat secara hukum maupun yang mengikat secara moral.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 127


MODUL F

Aturan-aturan hukum yang memuat prinsip penanganan


darurat tersedia dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, mulai dari UU 24/2007, PP 21/2008, PP
22/2008, PP 23/2008, sejumlah perka BNPB (terutama Perka
7/2008, Perka 6a/2011, Perka 3/2016) dan peraturan terkait
yang dikeluarkan kementerian/lembaga dan daerah.
Sedangkan prinsip-prinsip yang mengikat secara moral banyak
dijumpai dalam berbagai deklarasi, guidelines, maupun
kesepakatan-kesepakatan regional dan internasional seperti
Proyek SPHERE, Oslo Guiedelines, Kode Etik Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional, Core Humanitarian
Standar dll. Diantara kesepakatan internasional juga ada
yang mengikat secara hukum karena telah diratifikasi dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti Deklarasi
Umum HAM, Konvensi Jenewa, dll.
Semua prinsip tersebut pada umumnya untuk menjadi dasar
kerangka kerja dalam rangka menangani dampak buruk yang
ditimbulkan bencana. Meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana. Prioritas utama adalah
penyelamatan jiwa manusia. Pada saat penanganan darurat,
tata cara pemenuhan kebutuhan dasar misalnya:
a. Pentingnya menentukan dengan jelas pemenuhan
kebutuhan dasar termasuk manajemen logistik dan
peralatan.
b. Pentingnya melaksanakan tugas secara cepat dan tepat
yang menuntut pengambilan keputusan secara cepat dan
tepat pula untuk mencegah/mengurangi jatuhnya korban
jiwa serta meluasnya dampak bencana.
c. Pemenuhan kebutuhan dasar yang berdasar pada prinsip-
prinsip universal.
d. Pelibatan dan pembagian peran seluruh pemangku
kepentingan yang bertanggung jawab di dalam keadaan
darurat.
C. Latihan

Daftar Pertanyaan:
1. Apakah yang dimaksud dengan kerangka kerja penanganan
darurat?
2. Apa saja aturan kerangka kerja yang berlaku dalam hukum
positif Indonesia dan apa pula yang terdapat dalam instrument

128 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

regional/internasional?
D. Rangkuman
• Memahami dasar hukum, nilai-nilai dalam penanganan darurat
bencana, baik lokal, nasional, regional dan universal,
• Memamami prinsip-prinsip kedaruratan serta tujuan, kebijakan
dan strategi secara konseptual.
E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Aturan kerangka kerja dalam tanggap darurat menjadi umpan
balik untuk tahapan sebelumnya yakni skenario kejadian dan
skenario dampak bencana. Menjadi dasar pemikiran untuk
tindak lanjut berupa teknik penyusunan kebijakan dan strategi
penanganan darurat.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 129


MODUL F

130 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB V
PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENANGANAN DARURAT
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu menyusun
kerangka kerja penanganan darurat meliputi tujuan, kebijakan
dan strategi penanganan darurat bencana.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Tujuan penanganan darurat
• Kebijakan penanganan darurat
• Strategi penanganan darurat
• Batasan perumusan kebijakan dan strategi penanganan
darurat
• Konsep Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana
(SKPDB)
1. Konsep Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penanganan
darurat
Tujuan, kebijakan dan strategi tanggap darurat merupakan
prinsip emergency respons atau menanggapi keadaan
saat penanganan darurat sesuai dengan skenario kejadian
bencana dan skenario dampak bencana yang telah ditetapkan.
Merupakan prinsip dasar dan game-rule yang menentukan
gerak penanganan darurat. Unsur “nilai” penting dalam
penanganan darurat dengan memperhatikan hierarkhi nilai
global (HAM, humaniter, hukum pengungsian), nasional, dan
lokal yang formal dan mengikat secara hukum.
Merujuk pada pasal 21 ayat (1) PP No 21/2008 Tentang
Penyelenggaraan PB, disebutkan penyelenggaraan PB pada
saat penanganan darurat adalah :
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. pemenuhan kebutuhan dasar;
e. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 131


MODUL F

Dari huruf c sampai dengan f diatas, dapat dipahami bahwa


“tujuan penanganan darurat” sudah baku dalam PP No 21/2008
tersebut. Disetiap keadaan darurat bencana, point- point
tersebutlah yang menjadi target penanganan darurat. Namun
situasi riil dan spesifik disetiap kejadian akan membedakan
strategi dan kebijakan apa yang diambil untuk mencapai
tujuan tersebut.
Secara umum, “Tujuan” dapat didefinisikan sebagai kondisi
atau hasil akhir yang ingin dicapai. Dalam konteks perencanaan
kontinjensi, yang menggunakan istilah “Tujuan Penanganan
darurat”, dapat didefinisikan sebagai kondisi atau hasil
akhir yang ingin dicapai atau diatasi melalui tindakan/upaya
penanganan darurat. Dengan kata lain, “tujuan penanganan
darurat” berisi statemen yang menjelaskan kondisi atau
hasil akhir secara umum yang ingin dicapai secara bersama
dalam merespon situasi darurat bencana yang terjadi. Dalam
penyusunan rencana kontinjensi, perumusan kalimat tujuan
langsung merujuk pada peraturan tersebut dan tidak perlu
dirumus-ulang lagi.

2. Kerangka Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penanganan


darurat
Penetapan tujuan, kebijakan dan strategi penanganan darurat
memprioritaskan pada penyelamatan jiwa dan perbaikan
prasarana/sarana vital untuk berfungsinya pelayanan publik
secepatnya. Kebijakan dan strategi mencakup aspek-aspek
durasi tanggap darurat, kelompok rentan, kebutuhan dasar,
kesehatan, sosial, penyelamatan jiwa, manajemen penanganan
darurat. Dalam situasi kedaruratan, waktu merupakan faktor
utama dalam melatarbelakangi seluruh kegiatan respon
penanganan darurat. Pentingnya melaksanakan tugas secara
cepat dan tepat yang menuntut pengambilan keputusan
secara cepat dan tepat pula untuk mencegah/ mengurangi
jatuhnya korban jiwa serta meluasnya dampak bencana.
“Kebijakan tanggap darurat” merupakan produk politis
pemerintah daerah yang dikeluarkan untuk dapat
melaksanakan “tujuan” yang akan dicapai dalam pelaksanaan
penanganan darurat. “Kebijakan-kebijakan” dapat diartikan
untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Strategi penanganan darurat bencana adalah cara atau
upaya untuk mencapai kebijakan penanganan darurat yang
telah ditetapkan. Strategi merupakan cara, ilmu, seni atau
juga taktik yang digunakan dan mengerahkan berbagai

132 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

sumberdaya yang ada untuk merealisasikan kebijakan yang


telah ditetapkan, yang biasanya bersifat bidang operasial dan
strategis taktis dilapangan. Posisi strategi berada satu tingkat
dibawah kebijakan, satu point rumusan kebijakan dapat
menurunkan satu atau beberapa strategi.

3. Hubungan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penanganan


darurat
Dalam perencanaan kontinjensi, perumusan kerangka kerja
dituangkan mulai dalam bentuk tujuan, kebijakan dan strategi
(di level strategis) hingga perencanaan di tingkat bidang
operasial/bidang operasi (operasional dan teknis, dibahas
pada mata diklat berikutnya). Tahap perumusan kebijakan
dan strategi merupakan kelanjutan yang sekuen dari tahap
sebelumnya, yaitu tahap penyusunan skenario kejadian dan
skenario dampak.
Tujuan diambil dari rumusan peraturan (PP No 21/2008),
sedangkan kebijakan dan strategi belum bisa dirumuskan
apabila rumusan skenario kejadian dan skenario dampak
belum ada. Dengan kata lain, skenario kejadian dan skenario
dampak adalah syarat untuk dapat merumuskan strategi
dan kebijakan. Pada level tujuan, kebijakan dan strategi
belum akan terlihat unit (bidang operasial/bidang operasi)
di dalam organisasi komando penanganan darurat yang
akan bertanggungjawab melaksanakannya karena belum
didetailkan secara lebih teknis.
Tujuan, kebijakan dan strategi masih menjadi landasan, dasar
dan acuan secara bersama dalam operasi penanganan darurat.
Para pihak yang terlibat dalam organisasi komando penanganan
darurat baru akan tahu apa yang harus dicapai ketika bidang
operasi/bidang operasi telah dibentuk, sasaran masing-masing
bidang operasi/bidang operasi telah dirumuskan, kegiatan
dan pelaku teridentifikasi serta kebutuhan dan pemenuhan
kesenjangannya telah tersusun. Kaitan tujuan, kebijakan
dan strategi dengan skenario kejadian dan skenario dampak
dalam perencanaan kontinjensi dapat dilihat sebagai berikut:

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 133


MODUL F

HUBUNGAN TUJUAN, KEBIJAKAN DAN


STRATEGI TD

Penentun Kejadian dan Skenario

Penentuan Kejadian

Skenario Kejadian

Skenario Dampak

Aspek Aspek Aspek Aspek


Terdampak 1 Terdampak 2 Terdampak 3 Terdampak 4

Hubungan Tujuan, Kebijakan dan strategi


Tujuan
(Pasal 21 ayat (1) PP
(21/2008)

Kebijakan 1 Kebijakan 2 Kebijakan 3 Kebijakan 4

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4

Kalimat atau statemen kebijakan merupakan turunan dari


tujuan, tentang bagaimana cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Kalimat kebijakan dan strategi masih belum
operasional teknis sehingga rumusannya belum berbahasa
kegiatan spesifik. Selain itu, strategi tidak dapat dirumuskan
apabila kebijakan belum dirumuskan.
Kebijakan dan strategi penanganan darurat yang dicantumkan
dalam dokumen perencanaan kontinjensi akan disepakati
bersama, selanjutnya kebijakan dan strategi penanganan
darurat akan menjadi acuan dalam merumuskan perencanaan
bidang operasi/bidang operasial. Kebijakan dan strategi juga
akan menjadi dasar dalam penentuan jumlah bidang operasi/
bidang operasi yang perlu dibentuk karena sampai tahap
ini beban kerja penanganan darurat sudah mulai terlihat.
Disamping itu, kebijakan dan srategi akan menjadi acuan bagi

134 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

oleh masing masing bidang operasi/bidang operasi dalam


merumuskan sasaran dan kegiatan masing-masing (kerangka
kerja yang lebih operasional dan teknis).

4. Batasan Dalam Merumuskan Kebijakan dan Strategi


Penanganan darurat
Perumusan kebijakan dan strategi tanggap darurat harus
berdasarkan situasi yang dihadapi sebagaimana tergambarkan
dalam skenario kejadian dan skenario dampak. Namun
disamping itu, perlu juga memperhatikan aturan kerangka
kerja penanganan darurat juga akan membatasi, khususnya
Pasal 21 (1) PP No 2/2008 yang telah disampaikan diatas.
Dari kutipan pasal PP tersebut, dapat dipahami bahwa
kebijakan dan strategi penanganan darurat tidak boleh
keluar dari batasan-batasan tujuan manajemen PB di dalam
fase penanganan kedaruratan. Dengan demikian rumusan
statemen kebijakan dan strategi Tanggap Darurat tidak
termasuk hal-hal yang berhubungan dengan manajemen saat
situasi pra bencana ataupun rehabilitasi-rekonstruksi.
Sampai disini perlu ditekankan bahwa kebijakan dan strategi
yang dirumuskan, akan dipakai pada tahap selanjutnya, yaitu
Perencanaan Bidang operasial. Dimana ketika masing-masing
bidang operasi/bidang operasi telah dibentuk dan sasaran
beserta kegiatan dirumuskan, harus bisa diargumenkan
kaitannya dengan tujuan, kebijakan dan strategi penanganan
darurat.
Kebijakan merupakan kebijakan setempat yang bersifat
mengikat karena dalam penanganan darurat diberlakukan
kesepakatan-kesepakatan yang harus dipatuhi oleh semua
pihak. Menetapkan kebijakan dari aspek tanggungjawab
pemerintah, hak masyarakat terkena bencana, koordinasi
lintas bidang operasial, hubungan dan bantuan internasional,
dan lain-lain yang merupakan kebijakan dasar pekerjaan
penanganan darurat dan menjadi dasar perencanaan
kontinjensi.
Strategi harus mampu mewadahi kegiatan yang akan
dilakukan oleh masing-masing bidang operasi sesuai
dengan sifat/karakteristik bidang tugas bidang operasi.
Seperti halnya penetapan kebijakan, penentuan strategi
harus memperhatikan aspek tanggungjawab pemerintah,
hak masyarakat terkena bencana, koordinasi lintas bidang
operasi, hubungan dan bantuan internasional, dan lain-lain.
Sebagai contoh kebijakan operasi tanggap darurat dalam

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 135


MODUL F

bidang pencarian dan penyelamatan adalah melaksanakan


penyelamatan secara cepat, tepat dan efektif. Strategi
yang dapat dilakukan adalah menyiapkan sarana pencarian
dan evakuasi yang memadai, personil SAR yang terlatih,
pengerahan sumberdaya masyarakat lokal dalam pencarian,
pengerahan helikopter untuk penyelamatan udara dan
sebagainya.

5. Konsep Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana


(SKPDB)
Penanganan darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana, adalah
satu kesatuan upaya terstruktur dalam satu komando
yang digunakan untuk mengintegrasikan kegiatan
penanganan darurat secara efektif dan efisien dalam
mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan
menanggulangi dampak pada saat keadaan darurat
bencana.
Sistem penanganan darurat bencana ini yang d i g u n a k a n
oleh semua instansi/lembaga untuk:
a. Mengintegrasikan pemanfaatan sumberdaya manusia,
peralatan dan anggaran.
b. Melaksanakan manajemen darurat yang efektif serta
menuntut pengembangan dan penggunaan kapasitas
diprioritaskan secara tepat selama tanggap darurat.
Menggunakan konsep komunikasi terpadu, semua instansi
dan lembaga yang terkait harus menggunakan standar
operasi tetap, jaringan radio dan standar lain yang sama,
sehingga semua personil dapat saling berkomunikasi.
c. Menggunakan konsep Pos Komando (Posko) yang
merupakan tempat untuk
d. Memfasilitasi pelaku-pelaku utama dalam hal rapat,
pengambilan keputusan, koordinasi, berfungsi sebagai
pengarah dan pengawas, penilai situasi, menentukan
prioritas, dan pengelolaan sumberdaya.

136 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

e. Mengelola sumberdaya secara komprehensif untuk


mengatur dan memaksimalkan penggunaan sumberdaya,
pengendalian yang solid, mengurangi beban komunikasi,
menunjukkan akuntabilitas, mengurangi kerja sendiri, yang
pada intinya mengarah pada penggunaan sumberdaya
manusia, peralatan, dan pendanaan yang paling efektif.
6. Penentuan Masa Penanganan darurat
Ketika situasi darurat bencana terjadi, perlu penetapan status
masa penanganan darurat oleh kepala daerah sebagai bagian
dari strategi. Berikut ini kisi-kisi penentuan masa penanganan
darurat tersebut:
a. Status keadaan darurat bencana dimulai sejak status
siaga darurat, penanganan darurat, dan transisi darurat
ke pemulihan.
b. Dasar penentuan status di dalam keadaan darurat merujuk
pada kewenangan kepala daerah yang dimandatkan UU
No 24 Tahun 2007 dan peraturan turunannya, dengan
memperhatikan hasil kaji cepat dan dokumen rencana
kontinjensi.
c. Penentuan masa penanganan darurat merupakan prasyarat
untuk aktivasi rencana operasi penanganan darurat, secara
otomatis aktivasi Sistem Komando Penanganan Darurat
Bencana.
d. Pemicu dan jangka waktu masing-masing status dalam
keadaan darurat untuk setiap skenario dan jenis bencana.
1) Status Siaga Darurat
Siaga Darurat Bencana adalah suatu keadaan dimana
terdapat potensi bencana, yang digambarkan dengan
peningkatan eskalasi ancaman. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi terdapat
potensi terjadi bencana dilakukan dalam bentuk:
a) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian
sistem peringatan dini, dengan mengamati gejala
bencana, menganalisa data hasil pengamatan,
mengambil keputusan berdasarkan hasil analisa,
menyebarluaskan hasil keputusan, mengambil
tindakan oleh masyarakat.
b) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan
pemenuhan kebutuhan dasar;
c) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi
tentang mekanisme penanganan darurat;

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 137


MODUL F

d) Penyiapan lokasi evakuasi;


e) Penyusunan data akurat, informasi, dan
pemutakhiran prosedur tetap penanganan darurat
bencana; dan
f) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan
peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana
dan sarana vital
2) Status Tanggap Darurat
Penanganan darurat Bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan. Dalam UU 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana dinyatakan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
penanganan darurat meliputi:
1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2) penentuan status keadaan darurat bencana;
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena
bencana;
4) pemenuhan kebutuhan dasar;
5) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana
vital.
Jika satu peristiwa/rangkaian peristiwa secara kualitatif
telah memenuhi unsur mengganggu kehidupan,
penghidupan masyarakat serta memerlukan tindakan
segera dan memadai, maka situasi tersebut dapat
dinyatakan dalam ”keadaan darurat bencana”.
Sedangkan jika hanya salah satu unsur yang terpenuhi,
hal tersebut belum dapat dikategorikan sebagai keadaan
darurat bencana.
3) Transisi Darurat Ke Pemulihan
Status Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan
adalah keadaan dimana penanganan darurat bersifat
sementara/permanen berdasarkan kajian teknis
dari instansi yang berwenang dengan tujuan agar
sarana prasarana vital serta kegiatan sosial ekonomi
masyarakat segera berfungsi, yang dilakukan sejak

138 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

berlangsungnya penanganan darurat sampai dengan


tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dimulai.
Masa Darurat Bencana dapat dinyatakan selesai
sebelum periode operasi yang ditetapkan bila
berdasarkan rekomendasi dari Komandan penanganan
darurat bencana menyatakan bahwa keadaan darurat
telah selesai ditangani.
Berikut ini beberapa contoh rumusan kerangka kebijakan
terkait penetapan status darurat:
JENIS PENANGANAN TRANSISI KE
No SIAGA DARURAT
BENCANA DARURAT PEMULIHAN

Mempertimbangkan
Mempertimbangkan Mempertimbangkan
LETUSAN Status dari PVMBG -
1 Status dari PVMBG - Status dari PVMBG -
GUNUNG API WASPADA level 2 atau
SIAGA level 3 AWAS level 4
NORMAL level 1

Mempetimbangkan
BENCANA Mempertimbangkan Mempertimbangkan
ISPU diatas 101 -
ASAP/ ISPU diatas 300 atau ISPU Menurun
199 atau 200 - 299
2 KEBAKAR kebakaran hutan dan dibawah 100 dan/atau
dan/atau kebakaran
AN HUTAN lahan semakin kebakaran hutan dan
hutan dan lahan
DAN LAHAN meluas lahan padam
mulai terjadi

Mempertimbangkan
Masukan BMKG, Mempertimbangkan
Mempertimbangkan
3 BANJIR Curah Hujan semakin Masukan BMKG, Terjadi
Banjir mulai surut
meningkat diatas Banjir
Normal

Mempertimbangkan
Mempertimbangkan
TANAH Masukan PVMBG, Terjadi Tanah
4 Penanganan Darurat
LONGSOR Adanya Gerakan Longsor
Hampir Selesai
Tanah

Mempertimbangkan
BANJIR Terjadi Banjir
5 Penanganan Darurat
BANDANG Bandang
Hampir Selesai

Mempertimbangkan
6 GEMPA BUMI Terjadi Gempa Bumi Penanganan Darurat
Hampir Selesai

GEMPA BUMI Mempertimbangkan


Terjadi Gempa Bumi
7 dan Penanganan Darurat
dan Tsunami
TSUNAMI Hampir Selesai

C. Latihan
Diskusikan dengan menjawab pertanyaan:
1. Apakah yang dimaksud dengan strategi penanganan darurat?
2. Apapula yang dimaksud dengan kebijakan penanganan darurat
dan apapula kaitannya dengan strategi penanganan darurat?
3. Apa manfaat penetapan strategi dan kebijakan dalam

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 139


MODUL F

menajemen penanganan darurat?


4. Apa hubungan skenario kejadian dengan skenario dampak
dengan strategi dan kebijakan?

D. Rangkuman
1. Kerangka kerja penanganan darurat berupa kebijakan dan
strategi penanganan darurat berdasarkan aturan international
dan nasional.
2. Kebijakan dan strategi secara konseptual didasarkan pada
skenario kejadian dan skenario dampak bencana yang menjadi
acuan penanganan darurat bencana
3. Kebijakan dan strategi dengan berpedoman pada aturan
kerangka kerja penanganan darurat.
4. Penentuan Masa Penanganan darurat sebagai bagian dari
kerangka kerja penanganan darurat.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Kebijakan pemerintah setempat hendaknya tidak bertentangan
dengan Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana. Tindak
lanjut berupa penyusunan rencana bidang operasial/bidang
operasi.

140 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

BAB VI
RENCANA BIDANG OPERASI
VI.a. SITUASI, SASARAN, KEGIATAN
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu menyusun
rencana bidang operasi penanganan darurat bencana dan
memahami perumusan program berdasarkan tugas, kebutuhan,
standard minimum dan prosedur masing-masing program.

B. Bahan/Materi

Bahan/materi dari sesi ini adalah:


• Penentuan Jalur Evakuasi, Tempat Pengungsian, dan Posko
• Prinsip-prinsip Koordinasi Operasi Penanganan darurat
• Perencanaan dan penamaan bidang operasi
• Format Perencanaan Bidang operasi
• Situasi Bidang operasi
• Sasaran Bidang operasi
• Kegiatan Bidang operasi
• Pelaku/Pelaksana Kegiatan
• Penanggung jawab
• Waktu pelaksanaan dan durasi
1. Penentuan Jalur Evakuasi, Tempat Pengungsian, dan
Posko
Sebelum perencanaan masing-masing bidang operasi, perlu
ditentukan rencana jalur- jalur evakuasi atau jalur pengungsian
untuk penyelamatan diri masyarakat dari lokasi atau daerah
bencana, ke daerah-daerah yang aman. Sebagai contoh
apabila bencana banjir atau potensi tsunami, maka harus
menuju ke tempat-tempat yang lebih tinggi. Penentuan jalur
evakuasi, tempat pengungsian dan posko adalah kegiatan yang
merupakan upaya kesiapsiagaan yang seharusnya dilakukan
sebelum penyusunan rencana kontinjensi dilakukan.
Selanjutnya direncanakan titik-titik atau tempat pengungsian
di beberapa tempat. Kapasitas tempat pengungsian
disesuaikan dengan skenario jumlah penduduk yang akan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 141


MODUL F

mengungsi yang sudah ditetapkan sebelumnya, sehingga titik-


titik tempat pengungsian mencukupi untuk seluruh penduduk
yang akan mengungsi. Tempat pengungsian antara lain
mempertimbangan aman dari bencana, kemudahan akses/
pencapaian, kemudahan mendapatkan air bersih, kemudahan
layanan/pembuatan MCK.
Organisasi sistem komando penanganan darurat (SKPDB)
atau Posko, perlu ditentukan letak atau lokasinya, apakah
di kantor kepala daerah ataupun ditempat lain. Apabila
diperlukan ditentukan juga letak Pos-lapangan, serta pos untuk
layanan kesehatan dan layanan logistik pengungsi, dengan
memperhatikan efektifitas rentang kendali yang efektif dan
kriteria kemudahan akses serta komunikasi.

Rencana Evakuasi Ramah Penyandang Disabilitas


Rencana evakuasi disusun sebaik mungkin untuk memastikan
semua warga terdampak dapat menyelamatkan diri dan harta
benda. Jalur-jalur evakuasi direncanakan lebih mudah dengan
meminimalkan hambatan akses terhadap penyandang disabilitas,
memprioritaskan penyandang disabilitas dan kelompok rentan
lain, serta memastikan warga yang memerlukan bantuan evakuasi
tidak ada yang tertinggal.
Rekomendasi jalur-jalur dan rambu didesain sesuai hambatan
fungsi fisik.
a) Bagi penyandang disabilitas fungsi melihat jalur evakuasi
dilengkapi dengan guide block, rambu dan peta jalur evakuasi
dirancang dengan tulisan braile, serta melakukan orientasi
mobilitas jalur evakuasi.
b) Bagi peyandang disabilitas fungsi mendengar, jalur dan rambu
evakuasi dirancang secara visual dengan warna mencolok.
c) Penyandang disabilitas fungsi gerak, jalur evakuasi dirancang
dengan landai dan tidak licin serta memastikan jalur cukup
lebar untuk dilalui alat bantu mobilitas (kursi roda maupun
kruk, disertai pegangan tangan).
d) Untuk penyandang disabilitas yang mengalami keterbatasan
fungsi mengingat, berkonsentrasi, berkomunikasi harus
didampingi oleh pendamping baik keluarga maupun relawan
dan pembiasaan.

142 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Model sistem peringatan dini (EWS) seringkali dengan


menggunakan pesan peringatan dengan suara dan tulisan sepeti
pada peringatan tsunami, kebakaran, tanah longsor, yang belum
tentu dapat diakses dengan baik oleh penyandang disabilitas.
Media dan alat peringatan belum banyak yang aksesibel bagi
penyandang disabilitas dengan keterbatasan fungsi melihat,
mendengar, dan mengingat.
Pengembangan media dan alat dengan suara dan kode (misal
dengan tepuk tangan) untuk penyandang disabilitas fungsi melihat.
Bagi penyandang disabilitas fungsi mendengar dengan media
visual (misal dengan warna lampu sirine merah = awas, kuning
= waspada) dan Bahasa Isyarat Indonesia. Peran pendamping
dari keluarga dan tetangga penting untuk beberapa penyandang
disabilitas lain yang terbatas fungsi berkomunikasi, gerak, dan
mengingat.

2. Prinsip-prinsip Koordinasi Operasi Penanganan darurat


Komando Penanganan Darurat Bencana adalah organisasi
penanganan penanganan darurat bencana yang dipimpin oleh
seorang Komandan Penanganan darurat Bencana dan dibantu
oleh Wakil Komandan, Staf Komando dan Staf Umum. Sistem
ini memiliki struktur organisasi standar yang menganut satu
komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas dan
memiliki satu kesatuan komando dalam mengkoordinasikan
instansi/lembaga/organisasi terkait untuk pengerahan
sumberdaya.
Kemampuan para pelaku dalam menanggapi keadaan darurat
akan diperkuat oleh keterlibatan mereka melalui upaya
kerjasama dan koordinasi, dimana semua pihak yang terlibat
bekerja bersama-sama dengan tujuan-tujuan yang sama
selama masa tanggap darurat. Komando Penanganan darurat
membangun sistem dan mekanisme untuk mencapai tujuan
yang ditentukan dan mengkoordinasikan semua para pihak
yang terlibat.
Manfaat Koordinasi adalah untuk:
a. Meningkatkan efisiensi, efektifitas pendanaan, ketepatan
waktu penyaluran bantuan kemanusiaan
b. Terciptanya kerangka kerja dalam pengambilan keputusan
tentang hal-hal yang menjadi perhatian bersama
c. Adanya pendekatan bantuan kemanusiaan yang strategis
dan terpadu

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 143


MODUL F

d. Mengurangi kesenjangan dan duplikasi pelayanan


e. Adanya pembagian kerja yang benar.
Pos Komando dapat dilengkapi dengan Pos Lapangan, Pos
Pendukung dan Pos Pendamping. Tugas pokok, fungsi dan
hirarki Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana dapat
dilihat lebih detail dalam Perka BNPB No 3 Tahun 2016.

3. Perencanaan dan penamaan bidang operasi


Melaksanakan perencanaan dilakukan berdasarkan skenario
yang sudah ditentukan bersama, dan menentukan tindakan-
tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapainya.
Langkah pertama dalam penyusunan program bidang operasi
adalah dengan mengetahui situasi yang dihadapi ditingkat
bidang operasi. Karena itu perlu dirumuskan terlebih dahulu
situasi bidang operasi sebelum mengidentifikasi sasaran dan
kegiatan dan seterusnya.
Jumlah bidang operasi dan nomenklaturnya ditentukan
oleh para pelaku penyusunan rencana kontinjensi. Tidak
ada ketentuan yang pasti/baku dalam menentukan jumlah
maupun penamaan untuk bidang operasi. Masing-masing
bidang operasi/bidang operasi melakukan perencanaan sesuai
dengan bidang masing-masing. Namun untuk referensi,
bisa dilihat pada struktur bidang operasi nasional yang telah
dikembangkan oleh BNPB. Pilihan penyebutan bidang operasi
atau bidang operasi dalam prakteknya sama saja karena lebih
identik gugus tugas, walaupun pada awalnya terdapat sedikit
perbedaan konsep. Namun jika dipilih sebutan salah satunya,
harus seragam dan konsisten untuk semuanya dalam dokumen
rencana kontinjensi.
Contoh Bidang operasi yang terkait antara lain :
a. Manajemen Posko
b. SAR
c. Kesehatan
d. Sosial/logistik/dapur umum
e. Sarana dan Prasarana
f. Keamanan dan Keselamatan
g. Pendidikan
h. Lainnya

144 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

POS LAPANGAN PDB

KOMANDAN

WAKIL KOMNDAN

SEKERTARIAT

Sub Bagian Data, Informasi dan Sub Bagian


Komunikasi Administrasi

Bidang Bidang
Bidang
Bidang Bidang Logistik- Layanan Pemulihan
Bidang SAR Keselamatan &
Dumlap peralatan & Kesehtan & Darurat
Keamanan
pengelola bantun Psiko-sosial Sarpras

KOORDINATOR

WAKIL KOORDINATOR

SEKERTARIAT

SEKSI-SEKSI
SEKSI-SEKSI
SEKSI-SEKSI

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 145


MODUL F

SISTEM KOMANDO - PENANGANAN DARURAT BENCANA

KOMANDAN
WAKIL KOMANDAN

SEKRETARIAT BAGIAN BAGIAN PERWAKILAN


PERENCANAAN DATA, INFORMASI & INSTANSI/
SUB BAGIAN HUMAS LEMBAGA
KEUANGAN SUB BAGIAN TERKAIT
PENYUSUNAN SUB BAGIAN
SUB BAGIAN RENCANA OPERASI PENGELOLAAN DATA,
AKOMODASI INFORMASI DAN
INTERNAL SUB BAGIAN KOMUNIKASI
DOKUMENTASI DAN
SOSIALISASI SUB BAGIAN
HUMAS DAN
PELAPORAN

BIDANG OPERASI

SUB BIDANG SUB BIDANG


SUB BIDANG
AIR BERSIH, HUNIAN,
SUB BIDANG , SUB BIDANG PEMULIHAN
SANITASI, PELAYANAN SANDANG,
PENYELAMATAN LOGISTIK DAN PRASARANA
KESEHATAN, PANGAN, DAN
DAN EVAKUASI PERALATAN DAN SARANA
PERLINDUNGAN DAN PEMULIHAN DINI
VITAL
PENDIDIKAN PEREKONOMIAN

SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI


PENCARIAN DAN LOGISTIK AIR BERSIH & PEMBERSIHAN HUNIAN
PERTOLONGAN SANITASI LOKASI
KORBAN SEKSI
SEKSI SEKSI SEKSI SANDANG DAN
SEKSI PERALATAN DAN PELAYANAN PEMULIHAN PANGAN
EVAKUASI TRANSPORTASI KESEHATAN PRASARANA
DAN SARANA SEKSI
SEKSI SEKSI VITAL SANDANG DAN
DVI KEAMANAN & PANGAN
KESELAMATAN

146 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Pos Pendukung PDB

Pos Pendukung PDB (Membantu Akses Mobilisasi/Distribusi Bantuan


Dalam Negeri)

KOORDINATOR
SEKRETARIAT

BIDANG BIDANG SUMBER DAYA BIDANG


LOGISTIK DAN MANUSIA DAN SATUAN TRANSPORTASI
PERALATAN SATWA
Pos Pendukung PDB (Membantu Akses Mobilisasi/Distribusi Bantuan
Dalam Negeri dan Komunitas Internasional)

KOORDINATOR

SEKRETARIAT

BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG


KARANTINA IMIGRASI BEA DAN PERIJINAN BANTUAN
CUKAI BERSUMBER DARI MILITER/
KEPOLISIAN ASING

BIDANG LOGISTIK BIDANG SUMBER DAYA BIDANG


DAN PERALATAN MANUSIA DAN SATUAN TRANSPORTASI
SATWA

POSKO PENDAMPING PDB


PROVINSI
KOORDINATOR

WAKIL
KOORDINATOR

SEKRETARIAT BAGIAN DATA, PERWAKILAN


INFORMASI DAN INSTANSI/
HUMAS LEMBAGA TERKAIT

BIDANG OPERASI

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 147


MODUL F

Tabel contoh bidang operasi terkait dengan jenis bencana

Asap Akibat
Gempa bumi &
Jenis Bencana Banjir Kebakaran Gunung Api
Tsunami
Hutan & Lahan

Manajemen & Manajemen & Manajemen & Manajemen &


1
Koordinasi Koordinasi Koordinasi Koordinasi
Penyelamatan Penyelamatan
Penyelamatan Penyelamatan &
2 & Perlindungan &
& Perlindungan Perlindungan
(SAR) Perlindungan
3 Kesehatan Kesehatan Kesehatan Kesehatan
Nama Bidang Logistik dan Logistik dan Logistik dan
operasi 4 dapur umum dapur umum Pemadaman dapur umum
(Sosial) (Sosial) (Sosial)
Sarana & Sarana & Sarana & Sarana &
5
Prasarana Prasarana Prasarana Prasarana
Khusus/
6 - Pengamanan Pengamanan
Ternak
7 - - - -

4. Format Perencanaan Bidang operasi


Format perencanaan bidang operasi dimulai dari merumuskan
situasi yang dihadapi bidang operasi dan merumuskan
Sasaran yang merupakan break down dari Strategi tanggap
darurat yang relevan dengan bidang operasinya. Dari rumusan
sasaran, diturunkan lagi dengan mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan yang relevan dengan bidang operasi. Setelah itu
diidentifikasi lembaga atau instansi yang potensial dalam
melaksanakan kegiatan tersebut (bisa satu atau beberapa
instansi/lembaga).
Salah satu dari instansi yang diidentifikasi tersebut disepakati
siapa yang bertanggungjawab dalam mengkoordinir kegiatan
tersebut. Selanjutnya ditentukan kapan dimulai kegiatan
tersebut dan kapan akan berakhir. Mulai dan berakhir kegiatan
dihitung juga durasinya (berapa jam atau berapa hari).
Tidak lupa, koordinator ditingkat bidang operasi juga harus
dipilih dan disepakati oleh anggota bidang operasi. Format
perencanaan bidang operasi.

148 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

TIPS:
Langkah diatas bisa menjadi alternative dalam pendekatan
pembentukan bidang operasi disamping pembentukan bidang
operasi/bidang operasi langsung berdasarkan tahap-tahap
sebelumnya, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
Pendekatan Pertama:
Dengan merujuk pada Skenario Kejadian, Skenario Dampak,
Tujuan, Strategi dan Kebijakan
1) Pembentukan Bidang operasi dan satu instansi sebagai
koordinator
2) Merumuskan Situasi Bidang operasi
3) Merumuskan Sasaran Bidang operasi
4) Identifikasi Kegiatan
5) Identifikasi pelaku dan penanggungjawab setiap kegiatan
6) Waktu mulai dan berakhir kegiatan serta kalkulasi durasinya.
Pendekatan Kedua:
Dengan merujuk pada Skenario Kejadian, Skenario Dampak,
Tujuan, Strategi dan Kebijakan (tahap sebelumnya)
1) Identifikasi Kegiatan
2) Pengelompokan kegiatan sejenis
3) Pembentukan Bidang operasi berdasarkan kelompok
kegiatan sejenis
4) Menentukan satu instansi sebagai Koordinator
5) Merumuskan Situasi Bidang operasi
6) Merumuskan Sasaran Bidang operasi
7) Identifikasi pelaku dan penanggungjawab setiap kegiatan
8) Waktu mulai dan berakhir kegiatan serta kalkulasi
durasinya.

5. Situasi Bidang operasi


Situasi bidang operasi adalah kondisi atau situasi spesifik
yang dihadapi masing- masing bidang operasi sesuai dengan
nama bidang operasinya. Situasi bidang operasi merupakan
penyederhanaan dari skenario kejadian dan skenario dampak
yang masih bersifat umum. Oleh karena itu, penguasaan dan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 149


MODUL F

pemahaman atas skenario kejadian dan skenario dampak


harus betul melekat pada setiap peserta. Berikut ini contoh
rumusan Situasi untuk Bidang operasi SAR.

Contoh rumusan situasi Sektor Pencarian, Pertolongan


dan Penyelamatan (SAR)
Apabila terjadi banjir besar di Suoh dan Bandar Negeri Suoh,
Kabupaten Lambar, yang dipicu oleh hujan lebat di atas normal,
maka daerah-daerah di 2 (dua) kecamatan suoh dan bandar
negri suoh akan terkena dampak banjir. Banjir tersebut juga
berdampak pada korban jiwa manusia: pengungsi 2.100,
luka-luka 200 orang, dan yg di nyatakan hilang 45 orang dan
meninggal dunia 5 orang, menetap di rumah masing-masing
1.000 orang. Di waktu yang bersamaan sekitar pukul 07:00
Wib terjadi juga tanah longsor di Kecamatan Balik Bukit
tepatnya di Kelurahan Pasar Liwa dan Pekon Kubu Perahu
yang mengakibatkan kerusakan berupa 50 unit rumah dan 8
unit ruko tertimbun tanah longsor.
Diperkirakan ada 7 orang warga setempat tertimbun material
tanah longsor, sekitar 180 orang masih mengungsi dan korban
luka sekitar 47 orang. Untuk meminimalisir jatuhnya korban
lebih besar perlu segera dilakukan suatu tindakan berupa
pengerahan personil dan peralatan serta pendukung lainnya
secara optimal untuk melakukan pencarian, pertolongan
dan penyelamatan para korban selamat. Secara bersamaan,
perlu juga dilakukan penyelenggaraan korban meninggal
yang dibantu oleh masyarakat dan tokoh agama setempat
agar jasad korban dapat diselenggarakan secara layak sesuai
dengan keyakinan dan norma yang berlaku.

Dari contoh diatas terlihat bahwa substansi situasi tersebut


merupakan gabungan (pengkalimat-ulangan) cerita skenario
kejadian (terlihat pada cerita kejadian dan lokasi) dan
skenario dampak (terlihat pada jumlah korban/masyarakat
terdampak). Disamping itu, situasi bidang operasi juga tidak
ditulis panjang lebar. Sebagaimana contoh diatas.

6. Sasaran Bidang operasi


Dari skenario kejadian dan skenario dampak yang telah ditulis
ulang menjadi “situasi”, selanjutnya disadingkan dengan
kebijakan dan strategi penanganan darurat untuk merumuskan
sasaran. Sasaran adalah bentuk lain dari statemen tujuan

150 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

ditingkat bidang operasi. Sasaran-sasaran akan menjadi


target yang ingin dicapai masing-masing bidang operasi.
Secara konsep, jika sasaran tercapai maka akan berkontribusi
dalam pencapaian strategi penanganan darurat. Jika strategi
tercapai, maka akan berkontribusi dalam mencapai tujuan
penanganan darurat yang merupakan tujuan paling tinggi dan
ditingkat umum.
Sebagai contoh sasaran bidang operasi sebagai berikut:
a. Terkoordinasinya seluruh instansi dan lembaga
penanggulangan bencana dan terselenggara dengan baik.
b. Terselamatkannya dan terevakuasinya seluruh korban;
c. Terlayaninya semua kebutuhan dasar pengungsi, mulai
dari balita sampai kepada orang tua;
d. Terlaksananya penerimaan, penyortiran dan pendistribusian
logistik dengan baik;
e. Terlaksananya pelayanan kesehatan bagi korban dan
pengungsi;
f. Terlaksananya rujukan kesehatan secara optimal.
7. Kegiatan Bidang operasi
Untuk dapat mencapai sasaran bidang operasi, maka dilakukan
identifikasi kegiatan yang diperlukan dalam penanganan
kejadian (misal : pencarian, pembuatan dapur umum,
penyelamatan, perlindungan, layanan kesehatan, air bersih,
Posko koordinasi dan manajemen, dll).
Jika pendekatan pembentukan bidang operasi menggunakan
pendekatan kedua (lihat diatas), maka perlu mengidentifikasi
semua kegiatan pada saat penanganan darurat dan tuliskan
pada kertas metaplan, kemudian ditempelkan didinding.
Selanjutnya kelompokan kegiatan yang sejenis secara
vertikal. Sebaliknya, jika menggunakan pendekatan pertama,
pengelompokan tidak diperlukan lagi karena identifikasi
kegiatan telah langsung dilakukan didalam masing-masing
bidang operasi. Namun komunikasi dan koordinasi antar
kelompok (bidang operasi) harus ada untuk memastikan
tidak ada tumpang tindih kegiatan atau duplikasi kegiatan
yang mirip dan untuk mencegah adanya kevakuman/tidak
terakomodirnya kegiatan penting yang harus dilakukan.
Fasilitator membantu memandu peserta untuk memastikan
hal ini tidak terjadi. Hal ini bisa dilakukan saat diskusi
berlangsung dengan mengamati proses diskusi atau saat
presentasi kelompok dilakukan.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 151


MODUL F

Kegiatan bidang operasi merupakan kegiatan-kegiatan yang


akan dilaksanakan selama kedaruratan untuk memastikan
bahwa para pelaku yang tergabung dalam bidang operasi
dapat berperan secara aktif.

8. Pelaku/Pelaksana Kegiatan
Mengidentifikasi seluruh pelaku kegiatan berdasarkan kegiatan
yang ada dalam kapasitas para pihak. Pelaku ditentukan oleh
peserta penyusun rencana kontinjensi, yang selanjutnya
dikelompokkan dalam bidang operasi masing-masing.
Pelaksana atau pelaku kegiatan penanganan kedaruratan
yang tergabung dalam bidang operasi berasal dari berbagai
unsur baik pemerintah dan non-pemerintah, dan masyarakat
luas. Para pelaku/pelaksana penyusunan rencana kontinjensi
otomatis tergabung dalam bidang operasi, namun jika
teridentifikasi ada instansi/lembaga yang tidak terlibat sebagai
peserta namun diyakini memiliki kapasitas atau tupoksi dalam
suatu kegiatan, dapat dicantumkan sebagi pelaku. Misal
dalam satu workshop penyusunan rencana kontinjensi tidak
ada peserta dari PMI yang hadir, namun diketahui lembaga ini
memiliki potensi dapur umum, maka dapat dicantumkan PMI
sebagai salah satu pelaku dalam kegiatan penyelenggaraan
dapur umum.

9. Penanggung jawab
Manajemen yang berhasil membutuhkan kepemimpinan,
dalam hubungan dengan peran pemerintah, kepemimpinan
yang paling penting dalam keadaan darurat dalam sistem
komando. Menentukan siapa penanggungjawab/leading
sector. Untuk itu, diantara pelaku yang teridentifikasi
dalam melakukan suatu kegiatan, dipilih salah satu sebagai
penanggungjawab. Semakin dekat tupoksi atau kapasitas
suatu instansi/lembaga dengan kegiatan yang diidentifikasi,
semakin besar peluang keberhasilan pelaksanaan kegiatan
karena aka nada pemahaman dan bagaimana manajemen
sumberdaya dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

10. Waktu pelaksanaan dan durasi


Waktu pelaksanaan kegiatan oleh bidang operasi adalah
sebagai berikut:
a. Sebelum atau menjelang kejadian bencana, contoh bidang
operasi Posko, bidang operasi sosial/logistik/dapur umum,
termasuk pada tahap siaga darurat.

152 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

b. Sesaat setelah terjadi bencana, contoh SAR, kaji cepat.


c. Selama masa penanganan darurat, contoh bidang operasi
kesehatan, bidang operasi social, bidang operasi sarana
dan prasarana.
d. Sesaat setelah bencana, seluruh bidang operasi.
Waktu pelaksanaan ditentukan apakah dalam hitungan jam
(apabila dibawah 2x24 jam) atau hari). Rata-rata setiap
kegiatan akan dihitung dalam hari dan jumlah hari pelaksanaan
kegiatan tidak boleh lebih dari masa penanganan darurat.
Misal, jika dalam Strategi dan Kebijakan ditetapkan masa
penanganan darurat 14 hari, maka tidak boleh ada kegiatan
sampai hari ke-15 dan seterusnya karena hari ke-berarti
masa penanganan darurat sudah selesai dan stuktur komando
yang berlaku disaat penanganan darurat sudah dibubarkan/
didemobilisasi.

Pencantuman waktu dan durasi pelaksanaan kegiatan


sederhananya sebagai berikut:
• Nama/Jenis Kegiatan: Pendirian sekolah darurat
• Waktu mulai: Hari ke-3 atau H+3
• Waktu Berakhir: Hari ke 5 atau H+5
Berarti durasi kegiatan pendirian sekolah darurat (bukan
penyelenggaraan sekolah darurat), adalah 2 hari, dari H+3
sampai dengan H+5. Dengan asumsi, pada H+6, sekolah
darurat sudah bisa mulai diselenggarakan.

Pencantuman durasi kegiatan dalam angka nantinya akan


memudahkan kalkulasi kebutuhan sumberdaya yang dibutuhkan
ketika perencanaan bidang operasial dilanjukan ke Proyeksi
Kebutuhan.

C. Latihan
Diskusikan dengan teman sejawat:
1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem komando penanganan
darurat bencana?
2. Dimana letak bidang dalam organisasi sistem komando
penanganan darurat bencana?
3. Apakah yang dimaksud dengan bidang?
4. Apakah yang dimaksud dengan perencanaan bidang?

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 153


MODUL F

5. Apakah saja ruang lingkup perencanaan bidang?


6. Apa hubungan Perencanaan Bidang dengan Skenario Kejadian,
Skenario Dampak dan dengan Tujuan, Strategi dan Kebijakan
tanggap darurat?

D. Rangkuman
Perencanaan bidang operasial/bidang operasi merupakan respons
terhadap dampak bencana, bertujuan untuk merencanakan
bidang operasi dalam sistem penanganan darurat bencana.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Tindak lanjut adalah rincian proyeksi kebutuhan sumberdaya,
ketersediaan sumberdaya, serta menghitung kesenjangan
sumberdaya.

154 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

VI.b. PROYEKSI KEBUTUHAN SUMBERDAYA


A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu :
• Memproyeksikan kebutuhan sumberdaya
• Memahami identifikasi kebutuhan sumberdaya penanganan
darurat
• Memahami standar minimum penanganan darurat yang
berlaku dan aturan dalam pengadaan/belanja dengan dana
darurat.

B. Bahan/Materi
• Proyeksi Kebutuhan
• Peraturan Kepala BNPB No. 7 Tahun 2008 Tentang Tata Cara
Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar.
• Standar Minimum Penanganan Darurat
• Sphere Standart-Standar Pemenuhan Kebutuhan Minimum
Kedaruratan
Uraian Materi
Kata Kunci :
• Proyeksi Kebutuhan/kebutuhan sumberdaya
• Standar minimum
1. Proyeksi Kebutuhan
a. Mengidentifikasi sumberdaya yang dibutuhkan misal:
prasarana (bangunan, gudang, lapangan, pelabuhan dll),
atau sarana (ambulan, truk, alat berat dll.) atau personil
(dokter, perawat, relawan, pasukan dll), serta obat-obatan,
pangan, air bersih, ambulance, tempat penampungan,
pembalut wanita, selimut, dll. Semua tentukan jumlahnya,
kapasitasnya dan ketersediaannya.
b. Melakukan pengelompokan kebutuhan yang sejenis untuk
memudahkan dalam penyediaannya dan menghindari
tumpang-tindih kebutuhan antar bidang operasi.
c. Bantuan dari lembaga usaha/swasta.
d. Sumberdaya/potensi daerah (kabupaten/kota) yang
berdekatan.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 155


MODUL F

e. Sumberdaya/potensi dari level pemerintahan yang lebih


tinggai (provinsi/nasional).
f. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik unsur pemerintah
maupun nonpemerintah, bisa berbentuk Memorandum of
Understanding (MoU), stand-by contract, meminjam, atau
kerjasama dalam bentuk lain.
g. Bantuan masyarakat internasional yang sah dan tidak
mengikat (bersifat melengkapi).
2. Peraturan Kepala BNPB No. 7 Tahun 2008 Tentang Tata
Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar.
Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar dimaksudkan untuk menjadi panduan dalam
melaksanakanpemberian bantuan guna memenuhi kebutuhan
dasar korbanbencana secara terkoordinasi, efektif, dan
akuntabel. Bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mobilisasi sumber daya bantuan dari
pemberibantuan kepada
b. penerima bantuan.
c. Menyalurkan pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan
dasar kepada korban bencana secara cepat, tepat, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
d. Menyelenggarakan proses pemberian bantuan sesuai
denganprosedur dan
e. mekanisme yang ditentukan.
Prinsip-prinsip dalam Pemberian Bantuan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar
1) Cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
2) Prioritas pemberian bantuan harus diutamakan kepada
kelompok rentan.
3) Koordinasi yang baik dan saling mendukung.
4) Berdaya guna dan berhasil guna dengan tidak membuang
waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5) Transparansi dan akuntabilitas dilakukan secara terbuka
dan dapat dipertanggungjawabkan secara etika dan hukum.
6) Kemitraan, harus melibatkan berbagai pihak secara
seimbang.
7) Pemberdayaan dengan melibatkan korban bencana secara
aktif.

156 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

8) Non Diskriminatif, tidak memberikan perlakuan yang


berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan
aliran politik apapun.
9) Non Proseletisi, dilarang menyebarkan agama ataukeyakinan.
Jenis Bantuan
• Bantuan Tempat Penampungan/Hunian Sementara.
Bantuan penampungan/hunian sementara diberikan dalam
bentuk tenda-tenda, barak, atau gedung fasilitas umum/
sosial, seperti tempat ibadah, gedung olah raga, balai desa,
dan sebagainya, yangmemungkinkan untuk digunakan
sebagai tempat tinggal sementara. Standar Minimal Bantuan
berukuran 3 (tiga) meter persegi per orang.
• Bantuan Pangan
Bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan,
ataumasakan yang disediakan oleh dapur umum. Bantuan
pangan bagikelompok rentan diberikan dalam bentuk khusus.
Standar Minimal Bantuanberas 400 gram per orang per hari
ataubahan makanan pokok lainnya dan bahan lauk pauk,
makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan
siapsaji sebanyak 2 kali makan dalam sehari, besarnya
bantuan makanan (poin a dan b) setara dengan 2.100 kilo
kalori (kcal).
• Bantuan Non Pangan
Bantuan non pangan diberikan kepada korban bencana
dalam statuspengungsi di tempat hunian sementara pada
pasca tanggap darurat,dalam bentuk Peralatan Memasak
dan Makan, masing-masing rumah tangga korban bencana
dapatmemperoleh bantuan peralatan memasak dan
perlengkapan untuk makan. Antara lain 1 panci besar, 1 panci
sedang, 1 baskom untuk penyiapan dan penyajian, 1 pisau
dapur,2 centong kayu, sebuah ember 40 liter dan 20 liter,
jerigen 20 liter, 1 piring makan, 1 sendok makan, 1 cangkir,
botol susu bayi hanya untuk kasus-kasustertentu. Kompor,
Bahan Bakar, dan Penerangan.
• Bantuan Sandang
Bantuan Sandang terdiri darisatu perangkat lengkap pakaian
dengan ukuran tepat sesuai jenis kelamin masing-masing,
sertaperalatan tidur, anak sekolah setidaknya 2 stel seragam
sekolah, anak sekolah memiliki satu pasang sepatu/alas kaki,
peralatan beribadah, satu pasang alas kaki, selimut dengan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 157


MODUL F

ukuran 100 X 70 cm, alas tidur, peralatan bayi, anak usia


dibawah lima tahun,anak-anak, ibu hamil atau menyusui,
penyandang cacat,orang sakit, dan orang lanjut usia,
kebersihan Pribadi.
• Bantuan Air Bersih dan Sanitasi
Bantuan Air Bersih diberikan dalam bentuk air yang kualitasnya
memadai untukkebersihan pribadi maupun rumah tangga, air
bersih diberikan 7 liter pada tiga haripertama, selanjutnya
15 liter per orang per hari. Bantuan Air minum diberikan
sejumlah 2.5 liter per orangper hari.Bantuan Sanitasidalam
bentuk pelayanan kebersihan dan kesehatan lingkungan dan
pengelolaan limbah cair dan limbah padat, pengendalian
vektor, serta pembuangan tinja.
• Bantuan Pelayanan Kesehatan
Korban bencana mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi
pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan klinis.
Pelayanan kesehatan diberikan dalam sistem kesehatan
padatingkat yang tepat: tingkat keluarga, tingkat puskesmas,
Rumah Sakit, dan Rumah Sakit rujukan.Tiap klinik kesehatan
memiliki staf dengan jumlah dankeahlian yang memadai
untuk melayani kebutuhan korbanbencana. Pengendalian
penyakit menular meliputi pencegahan Umum, pencegahan
Campak, diagnosis dan Pengelolaan Kasus, kesiapsiagaan
Kejadian Luar Biasa, deteksi KLB.

158 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

ALUR PERMINTAAN BANTUAN LOGISTIK

Instansi/Lembaga
Dunia Usaha dan BNPB
Masyarakat

UPT

Instansi/Lembaga BPPD Prop


BPBD Propinsi Terdekat
Dunia Usaha dan
Masyarakat

BPBD Kab/
Instansi/ Kota BPPD Kab/
Lembaga Kota Terdekat
Dunia
Usaha dan
Masyarakat Korban
bencana

Pengerahan

Permintaan

3. Standar Minimum Penanganan Darurat


Penyusunan kebutuhan bidang operasi digunakan untuk
penanganan darurat dengan mengacu pada standar
pelayanan minimum yang ditetapkan oleh bidang operasi-
bidang operasi terkait. Jika tidak terdapat standar minimum
(nasional) pada bidang operasi tertentu, dapat menggunakan
standar pelayanan minimum yang berlaku internasional
(Project Sphere) atau juga standar minimum yang berlaku
di daerah atau di instansi/lembaga (misal Standar Pelayanan
Minimal/SPM).
Perhitungan berdasarkan standar minimum dan digunakan
secara rinci. Penetapan standar minimum masing-masing
bidang operasi (Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan,

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 159


MODUL F

Kementerian Pekerjaan Umum, dll). Penggunaan standar


minimum mempunyai fungsi sebagai acuan/dasar untuk
perencanaan program penanganan darurat dan bersifat
akuntabilitas.
Sebagai contoh, penduduk mempunyai tempat bernaung
yang memadai untuk menyediakan tempat tinggal yang
bermartabat. Kegiatan-kegiatan dasar rumahtangga dapat
dilaksanakan secara memuaskan, dan kegiatan-kegiatan
pendukung mata pencaharian dapat dilakukan seperlunya.
• CHS (Core Humanitarian Standard on Quality and
Accountability)
Perangkat yang terdiri dari sembilan komitmen terhadap
komunitas dan warga terdampak krisis yang menyatakan
apa yang dapat mereka harapkan dari oganisasi dan
perorangan yang menyampaikan bantuan kemanisiaan.
Setiap komitmen didukung oleh sebuah kriteria mutu yang
menandai bagaimana organisasi kemanusiaan dan staf
harus bekerja untuk memenuhinya.
Sembilan komitmen dan kriteria kualitas :
1) Komunitas dan warga terdampak krisis menerima bantuan
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Kriteria kualitas: Respons kemanusiaan harus sesuai
dan relevan.
2) Komunitas dan warga terdampak krisis mempunyai akses
terhadap bantuan kemanusiaan yang mereka perlukan
pada waktu yang tepat.
Kriteria kualitas: Respons kemanusiaan harus efektif
dan tepat waktu.
3) Komunitas dan warga terdampak krisis bebas dari dampak
negatif dan akan menjadi lebih siap, lebih tangguh dan
kurang berisiko setelah menerima aksi kemanusiaan.
Kriteria kualitas: Respons kemanusiaan harus
mendorong peningkatan kapasitas lokal dan tidak
menimbulkan akibat buruk.
4) Komunitas dan warga terdampak krisis mengetahui hak –
hak mereka yang dijamin oleh hukum, mempunyai akses
terhadap informasi dan terlibat dalam proses pengambilan
keputusan yang berdampak pada diri mereka.
Kriteria kualitas: Respons kemanusiaan berdasarkan
pada komunikasi, partisipasi dan umpan balik.
5) Komunitas dan warga terdampak krisis mempunyai

160 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

akses terhadap mekanisme pengaduan yang aman dan


responsif.
Kriteria kualitas: Pengaduan disambut baik dan
ditangani.
6) Komunitas dan warga terdampak krisis menerima
bantuan yang terkoordinasi dan saling melengkapi.
Kriteria kualitas: Respons kemanusiaan harus
terkoordinasi dan saling melengkapi.
7) Komunitas dan warga terdampak krisis dapat
mengharapkan penyaluran bantuan yang lebih baik,
karena organisasi belajar dari pengalaman dan refleksi.
Kriteria kualitas: Pekerja kemanusiaan senantiasa
belajar dan meningkatkan diri.
8) Komunitas dan warga terdampak krisis menerima
bantuan yang mereka butuhkan dari staf dan relawan
yang kompeten dan dikelola dengan baik.
Kriteria kualitas: staf didukung dalam melaksanakan
pekerjaannya dengan efektif dan diperlakukan dengan
adil dan setara.
9) Komunitas dan warga terdampak krisis dapat
mengharapkan bahwa organisasi yang membantu mereka
mengelola sumber – sumber daya dengan efektif, efisien
dan etis.
Kriteria kualitas: sumber – sumber daya dikelola
dan digunakan dengan bertanggungjawab sesuai
peruntukkannya.
• Sphere Standart - Standar Pemenuhan Kebutuhan
Minimum Kedaruratan
Apabila di dalam standar tingkat nasional tidak atau belum
ada, maka dapat dipakai standar internasional seperti standar
Sphere. Merupakan pernyataan praktis dari azas-azas dan
hak-hak seperti terkandung dalam Piagam Kemanusiaan,
berkaitan dengan persyaratan paling mendasar untuk
mendukung kehidupan dan martabat korban bencana. Setiap
orang mempunyai hak terhadap air bersih yang aman, dapat
diakses, dengan jumlah yang memadai untuk mencegah
kematian akibat dehidrasi dan resiko penyakit. Air bersih
merupakan jaminan paling inti untuk keberlangsungan
hidup, harus dipenuhi oleh negara dan pihak-non negara,
dan seharusnya tidak dirusak dalam konflik bersenjata.
Proyek Sphere mempunyai relevansi langsung terhadap
proses kesiapsiagaan (partisipasi dan koordinasi). Pada

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 161


MODUL F

intinya berisi tentang:


a. Standar umum semua bidang operasi
b. Pasokan air bersih, sanitasi, dan penyuluhan kebersihan
c. Ketahanan pangan, gizi, bantuan pangan
d. Tempat hunian, permukiman, barang-barang bantuan
non-pangan
e. Pelayan kesehatan
Prinsip-prinsip berisi tentang:
Standard minimum, tingkat minimal (pelayanan) dalam
bantuan kemanusiaan. Bersifat kualitatif dan menentukan
tingkat minimum khusus yang akan dipenuhi.
Catatan Panduan meliputi butir-butir spesifik yang patut
dipertimbangkan ketika menerapkan standard dan indikator
pada situasi yang berbeda-beda, panduan untuk mengatasi
masalah-masalah praktis, saran-saran untuk penentuan
prioritas, menggambarkan permasalahan, pertentangan,
atau kesenjangan pada rangkaian pengetahuan saat ini.
Matriks Proyeksi Kebutuhan
VOL JANGKA
No KEBUTUHAN STANDAR JML KBTHN
KBTHN WAKTU
1 2 3a 3b 4 5 6= 3aX4X5
1 Beras 0 kg/org/hari 16.478 14 92.277

dst.

162 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 163


MODUL F

DFID1 dan ADCAP2 merekomendasikan pemenuhan kebutuhan


para penyandang disabilitas pada situasi darurat hingga
pemulihan, dengan memperhatikan aspek-aspek penting pada
setiap bidang penanganan, yaitu:
Pemenuhan
Aspek Penting
kebutuhan
• Fasilitas, terutama pusat kesehatan dan jamban, harus
aman (misalnya pencahayaan cukup dan terkunci) dan
dapat diakses sepenuhnya untuk orang-orang dengan
kemampuan dan kebutuhan yang berbeda. Fasilitas / tempat
pengungsian yang landai dan rata, pengangan tangan dan
pintu yang lebih lebar dipasang untuk pengguna kursi roda
• Minimal 15 % air tersedia bagi kebutuhan penyandang
disabilitas dan orang tua
• Penyediaan sistem antrian untuk mengakses air minum dan
air bersih untuk mengurangi waktu tunggu
• Menyediakan lantai yang landai, pegangan tangan dan
akses terpandu (misalnya string yang menandai jalan bagi
orang dengan gangguan visual).
air, dan • Adaptasi jamban yang ada untuk digunakan oleh orang-
sanitasi orang dengan keterbatasan mobilitas fisik atau visual
dengan prinsip akomodasi / penyesuaian yang wajar.
Menyediakan toilet khusus atau fasilitas sanitasi / barang
yang dibutuhkan, misal toilet dengan kursi permanen atau
kursi yang dapat dilepas, bed pans, potties / commodes
• Menyediakan fasilitas cuci tangan yang mudah diakses
(misalnya fasilitas yang rendah dan keran yang mudah
digunakan), yang dekat dengan kakus yang mudah
dijangkau.
• Pastikan wanita dan anak perempuan dari segala umur,
termasuk wanita yang lebih tua dan penyandang disabilitas
dapat mengakses ruang pribadi untuk mandi, untuk
mencuci dan mengeringkan pakaian dan kain bernoda
yang digunakan untuk perawatan menstruasi, dan untuk
membuang bahan sanitasi.
• Menilai kebutuhan kesehatan untuk menentukan intervensi
yang tepat dan memastikan penyandang disabilitas dalam
Kesehatan
respon kesehatan terpadu, termasuk layanan rehabilitasi,
kesehatan mental, dan pengobatan penyakit kronis.

1 DFID. Humanitarian Guidance Note: Ageing And Disability In Humanitarian Response.


2 Age and Disability Consortium as part of the ADCAP programme (2015), Minimum Standards
For Age And Disability Inclusion In Humanitarian Action; Pilot Version.

164 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

• Memastikan akses fasilitas kesehatan (misalnya memfasilitasi


transportasi, memasang lantai landai, dll) dan layanan
penting pada fasilitas kesehatan (misalnya jamban dan area
menyusui), termasuk layanan penjangkauan kesehatan.
• Menyusun jadwal khusus untuk penyandang disabilitas dan
orang tua untuk mengakses layanan medis atau konsultasi
keperawatan.
• Menyediakan alat bantu mobilitas yang sesuai (kursi roda,
kruk, dll) dan alat bantu lainnya (alat bantu pendengaran,
kacamata, dll).
• Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan sosial yang
signifikan mempengaruhi akses untuk kelompok ini,
termasuk diskriminasi dan stigma
• Rujuk orang-orang dengan luka serius ke fasilitas medis
bedah dan medis khusus, termasuk operasi darurat / korektif
jika perlu, apapun usia atau keterbatasan fungsi mereka.
• Memastikan bahwa transportasi ke fasilitas perawatan
tersedia untuk orang yang terluka dan penyandang
disabilitas.
• Pastikan anak-anak penyandang disabilitas telah
mendapatkan akses penuh terhadap perawatan medis yang
diperlukan, termasuk obat-obatan untuk mengobati epilepsi
dan diabetes anak; program pencegahan dan pengobatan;
dan pelayanan nutrisi, imunisasi,
• Penyandang disabilitas dan orang tua memiliki akses penuh
pada kesehatan seksual dan layanan kesehatan reproduksi.
• Minimal 15 persen tempat penampungan dapat diakses oleh
semua.
• Menentukan tempat pengungsian bagi mereka yang
memiliki keterbatasan fungsi visual atau mobilitas terbatas,
dekat dengan fasilitas dan layanan penting, rute yang aman
dan yang terang.
Hunian • Mengadaptasi atau membangun tempat pengungsian yang
Pengungsian dapat digunakan oleh orang dengan keterbatasan mobilitas
(misalnya akses mudah, lantai dengan warna gelap dengan
kombinasi warna terang, lebar pintu cukup untuk kursi roda,
pegangan tangan, grab bar, tali pemandu, lantai non-slip)
• Meminimalkan resiko eksploitasi seksual melalui konsultasi,
monitoring dan pengorganisasian bantuan pembangunan
tempat tinggal jika diperlukan.
• Menyediakan perlengkapan yang sesuai (misalnya alat bantu
Sandang /
mobilitas atau popok orang dewasa) dan disediakan dalam
Non-Food
paket yang lebih kecil untuk memudahkan transportasi bagi
Item
orang-orang dengan tantangan mobilitas.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 165


MODUL F

• Distribusi harus dapat diakses: antrian terpisah untuk


mengurangi waktu tunggu, bantuan tersedia untuk
pengumpulan / transportasi, menyediakan layanan
penjangkauan sehingga orang-orang yang tinggal di rumah
atau orang-orang yang tidak dapat mengakses distribusi
tidak dikecualikan.
• Memastikan penyandang disabilitas dan kelompok rentan
lain dapat dengan mudah mengakses sumber makanan,
baik langsung atau melalui transfer tunai dan voucher.
Makanan harus mudah dikonsumsi dan memenuhi protein
tambahan dan persyaratan mikronutrien terutama bagi
yang mengalami gangguan atau kerentanan tertentu,
dan mereka yang terkena penyakit tidak menular dengan
manajemen diet spesifik.
Nutrisi dan
• Adanya distribusi makanan dan nutrisi bagi penyandang
Makanan
disabilitas yang berada di hunian yang mengalami
keterbatasan mobilitas ke pengungsian dengan layanan
adanya outreach/penjangkauan.
• Menyediakan nutrisi yang cukup dan sesuai dan akses
terhadap makanan yang sesuai, seperti makanan rendah
sodium untuk penderita diabetes, suplemen untuk nutrisi
mikro dan makanan yang mudah dikunyah untuk anak-anak
dengan cerebral palsy atau untuk orang tua.
• Merencanankan kegiatan pemulihan awal yang sesuai
Pemulihan dan tidak diskriminatif, termasuk pelatihan keterampilan,
awal intervensi mata pencaharian, dan keuangan mikro untuk
mendukung kemandirian.
• Penyediaan dukungan bagi anak-anak dan remaja
penyandang disabilitas (misalnya meja dan kursi yang
disesuaikan di sekolah, transportasi ke dan dari sekolah,
alat bantu belajar atau alat bantu pendengaran).
• Pastikan aksesibilitas gedung sekolah dan fasilitas untuk
anak-anak dan remaja penyandang disabilitas. Menyediakan
alat bantu mobilitas (misalnya kursi roda) dan alat bantu
(misalnya alat bantu dengar dan baterai) sesuai kebutuhan.
Pendidikan
Pastikan aksesibilitas jamban (yang terpisah untuk anak
Darurat
laki-laki dan perempuan).
• Pastikan bahwa kegiatan belajar mengajar dapat diakses
oleh anak-anak dan remaja penyandang disabilitas, dengan
pelatihan staf, metode pengajaran, kurikulum dan dukungan
tambahan, dan penyesuaian tempat termasuk ruang ramah
anak untuk memaksimalkan pendidikan anak pada kondisi
darurat, termasuk anak-anak dengan gangguan sensorik,
intelektual, mental atau fisik.

166 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

C. Latihan Diskusi Kelompok


1. Apakah yang dimaksud dengan proyeksi kebutuhan?
2. Apakah hubungan kegiatan dengan proyeksi kebutuhan?
3. Apakah standar minimum pemenuhan kebutuhan dasar dan
proyeks SPHERE?
4. Apakah ada standar minimum yang berlaku di instansi/
lembaga?

D. Rangkuman
1. Masing-masing pihak, sumberdaya, atau asset untuk
penanganan darurat yang tidak berada dalam jangkauan
mereka yang hadir dalam sesi perencanaan harus diidentifikasi.
Asumsi ketersediaan asset semacam itu didasasrkan pada
pengetahuan yang pasti atau kalau tidak harus dibarengi
dengan kesediaan untuk mengkonfirmasikan sesegera
mungkin.
2. Asumsi untuk pengerahan asset nasional, antar negara atau
internasional harus dikonfirmasikan melalui jalur-jalur yang
ada, dan waktu yang diperlukan untuk keperluan ini harus
juga difaktorkan.
3. Proyeksi kebutuhan sumberdaya merupakan kebutuhan jenis
dan jumlah/gambaran kebutuhan yang timbul dari skenario
dampak bencana sesuai dengan bidang yang dibahasnya,
dan kebutuhan sumberdaya yang tekah diidentifikasi menjadi
parameter perencanaan kontinjensi

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Tindak lanjutnya adalah menghitung ketersediaan sumberdaya
milik daerah setempat, yang berbasis besarnya kebutuhan
sumberdaya tersebut.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 167


MODUL F

168 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

VI.c. KETERSEDIAAN SUMBERDAYA


A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan Topik Belajar peserta mampu:
• Melakukan identifikasi potensi sumberdaya yang dimiliki oleh
daerah untuk mendukung kegiatan bidang operasi dalam
penanganan darurat.
• Menyusun dan menilai kemampuan, kapasitas sumberdaya
(manusia, peralatan/sarana dan prasarana) yang dapat
dimobilisasi untuk mendukung kegiatan bidang operasi saat
penanganan darurat.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Potensi Penanganan darurat
• Ketersediaan Sumberdaya
• Identifikasi Potensi Penanganan darurat
• Pengerahan Sumberdaya Kolektif
Daftar Pertanyaan:
• Apakah yang dimaksud dengan Ketersediaan sumberdaya
untuk penanganan darurat?
• Apakah korelasi proyeksi kebutuhan dengan ketersediaan
sumberdaya?
• Apa yang dimaksud dengan pengerahan sumberdaya kolektif
1. Potensi Penanganan darurat
Ketersediaan sumberdaya bertujuan untuk menilai dan
mengidentifikasi ketersediaan sumberdaya di daerah, baik
peralatan maupun personil dari setiap bidang operasi/institusi/
lembaga terkait yang dapat dimobilisasi apabila situasi darurat
sesuai skenario benar-benar terjadi. Misalkan sumberdaya
kesehatan dapat berupa jumlah dokter, paramedis, rumah
sakit, puskesmas, obat obatan, rumah sakit lapangan
(rumkitlap) dan peralatannya, tempat tidur, dan sebagainya.
Semuanya berorientasi kepada pemenuhan hak masyarakat
yang terkena bencana.

2. Ketersediaan Sumberdaya
Dari proses identifikasi kegiatan, perlu dilakukan penilaian

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 169


MODUL F

terhadap kebutuhan, ketersediaan, dan kesenjangan


ketersediaan sumber daya di masing-masing Bidang
operasi. Penilaian sumberdaya pada setiap Bidang operasi
mengacu pada aturan yang berlaku baik secara nasional
maupun internasional, atau standar pelayanan minimum
yang ditetapkan oleh Bidang operasi terkait, misalnya untuk
pemenuhan kebutuhan dasar, mengacu pada Perka BNPB
No. 7/2008 tentang pemenuhan kebutuhan dasar, atau pada
standar minimum yang berlaku secara internasional seperti
misalnya Standar SPHERE. Misalnya menggunakan Standar
Pelayanan Minimum (SPM) yang dikeluarkan oleh Kemendagri
untuk dilaksanakan di daerah. Selain itu, identifikasi kebutuhan
juga harus sesuai dengan ketentuan yang ada misal Perka
BNPB No 6a tahun 2011 tentang Dana Siap Pakai.
Sumberdaya yang perlu diidentifikasi dan di inventarisasi
untuk melaksanakan penanganan darurat, antara lain
prasarana (bangunan, gudang, lapangan, pelabuhan),
sarana (ambulan, truk, alat berat), personil yang berasal dari
unsur pemerintah dan non pemerintah, termasuk personil
internasional jika dibutuhkan (dokter, perawat, relawan,
pasukan) dan berorientasi pada pemenuhan “hak masyarakat
terkena bencana”.
a. Sumberdaya/potensi masyarakat dan pemerintah daerah
setempat.
b. Bantuan dari lembaga usaha/swasta.
c. Sumberdaya/potensi daerah (kabupaten/kota) yang
berdekatan.
d. Sumberdaya/potensi dari level pemerintahan yang lebih
tinggi (provinsi/ nasional).
e. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik unsur pemerintah
maupun nonpemerintah, bisa berbentuk Memorandum of
Understanding (MoU), stand-by contract, meminjam, atau
kerjasama dalam bentuk lain.
f. Bantuan masyarakat internasional yang sah dan tidak
mengikat (bersifat melengkapi).
Identifikasi seluruh sumberdaya diperinci satu persatu dengan
menempelkan kertas meta-card ke dinding.

3. Identifikasi Potensi Penanganan darurat


Berbasis pada daftar kebutuhan yang telah dibuat pada
sesi sebelumnya, perlu diidentifikasi kuantitas dan dinilai
ketersediaan sumber daya masing-masing Bidang operasi, baik

170 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

berupa SDM, Peralatan, Obat-obatan, Pangan, Non-Pangan,


Sarana & Prasarana dll. Ketersediaan ini bisa bersumber dari
berbagai pihak yang ditekankan pada sumberdaya yang ada
didaerah tersebut berupa:
a. Sumberdaya/potensi pemerintah daerah setempat.
b. Sumberdaya/potensi masyarakatsetempat.
c. Lembaga usaha/swasta.
Sumber daya tersebut akan dimobilisasi untuk melaksanakan
tanggap darurat. Sumber Daya Manusia antara lain tenaga
dokter, perawat, relawan, pasukan, prasarana antara lain
gudang, pelabuhan, lapangan, gedung, sarana antara lain
ambulance, truk, alat berat, alat komunikasi. Bahan antara
lain beras, obat-obatan, sandang. Seluruh sumberdaya perlu
di hitung jumlah dan kapasitasnya untuk pengerahan pada
saat penanganan darurat.

4. Pengerahan Sumberdaya Kolektif


Saat penghitungan kuantitas (baik lebih dari yang dibutuhkan
maupun kurang) dan identifikasi instansi sebagai lokasi
ketersediaan kebutuhan bisa saja tidak ada perwakilan
instansinya yang terlibat dalam penyusunan rencana
kontinjensi yang sedang disusun. Untuk itu perlu menjadi
catatan bersama bahwa ketika dokumen rencana kontinjensi
selesai dan sebelum disahkan, hal ini perlu menjadi bagian
yang disosialisasikan dalam rapat koordinasi yang dipimpin
oleh Kepala Daerah atau Sekda ex officio Kepala BPBD. Hasil
identifikasi ini akan menjadi kesepakatan bersama sebagai
potensi yang dimiliki daerah yang bisa dikerahkan sebagai
sumberdaya kolektif untuk penanganan darurat bencana.
Menandai masing-masing sumberdaya sebagai:
a. Langsung tersedia,
b. Dapat digerakkan dalam jangka waktu tertentu, atau
c. Dapat digerakkan tetapi melalui prosedur tertentu.
sumber-sumber lain bisa disepakati untuk menutupi gap jika
kesenjangan sumberdaya yang dibutuhkan terjadi, berupa:
a. Sumberdaya/potensi daerah (kabupaten/kota) yang
berdekatan.
b. Sumberdaya/potensi dari level pemerintahan yang lebih
tinggi (provinsi/nasional).
c. Kerjasama berbagai pihak, unsur pemerintah maupun
nonpemerintah.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 171


MODUL F

d. Bantuan masyarakat internasional yang sah dan tidak


mengikat (bersifat melengkapi).
e. Identifikasi gudang logistik yang isi dan kosong pada suatu
saat kejadian bencana bisa ditempati beserta luasnya/
kapasitasnya.

C. Latihan

Diskusi Kelompok
1. Peserta dikelompokkan berdasarkan bidang operasi yang
terbentuk dan koordinasi dengan lembaga, masing-masing
ditugasi menyusun portofolio lembaganya (mandat, fungsi,
kepakaran, wilayah kewenangan, sumberdaya, sumberdaya
penanganan darurat, kemampuan jejaring pengerahan
sumberdaya tambahan, dsb). Termasuk focal point penggerak
sumberdaya tersebut.
2. Pada langkah kedua, identifikasi sumberdaya prasarana
(bangunan, gudang, lapangan, pelabuhan dll), atau sarana
(ambulan, truk, alat berat dll.) atau personil (dokter, perawat,
relawan, pasukan dll). Semua diinventarisasi jumlahnya,
kapasitasnya dan ketersediaanya.
Penyampaian Hasil Kelompok
1. Masing-masing memaparkan hasil identifikasi sumberdaya
dalam pleno untuk tanggapan ataupun penyempurnaan.
2. Peserta menyusun matriks konvergensi sumberdaya dengan
menandai masing-masing sumberdaya sebagai:
a. langsung terse dia,
b. dapat digerakkan dalam jangka waktu tertentu, atau
c. dapat digerakkan tetapi melalui prosedur tertentu.

D. Rangkuman
1. Potensi Penanganan darurat
2. Ketersediaan Sumberdaya
3. Identifikasi Potensi Penanganan darurat
4. Pengerahan Sumberdaya Kolektif

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Mengidentifikasi ketersediaan potensi sumberdaya kolektif untuk
penanganan darurat menjadi umpan balik untuk kebutuhan
sumberdaya yang telah dihitung pada tahap sebelumnya.

172 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Tindak lanjutnya menghitung kesenjangan berbagai sumberdaya


tersebut antara proyeksi kebutuhan dan ketersediaannya, serta
bagaimana strategi pemenuhannya.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 173


MODUL F

174 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

VI.d. KESENJANGAN SUMBERDAYA


A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu :
• Mengidentifikasi kesenjangan sumberdaya
• Menganalisis kesenjangan sumberdaya
• Mengidentifikasi alternatif dan strategi pemenuhan
kesenjangan sumberdaya.

B. Bahan/Materi

Kata kunci:
• Kebutuhan sumberdaya
• Ketersediaan sumberdaya
• Kesenjangan Sumberdaya
• Strategi Pemenuhan kesenjangan
• Menyusun ringkasan rencana kontinjensi.
Daftar pertanyaan:
• Kapan terjadi kesenjangan kebutuhan?
• Bagaimana strategi menutupi kesenjangan kebutuhan?

1. Analisis kesenjangan antara ketersediaan dan


kebutuhan sumberdaya
Dalam merumuskan proyeksi kebutuhan, ketersediaan akan
berujung pada apakah akan memunculkan kesenjangan
atau tidak. Kesenjangan muncul apabila sumberdaya yang
dibutuhkan tidak tersedia atau jumlah yang tersedia kualitas/
jumlahnya kurang. Oleh karena itu seorang perancangan
perencanaan kontinjensi harus mampu menganalisis hal ini
dan berusaha mengidentifikasi alternative pemenuhannya.
Kesenjangan tidak menjadi orientasi proyek, dalam artian
pembelian berbagai hal yang diperlukan. Perhitungan
biaya dengan sewa atau biaya operasional. Mengutamakan
pemberdayaan sumberdaya yang ada atau wilayah sekitar.
Tidak ada pengadaan sarana dan prasarana baru (hanya secara
terbatas). Pada prinsipnya adalah pengerahan sumberdaya
yang ada, dan kekurangannya akan dipenuhi dari kepemilikan
lain, seperti provinsi, pusat, dll.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 175


MODUL F

2. Rencana masing-masing unit kerja SKPDB


Rencana masing-masing unit kerja yang dikoordinasikan dan
harmonisasi dengan seluruh bidang operasi penanggap dalam
menghadapi penanganan darurat.
Sumberdaya yang ada (lokal) atau di wilayah sekitar perlu
diutamakan. Kesenjangan sumberdaya yang muncul pada
tiap bidang operasi dapat dipenuhi dengan menggunakan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Menggunakan sumberdaya/potensi masyarakat dan
pemerintah daerah setempat.
b. Bantuan dari lembaga usaha/swasta.
c. Sumberdaya / potensi daerah (kabupaten/kota) yang
berdekatan.
d. Sumberdaya/potensi dari level pemerintahan yang lebih
tinggi (provinsi/nasional).
e. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik unsur pemerintah
maupun nonpemerintah, bias berbentuk Memorandum of
Understanding (MoU), stand-by contract, meminjam, atau
kerjasama dalam bentuk lain.
f. Bantuan masyarakat internasional yang sah dan tidak
mengikat (bersifat melengkapi).
g. Tidak berupa pembelian/pengadaan kecuali pemenuhan
kebutuhan dasar.
Oleh karena proyeksi kebutuhan bukan merupakan penyusunan
rencana anggaran proyek, maka dalam melakukan proyeksi
tersebut lebih mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya
lokal/setempat yang ada dan merujuk pada peraturan
perundangan yang berlaku perhitungan biaya dengan sewa
atau biaya operasional. Setelah penanganan darurat selesai,
barang-barang/peralatan/logistik yang sifatnya ”tidak
habis pakai”, adalah berstatus barang inventaris negara/
pemerintah/pemerintah-provinsi/kabupaten/kota atau di
bawah pengelolaan pihak- pihak lainnya dan setiap saat dapat
dimanfaatkan kembali untuk penanganan darurat (dalam hal
terjadi bencana/kedaruratan). Sedangkan kelebihan barang-
barang yang sifatnya ”habis pakai”, hal tersebut dapat
disalurkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

176 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Matriks Hasil Proyeksi Kebutuhan, Ketersediaan dan


Kesenjangan Sumber Daya
VOLUME Startegi
Standar Pemenu
No. Jenis Sumber daya Kebutuhan Ketersediaan Kesenjangan han

Jumlah

C. Latihan

Diskusi Kelompok
1. Kelompok melakukan curah gagas (brainstorm), untuk
mengidentifikasi kesenjangan sumberdaya serta menganalisis
kesenjangan sumberdaya. Yakni selisih antara kebutuhan
sumberdaya yang telah disusun disandingkan dengan
ketersediaan sumberdaya.
2. Kesenjangan sumberdaya dicarikan solusinya dengan
mengidentifikasi alternatif dan strategi pemenuhan
kesenjangan sumberdaya tersebut.
Penyampaian hasil kelompok
1. Masing-masing kelompok memaparkan hasil identifikasi
analisis kesenjangan dalam pleno untuk tanggapan ataupun
penyempurnaan.
2. Peserta menyusun matriks konvergensi kesenjangan
sumberdaya dengan menandai masing-masing sumberdaya
sebagai:
a. langsung tersedia,
b. dapat digerakkan dalam jangka waktu tertentu, atau
c. dapat digerakkan tetapi melalui prosedur tertentu.

D. Rangkuman
1. Kesenjangan diutamakan dengan mencari alternatif dari
sumberdaya lokal, selanjutnya bisa meminta bantuan ke
tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
2. Kemungkinan akan terjadi ketersediaan sumberdaya tidak
sesuai kebutuhan (kurang atau tidak ada sama sekali).

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 177


MODUL F

3. Strategi pemenuhan kesenjangan dengan cara dibeli bukanlan


suatu proyek belanja daerah dan pembelian/belanja dengan
dana darurat/siap pakai ada batasannya, oleh karena bukan
merupakan penyusunan rencana anggaran proyek.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Kesenjangan antara kebutuhan sumberdaya dan ketersediaan
sumberdaya, menjadi umpan balik untuk kebutuhan dan
ketersediaan sumberdaya itu sendiri dalam penyelarasan data
maupun perhitungannya. Setelah rencana bidang operasi secara
keseluruhan selesai disusun, tindak lanjutnya adalah simulasi
draft rencana kontinjensi, berupa diseminasi, aktivasi, kaji ulang,
formalisasi/legalisasi, serta uji draft rencana kontinjensi.

178 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KONTINJENSI

Catatan ...................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 179


MODUL F

180 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


MODUL G
SIMULASI DRAFT RENCANA
KONTINJENSI
MODUL G

182 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

DAFTAR ISI
MODUL G
SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI
BAB I
PENDAHULUAN
B.. Deskripsi Singkat................................ 185
C.. Manfaat Modul.................................... 186
D.. Tujuan Pembelajaran........................... 186
E.. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok....... 187
F.. Petunjuk Belajar.................................. 188
BAB II
RENCANA TINDAK LANJUT
II.1. DISEMINASI RENCANA KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar......................... 189
B..Bahan/Materi...................................... 189
C..Latihan.............................................. 190
D..Rangkuman........................................ 190
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 190
II.2. PROSEDUR AKTIVASI RENCANA
KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 191
B..Bahan/Materi...................................... 191
C..Latihan.............................................. 193
D..Rangkuman........................................ 193
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 193
II.3. PROSEDUR KAJI ULANG RENCANA
KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 195
B..Bahan/Materi...................................... 195
C..Latihan.............................................. 195
D..Rangkuman........................................ 196
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 196

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 183


MODUL G

II.4. PROSEDUR FORMALISASI/


LEGALISASI RENCANA KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar......................... 197
B..Bahan/Materi...................................... 197
C..Latihan.............................................. 198
D..Rangkuman........................................ 198
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 198
II.5. PENYUSUNAN RINGKASAN DOKUMEN
RENCANA KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 201
B..Bahan/Materi...................................... 201
C..Latihan.............................................. 202
D..Rangkuman........................................ 202
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 203
BAB III
UJI DRAFT RENCANA KONTINJENSI
A.. Indikator Hasil Belajar.......................... 205
B..Bahan/Materi...................................... 205
C..Latihan.............................................. 215
D..Rangkuman........................................ 216
E.. Umpan Balik dan Tindak Lanjut............. 216

184 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Simulasi draft rencana kontinjensi merupakan materi akhir dalam
lanjutan penyusunan dokumen rencana kontinjensi, meliputi
rencana tindak lanjut (diseminasi, prosedur aktivasi, prosedur
kaji ulang, prosedur formalisasi/legalisasi), dan uji draft rencana
kontinjensi. Tahapan sebelumnya adalah penyusunan dokumen
rencana kontinjensi yang menghasilkan draft rencana kontinjensi
yang perlu ditindak lanjuti dengan rencana tindak lanjut serta uji
draft. Pada akhirnya akan dihasilkan proses formalisasi/legalisasi
berupa peraturan kepala daerah tentang rencana kontinjensi.
Hasil yang diharapkan adalah draft rencana kontinjensi yang telah
diujicoba, baik simulasi di ruangan maupun ujicoba di lapangan,
dan menghasilkan rencana kontinjensi yang dapat di legalisasi
menjadi peraturan kepala daerah.

B. Deskripsi Singkat
Simulasi draft rencana kontinjensi meliputi rencana tindak
lanjut berupa diseminasi, prosedur aktivasi, prosedur kaji ulang,
prosedur formalisasi/legalisasi, serta uji draft rencana kontinjensi.
1. Rencana tindak lanjut dengan merencanakan tindakan-
tindakan setelah draft rencana kontinjensi selesai disusun.
2. Diseminasi rencana kontinjensi menyebarluaskan rencana
kontinjensi kepada seluruh pemangku kepentingan dan
masyarakat luas, bertujuan untuk kesiapsiagaan menghadapi
bencana.
3. Prosedur aktivasi rencana kontinjensi ketika terjadi bencana.
4. Prosedur kaji ulang rencana kontinjensi ketika tidak terjadi
bencana.
5. Prosedur formalisasi/legalisasi rencana kontinjensi berupa
proses peraturan kepala daerah, untuk menjadikan produk
hukum yang mengikat bagi semua.
6. Penyusunan ringkasan dokumen rencana kontinjensi
7. Uji draft rencana kontinjensi berupa simulasi dalam ruangan
maupun di lapangan, bertujuan untuk menyempurnakan
rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 185


MODUL G

C. Manfaat Modul
1. Peserta mampu merencanakan tindakan-tindakan setelah
draft rencana kontinjensi selesai disusun.
2. Peserta mampu menjelaskan diseminasi rencana kontinjensi
kepada seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat luas,
bertujuan untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana.
3. Peserta mampu menjelaskan prosedur aktivasi rencana
kontinjensi ketika terjadi bencana.
4. Peserta mampu menjelaskan prosedur kaji ulang rencana
kontinjensi ketika tidak terjadi bencana.
5. Peserta mampu menjelaskan prosedur formalisasi/legalisasi
rencana kontinjensi berupa proses peraturan kepala daerah.
6. Peserta mampu merumuskan ringkasan dokumen rencana
kontinjensi.
7. Peserta mampu menjelaskan uji draft rencana kontinjensi
untuk menguji draft rencana kontinjensi berupa simulasi
dalam ruangan maupun di lapangan.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Kurikuler Umum


Tujuan umum simulasi draft rencana kontinjensi adalah untuk
memberikan arah dalam penyelenggaraan pelatihan, serta
memberikan pegangan dan pedoman dalam pelaksanaan
pelatihan materi simulasi draft rencana kontinjensi meliputi
rencana tindak lanjut (diseminasi, prosedur aktivasi, prosedur
kaji ulang, prosedur formalisasi/legalisasi), dan uji draft
rencana kontinjensi, sehingga kisi-kisi materi yang diberikan
akan standar.

2. Tujuan Kurikuler Khusus


Tujuan khusus mata pendidikan dan pelatihan simulasi draft
rencana kontinjensi adalah peserta diharapkan mampu :
a. Merencanakan tindakan-tindakan setelah draft rencana
kontinjensi selesai disusun.
b. Menjelaskan diseminasi rencana kontinjensi kepada
seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat luas.
c. Menjelaskan prosedur aktivasi rencana kontinjensi ketika
terjadi bencana.
d. Menjelaskan prosedur kaji ulang rencana kontinjensi ketika
tidak terjadi bencana.

186 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

e. Menyusun proses formalisasi/legalisasi rencana kontinjensi


berupa proses
f. peraturan kepala daerah.
g. Menyusun ringkasan dokumen rencana kontinjensi.
h. Menjelaskan uji draft rencana kontinjensi untuk menguji
draft rencana kontinjensi berupa simulasi didalam ruangan
maupun di lapangan.
3. Kompetensi Lulusan
Setelah mengikuti pelatihan simulasi draft rencana kontinjensi,
peserta diharapkan mampu menyusun rencana tindak lanjut
berupa diseminasi, prosedur aktivasi, prosedur kaji ulang,
prosedur formalisasi/legalisasi, penyusunan ringkasan
dokumen rencana kontinjensi serta proses menguji draft
rencana kontinjensi untuk penyempurnaan draft rencana
kontinjensi.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Diseminasi rencana kontinjensi
a. Target dan sasaran diseminasi
b. Strategi diseminasi
2. Prosedur aktivasi rencana kontinjensi
a. Prosedur aktivasi
b. Perka BNPB Nomor 24 Tahun 2010 tentang rencana
operasi.
c. Tim reaksi cepat (TRC)
d. Perka BNPB No 03 Th. 2016 tentang sistem komando
penanganan darurat bencana
3. Prosedur kaji ulang rencana kontinjensi
a. Prosedur kaji ulang
b. Periode rencana kontinjensi
c. Pemutakhiran data
4. Prosedur formalisasi/legalisasi rencana kontinjensi
a. Pembentukan tim perumus peraturan kepala daerah
b. Uji publik/diskusi publik draft rencana kontinjensi.
c. Pengesahan peraturan kepala daerah
5. Penyusunan ringkasan dokumen rencana kontinjensi
a. Tujuan menyusun ringkasan dokumen rencana kontinjensi
b. Isi ringkasan dokumen rencana kontinjensi

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 187


MODUL G

6. Uji draft rencana kontinjensi


a. Simulasi rapat koordinasi
b. Table top exercise (TTX)
c. Uji posko
d. Uji lapang

F. Petunjuk Belajar
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan
tujuan pembelajaran tercapai dengan baik, diharapkan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membaca secara cermat dan memahami tujuan pembelajaran
yang tertulis pada setiap awal materi :
a. Rencana tindakan setelah draft rencana kontinjensi selesai
disusun.
b. Diseminasi rencana kontinjensi.
c. Prosedur aktivasi rencana kontinjensi.
d. Prosedur kaji ulang rencana kontinjensi.
e. Proses formalisasi/legalisasi rencana kontinjensi.
f. Uji draft rencana kontinjensi.
2. Mempelajari setiap sesi secara berurutan, dari awal sampai
dengan akhir materi.
3. Mengerjakan secara sungguh-sungguh sampai dengan selesai
setiap evaluasi pada setiap akhir materi.
4. Keberhasilan proses pembelajaran terletak pada kesungguhan
peserta. Diharapkan peserta belajar secara mandiri. Untuk
belajar mandiri dapat melakukannya seorang diri, berdua,
atau berkelompok dengan teman lain untuk saling berdiskusi.
5. Disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain seperti
yang tertera pada daftar pustaka, dan jangan segan-segan
bertanya kepada fasilitator atau teman yang telah memahami
tentang materi ini.

188 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

BAB II
RENCANA TINDAK LANJUT

II.1. DISEMINASI RENCANA KONTINJENSI


A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Memahami tujuan rencana kontinjensi.
• Memahami target sasaran diseminasi yakni unsur pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat serta dunia usaha,
• Menjelaskan penentuan media melalui diskusi dalam forum
pertemuan
• Memahami bagaimana memotivasi audiens untuk memberi
tanggapan atau masukan.
• Memperhitungkan dampak, baik negatif ataupun positif.
• Memahami perlunya evaluasi, sejauh mana audiens memahami
dengan baik.

B. Bahan/Materi

Kata Kunci:
• Rencana kontinjensi sebagai piranti koordinasi multi
pemangkukepentingan (multi- stakeholder).
• Pemangku kepentingan adalah pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat dan dunia usaha.
• Perlunya diseminasi kepada seluruhn pemangku kepentingan.
Diseminasi dokumen rencana kontinjensi melibatkan para pihak
dalam penanganan darurat bencana dari unsur pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha. Diseminasi
dokumen rencana kontinjensi bertujuan agar para pihak
memperoleh informasi dan memperoleh pemahaman bersama
tentang peran dan tanggungjawab, sehingga rencana kontinjensi
dapat diterima serta pada waktu terjadi kedaruratan akan
melaksanakan pengetahuan rencana kontinjensi tersebut.
Rencana kontinjensi sebagai sebuah perencanaan dengan
melibatkan berbagai pihak perlu dipahami bersama agar dapat
dijalankan secara terkoordinasi. Tiga pilar utama penanggulangan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 189


MODUL G

bencana adalah pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Oleh


karenanya BPBD sebagai pemegang mandat koordinasi di daerah
dalam penanggulangan bencana memfasilitasi media diseminasi
yang dapat berbentuk :
1. Lokakarya
2. Diskusi/pertemuan sosialisasi untuk semua pihak terkait.
3. Audensi dengan Pimpinan Daerah

C. Latihan
Diskusikan dengan teman sejawat:
1. Apakah diseminasi rencana kontinjensi itu?
2. Siapa saja target diseminasi rencana kontinjensi?
3. Apa tujuan diseminasi rencana kontinjensi?

D. Rangkuman
Rencana kontinjensi akan bermanfaat jika diketahui dan dipahami
oleh banyak pihak. Diseminasi dokumen rencana kontinjensi
kepada semua pihak terkait menjadi keharusan untuk memastikan
pemahaman dan pelaksanaan rencana tersebut, untuk kemudian
terlibat dalam kesiapsiagaan bersama menghadapi bencana, baik
dari unsur pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan
dunia usaha.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Deseminasi rencana kontinjensi sebagai bahan masukan balik
pada tahapan sebelumnya yakni penyusunan draft rencana
kontinjensi. Materi ini menjadi bahan masukan untuk tahapan
selanjutnya yakni prosedur aktivasi rencana kontinjensi. Tindak
lanjut sesi ini sebagai dasar menyusun materi dan dokumen pada
tahapan selanjutnya dalam penyusunan rencana kontinjensi.

190 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

II.2. PROSEDUR AKTIVASI RENCANA


KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Menguraikan prosedur aktivasi draft rencana kontinjensi.
• Menjelaskan rencana kontinjensi sebagai dasar penyusunan
rencana operasi.
• Memahami cara menyusun draft rencana operasi penanganan
darurat sesuai Peraturan Kepala BNPB Nomor 24 Tahun 2010,
berbasis rencana kontinjensi dan hasil kaji cepat.
• Memahami penyusunan draft Protap peringatan dini
(Penyebaran Informasi Bencana) dan Protap penanganan
darurat (antar lembaga).

B. Bahan/Materi
• Prosedur aktivasi rencana kontinjensi.
• Proses penyusunan Rencana Operasi Penanganan darurat.
• Protap Peringatan Dini (Penyebaran Informasi Bencana) dan
Protap Penanganan darurat.
1. Prosedur Aktivasi
a. Apabila terjadi bencana, maka rencana kontinjensi menjadi
dasar penyusunan rencana operasi penanganan darurat,
dengan memperhitungkan analisa hasil kajian cepat
untuk penyesuaian data dan kebutuhan sumberdaya.
Rencana operasi penanganan darurat, harus dijalankan
oleh Struktur Komando Penanganan Darurat. Rencana
kontinjensi yang sudah dijadikan dasar rencana operasi
penanganan darurat, tidak berlaku lagi.
b. Ketika diaktivasi, Struktur Komando melakukan
pengembangan atau penyempuranan PROSEDUR OPERASI
PENANGANAN DARURAT dengan menyusun rantai
peringatan dini (penyebarluasan informasi) dan prosedur
penanganan darurat bencana.
c. Hubungan renkon dengan renops
• Renkon sebagai dasar penyusunan renops, berisi
kesepakatan bersama, tindakan teknis dan manajerial,
sistem respons dan pengerahan sumberdaya terhadap
skenario dampak sebuah bencana.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 191


MODUL G

• Renops disusun sesaat terjadi bencana, berdasarkan


renkon, memasukkan data kaji cepat. Berpedoman pada
prosedur, struktur organisasi, jenis kegiatan, ketersediaan
sumberdaya, yang informasinya sudah teridentifikasi
dalam renkon, dengan tetap memperhatikan besarnya
eskalasi dampak bencana yang terjadi di lapangan.

2. Peraturan Kepala BNPB Nomor 24 Tahun 2010 tentang


Rencana Operasi
Dalam rencana operasi ditentukan tujuan, tindakan-tindakan
taktis teknis dan manajerial serta inventarisasi potensi
sumberdaya yang ada, sehingga komandan penanganan
darurat bencana dan seluruh jajarannya dapat melaksanakan
penanganan darurat bencana. Proses penyusunan rencana
operasi meliputi tahapan:
a. Tindakan awal (a.l. mengaktifkan dokumen rencana
kontinjensi)
b. Pada status siaga darurat menggunakan pengembangan
skenario kejadian bencana dari rencana kontinjensi
c. Penetapan tujuan dan sasaran (dari rencana kontinjensi
tujuan, kebijakan, strategi penanganan darurat dan
tujuan/sasaran bidang operasi)
d. Rapat rencana taktis
e. Persiapan rapat rencana operasi
f. Rapat rencana operasi
g. Penetapan rencana operasi
h. Rapat penjelasan rencana operasi
i. Pelaksanaan dan pengakhiran
3. TRC
Pengkajian cepat dan tepat di lokasi bencana dalam waktu
tertentu, dalam rangka mengidentifikasi :
a. cakupan lokasi bencana,
b. jumlah korban,
c. kerusakan prasarana sarana,
d. Gangguan fungsi pelayanan umum dan pemerintahan,
kemampuan sumberdaya alam dan buatan
e. saran tepat dalam rangka penanganan bencana,
f. tugas tambahan membantu BPBD dalam mengkoordinasikan
sektor2 terkait PB

192 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

C. Latihan
Diskusikan dengan teman sejawat:
1. Bagaimana rencana kontinjensi dapat digunakan sebagai
dasar penyusunan rencana operasi?
2. Bagaimana pelaksanaan koordinasi penanganan darurat
bencana di Indonesia?
3. Apa landasan hukum penyusunan rencana operasi penanganan
darurat berdasarkan rencana kontinjensi dan hasil kaji cepat?
4. Baggaimana cara menyusun draft Protap Peringatan Dini
(Penyebaran Informasi Bencana) dan Protap Penanganan
darurat (antar lembaga)?

D. Rangkuman
1. Rencana kontinjensi merupakan dasar penyusunan rencana
operasi.
2. Aktivasi rencana kontinjensi dilakukan pada saat penanganan
darurat bencana.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Sesi ini diadakan untuk membumikan rencana kontinjensi yang telah
dibuat dengan menyusun perangkat Sistem Komando Penanganan
Darurat Bencana dan menggunakan rencana kontinjensi sebagai
dasar penyusunan rencana operasi penanganan darurat. Tindak
lanjut sesi ini sebagai bahan masukan pada tahapan selanjutnya
dalam penyusunan rencana kontinjensi, yakni bagaimana kaji
ulang, formalisasi/legalisasi serta uji draft rencana kontinjensi.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 193


MODUL G

194 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

II.3. PROSEDUR KAJI ULANG RENCANA


KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu menjelaskan
prosedur kaji ulang rencana kontinjensi.

B. Bahan/Materi
• Prosedur kaji ulang.
• Pemutakhiran data.
Uraian Materi
Apabila tidak terjadi bencana selama masa waktu rencana
kontinjensi, rencana kontinjensi dapat diperpanjang untuk
periode/kurun waktu tertentu, dan rencana kontinjensi dapat
dinyatakan tidak berlaku ketika periode waktu telah selesai.
Selanjutnya melakukan pemutakhiran data-data dinamika skala
bencana, perubahan besaran kerentanan, serta perubahan
kapasitas atau kemampuan sumberdaya.
Apabila setelah kaji ulang beberapa kali atau ketika pakar
menyatakan potensi bencana tersebut sudah tidak ada, maka
rencana kontinjensi dapat dinyatakan tidak berlaku. Jika suatu
ketika potensi bencana timbul kembali, maka rencana kontinjensi
tersebut dirujuk kembali.
Kaji ulang dan pemutakhiran data bertujuan untuk memverifikasi
data sesuai dengan situasi terkini. Data-data yang dapat
dimutakhirkan adalah :
a. Dinamika skala bencana
b. Perubahan besaran kerentanan
c. Perubahan kapasitas atau kemampuan sumber daya
Pemutakhiran data dilakukan melalui berbagai cara antara lain
pertemuan berkala untuk kaji ulang, lokakarya, atau rapat
konsultasi.

C. Latihan
Diskusikan dengan teman sejawat:
1. Apabila tidak terjadi bencana, apa yang dilakukan ?
2. Apabila setelah kaji ulang beberapa kali, tidak terjadi bencana,
apa yang dilakukan terhadap rencana kontinjensi ?

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 195


MODUL G

3. Siapa yang bertanggungjawab untuk memutakhirkan dan


mengelola rencana kontinjensi ini?
4. Kapan rencana kontinjensi ini akan diperbarui atau
Pemutakhiran data?

D. Rangkuman
Rencana kontinjensi perlu dikaji ulang, jika bencana tidak
terjadi selama masa tertentu, untuk memutakhirkan data dan
informasi. Kaji ulang dengan pemutakhiran data dan informasi
mempertimbangkan dinamika skala ancaman, perubahan
besaran kerentanan, serta perubahan kapasitas atau kemampuan
sumberdaya yang terjadi.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Sebagai bahan masukan untuk mengkaji dokumen rencana
kontinjensi yang dihasilkan dalam proses yang telah dilakukan.
Tindak lanjut sesi ini sebagai dasar untuk mengkaji dokumen
rencana kontinjensi dengan memperhatikan situasi dan kondisi
terkini untuk memutakhirkan dokumen tersebut.

196 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

II.4. PROSEDUR FORMALISASI/LEGALISASI


RENCANA KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan Topik Belajar peserta mampu:
• Memahami rencana kontinjensi merupakan pedoman bagi
para pihak yang terlibat dalam penanganan darurat bencana
di daerah, serta untuk membangun komitmen bersama.
• Menjelaskan BPBD pembentukan Tim Perumus untuk persiapan
penerbitan Peraturan Kepala Daerah.

B. Bahan/Materi
• Formalisasi/legalisasi dokumen rencana kontinjensi.
• Pengesahan rencana kontinjensi menjadi Peratutan Kepala
Daerah dengan formalisasi/ legalisasi.
Uraian Materi
Kata Kunci:
• Formalisasi/legalisasi dokumen rencana kontinjensi
• Tim Perumus persiapan penerbitan peraturan Kepala Daerah
• Uji publik/diskusi publik draft peraturan kepala daerah tentang
rencana kontinjensi
Legalisasi dan formalisasi bertujuan untuk memformalkan
rencana kontinjensi agar absah menjadi dokumen lembaran
daerah melalui peraturan kepala daerah. Pengesahan sebagai
dokumen daerah dapat menjadi acuan dan mengikat komitmen
seluruh pemangku kepentingan terkait dalam operasi tanggap
darurat untuk mengerahkan sumber daya, mengingat bahwa
rencana kontinjensi hanya akan berlaku jika telah legal dari yang
berwenang.
Kerja-kerja advokasi diperlukan, tim perumus harus merancang
langkah-langkah konkrit untuk legalisasi dokumen pada pihak
yang bertanggungjawab. Misalnya, penyampaian kepada Kepala
daerah, BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota dan DPRD untuk mendapat
penguatan setingkat Perda atau peraturan kepala daerah.
Proses penyusunan Peraturan Kepala Daerah sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana kontinjensi dilakukan oleh seluruh
pemangku kepentingan penanggulangan bencana (pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha) untuk membangun komitmen

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 197


MODUL G

bersama.
2. Uji rencana kontinjensi dilakukan melalui simulasi, gladi ruang,
gladi Posko, dan gladi lapang. Uji rencana kontinjensi ini diikuti
Tim penyusun rencana kontinjensi dan masyarakat terdampak,
untuk menguji ketepatan kualitas rencana kontinjensi tersebut.
3. Pembentukan Tim Perumus oleh BPBD, terdiri dari unsur
BPBD, TNI, Polri, Kesehatan, SAR, Sosial, PU, Perhubungan,
Sekda (Bag. Hukum, Bag. Umum, Bag. Keuangan), dan unsur
lain yang diperlukan. Keterlibatan unsur Sekda dalam Tim
Perumus bertujuan mempercepat penerbitan Peraturan Kepala
Daerah. Tim Perumus melakukan penyempurnaan dokumen
rencana kontinjensi dan persiapan untuk uji publik/diskusi
publik legalisasi dokumen.
4. Uji publik berupa paparan dokumen oleh BPBD kepada seluruh
SKPD, DPRD, Tokoh masyarakat, langsung dipimpin oleh
pimpinan daerah.
5. Seluruh proses kegiatan dalam rencana tindak lanjut harus
dilaksanakan sebagai dasar legalisasi dokumen rencana
kontinjensi.

C. Latihan
Diskusi dengan teman sejawat:
1. Mengapa perlu dilakukan formalisasi/legalisasi rencana
kontinjensi?
2. Bagaimana proses rencana kontinjensi diformalisasi/
dilegalisasi di daerah?
3. Apa saja tugas Tim perumus rencana kontinjensi ?
4. Siapa saja yang terlibat dalam formalisasi/legalisasi rencana
kontinjensi di daerah ?

D. Rangkuman
Formalisasi/legalisasi bertujuan untuk memformalkan dan
melegalisasi rencana kontinjensi melalui peraturan kepala daerah
dan mengawal komitmen seluruh pemangku kepentingan terkait
dalam operasi penanganan darurat, sehingga akan mengikat
secara hukum seluruh pemangku kepentingan penangan darurat
bencana.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Sebagai bahan masukan untuk umpan balik tahapan prosedur
kaji ulang rencana kontinjensi maupun tahapan sebelumnya

198 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

draft dokumen rencana kontinjensi. Tindak lanjut sesi ini sebagai


dasar untuk kesiapsiagaan seluruh pemangku kepentingan dalam
menghadapi penanganan darurat bencana.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 199


MODUL G

200 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

II.5. PENYUSUNAN RINGKASAN DOKUMEN


RENCANA KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan Topik Belajar peserta mampu:
• Memahami tujuan penyusunan ringkasan dokumen rencana
kontinjensi.
• Menyusun ringkasan dokumen rencana kontinjensi, yang
merupakan ringkasan dari draft rencana kontinjensi yang
telah jadi.
B. Bahan/Materi
• Tujuan ringkasan dokumen rencana kontinjensi
• Isi ringkasan dokumen rencana kontinjensi
Uraian Materi
1. Tujuan ringkasan dokumen rencana kontinjensi
Pada akhir penyelesaian draft rencana kontinjensi, perlu
disusun “Ringkasan Dokumen Rencana Kontinjensi” yang
semua datanya diambil dari draft rencana kontinjensi yang
sudah tersusun. Ringkasan dokumen dapat menjadi panduan/
acuan yang cepat dalam pengambilan keputusan tindakan-
tindakan awal pada saat terjadinya bencana, informasi yang
disampaikan antara lain:
a. Jalur-jalur pengungsian/jalur evakuasi yang telah
direncanakan
b. Letak tempat-tempat pengungsian dan kapasitasnya
c. Jumlah yang dibutuhkan setiap shelter atau titik
pengungsian mengenai Tenda, Posko, beras, MCK, Dapur
umum, Pos Kesehatan, Air bersih, Genset, dll.
2. Isi ringkasan dokumen
Isi ringkasan dokumen adalah sebagai berikut:
a. Uraian singkat gambaran umum wilayah provinsi/
kabupaten/kota tempat kejadian bencana.
b. Uraian singkat ancaman bahaya yang diprioritaskan dan
dikembangkan rencana kontinjensinya, misalnya gunung
api, sejarahnya meletusnya, potensi letusan saat ini,
karakter letusan, luasan dampaknya dsb.
c. Narasi mengenai skenario kejadian bencana berdasarkan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 201


MODUL G

kajian ilmiah dari ahli yang berkompeten dibidangnya,


bahaya atau ancamannya, dan luasan dampak.
d. Uraian mengenai asumsi dampak terhadap aspek
kehidupan dan penghidupan manusia, sarana prasarana,
fasilitas umum, fasilitas sosial, sosial ekonom, serta
lingkungan. Penentuan desa/kelurahan yang terdampak
beserta jumlah jiwa dan kepala keluarga, asumsi jumlah
yang meninggal, luka berat, luka ringan, mengungsi, dan
pindah.
e. Rencana jalur-jalur evakuasi ke tempat yang aman.
f. Rencana tempat-tempat pengungsian beserta kapasitasnya,
yang aman dan terdekat dari desa/kelurahan terdampak.
Menghitung Asumsi kebutuhan dasar shelter (Posko
Lapangan, Pos Kesehatan, beras, makanan, MCK, Dapur
Umum, Gudang Simpan, Genset, Tenda) berdasarkan
standar minimal.
g. Uraian mengenai tujuan atau kebijakan dan strategi
tanggap darurat yang diterapkan oleh daerah setempat.
h. Perencanaan Struktur Komando Penanganan Darurat
dan uraian tugas setiap bidang operasi. uraian tentang
kebutuhan, ketersediaan dan kesenjangan sumberdaya
manusia, peralatan, dan pendanaan sesuai asumsi dampak
untuk merespon penanganan darurat. Antara lain bidang
operasi SAR dan evakuasi, Kesehatan, Pengngsian dan
Huntara (pendidikan dan relawan), Air bersih dan Sanitasi,
Keamanan dan Ketertiban, bidang operasi Khusus/Ternak.
Serta penjelasan strategi untuk memenuhi kesenjangan
tersebut.
i. Manajemen dan Koordinasi penanganan darurat, berisi
tentang manajemen Pos Komando penanganan darurat
dan organisasinya, penentuan letak Posko Utama, Posko-
Posko Lapangan, Jalur evakuasi, Pos Kesehatan, Dapur
Umum, Gudang Logistik dll.

C. Latihan
Susunlah ringkasan rencana kontinjensi, setelah draft dokumen
selesai disusun. Ringkasan dokumen dapat menjadi panduan/
acuan yang cepat dan strategis dalam pengambilan keputusan
tindakan-tindakan awal pada saat terjadinya bencana.
D. Rangkuman
Ringkasan dokumen rencana kontinjensi bertujuan untuk
menjadi panduan/acuan yang cepat dalam pengambilan

202 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

keputusan tindakan-tindakan awal pada saat terjadinya bencana.


Berisi uraian singkat wilayah provinsi/kabupaten/kota, uraian
singkat ancaman bahaya terpilih, narasi diskriptif skenario
kejadian bencana dan dampak bencana, jalur-jalur evakuasi
yang telah direncanakan, letak tempat-tempat pengungsian
dan kapasitasnya, jumlah yang dibutuhkan setiap shelter atau
titik pengungsian mengenai Tenda, Posko, beras, MCK, Dapur
umum, Pos Kesehatan, Air bersih, Genset, dll. Letak Posko dan
Pos lapangan serta Pos pendukung,
E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Sebagai bahan masukan untuk umpan balik seluruh dokumen
rencana kontinjensi. Tindak lanjut sesi ini sebagai dasar untuk
kesiapsiagaan seluruh pemangku kepentingan dalam menghadapi
penanganan darurat bencana.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 203


MODUL G

204 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

BAB III
UJI DRAFT RENCANA KONTINJENSI
A. Indikator Hasil Belajar
Setelah melaksanakan topik belajar peserta mampu:
• Memahami tujuan dan kegiatan rapat koordinasi
• Menjelaskan tujuan dan kegiatan Table Top Excersice (TTX).
• Menjelaskan tujuan dan kegiatan Uji Posko.
• Menjelaskan tujuan dan kegiatan Uji lapang.

B. Bahan/Materi
• Simulasi Rapat Koordinasi
• Kegiatan Table Top Ex ercise (TTX)
• Kegiatan Uji Posko/Gladi Posko
• Kegiatan Uji Lapang/Gladi Lapang
Uraian Materi
1. Simulasi Rapat Koordinasi
Uji draft rencana kontinjensi, diwujudkan dalam rapat
koordinasi tingkat daerah, dengan agenda finalisasi rencana
kontinjensi tingkat daerah, dipimpin (berperan) Bupati/
Walikota/Sekretaris Kabupaten/Kota. Paparan masing-masing
bidang operasi pada rapat koordinasi mengenai kesiapan
sumberdaya, dan akhirnya merumuskan hasil akhir adalah
draft rencana kontinjensi final disepakati oleh seluruh yang
terlibat.
a. Bidang operasi menyampaikan secara singkat hasil
kompilasi bahan penulisan rencana kontinjensi yang
disusun oleh peserta. Melaporkan setiap bidang operasi
kepada rapat koordinasi.
b. Paparan masing-masing bidang operasi atau bidang
operasi berupa:
1) Situasi masing-masing bidang operasi yang dihadapi
dalam penanganan darurat.
2) Kegiatan masing-masing bidang operasi yang dilakukan
dalam penanganan darurat.
3) Sasaran kegiatan masing-masing bidang operasi yang

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 205


MODUL G

akan dicapai dalam penanganan darurat.


4) Kebutuhan sumberdaya, masing-masing bidang
operasi dalam penanganan darurat.
5) Ketersediaan sumberdaya, masing-masing bidang
operasi dalam penanganan darurat.
6) Kesenjangan sumberdaya, masing-masing bidang
operasi dalam penanganan darurat.
7) Letak Pos Komando, Posko Lapangan, dan Pos
Pendukung..
8) Jalur-jalur evakuasi.
9) Titik-titik kumpul dan tempat-tempat pengungsian.
10) Organisasi Operasi penanganan darurat.
11) Rencana Tindak lanjut
c. Tindak lanjut dari perencanaan, meliputi upaya
mendapatkan formalisasi.
d. Kemungkinan besar diperlukan perencanaan lanjutan
seperti penganggaran, penjadwalan, dsb. yang akan
melengkapi sesi perencanaan.
2. Kegiatan Uji Ruang/Table Top Exercise (TTX)
Uji ruang (atau TTX atau Gladi Ruang) adalah suatu latihan
dalam bentuk diskusi pada level pengambil keputusan dari
tiap-tiap instansi, untuk membahas kasus atau permasalahan
dalam operasi penanganan bencana berdasarkan skenario
latihan. Tujuan Uji Ruang guna meningkatkan pemahaman
tentang protap, buku petunjuk, serta tugas dan tanggung
jawab masing-masing perwakilan instansi.
a. Tujuan:
1) Memvalidasi pemikiran/ide, baik yang berupa prosedur,
rencana kontijensi, rencana operasi, kesepakatan
kerjasama, dan lain-lain;
2) Memecahkan suatu permasalahan dalam menjalankan
suatu perencanaan dan prosedur sehingga menghasilkan
umpan balik untuk evaluasi dan revisi protap;
3) Menguji kemampuan pengendalian dan koordinasi
antar pelaku
b. Mekanisme TTX
Pembekalan dan pemahaman terhadap rencana kontinjensi
dan ujinya memuat:

206 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

1) Manajemen Penanggulangan Bencana


2) Perka BNPB ttg Sistem Komando Penanganan darurat
3) Perka BNPB Pemenuhan Kebutuhan Dasar
4) Perka tentang Mekanisme Penerimaan Bantuan LN
5) Peraturan Daerah dll
c. Penyusunan Skenario dan Pertanyaan
1) Gambaran kejadian bencana (lokasi, dampak terhadap
infrastruktur serta kondisi lain dilapangan.
2) Mekanisme koordinasi yang dilakukan.
3) Pembentukan Komando Penanganan Darurat Bencana.
4) Penanganan yang sudah dilakukan.
5) Permintaan bantuan.
6) Pengakhiran Penanganan Darurat Bencana.
d. Pelaksanaan TTX
1) Fasilitator akan memberikan skenario dan gambaran
kejadian bencana.
2) Fasilitator akan mengajukan pertanyaan
3) Partisipan memberikan jawaban sesuai SOP atau yang
biasa dilaksanakan.
4) Diadakan pada suatu ruangan, semua peserta dapat
saling berinteraksi
5) Memandu pelaksanakan diskusi terhadap hal-hal isu
dan perdebatan
6) Fasilitator akan memfasilitasi sampai dengan
pemahaman bersama terhadap suatu isu sesuai aturan
yang berlaku.
7) Mengumpulkan setiap jawaban setiap pertanyaan untuk
dianalisa menjadi bahan SOP daerah.
8) Menyusun laporan evaluasi dengan pasca kegiatan atau
After Action Review (AAR) yang berisi:
»» Pencapaian tujuan TTX, apakah tujuan TTX telah
optimal?
»» Tanggapan tentang jalannya TTX, apakah
»» Pemahaman dan pembahasan terhadap isu yang
berkembang dalam TTX

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 207


MODUL G

9) Menyusun rekomendasi dan saran tindak lanjut.


e. Peserta
Para pejabat yang berwenang dalam pengambilan
keputusan dari semua pihak terkait dalam kedaruratan
serta observer/peninjau.
f. Metode
Focus group discussion (FGD) yang difasilitasi oleh fasilitator
sesuai bidangnya dan skenario yang sudah ditetapkan.
g. Tolok Ukur
Adanya masukan dari para peserta sebagai bahan evaluasi
dari kebijakan, perencanaan dan prosedur yang telah
dibuat, ditindaklanjuti dalam bentuk penyusunan SOP PB.

3. Uji Posko
Uji Posko atau Uji/gladi posko adalah suatu kegiatan yang
diikuti oleh unsur pimpinan yang memiliki fungsi komando dan
staf pelaksana operasional lapangan dari perwakilan masing-
masing instansi/lembaga untuk melatih koordinasi baik antar
instansi/lembaga maupun antar bidang.
Melalui kegiatan ini diharapkan masing-masing peserta
mengetahui dan memahami bagaimana mekanisme dan tata
cara koordinasi baik antar instansi/lembaga maupun antar
bidang. Adapun tahapan penyelenggaraan uji/gladi posko
sebagai berikut :
a. Tujuan Uji Posko
1) Menguji dan memvalidasi suatu rencana, kebijakan,
prosedur yang merupakan bagian dari Sistem Komando
Penanggulangan Darurat Bencana (SKPDB) yang telah
diformalkan;
2) Menguji kapasitas personil di level manajerial, maupun
fungsi, peran, serta tanggungjawab suatu unit atau
bidang yang saling berkaitan dalam KPDB;
3) Menguji rencana tanggap darurat dan mekanisme
pengerahan sumberdaya yang dapat dimobilisasi dalam
situasi darurat sesuai kesepakatan dalam rencana
kontinjensi yang telah dibuat;
4) Mensimulasikan tahapan dalam suatu kegiatan, teknik,
prosedur dan tata cara pengendalian operasi dalam
Protap oleh masing-masing personel di tiap instansi
dalam keadaan tanggap darurat;

208 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

5) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan personil


KPDB (Komando Penanggulangan Darurat Bencana)
yang telah dilatih dalam menjalankan kebijakan dan
koordinasi sesuai protap oleh masing-masing personel
di tiap instansi dalam keadaan tanggap darurat;
6) Menguji implementasi kebijakan dan prosedur setiap
bidang dalam SKPBD yang berkaitan dengan protap
yang ada serta mekanisme komando, koordinasi,
komunikasi, dan informasi pelaku dalam struktur SKPD;
7) Memvalidasi dan memperbaiki protap yang telah di
formalkan oleh Pemda.
Sasaran pelaksanaan Uji Posko dilakukan adalah sebagai
berikut:
1) Peserta latihan memiliki kemampuan teknis sesuai
dengan bidang masing-masing yang bersinergi dengan
SKPDB lainnya dihadapkan dengan suatu skenario
ancaman yang telah disepakati bersama;
2) Peserta dapat menguji rencana kontijensi ancaman
terkini, dan PROTAP – Prosedur Tetap Operasi
Penanganan Darurat Bencana yang telah diformalisasi
oleh Pemda;
3) Peserta dapat menguji peralatan baru (jika
ada) sebelum penggunaan pada kondisi sesungguhnya
di lapangan;
4) Peserta dapat menguji sistem komunikasi
Penanganan Darurat Bencana yang telah disepakati
(sesuai Perka BNPB No. 6/2013 tentang pedoman Radio
Komunikasi Kebencanaan) akan digunakan jika terjadi
kondisi/bencana sesungguhnya;
5) Pemahaman bersama bahwa uji lapang
dilakukan sebagai latihan bukan dimaksudkan untuk
mencari-cari kesalahan dari pelaku latihan, namun
untuk memvalidasi prosedur tetap/rencana yang ada
dan mengidentifikasi permasalahan/ kesenjangan yang
masih ada guna perbaikan.
Pada pelaksanaannya, pelaku diberikan serangkaian
keadaan dan kejadian yang sambung menyambung,
mengandung keputusan, rencana, perintah, dan tindakan
dari pelaku yang mewakili instansi masing-masing dalam
SKPDB. Situasi dikembangkan melalui para Pengendali
yang meneruskan semua persoalan secara bagian dalam

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 209


MODUL G

hubungan Komando Atas, Komando Bawah, dan Komando


Samping guna mensimulasikan kejadian sesungguhnya.
Pengendali Atas, Pengendali Samping, dan Pengendali
Bawah akan memberikan kasus kepada para pelaku
berdasarkan Skenario Latihan yang digunakan dalam Uji
Ruang, Uji Posko, Drill dan Uji Lapang.
Selama latihan berlangsung, Posko, tetap berada di tempat
dan semua personil bekerja dengan alat komunikasi
(Handy Talky dan Telepon) yang telah disiapkan. Uji Posko
dilaksanakan dengan menggunakan skenario yang sama
seperti yang akan digunakan dalam uji lapang.
b. Perencanaan
Penanggungjawab penanggulangan bencana, menyusun
rencana penyelenggaraan uji/gladi posko, termasuk
organisasi pelaksana. Kegiatan mencakup :
1) Pimpinan menyusun pedoman penyelenggaraan gladi,
serta mengeluarkan Surat Keputusan penyelenggaraan
uji/gladi posko.
2) Pimpinan memberikan petunjuk perencanaan uji/gladi
posko :
a) Dasar diselenggarakan gladi.
b) Pokok-pokok penyelenggaraan gladi.
c) Ringkasan cerita gladi yang perlu dikembangkan.
d) Tata tertib gladi.
3) Pengendali beserta staf/personil sekretariat menyusun:
a) Rencana Operasional Uji/gladi posko, mencakup:
b) Naskah Gladi, terdiri dari dokumen-dokumen,
sebagai berikut:
• Skenario Gladi yang merupakan ringkasan
kejadian bencana berisikan sejumlah persoalan
yang dikembangkan dan informasi
c. Persiapan
Setelah perencanaan disempurnakan, beberapa kegiatan
selanjutnya dilakukan antara lain :
1) Pimpinan mengeluarkan surat undangan kepada
pimpinan instansi dan lembaga terkait untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan uji/gladi posko
2) Pengendali yang ditunjuk membentuk sekretariat

210 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

gladi yang juga berfungsi sebagai pusat informasi dan


komunikasi penyelenggaraan gladi
3) Pimpinan umum membentuk tim penilai dan pemantau
4) Pengendali membentuk Pusdalops dan sekretariat,
serta mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang
operasionalnya
5) Pengendali memberikan briefing teknis kepada para
pelaku :
6) Pertemuan koordinasi antara pimpinan, pengendali,
penilai dan pemantau. Bertujuan memastikan kesiapan
dalam mengoperasionalkan naskah gladi, mekanisme
gladi dan sistem penilaian dan pemantauan.
7) Latihan Pendahuluan merupakan gladi bersih terhadap
kesiapan pengendali, penilai dan pemantau menerapkan
skenario gladi bertujuan memperbaiki kesalahan-
kesalahan yang mungkin ditemukan dan mematangkan
materi.
8) Pengecekan akhir kesiapan pengendali dan sekretariat
dalam penyelenggaraan gladi, bertujuan untuk
mengetahui kekurangan yang masih ada.
9) Persiapan oleh Pelaku, sejak diterimanya petunjuk
gladi dan surat keputusan Pimpinan. Hal-hal yang perlu
disiapkan
d. Struktur Organisasi
Dalam uji/gladi posko diperlukan suatu organisasi. Ruang
lingkup dan tingkat satuan dalam pelaksanaan gladi
menentukan luasnya organisasi gladi. Secara garis besar
susunan organisasi penyelenggaraan Uji/gladi posko adalah
sebagai berikut:
Tugas dan Tanggung Jawab.
1) Pimpinan
Pimpinan lembaga penanggulangan bencana
ditingkat nasional ataupun daerah, yakni Kepala
BNPB atau Kepala BPBD. Tugas dari pimpinan,
2) Pengendali
Pengendali adalah orang yang ditunjuk sebagai
pelaksana penyelenggaraan gladi, dapat ditunjuk
dari perwakilan unsur pengarah ataupun pelaksana
dari BNPB/BPBD. Tugas dari pengendali.

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 211


MODUL G

3) Komandan
Komandan adalah orang yang ditunjuk oleh
pimpinan untuk memimpin para pelaku dalam
melaksanakan uji/gladi posko.
4) Sekretariat
Sekretariat adalah orang yang ditunjuk dari
unsur pelaksana BNPB/BPBD untuk mendukung
pelaksanaan gladi yang bertanggungjawab atas
keseluruhan penyediaan logistik, komunikasi dan
informasi, serta dokumentasi, pencatatan dan
administrasi dalam gladi.
5) Penilai dan Pemantau
Penilai dan pemantau merupakan sekelompok
orang yang ditunjuk oleh pimpinan umum gladi
untuk mengawasi, memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan gladi,
e. Pelaku
Pelaku adalah instansi pemerintah dan pihak terkait dalam
penanggulangan bencana dan berperan dalam pelaksanaan
gladi, tugas-tugas pelaku antara lain:
1) Melaksanakan kegiatan sesuai arahan dari Komandan
2) Memberikan tanggapan terhadap setiap soal yang
diberikan oleh Pengendali
3) Melaksanakan semua ketentuan yang diberlakukan oleh
Pengendali selama penyelenggaraan gladi berlangsung
4) Berperan serta dan berpatisipasi secara aktif dalam
penyelenggaraan gladi
f. Evaluasi Uji Posko
Evaluasi dilaksanakan dalam segera setelah pelaksanaan
uji posko dilakukan guna membahas:
1) Status keberhasilan latihan. Status keberhasilan latihan
dilihat dari berbagai indicator yang telah disepakati
dalam menilai keberhasilan.
2) Status keberhasilan dapat berupa:
• Berhasil melakukan sesuain PROTAP/SOP;
• Perlu peningkatan kapasitas, atau
• Perlu perbaikan PROTAP/SOP, prosedur perencanaan,
dll.

212 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

3) Identifikasi Kesenjangan. Rentang deviasi antara


perencanaan dan pelaksanaan perlu dianalisis akar
masalah penyebabnya. Akar permasalahan tersebut
berupa kesenjangan yang perlu diselesaikan hingga
tuntas.
4) Pembelajaran berdasarkan kesenjangan. Pembelajaran
yang diperoleh berdasarkan pertanyaan kunci, “apa
yang harus dilakukan untuk kegiatan yang serupa
agar kesenjangan yang ada tidak ditemukan lagi”
adalah para pelaku perlu untuk meluangkan waktu
mempelajari keseluruhan SKPDB, tidak hanya pelaku
teknis saja, namun juga para pengambil kebijakan
di instansi masing-masing. Hal ini sangat penting
mengingat fungsi dan tugas masing-masing bidang
dalam SKPDB sudah sangat jelas dan fungsi/tugas
tersebut sesuai dengan fungsi tugas masing-asing
organisasi yang ditempatkan pada bidang terkait
dalam SKPDB. Misalnya Dinas Kesehatan ditempatkan
di Bidang Operasi, Tim Kesehatan.

4. Kegiatan Uji Lapang


Latihan di lapangan untuk menguji dan mengevaluasi
perencanaan, kebijakan dan prosedur, mengidentifikasi
kesenjangan sumberdaya, memperkuat koordinasi dan
komunikasi organisasi, memperjelas peran dan tanggung
jawab antar institusi, melatih personal dalam peran dan
tangung jawab, serta meningkatkan kinerja perorangan.
Uji lapang/gladi lapang untuk meningkatkan kapasitas
kesiapsiagaan aparat dan masyarakat dalam menghadapi
bencana, untuk :
a. Menguji dan mengevaluasi perencanaan, kebijakan dan
prosedur;
b. Mengidentifikasi kesenjangan sumberdaya;
c. Memperkuat koordinasi dan komunikasi organisasi;
d. Memperjelas peran dan tanggung jawab antar institusi;
e. Melatih personal dalam peran dan tangung jawab;
f. Meningkatkan kinerja perorangan

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 213


MODUL G

a. Tahapan Persiapan Gladi Lapang


1) Perencanaan Gladi Lapang :
• Kerangka acuan geladi
• Rencana kontinjensi
• Skenario
• Rencana Operasional Geladi ( ROG ).
• Rencana pengorganisasian.
• Drill yang perlu dilakukan.
• Penyiapan tempat di lokasi
2) Briefing Pelaku Gladi
3) Briefing Tim Evaluasi
4) Sosialisasi
• Masyarakat di lokasi dan siap dengan kegiatan
latihan.
• Masyarakat disekitar daerah latihan dilibatkan
• Kegiatan dilakukan melalui :
»» Melalui tokoh-tokoh masyarakat Kecamatan dan Desa
»» Langsung kepada masyarakat
a. Pra Latihan Gladi Lapang
Seluruh pemangku kepentingan yang akan terlibat dalam
gladi lapang penanggulangan bencana melakukan latihan-
latihan berdasarkan Rencana Operasi Gladi dan Rencana
Informasi Gladi yang telah disiapkan sebelumnya.
1) Tujuan :
• Memberikan gambaran secara umum, dan
mekanisme latihan
• Memberikan bentuk kesiapan sumberdaya yg
terlibat dlm kegiatan latihan
• Mengidentifikasi kesenjangan sumberdaya yang
mungkin masih ada
2) Dilaksanakan :
• Diskusi, pertemuan, dan briefing
• Gelar peralatan dan personil, geladi kotor/
bersih

214 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

3) Mobilisasi Pelaku
• Seluruh pelaku sudah siap di daerah latihan
• Penanggung jawab Bidang Teknis dan Bid.
Penyelengagra
b. Apel Gelar Pasukan
Didahului dengan Apel gelar pasukan dengan Pembina Apel
Kepala Daerah setempat. Peserta Apel terdiri dari seluruh
pelaku penanggulangan bencana dai unsur pemerintah
daerah, unsur masyarakat, dan unsur dunia usaha.
c. Perlengkapan
Tenda, sound system, radio telekomunikasi, meja, kursi,
kendaraan Dalmas, kendaraan tangki air, kendaraan
Dunlap, kendaraan Pemadam api, kendaraan MCK,
kendaraan double cabin, kendaraan Pickup, Ambulance,
kendaraan trail, Raber boat, pelampung, sepatu boat, jas
hujan, cangkul, sekop, LCD proyektor, kabel, lampu/senter,
papan informasi, ATK, Toa/pengeras suara, peralatan
medis, terpal alas, alat dokumentasi.
d. Pelaksanaan Uji Lapang Rencana Kontinjensi
Ruang lingkup gladi lapang meliputi kegiatan evakuasi dan
penyelamatan mandiri oleh warga yang terkena dampak
bencana (warning system), management penanganan
darurat (Posko Lapangan), identifikasi dan evakuasi
(Evacuation and Identification), distribusi Logistik
(Logistical Distribution), kesehatan (Heath Service),
relokasi pengungsi (Displaced Person Relocation), sistem
komando, kendali dan komunikasi (Command and Control),
dan koordinasi Operasionalisasi respon/penanganan
darurat. Seluruh dialog melalui radio komunikasi disalurkan
melalui pengeras suara, sehingga seluruh hadirin dapat
mendengarkan isi informasi, dan perintah.

C. Latihan
Diskusikan dengan teman sejawat:
1. Mengapa perlu dilakukan rapat koordinasi penanganan darurat
bencana?
2. Apa tujuan dilakukan TTX?
3. Apa tujuan uji Posko?
4. Apa tujuan uji lapang?
5. Apa perbedaan antara TTX dan uji lapang?

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 215


MODUL G

D. Rangkuman
1. Uji draft rencana kontinjensi, diwujudkan dalam simulasi rapat
koordinasi tingkat daerah, dengan agenda finalisasi rencana
kontinjensi tingkat daerah.
2. Latihan didalam ruangan berupa Kegiatan Table Top Ex ercise
(TTX) didisain untuk menguji kemampuan para pihak dalam
kedaruratan didasarkan pada aturan yang berlaku dalam
merespon suatu kejadian/bencana.
3. Latihan didalam ruangan berupa Kegiatan Uji Posko untuk
menguji/ mengevaluasi perencanaan, kebijakan, prosedur,
identifikasi kesenjangan sumberdaya, memperkuat koordinasi/
komunikasi organisasi, memperjelas peran tanggung jawab
antar institusi.
4. Latihan di lapangan berupa Kegiatan Uji Lapang untuk
menguji/mengevaluasi perencanaan, kebijakan, prosedur,
identifikasi kesenjangan sumberdaya, memperkuat koordinasi/
komunikasi organisasi, memperjelas peran tanggung jawab
antar institusi, melatih personal serta meningkatkan kinerja
perorangan.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Uji draft rencana kontinjensi menjadi bahan masukan umpan balik
bagi tahapan sebelumnya yakni proses rencana tindak lanjut,
untuk menyempurnakan rencana kontinjensi. Pada akhirnya
merupakan hasil final draft rencana kontinjensi yang diajukan
sebagai bahan formalisasi/legalisasi rencana kontinjensi menjadi
peraturan kepala daerah.

216 Modul Peserta Pendidikan dan Pelatihan


SIMULASI DRAFT RENCANA KONTINJENSI

Catatan ...................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................
..............................................................................................

Penyusunan Rencana Kontinjensi Menghadapi Ancaman Bencana 217


218
Lampiran

Pengarusutamaan Inklusi Disabilitas pada


Penanggulangan Bencana������������������������������ 221
I.. Terminologi Disabilitas���������������������������������� 222
II.. Inklusi Penyandang Disabilitas dalam
Penanggulangan Bencana������������������������������ 224
III..Rencana Kontinjensi Inklusi Disabilitas ����������� 228
IV.. Sistem peringatan Dini���������������������������������� 231
V.. Rencana Evakuasi����������������������������������������� 231
VI..Perencanaan Bidang������������������������������������� 232
Piagam Inklusi Penyandang Disabilitas dalam
Tindakan Kemanusiaan ���������������������������������� 237

219
220
Pengarusutamaan Inklusi Disabilitas pada
Penanggulangan Bencana
Pada penangangan darurat bencana, hak-hak penyandang
disabilitas seringkali terabaikan pada penyusunan rencana
kontinjensi, pendataan, dan bahkan pada aksi kemanusiaan.
Akses pada kebutuhan dasar penyandang disabilitas tidak
terpenuhi dengan cukup baik, termasuk akses pada layanan
kesehatan dan rehabilitasi. Misi penanganan darurat bencana
dan aksi kemanusiaan harus sepenuhnya dapat diakses oleh
penyandang disabilitas. Penting dilakukan konsultasi pada saat
perencanaan penanganan darurat untuk memastikan kebutuhan
layanan, perlindungan, dan pemulihan penyandang disabilitas
terpenuhi dengan baik.
Penyandang disabilitas dalam keadaan darurat dan krisis memiliki
kebutuhan yang berbeda sesuai hambatan fungsi. Hambatan yang
ada untuk mengakses bantuan dan perlindungan dapat lebih besar
pada saat bencana karena lingkungan yang tidak mendukung
dan tidak adanya akses layanan, baik hambatan kelainan fisik
(Impairment), hambatan aktivitas (activity limitation), atau
hambatan partisipasi (participation restriction) sehingga semakin
rentan terpapar bencana. Faktanya 15-20% penduduk dunia
adalah penyandang disabilitas (WHO, 2011), Angka kematian
penyandang disabilitas 2-4 kali lebih tinggi dibanding masyarakat
non-disabilitas dalam peristiwa gempa besar di Jepang pada 2011
(Japan Disability Forum, 2011).
Tindakan kemanusiaan yang berprinsip dan efektif hanya akan
terwujud jika kesiapsiagaan dan respons kemanusiaan menjadi
inklusif terhadap penyandang Disabilitas, sesuai dengan prinsip
kemanusiaan, dan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang
melekat pada martabat, kesetaraan dan non-diskriminasi.
Kewajiban Negara-negara berdasarkan hukum hak asasi manusia
internasional, khususnya Konvensi tentang Hak Penyandang
Disabilitas, undang-undang pengungsi internasional, Konvensi
Jenewa tahun 1949 dan Protokol Tambahan pada tahun 1977,
untuk menghormati dan melindungi penyandang disabilitas
dan memperhatikan kebutuhan spesifik mereka selama konflik
bersenjata dan krisis darurat akibat bencana.
Pemenuhan hak dan kebutuhan penyandang disabilitas dalam
penanggulangan bencana diatur Peraturan Kepala BNPB No. 14
Tahun 2014 Tentang Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi
Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.
Ditegaskan dengan Undang-undang dengan mandat pemenuhan

221
hak-hak penyandang disabilitas, termuat dalam Undang-Undang
RI No. 8 Tahun 2016 Tentang Disabilitas, pada Pasal 20 dijelaskan
Hak Pelindungan dari Bencana untuk Penyandang Disabilitas
meliputi hak:
• mendapatkan informasi yang mudah diakses akan adanya
bencana;
• mendapatkan pengetahuan tentang pengurangan risiko
bencana;
• mendapatkan prioritas dalam proses penyelamatan dan
evakuasi dalam keadaan bencana;
• mendapatkan fasilitas dan sarana penyelamatan dan evakuasi
yang mudah diakses; dan
• mendapatkan prioritas, fasilitas, dan sarana yang mudah
diakses di lokasi pengungsian

I. Terminologi Disabilitas
Disabilitas diakibatkan oleh interaksi antara orang-orang dengan
hambatan fisik, mental, intelektual atau sensorik dan hambatan
sikap dan lingkungan yang menghalangi partisipasi penuh dan
efektif mereka dalam masyarakat atas dasar kesetaraan dengan
orang lain.
Menurut konsep International Classification of Functioning (ICF)
atau Klasifikasi International tentang Kefungsian, disabilitas
seseorang itu merupakan interaksi yang dinamis antara ketunaan
dan factor lingkungan. Interaksi tersebut dapat memfasilitasi
ataupun menghambat keberfungsiannya di masyarakat. 
Dimensi gangguan fungsi kerja ada tiga yaitu:
6. Kelainan Fisik (Impairment)
Kelainan atau impairment mengacu pada kondisi permasalahan
pada struktur anatomi tubuh yang berpengaruh pada hilangnya
struktur atau fungsi psikologis atau anatomis, misalnya
seseorang yang kehilangan fungsi penglihatan (tunanetra),
seseorang yang kehilangan fungsi pendengaran (tunarungu),
dan lain-lain.
7. Keterbatasan Aktivitas (activity limitation)
Keterbatasan aktivitas atau activity limitation mengacu pada
kesulitan-kesulitan dalam menjalankan suatu aktivitas,
misalnya berjalan atau makan, dan lain-lain.
8. Hambatan Partisipasi (participation restriction)

222
Hambatan partisipasi atau participation restriction mengacu
pada permasalahan dengan keterlibatan dalam bidang-bidang
kehidupan, misalnya diskriminasi dalam bidang pekerjaan,
pendidikan, dan lain-lain.
ICF menggabungkan model sosial dan medis, mengukur
keberfungsian individu ke dalam enam wilayah:
1. kognisi (memahami dan komunikasi
2. gerak (kemampuan untuk bergerak dan bepergian) Misalnya
berjalan atau naik turun tangga.
3. pemeliharaan diri (kemampuan untuk menjaga kebersihan
diri, berpakaian, makan, dan hidup mandiri).
4. bergaul (kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain)
5. kegiatan sehari-hari (kemampuan untuk memikul tanggung
jawab di rumah, sekolah, dan pekerjaan)
6. partisipasi di dalam masyarakat (kemampuan untuk terlibat
di dalam kegiatan di masyarakat, umum, dan rekreasi)
Berdasarkan konsep di atas, Convention on the Rights of Persons
with Disabilities (CRPD, Resolusi PBB nomor 61/106 tahun
2006), menegaskan bahwa “disability is an evolving concept
and that disability results from the interaction between persons
with impairments and attitudinal and environmental barriers
that hinders their full and effective participation in society on an
equal basis with others”. 
Washington Group menggunakan pendekatan disabilitas
menurut ICF diatas. Kelompok ini merumuskan 6 pertanyaan
yang berhubungan dengan kefungsian antara lain, melihat,
mendengar, bergerak, memahami, merawat diri, dan komunikasi
1. memiliki kesulitan melihat,
2. memiliki kesulitan mendengar,
3. memiliki kesulitan bergerak, berjalan atau naik turun tangga.
4. memiliki kesulitan dalam mengingat atau berkonsentrasi
5. memiliki kesulitan dalam melakukan kegiatan rawat diri,
seperti mandi atau berpakaian secara mandiri
6. memiliki kesulitan berkomunikasi, misalnya dalam memahami
atau dipahami lawan bicara, meskipun ketika sedang
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sehari-hari

223
II. Inklusi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan
Bencana
Inklusi penyandang disabilitas pada penanganan darurat
bencana harus dipertimbangkan sebagai elemen utama prinsip-
prinsip aksi kemanusiaan. Para pelaku penanggulangan bencana
perlu memastikan hak-hak penyandang disabilitas, terutama
pada penanganan darurat bencana dengan menerapkan 5 (lima)
mandat inklusif inklusi,3 yaitu:
7. Partisipasi, melibatkan penyadang disabilitas dalam semua
fase aksi kemanusiaan: dari kajian awal hingga perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi
8. Data Pilah, memilah data berdasarkan gender, usia, dan
disabilitas
9. Aksesibilitas, memastikan penyandang disabilitas memiliki
akses kepada aksi kemanusiaan dan informasi terkait
10. Prioritas perlindungan, memastikan perlindungan
penyandang disabilitas dari kekerasan fisik, stigma, dan
diskriminasi
11. Peningkatan kapasitas, mendukung partisipasi aktif dan
peran kepemimpinan penyandang disabilitas.
Integrasi 5 (lima) Mandat Inklusi Penyandang disabilitas dalam
Penanggulangan Bencana dapat dipastikan dalam tindakan-
tindakan pada semua ranah manajemen bencana. Pendekatan
titik masuk (entry point) merupakan tema yang menjadi
perhatian tema inklusi penyandang disabilitas.

Manajemen Titik Masuk Tindakan


Bencana

A. Melibatkan penyandang disabilitas


dalam penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana

Mitigasi B. Memastikan keterlibatan aktif


Mitigasi Non-Struktural penyandang disabilitas dalam forum
koordinasi multipihak

C. Menigkatkan kapasitas penyandang


disabilitas dalam pelatihan

3 Rumusan 5 mandat inklusi dirumuskan oleh ASB dalam skema program


TATTs, berdasarkan Konvensi tentang Hak Penyandang Disabilitas, UU RI No. 8
Tahun 2016 Tentang Disabilitas.

224
Pesan peringatan bahaya dan alat
peringatan dirancang aksesibel
terhadap penyandang disabilitas
• Apakah pesan peringatan dan
alat peringatan dengan suara
dan/atau kode dapat dipahami
oleh untuk penyandang
disabilitas fungsi melihat.
• Apakah peringatan bahaya telah
Sistem Peringa- dirancang secara visual bagi
tan Dini penyandang disabilitas fungsi
mendengar (misal dengan
warna lampu sirine merah
= awas, kuning = waspada)
dan dengan Bahasa Isyarat
Indonesia.
• Pastikan telah tersedia
pendamping bagi penyandang
disabilitas fungsi berkomunikasi,
gerak, dan mengingat

D. Jalur-jalur evakuasi direncanakan


lebih mudah dengan meminimalkan
hambatan akses terhadap
penyandang disabilitas
• Pastikan jalur evakuasi
dilengkapi dengan guide block,
rambu dan peta jalur evakuasi
dirancang dengan tulisan braile,
Kesiapsiagaan serta melakukan orientasi
mobilitas jalur evakuasi bagi
penyandang disabilitas fungsi
melihat.
• Apakah Jalur dan rambu
evakuasi dirancang secara
visual dengan warna mencolok
Bagi peyandang disabilitas
fungsi mendengar.
• Apakah rencana jalur evakuasi
Rencana dirancang dengan landai dan
Evakuasi tidak licin serta memastikan
jalur cukup lebar untuk dilalui
alat bantu mobilitas (kursi roda
maupun kruk, disertai pegangan
tangan) penyandang disabilitas
fungsi gerak,
• Pastikan penyandang
disabilitas yang mengalami
keterbatasan fungsi mengingat,
berkonsentrasi, berkomunikasi
harus didampingi oleh
pendamping baik keluar-
ga maupun relawan dan
pembiasaan.

E. Memprioritaskan penyandang
disabilitas dan kelompok rentan lain

225
F. Pastikan warga yang memerlukan
bantuan evakuasi tidak ada yang
tertinggal.

A. Partisipasi
• Penyandang disabilitas terlibat
dalam penyusunan rencana
kontinjensi,
• Pastikan penyandang disabilitas
terlibat dalam keseluruhan
proses penyusunan rencana
kontinjensi.
• Terlibat aktif dalam memberikan
masukan pada identifikasi dan
prioritas ancaman, penyusunan
sistem peringatan dini, dan
rencana evakuasi.

B. Prioritas ancaman
• Identifikasi probailitas dan
dampak ancaman prioritas
• Pastikan data dampak bencana
penyandang disabilitas telah
dipertimbangkan dalam
memprioritaskan ancaman
yang akan disusun rencana
kontinjensi

Penyusunan C. Skenario Kejadian dan Skenario


Rencana Kontin- Dampak
jensi • Pemilahan data berdasarkan
gender, usia, disabilitas, wilayah.
• Pastikan penyusunan skenario
dampak bencana telah tersedia
data terpilah penyandang
disabilitas yang spesifik menurut
keterbatasan fungsi (melihat,
mendengar, gerak, komunikasi),
khususnya pada dampak
aspek kependudukan dengan
mengasumsikan terdapat 5%
penyandang disabilitas

D. Tujuan, kebijakan, dan strategi


• Merumuskan perlindungan pada
hak dan pemenuhan kebutuhan
penyandang disabilitas.
• Apakah tujuan penanganan
darurat telah dirumuskan untuk
melindungi dan memenuhi hak
penyandang Disabilitas
• Pastikan kebijakan telah
memprioritaskan fasilitas, dan
sarana yang mudah diakses di
lokasi pengungsian

226
• Pastikan strategi penanganan
darurat dengan menyediakan
sarana penyelamatan dan jalur
evakuasi yang mudah diakses
• Pastikan strategi penanganan
darurat dengan menyediakan
fasilitas, dan sarana yang mudah
diakses di lokasi pengungsian

E. Rencana Bidang
• Apakah sasaran dan
kegiatan dalam setiap bidang
penanganan darurat telah
memprioritaskan penyandang
disabilitas dan kelompok rentan
lain mendapatkan akses dan
layanan yang baik
• Pastikan kesediaan akses
dan kebutuhan dasar bagi
penyandang disabilitas
(termasuk infrastruktur,
peralatan, dan pelayanan) di
setiap bidang darurat sesuai
dengan 6 (enam) kategori
keterbatasan fungsi.
• Apakah penyandang disabilitas
telah terlibat dalam pengambilan
keputusan dalam manajemen
komando penanganan darurat
bencana, melibatkan perwakilan
OPD pada Struktur Perwakilan
Lembaga/Organisasi.
• Pastikan keterlibatan
penyandang disabilitas dalam
bidang-bidang penanganan
darurat bencana
• Pastikan ketersediaan
pendamping, pekerja sosial
dalam penanganan darurat
bencana. W

F. Formalisasi
• Pastikan penyandang disabilitas
terlibat aktif dalam uji draft
dan simulasi, konsultasi, dan
formalisasi dokumen rencana
kontinjensi.
• Apakah penyandang disa-
bilitas telah terlibat dalam
pengambilan keputusan dalam
manajemen komando pena-
nganan darurat bencana, meli-
batkan perwakilan OPD pada
Struktur Perwakilan Lembaga/
Organisasi.
• Penyandang disabilitas berke-
sempatan sebagai fasilitator.

227
Pastikan penyandang disabilitas
telah terlibat dalam pengambilan
Struktur koman- keputusan dalam manajemen
do penanganan komando penanganan darurat
darurat bencana, melibatkan perwakilan OPD
Penanganan pada Struktur Perwakilan Lembaga/
Darurat Organisasi.

Pencarian, Pastikan prioritas penanganan pada


penyelamatan, korban luka parah dan kelompok
evakuasi rentan

G. Pastikan ketersediaan akses dan


layanan berupa desain dan lokasi
pengungsian yang ramah, fasilitas
penampungan yang dapat diakses,
penyediaan air bersih dan sanitasi,
Pemenuhan ke- layanan kesehatan dan pendidikan
butuhan dasar darurat yang memenuhi standar
dan dapat diakses. (Lihat Lampiran)
H. Penjangkauan bagi warga yang
tidak dapat mengungsi diperlukan
untuk memberikan layanan
kesehatan dan makanan.

Perlindungan Pastikan penyandang disabilitas


terhadap kelom- aman dari kekerasan fisik, stigma,
pok rentan diskriminasi, pelecehan seksual.

• Pengkajian I. Apakah kebutuhan penyandang


kebutuhan disabilitas telah diakomodir?
paska bencana
• Menghidupkan J. Apakah penyandang disabilitas
kembali terlibat dalam kaji kebutuhan dan
pelayanan penyusunan rencana aksi?
- pelayanan
Rehabilitasi dasar. K. Pastikan penyandang disabilitas
dan renkon- • Membantu telah terdata dengan pemilahan.
struksi perbaikan
tempat tinggal L. Pastikan penyandang disabilitas
dan fasilitas mendapatkan pendampingan
publik. pemulihan kesehatan, pendidikan,
• Pemulihan ekonomi.
aktivitas
ekonomi
masyarakat

III. Rencana Kontinjensi Inklusi Disabilitas


Salah satu prinsip penyusunan dokumen Rencana Kontinjensi
dilaksanakan secara terbuka dan partisipatif, dilakukan dengan
melibatkan multipihak dalam penanganan darurat bencana.
Tidak terkecuali penyandang disabilitas atau dengan melibatkan
Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD), untuk memastikan
kebutuhan spesifik yang lebih sensitif penyandang disabilitas.

228
Penerapan prinsip inklusi Disabilitasi terhadap hak-hak
Penyandang Disabilitas dalam penyusunan rencana kontinjensi
diterjemahkan dan diturunkan dalam kriteria dan panduan
integrasi ke dalam Rencana Kontinjensi Bencana. Implementasi
integrasi sedari pelibatan penyandang disabilitas dalam
penyusunan, identifikasi data, pengembangan skenario kejadian
dan skenario dampak, hingga rencana pemenuhan kebutuhan
pada penanganan darurat.

Butir Mandat
Kriteria Panduan Integrasi (di)
Inklusi Disabilitas

A. Memastikan penyandang
disabilitas terlibat dalam
keseluruhan proses
penyusunan rencana
kontinjensi.

B. Terlibat aktif dalam


Libatkan kelompok memberikan masukan pada
berisiko tinggi identifikasi dan prioritas
penyandang
dalam semua fase ancaman, penyusunan
disabilitas
aksi kemanusiaan: sistem peringatan dini, dan
Memastikan terlibat dalam
dari kajian rencana evakuasi.
partisipasi penyusunan
awal hingga
rencana
perencanaan,
kontinjensi, C. Terlibat aktif dalam uji draft
pelaksanaan dan
evaluasi dan simulasi, konsultasi.

D. Terlibat dalam pengambilan


keputusan dalam
manajemen pos komando
penanganan darurat
bencana, misalnya terdapat
perwakilan OPD.

Memastikan penyusunan
skenario dampak bencana
telah tersedia data terpilah
melakukan
penyandang disabilitas yang
Pilah data pemilahan data
spesifik menurut keterbatasan
berdasarkan berdasarkan
Data Pilah fungsi (melihat, mendengar,
gender, usia, dan gender, usia,
gerak, komunikasi),
kategori disabilitas disabilitas,
khususnya pada dampak
wilayah..
aspek kependudukan dengan
mengasumsikan terdapat 5%
penyandang disabilitas

229
A. Menetapkan tujuan:
melindungi dan memenuhi
hak penyandang Disabilitas

B. Menetapan kebijakan
• Memprioritaskan
penyusunan proses penyelamatan
tujuan, kebijakan, dan evakuasi dalam
dan strategi - keadaan bencana
Perlindungan tidak
Penanganan • Memprioritaskan
hanya terkait
Darurat dengan fasilitas, dan sarana
Memastikan kekerasan fisik,
merumuskan yang mudah diakses di
prioritas melainkan juga
perlindungan lokasi pengungsian.
perlindungan perlindungan
pada hak dan
dari stigma dan
pemenuhan C. Menetapkan strategi
diskriminasi
kebutuhan • Menyediakan
penyandang fasilitas dan sarana
disabilitas. penyelamatan dan
evakuasi yang mudah
diakses
• Menyediakan fasilitas,
dan sarana yang
mudah diakses di lokasi
pengungsian

A. Sistem peringatan dini


yang dapat diakses oleh
penyandang disabilitas
Perencanaan B. Perencanaan rencana
bidang evakuasi (jalur dan rambu)
penanganan yang aman, mudah,
darurat dan dapat diakses oleh
merumuskan penyandang disabilitas
pastikan kelompok sasaran dan (jalur yang aman dilewati
paling berisiko kegiatan untuk kursi roda maupun kruk,
Memastikan memiliki akses memastikan guiding block,
aksesibilitas kepada aksi penyandang
kemanusiaan dan disabilitas C. penyediaan akses dan
informasi terkait dan kelompok kebutuhan dasar bagi
rentan lain penyandang disabilitas
mendapatkan termasuk infrastruktur,
akses dan peralatan, dan pelayanan
layanan yang (penyelamatan, kesehatan,
baik hunian, dll.) pada kondisi
darurat sesuai dengan 6
(enam) kategori keterbatas
fungsi.

Keterlibatan A. penyandang disabilitas


dukung partisipasi dalam uji terlibat dalam kegiatan
aktif dan peran dokumen TTX-CPX, gladi, simulasi.
Peningkatan
kepemimpinan rencana B. Penyandang disabilitas
kapasitas
penyandang kontinjensi, berkesempatan sebagai
disabilitas termasuk fasilitator.
evaluasi.

230
IV. Sistem peringatan Dini
Model sistem peringatan dini (EWS) seringkali dengan
menggunakan pesan peringatan dengan suara dan tulisan sepeti
pada peringatan tsunami, kebakaran, tanah longsor, yang belum
tentu dapat diakses dengan baik oleh penyandang disabilitas.
Media dan alat peringatan belum banyak yang aksesibel bagi
penyandang disabilitas dengan keterbatasan fungsi melihat,
mendengar, dan mengingat.
Pengembangan media dan alat dengan suara dan kode (misal
dengan tepuk tangan) untuk penyandang disabilitas fungsi
meligat. Bagi penyandang disabilitas fungsi mendengar dengan
media visual (misal dengan warna lampu sirine merah = awas,
kuning = waspada) dan Bahasa Isyarat Indonesia. Peran
pendamping dari keluarga dan tetangga penting untuk beberapa
penyandang disabilitas lain yang terbatas fungsi berkomunikasi,
gerak, dan mengingat.

V. Rencana Evakuasi
Rencana evakuasi disusun sebaik mungkin untuk memastikan
semua warga terdampak dapat menyelamatkan diri dan harta
benda. Jalur-jalur evakuasi direncanakan lebih mudah dengan
meminimalkan hambatan akses terhadap penyandang disabilitas,
memprioritaskan penyandang disabilitas dan kelompok rentan
lain, serta memastikan warga yang memerlukan bantuan
evakuasi tidak ada yang tertinggal.
Rekomendasi jalur-jalur dan rambu didesain sesuai hambatan
fungsi fisik. Bagi penyandang disabilitas fungsi melihat jalur
evakuasi dilengkapi dengan guide block, rambu dan peta jalur
evakuasi dirancang dengan tulisan braile, serta melakukan
orientasi mobilitas jalur evakuasi.
Bagi peyandang disabilitas fungsi mendengar, jalur dan rambu
evakuasi dirancang secara visual dengan warna mencolok.
Sementara penyandang disabilitas fungsi gerak, rencana
jalur evakuasi dirancang dengan landai dan tidak licin serta
memastikan jalur cukup lebar untuk dilalui alat bantu mobilitas
(kursi roda maupun kruk, disertai pegangan tangan). Untuk
penyandang disabilitas yang mengalami keterbatasan fungsi
mengingat, berkonsentrasi, berkomunikasi harus didampingi oleh
pendamping baik keluarga maupun relawan dan pembiasaan.

231
VI. Perencanaan Bidang
Pada saat penanganan darurat, pemenuhan hak-hak dan
kebutuhan dasar disabilitas dan kelompok rentan diutamakan
dengan menyediakan akses dan layanan berupa desain dan
lokasi pengungsian yang ramah, fasilitas penampungan yang
dapat diakses, penyediaan air bersih dan sanitasi, layanan
kesehatan dan pendidikan darurat yang memenuhi standar
dan dapat diakses. Penjangkauan bagi warga yang tidak dapat
mengungsi diperlukan untuk memberikan layanan kesehatan
dan makanan.
Beberapa aspek penting yang harus diperhatikan bagi penyusun
rencana kontinjensi pada semua bidang dan sub bidang yaitu:
DFID4 dan ADCAP5 merekomendasikan pemenuhan kebutuhan
para penyandang disabilitas pada situasi darurat hingga
pemulihan, dengan memperhatikan aspek-aspek penting pada
setiap bidang penanganan, yaitu:

Pemenuhan
Aspek Penting
kebutuhan

• Fasilitas, terutama pusat kesehatan dan jamban,


harus aman (misalnya pencahayaan cukup dan
terkunci) dan dapat diakses sepenuhnya untuk
orang-orang dengan kemampuan dan kebutu-
han yang berbeda. Fasilitas / tempat pengung-
sian yang landai dan rata, pengangan tangan dan
pintu yang lebih lebar dipasang untuk pengguna
kursi roda
• Minimal 15 % air tersedia bagi kebutuhan pen-
yandang disabilitas dan orang tua
• Penyediaan sistem antrian untuk mengakses air
A. air, dan
minum dan air bersih untuk mengurangi waktu
sanitasi
tunggu
• Menyediakan lantai yang landai, pegangan tangan
dan akses terpandu (misalnya string yang menan-
dai jalan bagi orang dengan gangguan visual).
• Adaptasi jamban yang ada untuk digunakan oleh
orang-orang dengan keterbatasan mobilitas fisik
atau visual dengan prinsip akomodasi / penye-
suaian yang wajar. Menyediakan toilet khusus
atau fasilitas sanitasi / barang yang dibutuhkan,
misal toilet dengan kursi permanen atau kursi
yang dapat dilepas, bed pans, potties / commodes

4 DFID. Humanitarian Guidance Note: Ageing And Disability In Humanitarian Response.


5 Age and Disability Consortium as part of the ADCAP programme (2015), Minimum Standards
For Age And Disability Inclusion In Humanitarian Action; Pilot Version.

232
• Menyediakan fasilitas cuci tangan yang mudah
diakses (misalnya fasilitas yang rendah dan keran
yang mudah digunakan), yang dekat dengan ka-
kus yang mudah dijangkau.
• Pastikan wanita dan anak perempuan dari se-
gala umur, termasuk wanita yang lebih tua dan
penyandang disabilitas dapat mengakses ruang
pribadi untuk mandi, untuk mencuci dan menger-
ingkan pakaian dan kain bernoda yang digunakan
untuk perawatan menstruasi, dan untuk mem-
buang bahan sanitasi.

• Menilai kebutuhan kesehatan untuk menentukan


intervensi yang tepat dan memastikan penyan-
dang disabilitas dalam respon kesehatan terpadu,
termasuk layanan rehabilitasi, kesehatan mental,
dan pengobatan penyakit kronis.
• Memastikan akses fasilitas kesehatan (misalnya
memfasilitasi transportasi, memasang lantai lan-
dai, dll) dan layanan penting pada fasilitas kese-
hatan (misalnya jamban dan area menyusui), ter-
masuk layanan penjangkauan kesehatan.
• Menyusun jadwal khusus untuk penyandang dis-
abilitas dan orang tua untuk mengakses layanan
medis atau konsultasi keperawatan.
• Menyediakan alat bantu mobilitas yang sesuai
(kursi roda, kruk, dll) dan alat bantu lainnya (alat
bantu pendengaran, kacamata, dll).
• Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan so-
B. Kesehatan
sial yang signifikan mempengaruhi akses untuk
kelompok ini, termasuk diskriminasi dan stigma
• Rujuk orang-orang dengan luka serius ke fasilitas
medis bedah dan medis khusus, termasuk operasi
darurat / korektif jika perlu, apapun usia atau ke-
terbatasan fungsi mereka.
• Memastikan bahwa transportasi ke fasilitas per-
awatan tersedia untuk orang yang terluka dan
penyandang disabilitas. Pastikan anak-anak pen-
yandang disabilitas telah mendapatkan akses
penuh terhadap perawatan medis yang diperlu-
kan, termasuk obat-obatan untuk mengobati epi-
lepsi dan diabetes anak; program pencegahan dan
pengobatan; dan pelayanan nutrisi, imunisasi,
• Penyandang disabilitas dan orang tua memiliki ak-
ses penuh pada kesehatan seksual dan layanan
kesehatan reproduksi.

233
• Minimal 15 persen tempat penampungan dapat
diakses oleh semua.
• Menentukan tempat pengungsian bagi mereka
yang memiliki keterbatasan fungsi visual atau
mobilitas terbatas, dekat dengan fasilitas dan
layanan penting, rute yang aman dan yang terang.
• Mengadaptasi atau membangun tempat pengung-
sian yang dapat digunakan oleh orang dengan
C. Hunian
keterbatasan mobilitas (misalnya akses mudah,
Pengungsian
lantai dengan warna gelap dengan kombinasi
warna terang, lebar pintu cukup untuk kursi roda,
pegangan tangan, grab bar, tali pemandu, lantai
non-slip)
• Meminimalkan resiko eksploitasi seksual melalui
konsultasi, monitoring dan pengorganisasian ban-
tuan pembangunan tempat tinggal jika diperlu-
kan.

• Menyediakan perlengkapan yang sesuai (misalnya


alat bantu mobilitas atau popok orang dewasa)
dan disediakan dalam paket yang lebih kecil untuk
memudahkan transportasi bagi orang-orang den-
gan tantangan mobilitas.
D. Sandang /
• Distribusi harus dapat diakses: antrian terpisah
Non-Food
untuk mengurangi waktu tunggu, bantuan ter-
Item
sedia untuk pengumpulan / transportasi, menye-
diakan layanan penjangkauan sehingga orang-
orang yang tinggal di rumah atau orang-orang
yang tidak dapat mengakses distribusi tidak dike-
cualikan.

• Memastikan penyandang disabilitas dan kelom-


pok rentan lain dapat dengan mudah mengak-
ses sumber makanan, baik langsung atau melalui
transfer tunai dan voucher. Makanan harus mu-
dah dikonsumsi dan memenuhi protein tambahan
dan persyaratan mikronutrien terutama bagi yang
E. Nutrisi dan mengalami gangguan atau kerentanan tertentu,
Makanan dan mereka yang terkena penyakit tidak menular
dengan manajemen diet spesifik.
• Adanya distribusi makanan dan nutrisi bagi pen-
yandang disabilitas yang berada di hunian yang
mengalami keterbatasan mobilitas ke pengung-
sian dengan layanan adanya outreach/penjang-
kauan.

234
• Menyediakan nutrisi yang cukup dan sesuai dan
akses terhadap makanan yang sesuai, seperti
makanan rendah sodium untuk penderita diabe-
tes, suplemen untuk nutrisi mikro dan makanan
yang mudah dikunyah untuk anak-anak dengan
cerebral palsy atau untuk orang tua.

• Mitra harus merancang kegiatan pemulihan awal


yang sesuai dan tidak diskriminatif, termasuk
F. Pemulihan
pelatihan keterampilan, intervensi mata pencah-
awal
arian, dan pemrograman keuangan mikro untuk
mendukung kemandirian.

• Penyediaan dukungan bagi anak-anak dan remaja


penyandang disabilitas (misalnya meja dan kursi
yang disesuaikan di sekolah, transportasi ke dan
dari sekolah, alat bantu belajar atau alat bantu
pendengaran).
• Pastikan aksesibilitas gedung sekolah dan fasilitas
untuk anak-anak dan remaja penyandang disabil-
itas. Menyediakan alat bantu mobilitas (misalnya
kursi roda) dan alat bantu (misalnya alat bantu
G. Pendidikan dengar dan baterai) sesuai kebutuhan. Pastikan
Darurat aksesibilitas jamban (yang terpisah untuk anak
laki-laki dan perempuan).
• Pastikan bahwa kegiatan belajar mengajar dapat
diakses oleh anak-anak dan remaja penyandang
disabilitas, dengan pelatihan staf, metode penga-
jaran, kurikulum dan dukungan tambahan, dan
penyesuaian tempat termasuk ruang ramah anak
untuk memaksimalkan pendidikan anak pada
kondisi darurat, termasuk anak-anak dengan
gangguan sensorik, intelektual, mental atau fisik.

235
236
Piagam Inklusi Penyandang Disabilitas
dalam Tindakan Kemanusiaan
Versi final
1.1. Kami, penandatangan Piagam ini, menegaskan kembali tekad
kami untuk menjamin pelaksanaan tindakan kemanusiaan yang
inklusif terhadap penyandang disabilitas dan mengambil semua
langkah untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, serta
mempromosikan perlindungan, keselamatan dan rasa hormat
terhadap martabat penyandang disabilitas dalam situasi-situasi
yang berisiko, termasuk situasi konflik bersenjata, keadaan
darurat kemanusiaan dan terjadinya bencana alam.
1.2 Kami akan berusaha memastikan penyandang disabilitas
memiliki akses terhadap respon kemanusiaan, baik dari segi
perlindungan dan bantuan, tanpa diskriminasi, dan membiarkan
mereka menikmati hak mereka sepenuhnya. Dengan Piagam
ini, kami menegaskan kembali kehendak kolektif kami untuk
menempatkan penyandang disabilitas di pusat respons
kemanusiaan.
1.3. Untuk tujuan Piagam ini, penyandang disabilitas termasuk
mereka yang memiliki gangguan fisik, psikososial, intelektual,
atau sensorik jangka panjang, yang dalam interaksi dengan
berbagai hambatan dapat menghambat partisipasi penuh
dan efektif mereka dalam, dan akses terhadap, program
kemanusiaan.
1.4. Piagam ini mengacu pada semua penyandang disabilitas,
berlaku untuk semua situasi risiko dan keadaan darurat
kemanusiaan dan pada semua tahap respons kemanusiaan,
dari kesiap-siagaan dan terjadinya krisis sampai transisi
menuju pemulihan.
1.5. Kami mengakui bahwa kemajuan lebih lanjut menuju tindakan
kemanusiaan yang berprinsip dan efektif hanya akan terwujud
jika kesiapsiagaan dan respons kemanusiaan menjadi inklusif
terhadap penyandang disabilitas, sesuai dengan prinsip
kemanusiaan dan ketidakberpihakan, dan prinsip-prinsip hak
asasi manusia yang melekat tentang martabat, kesetaraan dan

237
non-diskriminasi. Kami mengingat kembali kewajiban Negara-
negara berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional,
khususnya Konvensi tentang Hak Penyandang Disabilitas,
piagam pengungsi internasional dan selanjutnya menekankan
kewajiban Negara-negara dan semua pihak dalam konflik
bersenjata berdasarkan hukum humaniter internasional,
termasuk kewajiban mereka di bawah Konvensi Jenewa
tahun 1949 dan kewajiban yang berlaku untuk mereka di
bawah Protokol Tambahan di tahun 1977, untuk menghormati
dan melindungi penyandang disabilitas dan memperhatikan
kebutuhan spesifik mereka selama konflik bersenjata.
1.6. Dengan niat tidak meninggalkan siapa pun, kami mengulangi
komitmen kami untuk sepenuhnya mendukung pelaksanaan
Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan sebagai
elemen inti dalam memastikan pengikut-sertaan penyandang
disabilitas. Kami menyoroti keinginan kami untuk
menerjemahkan Kerangka Sendai tentang Pengurangan Resiko
Bencana dan menekankan perlunya mendukung penerapannya
sebagai instrumen penting untuk memberdayakan penyandang
disabilitas dan mendorong adanya upaya respon, pemulihan,
rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat diakses secara
universal.
1.7. Kami ingat bahwa penyandang disabilitas tidak terpengaruh
secara proporsional dalam situasi berisiko dan keadaan
darurat kemanusiaan, dan menghadapi banyak hambatan
dalam mengakses perlindungan dan bantuan kemanusiaan,
termasuk bantuan dan dukungan pemulihan. Mereka juga
secara khusus terpapar kekerasan, eksploitasi dan pelecehan
yang ditargetkan, termasuk kekerasan seksual dan berbasis
gender.
1.8. Kami mengenali berbagai bentuk diskriminasi berganda dan
berpotongan yang semakin memperburuk pengucilan semua
penyandang disabilitas dalam situasi darurat dan keadaan
darurat kemanusiaan dan apakah mereka tinggal di daerah
perkotaan, pedesaan atau terpencil, dalam kemiskinan, terpisah
atau dalam institusi, dan terlepas dari status mereka, termasuk

238
migran, pengungsi atau orang-orang terlantar lainnya, dan
krisis itu sering menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
1.9. Kami menekankan pentingnya meningkatkan pengembangan
kapasitas otoritas nasional dan lokal dan komunitas
kemanusiaan yang lebih luas mengenai isu-isu yang
berkaitan dengan penyandang disabilitas, termasuk melalui
peningkatan penyadartahuan dan penyediaan sumber daya
yang memadai. Kami menyadari bahwa kebijakan, prosedur
dan praktik yang ada mengenai penyandang disabilitas dalam
program kemanusiaan perlu diperkuat dan disistematisasi.
Kami selanjutnya menekankan pentingnya pengumpulan dan
analisis data disabilitas yang dipilah berdasarkan usia dan
jenis kelamin, sebagai elemen penting dalam perancangan
dan pemantauan kewajiban Negara, program dan kebijakan
kemanusiaan secara keseluruhan.
1.10.
Kita ingat bahwa penyandang disabilitas dan organisasi
perwakilan penyandang disabilitas memiliki kapasitas yang
belum dimanfaatkan dan tidak cukup berkonsultasi atau
terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan
mengenai kehidupan mereka, termasuk mekanisme koordinasi
kesiapsiagaan dan penanganan krisis.
Kami berkomitmen untuk:
2.1. Tanpa diskriminasi
a. Mengutuk dan menghilangkan semua bentuk diskriminasi
terhadap penyandang disabilitas dalam program dan
kebijakan kemanusiaan, termasuk dengan menjamin
perlindungan dan akses yang setara terhadap bantuan bagi
semua penyandang disabilitas.
b. Memfasilitasi perlindungan dan keamanan semua anak-
anak dan orang dewasa penyandang disabilitas, menyadari
bahwa faktor multipel dan interseksi seperti gender, usia,
etnisitas, status minoritas, serta keragaman lainnya dan
faktor spesifik konteks memerlukan tanggapan dan tindakan
yang berbeda.
c. Memberi perhatian khusus terhadap situasi perempuan

239
dan anak perempuan penyandang disabilitas dari segala
usia, dalam konteks situasi berisiko dan keadaan darurat
kemanusiaan dan selanjutnya mengambil semua tindakan
yang diperlukan untuk memberdayakan dan melindungi
mereka dari masalah fisik, seksual dan berbagai bentuk
kekerasan, perlakuan kejam, eksploitasi dan pelecehan.
2.2. Partisipasi
a.
Mempromosikan keterlibatan penyandang disabilitas
dan organisasi perwakilan penyandang disabilitas secara
bermakna dalam penilaian kebutuhan, perancangan,
implementasi, koordinasi, pemantauan dan evaluasi
program kesiap-siagaan dan respons kemanusiaan, serta
memanfaatkan keterampilan, pengalaman, pengalaman,
dan kemampuan kepemimpinan mereka untuk memastikan
partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan,
membuat dan merencanakan proses termasuk mekanisme
koordinasi yang tepat.
b. Bekerja untuk menumbuhkan mekanisme perlindungan
berbasis masyarakat yang inklusif agar lebih memberikan
respon spesifik yang disesuaikan dan konteks dan
memperkuat ketahanan penyandang disabilitas, komunitas
mereka, keluarga dan perawat mereka.
2.3. Kebijakan inklusif
a. Terlibat dengan semua Negara yang relevan, dan pemangku
kepentingan dan mitra lainnya untuk memastikan
perlindungan bagi penyandang disabilitas sebagaimana
dipersyaratkan oleh hukum internasional.
b. Mengembangkan, mendukung dan menerapkan kebijakan
dan pedoman berdasarkan kerangka kerja dan standar yang
ada, mendukung aktor kemanusiaan untuk memperbaiki
penyertaan penyandang disabilitas dalam kesiapan dan
tanggapan darurat.
c. Mengadopsi kebijakan dan proses untuk memperbaiki
pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif tentang
penyandang disabilitas yang menghasilkan bukti-bukti yang

240
handal dan dapat diperbandingkan, serta didapatkan secara
etis dan menghargai kerahasiaan dan privasi. Memastikan
bahwa data penyandang disabilitas dipilah berdasarkan
usia dan jenis kelamin, dan dianalisis dan digunakan secara
berkelanjutan untuk menilai dan memajukan aksesibilitas
layanan dan bantuan kemanusiaan, serta partisipasi dalam
perancangan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan dan
program.
2.4. Tanggapan dan layanan inklusif
a. Memastikan perencanaan darurat dan kesiapsiagaan
dirancang untuk mempertimbangkan beragam kebutuhan .
b. Berusaha untuk memastikan bahwa layanan dan bantuan
kemanusiaan tersedia untuk dan dapat diakses oleh semua
penyandang disabilitas, dan menjamin ketersediaan,
keterjangkauan dan akses terhadap layanan khusus,
termasuk teknologi bantu dalam jangka pendek, menengah
dan panjang.
c. Bekerja untuk mengatasi hambatan fisik, komunikasi, dan
sikap termasuk melalui penyediaan informasi yang sistematis
untuk semua orang dalam perencanaan, kesiapsiagaan dan
tanggapan, dan berusaha untuk menjamin aksesibilitas
layanan termasuk melalui perancangan universal dalam
pemrograman, kebijakan dan dalam semua rekonstruksi
pasca-darurat.
2.5. Kerjasama dan koordinasi
a. Membina kerjasama teknis dan koordinasi antara otoritas
nasional dan lokal dan semua aktor kemanusiaan, termasuk
masyarakat sipil internasional dan nasional, badan-badan
PBB, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, dan
organisasi perwakilan penyandang disabilitas, untuk
memfasilitasi pembelajaran silang, dan berbagi informasi,
praktik, alat dan sumber daya termasuk para penyandang
disabilitas.
b. Meningkatkan koordinasi antara pelaku pembangunan dan
aktor kemanusiaan dengan maksud untuk memperkuat

241
sistem layanan lokal dan nasional termasuk penyandang
disabilitas dan memanfaatkan kesempatan untuk
membangun kembali masyarakat dan masyarakat yang
lebih inklusif.
c. Meningkatkan sensitivitas semua staf kemanusiaan
internasional dan nasional, otoritas lokal dan nasional
mengenai hak, perlindungan dan keamanan penyandang
disabilitas dan memperkuat kapasitas dan keterampilan
mereka untuk mengidentifikasi dan memasukkan
penyandang disabilitas dalam mekanisme kesiapsiagaan
dan penanganan kemanusiaan.

242
Daftar Rujukan
Undang – Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
Perka BNPB Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Bantuan
Logistik pada Status Keadaan Darurat Bencana.
Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Sistem Komando
Penanganan Darurat Bencana
Perka BNPB Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara
Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Tim Penyusun, 2017. Petunjuk Pelaksanaan Uji Lapang
Penanggulangan Bencana Kabupaten/Kota, BNPB.
Tim Penyusun, 2017. Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Rencana
Kontinjensi Kabupaten/Kota, BNPB.
CHS Alliance, 2015. Core Humanitarian Standard; Standar
Kemanusiaan Inti dalam Hal Kualitas dan Akuntabilitas,
Penerjemah H. Iskandar Leman, MPBI.
Sphere Project. Humanitarian Charter and Minimum Standars in
Disaster Response.
Vidiarina, Henny Dwi. 2010, Perencanaan Kontinjensi; Tinjauan
tentang beberapa Pedoman Perencanaan dan Rencana
Kontinjensi, GTZ (GITEWS),

243
244
245

Anda mungkin juga menyukai