Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PASTA

Disusun oleh :
1. Feronica Brillian A. P. (22010316140002)
2. Nasya Khaerunnisa (22010316140004)
3. Mazida Zulfah A. (22010316140010)
4. Frizka Imalia S. (22010316140012)
5. Nadia Alifya A. (22010316140025)
6. Febrina Fatima S. (22010316140030)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2018
BAB I
PEMBAHASAN

1.
1.1. Definisi Pasta
Pasta adalah sediaan berupa massa lunak yang dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yangberbentuk serbuk
dalam jumlah besar dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan dasar tidak
berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Digunakan sebagai
antiseptik atau pelindung kulit (FI III, 1979).
Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topikal. Kelompok pertama dibuat dari gel fase
tunggal mengandung air, misalnya Pasta Natrium Karboksimetilselulosa, kelompok
lain adalah pasta berlemak misalnya, Pasta Zink Oksida, merupakan salep yang
padat, kaku, yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan
pelindung pada bagian yang diolesi (FI IV,1995).
1.2. Karakteristik Pasta
Karakteristik Pasta adalah sebagai berikut :
1. Daya adsorbsi pasta lebih besar
2. Sering digunakan untuk mengadsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat
pemakaian. Sehingga cocok untuk luka akut.
3. Tidak sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu.
4. Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
5. Konsistensi lebih kenyal dari unguentum.
6. Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum.
7. Memiliki persentase bahan padat lebih besar dari pada salep yaitu mengandung
bahan serbuk (padat) antara 40 %- 50 % .
1.3. Kelebihan Pasta dan Kekurangan Pasta
Kelebihan pasta adalah sebagai berikut (Ansel, 2008) :
1. Pasta mengikat cairan secret, pasta lebih baik dari unguentum untuk luka akut
dengan tendensi mengeluarkan cairan
2. Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya
kerja lokal
3. Daya adsorpsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan
dengan sediaan salep
Kekurangan Pasta adalah sebagai berikut (Ansel, 2008) :
1. Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya
tidak sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.
2. Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis
3. Dapat menyebabkan iritasi kulit
1.4. Klasifikasi Pasta
Menurut Anief (1997), pasta dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Pasta berlemak, adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk).
2. Pasta kering, adalah pasta bebas lemak mengandung lebih kurang 60% zat padat
(serbuk).
3. Pasta pendingin, adalah serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal dengan
salep tiga dara.
4. Pasta dentifriciae, adalah campuran kental terdiri dari serbuk dan glycerinum
yang digunakan untuk pembersih gigi. Contoh dari pasta ini adalah pasta gigi.
1.5. Formula Pasta
Formulasi sediaan pasta umumnya terdiri atas :
1. Zat aktif
Untuk agen terapetik, yang biasa lebih disukai ialah agen terapetik yang
larut dalam minyak. Pasta umumnya ideal untuk zat-zat yang bersifat insektisida,
acaricides, parasitida, antimakrolida, atau NSAID karena pasta bersifat melekat
cukup lama diatas permukaan kulit.
2. Basis
a. Basis Hidrokarbon
Karakteristik :
1. Tidak diabsorbsi oleh kulit
2. Inert
3. Tidak bercampur dengan air
4. Daya adsorbsi air rendah
5. Menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan tahan air
dan meningkatkan absorbsi obat melalui kulit.
Dibagi menjadi 5, yaitu : Soft paraffin, Hard paraffin, Liquid paraffin,
Paraffin substitute, paraffin ointment. Contoh : vaselin, White
Petrolatum/paraffin, White Ointment
b. Basis Absorbsi
Karakteristik : bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air
dan larutan cair. Basis Absorbsi terbagi menjadi dua :
1. Non emulsi co, basis ini menyerap air untuk memproduksi emulsi air
dalam minyak . Terdiri atas : Wool fat, wool alcohols, beeswax and
cholesterol.
2. Emulsi A/M co, terdiri atas : Hydrous wool fat (lanolin), Oily cream.
c. Larut Air
Misalnya PEG (polyethylene Glycol) yang mampu melarutkan zat aktif
yang tak larut dalam air dan meningkatkan penyebaran obat. Bersifat stabil,
tersebar merata, dapat mengikat pygmen dan higroskopis (mudah menguap),
sehingga dapat memberikan kenyamanan pada pemakaian sediaan pasta.
d. Basis air-misibel
Misalnya salep beremulsi.
3. Zat tambahan
a. Modifier viskositas
Modifier viskositas yang lebih disukai adalah PEG 200, PEG 300, PEG
400, PEG 600, monoetanolamina, trietanolamina, gliserol, propilen glikol,
polioksietilen (20) sorbitan mono-oleat (polisorbat 80 atau Tween 80),
polioksi (misalnya, Pluronik L 81). Modifier viskositas kemudian
ditambahkan untuk membawa viskositas pasta ke tingkat yang diinginkan
tanpa memasukkan lebih banyak udara ke dalam produk akhir. Meskipun
tidak berharap untuk terikat oleh teori, diyakini bahwa karena kelompok
fungsional mereka, pengubah Viskositas bertindak sebagai crosslinker dan
luas jaringan tiga dimensi dibentuk oleh interaksi silika dan pembawa
hidrofobik. Pengubah Viskositas juga memperpanjang kerapatan silang dalam
formulasi. Beberapa mofier viskositas juga berperan sebagai density modifier.
b. Absorben
Absorben juga dapat ditambahkan ke formulasi pasta. Senyawa ini
secara efektif mencegah atau mengurangi fase Pemisahan produk selama
Penyimpanan. Absorben yang lebih disukai meliputi magnesium karbonat,
kalsium karbonat, Pati, selulosa dan turunannya, atau campuran absorben
dengan magnesium karbonat yang terutama disukai. Dimasukkannya senyawa
ini opsional dengan jumlah sekitar 1% hingga sekitar 10%, berdasarkan berat
total komposisi yang secara khusus disukai.
c. Zat pewarna
Pewarna digunakan untuk meningkatkan penampilan pasta. Pewarna
pada pasta misalnya aluminium, pewarna berdasarkan oksida besi, karamel
atau kombinasi berbagai pewarna.
d. Pengawet
formulasi dapat mengandung bahan tambahan lainnya Seperti
antioksidan, pengawet, Stabilisator atau Surfaktan. Senyawa-senyawa ini
dikenal baik untuk seni formulasi. Antioksidan Seperti alpha tocopheral, asam
askorbat, ascrobyl palmitate, asam fumeric, asam malat, natrium askorbat,
natrium metabisulfat, n-propil gallate, BHA (butylated hydroxy anisole),
BHT (butylated hydroxy toluene) monothiogliserol dan sejenisnya, mungkin
ditambahkan ke formulasi ini. Antioksidan umumnya ditambahkan ke
formulasi dalam jumlah dari sekitar 0,01 sampai sekitar 2,0%, berdasarkan
berat total formulasi. Preservatives Seperti parabens (methylparaben dan /
atau propylparaben) yang Cocok digunakan dalam formulasi dalam jumlah
mulai dari sekitar 0,01 sampai sekitar 2,0%.
e. Surfaktan
Surfaktan juga dapat ditambahkan untuk membantu melarutkan obat
aktif, untuk mencegah kristalisasi, dan untuk mencegah pemisahan fase.
Beberapa contoh Surfaktan adalah: gliseril monooleat, polioksietilena ester
asam lemak Sorbitan, ester Sorbitan, alkohol polivinil, Pluronik, Sodium
lauryl Sulfate, dan lain-lain.
1.6. Contoh Formulasi Pasta
Pasta pada umumnya sekitar 50% dari pasta adalah zat padat (serbuk) sehingga
lebih kental dari salep. Formula, komponen , dan komposisi yang terkandung dalam
pasta berbeda bergantung pada jenis pasta tersebut.
A. Pasta berlemak
Pasta berlemak merupakan suatu salep yang mengandung lebih dari 50%
zat padat (serbuk). Sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin dan paraffin cair.
Bahan tidak berlemak seperti Glycerinum, Mucylago atau sabun biasa digunakan
untuk antiseptik atau pelindung kulit. Komposisi salep ini memungkinkan
penyerapan dan pelepasan cairan berair yang tidak normal di kulit. Karena jumlah
lemak lebih sedikit dibanding jumlah serbuk padatnya, maka untuk
menghomogenkan lemak-lemak tersebut harus dilelehkan terlebih dahulu.
Contoh resep:

a) Acidic salicylicic Zinc Oxydy Paste (F.N 1978)


Tiap 10g mengandung
R/ Acidum Salicylicum 200 mg
Zincioxydum 2,5 mg
Amylum Tritici 2,5 mg
Vaselinum flavum ad 10 g
b) Pasta Zinci Oxydi ( Ph.Bld.Ed.V)
R/ Zinci Oxydum 2,5 g
Amylum tritici 2,5 g
Vaselin flava hingga 10 g
Cara Kerja
1)Siapkan alat dan bahan
2)Kalibrasi timbangan
3)Ayak ZnO menggunakan ayakan no 100 mesh
4)Masukkan Amylum tritici kedalam mortir, gerus
5)Tambahkan sebagian vaselin flavum gerus hingga homogeny
6)Tambahkan ZnO yang sudah diayak gerus hingga homogeny
7)Tambahkan sisa vaselin flavum gerus hingga homogeny
8)Keluarkan sediaan dari dalam mortir, masukkan kedalam pot salep

B. Pasta Kering
Pasta kering adalah suatu pasta bebas minyak mengandung kurang lebih 60
% zat padat (serbuk). Dalam pembuatan akan terjadi kesukaran bila dalam resep
terdapat Ichthamolum atau Turnenol Ammonium, karena dengan zat tersebut
pasta akan menjadi encer. Contoh resep :
R/
Bentonit 1
Sulf Praecip 2
Zinci Oxydi 10
Talci 10
Icthamoli 0,5
Glycerini
Aquae aa 5
s.ad.us.ext
1.7. Metode Pembuatan
Umumnya pasta dibuat dengan cara yang sama dengan salep. Tetapi, bahan
untuk menggerus dan menghaluskan digunakan untuk membuat komponen serbuk
menjadi lembut, bagian dari dasar ini sering digunakan lebih banyak daripada
minyak mineral sebagai cairan untuk melembutkan pasta. Untuk bahan dasar yang
berbentuk setengah padat, dicairkan terlebih dahulu, setelah itu baru kemudian
dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih tercampur dan
homogen.
Pembuatan pasta dilakukan dengan dua metode :
1. Pencampuran
Komponen dari pasta dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai
sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan
Semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan
meleburkannya secara bersamaan, kemudian didinginkan dengan pengadukan
yang konstan sampai mengental. Komponen- komponen yang tidak dicairkan
biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah
didinginkan dan diaduk.
Bahan dasar pasta : vaselin, lanolin, adepslanae, unguentum simplex, minyak
lemak dan paraffin liquidum.
Pembuatan : bahan dasar yang berbentuk setengah padat dicairkan lebih dulu,
baru dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih tercampur
dan homogen.
1.8. Evaluasi Sediaan Pasta
Evaluasi sediaan pasta dilakukan dengan cara uji stabilitas fisik meliputi: uji
pH, viskositas, uji daya sebar, uji daya lekat, organoleptis dan homogenitas.
Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa, cahra-
cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam label (Lachman, 1994).
Ketidakstabilan formulasi dapat dilihat dari perubahan penampilan fisik, warna, rasa,
dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya
dapat dipastikan melalui analisis kimia.

A. pH
Uji pH sediaan merupakan parameter sifat fisikokimia yang harus dilakukan
pada sediaan dermal, karena pH sediaan dapat mempengaruhi efektifitas pelepasan
obat, stabilitas, dan kenyamanan penggunaan sediaaan pada kulit. Sediaan yang
baik harus sesuai dengan pH kulit dan tidak mengiritasi kulit. Pasta dimasukkan
dalam cawan dan diletakkan kertas indikator pH. pH pasta diketahui dengan
mengamati perubahan warna pada kertas pH. Pengujian pertama dilakukan pada
hari dimana sediaan dibuat, selanjutnya disimpan selama satu minggu dan diuji
organoleptisnya lagi begitu seterusnya sampai satu bulan (Anonim, 2008).
B. Viskositas
Uji viskositas yang dilakukan dengan alat viscometer bertujuan untuk
mengetahui seberapa kental sediaan pasta yang dihasilkan setelah penyimpanan
selama satu bulan dengan kondisi suhu kamar. Viskositas pasta mem-pengaruhi
kenyamanan dan efek terapi yang dihasilkan. Semakin lama penyimpanan pada
suhu kamar menyebabkan peningkatan viskositas dari kedua formula tersebut.
Peningkatan viskositas pasta mungkin terjadi karena sifat dari basis pasta dimana
apabila didiamkan dalam jangka waktu lama akan menjadi pekat dan keras.
Pasta dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada viskometer. Pengujian pertama
dilakukan pada hari dimana sediaan dibuat, selanjutnya disimpan selama satu
minggu dan diuji organoleptisnya lagi begitu seterusnya sampai satu bulan
(Nayeem dan Karvekar, 2011).
C. Uji daya sebar
Uji daya sebar pasta menunjukkan kemampuan pasta untuk menyebar pada
lokasi pemakaian dan elastisitas pasta apabila dioleskan pada kult sehingga
memberikan kenyamanan pada saat pemakaian. Semakin besar nilai diameter daya
sebar menggambarkan bahwa viskositas pasta semakin menurun sehingga akan
menyebar dengan cepat hanya dengan sedikit pengolesan. Pasta yang baik adalah
pasta yang memiliki daya sebar yang luas sehingga mudah untuk dioleskan dan
kontak zat aktif dengan kulit semakin baik.
Sebanyak 0,50 gram diletakkan ditengah-tengah kaca, ditutup dengan kaca
lain yang telah ditimbang dan dibiarkan selama satu menit kemudian diukur
diameter sebar pasta. Setelah itu, diberi penambahan beban tiap satu menit sebesar
50 gram hingga 1000 gram lalu diukur diameternya yang cukup untuk melihat
pengaruh beban terhadap daya sebar pasta (Nayeem dan Karvekar, 2011). Dalam
pengujian daya sebar pasta ini, masing-masing pasta yang akan diuji dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali, rata-rata diameter pengukuran (membujur,
melintang) dari tiga kali pengujian. Pengujian pertama dilakukan pada hari dimana
sediaan dibuat, selanjutnya disimpan selama satu minggu dan diuji organoleptisnya
lagi begitu seterusnya sampai satu bulan.
D. Uji daya lekat
Uji daya lekat dilakukan untuk menunjukkan kemampuan pasta melekat dan
melapisi permukaan kulit sewaktu digunakan agar dapat berfungsi maksimal,
Semakin lama waktu pasta melekat pada kulit maka semakin baik pasta yang
dihasilkan. Karena zat aktif yang terkandung dalam sediaan pasta menjadi semakin
lama melekat pada kulit dan dapat meningkatkan pelepasan zat aktif kemudian
berpenetrasi ke dalam kulit untuk memberikan efek terapi. Sehingga dengan
pengukuran daya lekat pasta secara berkala dapat dilihat stabilitas fisiknya
(Nayeem dan Karvekar, 2011).
Sebanyak 250 mg pasta diratakan pada salah satu gelas objek kemudian
ditutup dengan gelas objek yang lain. Setelah itu, diberikan tindihan beban 1 kg
selama 5 menit. Pasangan gelas objek ini kemudian dipasangkan pada alat uji daya
lekat dan bersamaan dengan pemberian beban pada alat uji daya lekat 1 kg dan
stopwatch dinyalakan. Waktu dihitung mulai dari pemberian beban dan beban
dihentikan ketika gelas objek tersebut terlepas. Pengujian pertama dilakukan pada
hari dimana sediaan dibuat, selanjutnya disimpan selama satu minggu dan diuji
organoleptisnya lagi begitu seterusnya sampai satu bulan (Nayeem dan Karvekar,
2011).
E. Uji organoleptis
Pengujian sifat fisik pasta secara organoleptis dengan mengamati secara
langsung visual dibawah sinar. Uji organoleptis meliputi warna, bau, dan bentuk
sediaan pasta. Pengujian pertama dilakukan pada hari sediaan pasta dibuat,
selanjutnya disimpan selama satu minggu dan diuji organoleptisnya lagi begitu
seterusnya sampai satu bulan (Nayeem dan Karvekar, 2011).
F. Uji homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses
pembuatan pasta bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain
yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen,
sehingga pasta yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat
penggunaan (Anonim, 2008).
Masing-masing pasta yang akan diuji, dioleskan pada tiga buah gelas objek
untuk diamati homogenitasnya dibawah sinar. Apabila tidak terdapat butiran-
butiran kasar diatas gelas obyek tersebut maka pasta yang diuji dinyatakan
homogen. Pengujian homogenitas ini dilakukan sebanyak tiga kali replikasi.
Pengujian pertama dilakukan pada hari dimana sediaan dibuat, selanjutnya
disimpan selama satu minggu dan diuji organoleptisnya lagi begitu seterusnya
sampai satu bulan (Anonim, 2008).
BAB II
PENUTUP

2.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah:
1. Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang
ditujukan untuk pemakaian luar/topikal.
2. Karakteristik dari sediaan pasta adalah daya absorbsi pasta lebih besar, sering
digunakan untuk mengabsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian, tidak
sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu, mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian luar/topikal, konsistensi lebih kenyal dari
unguentum, tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum, dan memiliki
persentase bahan padat lebih besar daripada salep yaitu mengandung bahan serbuk
(padat) antara 40%-50%.
3. Pasta terdiri dari 4 macam yaitu pasta berlemak, pasta kering, pasta pendingin, dan
pasta dentifriciae (pasta gigi).
2.2. Daftar Pustaka
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat, 10-17. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Anief, Moh. 1988. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta: UGM
Anonim. 2008. Novel SemiSolid Dosage Forms. http://www. pharmainfo.net/free-books/
Anonim. 1978. Formularium Nasional, Edisi Kedua. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press
Chen, Jun 2004, Paste Formulations, US Patent 6787342B2.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia,
Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia.
Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
form of the rutin, quercitin, ellagic acid, gallic acid, and sitosterol isolated from the
leaves of Tectona grandis for wound healing activity, Arch. Appl.Sci.Res. 2001,
3(1):43-51
Lachman,L., Lieberman., and Kanig, J.L, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,jilid
2, ed 3, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, UI Press, Jakarta, 1091-1096, 1119-1120
Nayeem, N., Karvekar, M.D., 2011, Stability studies and evaluation of the semi solid
dosage novel-semisolid-dosage-forms (Diakses pada Mei 2018).

Anda mungkin juga menyukai