Anda di halaman 1dari 16

Self Healing Day-2

[How to Deal with Insecurity]

Insecurity adalah perasaan dimana kita merasa tidak cukup (not being
good enough), merasa seperti kurang terus dan merasa khawatir juga dengan
ketidakpastian itu. Akhirnya merasa tidak aman, karena kita sedang
menghadapi ketidakpastian yang kita tidak bisa diprediksi juga kapan
berakhirnya. Insecurity adalah kondisi ketika seseorang dipenuhi rasa keraguan
atas dirinya sendiri dan merasa tidak percaya diri. Suara hati yang kritis yang
terbentuk dari pengalaman hidup awal yang menyakitkan dimana kita
menyaksikan atau mengalami sikap menyakitkan terhadap kita atau orang-
orang dekar dengan kita.
Hal yang berpotensi membuat insecurity :
1. Goals ; karena kita kadang masih bingung menentukan tujuan hidup kita,
menentukan langkah hidup, me-break down Langkah-langkah apa yang
harus dilakukan.
2. Relasi ; relasi dengan orang-orang terdekat kita, keluarga, teman, kolega.
3. Ability to handle certain situations ; kemampuan kita untuk menghadapi
situasi. Kalua kita bisa me-handle insecurity maka ini tidak muncul
dengan cepat, tetapi kalau kita merasa kewalahan menghadapi aktivitas
hidup kita. Ditambahkan ketika melihat orang-orang, semisal di sosmed.
Beberapa potensi penyebab munculnya insecurity :
1. Meras rendah diri, merasa tidak berharga (low welf-esteem)
2. Mengalami takut berlebih (overfear), merasa pesimis
3. Kendala zona nyaman/keterikatan dengan aktivitas saat ini
4. Sering memandingkan diri dengan orang lain.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai individu dan makhluk sosial? Kodratnya
sebagai manusia tidak bisa munafikkan, self healing tidak bisa benar-benar
dilakukan secara mandiri, kita sebagai makhluk sosial butuh dan dibutuhkan
orang lain.
1. Understanding What You Feel
Memahami dulu apa yang sebenernya kita rasakan, kenapa muncul
perasaan. Menentukan dari mana perasaan itu berasal membantu kita
menemukan dua hal penting :
1. Rasa tidak aman kita memmiliki dasar yang valid, dan bahwa kita tidak
bodoh karena merasa tidak aman,
2. Masalah ini memiliki penyebab logis yang boleh jadi bisa diselesaikan,
3. Memahami ada hal lain juga yang diluar kendali kita.

2. Taking Baby Steps to Grow

1. Sudahkah kita mencoba berbagi cerita dengan “trusted people”?


(Keluarga, teman dekat, professional).
2. Mengambil langkah kecil untuk menyelesaikan apa-apa yang menurut
kita bisa (affordable) untuk diselesaikan.
3. Mengapresiasi setiap langkah kecil yang sudah kita lakukan.
4. If you try too much too soon, you may feel overwhelmed which wil only
hurt you in the long run. (memaksakan diluar kapasitas kita, bisa
membuat diri kita sakit sendiri, hati-hati dalam mengambil keputusan,
jangan sampai gegabah karena ingin segera selesai)
Bagaimana memperbaiki relasi?
1. Relasi dengan Allah; relasi dengan dzat yang bisa mencabut rasa
insecurity dalam diri kita.
2. Relasi dengan keluarga; menyelesaikan diskusi dengan keluarga.
3. Relasi dengan kolega,
4. Relasi dengan sosial.

3. Changing Your Perspective


1. Memahami peran-peran kita di berbagai setting kehidupan.
2. Kita tidak sempurna dan itu tidak apa-apa.
3. Belajar untuk mengevaluasi diri, namun tidak mengkritisi diri terlalu
berlebihan.

4. Doing What You Best


1. Apa yang menjadi hobby mu? Hal apa yang kita suka dalam hidup.
Perhatikan, daya tahan, Keuletan dan perhatian.
2. Konsisten atau istiqomah.

5. Gratitude Journal
“Jagalah ilmu dengan menulis” (Shahih Al-Jami. No.4434)
1. Tuliskan 3 hal selama sebelum hari berganti yang membuatmu berkesan
dan berarti bagimu?
2. Target mingguan/bulanan
3. Identifikasi perasaan

Ketika hati mulai terpanggil untuk membandingkan diri dengan orang lain, apa
yang bisa kita lakukan?
1. Bijaksana dalam melihat kondisi hidup orang lain
Jangan membandingkan satu aspek kehidupan orang lain dengan
keseluruhan hidup kita.
2. Dibalik apa yang bisa ditampilkan orang lain secara publik, kita tidak
pernah tahu perjuangannya
Ketika kita benar-benar melihat lebih dekat proses hidup orang lain, kita
akan mengetahui bahwa dia juga sedang berjuang pada titik-titik
tertentu.
3. Melihat timeline dan lintasan hidup diri sendiri akan membuat kita lebih
tenang.
Bagaimana cara mengurangi insecurity?
- Urus kebutuhan diri sendiri terlebih dahulu
- Mengenal berbagai emosi yang terjadi dalam diri
- Menantang pikiran-pikiran negatif agar lebih adaptif
- Ubah pola pikirmu
- Jangan menghakimi diri sendiri

Melawan rasa insecure dengan penerimaan diri terbaik


Penerimaan diri akan mengantarkan kita kepada versi terbaik diri kita. Jika kita
tidak menerima diri dan jiwa raga kita, otomatis kita seolah-olah tidak
memanfaatkan apa yang telah diberikan Allah untuk kita terus berkembang.
Penerimaan diri merupakan kemampuan kita untuk menerima diri apa adanya.
Akan tetapi, jangan sampai berpikir bahwa apa adanya berarti kita tidak perlu
mengubah hal-hal negatif yang ada dalam diri. Ketika menerima diri sendiri,
kita akan mengenal apa kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman yang
mungkin akan dihadapi. Analisis tersebut merupakan salah satu cara untuk
dapat bangkit dari rasa insecure.
Ketika muncul rasa lelah dalam proses menerima diri, hal yang perlu diingat
adalah kita perlu waktu. Penerimaan diri merupakan proses seumur hidup, kita
tidak akan pernah merasa telah menerima diri kita seratus persen. Hal yang
harus dilakukan adalah terus berproses dan seiring dengan proses tersebut kita
dapat mengidentifikasi dan mengenal karakter diri yang selama ini tidak
disadari.
Berproses melibatkan berbagai dimensi:
- Waktu
Ketika menyadari bahwa penerimaan diri merupakan sebuah proses
yang tidak instan, kita sedang berhadapan dengan dimensi waktu.
Kita harus yakin bahwa memang hal ini adalah proses sepanjang
hayat.

- Konsistensi
Kontinuitas tentang bagaimana kita konsisten terhadap langkah yang
telah kita ambil.

- Relasi
Ketika kita belajar menerima diri, kita juga belajar menerima relasi
yang kita bangun. Cut off relasi yang tidak baik (toxic) ketika circle
malah membuat kita terpuruk agar kita tidak kecewa. Kita harus
memilah circle yang baik dan buruk bagi diri sendiri.

Healing dengan Al-Quran


- Memercayai Allah
QS Al-An’am: 102
QS Hud: 125

- Melaksanakan ibadah
QS Al-Baqarah: 45

- Mengingat Allah
QS Ar-Rad: 28

- Kesabaran dan pengampunan


QS Al-Baqarah: 45
QS Al-Maarij: 5
QS Ali Imran: 134

- Berpikir positif
QS Al-Baqarah: 216

- Dukungan lingkungan
QS Al-Ashr
Tanya Jawab

Penanya: M. Kemal Primadi


Pertanyaan:
Saya seorang fotografer yang bergelut di dunia fotografi penerbangan. Saya
ingin bertanya, kebetulan kemarin saya bertemu dengan salah seorang
pengamat penerbangan. Setelah saya bertemu beliau, kemudian ada rekan
fotografer yang iri dengan mencari kesalahan-kesalahan saya agar si pengamat
ilfeel. si orang iri ini memang anaknya bermasalah, di komunitasnya sendiri dia
memang banyak tidak disukai sesama fotografer. Si orang ini gak cuma
ngancem saya, tapi juga ngancem beberapa fotografer lain ketika fotografer
tersebut melakukan kesalahan. Dia memang orangnya dibawah saya 9 tahun
dan memang anaknya suka melakukan hal toksik di sebuah grup chat wa.
Dengan berkata yang tidak pantas hingga melecehkan fotografer perempuan.
Ketika saya diserang dia dan teman2nya yang rata2 masih bocah, jujur saya ga
bisa ngapa2in. Saya shock, kepikiran, diam, bimbang, bahkan mau berinteraksi
dengan orang tua, pacar, keluarga saja saya ga bisa mbak. Jujur mbak, saya
orangnya panikan, ga tegas, dan sering kemakan hati, pernah suatu ketika saya
punya fikiran untuk menghabisi anak ini, tapi itu ditentang oleh ketua dari
organisasi saya. Dan saya takut saja ketika saya tegas dengan anak ini, dia bisa
membuka aib-aib saya yang lama. Yang ingin saya tanyakan;

1. Bagaimana menciptakan rasa tegas ketika menghadapi anak ini?


2. Bagaimana menghilangkan perasaan cemas akan kebukanya aib kita yang
lama, agar kita tetap menjalani kehidupan dengan baik?
3. Saya sempat berfikiran untuk berhenti dan resign dari fotografi pesawat
dan organisasi komunitas itu karena aib di masa lalu. Bagaimana cara
menjaga mental kita agar kita tetap bertahan di dunia tersebut? Karena
rekan saya yang sesama fotografer (sahabat satu circle saya) menekan saya
untuk terus berkarya dan semangat walau mereka mencibir. Padahal
founder dari komunitas tersebut juga banyak dicibir orang

Jawaban:
Kalau saya boleh memberikan komentar, pertama memang kompleks
masalahnya dan kalau boleh saya menjawab pertanyaan pertama tadi adalah
bagaimana kita untuk menjadi asertif ya menghadapi orang-orang yang
mungkin membahayakan. Kalau buat saya memang asertif itu nomor satu,
apalagi di lingkungan kerja. Jangan sampai lingkungan kerja ini malah membuat
kita semakin tertekan ya pastinya, tapi jangan sampai kita menambah tekanan
yang tidak perlu. Kalau saya pribadi tentu akan menyampaikan uneg-uneg
tersebut, entah itu kepada yang bersangkutan atau kepada yang memiliki
wewenang untuk itu. Saya tidak tahu apakah ini ada semacam pimpinannya
atau mungkin semacam HRD atau yang mengelola sumber daya manusia
tersebut supaya bisa menengahi apa yang menjadi kendalanya mas Kemal dan
teman-teman.
Kedua, untuk mengurangi rasa cemas terhadap masa lalu, kira-kira kalau
ternyata ambil keputusan keluar dari tempat kerja tersebut, apa yang menjadi
risiko terburuknya. Jadi mungkin bisa dibuat analisis terlebih dahulu ya teman-
teman ketika memutuskan untuk bertahan di tempat kerja positifnya apa,
negatifnya apa. Ketika keluar dari tempat kerja kira-kira apa positif negatifnya
itu yang harus dipikirkan. Alih-alih kita memaksakan untuk bertahan di
lingkungan yang tidak nyaman, ya. Pertama ada orang-orang seperti itu,
mungkin ada ya yang memilih untuk bertahan karena memang tidak punya
pilihan, tapi ketika ternyata ada pilihan lain yang menjanjikan, pilihan lain yang
membuat kita lebih merasa aman, nyaman, dan kita juga tetap bisa produktif
dan berdaya, kenapa tidak kita lakukan. Ini rekomendasi dari saya. Tentu saya
nggak bisa mengatakan harus begini, harus begitu, tapi mungkin sedikit bisa
membuka pertimbangan untuk melihat kembali plus minusnya seperti apa.
Untuk mempertahankan pekerjaan tersebut ya dengan lingkungan yang
ternyata nyerangnya pun dengan cara yang sangat tidak punya etika, kalau
boleh saya memberikan pandangan subjektif ya.
Kemudian yang ketiga terkait ketakutan terhadap masa lalu. Bagaimanapun
kalau terkait masalah ini, saya sebenarnya juga tidak berani bertanya lebih
lanjut, tapi yang jelas balik lagi hal itu sudah terjadi kita tidak bisa cut off, kita
tidak bisa edit, kita tidak bisa delete juga, tapi bagaimana kita bisa fokus sama
orang-orang yang bisa percaya sama kita yang memang dekat dengan kita.
Kalaupun mereka secara tidak sengaja mengetahui dan kalau kita diberi
kesempatan untuk menjelaskan, jelaskan. Kalau ternyata tidak perlu untuk
menjelaskan ya kita anggap sudah selesai seperti itu. Karena kalau kita fokus
sama hal-hal yang tidak bisa kita ubah, saya yakin itu akan sedikit menurunkan
produktivitas dalam bekerja, apapun pekerjaannya fokus sama orang-orang
yang memang peduli sama kita itu orang-orang yang tidak peduli, kita tidak
bisa kendalikan bahkan kita nggak bisa ngontrol juga apa yang mereka lakukan
untuk mencelakai kita. Kita bisa reconsider plus minusnya ketika kita bertahan
di tempat itu, plus minusnya ketika kita memutuskan keluar dari zona tersebut.

Penanya: Sabrina Cintamia


Pertanyaan:
Selama 3 tahun, saya dihina dan direndahkan bahkan secara fisik dan mental. 1
tahun saya coba buat sembuh gabisa. Bahkan saya cerita ke orang lain malah
makin direndahkan, bahkan di suruh melakukan kesalahan yang sama, disuruh
menghindar padahal saya tau masalah gak mungkin dihindari. Tahun lalu saya
divonis depresi. Banyak yang bilang saya cari perhatian, padahal saya hampir
bunuh diri.

Jawaban:
Hal ini tentu nggak mudah ya, artinya kembali lagi ini permasalahan yang
kompleks dan tentu kalau ternyata tadi saya sempat menyatakan bahwa
ceritalah kepada orang-orang yang bisa kita percaya. Kalau ternyata orang-
orang tersebut memang tidak valid, kita juga harus hati-hati jangan sampai
orang lain yang mungkin memang tidak valid lalu mengetahui permasalahan
kita dan akhirnya malah menyepelekan. Makanya kalau saya pribadi
menyarankan untuk ke profesional. Saya salut juga ke Mbak Sabrina karena
sudah ke profesional. Semoga diagnosa depresi itu juga dari profesional ya
bukan dari self diagnose ya. Kalau diagnosa oleh psikiater atau psikolog
biasanya akan diikuti dengan treatment. Kalau orang lain menganggap Mbak
Sabrina caper (cari perhatian), kembali lagi, omongan orang lain ini adalah
sesuatu yang bisa kita kendalikan atau tidak bisa kita kendalikan? Jawabannya
adalah tidak bisa kita kendalikan. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk
tidak berkomentar seperti itu tapi kita bisa memaksakan atau mengontrol diri
kita dalam menyikapi kata-kata yang keluar dari orang lain. Diagnosa tersebut
bukan dari Mbak Sabrina tapi dari psikolog/psikiaternya. Kita perlu belajar
untuk menerima bahwa ini kondisi yang tidak baik-baik saja. Akan tetapi kita
perlu implementasinya, kira-kira treatment apa yang bisa membantu
mengurangi symptom-symptom depresi itu. Jadi kalau dari saya pribadi tentu
saya akan sangat menganjurkan untuk bisa tetap keep in touch sama
psikolog/psikiaternya. Ikuti segala bentuk treatment yang memang dianjurkan.
Kalau memang dari psikiater ada obat yang harus diminum, misalnya
antidepresan atau segala jenis obat yang mengurangi symptom, lakukan. Tentu
itu juga pertimbangan professional. Kemudian kalau ternyata ada treatment
perilaku, ada konseling yang harus dijalani, ikuti. Meskipun berat,
menghabiskan waktu dan tenaga, jalani. Karena memang itu adalah bagian dari
proses kita untuk benar-benar sembuh seratus persen.
Kemudian bagaimana terkait orang yang menilai kalau diri kita ini caper? Nah
kembali lagi, kira-kira ini orang-orang yang signifikan atau tidak dalam hidup
kita? Kalau orang-orang itu yang signifikan dalam hidup kita, kita perlu belajar
bahwa ternyata memang hanya Allah yang paling mengetahui hidup kita. Tapi
kalau ternyata kita belum menemukan titik yang paling aman untuk berbagi
cerita, saya sangat menyarankan untuk cerita ke professional karena
professional punya kode etik. Terakhir, memilah lagi circle-circle yang mungkin
bisa kita batasi. Sekali lagi kita kedepankan kualitas daripada kuantitas. Kalau
kita ternyata memiliki relasi yang semakin membuat kita tertekan, semakin
membuat kita menjauh dari Allah, semakin membuat kita menyalahkan diri
sendiri, cut off. Jangan ragu untuk menghindari itu. Bukan berarti kita
memutus silaturahim, tapi kita mengendalikan circle-circle mana yang aman
buat kita, mana yang tidak.

Penanya: Dewi Ratnasari


Pertanyaan:
Bagaimana menghadapi orang tua toxic? Ditambah kita memiliki luka
pengasuhan. Saat ini saya masih healing mandiri, akan tetapi saya sering
terpancing setiap orang tua mencaci dan lain-lain yang kesannya memusuhi
anak. Meskipun begitu saya berusaha untuk healing lagi dan lagi setiap luka
masa lalu saya terpanggil.

Jawaban:
Terkait toxic ini sebenarnya saya ingin menegaskan bahwa berbagai macam
toxic dalam hidup kita, sebenarnya bukan subjeknya, tapi perilakunya. Saya
mengakui adanya konflik parent, tapi semoga kita tidak melabeli orang tua kita
dengan toxic parent. Mungkin ada parentnya yang keliru atau salah, tapi
jangan sampai kita melabel orangnya. Mudah-mudahan hal ini tidak
mengurangi empati saya kepada teman-teman yang mungkin juga memiliki
luka pengasuhan. Kadarnya mungkin berbeda-beda, tapi yang harus kita
pahami juga adalah bahwa di era sekarang ilmu parenting di mana-mana bias
kita akses secara online. Kita juga harus terima bawa orang tua kita di masa
lalu saat awal-awal mengasuh kita, tidak semudah itu mendapatkan akses
pengasuhan yang tepat seperti apa, pengasuhan yang komunikatif seperti apa.
Penjelasan ini semoga bisa jadi jalan untuk teman-teman semua untuk bisa
belajar menerima kekurangan atau kesalahan yang dibuat oleh orang tua kita.
Tentu tidak mudah, tetapi kita perlu belajar memaafkan.
Kedua, adalah ketika toxic parent ini telah membuat diri kita bahaya secara
fisik maupun psikis, tentu kita tidak bisa menyelesaikan sendiri dengan self
healing. Bukan berarti saya meragukan self healing yang kita lakukan. Kita bisa
self healing ketika itu sifatnya jangka pendek atau mungkin untuk kasus-kasus
tertentu. Tetapi ketika kasus ini sudah mencakup kekerasan, kita perlu sekali
bantuan professional. Maka jangan bosan ya kalau misalnya saya akan merujuk
ke profesional karena dengan adanya profesional itu harapannya mereka bisa
menjembatani apa yang terjadi antara kita dengan orang tua kita. Entah itu
lewat diskusi secara langsung atau mungkin psikolognya juga bisa mendatangi
orang tuanya. Kira-kira seperti itu kasus yang pernah saya hadapi. Ketika saya
menjadi asisten psikolog, permasalahan tentang toxic parent ini tidak bisa
diselesaikan oleh anaknya saja tapi orang tuanya juga harus sama-sama
terbuka. Kira-kira masalahnya apa sampai akhirnya orang tua melakukan
perilaku yang tidak menyenangkan pada anaknya. Jadi memang self healing ini
bagus, tapi ada waktunya, kapan kita bisa lakukan secara mandiri, kapan kita
memang membutuhkan profesional sebagai moderator yang menjembatani
permasalahan kita dengan orang tua. Sebelum ke profesional coba kita cek
dulu kira-kira dari keluarga besar, siapa yang bisa membantu. Setidaknya
memunculkan rasa aman pada Mbak Dewi supaya tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan kalau ternyata itu sudah mengarah ke kekerasan fisik atau psikis.
Kalau ternyata keluarga besar kurang suportif baru kita bisa lanjut ke
professional, seperti yang saya sarankan tadi. Banyak sekali lembaga online ya
teman-teman yang jadi promoter. Tapi memang online konseling sudah mulai
marak dan coba pilih yang paling terjangkau untuk Mbak Dewi karena itu untuk
kebaikan Mbak Dewi sendiri.

Penanya: Mazlin Chairani


Pertanyaan:
Bagaimana caranya bagi seorang perempuan atau wanita muslimah yang
sedang diuji oleh Allah dengan ujian yang sangat berat dalam menguatkan
dirinya sendiri, kemudian menguatkan dan memampukan dirinya sendiri, juga
menumbuhkan motivasi semangat di dalam diri kemudian ada rasa percaya diri
optimis dalam menjalani hidup ini dan tegar untuk menghadapi episode-
episode kehidupan berikutnya? Yang kedua adalah bagaimana caranya bagi
dirinya dalam menghadapi dalam menjelaskan atau memberitahukan kepada
anggota keluarganya sendiri atau keluarga dari ayah, keluarga dari ibu, dan
juga teman-temannya yang dulu dan juga orang lain perempuan perempuan
atau wanita muslimah lain di luar sana yang belum benar-benar memahami
keadaan yang ia alami saat ini. Caranya bagaimana gitu, maksudnya
menjelaskannya sementara ia sedang sakit itu sedang sakit sakit medis dan non
medis juga begitu.

Jawaban:
Pertama, bagaimana kita menghadapi kondisi-kondisi yang berat, baik fisik
maupun yang gangguan setan itu ya. Pertama untuk yang gangguan dari setan,
setiap kali terbesit untuk melakukan hal yang tidak baik kita selalu mengingat
Allah. Kemudian ada beberapa alternatif memang ya. Tentu ini alternatif yang
tidak saya sampaikan berdasarkan kepakaran saya sehingga saya sampaikan di
awal secara subjektif saya sebagai manusia sebagai hamba yang beriman.
Memang ruqyah itu bisa menjadi alternatif yang artinya selama ruqyahnya ini
adalah seorang muslimah bisa dicoba juga gitu untuk untuk melakukan ruqyah,
terlebih setelah melakukan ruqyah mandiri. Alternatifnya meruqyah mandiri
terlebih dahulu.
Kemudian cara yang kedua, bagaimana perempuan harus healing dengan
permasalahan penyakit fisik dan penyakit psikis tapi juga harus terus produktif
ya. Kita sebagai muslim harus produktif menjalankan aktivitas sehari-hari.
Tentu ini hal yang tidak mudah karena memang mungkin qadarullah kita
sedang menghadapi permasalahan yang berbeda, tapi permasalahan medis itu
sempat terjadi juga di saya di tahun 2021 ketika menghadapi permasalahan
medis, dan ternyata itu cukup menghantam rasa percaya diri saya sebagai
seorang perempuan. Tetapi ternyata qodarullah kalau saya fokus dengan
penyakit tersebut tapi jadi abai dengan amanah-amanah saya yang lain, akan
membuat saya semakin tidak berdaya. Permasalahan perempuan itu
sebenarnya kompleks sekali ya kalau mau dibahas, tapi salah satu hal yang
sangat dekat dengan permasalahan perempuan selain masalah psikologis
adalah masalah fertilitas. Ketika saya diuji dengan permasalahan itu, rasa
percaya diri sudah luntur. Saya sudah tidak mau berbuat apa-apa padahal saya
ilmuwan psikologi yang harus beraktivitas. Rasanya berat sekali. Alhamdulillah
kita berani untuk menceritakan kepada orang-orang yang dipercaya untuk bisa
membantu saya.
Sama halnya dengan mbak Mazlin tadi ketika Mbak bertanya soal bagaimana
menjelaskan kepada orang-orang terkait kondisi mbak. Yang harus saya
tegaskan adalah tidak semua orang harus tahu kondisi kita, tapi kita wajib
memberikan informasi kepada orang-orang yang paling sering berinteraksi
dengan kita supaya bisa memberikan empati dan bentuk komunikasi yang
tepat. Dalam dalam sudut pandang saya sebagai psikolog, ketika kita mengidap
skizofrenia itu memang ada hal-hal yang di luar kendali kita karena ada saraf
yang mungkin terganggu dan itu diluar kendali kita. Kalau kita tidak
menyampaikan kondisi ini, khawatirnya orang bisa salah paham. Tapi pastikan
orang-orang yang tahu ini memang orang-orang yang sering berinteraksi
dengan kita. Kalau memang ternyata Mbak kondisinya jauh dari orang tua dan
memang jarang berinteraksi, mungkin bisa ditahan dulu. Kita tidak harus
langsung menyampaikan ke semua orang mengenai posisi kita. Mungkin bisa
didiskusikan dengan psikolog dan psikiater yang sedang dikonsultasi. Ketika
didiagnosa permasalahan psikologis pasti kan dari diagnosa dokter, bukan self
diagnose kan, nah ini kita bisa minta bantuan psikolog atau psikiater, kira-kira
poin-poin seperti apa yang bisa di sampaikan ke orang tua. Bukan berarti kita
berbohong, tapi kita sampaikan seperlunya. Jadi memang perlu ada seninya.
Ketika kita menyampaikan sesuatu kepada orang tua bukan berarti secara
gamblang dan boleh jadi mereka bisa salah paham. Ceritakan sekilas dan itu
juga kesepakatan dengan psikolog yang membantu untuk pelan-pelan terbuka
dengan kondisi Mbak. Jangan lepas dari psikolog dan psikiater serta segala
prosedurnya. Mungkin kalau harus minum obat atau terapi perilaku diikuti
semuanya, insya Allah, Allah berikan kesembuhan lewat ikhtiar.

Penanya: Febriana Putri Ramadan


Pertanyaan:
Assalamualaikum bunda saya mau tanya yang saya lagi bingung banget. Saya
baru saja terdiagnosa ADHD di usia 26 tahun ini. Saya butuh kembali bekerja
untuk membantu menafkahi keluarga, tapi saya ada gangguan saat bekerja.
Saya tidak bisa baca tulisan secara berurutan. Akhir-akhir ini lebih parah,
mendengarkan pun tidak bisa fokus. Saya sudah ke dokter tapi diberikan obat
depresi. Katanya saya harus fokus terapi dulu, tapi keluarga saya butuh uang
dan saya di rumah terlihat seperti tidak berguna, baiknya saya lakukan apa ya
bunda?

Jawaban:
Tentunya tidak mudah menjawab pertanyaan Mbak tadi mengenai kenapa kok
psikiater memberikan obat antidepresan untuk depresi, karena, coba dicek
kembali apakah ADHD ini comorbid dengan gangguan psikologis yang lain.
Comorbid ini adalah suatu kondisi di mana kita mengalami permasalahan
psikologis, ternyata beririsan atau combo ya, beririsan dengan permasalahan
lain yang mungkin minor. Jadi mungkin pusatnya di ADHD tetapi dampak dari
ADHD mungkin adalah depresi juga. Perlu dikonfirmasi ke psikiaternya apakah
benar ini ada kecenderungan comorbid. Boleh jadi penggunaan obat itu untuk
mengurangi comorbidnya supaya setelah comorbid-nya tuntas, setelah depresi
bisa fokus ke CBT dan ADHD-nya tersebut. Kalau dari terapi kognitif perilaku
yang saya ketahui tentu juga ada perilaku yang perlu ditinjau. Jadi, perilaku
membacanya, kemudian setelah membaca kita bisa menuliskan kembali
intisari-intisari dari apa yang kita baca dan itu dilatih secara berkala. Itu salah
satu yang pernah dilakukan ya, tapi untuk kasus remaja. Apakah mbak
mengalami perilaku yang sama atau mengalami terapi yang sama, mungkin itu
bisa dicoba.
Jadi memang pertanyaan tadi juga terkait bagaimana supaya tetap produktif
bekerja. Tentu ini juga bukan yang mudah karena memang dampak dari
psikoterapi ya, dampak dari obatnya mungkin akan berdampak ke jam tidur
kita juga. Tetapi yang jelas ini juga perlu jadi catatan ya kalau kita tidak mau
minum obatnya, takutnya malah tidak segera sembuh. Jadi saya sangat
menyarankan resep dokter itu diikuti dengan baik dan bisa diimbangi dengan
pekerjaan yang seminimal mungkin. Saya tidak tahu aktivitas pekerjaan apa
yang sedang dikerjakan saat ini. Tetapi upayakan memanajemen waktu supaya
mengerjakan pekerjaan tersebut sebelum minum obat. Jadi mungkin minum
obatnya bisa diatur sebelum tidur jika kira-kira memungkinkan. Jadi ketika kita
mendapatkan efek samping berupa rasa kantuk, bisa langsung tidur tanpa ada
beban pekerjaan lagi. Jadi masalah manajemen waktunya ya, ketika bekerja
dan minum obat pastikan tidak dalam timeline yang sama. Pekerjaan dulu
selesaikan semua amanahnya atau mungkin kalau bisa ditunda esok hari, bisa
minum obat lalu istirahat.

Penanya: Nina
Pertanyaan:
Bagaimana cara mengatasi wanita dewasa yang masih single namun suka
melakukan masturbasi? Mohon bantu dijawab terima kasih

Jawaban:
Ini bukan topik kita pada pagi hari ini ya tapi mungkin berkaitan karena ini
adalah aktivitas yang mungkin membuat seseorang itu overthinking bahkan
menjadi insecure kalau ternyata “orang lain tidak melakukannya, mengapa kita
harus melakukan hal seperti ini?” Beberapa hal yang bisa dilakukan sebenarnya
memang terapi konsekuensi. Pada terapi konsekuensi kita belajar mengenai
konsekuensi meskipun ini sangat-sangat artificial sekali, artinya mengajarkan
bahwa segala perilaku akan ada konsekuensinya. Masturbasi ini bisa menjadi
adiksi sama seperti pornografi dan juga narkotika. Ketika kita terjebak dalam di
sini kita harus cari cara supaya bisa keluar. Ketika ditanya bagaimana keluar
dari situasi yang tidak aman ini, kita perlu tahu dulu penyebab seseorang,
penyebab perempuan sampai bisa melakukan aktivitas seperti itu, informasi
dari mana yang dia peroleh. Dengan begitu kita bisa tahu circle-circle mana
yang perlu di-cut off. Sekali lagi saya tidak ragu untuk meng-cut off relasi atau
lingkungan yang membuat saya tidak berkembang dan melakukan hal yang
tidak baik buat saya, salah satunya mungkin hal seperti ini.
Kemudian ada terapi kognitif perilaku juga. Mungkin bisa diganti aktivitas yang
sama-sama memuaskan dengan cara cari hobinya. Dengan melakukan hobi ini,
paling tidak kita bisa mengurangi aktivitas tadi supaya bisa terminimalisir dulu.
Saya bisa memastikan bahwa dengan hobi yang baik insya Allah, waktu yang
kita gunakan hal-hal yang tidak baik akan sedikit berkurang, meskipun tidak
mudah. Meskipun mungkin dorongan untuk melakukan hal tersebut muncul
lagi karena sama halnya dengan zat adiktif ya. Coba cari kepuasan dalam hal
yang baik dengan hal yang Allah sukai. Pelan-pelan, cari dulu hobinya temukan
relasi-relasi yang bisa mengantarkan kita pada yang hobi positif perkuat relasi
kita dengan orang-orang yang bisa memperkuat hobi kita juga. Dari situ
mudah-mudahan pelan-pelan perilaku yang tidak menyenangkan ini bisa
berkurang.

Anda mungkin juga menyukai