Anda di halaman 1dari 21

DEPARTEMEN PERIODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KARYA TULIS ILMIAH


HIPERSENSITIVITAS DENTIN

DISUSUN OLEH

NAMA :

NURWAHYUNI
NIM : J014211113

DEPARTEMEN PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERANGIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KARYA TULIS ILMIAH

HIPERSENSITIVITAS DENTIN
Tujuan dibuatnya karya tulis ilmiah sebagai bentuk subtitusi Hipersensitivitas Dentin

PEMBIMBING
Prof. Dr. A. Mardiana Adam, drg., M.S

DEPARTEMEN PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul..............................................................................................i
Halaman Judul................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................2
BAB II Pembahasan.....................................................................................3
2.1 Pengertian Hipersensitivitas Dentin.............................................3
2.2 Etiologi Hipersensitivitas Dentin.................................................4
2.3 Patogenesis Hipersensitivitas Dentin...........................................5
2.4 Mekanisme Hipersensitivitas Dentin...........................................6
2.5 Diagnosis Hipersensitivitas Dentin..............................................8
2.6 Perawatan Hipersensitivitas Dentin...........................................10
BAB III Penutup.........................................................................................17
3.1 Kesimpulan................................................................................17
3.2 Saran..........................................................................................17
Daftar Pustaka............................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipersensitivitas dentin merupakan masalah yang dapat ditemukan sehari-hari
baik pada laki-laki maupun perempuan terutama yang beranjak lanjut usia.
Keluhan ngilu, nyeri, atau sakit dirasakan tidak hanya karena gigi berkontak
dengan minuman atau makanan yang dingin maupun panas, menyikat gigi, makan
makanan yang manis tetapi juga oleh penyebab yang terasa tidak mungkin
misalnya udara/angin pada saat membuka mulut. Kadang-kadang sulit untuk
menggambarkan rasa ngilu atau nyeri yang dialami, tetapi umumnya dilaporkan
sebagai rasa ngilu/nyeri tajam dengan durasi singkat yang terjadi sebagai respons
terhadap stimuli, tersering ialah stimuli termal, evaporatif, taktil, osmotik, atau
kimiawi.1
Hipersensitivitas dentin masih merupakan masalah klinis yang persisten dan
tantangan tersendiri bagi para klinisi yang sangat memengaruhi kualitas hidup
pasien. Selain itu data epidemiologi mengenai hipersensitivitas dentin masih
kurang dan kontradiktif. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka
penulis tertarik untuk membahas mengenai masalah hipersensitivitas dentin agar
mendapatkan pemahaman yang baik mengenai patogenesis dan hal-hal terkait
yang dapat membantu dalam menentukan tindak lanjut pada penanganan pasien
dengan hipersensitivitas dentin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hipersensitivitas dentin?
2. Bagaimana etiopatogenesis terjadinya hipersensitivitas dentin
3. Bagaimana mekanisme terjadinya hipersensitivitas dentin?
4. Bagaimana cara mendiagnosis hipersensitivitas dentin?
5. Bagaimana perawatan pada hipersensitivitas dentin?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian, etiopatogenesis, serta mekanisme terjadinya
hipersensitivitas dentin
2. Mengerahui cara mendiagnosis dan merawat hipersensitivitas dentin

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hipersensitivitas Dentin


Hipersensitivitas dentin merupakan keluhan ngilu/nyeri tanpa kavitas,
melainkan karena terbukanya tubulus dentinalis. Ciri khas dentin
hipersensitifadalah rasa sakit yang diderita bersifat akut, tajam tapi singkat pada
dentin yang tidak terlindung email. Reaksi tersebut merupakan respons pulpa
terhadap rangsang termal, taktil, osmotic atau kimia tanpa keterlibatan bakteri.
Sebagian pasien melaporkan rasa sakit yang tajam tetapi singkat namun
adapula yang mengatakan rasa nyeri yang dialami hanya memberi gejala samar-
samar. Rasa sakit ini bisa dirasakan pada satu atau beberapa gigi.2

2.2 Etiologi Hipersensitifitas Dentin1


Penyebab nyeri/ngilu gigi dapat diklasifikasikan sebagai nyeri/ngilu dengan
kavitas karena adanya kavitas atau karies, misalnya karena abrasi, atrisi, erosi atau
abfraksi; dan nyeri/ngilu tanpa kavitas, umumnya karena terjadi resesi gingiva
yang menyebabkan permukaan akar terbuka, dan ngilu setelah perawatan
bleaching, scaling dan root planing, restorasi yang cacat, sindroma gigi retak,
penggunaan bur tanpa air pendingin. dan lain-lain.
1. Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit infeksi mulut multifaktorial yang dapat
ditransmisi karena adanya interaksi antara flora mulut/bakteri kariogenik
(biofilm) dengan diet karbohidrat yang terfermentasi di permukaan gigi
dalam jangka waktu yang lama. Aktivitas tersebut menyebabkan
demineralisasi lokal dan mengakibatkan adanya struktur gigi yang hilang.
Demineralisasi fase inorganik dan denaturasi serta degradasi fase organik
menyebabkan terbentuknya kavitas di dentin. Pulpa yang mengalami iritasi
menimbulkan rasa tidak nyaman/ngilu tetapi cepat pulih setelah iritannya
dihilangkan dan didiagnosis sebagai pulpitis reversibel. Penyebabnya antara

3
lain karies, dentin yang terbuka, serta perawatan dental dan restorasi yang
cacat.
2. Abrasi
Abrasi adalah keausan di permukaan gigi, yang umumnya di bagian servikal
permukaan bukal/fasial disebabkan adanya gesekan benda-benda asing,
misalnya sikat gigi yang kasar, pasta gigi yang abrasif, dan lain-lain.
3. Abfraksi
Abfraksi secara klinis mirip abrasi, merupakan kerusakan di bagian servikal
gigi yang disebabkan oleh kekuatan oklusi eksentrik yang menyebabkan
terjadi cekungan yang tajam, biasanya karena pasien mengalami bruksisma
atau maloklusi
4. Atrisi
Atrisi adalah keausan di permukaan insisal atau oklusal gigi karena faktor
mekanis sebagai akibat terjadi pergerakan fungsional atau parafungsional
dari mandibula.
5. Erosi
Erosi adalah hilangnya struktur permukaan gigi karena faktor kimia,
misalnya konsumsi makanan/ minuman asam yang menyebabkan penurunan
pH saliva dalam rongga mulut sehingga terjadi demineralisasi email yang
menyebabkan terpaparnya dentin. Erosi dapat pula dikatakan sebagai
demineralisasi sebagian email atau dentin akibat asam yang berasal dari
ekstrinsik maupun intrinsik, dan secara klinis dapat berkombinasi dengan
abrasi atau abfraksi.
6. Resesi Gingiva
Resesi gingiva adalah kondisi permukaan akar terbuka karena hilang atau
tertariknya atau retraksi gingiva ke arah akar yang mengakibatkan
permukaan akar tidak terlindung. Resesi gingiva umumnya terjadi di usia 40
tahun ke atas, tetapi bisa juga ditemukan pada usia yang lebih muda.
Hipersensitivitas dentin terutama ditemukan pada kasus resesi gingiva yang
menyebabkan terpaparnya permukaan akar terhadap berbagai rangsangan
panas, dingin, asam, manis, maupun udara. Permukaan akar aspek fasial dari

4
gigi kaninus, premolar dan molar merupakan area yang paling sering
kehilangan perlekatan periodontal dan dapat meningkat setelah menjalani
perawatan scaling serta root planing.
7. Bleaching
Bleaching adalah tindakan untuk memutihkan gigi yang mengalami
perubahan warna, dapat disebabkan secara ekstrinsik maupun intrinsik dari
gigi. Terdapat dua cara untuk perawatan bleaching, yaitu bleaching vital
yang dilakukan pada gigi dengan pulpa vital dan bleaching non-vital yang
dilakukan pada gigi yang telah dirawat endodontik. Perawatan bleaching
vital pada gigi berpotensi mengiritasi pulpa sehingga menyebabkan
hipersensitivitas dentin, namun pulpa tetap vital.
8. Scaling dan Root Planing
Scaling dan root planing merupakan tindakan untuk menghilangkan
kalkulus baik supra dan sub gingival Perawatan ini merupakan tindakan
non-bedah untuk mengeluarkan plak dan tartar yang terletak di bawah
gingiva. Akibatnya dapat menyebabkan rasa ngilu setelah perawatan karena
hilangnya sementum yang melindungi akar gigi.

2.3 Patogenesis Hipersensitivitas Dentin3


Patogenesis terjadinya hipersensitivitas dentin dimulai dengan rangsangan
termal, taktil, osmotik dan kimiawi berupa makanan asam, manis, udara panas,
dingin serta tekanan mengakibatkan tubulus dentin terbuka, cairan pada tubulus
dentin bergerak kearah pulpa yang menstimulasi terminal serabut saraf pulpa yang
terletak di dalam dinding saluran tubulus sehingga menyebabkan nyeri akut
sementara terutama saraf Aδ yang menyebabkan nyeri tajam dan terlokalisasi.
Serabut aferen Aδ melepaskan amino glutamat ditangkap oleh reseptor nerve
cranial ke 5 di trigerminal V masuk ke medulla spinalis di radices posteriors nervi
spinalis berakhir di lapisan superfisial corny griseum posterius. Akson-akson
menyilang ke sisi kontralateral medulla spinalis lalu naik menuju thalamus dan
diteruskan ke gyrus sensorius postcentralis yang membuat rasa nyeri kepada
penderita.

5
Kepekaan dentin terhadap rangsangan tidak menyebabkan masalah apa pun
saat ditutupi dengan jaringan pelindung; email dan sementum. Hasil scanning
electron microscope (SEM) menunjukkan bahwa jumlah tubulus pada dentin
sensitif delapan kali lebih banyak dari pada jumlah tubulus di dentin non sensitif.
Selanjutnya tubulus dentin sensitif lebih tebal dari pada dentin non sensitf.
Berdasarkan penelitian, hipersensitivitas dentin terbagi menjadi dua fase yaitu
lokalisasi lesi dan inisiasi lesi.
Pada fase pertama, tubulus dentin, karena hilangnya email, terkena gesekan,
abrasi, erosi, dan abfraksi. Namun, paparan dentin sebagian besar terjadi karena
resesi gingiva bersamaan dengan hilangnya sementum pada permukaan akar gigi
kaninus dan gigi premolar di permukaan bukal. Perlu diperhatikan bahwa tidak
semua dentin yang terbuka sensitif.
Tahap kedua, untuk dentin yang terbuka, tubulus dentin dan lapisan smear
hilang dan akibatnya, tubulus dentin dan pulpa terpapar dengan lingkungan luar.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, gigi taring dan gigi premolar pertama
memiliki tingkat resesi dan sensitivitas terbesar. Gigi yang sama juga
menunjukkan skor plak bukal terendah.

2.4 Mekanisme Hipersensitivitas Dentin


1. Fluid Movement / Hydrodynamic Theory
Teori Hidrodinamik untuk hipersensitif dentin adalah pertama kali
diusulkan oleh Brannstorm.4 Teori ini adalah teori yang paling diterima
secara luas. Teori ini telah diajukan berdasarkan pergerakan cairan di dalam
tubulus dentin. Teori ini menyatakan bahwa tubulus terbuka antara
permukaan dentin dan terpapar dengan lingkungan dan pulpa. Dipercaya
bahwa hipersensitivitas dentin sebagai hasil dari pergerakan cairan di dalam
tubulus dentin, yang selanjutnya disebabkan oleh perubahan termal dan
fisik, atau sebagai akibat dari pembentukan rangsangan osmotik di dekat
dentin yang terbuka. Pergerakan cairan menstimulasi baroreseptor dan
menyebabkan pelepasan saraf.5 Proses tersebut disebut teori nyeri
hidrodinamik. Pemanasan menyebabkan fluida mengalir menuju pulpa.

6
Sekitar 75% pasien dengan hipersensitivitas dentin merasakan nyeri sebagai
respons terhadap rangsangan dingin.3
Pemeriksaan scanning electronmicroscopic (SEM) hipersensitif permukaan
dentin mengetahui keberadaan tubulus dentin yang terbuka lebar yang
dianggap konsisten dengan teori hidrodinamik. Dengan demikian, jumlah
dan diameter tubulus dentin dianggap sebagai faktor penting dalam memulai
nyeri dari hipersensitivitas dentin. Oleh karena itu, semakin tinggi angkanya
dan semakin besar diameter bukaan tubulus dentin maka nyeri sensitivitas
makin kuat. Telah dicatat bahwa pemicu seperti rangsangan dingin
merangsang aliran cairan jauh dari pulpa menciptakan respons saraf yang
lebih cepat dan ketat daripada rangsangan panas, yang menyebabkan aliran
cairan agak lambat.4
Jadi Transmisi rangsang dari dentin yang terbuka ke ujung akhir saraf yang
berlokasi di dalam pulpa gigi melalui prosesus odontoblas merupakan dasar
teori mekanisme hidrodinamik. Dikatakan bahwa ketika terjadi kehilangan
email atau sementum maka tubulus dentinalis terbuka ke rongga mulut.
Adanya rangsang tertentu menyebabkan pergerakan cairan di dalam tubulus,
secara tidak langsung akan merangsang ujung akhir saraf di dalam pulpa
yang akan diteruskan ke otak dan dipersepsi sebagai rasa ngilu, nyeri, atau
sakit.2
2. Direct Innervation (DI) Theory / Neural theory3,4
Telah dilaporkan bahwa ujung saraf memasuki dentin melalui pulpa dan
meluas ke DEJ dan rangsangan mekanis secara langsung mengirimkan rasa
sakit. Meskipun teori telah diperkuat dengan adanya serabut saraf perantara
di lapisan luar dentin akardan adanya polipeptida neurogenik yang diduga,
masih dianggap teoritis dengan kurangnya bukti kuat untuk mendukungnya.
Hanya ada sedikit bukti untuk membuktikan teori ini; pertama karena hanya
ada sedikit bukti yang dapat mendukung keberadaan saraf pada dentin
superfisial; dimana dentin memiliki sensitivitas paling tinggi; dan kedua
karena pleksus Rashkov tidak menjadi matang sampai erupsi gigi sempurna.
Namun, gigi yang baru berkembang juga bisa menjadi sensitif.

7
3. Odontoblast Receptor (OR) Theory / Odontoblastic transduction theory 3,4
Teori ini dikemukakan oleh Rapp et al. mengatakan bahwa bahwa
odontoblas bertindak sebagai sel reseptor dan mengirimkan impuls melalui
persimpangan sinaptik ke terminal saraf yang menyebabkan sensasi nyeri
dari ujung saraf yang terletak di perbatasan pulpodentine. Tetapi teori ini
juga telah ditolak karena matriks seluler odontoblas tidak mampu
menghantarkan dan menghasilkan impuls saraf. Selain itu, tidak ada
sinopsis yang ditemukan antara odontoblas dan saraf pulpa. Odontoblas
bertindak sebagai reseptor nyeri dan mengirimkan sinyal ke saraf pulpa.

2.5 Diagnosis Hipersensitivitas Dentin


Dalam menentukan dentin hipersensitif, perlu memperhatikan adanya dentin
yang tidak terlindung dan tubulus dentinalis yang terbuka. Dua hal yang perlu
diperhatikan ialah lokalisasi lesi, terbukanya dentin oleh karena hilangnya
enamel atau jaringan periodontal; dan aktivasi lesi, apakah tubulus dentin
terbuka dan mengganggu pulpa.2
Untuk memudahkan pendeteksian dentin hipersensitif dapat dengan cara
menghembuskan air atau udara ringan dari three way syringe, sentuhan ringan
dengan sonde/alat yang terbuat dari logam. Pada kasus dentin hipersensitif,
rasa tidak nyaman segera hilang setelah penyebab ditiadakan sedangkan pada
kasus misalnya sindroma gigi retak rasa tidak nyaman/nyeri akan menetap.2
Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan dalam
mendeteksi pasien dentin hipersensitif adalah
a. Sifat dari rasa sakitnya tajam, tumpul, menyakitkan
b. Apakah sakitnya menetap atau segera menghilang
c. Penyebab rasa sakit dipicu oleh dingin, panas, sentuhan atau
pengunyahan
d. Timbulnya rasa sakit tidak terduga atau sewakt-waktu
e. Rasa tidak nyaman hanya mengenai satu gigi, beberapa gigi atau
seluruh gigi
f. Rasa sakit meningkat di pagi hari

8
g. Apakah menghindari makanan/minuman tertentu
h. Adakah makanan tertentu yang menimbulkan ketidaknyamanan; dan
berapa lama merasakan ketidaknyamanan.2
Akibat hipersensitivitas dentin yang didasarkan pada diagnosis eksklusi,
dokter harus menggunakan semua keahliannya untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan berkaitan dengan skrining riwayat pasien, identifikasi etiologi
dan faktor predisposisi terutama kebiasaan kebersihan makanan dan mulut yang
terkait dengan erosi dan abrasi. Untuk membedakan gigi lain dengan kondisi
munculn nyeri gigi mirip dengan hipersensitivitas dentin dan untuk membuat
diagnosis pasti dari hipersensitivitas dentin dan akhirnya menjadi strategi
pengobatan perawatan. Dalam pemeriksaan riwayat klinis, pemeriksaan verbal
dilakukan, dianjurkan pasien ditanya tentang waktu mulai dari penyakit, lokasi,
intensitas, dan kestabilan nyeri dan faktor-faktor yang mengurangi atau
meningkatkan intensifikasi penyakit. Selain itu, pasien harus ditanyai apakah
gejala muncul selama atau setelah prosedur terapi gigi sebelumnya seperti
pembersihan gigi profesional, scaling, dan perawatan periodontal lainnya;
peosedurpemutihan dan restoratif gigi vital. Dokter gigi juga harus bertanya dan
melihat pola perilaku pribadi seperti asam ekstrinsik dan intrinsik, konsumsi
minuman atau makanan yang tinggi asam, dan gigi yang terlalu bersemangat
dalam membersihkan atau menyikat semua bentuk nyeri orofasial lainnya, seperti
radang pulpa, nyeri periodontal, craced tooth syndrom, restorasi marginal yang
tidak memadai, odontalgia atipikal, dll. . Semua diagnosis banding harus
disingkirkan, sebelum diagnosis hipersensitivitas dentin pasti dikonfirmasi.
Pemeriksaan klinis harus mencakup penilaian yang akurat untuk mengidentifikasi
gigi sensitif dan memastikan tanda-tanda klinis yang terkait dengan
hipersensitivitas dentin seperti erosi gigi, resesi gingiva, dan dentin serviks yang
terpapar. Perlu adanua pemicu yang berbeda untuk menentukan derajat nyeri
pasien seperti:4
a. Rangsangan terrmal dan penguapan seperti hembuan singkat udara dingin
dari 3-in-1syringe, ice stick, etil klorida, dan pengujian air dingin. Tip
berguna dalam mengidentifikasi beberapa kondisi, seperti aplikasi pernis

9
pada permukaan akar yang terekspos dan dokter mengevaluasi tingkat
keparahan masalah sebelum dan sesudah aplikasi dengan air blast dari
dental air syringe.
b. Rangsangan mekanis/taktil seperti menjalankan explorer yang tajam pada
daerah dentin yang terbuka ke arah mesio-distal, prosedur skeling, sikat
berumbai tunggal, atau menggunakan tekanan mekanis stimulator.
c. Rangsangan kimiawi (osmotik) seperti menggunakan larutan hipertonik
seperti natrium klorida, glukosa, atau sukrosa.
d. Stimulasi listrik seperti menggunakan penguji pulp listrik dan stetoskop
pulpa gigi.
Penerapan stimulus terkontrol akan diprediksi mengakibatkan nyeri tajam
singkat yang biasanya hanya berlangsung selama durasi tersebut dari stimulus.
Tingkat keparahan atau derajat nyeri dapat diukur baik menurut skala kategoris
seperti ringan, sedang atau nyeri atau menggunakan skala analog visual. Selain
itu, beberapa bentuk tes diagnostik lainnya seperti perkusi, palpitasi, radiografi,
uji vitalitas, mendorong tongkat kayu dan tes transiluminasi dilakukan untuk
diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab sakit gigi lainnya seperti
pulpitis, keterlibatan periodontal, fraktur atau retak gigi dan nyeri terkait dengan
restorasi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencatat semua data karakteristik
yang diperoleh dari riwayat kesehatan pasien dan pemeriksaan klinis untuk
menilai hipersensitifitas dentin dan menyingkirkan semua penyebab lain dari sakit
gigi yang mana membutuhkan berbagai pilihan pengobatan untuk resolusi.4

2.6 Perawatan Hipersensitivitas Dentin


Sebagai indikasi penatalaksanaan hipersensitivitas dentin ialah gigi dengan resesi
gingiva 1 dan 2 miller; gigi tanpa abrasi, abfraksi, atau atrisi; gigi tanpa karies; dan gigi
tanpa kerusakan tulang. Kontraindikasi penatalaksanaan hipersensitivitas dentin ialah
gigi dengan resesi miller kelas 3 dan 4; gigi dengan adanya karies, abrasi, abfraksi, atau
atrisi; dan gigi dengan adanya kerusakan tulang.1
Berdasarkan teori hidrodinamik, maka dasar pemikiran dari perawatan dentin
hipersensitivitas ialah menghalangi menjalarnya rangsang dengan cara menutup tubulus

10
dentinalis yang terbuka. Hipersensitivitas dentin karena adanya kavitas, baik yang
disebabkan karies atau non karies memerlukan restorasi yang sesuai yaitu melapisi
dengan semen ionomer kaca, bahan adesif, atau komposit. Pada kasus tanpa kavitas,
berbagai bahan dan teknik dikembangkan untuk mengatasi keluhan hipersensitivitas
dentin, misalnya pasta gigi khusus, iradiasi laser dengan karbon dioksida, dentin adesif,
agen antibakteri, aldehida, suspensi resin, membilas dengan fluorid, varnish fluoride,
kalsium fosfat, potasium nitrat, dan oksalat. Agen desensitisasi dibedakan atas klasifikasi
cara pemberian, yaitu at home atau in-office, dan klasifikasi berdasar mekanisme aksi.
Klasifikasi berdasarkan mekanisme aksi dibedakan atas mekanisme kerjanya, yaitu
mengganggu respon neural terhadap stimulus sakit (desensitisasi saraf dengan
menggunakan potasium nitrat) dan memblok aliran cairan tubuler sehingga menutup
tubulus dentinalis. Sebagai contoh ialah presipitasi protein dengan glutaraldehida, silver
nitrate, zinc chloride, dan strontium chloride hexahydrate; menghambat tubulus
dentinalis dengan sodium fluoride, stannous fluoride, strontium chloride, potassium
oxalate, calcium phosphate, calcium carbonate, dan bioactive glasses (SiO2–P2O5– CaO–
Na2O); serta pelapis (sealer) dentin adesif dengan fluoride varnishes, oxalic acid and
resin, glass ionomer cement, komposit, dan dentin bonding agent; laser dengan
neodymium: yttrium aluminum garnet (Nd-YAG) laser, GaAlAs
(galiumaluminiumarsenide laser), dan ErbiumYAG laser; medikasi homeopathic dengan
propolis. Terdapat berbagai teknik aplikasi agen desensitisasi dentin dalam bermacam-
macam bentuk, misalnya krim topikal, varnish, pasta gigi, bubuk polis, single dose
applicator, campuran bubuk/cairan, dan modifikasi resin.1
Strategi perawatan dentin hipersensitivitas ialah:1
1. Diagnosis dan rencana perawatan yang tepat serta dental health education (DHE)
mengenai faktor etiologi.
2. Pada kasus sensitivitas ringan sampai sedang, diberikan DHE mengenai metode
penyikatan gigi yang benar dan pemilihan pasta gigi yang sesuai dan dapat
dilakukan di rumah (therapy at home).
3. Bila masih tetap merasa ngilu dapat dilanjutkan dengan perawatan di ruang
dokter (inoffice therapy) menggunakan sistem iontophoresis dengan alat khusus,
yaitu desensitron.

11
4. Apabila kedua cara tersebut belum efektif, maka dipertimbangkan perawatan
endodontik sebagai langkah terakhir.
Selain itu perawatan pada dentin yang hipersensitivitas dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut.
1. Eliminasi faktor etiologi3
a. Memperbaiki cara menyikat gigi mencakup penggunaan sikat gigi berbulu
keras atau tebal, menyikat gigi dengan tekanan berlebihan, menggosok
berlebihan di area servikal atau bahkan tidak menyikat area serviks.
b. Memperbaiki premature contact dengan occlusal splint
c. Jika terjadi resesi gingiva, maka perlu dilakukan bone graft atau flap
d. Menghindari agen-agen erosif (pasta erosif, makanan dan minuman
mengandung asam)
e. Oral hygiene yang buruk memberikan kontribusi pada penyakit periodontal
pada akar yang terekspos.
2. Agen desensitisasi, adapun klasifikasifikasinya sebagai berikut
a. Klasifikasi agen desensitisasi berdasarkan cara pemberian3
1) At home: mode ini sederhana dan masuk akal dan dapat digunakan
untuk perawatan banyak gigi.
a) Pasta gigi: pasta gigi adalah bahan yang paling umum dijual bebas
dalam desensitisasi. Ketika pasta gigi desensitisasi muncul di
pasaran untuk pertama kalinya, pasta gigi yang mengandung garam
strontium dan fluorida, menyumbat tubulus dentin. Namun, yang
mengandung formaldehida, merusak unsur-unsur vital di dalam
tubulus.
b) Obat kumur: penelitian menunjukkan bahwa obat kumur yang
mengandung kalium nitrat dan fluorida mengurangi
hipersensitivitas dentin.
2) In office: mode yang rumit dan mahal yang dapat digunakan untuk
pengobatan dalam jumlah gigi yang terbatas.
b. Klasifikasi agen desensitisasi berdasarkan mekanisme aksi
1) Agen yang mengganggu respons saraf terhadap stimulus nyeri

12
a) Potasium nitrat
Potasium nitrat dalam pasta gigi telah digunakan sejak tahun 1980-
an. Bahan aktif dari potasium nitrat yaitu ion kalium 2% dilepaskan
dari pasta gigi yang mengandung kalium nitrat (5%), kalium
klorida (3,75%) dan kalium sitrat (5,5%). Diperkirakan bahwa
sinapsis antara sel-sel saraf dihalangi oleh ion kalium, yang akan
mengurangi eksitasi saraf dan nyeri yang terkait dengannya.
Berbagai laporan tentang studi klinis tentang pasta gigi yang
mengandung kalium telah dipublikasikan. Laporan dari enam
penelitian menyatakan bahwa pasta gigi yang mengandung 5%
kalium nitrat atau 3,75% kalium klorida, menurunkan DH secara
signifikan bila dibandingkan dengan kontrol dasar atau negatif.
Penelitian menunjukkan bahwa hipersensitivitas dentin pada
manusia dapat dikurangi dengan penggunaan garam kalium bahkan
melalui dentin yang relatif tebal, dengan menggunakan desain
eksperimental terkontrol dan skor nyeri analog visual (VAS),
meskipun efeknya bersifat sementara.3,5
2) Agen yang menghalangi aliran cairan tubular dan menyebabkan oklusi
tubulus dentin.
a) Diamine Silver Fluoride6
Data kuantitatif yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
perlakuan dengan diamina perak fluorida⁄kalium menghasilkan
penurunan yang jauh lebih besar pada hipersensitivitas dentin (p =
0,0134) daripada yang dialami ketika sediaan berbasis asam oksalat
digunakan
b) Sodium Fluoride7
Sodium fluoride adalah senyawa kimia anorganik dengan rumus
kimia NaF merupakan padatan tak berwarna dan sumber ion
fluorida dalam berbagai aplikasi. Saat digunakan sebagai
desensitizer, mekanisme aksi natrium fluorida selalu menjadi topik
kontroversial. Beberapa menyarankan bahwa natrium fluorida

13
bekerja pada enamel melalui pembentukan lapisan kalsium,
sehingga menghambat demineralisasi enamel gigi yang disebabkan
oleh pemutihan gigi. Penjelasan yang lebih diterima secara luas
adalah bahwa natrium fluorida menghalangi tubulus dentin melalui
presipitasi fluorida.
c) Stannous fluoride7
Stannous fluoride memiliki rumus kimia SnF2. Umumnya
digunakan dalam pasta gigi, yang mengubah kalsium apatit mineral
menjadi fluorapatit dan membuat gigi lebih tahan terhadap
serangan asam. Senyawa ini dianggap lebih unggul dari natrium
fluorida dalam hal aktivitas karena tetap efektif dalam memperkuat
enamel gigi sedangkan natrium fluorida tidak. Stannous fluoride
membuat gigi tidak sensitif dengan membentuk penghalang
kalsifikasi pada permukaan dentin.
d) Sodium Mono Fluorophosphate7
Sodium mono fluorophosphate adalah senyawa anorganik dengan
rumus kimia Na2PO3F. Sifatnya tidak berbau, tidak berwarna, dan
larut dalam air. Biasanya digunakan dalam pasta gigi, yang baru-
baru ini menggantikan stannousfluoride karena kemampuannya
menodai gigi. Sodium mono fluorophosphate bertindak untuk
menurunkan sensitivitas gigi dengan berinteraksi dengan
hidroksiapatit dan menciptakan penghalang di tubulus dentin yang
menyebabkan penurunan permeabilitas dentin. Penggunaan agen
penghambat tubulus, termasuk larutan fluoride, terbukti efektif
dengan penanganan hipersensitivitas dentin dan sensitivitas gigi
sampai batas tertentu.
e) Arginine
Pasta arginin tersebut mengandung 8% arginin, kalsium karbonat,
dan 1450 ppm fluorida dan dengan membentuk lingkungan basa,
menyebabkan pengendapan lebih banyak kalsium dan fosfat saliva
di permukaan dan di dalam tubulus dentin. Selanjutnya, kalsium

14
karbonat, melalui penarikan arginin, membentuk molekul yang
bermuatan positif.3 Beberapa literatur menunjukkan bahwa ketika
arginin dijadikan sebagai pasta gigi, dapat menjadi agen perawatan
yang efektif untuk menghilangkan nyeri akibat hipersensitivitas
dentin dan pemusnahan tubulus dentin oleh arginin tidak
memungkinkan penurunan rangsangan serabut saraf melalui
penghambatan gerakan ion natrium dan kalium di sekitar serabut
sensorik.8,9
f) Oksalat3
Oksalat dapat menyumbat tubulus dentin dan mengurangi
permeabilitas dentin hingga 98%. Aplikasi 28% kalium oksalat
dapat menyebabkan pembentukankalsium oksalat di kedalaman
tubulus dentin. Namun, temuan menunjukkan penurunan dentin
hipersensitivitas yang disebabkan oleh oksalat, menetap sebentar
waktu. Untuk meningkatkan efektivitas oksalat, permukaan gigi
dapat dietsa. Kalium oksalatdapat menyebabkan beberapa
gangguan pencernaan sehingga tidak seharusnya digunakan untuk
jangka panjang.
g) Varnish3
Varnish dapat berfungsi sebagai sarana untuk membantu material
lain meningkatkan efek terapeutiknya. Pernis fluoride digabungkan
dengan asam untuk meningkatkan efektivitasnya. Vernish kopal
digunakan untuk menutupi dentin yang terbuka. Namun, efeknya
tetap untuk waktu yang singkat dan itu perlu diterapkan beberapa
kali.
h) Resin adhesive3
Sistem adesive tidak seperti desensitisasi agen lokal lainnya yang
memiliki efek jangka pendek, menunjukkan efek jangka panjang
atau permanen. Komposit dapat secara efektif menutup tubulus
dentin melalui pembentukan lapisan hybrid.

15
i) Laser3
Menurut penelitian sebelumnya, efek laser pada pengobatan
hipersensitivitas dentin berbeda dan mungkin antara 5-100%
berdasarkan jenis laser dan parameter terapeutik seperti panjang
sinar laser; jumlah waktu yang dihabiskan untuk penggunaan laser;
dan intensitas laser. Selama tahun 2000- 2010, tentang efek terapi
laser pada pengobatan hipersensitivitas dentin, secara umum telah
diklaim bahwa terapi laser untuk pengobatan hipersensitivitas
dentin lebih disukai daripada terapi lokal lain yang relevan.
Namun, studi klinis jangka panjang lebih lanjut dalam banyak
sampel yang berbeda dan kualitas yang lebih baik perlu dilakukan
untuk membuktikan klaim ini. Selain itu, jenis terapi ini sangat
dapat diterima oleh pasien karena penggunaannya yang tepat tidak
memiliki dampak negatif. Sejauh ini, belum ada laporan reaksi
yang merugikan atau kerusakan pulpa dalam penelitian. Dengan
demikian penggunaan laser dalam pengobatan hipersensitivitas
dentin adalah logis dan dapat diterima.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Hipersensitivitas dentin merupakan keluhan ngilu/nyeri tanpa kavitas,


melainkan karena terbukanya tubulus dentinalis. Hipersensitivitas dentin
umumnya disebabkan akibat adanya resesi gingiva di daerah akar gigi, permukaan
akar yang terbuka sebagai dampak perawatan scaling dan root planing atau
setelah perawatan bleaching.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi keluhan pada kasus ringan dapat
dilakukan sendiri di rumah menggunakan pasta gigi khusus untuk gigi sensitif
sedangkan untuk kasus berat dilaksanakan oleh dokter gigi di klinik gigi.

3.2 Saran
Pasien harus lebih memperhatikan kebersihan mulut dan dokter harus
melakukan pemeriksaan dengan teliti dan menyusun rencana perawatan dengan
baik.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasni NDP, Khoman JA. Penatalaksanaan hipersensitivitas dentin. e-GiGi.
2021; 9 (2): 133-7

2. Mattulada IK. Penanganan denrin hipersensitif. Makassar Dent J. 2015; 4 (5):


148-9

3. Davari AR, Ataei E, Assarzadeh H. Dentin hypersensitivity: etiology, diagnosis


and treatment; a literature review. J Dent (Shiraz, Iran). 2013;14(3):136–45.

4. Setyorono D, Amandia DPS. Berbagai faktor etilogi perawatan hipoplasia


email pada anak. Stomatognatic J.KG. Unej.Jan 2009;6(1):45

5. Farooq I, Ali S. Dentin hypersensitivity: a review of its etiology, mechanism,


prevention strategies and recent advancements in its management. World J
Dent. 2013;4(3):190–2.

6. Craig GG, Knight GM, McIntyre JM. Clinical evaluation of diamine silver
fluoride/potassium iodide as a dentine desensitizing agent. A pilot study. Aust
Dent J. 2012;57(3):308–11.

7. Shah A. Desensitizing Agents: A Review. iMedPub Journals. 2017;3(3:13):10–


2.

8. Pierote JJA, Prieto LT, Dias CTDS, Câmara JVF, Lima DANL, Aguiar FHB,
et al. Effects of desensitizing products on the reduction of pain sensitivity
caused by inoffice tooth bleaching: A 24-week follow-up. J Appl Oral Sci.
2020;28:1–9.

9. West NX, Seong J, Davies M. Management of dentine hypersensitivity:


Efficacy of professionally and self-administered agents. J Clin Periodontol.
2015;42(16): 256–302

18

Anda mungkin juga menyukai