Anda di halaman 1dari 46

Teknik Asesmen Non Tes I

(Observasi, Daftar Cek Masalah, Wawancara Dan Alat Ungkap Masalah)

1. Observasi
a. Pengertian
Apakah Anda memahami bahwa observasi penting dilakukan sebelum memberikan
layanan bimbingan kepada siswa? Ketika jawaban Anda adalah “iya” mengapa kegiatan
observasi begitu penting? Sebelum Anda menjawab pertanyaan, marilah kita telaah
bersama tentang observasi. Observasi dalam arti sempit mengandung arti pengamatan
secara langsing terhadap gejala yang diteliti. Sedangkan dalam arti luas observasi
mengandung arti pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek
yang diteliti. Istilah “ pengamatan” dari aspek psikologi tidak sama tidak sama dengan
melihat, hal itu karena melihat hanya dengan menggunakan penglihatan (mata); sedang
dalam istilah “pengamatan” mengandung makna bahwa dalam melakukan pemahaman
terhadap subyek yang diamati dilakukan dengan menggunakan pancaindra yaitu dengan
penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan bila dipandang perlu dengan penggunakan
pencecap dan peraba.
Kegiatan observasi dilakukan dengan menggunakan pancaindra karena tidak semua
gejala yang diamati bisa dikenali hanya dengan penglihatan, untuk meyakinkan hasil
penglihatan kadang perlu dikuatkan dengan data dari penciuman, pendengaran , pencecap
dan peraba. misalnya untuk meyakinkan seorang konselor bahwa murid yang sedang
dilayaninya baru saja merokok, atau tidak, konselor bisa melihat pada perubahan
wajahnya dan atau sekaligus mencium bau rokok yang keluar dari mulut siswa. Bahkan
ketika observasi digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian kualitatif, maka
pengamatan yang dilakukan konselor bukan hanya sebatas gejala yang nampak saja, tetapi
harus mampu menembus latar belakang mengapa gejala itu terjadi.
Di samping proses pengamatan, dalam melakukan observasi harus dilakukan dengan
penuh perhatian (attention) tidak hanya melibatkan proses fisik tetapi juga proses psikis.
Hal ini bisa dijelaskan bahwa ketika konselor melakukan observasi, bukan hanya kegiatan
melihat, mendengar, mencium saja yang berjalan; tetapi lebih dari itu adalah melihat,
mendengar, dan mencium yang disertai dengan pemusatan perhatian, aktivitas, dan
kesadaran terhadap obyek atau gejala-gejala tertentu yang sedang diobservasi.

1
Menurut Djumhana, A (1983 : 202) bahwa observasi juga harus dilakukan secara
sistematis dan bertujuan, artinya dalam melakukan observasi, observer tidak bisa
melakukan hanya secara tiba-tba dan tanpa perencanaan yang jelas, harus jelas apa
tujuannya, bagaimana karakteristiknya, gejala-gejala apa saja yang perlu diamati, model
pencatatannya, analisisnya, dan pelaporan hasilnya. Selain itu, Gall dkk (2003 : 254)
memandang observasi sebagai salah satu metode pengumpulan data dengan cara
mengamati perilaku dan lingkungan (sosial dan atau material) individu yang sedang
diamati. Observasi dilakukan untuk memperoleh fakta fakta tentang tingkah laku siswa
baik dalam mengerjakan suatu tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain,
maupun karakteristik khusus yang tampak dalam mengahadapi situasi atau masalah
(Furqon & Sunarya, 2011: 2012)
Berdasarkan pada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
kegiatan mengenali observee dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan secara
sistematis dan bertujuan sehingga diperoleh fakta tentang tingkahlaku siswa misalnya saat
mengerjakan tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain maupun karakteristik
khusus yang tampak dalam menghadapi situasi atau masalah. Dengan melakukan
observasi secara baik memungkinkan konselor bisa memahami siswa yang akan
dibimbing, dididik dan dilayaninya dengan sebaik-baiknya dan pada akhirnya diharapkan
bisa memberikan pelayan secara tepat. Hasil observasi dapat digunakan sebagai tolok ukur
menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif yang biasa disebut dengan
need assessment.

b. Bentuk-bentuk Observasi
Ada beberapa bentuk observasi yang biasa dilakukan oleh konselor dan atau peneliti,
yaitu :

1) Dilihat dari keterlibatan subyek terhadap obyek yang sedang diobservasi (observee),
observasi bise dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
a) Observasi partisipan, yaitu observer turut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan
yang sedang dilakukan oleh observee. Kelebihan observasi partisipan yaitu
observee bisa jadi tidak mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, sehingga
perilaku yang nampak diharapkan wajar atau tidak dibuat-buat. Di sisi lain,
kelemahan dari observasi partisipan berkaitan dengan kecermatan dalam
melakukan pengamatan dan pencatatan, sebab ketika observer terlibat langsung

2
dalam aktifitas yang sedang dilakukan observee, sangat mungkin observer tidak
bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail
b) Observasi non-partisipan, yaitu observer tidak terlibat secara langsung atau tidak
berpartisipasi dalam aktivitas yang sedang dilakukan oleh observee. Kelebihannya
yaitu observer bisa melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail dan cermat
terhadap segala akitivitas yang dilakukan observee. Selain itu, kelemahan yaitu bila
observee mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, maka perilkunya biasanya
dibuat-buat atau tidak wajar. Akibatnya obsever tidak mendapatkan data yang asli
c) Observasi kuasi-partisipan, yaitu observer terlibat pada sebagian kegiatan yang
sedang dilakukan oleh observee, sementara pada sebagian kegiatan yang lain
observer tidak melibatkan diri dalam kegiatan observee. Bentuk ini merupakan
jalan tengah untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk observasi di atas dan
sekaligus memanfaatkan kelebihan dari kedua bentuk tersebut. Menurut penulis,
persoalan utama tetap terletak pada tahu atau tidaknya observee bahwa mereka
sedang diamati, jika mereka mengetahui bahwa mereka sedang diamati, maka
sangat mungkin perilaku yang muncul masih ada kemungkinan tidak wajar.
2) Dilihat dari segi situasi lingkungan di mana subyek diobservasi, Gall dkk (2003 : 254)
membedakan observasi menjadi dua, yaitu
a) Observasi naturalistik (naturalistic observation) yaitu observasi itu dilakukan
secara alamiah atau dalam kondisi apa adanya. Misalnya seorang peneliti
mengamati perilaku binatang di hutan atau kebun binatang.
b) Observasi eksperimental (experimental observation) jika observasi itu dilakukan
terhadap subyek dalam suasana eksperimen atau kondisi yang diciptakan
sebelumnya. Misalnya, konselor melakukan pengamatan terhadap dampak
intervensi yang diberikan teknik Disentisisasi sistematis terhadap siswa yang
fobia.
3) Bendasarkan pada tujuan dan lapangannya, Hanna Djumhana (1983 : 205)
mengelompokkan observasi menjadi berikut :
a) Finding observation yaitu kegiatan observasi dengan tujuan penjajagan. Dalam
melakukan observasi ini observer belum mengetahui dengan jelas apa yang harus
diobservasi, observer hanya mengetahui bahwa dia akan menghadapi suatu situasi
saja. Selama berhadapan dengan situasi observer bersikap menjajagi saja, kemudian
mengamati berbagai variabel yang mungkin dapat dijadikan bahan untuk menyusun
observasi yang lebih terstruktur.
3
b) Direct observation yaitu observasi dengan menggunakan “daftar isian” sebagai
pedomannya. Daftar ini dapat berupa checklist kategori tingkah laku yang
diobservasi. Pada umumnya pembuatan daftar isian ini didasarkan pada data yang
diperoleh dari finding observation dan atau penjabaran dari konsep dalam teori yang
dipandang sudah mapan.
Dalam situasi konseling, kedua bentuk observasi ini dapat diterapkan. finding
observation diterapkan bila konselor merasa tidak perlu menggunakan berbagai daftar
isian serta ingin mendapatkan kesan mengenai tingkah laku konseli yang spontan atau
apa adanya. Oleh sebab itu konselor seyogianya benar-benar kompeten dalam masalah
ini. Sedangkan direct observation, konselor menyediakan sebuah daftar berupa
penggolongan tingkah laku atau rating. Selama konseling berlangsung atau segera
setelah konseling berakhir, konselor mengisi daftar tersebut dengan cara memberi
tanda pada penggolongan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku konseli selama
proses konseling. Cara ini lebih mudah dibanding cara finding observation, tetapi
kelemahannya adalah sering terjadi tingkah laku yang lain dari pada yang digolongkan
pada daftarnya, sehingga ada kecenderungan untuk menggolongkannya secara paksa
atau mengabaikannya.
c. Kelebihan dan Kelemahan Observasi
Kelebihan
 Memberikan tambahan informasi yang mungkin tidak didapat dari teknik lain
 Dapat menjaring tingkah laku nyata bila observasi tidak diketahui
 Observasi tidak tergantung pada kemauan objek yang diobservasi untuk
melaporkan atau menceritakan pengalamanya.

Kelemahan

 Keterbatasan manusia menyimpan hasil pengamatan


 Cara pandang individu terhadap obyek yang sama belum tentu sama antar individu
yang satu dengan yang lain
 Ada kecenderungan pada manusia dalam menilai sesuatu hanya berdasarkan pada
ciri-ciri yang menonjol.

d. Alat Bantu Observasi


Dalam melakukan kegiatan observasi, Ada beberapa alat bantu yang dapat
dimanfaatkan oleh observer dalam menggunakan metode observasi, yaitu (a)

4
anecdotal record atau daftar riwayat kelakuan, (b) catatan berkala, (c) checlist atau
daftar cek, (d) skala penilaian, dan (e) alat-alat mekanik/ elektrik (seperti : tape
recorder, handphone, handycam, camera CCTV). Adapun penjelasan dari masing-
masing alat bantu observasi adalah sebagai berikut:

1) Catatan Anekdot/ Daftar riwayat kelakuan dan Catatan Berkala


a) Pengertian
Menurut Wrighstone (dalam Walgito, 2005: 69) anecdotal records are comulative
note of an individual’s behavior observed in typical situation. Pengertian ini
mengandung arti catatan anekdot adalah catatan yang bersifat komulatif dari tingkah
laku individu yang dipandang khusus, istimewa dan luar biasa. Catatan semacam ini
sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh konselor, tetapi bisa saja dilakukan oleh guru
bidang studi, wali kelas, bahkan kepala sekolah. Untuk kepentingan pemberian
layanan yang mendekati tepat, ada baiknya konselor (observer) juga mau
memanfaatkan catatan-catatan yang dibuat oleh teman sejawat perihal perilaku
konseli. Catatan ini amat penting artinya manakala konselor harus melakukan
diagnosis dalam proses konseling, sehingga terhindar dari salah diagnosis.
Berbeda dengan catatan anekdot yang mencatat perilaku khusus, maka catatan
berkala adalah catatan yang dibuat pada waktu tertentu saja (misal : pada saat siswa
mengikuti pelajaran, mengikuti upacara, kegiatan perkemahan, karya wisata dan lain
sebagainya). Catatan ini bisa dibuat oleh konselor atau guru bidang studi atau wali
kelas, yang kemudian dikumpulkan untuk menggambarkan kesan-kesan umum tentang
subyek yang diobservasi
b) Manfaat Daftar Riwayat Kelakuan dan Catatan Berkala
Menurut Hidayah ( 2012 : 22) manfaat daftar riwayat kelakuan diantaranya(a) dapat
memperoleh diskripsi perilaku individu/siswa yang lebih tepat, (b) dapat memperoleh
gambaran sebab-akibat perilaku tipik dan perilaku tertentu siswa dan (c) dapat
mengembangkan cara-cara penyesuaian diri dengan masalah-masalah dan kebutuhan
siswa secara mendalam. Di samping kegunaan catatan anekdot dan berkala bagi
pemahaman diri siswa, maka catatan anekdot dan berkala ini pun berguna bagi: (a) guru
baru dalam rangka penyesuaian diri dengan siswa, (b) guru yang berminat untuk
memahami problema-problema siswa, dan (c) bagi konselor untuk memberikan layanan
konseling bahkan untuk mengadakan pertemuan kasus (konferensi kasus).

5
c) Petunjuk Pengadministrasian Daftar Riwayat Kelakuan
 Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini, konselor menyusun panduan observasi, adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
 Tetapkan perilaku yang akan dicatat. Konselor menentukan perilaku
khusus apa yang akan diamati, misalnya menyontek,gaduh dalam kelas,
kerjasama dan lain sebagainya.
 Menentukan siapa saja yang melakukan pencatatan. Konselor bisa
mengajak rekan sejawat dalam proses pengamatanya sehingga diharapkan
hasil yang didapatkan komprehensif.
 Menetapkan format / bentuk catatan anekdot
alternatif Contoh
DAFTAR RIWAYAT KELAKUAN

Catatan dibuat oleh (Observer) :


Nama : .......................................... Bidang Tugas .................................
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama Siswa : ................................... Kelas : ........................
Tempat Kejadian :
/Hari/Tanggal : ..................................... Jam : .....................

Peristiwa :
..........................................................................................................................................
........................................................................................................................................
........................,tgl/bl/th

(Nama Observer)

 Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh observer adalah : 1)
menyiapkan format yang sudah dibuat, 2) mengambil posisi yang tepat buat
observasi, 3) mencatat perilaku khusus yang muncul dari observee.
 Tahap Analisi Hasil
Pada tahap ini yang dilakukan konselor adalah memberikan interpretasi
terhadap perilaku konseli yang diamati selama proses pencatatan(pelaksanaan

6
observasi). Menurut Hidayah (2012: 25) Ada beberapa hal yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam membuat interpretasi diantarnya :
 Berisi tentang ulasan kesimpulan dan komentar dari observer tentang
perilaku observe
 Penilaian bersifat evaluatif (benar-salah, baik atau buruk)
 Mengungkap “ kemungkinan” sebab perilaku muncul dan simpulan
berilaku
 Mempertimbangkan perasaan subyek yang diamati (observee) saat
berperilaku dan sasaran perilaku yang diamati
 Mencatat respon lingkungan.
2) Daftar Cek dan Skala Penilaian
a. Pengertian
Aiken (1996 : 12) memandang daftar cek sebagai bentuk instrumen psikometrik
yang paling sederhana,berisi kata-kata, kalimat, atau pernyataan-pernyataan yang
berisi kegiatan individu yang sedang menjadi fokus perhatian atau yang sedang
diamati. Pembuatan daftar cek ini dimaksudkan untuk membuat pencatatan hasil
penelitian yang sistematis, dan observer hanya memberi tanda cek pada aspek-
aspek yang sedang diobservasi. misalnya aktivias pembelajaran di kelas, aktivitas
diskusi dikelas dan topik lain yang relevan dengan kegiatan akademik dan non
akademik di sekolah. Terdapat beberapa macam daftar cek yang biasa digunakan
yaitu (1) daftar cek perorangan, (2) daftar cek kelompok, (3) daftar cek dalam skala
penilaian, (4) daftar cek masalah. Daftar cek perorangan adalah daftar cek yang
digunakan sebagai alat bantu ketika mengobservasi seseorang. Daftar cek
kelompok adalah daftar cek yang digunakan sebagai alat bantu ketika
mengobservasi kelompok.
Skala penilaian pencatatan gejala menurut tingkatan-tingkatannya. Suatu aspek
(variabel/sub variabel) bukan hanya dicatat ada atau tidak ada, tetapi lebih dari itu
berupaya menggambarkan kondisi subyek sesuai dengan tingkatan tingkatan
gejalanya. Hadi,S (2004: 152-153) mengatakan bahwa penggunaan skala penilaian
sangat populer karena penggunaannya sangat mudah, disisi lain pencatatanya lebih
menunjukkan keseragaman antara observer satu dengan yang lainnya dan sangat
sederhana untuk dianalisis secara statistik. Daftar Cek Masalah daftar yang berisi

7
sejumlah kemungkinan masalah yang pernah atau sedang dihadapi oleh individu
atau sekelompok individu.

b. Manfaat Daftar Cek dan Skala Penilaian


Penggunaan daftar cek memiliki manfaat diantaranya (a) menggambarkan atau
mengevaluasi seseorang dan peristiwa tertentu (b) menemukan faktor-faktor yang
relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian, (c) pencatatan lebih rinci
dan sistematis terhadap faktor-faktor yang diobservasi dalam waktu singkat (d)
mencatat kemunculan perilaku individu dan kelompok sekaligus (e) mencatat
kemunculan sejumlah perilaku dalam derajad penilaian (skala penilaian).
c. Petunjuk Pengadministrasian Daftar Cek dan Skala Penilaian
a) Tahap Persiapan
Langkah-langkah persiapan yang dilakukan konselor adalah
(1) Menentukan tujuan observasi dengan selalu memperhatikan tujuan observasi
diharapkan observer akan lebih terfokus pada tujuan observasi. Misalnya
konselor ingin mengetahui “aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran
guru di kelas”.
(2) Menentukan Fokus (Materi/ Variabel)Observasi : apa sebenarnya yang hendak
diobservasi sebaiknya sudah dikuasi dengan baik oleh observer. Misanya :
Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajara
(3) Menentukan Sub variabel : terkadang suatu obyek tidak hanya terdiri dari satu
variabel saja tetapi kadang memiliki sub variabel. Contoh variabel “aktivitas
siswa dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas” maka sub variabelnya
yaitu bentuk kegiatan yang dilakukan siswa saat dikelas dan perlengkapan
belajar. Berdasarkan sub variabel disusun pernyataa-pernyataan yang dapat
diamati.
(4) Menentukan Indikator. Indikator dimaknai sebagai ciri-ciri atau karakteristik
yang ada di variabel atau sub variabel. Dengan indikator yang jelas
memungkinkan observer/peneliti mampu menjabarkan variabel dengan
baik.Sebagai contoh konselor akan mengamati aktivitas siswa selama
mengikuti pembelajaran oleh guru. Beberapa indikator yang bisa digunakan
adalah (1) mengikuti pelajaran sesuai jadwal yang ditetapkan, (2)
Mendengarkan penjelasan guru, (3) bertanya kepada guru ketika ada hal-hal
yang kurang difahami, (4) bertanya kepada teman yang dipandang lebih
8
memahami, (5) mengerjakan soal-soal yang diberikan,dan (6) memiliki
peralatan belajar dengan lengkap. Setelah itu konselor dapat menentukan
kategori. Ketika konselor akan menggunakan alat bantu daftar cek maka ada
dua kategori yaitu “ ya” untuk kemunculan perilaku yang diamati dan “tidak”
untuk ketidakmunculan perilaku yang diamati. Biasanya petunjuk “ tidak” bisa
saja tidak disertakan dalam pedoman daftar cek list. Ketika konselor mau
membuat pedoman observasi dengan menggunakan skala penilaian maka
konselor terlebih dahulu menetapkan derajad penilaian/skala. Derajad
penilaian ditetapkan dengan angka 1-4 demikian derajad penilaian
kualitatif/deskriptif dengan pernyataan mulai dari “Serlalu”, “Sering”,
“Kadang-kadang” dan “Tidak Pernah”.
(5) Penentuan Prediktor yaitu menetapkan kreteria terhadap frekuensi
kemunculan perilaku. Kreteria ini dibuat berdasarkan kajian teori tentang
variabel yang diobservasi. Prediktor ini sekaligus digunakan sebagai acuan
untuk interpretasi data. Penentuan kriteria sesuai dengan tingkatan yang
dikehendaki konselor. Biasanya ada empat (4) kriteria yang digunakan untuk
mengkonversi data atau rubrik. Sesuai dengan Adapun kriteria dapat dilihat
dalam tabel konsersi :
Interval Presentase Klasifikasi Interpretasi
(%)
76 – 100 Sangat Tinggi Sangat aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas
51 – 75 Cukup Tinggi aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas
26 – 50 Sedang Cukup aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas
1 – 25 Rendah Tindak aktif saat mengikuti
pembelajaran guru di kelas

(6) Penyusunan Pernyataan/Item. Membuat pernyataan pernyataan dari indikator


perilaku observasi yang telah ditentukan. Berikut contoh pedoman daftar cek
dan skala penilaian tentang aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran guru
di kelas.

9
Alternatif Contoh Pedoman Daftar Cek Perorangan
A. Identitas Siswa

1 Nama : ..........................................................................
2 Kelas : ..........................................................................
3 No Absen : ..........................................................................
4 TTL : ..........................................................................
5 Hari/tglObservasi : ..........................................................................
6 Waktu/Durasi : ..........................................................................

B. Aspek Yang di : Aktivitas siswa dalam mengikuti


Observasi pembelajaran guru di kelas
C. Tujuan Observasi : Mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran guru di kelas
D. Petunjuk : Berilah tanda cek (V) pada kolom yang sesui
dengan gejala perilaku yang Anda amati.
E. Pernyataan

No Aspek/Kegiatan YA TIDAK
1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai
jadwal yang ditetapkan
2 Siswa mendengarkan penjelasan guru
3 Siswa bertanya kepada guru ketika ada
hal-hal yang kurang difahami
4 Siswa bertanya kepada teman yang
dipandang lebih memahami
5 Siswa mengerjakan soal-soal yang
diberikan
6 Siswa memiliki peralatan belajar
dengan lengkap

10
Kesimpulan :
...................................................................................................

Observer,

...................................

Alternatif Contoh Daftar Cek Kelompok

No Nama Siswa Ana Ayu Eka Adi


Pernyataan
1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai jadwal
yang ditetapkan
2 Siswa mendengarkan penjelasan guru
3 Siswa bertanya kepada guru ketika ada
hal-hal yang kurang difahami
4 Siswa bertanya kepada teman yang
dipandang lebih memahami
5 Siswa mengerjakan soal-soal yang
diberikan
6 Siswa memiliki peralatan belajar
dengan lengkap
Kesimpulan

Observer

.........................

Alternatif Contoh Skala Penilaian “ Aktivitas Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran


Guru di kelas
A. Identitas Siswa

1 Nama : ..........................................................................

11
2 Kelas : ..........................................................................
3 No Absen : ..........................................................................
4 TTL : ..........................................................................
5 Hari/tglObservasi : ..........................................................................
6 Waktu/Durasi : ..........................................................................

B. Aspek Yang di : Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran guru


Observasi di kelas
C. Tujuan Observasi : Mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran guru di kelas
D. Petunjuk : Berilah tanda cek (V) pada kolom yang sesui
dengan gejala perilaku yang Anda amati.
E. Pernyataan

No Aktivitas Frekuensi* Ket


1 2 3 4
1 Siswa mengikuti pelajaran sesuai
jadwal yang ditetapkan
2 Siswa mendengarkan penjelasan
guru
3 Siswa bertanya kepada guru ketika
ada hal-hal yang kurang difahami
4 Siswa bertanya kepada teman yang
dipandang lebih memahami
5 Siswa mengerjakan soal-soal yang
diberikan
6 Siswa memiliki peralatan belajar
dengan lengkap
Kesimpulan : .......................................................................................
*Dengan kolom di atas, observer memberi tanda cek di bawah kolom 1 jika
frekuensinya “tidak pernah”, 2 jika frekuensi “kadang-kadang”, 3 jika
frekuensi “ sering”, 4 jika frekuensinya “ selalu”

Observer,

(..................................)

b) Tahap Pelaksanaan

12
Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh observer adalah : 1) menyiapkan
format/pedoman observasi (Daftar Cek dan Atau Skala Penilaian) yang sudah
dibuat, 2) mengambil posisi yang tepat buat observasi, 3) mencatat perilaku
yang muncul dari observee. Ketika konselor akan melakukan observasi
sebaiknya dilakukan beberapa kali observasi sehingga kita bisa mengetahui
kecenderungan perilaku observee yang sebenarnya.
c) Tahap Analisis Hasil dan Interpretasi
(1) Analisis hasil observasi dengan daftar cek
Untuk memudahkan pemahaman Anda, mari bersama-sama melakukan
analisi hasil observasi dengan menggunakan pedoman observasi di atas.
Contoh: konselor telah melakukan pengamatan terhadap Ani tentang Aktivitas
Ani mengikuti pembelajaran guru di kelas sebanyak 5 kali (k) observasi.
Berdasarkan 5 kali pengamatan, total frekuensi (f) perilaku yang dimunculkan
adalah 20. Langkah –langkah yang bisa dilakukan konselor adalah :
 Mencatat perilaku Ani pada situasi yang sama yaitu pembelajaran guru di
kelas.
 Menentukan (N) dengan cara mengalikan jumlah item pernyataan (n=6)
dengan k (5 kali observasi) sehingga hasilnya adalah N = 6 x 5 = 30
 Menjumlahkan seluruh frekuensi yang muncul selama observasi.
Berdasarkan pengamatan 5 kali, perilaku yang dimunculkan sebanyak 20
kali.
𝑓
 Menghitung presentasi (%) dengan rumus p = 𝑥 100%. Berdasarkan
𝑁
20
rumus tersebut maka diperoleh p = = 30 𝑥 100% = 66,67%.

 Mengkonversikan hasil presentase dengan tabel konversi, sehingga hasil


interpretasi data dapat disimpulkan. Berdasarkan hasil konversi, frekuensi
kemunculan aktivitas ani dalam mengikuti pembelajaran guru di kelas
sebesar 66, 67% dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ani
tergolong siswa yan aktif mengikuti pembelajaran guru di kelas
berdasarkan hasil observasi dengan menggunakan pedoman daftar cek.
(2) Analisis hasil observasi dengan Skala Penilaian. Langkah langkahnya sama
dengan analisis hasil observasi dengan menggunakan daftar cek.

13
2. Daftar Cek Masalah
a. Pengertian dan Fungsi
Daftar cek masalah adalah daftar yang berisi sejumlah kemungkinan
masalah yang pernah atau sedang dihadapi oleh individu atau sekelompok individu.
Daftar cek yang digunakan untuk mengungkapkan masalah lazim dikenal dengan
sebutan ”Daftar Cak Masalah” (DCM). Daftar cek masalah berfungsi untuk (a)
membantu individu menyatakan masalah yang pernah dan atau sedang dihadapi,
(b) mensisitemtisasi masalah yang dihadapi individu atau kelompok, dan (c)
memudahkan analisis dan pengambilan keputusan dalam penyusunan program
bimbingan lantaran jelas mana masalah yang menonjol dan perlu mendapat
preoritas, (d) memberi kemudahan bagi konselor dalam menetapkan individu-
individu yang perlu mendapat perhatian khusus.

b. Petunjuk Pengadministrasian Daftar Cek Masalah


Agar penggunaan DCM bisa memperoleh hasil sesuai yang direncanakan,
maka perlu difahami petunjuk pelaksanaan dan cara mengerjakan DCM. Petunjuk
yang harus diperhatikan itu meliputi petunjuk bagi instruktur dan petunjuk bagi
siswa.
1) Petunjuk Bagi Instruktur (Guru)
(a) Pada saat persiapan :
 Ciptakan ruangan yang kondusif : bersih, penerangan dan udara cukup, jauh
dari kebisingan, dan singkirkan benda-benda yang dipandang bisa
mengganggu konsentrasi siswa.
 Periksa lembar DCM, apakah jumlahnya sesuai dengan jumlah siswa,
periksa pula catatan-catatan yang mungkin ada dari penggunaan
sebelumnya agar tidak mengganggu pilihan siswa,
 Kuasai benar petunjuk pelaksanannya, dan upayakan semaksimal mungkin
agar instruktur bisa melihat dan mengawasi seluruh ruangan
(b) Pada tahap Pelaksanaan
 Ciptakan hubungan yang hangat dengan siswa, dan hindarkan situasi yang
mengancam.
 Jelaskan tujuan pengisian DCM utamanya bagi kepentingan siswa. Hal ini
penting dilakukan untuk menimbulkan kepercayaan dan motivasi siswa
dalam mengerjakan DCM.

14
 Perintahkan siswa agar mengeluarkan alat tulis
 Bagikan lembar jawab dan bendel DCM dengan tertib.
 Dalam hal bendel DCM dibagikan kepada semua siswa, bacakan petunjuk
mengerjakan secara perlahan-perlahan dan berikan penekanan pada hal-hal
yang dipandang sangat penting, misalnya (1) ”Tidak ada jawaban yang
benar atau salah, yang ada adalah sesuai atau tidak sesuai dengan diri
siswa”. dan (2) ”Jawaban Anda bersifat pribadi dan dijamin
kerahasiaannya, oleh sebab itu Anda diminta menjawab dengan sejujur-
jujurnya sesuai keadaan yang sebenarnya”. Dua kalimat ini dipandang
penting untuk mendorong siswa agar melaporkan diri sesuai apa adanya,
bukan melirik pekerjaan temannya, dan tanpa rasa khawatir akan
mengganggu nilai raportnya.
 Dalam kondisi yang dinilai kurang menguntungkan (misal : sulit dihindari
kerja sama yang mengakibatkan datanya kurang akurat), instruktur bisa saja
tidak membagikan bendel DCM, tetapi cukup didektekan dengan suara
yang jelas dalam waktu terbatas. Dengan demikian kesempatan siswa
untuk melirik pekerjaan teman bisa dihindari. Namun demikian petunjuk
mengerjakan tetap harus dibacakan secara jelas.
 Tegaskan bahwa jawaban dituliskan pada lembar jawab yang disediakan,
bukan di bendel DCM. Bendel DCM harus kembali dalam keadaan bersih
tanpa coretan apapun. Cara mengerjakanya adalah dengan cara memberi
cek (V), bukan disilang dan bukan pula dilingkari.
 Instruksikan kepada siswa untuk menulis identitas yang diminta dan tanggal
pelaksanaan DCM.
 Instruksikan kepada siswa untuk mengerjakan DCM, ingatkan pula agar
para siswa mengerjakan dengan tenang dan teliti.
 Lakukan pula pengecekan apakah para siswa telah mengerjakan DCM
dengan benar.
 Setelah waktu yang ditetapkan selesai, kumpulkan lembar jawab siswa, dan
lakukan pengecekan apakah jumlah lembar jawab sudah sesuai dengan
jumlah siswa.
2) Petunjuk Bagi Siswa
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh siswa, yaitu:

15
 Siswa harus mempunyai minat dan kemauan untuk mengutarakan masalah
yang sebenarnya.
 Siswa harus menyadari bahwa jika ia mengerjakan tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya atau asal mengisi, maka hanya akan merugikan
dirinya sendiri.
 Siswa harus mematuhi cara mengerjakan DCM sesuai petunjuk instruktur
atau guru.
c. Analisis Daftar Cek Masalah
Setelah semua pekerjaan siswa dikumpulkan, tugas konselor selanjutnya
adalah menganalisis pekerjaan itu. Analisis ini meliputi analisis individual dan
analisis kelompok.

(1) Analisis Individual

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan analisis individual (per


siswa) ini adalah:
(a) Menjumlahkan butir (item) yang menjadi masalah individu pada tiap-tiap topik
masalah.
(b) Mencari presentasi per topik masalah, dengan cara mencari rasio antara jumlah
butir yang menjadi masalah (butir masalah yang dicek) dengan jumlah butir
topic masalah.
Keterangan:

Atau nm nm = jumlah butir yang menjadi masalah


x 100 %
n pada satu topik masalah.
n = jumlah butir pada topik masalah itu.

(c) Mencari jenjang (ranking) masalah, dengan cara mengurutkan % topik masalah
mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil.
(d) Mengkonversikan % masalah ke dalam stan-ten scale dan predikat nilai A, B,
C, D an E. Konversi harga itu, sebagai berikut

0% = 10 = A (baik)

1 % - 10 % = 8 = B (cukup baik)

11 % - 25 % = 6 = C (cukup)

26 % - 50% = 4 = D (kurang)

51 % - 100 % = 2 =16
E (kurang sekali)
Contoh: Anton mencek 6 butir masalah keluarga, sedangkan jumlah semua
topik keluarga ialah 30, maka persentase masalah keluarga Anton adalah:

nm 6
x 100% = x 100% = 20 % Jadi predikat hubungan keluarga Anton
n 30
adalah: C (cukup)

(2) Analisis Kelompok


Langkah-langkah menganalisis secara kelompok meliputi analisis per butir dan
analisis per topik masalah. Kedua analisis tersebut dijelaskan berikut:
(2.1) Analisis per butir masalah
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui butir masalah apa yang pada
umumnya dihadapi oleh siswa. Langkah-langkah analisis adalah berikut:
 Menjumlahkan banyaknya siswa yang mempunyai butir masalah yang
sama untuk tiap butir.
 Mencari % masalah dengan cara mencari rasio antara banyak siswa yang
bermasalah untuk butir tertentu dengan jumlah siswa.
Apabila dinyatakan dalam rumus, ialah:
mm
x 100%
Keterangan:
m mm = banyak siswa yang bermasalah untuk
butir tertentu.
m = banyak siswa yang mengerjakan DCM

Contoh: 30 orang siswa bermasalah untuk butir nomor 31 topik masalah


keluarga, siswa yang ikut mengerjakan DCM adalah 120 orang.
mm 30
x 100 % = x 100 % = 25 %
m 120
Maka predikat permasalahan butir ini bagi para siswa adalah C (cukup)

(2.2) Analisis per topik masalah


Analisis ini bertujuan untuk mengetahui topik masalah apa yang pada
umumnya dihadapi oleh siswa.
Langkah-langkah dalam menganalisis adalah sebagai berikut:
 Cari jumlah siswa yang ikut mengerjakan DCM.
 Cari jumlah butir yang menjadi masalah siswa.
 Cari jumlah siswa yang mempunyai masalah.

17
 Persentase adalah rasio antara jumlah butir masalah kali jumlah siswa yang
bermasalah dengan jumlah butir dalam topik masalah, kali jumlah peserta.
Atau dengan rumus:
Keterangan:
NmxMn Nm = jumlah butir masalah
x 100%
NxM Mn = jumlah siswa yang mempunyai masalah
N = jumlah butir dalam topik masalah
M = jumlah siswa (peserta)

d. Penyajian Hasil Analisis DCM


Agar hasil DCM bisa dibaca secara cepat dan bisa difahami secara mudah oleh setiap
penggunanya, bisa disajikan dalam bentuk –bentuk berikut :
 Penyajian individual

STATUS
No. Masalah
-- - 0 + ++
1. Hubungan keluarga E D C B A
2. Hubungan dengan teman E D C B A
3. Hubungan dengan pelajaran E D C B A
4. Hubungan dengan guru E D C B A
5 Kesehatan E D D B A
6 Hobi E D D B A
7 Berhubungan denganAgama E D D B A

 Penyajian kelompok

90
80
70
60
50 Pribadi
40 Keluarga
30 Sosial
20
10
0
1a 1b 1c 1d

 Penyajian Per-Individu Per-Topik Masalah

18
Alternatif Contoh Tabel Isian Per-Individu Per- Topik Masalah

No L/P MASALAH Mn Nm % Pred


Abs A B C D E F G
1 L 7 3 15 3 2 3 6 39 207 19 C
2 L 7 10 14 3 4 1 10 49 207 24 C
3 L 11 9 6 5 0 0 4 35 207 17 C
4 P 19 30 16 7 15 8 9 104 207 50 D
5 L 9 12 9 6 1 0 5 42 207 20 C
6 L 6 15 16 6 10 9 9 71 207 34 D
7 P 14 20 29 8 1 4 11 87 207 41 D
8 L 19 21 10 3 4 3 6 66 207 32 D
9 L 4 1 2 0 1 1 2 11 207 5 B
10 P 10 9 6 4 2 2 8 41 207 20 C
11 L 9 4 19 4 3 0 8 47 207 23 C
12 L 7 4 3 2 3 0 0 19 207 8 B
13 P 8 15 10 3 8 4 9 57 207 28 D
14 P 6 9 16 1 7 1 9 49 207 24 C
15 L 7 2 8 4 3 0 1 25 207 12 C
16 P 6 13 4 3 9 0 3 38 207 18 C
17 L 6 2 6 0 2 2 10 28 207 14 C
18 L 11 0 10 5 8 4 6 44 207 21 C
19 L 13 5 13 3 5 4 5 48 207 23 C
20 L 5 0 4 0 2 0 1 12 207 6 B
21 P 10 11 11 2 7 2 10 53 207 26 D
22 L 11 7 5 0 0 0 15 38 207 18 C
23 P 6 10 14 0 5 1 5 41 207 20 C
24 P 5 4 1 0 1 4 2 17 207 8 B
25 L 1 4 0 1 0 0 0 6 207 3 B
26 L 19 15 10 7 1 2 0 54 207 26 D
27 L 8 15 3 3 3 1 3 36 207 17 C
28 P 13 7 14 1 3 5 9 52 207 25 C
29 P 17 18 28 7 1 4 12 87 207 42 D
30 L 18 4 6 1 1 0 2 32 207 15 C
31 P 11 12 6 5 3 0 5 42 207 20 C
32 P 9 14 7 0 7 1 5 43 207 21 C
33 P 6 24 17 7 6 6 9 75 207 36 D
34 L 11 2 6 0 2 1 10 32 207 15 C
35 P 13 4 12 4 7 1 9 50 207 24 C
36 L 10 7 15 7 2 0 7 48 207 23 C
37 P 6 4 2 2 0 1 5 20 207 4 B
358 346 374 117 138 75 229

Keterangan:
A : Masalah yang berhubungan dengan keluarga
B : Masalah yang berhubungan dengan teman
C : Masalah yang berhubungan dengan pelajaran
D : Masalah yang berhubungan dengan guru
E : Masalah yang berhubungan dengan kesehatan
F : Masalah yang berhubungan dengan hobi
G : Masalah yang berhubungan dengan agama

19
Alternatif Contoh
DAFTAR CEK MASALAH SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

Pengantar
Di bawah ini ada sejumlah pernyataan yang mungkin berkaitan dengan persoalan Anda dengan
keluarga, teman, pelajaran, hobi, agama, dan kesehatan. Tugas Anda adalah memberi tanda cek (√) di
bawah kolom "ya" bila pernyataan tersebut selama ini benar-benar sesuai dengan kedaan Anda, dan di
bawah kolom "tidak" bila persoalan tersebut tidak Anda hadapi, sesuai nomor yang sedang Anda
kerjakan. Jawaban ditulis pada lembar jawab yang telah disediakan.

Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar kecuali yang tidak sesuai dengan
keadaan sebenarnya. Jawaban Anda bersifat pribadi dan dijamin kerahasiaannya, oleh sebab itu Anda
diminta menjawab dengan sejujur-jujurnya sesuai keadaan yang sebenarnya.

A. MASALAH DENGAN KELUARGA

1. Saya selalu bertengkar dengan kakak/ adik


2. Saya selalu diganggu oleh adik/ kakak
3. Orangtua saya selalu memarahi saya
4. Uang saku saya selalu kurang
5. Saya selalu dimanjakan oleh orang tua
6. Saya merasa dibeda-bedakan oleh orang tua
7. Saya tidak tinggal bersama orang tua
8. Saya tidak bisa belajar pada malam hari
9. Saya sering tidur larut malam karena membantu orang tua
10. Ekonomi keluarga saya kurang mencukupi
11. Orangtua saya sering mengatur saya dalam pergaulan
12. Kata-kata orangtua saya sering menyakitkan hati saya

20
13. Kurang ada komunikasi dalam keluarga saya
14. Saya merasa kurang diperhatikan oleh orangtua saya
15. Keinginan saya jarang dikabulkan oleh orangtua
16. .........................

B. MASALAH DENGAN TEMAN


1. Saya sering diejek teman
2. Saya sering diganggu teman
3. Saya merasa kurang akrab dengan teman
4. Saya kurang bisa mempercayai teman
5. Saya merasa teman-teman saya egois
6. Teman-teman saya sulit dipahami
7. Teman saya sering keterlaluan dalam bercanda
8. Saya sering dikhianati teman
9. Teman-teman saya tidak bisa diajak kompak
10. Saya sering bertengkar dengan sahabat saya
11. Saya merasa dijauhi teman
12. Saya merasa iri dengan teman
13. Saya sering salah paham dengan teman
14. Teman-teman saya kurang mengerti perasaan saya
15. Teman teman saya sering menyontek pekerjaan saya
16. .............

C. MASALAH DENGAN PELAJARAN


1. Saya merasa sulit memahami pelajaran
2. Banyak pelajaran yang tidak saya sukai
3. Saya sering ramai di kelas
4. Banyak tugas yang memberatkan saya
5. Saya merasa kesulitan dalam pelajaran berhitung
6. saya merasa kesulitan dalam pelajaran menghafal
7. Saya sering gugup keetika disuruh maju ke depan
8. Saya sering mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas
9. Saya sering melamun di kelas
10. Saya sering mengantuk di kelas
11. Semangat belajar saya kurang / malas belajar
12. Saya sering tidak mengerjakan tugas
13. Saya sering mendapat nilai jelek
14. Kegiatam belajar saya sering terganggu
15. Sarana belajar saya kurang memadai
16. ................

D. MASALAH DENGAN GURU

21
1. Guru saya sering marah-marah
2. Guru saya sering menghukum saya
3. Guru terlalu pelan dalam menerangkan materi
4. Saya merasa tidak dikenal oleh guru
5. Saya kurang merasa jelas dengan penjelasan guru
6. Guru sering bersikap pilih kasih
7. Saya selalu takut bila bertanya kepada guru
8. Guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi
9. Guru terlalu banyak memberikan tugas
10. Materi yang dijelaskan oleh guru kurang menarik
11. Saua kurang suka pada guru yang tidak tegas
12. Saya merasa tidak suka dengan salah satu guru
13. Saya merasa tidak mengerti apa yang diinginkan oleh guru
14. Guru tidak bisa memahami siswannya
15. Saya merasa tidak diperhatikan oleh guru
16. ..................

E. MASALAH KESEHATAN
1. Saya merasa terlalu gemuk
2. Saya merasa terlalu kurus
3. Saya merasa daya tahan tubuh saya lemah
4. Saya menderita penyakit tertentu
5. Saya merasa kurang istirahat
6. Saya sering merasa sulit tidur
7. Saya merasa pertumbuhan badan saya terhambat
8. Saya sering sakit-sakitan
9. Nafsu makan saya kurang
10. Saya sering mengantuk di kelas
11. Saya sering keluar keringat dingin
12. Saya terlalu banyak tidur
13. Saya malas berolahraga
14. Penglihatan saya terganggu
15. Saya sering merasa mudah capek
16. ............

F. MASALAH BERKAITAN DENGAN HOBI


1. Saya kurang sarana untuk mengembangkan hobi
2. Hobi saya kurang sesuai dengan kemampuan saya
3. Hobi saya sering mengganggu belajar saya
4. Hobi saya dilarang oleh orangtua saya
5. Banyak hobi membuat saya tidak bisa mengatur waktu dengan baik
6. Saya tidak bisa menyalurkan hobi saya

22
7. Saya malas untuk menjalankan hobi saya
8. Tidak ada waktu untuk mengembangkan hobi saya
9. Hobi saya sering berubah-ubah
10. Hobi saya bertentangan dengan kondisi kesehatan saya
11. Saya suka hobi yang aneh-aneh
12. Tempat latihan saya jauh
13. Orangtua kurang mendukung hobi saya
14. Kondisi fisik saya kurang mendukung hobi saya
15. Suka lupa waktu kalau sudah melakukan hobi
16. ...........

G. MASALAH DENGAN AGAMA


1. Saya merasa malas dalam melakukan ibadah
2. Saya ingin memakai jilbab tetapi orangtua melarang saya
3. Saya jarang membaca kitab suci
4. Saya belum mempunyai keyakinan yang kuat untuk melaksanakan ajaran agama saya
5. Pengetahuan agama saya masih kurang
6. Saya ingin lebih bertaqwa kepada Tuhan YME
7. Saya iri dengan agama lain
8. Saya tertarik dengan agama lain
9. Saya kurang khusuk dalam melakukan ibadah
10. Saya merasa terhambat bila ingin melakukan ibadah di sekolah
11. Saya kurang mendekatkan diri kepada Tuhan YME
1. saya ingin selalu cepat-cepaat selesai dalam mengerjakan ibadah
2. ....................

23
Lampiran 3.2 : Analisis DCM perindividu per-topik masalah

Keterangan:
A : Masalah yang berhubungan dengan keluarga
B : Masalah yang berhubungan dengan teman
C : Masalah yang berhubungan dengan pelajaran
D : Masalah yang berhubungan dengan guru
E : Masalah yang berhubungan dengan kesehatan
F : Masalah yang berhubungan dengan hobi
G : Masalah yang berhubungan dengan agama

3. Interview
a. Pengertian
Interview dipandang sebagai teknik pengumpulan data dengan cara tanya- jawab
lisan yang dilakukan secara sistematis guna mencapai tujuan penelitian. Pada umumnya
interview dilakukan oleh dua orang atau lebih, satu pihak sebagai pencari data
(interviewer) pihak yang lain sebagai sumber data (interviewee) dengan memanfaatkan
saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
Sebagai pemburu informasi, interviewer mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
menilai jawaban-jawaban, meminta penjelasan, melakukan paraprase, mencatat atau
mengingat-ingat jawaban, dan melakukan penggalian keterangan lebih dalam
(prodding) jawaban-jawaban dari interviewee. Di sisi lain, sebagai informan atau
sumber data, interviewee menjawab pertanyaan-pertanyan, memberikan penjelasan-
penjelasan, dan kadang-kadang juga membalas mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada interviewer. Adanya dua pihak yang kedudukannya tidak sama itu menjadi

24
pembeda antara metode interview dengan diskusi. Hubungan antara interviewer dengan

KODE HASIL DCM/KELOMPOK MASALAH


NO. L/P JML
RESPONDEN
A B C D E F G
1 R1 L 7 3 15 3 2 3 6 39
2 R2 L 7 10 14 3 4 1 10 49
3 R3 L 11 9 6 5 0 0 4 35
4 R4 P 19 30 16 7 15 8 9 104
5 R5 L 9 12 9 6 1 0 5 42
6 R6 L 6 15 16 6 10 9 9 71
7 R7 P 14 20 29 8 1 4 11 87
8 R8 L 19 21 10 3 4 3 6 66
9 R9 L 4 1 2 0 1 1 2 11
10 R10 P 10 9 6 4 2 2 8 41
11 R11 L 9 4 19 4 3 0 8 47
12 R12 L 7 4 3 2 3 0 0 19
13 R13 P 8 15 10 3 8 4 9 57
14 R14 P 6 9 16 1 7 1 9 49
15 R15 L 7 2 8 4 3 0 1 25
16 R16 P 6 13 4 3 9 0 3 38
17 R17 L 6 2 6 0 2 2 10 28
18 R18 L 11 0 10 5 8 4 6 44
19 R19 L 13 5 13 3 5 4 5 48
20 R20 L 5 0 4 0 2 0 1 12
21 R21 P 10 11 11 2 7 2 10 53
22 R22 L 11 7 5 0 0 0 15 38
23 R23 P 6 10 14 0 5 1 5 41
24 R24 P 5 4 1 0 1 4 2 17
25 R25 L 1 4 0 1 0 0 0 6
26 R26 L 19 15 10 7 1 2 0 54
27 R27 L 8 15 3 3 3 1 3 36
28 R28 P 13 7 14 1 3 5 9 52
29 R29 P 17 18 28 7 1 4 12 87
30 R30 L 18 4 6 1 1 0 2 32
31 R31 P 11 12 6 5 3 0 5 42
32 R32 P 9 14 7 0 7 1 5 43
33 R33 P 6 24 17 7 6 6 9 75
34 R34 L 11 2 6 0 2 1 10 32
35 R35 P 13 4 12 4 7 1 9 50
36 R36 L 10 7 15 7 2 0 7 48
37 R37 P 6 4 2 2 0 1 5 20
JML 358 346 374 117 138 75 229
interviewee adalah hubungan sepihak, bukan hubungan yang timbal balik.

25
Gall dkk (2003 : 222 membandingkan interviewew dengan kuesioner, interview
berisi pertanyaan-pertanyaan lisan yang ditanyakan oleh interviwer dan dijawab oleh
interviwi, sedang kuesioner dalam bentuk tertulis; intervieu berhubungan dengan
manusia secara individual, namun demikian dalam perkembangannya juga bisa
dilakukan untuk kelompok, sedang pada kuesioner untuk responden dalam jumlah
banyak; responden dalam interview menjawab dalam bahasa mereka sendiri, sedang
dalam kuesioner jawaban responden kadang sudah disiapkan oleh peneliti; interview
bisa dimanfaatkan untuk menggali tentang keyakinan, sikap, dan pengalaman interviwi
secara mendalam, sedang kuesioner hanya bersifat kulit luar.

b. Fungsi
Meskipun metode ini dipandang kurang tepat untuk meneliti reaksi-reaksi
seseorang dalam bentuk perbuatan, namun dipandang tepat untuk meneliti aksi-rekasi
orang dalam bentuk pembicaraan ketika tanya-jawab sedang berlangsung. Sutrisno
Hadi (2004, II) memandang interview sebagai metode yang baik untuk mengetahui
tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, dan proyeksi seseorang tentang
masa depannya. Metode ini dipandang baik untuk menggali masa lalu seseorang serta
rahasia-rahasia kehidupannya. Interview dipandang sebagai metode tanya-jawab untuk
menyelidiki pengalaman, perasaan, motif, serta motivasi rakyat. Bagi interviewer yang
mahir, interview bisa dimanfaatkan sekaligus untuk mengecek kebenaran jawaban-
jawaban yang diberikan oleh interviewee.
Interview bisa difungsikan sebagai metode primer, metode pelengkap, dan sebagai
kriterium. Bila interview dijadikan sebagai satu-satu alat pengumpul data, atau sebagai
metode utama dalam pengumpulan data, maka metode ini berfungsi sebagai metode
primer. Sebaliknya jika ia difungsikan sebagai alat untuk mengumpulkan data yang
tidak bisa dilakukan dengan metode lain, maka posisinya pada kasus ini adalah sebagai
metode pelengkap. Namun demikian, pada saat-saat tertentu, metode interview juga
digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan data yang telah diperoleh dengan
cara lain seperti metode tes, kuesioner, dan sebagainya, dalam kasus seperti ini metode
interview difungsikan sebagai batu-pengukur atau kriterium.
Jika metode ini digunakan sebagai kriterium, maka interview harus dilakukan
dengan penuh ketelitian, tidak tergesa-gesa, dan dengan persiapan yang matang. Sebab

26
pengecekan kebenaran dan kemantapan suatu datum bukanlah sekedar untuk
memenuhi persyaratan formal metodologis, melainkan mendasarkan pada prinsip
hakiki dari suatu penelitian ilmiah yang dimaksudkan untuk menghasilkan temuan
ilmiah. Namun demikian tidak berarti bahwa fungsi yang satu lebih tinggi dari fungsi
yang lain, sebagai metode primer ia mengemban tugas yang amat penting, sebagai
metode pelengkap ia menjadi sumber informasi yang sangat berharga. Bertolak dari
tiga fungsi ini, maka metode interview dipandang sebagai metode yang serba guna.
c. Kelebihan dan Kekurangan
Hadi (2004) dan Gall (2003 : 222-23) mencatat beberapa kelebihan dan
kekurangan interview --sebagai metode pengumpul data – disarikan berikut :

Kelebihan interview
 Sebagai salah satu metode yang terbaik untuk menilai keadaan pribadi. Bila
dibandingkan dengan metode observasi, metode ini lebih mampu mengungkap
gejala-gejala psikis yang mendasari perilaku individu yang nampak seperti motiv-
motiv, perasaan, pemahaman, persepsi, dan proyeksi seseorang tentang masa
depannya.
 Tidak dibatasi oleh tingkatan umur dan tingkatan pendidikan subyek yang sedang
diselidiki. Terhadap individu usia berapapun, asal ia mampu berbicara dan mampu
memahami pertanyaan yang diajukan interviewee, maka intervieu bisa dilakukan.
Namun demikian dalam kedaan tertentu (misal : interviewee katakutan karena
berhadapan dengan orang asing, atau tidak memahami bahasa yang digunakan
interviewer, maka bisa dimanfaatkan pendamping yang bisa membantu menciptakan
rasa aman bagi interviewee dan sekaligus penterjemah.
 Dalam riset-riset sosial, metode ini hampir tidak bisa ditinggalkan sebagai metode
pelengkap, bahkan dalam beberapa kasus difungsikan sebagai metode utama
(primer). Hal ini adalah sangat wajar, mengingat dalam penelitian sosial lazim
mengungkap masalah-masalah yang berhubungan dengan tanggapan, pendapat,
keyakinan, perasaan, motivasi, dan proyeksi seseorang tentang masa depannya.
Sedang yang lebih mengetahui tentang hal tanggapan, pendapat, keyakinan,
perasaan, motivasi, dan proyeksi seseorang seseorang adalah orang itu sendiri.

27
 Dengan unsur fleksibelitas/keluwesan yang dikandungnya, ia cocok sekali untuk
digunakan sebagai alat verivikasi (kriterium) terhadap data yang diperoleh dengan
cara observasi, kuesioner dan lain-lain. Metode ini bisa digunakan kepada
interviewee yang masih buta huruf, dewasa, dan atau kanak-kanak. Di samping itu,
metode ini bisa digunakan sekaligus untuk mengecek kebenaran jawaban
interviewee dengan mengajukan pertanyaan lebih jauh, mengamati bahasa tubuh dan
atau realitas yang ada pada subyek yang diinterview. Misal : seorang interviewee
dengan pakaian bersih dan rapi, ketika ditanya mengaku sebagai Konselor sebuah
perguruan tinggi terkenal di suatu pripinsi, tetapi ketika ditanya fakultas, jurusan,
dan angkatan tahun berapa dia tidak bisa menjawab. Belakangan diketahui ternyata
ia seorang karyawan pabrik yang sedang di-PHK, sementara sedang mencari
pekerjaan.
 Dapat diselengarakan sambil mengadakan observasi. Tidak semua data bisa digali
dengan metode observasi, misalnya seorang konselor melakukan observasi di depan
pintu gerbang untuk mengetahui siapa-siapa di antara siswa yang rajin dan siapa pula
sering terlambat sekolah. Sekedar untuk mengetahui siapa-siapa yang rajin dan
terlambat datang ke sekolah bisa dilakukan dengan cara observasi, tetapi ketika ingin
mengetahui mengapa ia terlambat atau mengapa pula ada siswa yang rajin, maka
perlu digali dengan metode observasi.
Kekurangan Interview
 Tidak cukup efisien, karena penggunaan metode ini membutuhkan waktu, tenaga,
dan biaya yang lebih banyak. Untuk mengatasi kelemahan ini bisa dilakukan
penambahan jumlah interviewer yang terlatih, dan pedoman observasi yang mudah
digunakan.
 Tergantung pada kesediaan, kemampuan, dan waktu yang tepat dari interviwi,
sehingga informasi tidak dapat diperoleh dengan seteliti-telitinya. Untuk mengatasi
kelemahan ini, maka diseyogiakan sebelum melakukan interview kepada pihak
tertentu dilakukan kesepakatan terlebih dahulu tentang materi interview, tempat dan
waktu. Dengan demikian diharapkan kedatangan interviewer bisa disambut dengan
baik lantaran sudah ada kesepakatan sebelumnya.
 Jalan dan isi wawancara sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sekitar
yang memberikan tekanan-tekanan yang mengganggu. Untuk mengatasi masalah
ini, konselor atau peneliti bisa memeberi tahukan sebelumnya tentang maksud dan

28
tujuan interview, dan menjelaskan pula arti pentingnya informasi yang disampaikan
oleh interviewer.
 Membutuhkan interviewer yang benar-benar menguasai bahasa interviewee. Bagi
orang-orang yang masih ”asing” amat sulit menggunakan interview sebagai metode
penelitian. Untuk mengatasi masalah ini, maka dalam penambahan anggota peneliti
seyogianya memperhatikan penguasaan bahasa dan budaya masyarakat di mana
interviewee hidup dan dibesarkan.
 Jika pendekatan ”sahabat-karib” dilaksanakan untuk meneliti masyarakat yang
sangat hetrogen, maka diperlukan interviewer yang cukup banyak. Misalnya jika
masyarakat yang diteliti dari bebeberapa kelompok yang saling bertentangan, maka
diperlukan interviewer yang masing-masing melayani satu golongan. Untuk
mengatasi masalah ini, diseyogiakan interviewer lebih adaptable terhadap hal-hal
yang bersifat khas pada interviewer, kemudian berupaya sekuat tenaga untuk
menghormatinya.
 Sulit untuk menciptakan situasi yang terstandar sehingga kehadiran interviwer tidak
mempengaruhi responden dalam memberikan jawaban. Di sisi lain, dalam interview
sulit dihindari responden tidak mencantumkan jati dirinya, atau responden harus
mencantumkan identitasnya untuk kepentingan analisis dan laporan hasil interview.
Untuk mengatasi kelemahan ini, diseyogiakan agar interviewer menciptakan
hubugan baik sebelumnya agar interviwi merasa aman, dan jika dipandang
mengganggu sebaiknya identitas responden dalam laporan diubah dengan nama
samaran, meski identitas aslinya tetap harus disimpan oleh interviewer
d. Kategori-kategori Pernyataan
Dalam interview, reaksi-reaksi interviewer baik berupa pernyataan, pertanyaan atau
jawaban interviwer digolongkan ke dalam beberapa kategori berikut:
1) E-ex : eksplorasi di luar kader referensi subyek, yaitu interviewer menanyakan
hal-hal baru yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan apa yang dikatakan
interviwi. Interviwer bertanya tanpa memperhitungkan jalan pikiran interviwi.
Contoh : Itee1 : “Saya sangat senang melihat film-film Kungfu”
Iter2 : “Siapa teman akrab anda di sekolah?”
2) E-in : eksplorasi di dalam kader referensi subyek

1
Itee = interviwi atau individu yang diinterview
2
Iter = individu yang melakukan interview atau pewawancara

29
Interviwer menanyakan lebih lanjut atau meminta interviwi untuk memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas atau membingungkan.
Contoh: Itee : “Saya senang nonton film-film detektif”
Iter : “Bisa anda terangkan lebih lanjut?”
3) Ev. (Evaluasi, penilaian)
Pernyataan Iinterviwer bersifat menilai pendapat interviwi, Interviwer memberikan
penilaian terhadap tingkah laku, pernyataan atau situasi dari Interviwi. Sikap
menilai ini juga tampak dari keraguan terhadap kebenaran pendapat atau tingkah
laku interviwi.
Contoh : Itee : “Film-film TV yang bagus hanya diputar pada malam hari”
Iter : “Benar begitu? Sore hari juga banyak yang bagus.”
4) A (Asumsi)
Pra anggapan atau pra duga dan pernyataan yang mendahului (antisipasi).
Interviwer menyimpulkan sesuatu tanpa membuktikan kebenarannya terlebih
dahulu, dengan kata lain nterviwer terlalu cepat menarik simpulan
Contoh: Itee : “Saya senang makan buah-buahan yang lunak”
Iter : “Jadi, papaya yang paling enak ya?”
5) O (Ordering)
Perangkuman atau pengaturan bahan-bahan yang dikemukakan dalam interview.
Interviwer mengatur atau menyimpulkan bahan-bahan yang dikemukakn oleh
interviwi. Ada 3 macam respons interviwer yang bisa disekor dengan 0:
 Echo Response
Interviwer mengulang apa yang dikatakan oleh Interviwi dengan kata-kata
yang kurang lebih sama, dengan demikian tidak ditambahkan aksen baru.
 Content Response
Interviwer menerangkan/ menyimpulkan dengan kata-kata baru apa-apa yang
dikemukakan oleh interviwi.Di sini terdapat aksen baru tetapi tidak mencakup
unsur perasaan yang di balik perkataan-perkataan interviwi. Content-response
lebih menyangkut unsure isi pernyataan.
 Feeling Response
Interviwer mengekspresikan perasaan-perasaan interviwi yang tidak disebut
secara ekplisit tetapi tercermin dalam kata-kata atau kelakuan konseli.
Contoh:
Itee : Di toko-toko serba ada barang-barang ditempatkan begitu
30
menarik sehingga mau tak mau saya harus membelinya.
Iter1 : Menurut anda toko-toko serba ada menempatkan barang-
barangnya begitu menarik sehingga mau tak mau
anda harus membelinya (Echo response)
Iter 2 : Toko serba ada mengatur barang-barangnya secara baik (Content-
response).
Iter 3 : Anda punya perasaan seolah-olah terpaksa membeli barang
di toko serba ada. (Feeling response)

Supaya 0 dapat berfungsi sebagai penguat (reinforser) maka sebaiknya


perangkuman diberikan dengan menggunakan kata-kata baru (fresh words) dan
pada akhir perangkuman suara harus naik ke atas (evokatif).
O (perangkuman) yang baik akan sangat memberikan hasil karena ini merupakan
bukti bahwa interviwer memahami informasi yang dikemukakan interviwi dan
bahwa interviwer menaruh perhatian pada interviwi. Hal ini akan mengakibatkan
bertambahnya produksi verbal pada interviwi.
6) I (Informasi)
Interviwer memberikan informasi kepada interviwi, hal ini bisa terjadi karena
interviwi ingin supaya subyek memperhatikan suatu hal tertentu, atau mungkin
sebagai jawaban atas pertanyaan interviwi. I hanya adekwat bila diberikan dalam
introduksi.
7) S (Sisipan)
Reaksi interviwer berupa “sisipan” dalam pembicaraan interviwi. Misalnya: “Hm”
”Ya”
8) F (Formal)
Pernyataan-pernyataan formal yang diucapkan oleh interviwer. Misalnya: “Selamat
pagi” ”Terima kasih”
9) Adv (Advis)
Interviwer memberikan nasihat kepada interviwi, dengan kata lain. Interviwer
bersikap direktif dan menentukan apa yang harus dilakukan interviwi.
Contoh : Iter : “Anda harus pindah dari rumah paman anda, tidak mungkin
anda lebih lama tinggal disitu!”
10) M (menenteramkan) (G= Geruststellen) Ucapan-ucapan interviwer yang
dimaksudkan untuk menenteramkan Interviwi.
31
Contoh:
Iter : “Mempunyai perasaan erotik semacam itu memang sangat normal. Anda tak
usah malu karena anda tertarik dengan lawan jenis.”
e. Model –Model Interview
Murad, J (1983 : 81) menunjukkan ada beberapa model interview, yaitu :
1) Interview Sikap Bebas
Interview sikap bebas adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi mengenai
pendapat seseorang dengan cara non-direktif. Dalam penggunaan model ini
interviewer membatasi diri hanya pada memberikan perangkuman (samenatting)
dan kata-kata sisipan, ia hanya menanyakan lebih lanjut bila ada informasi yang
dipandang kurang jelas.
Dalam model ini, interviwi yang memilih topik pembicaraan dan menentukan
jalannya interview. Dalam interview sikap (attitude interview), yang ingin diketahui
adalah pendapat/sikap interviewi. Interviewi mempunyai kebebasan untuk
menentukan jalannya interview. Reaksi-rekasi iterviewer sesudah pertanyaan mula
hanya berupa perangkuman, menanyakan lebih jauh, atau mengucapkan kata-kata
sisipan.
Murad (1983 : 80) mencatat bahwa interview bebas ini muncul tahun 1929 di
lingkungan psikologi perusahaan ketika Hawthorne menggunakan metode ini dalam
penelitiannya. Karena sifat pertanyaannya yang seringkali sugestif, tidak banyak
informasi yang didapatkan dengan cara ini. Meskipun demikian, pada tahun 1941
Rogers mengangkat kembali metode ini, menurut Rogers perasaan yang ada di balik
pernyataan responden (interviewi) itu perlu diverbalisir.
 Cara memulai Interview Sikap Bebas
Interview dimulai dengan cara ”Mengenalkan jati diri interviewer, dari mana dia
berasal, dan informasi apa yang diharapkan dari interviwee”
misal :”Saya datang dari lembaga ................., kami sedang melakukan penelitian
berkenaan dengan pendapat guru di .........tentang sertifikasi guru yang akhir-akhir
ini digalakkan oleh pemerintah. Bagaimana pendapat Anda tentang masalah
tersebut? Pembukaan seperti dicontohkan di atas, diharapkan bisa mencegah
terjadinya bias. Pertanyaan pertama haruslah mempunyai satu arti (mono-
interpretation), tidak ada interpretasi lain. Di bawah ini adalah contoh pertanyaan
yang bisa mengundang banyak interpretasi :

32
”Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan tentang .......... ”
 Reaksi-Reaksi Adekwat
Agar interview sikap dapat digolongkan baik, maka kategori reaksi-reaksi
pertanyaan-pertanyaan interviewi haruslah sebagai berikut :
 I hanya terdapat pada permulaan interview
 E-ex hanya boleh ada sebagai pertanyaan awal, setelah pertanyaan awal E-
ex tidak boleh ada lagi
 Ev dan A tidak boleh ada lagi selama interview.
 O dan E-in harus sebanyak mungkin dilakukan.
 Ucapan sisipan seperti ”Ya, ya, hm, hm” sebaiknya ada. Ucapan-ucapan ini
bisa menaikkan produksi verbal dari interviwi, sebab ucapan-ucapan itu
dipandang sebagai reinforcement.
 Jangka waktu bicara antara interviwer dibanding interviwi sebaiknya 1 : 2
 Penilaian Kualitas Interview Sikap Bebas
Penilaian terhadap kualitas inhterviu sikap bebas bisa dilakukan dengan
penilaian kuantitatif dan kualitatif berikut :
 Penilaian Kuantitatif
Norma penilaian kuantitatif adalah
sebagi berikut :
Jumlah banyaknya reaksi interviwer yang dapat digolongkan dalam kategori O
dan E-in, dibagi dengan jumlah seluruh reaksi interviwer (F dan S tidak
termasuk).
Bila interview yang dilakukan tergolong baik, hasil pembagian ini haruslah
lebih dari 60%
O  E  in
Rumus : x100%  60%
N  (F  S )

Misal : interviewer melakukan interview, dari hasil pengamatan selama


pelaksanaan interview ditemukan reaksi interviewer yang bisa digolongkan
sebagai perangkuman (O) ada 10 kali, sedang interviewer menanyakan lebih
lanjut hal-hal yang kurang jelas dari interviwi (E-in) ada 5 kali. Jumlah reaksi
interviwer ada 20 kali. Maka hasil perhitungannya adalah 10 + 5 dibagi 20 hasil
pembagian itu dikali 100% = 75. Sesuai kriteria yang ditetapkan yaitu sama
dengan atau lebih dari 60, maka interview yang dilakukan tergolong baik.

33
 Penilaian Kualitatif
Norma untuk interview sikap bebas yang baik adalah :
1. A dan Ev tidak boleh ada
2. Jangka waktu berbicara interviwr dengan interviwi haruslah 1 : 2
3. E-ex hanya boleh ada pada pertanyaan mula
4. E-in hanya boleh ada pada informasi iterviwi yang kurang jelas

2) Interview (percakapan) Konseling


Interview konseling lazim digunakan manakala seorang konseli minta bantuan
kepada konselor dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapinya. Secara garis
besar terdapat dua bentuk interview konseling, yaitu model direktif (diagnosis-resep)
dan model non-direktif. Kedua model tersebut dijelaskan berikut :

2.1) Model direktif (diagnosis-resep)


Pada model ini, interviwer menanyakan sesgala sesuatu yang diduga menjadi
sumber masalah yang dihadapi konseli. Berdasarkan hasil wawancara itu kemudian
konselor membuat diagnosis yaitu berupa penetapan penyebab masalah yang dihadapi
konseli. Mendasarkan diagnosis itu kemudian konselor memberi resep berupa nasehat
yang perlu dilakukan konseli agar masalah yang dihadapinya bisa terselesaikan dengan
baik.
Pada model ini, interviwer bersifat aktif memimpin percakapan atau lebih bersifat
direktif. Karena konselor yang justru lebih aktif sementara konseli pasif, akibatnya
konseli justru menjadi lebih tergantung pada konselor. Padahal seharusnya konseli
sendiri yang seharusnya lebih banyak mengambil insiatif, sedang konselor lebih banyak
memberi alternatif-alternatif, dukungan dan atau penguatan terhadap langkah-langkah
positif yang dipilih konseli.
Meskipun terdapat kelemahan pada interview model ini yaitu konseli menjadi
tergantung, dan kadang nasehqat konselor tidak dilaksanakan; tetapi bagi konseli usia
anak-anak atau individu yang kurang cerdas, interview konseling model ini masih bisa
digunakan.

34
2.2) Model non-direktif
Interview model ini didasarkan pada asumsi bahwa individu memiliki potensi
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dan ia sendiri yang harus menyelesaikan
maslah yang sedang dihadapi. Fungsi interviwer sekedar membantu interviwi
mengeksplorasi perasaan-perasaan dan motiv-motiv yang sementara masih terpendam,
kemudian membantu interviwi menemukan jalan keluar dari persoalan yang sedang
dihadapinya.
Dalam model non-direktif ini, kategori pernyataan yang banyak digunakan adalah
O dalam bentuk refleksi perasaan (O-feeling) dan E-in. Refleksi bukanlah pernyataan
absolut, tetapi merupakan ungkapan yang menggambarkan bahwa interviwer
memahami interviwi. Dalam melakukan refleksi diseyogiakan agar interwiwer
memperhatikan hal-hal berikut :
 Refleksi harus merupakan refleksi konkrit dari perasaan yang mendasari ucapan
interviwi
 Refleksi perasaan harus empunyai intensitas yang sama dengan yang terkandung
dalam ucapan interviwi.
 Nada reflekdi harus sama dengan perasaan yang dicoba untuk direflekksikan,
dengan kata lain jika interviwer bermaksud merefleksikan perasaan cemas, maka
ia tidak dapat mengucapkannnya dengan sura tak acuh.
 Interviwi yang lebih mengetahui apakah rekleksi konselor tepat atau tidak.
 Ekspresi yang sukses akan mendorong interviwi untuk mengksplorasi perasaan
lebih lanjut.
Di bawah ini disajikan contoh refleksi yang baik dan tidak baik dari interviwer
terhadap ungkapan perasaan interviwi. Ia adalah seorang gadis, anak tunggal, sudah
beberapa lama ia tinggal rumah pondokan terpisah dari orang tuanya.
Interviwi : Kalau saya pulang .........., teganglah suasana di rumah. Kalau saya cerita
sedikit tentang kehidupan saya sehari-hari di pondokan, mereka (orang tua
saya) tidak bisa mengerti. Mereka sebenarnya tidak setuju dengan apa yang
saya lakukan.
Semula terpikir ............, eh ........... saya pikir saya tidak maumenceritakan
semuanya. Ya ............. kalau merupakan anak tunggal, ya begitulah, menjadi
milik berharga bagi orang tua ..................... agak terlalu berharga, sdaya
kira.
Tiga kemungkinan refleksi yang disampaikan interviwer adalah berikut :
35
Refleksi 1 : mereka bermaksud baik, tetapi mereka begitu khawatir, sehingga mereka
merasa tercekam.
Refleksi 2 : Orang tua merasa sulit untuk melepaskan anak satu-satunya.
Refleksi 3 : Karena orang tua Anda sangat memperhatikan, Anda justru merasa
tegang.
Dari tiga refleksi interviwer di atas, reflkeksi yang terbaik adalah refleksi yang
pertama, sebab refleksi itu konkrit dan merefleksikan perasaan yang mendasari ucapan
intterviwi. Selain konkrit, refleksi pertama juga mempunyai intensitas yang sama
dengan yang terkandung dalam ucapan interviwi. Refleksi ke dua dan tiga terlalu samar
dan umum.

3) Percakapan Berita Buruk


Seperti yang tercakup dalam namanya, maka tujuan dari percakapan ini adalah
menyampaikan berita buruk. Dalam beberapa kasus, seorang konselor perlu memiliki
kecakapan untuk menyampaikan berita buruk ini, misal :
a. Konselor memberitahukan bahwa orang tua konseli terkena musibah
b. Konselor hendak menyampaikan informasi, bahwa seorang siswa tidak
memenuhi syarat untuk memasuki suatu univesitas.
c. Konselor memberitahukan bahwa seorang siswa terpaksa tidak naik kelas
Dalam menyampaikan berita buruk, interviwer (konselor) harus
mempertmbangkan bahwa berita buruk yanghendak ia sampaikan bisa mengakibatkan
frustasi bagi penerima berta tersebut. Karena interviwer merasa kurang mampu
menghadapi frustasi yang ditimbulkan pada interviwi, maka interviwer sering berupaya
menghndari frustasi yang mungkin timbul pada interviwi, kahirnya ia melakukan
”reaksi menghindar” dalam beberapa bentuk berikut :
a. Menunda-menunda penyampaian berita buruk. Interviwer tidak langsung
menyampaikan berita buruk itu, tetapi ia membicarakan hal-hal lain lebih
dahulu.
b. Metode ”menggantung diri sendiri (hang yourself). Dalam metode ni
interviwer tidak secar eksplisit menyampaikan berita buruk tersebut, tetapi ia
mengajukan berbagai pertanyaan sambil secara tidak langsung memberi
petunjuk kepada inteviwi, sehingga kahirnya interviwi terpaksa ”menggantung
dirinya sendiri”.
36
c. Membungkus berita buruk itu sehingga seakan-akan lebih bagus dari yang
sesungguhnya. Seorang konselor tidak sampai hati menyatakan bahwa seorang
siswa yang sudah lama bercita-cita ingin masuk ABRI, lantaran tinggi badan
siswa tersebut tidak memenuhi syarat, konselor tersebut tidak menyampaikan
tidak terpenuhinya syarat tersebut, tetapi menrankan siswa tersebut untuk
melanjutkan kuliah, dengan alasan setelah kuliah prospeknya akan lebih bagus.
Padahal dalam kenyataannya tidak selalu demikian.
d. Banyak memberikan alasan-alasan (justifikasi). Interviwer menyampaikan
berita buruk setelah itu memberikan berbagai alasan untuk membenarkan
”berita buruk” tersebut. Alasan itu berlebihan dan sering tidak sesuai kenyataan
Beberapa bentuk reaksi interviwi dalam menaggapi berita buruk adalah (a) reaksi
agresif, ada yang menyampaikan dalam bentuk tingkah laku seperti memukul meja,
merobek-robek kertas dan lain sebaginya. Tepai ada pula yang berbentuk kata-kata
yang diucapkan atau tidak diucapkan, (b) penolakan terhadap berita buruk yang
disampaikan oleh interviwer, (c) regresi yaitu iterviwi mundur dalam bentuk reaksi
yang kurang matang (misal berlaku kekanak-kanakan, (d) sterotipe yaitu mengulang-
ulangkalimat-kalimat tertentu, misalnya ”Sungguh saya tidak mengira”. Kalimat
diucapkan berulang kali.
f. Langkah-langkah dalam Penyusunan Panduan Wawancara (Interview Guide).
Panduan wawancara lazimnya berisi catatan garis besar dan singkat tentang apa
yang ditanyakan, dari catatan singkat inilah pertanyaan-pertanyaan disusun dan
dikembangkan. Panduan wawancara berfungsi (a) sebagai panduan tentang pokok-
pokok persoalan (tema-tema) yang akan ditanyakan jika interview itu sebagai metode
primer, (b) menghindarkan peneliti dari melupakan persoalan yang relevan dengan
tujuan penelitian, (c) meningkatkan interview sebagai suatu metode yang hasilnya
memenuhi prinsip komparabilitas.
Hadi (2004 : 201) memandang bahwa pedoman wawancara kadang-kadang perlu
dihafal di luar kepala, meskipun dalam beberapa hal peneliti bisa saja melihat pedoman
itu setiap saat. Pedoman wawancara ini lazimnya berisi catatan dalam bentuk garis besar
dan singkat tentang apa-apa yang ditanyakan. Sedang materi pertanyaan sangat
tergantung pada tujuan penelitian, di samping itu juga tergantung pada fungsi interview
itu digunakan, sebagai metode primer, sebagai metode pelengkap, atau sebagai
kriterium. Dalam kedudukannya sebagai metode primer, pedoman wawancara itu tentu

37
berisi semua persoalan pokok yang hendak dicari pemecahannya. Jika posisinya
sebagai metode pelengkap, maka pedoman itu tentu disesuaikan dengan rencana
keseluruhan, data-data mana yang akan digali dengan metode lain dan data mana yang
hendak digali dengan metode interview. Sedang jika posisinya sebagai kriterium yaitu
menguji kebenaran dan kemantapan data yang telah diperoleh dengan cara lain
(observasi, daftar cek, tes) maka pedoman wawancara biasanya berisi hal-hal atau data-
data yang masih diragukan atau perlu digali lebih dalam dengan metode intetrviu.
Gall, dkk (2003: 236-37) menunjukkan langkah-langkah yang perlu dilakukan
dalam menyusun pedoman wawancara (interview guide) yaitu (1) tetapkan tujuan
penelitian, (2) tetapkan sampel (subyek yang hendak diwawancarai), (3) merancang
bentuk interview, (4) mengembangkan pertanyaan, (5) memilih dan melatih
interviewer, (6) melakukan uji coba prosedur interview, (7) melakukan interview, dan
(8) menganalisis data hasil interview.
g. Syarat-Syarat Interviewer Yang Baik
Murad (1983) dan Gall, M.D (2003 : 245) menunjukkan beberapa syarat
interviwer yang baik disarikan berikut :
 Hendaknya ia mempunyai minat yang sungguh-sungguh terhadap orang lain.
 Ia hendaknya mempunyai pengertian, bersimpati dan berempati dengan interviwi
 Mempunyai pengalaman hidup dan daya observasi yang tajam, seyogianya ia tidak
terkurung hanya dalam satu lingkungan saja.
 Mudah menyesuaikan diri dengan situasi sosial.
 Memahami dan mampu menggunakan pedoman wawancara dengan baik.
 Memahami tujuan akhir yang hendak dicapai melalui interview.
 Mampu memanfaatkan alat-alat bantu (tape recorder dan alat-alat pencatat data
dengan baik).
h. Pentingnya Hubungan Baik Antara Interviewer Dan Interviewi
Untuk memperoleh informasi yang memadai dan seobyektif mungkin, seorang
penyelidik dalam mengadakan interview tidak dapat bersikap egoistik, dalam arti hanya
mementingkan kebutuhannya sendiri semata-mata tanpa memperhatikan situasi orang yang
diinterview. Interviewi adalah seorang manusia yang mempunyai sikap simpati dan
antipati, serta mempunyai kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
kepadanya. Ia bisa tersinggung oleh sikap dan kata-kata, dan ia bisa acuh tak acuh atau
memberi jawaban yang tidak semestinya.

38
Hubungan yang baik antara interviewer dan interviewi akan tampak dalam suasana
interview. Suasana interview yang baik adalah suasana yang dijiwai oleh kerjasama, saling
menghargai, saling mempercayai, serta saling memberi dan menerima. Suasana itu begitu
penting, sebab hanya dalam suasana semacam itu informasi yang benar dapat diperoleh.
Karena itu, tugas seorang interviewer tidak hanya terbatas untuk mendapatkan informasi
(information getting), melainkan juga meratakna jalan (motivating) ke arah pembentukan
suatu suasana interview yang sebaik-baiknya. Sutrisno hadi (2004 : 194-95) menunjukkan
beberapa cara yang bisa dilakukan agar tercipa suasana interview yang baik yaitu :
 Melalui cara partisipasi, yaitu turut serta dalam kegiatan-kegiatan informan sehari-hari
atau dalam peristiwa tertentu.
 Melalui cara identifikasi, yaitu interviewer memperkenalkan diri sebagai ”orang
dalam”, dan meyakinkan informan bahwa ia adalah sahabat mereka atau ia adalah
mereka, bekerja untuk cita-cita mereka.
 Melalui cara persuasi, yaitu interviewer seacara sopan dan ramah-tamah menerangkan
maksud dan keperluan kedatangannya dan meyakinkan informan tentang betapa
pentingnya informasi-informasi yang ia butuhkan.
 Melalui tokoh-pengantar, yaitu dengan minta bantuan seseorang yang dipandang
sebagai tokoh oleh informan, ia diajak dan diminta menjadi pengantar kehadirannya,
dan menerangkan keperluan serta pentingnya memberikan informasi secukupnya
kepada interviewer.
i. Mengusahakan Hubungan Baik Dengan Interviwi
Agar tercipta suasana yang baik dengan interviewi, interviewer seyogianya bisa
menyisihkan sebagian waktunya untuk menciptakan suasana hubungan yang baik dengan
interviwi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Adakan pembicaraan-pembicaraan pemanasan yang hangat pada permulaan
interview.
 Kemukakan tujuan interview dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh interviewi,
dan kemukakan hal itu dengan segala kerendahan hati serta sikap yang bersahabat.
 Hubungkan pokok-pokok pembicaraan dengan perhatian interviwi, dan tariklah
minatnya ke arah pokok-pokok persoalan yang akan ditanyakan.
 Timbulkan suasana yang bebas sehingga penjawab tidak merasa tertekan baik oleh
pertanyaan-pertanyaan peneliti maupun oleh suasana di sekitarnya.

39
 Peneliti sendiri tidak boleh memperlihatkan sikap yang tergesa-gesa, sikap kurang
menghargai jawaban, atau sikap kurang percaya.
 Berikan dorongan kepada interviwi yang dapat menimbulkan perasaan bahwa ia
adalah orang yang penting dan diperlukan sekali kerjasama dan bantuannya untuk
memecahkan suatu persoalan penelitian.
j. Melatih Kemahiran Dan Ketangkasan Interview
Bagi mereka yang dikaruniai pembawaan terampil melakukan wawancara, pelatihan
interview mungkin tidak terasa diperlukan, tetapi bagi mereka yang belum terampil
melakukan interview, pelatihan melakukan interview sangat diperlukan. Sutrisno Hadi
(2004, II : 196-99) menunjukkan beberapa unsur yang perlu mendapat pelatihan dalam
latihan, yaitu :
 Pertanyaan-pertanyaan pembukaan. Pada tahap permulaan interview, pertanyaan
yang diajukan seyogianya hal-hal yang netral dan ringan (misal : bertanya tentang
kondisi kesehatan, atau tugas-tugas yang sedang atau baru saja diselesaikan).
Pertanyaan-pertanyaan yang terlalu berat atau mendadak bisa menyebabkan
interviwi menarik diri, melawan, dan menolak.
 Gaya bicara. Interviwer seyogianya berbicara terus terang, sederhana, dan mengarah
pada inti pembicaraan. Sebaliknya, gaya berbicara yang terlalu berbelit-belit dan
berputar-putar seyogianya dihindari. Diingatkan bahwa pertanyaan yang berbelit-belit
akan mendorong interviwi untuk melakukan hal yang sama, yaitu memberi jawaban
yang berbelit-belit dan berputar-putar pula, sehingga jawaban itu sulit difahami dan
susah dipercaya kebenarannya.
 Nada dan irama. Nada dan irama hendaknya disesuaikan dengan isi pembicaraan.
Nada bicara sangat membantu lawan bicara (interviwi) untuk memahami bagian-
bagian penting dan perlu perhatian lebih. Di camping nada bicara, irama bicara juga
berperan penting dalam suksesnya interviú. Irama bicara yang terlalu cepat
menyebabkan isi pembicaraan sulit ditangkap dan bisa jadi menimbulkan kesan pada
interviwi merasa menerima pertanyaan yang bertubi-tubi, sehingga ia merasa tidak
mendapatkan kesempatan yang cukup untuk mengingat peristiwa-peristiwa masa
lampau, dan memberikan jawaban secara lengkap.
 Sikap bertanya. Suasana interview yang ideal adalah suasana sebagai “sahabat karib”

40
k. Kecemasan Interviwi dalam Intervieu
Apabila interview berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pribadi, maka kemungkinan
besar akan timbul kecemasan pada diri interviwi. Timbulnya kecemasan dalam
berkomunikasi (Communication anxiety) ini berhubungan dengan communication of
personal data.
Wallen (dalam Murad 1983), menyebutkan beberapa hal yang bisa menyebab-kan
communication anxiety berikut:
 Interviwi takut terhadap kritik (moral judgement) dari interviwer. Ia takut akan
mendapat kritik dari interviwer. Perasaan ini timbul karena interviwi sendiri
mempunyai perasaan malu dan bersalah, ia mengharapkan interviwer mempunyai
pendapat yang sama.
 Interviwi takut bahwa informasi yang akan diberikannya kepada Interviwer akan
digunakan secara salah dan akan merugikan dirinya. Dengan memberikan informasi
pribadi interviwi seakan-akan memberi kekuasaan kepada interviwer.
 Interviwi takut bahwa interviwer yang ahli ini akan menemukan ”kebenaran-kebenaran
mengerikan” tentang dirinya, sedangkan dia sendiri tidak mempunyai pengetahuan
tentang hal ini.
 Kecemasan bisa timbul karena interviwer menanyakan hal-hal tertentu yang biasanya
selalu diusahakan untuk dilupakan sebagai cara pertahanan diri.
Untuk mengurangi kecemasan-kecemasan di atas, Wallen menunjukkan bahwa
interviwer bisa menyampaikan kepada interviwi rasa penerimaan (acceptance) terhadap
diri interviwi, agar bisa mengurangi faktor eksternal yang mendorong timbulnya
kecemasan.” Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah (a) menunjukkan minat tanpa ingin
menyelidik, dan (b) responsif, hangat tanpa menilai, (c) reseptif tanpa menuntut.
l. Sumber-sumber Kesalahan dalam Melaporkan Hasil Interview
Sutrisno Hadi (2004, II : 212) menunjukkan beberapa sumber kesalahan dalam
melaporkan hasil interview, yaitu :
 Error of recognition, yaitu kesalahan yang bersumber dari ingatan interviwer yang
tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya, akibatnya interviwer tidak mampu
mengingat kembali informasi yang disampaikan oleh interviwi. Hal ini bisa terjadi
karena (a) jangka waktu antara pelaksanaan interview dengan pencatatan terlalu lama,
(b) interviwer memandang kurang penting terhadap informasi-informasi yang
semsetinya penting, dan (c) terlalu dikuasai oleh suatu keinginan. Untuk mengatasi

41
masalah ini, disarankan interviwer memanfaatkan alat-alat bantu seperti tape recorder,
camera video, atau memanfaatkan hondphone yang sudah dilengkapi dengan alat
perekam suar dan gambar.
 Error of omission, yaitu kesalahan yang bersumber dari kelalaian tidak
mencantumkan atau melaporkan sesuatu yang seharusnya dilaporkan. Sutrisno Hadi
(2004, II : 212) menunjukkan bahwa hampir semua laporan interview mengalami error
ini, paling sedikit terjadi pada interview yang dicatat dengan alat-alat elektronik
(seperti : tape recorder), lebih banyak kesalahan terjadi pada pencatatan dengan kode-
kode, lebih banyak lagi pada interview yang dicatat secara manual, dan terbanyak
pada interview yang tidak dicatat.
 Error of addition, yaitu kesalahan yang terjadi karena penulis laporan melebih-
lebihkan atau telah memasak jawaban interviwi. Meskpiun error ini dinilai jarang
terjadi, tetapi pelapor interview disarankan untuk lebih berhati-hati bisa jadi terjadi
kesalahan lantaran kepentingan untuk mendukung simpulan yang telah direncanakan
sebelumnya.
 Error of substitution, yaitu kesalahan yang bersumber dari penggantian, kesalahan ini
terjadi karena pelapor tidak bisa mengingat-ingat dengan benar apa yang dikatakan
oleh interviwi kemudian dia mengganti dengan kata-kata lain yang maknanya berbeda
dengan apa yang dimaksud oleh interviwi. Untuk mengatasi kelemahan ini, jika
terjadi error diseyogiakan untuk menanya kembali kepada sumber informasi, atau jika
kata-kata yang diucapkan interviwi diduga memiliki makna yang berbeda dengan
pemaknaan interviewer, seyogianya ditanyakan maknanya kepada interviwi atau
pihak lain yang diduga lebih mengetahui masalah tersebut.
 Error of transpotition, yaitu kesalahan yang terjadi karena interviwer tidak mampu
mereproduksi sistematika atau urutan kejadian menurut waktu dan atau hubungan
antar fakta seperi apa adanya. Kemudian intervewer tidak melaporkan urutan atau
hubungan tidak seperti apa adanya. Error ini lebih jarang terjadi daripada error of
omission, tetapi lebih sering terjadi daripada error of addition dan error of
substitution. Untuk menghindari error ini, seyogianya interviwer mencatat secara teliti
dan menanyakan hubungan antar fakta kepada interviwi jika dipandang perlu.

42
4. Alat Ungkap Masalah (AUM)
a. Pengertian
AUM atau alat ungkap masalah merupakan instrumen non tes dalam kegiatan
pelayanan Bimbingan dan Konseling yang digunakan untuk mengungkapkan aspek-
aspek permasalahan yang sedang dihadapi individu atau konseli. Pada
perkembangannya, kondisi permasalahan individu atau konseli pada kehidupan sehari-
harinya secara umum dapat diungkapkan melalui AUM Umum dan kondisi-kondisi
permasalahan khusus yang dialami individu terutama tentang masalah kegiatan belajar
yang dilakukannya dapat diungkapkan dengan AUM PTSDL. Keseluruhan AUM yaitu
AUM Umum dan AUM PTSDL sepenuhnya dimanfaatkan untuk pelaksanaan kegiatan
pelayanan BK oleh Guru BK atau Konselor.
Sejak perkembangan terakhir, di Indonesia, instrumen untuk mengungkapkan
permasalahan-permasalahan umum yang dialami individu, yang berkaitan dengan
pelayanan BK merupakan terjemahan/adaptasi instrumen yang dikembangkan Ross L.
Mooney revisi tahun 1950 yaitu Mooney Problem Check List (MPCL). Prayitno dkk.
kemudian menyusun instrumen yang sejenis dengan MPCL untuk dapat dimanfaatkan
dalam pelayanan BK yaitu Alat Ungkap Masalah (AUM) yang lebih disesuaikan
dengan kondisi di Indonesia atau di tanah air, yang tetap memperhatikan format dan
kandungan isi MPCL. AUM Umum sebagai alat ungkap masalah merupakan instrumen
non-tes dalam kegiatan pendukung pelayanan BK guna mengungkapkan masalah-
masalah umum yang dialami oleh siswa (Prayitno, 2008:5).
Secara lebih khusus, instrumen pelayanan BK di Indonesia yang digunakan
untuk mengungkapkan masalah-masalah kegiatan belajar yang dialami individu atau
siswa adalah terjemahan dari instrumen Survey of Study Habits and Attitudes (SSHA),
pengembangannya William F. Brown dan Wayne H. Holtzman sejak tahun 1953.
Selanjutnya tahun 1965, SSHA diadaptasi dan divalidasi di Bandung oleh Prayitno dan
tahun 1982, alat atau instrumen ini dilakukan pengembangan lagi oleh Marjohan di
Padang dengan memvalidasi SSHA versi baru yang dikenal dengan instrumen
Pengungkapan Sikap dan Kebiasaan Belajar (PSKB).
PSKB pada perkembangannya dipandang belum secara penuh mampu
mengungkapkan sikap dan kebiasaan belajar individu atau siswa, yang kemudian
disempurnakan lagi melalui program SP-4 menjadi AUM PTSDL. Prayitno (2008:5)
menjelaskan bahwa, “AUM PTSDL sebagai alat ungkap masalah merupakan instrumen

43
non-tes dalam kegiatan pendukung pelayanan BK untuk mengungkapkan masalah-
masalah khusus yang berkaitan dengan upaya dan penyelenggaraan kegiatan belajar
siswa”. Aspek komponen kegiatan belajar yang diungkapkan AUM PTSDL yaitu
prasyarat penguasaan materi pelajaran (P), keterampilan belajar (T), sarana belajar (S),
kondisi diri pribadi (D), dan kondisi lingkungan dan sosio-emosional (L).

b. Manfaat AUM
Menurut Gantina ( 2016: 135) Manfaat pengunaan AUM adalah:
 Konselor lebih mengenal peserta didiknya yang membutuhkan bantuan segera
 Konselor memiliki peta masalah individu maupun kelompok
 Hasil AUM dapat digunakan sebagai landasan penetapan layanan BK yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik
 Peserta didik dapat memahami apakah dirinya memerlukan bantuan atau tidak
c. Kelebihan dan Kelemahan AUM
Kelebihan AUM ( Gantina, 2016: 134) adalah
 Pelaksanaan AUM bisa dilakukan secara individual, kelompok maupun klasikal
 Instrumen AUM memiliki validitas dan reliabiltas tinggi
 Memudahkan peserta didik mengenali masalah yang sedang atau pernah
dialaminya
 Adanya software AUM mempermudah dan mempercepat konselor mengolah data
Kelemahan
 Membutuhkan waktu yang banyak untuk pengolahan hasil, sebagai konsekuensi
dari bannyakknya jumlah bidang masalah dan jumlah butir pernyataan masalah
yang tersedia.

A. Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan modul tentang Assesmen Teknik Non Tes I. Hal-hal
penting yang telah Anda pelajari dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Observasi adalah kegiatan mengenali observee dengan menggunakan pancaindra yang
dilakukan secara sistematis dan bertujuan sehingga diperoleh fakta tentang tingkahlaku
siswa misalnya saat mengerjakan tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain
maupun karakteristik khusus yang tampak dalam menghadapi situasi atau masalah.
2. Ada bermacam-macam bentuk observasi, bisa dilihat dari keterlibat-an observer dalam
kegiatan yang sedang dilakukan oleh observee, bentuk lingkungan, tujuan observasi,

44
dan tingkatan keahlian yang diperlukan. Bentuk manapun yang digunakan seyoyanya
dilakukan dengan persiapan yang matang dalam bentuk panduan observasi.
3. Ada sejumlah kelemahan observasi, observer seyogianya memahami kelemahan-
kelemahan tersebut dan berupaya untuk meminimalisir seperti menggunakan alat bantu
observasi, melakukan pencatatan segera, dan melibatkan bebrapa orang observer, dan
memanfaatkan metode pelengkap.
4. Daftar juga cek bisa dimanfaatkan untuk (1) menggambarkan atau mengevaluasi
seseorang, obyek, atau peristiwa tertentu, (2) menemukan faktor-faktor yang relevan
dengan masalah yang sedang menjadi pusat perhatian, dan (3) pencatatan lebih rinci
dan sistematis terhadap faktor-faktor yang sedang diteliti
5. Daftar Cek Masalah (DCM) berfungsi untuk (a) membantu individu menyatakan
masalah yang pernah dan atau sedang dihadapi, (b) mensisitemtisasi masalah yang
dihadapi individu atau kelompok, dan (c) memudahkan analisis dan pengambilan
keputusan dalam penyusunan program bimbingan lantaran jelas mana masalah yang
menonjol dan perlu mendapat preoritas, (d) memberi kemudahan bagi konselor dalam
menetapkan individu-individu yang perlu mendapat perhatian khusus.
6. Analisis hasil DCM bisa dilakukan dengan (1) analisis individual, (b) analisis
kelompok, analisis kelompok bisa dilakukan dengan analisis per-butir masalah, dan
analisis per-topik masalah. Demikian pula penyajian hasilnya, juga bisa disajikan
dengan bentuk (1) sajian individual, (2) sajian kelompok, dan (3) sajian per-individu
per-topik masalah
7. Interview didefinisikan sebagai teknik pengumpulan data dengan cara tanya- jawab
lisan yang dilakukan secara sistematis guna mencapai tujuan penelitian. Pada umumnya
interview dilakukan oleh dua orang atau lebih, satu pihak sebagai pencari data
(interviewer) pihak yang lain sebagai sumber data (interviewee) dengan memanfaatkan
saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar
8. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam menyusun pedoman wawancara
(interview guide) yaitu (1) tetapkan tujuan penelitian, (2) tetapkan sampel (subyek
yang hendak diwawancarai), (3) merancang bentuk interview, (4) mengembangkan
pertanyaan, (5) memilih dan melatih interviewer, (6) melakukan uji coba prosedur
interview, (7) melakukan nterview, dan (8) menganalisis data hasil interview.
9. AUM atau alat ungkap masalah merupakan instrumen non tes dalam kegiatan
pelayanan Bimbingan dan Konseling yang digunakan untuk mengungkapkan aspek-
aspek permasalahan yang sedang dihadapi individu atau konseli
45
F. DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L.R 1996. Rating Scales and Checlists. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Djumhana, Anna. 1983. Metode Observasi Dalam Konseling (Kumpulan naskah dalam :
Materi dasar Pendidikan Program Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi).
Jakarta : Depdikbud, Dirjen Dikti
Furqon & Sunarya, Y. 2011. Perkembangan Instrumen Asesmen Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Rajawali Pers
Gall,H.D. Gall,J.P. Borg, (2003) W.R Educational Research : an Introduction. USA : Pearson
Education Inc
Gibson, R.L. & Mitchell. M.H. Introduction to Counseling and Guidance (Fourth Editiion).
New Jersey : Prentice Hall
Hadi, S. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset
Hidayah, N. 2012. Pemahaman Individu Non Tes (Buku Ajar). Universitas Negeri Malang
Komalasari, G.dkk. 2016. Asesmen Teknik Non Tes dalam Perspektif BK Komprehensif.
Jakarta: Indeks
Prayitno. 2008. Alat Ungkap Masalah PTSDL. Padang: UNP Press.

Prayitno. 2008. Alat Ungkap Masalah Umum. Padang: UNP Press.

Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: UNP Press.

Walgito, B. (2010). Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karier). Yogyakarta: Andi.
Yogyakarta.

46

Anda mungkin juga menyukai