Anda di halaman 1dari 11

AGAMA YANG BERKEMBANG DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT TĀRUMANĀGARA

Ima Offiana
SMA Negeri 1 Genteng

Abstrak: Dari catatan berita Cina menyebutkan beberapa negara terletak di daerah Jawa. Salah
satunya nama To-lo-mo menunjukkan satu daerah yang sama, atau pada masa itu di Jawa Barat
terdapat dua kerajaan yang dikenal oleh Cina. Tārumanāgara merupakan salah satu negara yang
diketahui sebagai peninggalan abad V M. Secara fonetik dapat dipertanggungjawabkan, jika yang
dimaksud dengan To-lo-mo adalah Tārumanāgara. Kerajaan Tārumanāgara merupakan kerajaan
tertua di Jawa Barat. Bukti-bukti otentik dari adanya kerajaan Tārumanāgara adalah tujuh prasasti
yang ditemukan. Kehidupan masyarakat masa itu dapat diketahui dari adanya informasi yang ada
dalam beberapa prasasti yang ditemukan. Selain itu, adanya berita Cina yaitu berita Fa-hsien
sangat penting menyelidiki kehidupan keagamaan zaman Tārumanāgara. Dilain sisi, menurut
prasasti Tugu dapat digali informasi bahwasanya ada kepercayaan yang berkembang di
Tārumanāgara.

Kata Kunci: To-lo-mo, Tārumanāgara, berita, agama, prasasti.

Pendahuluan: Kerajaan Tārumanāgara merupakan salah satu kerajaan tertua di


Jawa. Letak kerajaan ini berada di wilayah Jawa Barat. Tārumanāgara merupakan
negara pertama di Jawa Barat yang mendapat pengaruh India. Kerajaan ini
berkembang pada abad ke-5 Masehi dengan raja yang bernama Pūrnawarman.
“Berdasarkan data yang ada diduga keberadaan kerajaan Tārumanāgara
berlangsung dari abad ke-5 hingga akhir abad ke-7 M.” (Sumadio, 1990: 37-45)
Bahkan Kerajaan Tārumanāgara termasuk salah satu kerajaan pertama di
Nusantara. Sumber-sumber sejarah yang didapat diantaranya dari berita luar
negeri. “Sumber sejarah lain yang diperoleh dari musafir Cina bernama Fa-hsien
yang singgah di Tārumanāgara dalam tahun 414 M.” (Widyosiswoyo, 1992: 57)

Berita dari Fa-hsien, seorang musafir Cina (pendeta Buddha) yang


terdampar di Yepoti (Yawadhipa/Jawa) tepatnya To-lo-mo (Tāruma). Pada
catatannya menyebutkan tentang agama-agama yang dipeluk oleh rakyat To-lo-
mo masa itu. Catatan perjalanan I-tsing (abad VII M) menyebutkan beberapa
negara, diantaranya Mo-ho-sin. Ada pula berita Cina tentang nama To-lo-mo yang

1
berasal dari dinasti Soui pada tahun 528 dan 535. Muncul pula berita dinasti
T’ang awal atau T’ang muda membawa utusan To-lo-mo ditahun 666 dan 669.
“Menurut beberapa ahli nama Tolomo merupakan lafal Cina dari Tāruma .”
(Sumadio, 1990: 44)

Gambar 1. Peta Kekuasaan Tārumanāgara (kerajaanIndonesia.com)

Bukti lain yang menunjukkan adanya kerajaan adalah ditemukannya


beberapa prasasti. Kebanyakan prasasti yang ditemukan di daerah Cisadane.
Prasasti-prasasti tersebut diantaranya prasasti Ciaruteun (Ciampea, Bogor),
prasasti Pasir Koleangkak (Jambu), prasasti Kebon Kopi, prasasti Tugu, prasasti
Pasir Awi, prasasti Cianten, dan prasasti Cidang hiang atau Lebak. Selain
beberapa prasasti yang ditemukan, juga bukti temuan arkeologis memperkuat
dugaan adanya sebuah negara dengan kehidupan masyarakatnya. Dari beberapa
penemuan prasasti tentang kerajaan Tārumanāgara, maka letak kerajaan itu adalah
di wilayah Jawa Barat. Diperkirakan pusat kerajaan diperkirakan terletak di
sekitar wilayah Bogor yang sekarang. “Pusat kerajaan atau istana Tārumanāgara
hingga kini masih menjadi bahan perdebatan para ahli namun tetap dapat
ditafsirkan bahwa permukiman di Bogor telah ada sejak abad ke-5 M.”
(Widyastuti, 2013: 143)

2
Gambar 2. Wilayah Kekuasaan Tārumanāgara (kurniawandwia150.blogspot.com)

Prasasti-prasasti yang ditemukan menceritakan Pūrnawarman yang gagah


berani, berjaya, dan berkuasa. Selain itu, dalam prasasti yang ditemukan juga
menuturkan tentang kehidupan masyarakat Tāruma dalam berbagai bidang. Salah
satunya penjelasan mengenai kepercayaan terkait agama yang termuat dalam
prasasti Tugu dan beberapa prasati lainnya. Agama masyarakat Tāruma juga
dijelaskan dalam berita Cina yaitu berita dari Fa-hsien yang menyebutkan bahwa
sangat sedikit sekali dijumpai orang yang beragama Buddha. Hal tersebut
menegaskan bahwa di Tāruma tidak hanya ada satu agama yang berkembang.
Terlepas dari hal itu kerajaan Tārumanagara menganut agama hindu dengan aliran
Wisnu. Agama ataupun kepercayaan lain dapat diketahui dari informasi yang
disebutkan dari berita Cina ataupun dari prasasti yang ditemukan. Kebanyakan
penganut agama dan kepercayaan lain ditemukan di luar kerajaan Tārumanagara.

SUMBER BERITA CINA YANG MAMPU MENYELIDIKI KEHIDUPAN


KEAGAMAAN ZAMAN TĀRUMANĀGARA

Keberadaan sumber tertulis dari negeri Cina, Fa-hsien seorang pendeta


Cina pada tahun 414 M pernah singgah di suatu daerah yang diduga daerah
tersebut merupakan Tārumanāgara. Berita Fa-hsien sangat penting untuk
menyelediki kehidupan keagamaan zaman Tārumanāgara. “Fa-hsien mengatakan
bahwa di Ye-po-ti sedikit sekali dijumpai orang yang beragama Buddha, tetapi

3
banyak dijumpai orang-orang Brahmana dan mereka yang agamanya buruk”
(Groeneveldt, 1960: 7).

Dari adanya sistem ekonomi yang berlangsung di Tārumanāgara


memunculkan adanya golongan masyarakat dari segi budaya terdapat golongan
masyarakat berbudaya berlatar belakang agama Hindu dan golongan masyarakat
yang berbudaya asli. Adanya pengaruh India pada taraf pertama penyebarannya,
dapat dikatakan bahwa golongan yang pertama itu hanya ada di ligkungan keraton
saja. Sedangkan untuk golongan kedua meliputi bagian terbesar dari penduduk
Tārumanāgara. Keduanya tidak saling terpisah dalam kehidupan sehari-hari,
karena mereka sering bekerja sama dalam kehidupan sehari-harinya. “Dari berita
Fa-hsien jelas bahwa pada awal abad V M, di Tāruma terdapat tiga macam
agama, yaitu agama Buddha, Hindu, dan agama yang “kotor”. Agama Hindu
paling banyak diketahui karena diperkuat pula bukti-bukti prasasti dan arca”
(Poesponegoro, Notosusanto, Soejono, & R.Z. Leirissa, 2010: 62).

Berkembangnya agama Buddha, Hindu, dan kepercayaan asli masyarakat


Tārumanāgara menunjukkan bahwa kerajaan Tārumanāgara adalah kerajaan yang
bersifat sinkritisme dari agama-agama dan kepercayaan tersebut. Nama To-lo-mo
yang berasal dari berita Cina yang diperoleh dari pendeta Buddha Cina yang
menganut agama Buddha, sedangkan masyarakat To-lo-mo atau Tāruma
kebanyakan menganut agama Hindu dan kepercayaan asli yang dimiliki
merupakan bukti adanya sinkritisme. Walaupun di Tārumanāgara hanya
ditemukan sedikit sekali masyarakatnya yang menganut agama Buddha.

Perbedaan pendapat mengenai adanya agama “kotor” yang disebutkan


dalam berita Fa-hsien antara lain ada yang berpendapat bahwa agama kotor
tersebut adalah agama Śiwa paśupata, berdasarkan berita yang disebut berasal dari
seorang Cina bernama Huen-tsang (abad VII M), yang mengatakan adanya kaum
brahmana dan pemeluk agama palsu. “Karena yang dimaksudkan oleh Heun-tsang
di India adalah agama Śiwa paśupata, pendapat pertama kali beranggapan bahwa
agama itu pulalah yang tersebar di Tārumanegara” (Moens, 1937: 396).

Selain itu, ada pendapat yang menghubungkan agama kotor itu dengan
agama orang Parsi (Majusi) yang mengenal upacara penguburan dengan

4
menempatkan jenazah demikian saja di dalam hutan. Pendapat ini ditunjang
dengan adanya pendapat bahwa Ye-po-ti sebagaimana diberitakan oleh Fa-hsien
itu sebenarnya letaknya di Jawa, tetapi di Kamboja. Akan lebih diterima apabila
agama kotor itu ditafsirkan sebagai agama yang sudah lama ada sebelum
masuknya pengaruh India ke Indonesia. Penamaan agama kotor disebabkan
ketidaktahuan Fa-hsien akan adanya sistem dan kehidupan keagamaan asli
Indonesia pada masa itu, yang dapat dipastikan masih dianut oleh sebagian
terbesar penduduk Tārumanāgara.

SUMBER BERUPA PRASASTI YANG MEMUAT KEAGAMAAN ZAMAN


TĀRUMANĀGARA

1. Prasasti Tugu

Gambar 3. Prasasti Tugu (Uniqpost.com)

Prasasti yang ditemukan di daerah Tugu, Jakarta merupakan prasasti yang


terpanjang dari semua peninggalan Pūrnawarman. Prasasti ini berbentuk
anustubh, tulisannya dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang secara melingkar.
Ada beberapa hal menarik dari prasasti ini diantaranya di dalamnya disebutkan
nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab, yaitu Sungai Candrabhāga dan
Gomati yang ternyata telah menimbulkan berbagai tafsiran para sarjana. Tentang
nama Candrabhāga disimpulkan bahwa nama itu sekarang dikenal dengan Bekasi,
yang diduga sebagai pusat kerajaan Tārumanāgara. Kemudiaan walaupun tidak
lengkap, namun prasasti ini merupakan satu-satunya prasasti Pūrnawarman yang
menggunakan unsur penanggalan. Walaupun tidak memuat angka tahun yang
pasti, namun prasati ini menyebutkan phālguna dan caitra yang bertepatan
dengan bulan Februari-April dalam perhitungan tarikh Masehi. Selain itu, prasasti

5
ini menyebutkan tentang dilakukannya upacara selamatan oleh brahmana disertai
dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan. Terakhir, prasasti ini menyebutkan dua
buah nama lain di samping Pūrnawarman, sehingga setidaknya dapat digunakan
untuk menentukan siapa sebenarnya Pūrnawarman.

Terjemahan dari isi prasasti Tugu ialah sebagai berikut:

“Dulu kali (yang bernama) – Candrabhāga telah digali oleh maharaja yang
mulia dan yang mempunyai lengan kencang dan kuat, (yakni Pūrnnawarmman) untuk
mengalirkannya ke laut, setelah (kali ini) sampai di istana kerajaan yang termasyhur. Di
dalam tahun kedua puluh dua dari takhta Yang Mulia Raja Pūrnnawarmman yang
berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji segala
raja, (maka sekarang) beliau menitahkan pula menggali kali yang permai dan berair
jernih, Gomati namanya, setelah sungai itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman
Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Pūrnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada
hari baik, tanggal 8 paro-petang bulan phālguna dan disudahi pada hari tanggal ke 13
paro-terang bulan Caitra ,jadi hanya 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6122
tumbak. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1.000 ekor sapi yang
dihadiahkan”
“Menurut prasasti Tugu, ayah Pūrnawarman berkedudukan sebagai
rājādhirāja guru dan telah menggali terusan Candrabhāga, sedangkan
Pūrnawarman sendiri menggali terusan Gomati. Hadiah yang diberikan oleh
Pūrnawarman berupa seribu ekor sapi menunjukkan adanya hubungan erat dengan
kepercayaaan Weda” (Moens, 1940: 80).

2. Prasasti Ciaruteun

Gambar 4. Prasasti Ciaruteun (Dokumen Balai Arkeologi Bandung, 2006)

Prasasti Ciaruteun (Ciampea, Bogor) yang sebelumnya dikenal dengan


prasasti Ciampea ditemukan di Sungai Ciaruteun. Hal yang menarik dari prasasti
ini adalah adanya lukisan laba-laba dan tapak kaki yang dipahat di sebelah atas
hurufnya. Prasasti ini ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta

6
Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi India yang terdiri dari empat baris.
Berdasarkan pembacaan oleh Poebatjaraka prasasti tersebut berbunyi
(Poesponegoro, Notosusanto, Soejono, & R.Z. Leirissa, 2010: 50)
“vikkrāntasyāvani pateh
srīmatah pūrnnavarmmanah
tārūmanagarendrasya
visnoriva padadvayam”
Terjemahan:

ini (bekas) dua kaki, yang seperti dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia
Sang Pūrnawarman, raja di negeri Tāruma, raja yang gagah berani di dunia.

Adanya jejak kaki atau “pandatala” Pūrnawarman menimbulkan anggapan


bahwa pahatan kaki tersebut ibarat tanda tangan apabila di zaman sekarang. Dua
kaki tersebut menggambarkan kekuasaan Pūrnawarman. Terlebih ditemukannya
prasasti di desa Ciaruteun menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan wilayah
kekuasaanya. Disamakannya dengan kaki Wisnu karena diibaratkan sebagai
penguasa dan pelindung rakyatnya. Cap kaki ini juga diibaratkan sebagai
penghormatan sebagai dewa. Selain itu adanya cap kaki Pūrnawarman dapat
disimpulkan bahwa sang raja Pūrnawarman memeluk agama Hindu.
Prasasti ini juga menunjukkan hal-hal yang dekat dengan kepercayaan
Weda, karena selain menyamakan kedua kaki Pūrnawarman dengan kaki Wisnu,
telapak kaki itu dilukiskan pula, bahkan kata vikkrānta yang terdapat pada baris
ke-1, berarti menyerang. Rupanya hal tersebut dihubungkan dengan triwikrama,
atau tiga langkah Wisnu untuk mengelilingi dunia. Langkah Wisnu ini ada
hubungannya dengan kitab Weda, dan bukan dengan triwikrama yang dijalankan
oleh Wamana (awatāra Wisnu) dalam usahanya untuk membinasakan Bali,
menurut Purana.

7
3. Prasasti Jambu atau Pasir Koleangkak

Gambar 5. Prasasti Pasir Koleangkak (disparbbud.jabar.go.id)

Prasasti Pasir Koleangkak ditemukan pertama kali di sebuah bukit yang


bernama sama, termasuk dalam kawasan perkebunan Jambu. Letaknya 30 km di
sebelah barat Bogor. Di dalam prasasti tersebut ditemukan nama negara, yang
pertama kali dikemukakan oleh Brandes, dan menurut bacaannya ialah
Tārumayam. Bunyi dari prasasti ini sebagai berikut (Poesponegoro, Notosusanto,
Soejono, & R.Z. Leirissa, 2010: 50)

“crīmān= dātā krtajňo naripatir = asamo yah purā


[tā]r[u]māya[m] nāmā crī-pūrnnavarmmā
pracuraripucarābhedyavikhyajatavarmmo
tasyedam = pādavimbadvayam = arinagarotsādane nityadaksam
bhaktānām yandripanam = bhavati
sukhakaram calyabhutam ripūnam”
Terjemahan:
Gagah, mengagumkan, dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin
manusia yang tiada taranya – yang termasyhur Śri Pūrnnawarmman – yang
sekali waktu (memerintah) di Tāruma dan yang baju zirahnya yang terkenal (=
varmman) tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak
kakinya, yang senantiasa berhasil menggempurkan kota-kota musuh, hormat
kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-
musuhnya.
Pada prasasti ini Pūrnawarman disamakan dengan Indra yang selain
dikenal sebagai dewa perang, namun juga memiliki sifat-sifat dewa matahari. Dari

8
semua berita itu jelas bahwa kepercayaan di daerah Jawa Barat pada zaman
Tārumanāgara sangat erat hubungannya denga kepercayaaan Weda.

Disebut bahwa Pūrnawarman mempunyai perlengkapan perang berbentuk


harnas yang tersembunyi dalam nama dirinya. Menurut mitologi India, dewa
yang mengenakan baju zirah yang sempurna hanyalah Surya, yang dipuja-puja
terutama oleh bangsa Śaka dan Kusana. Bangsa Śaka yang gemar berperang,
kepada Surya diberikan pula sifat-sifat sebagai dewa perang, sehingga diberi gelar
Ajit dan Kavasa. Sehingga bangsa Śaka beranggapan bahwa Surya merupakan
pelindung yang dijuluki sebagai dewa besar. “Sebagai pelindung, dewa Mitra-
Sūrya disebut sebagai Jagatpati (raja dunia) dan Gopati (raja lembu)” (Moens,
1940: 91-92).

Penyebutan dewa matahari di sana ialah Mitra dan Mitara. Sedangkan di


India Utara dan India Barat, utamanya di kawasan Mathura penyebutan bagi dewa
matahari atau dewa Mitra disesuaikan dengan dewa-dewa India yaitu Śiwa,
Skanda, dan Aditya. Adanya persamaan antara penyebutan Pūrnawarman dengan
sifat-sifat Mitra-Sūrya. Dalam prasasti Ciaruteun disebut bahwa Pūrnawarman itu
vikkrānta (= menyerang atau gagah berani), dan hal ini adalah merupakan sifat
khusus dewa Mitra-Sūrya. Pada prasasti yang sama juga dijumpai istilah
avanipateh, yang artinya sama dengan jagatpati. “Dari semua itu dapat
disimpulkan bahwa agama yang dianut oleh Pūrnawarman, kecuali
memperlihatkan ansir kepercayaan Weda, juga memperlihatkan ansir pemujaan
kepada dewa Mitra-Sūrya” (Poesponegoro, Notosusanto, Soejono, & R.Z.
Leirissa, 2010: 64).

TEMUAN-TEMUAN ARKEOLOGI TERKAIT AGAMA KERAJAAN


TĀRUMANĀGARA

1. Arca Rājarsi
Arca ini diperkirakan berasal dari daerah Jakarta dan termasuk arca yang
tua. Arca ini menggambarkan rājarsi yang memperlihatka sifat-sifat Wisnu-
Sūrya, sedangkan Pūrnawarman dianggap sebagai penganut mazhab itu. Dilain
sisi ada pendapat bahwa arca itu adalah arca Śiwa berasal abad XI M, berdasarkan
adanya trinetra pada arca tersebut.

9
2. Candi Jiwa

Bagan 6. Candi Jiwa (anisavitri.wordpress.com)

Candi ini ditemukan tahun 1984 di daerah Batujaya dengan temuan lain
berupa unur (bukit, gundunkan tanah) dengan struktur batu bata, ada yang berupa
candi dan kolam. Candi ini hanya batur saja yang bagian permukaan atas batu
bergelombang bagi empat sisi, kemungkinan hal ini menggambarkan bunga
padma. Sedangkan di bagian tengah membentuk lingkaran yang dimungkinkan
sebagai dasar stupa. Diperkirakan candi ini berlatar belakang agama Buddha.

3. Candi Blandongan

Gambar 7. Candi Blandongan


(travelingofworldwithmevious.blogspot.com)

Hal yang menarik dari unur Blandongan atau Canid Blandongan ialah ada
sisa-sisa wajralepa (pelapis dari bahan kapur/ stucco). Temuan lainnya ialah tablet
tanah liat berelief Buddha yang terletak di bawah tangga. Beberapa tablet dari
Blandongan ada yang bergores seperti tulisan, namun belum dapat terbaca.

10
Simpulan: Sebagai kerajaan tertua di Jawa, kerajaan Tārumanāgara berkembang
dengan budaya yang ada sebelum mendapat pengaruh dari luar. Namun setelah
mendapat pengaruh dari India, maka ada perkembangan pada masyarakatnya.
Begitu pula pada agama dan kepercayaan yang dianut penduduk Tārumanāgara.
Kebanyakan penduduknya beragama Hindu dan menganut kepercayaan dari
kebudayaan asli Tārumanāgara. Agama lain yang ditemukan ialah agama Buddha
dengan berbagai bukti temuan dan sumber berita yang memperkuat hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Groeneveldt, W.P., “Notes on the Malay Archipelago and Malaca compiled from
Chinese Sources”, VBG, 39, 1879 (cetak ulang: Historical Notes on
Indonesia and Malaya compiled from Chinese Sources. Djakarta: Bhratara,
1960.
Moens, J.L., “Crivijaya, Yāva en Katāha”, TBG, LXXVII, 1937, hlm.317-487
(terjemahan dalam bahasa Inggris oleh R.J. de Touchė, di dalam JMBRAS,
XVII, 1940), hlm. 1-108.
--------,“Was Pūrnawarman van Tāruma een Saura?”, TBG, LXXX, 1940, hlm.
78-109.
Poesponegoro, Notosusanto, Soejono, & R.Z. Leirissa. 2010. Sejarah Nasional
Indonesia II. Zaman Kuno. Jakarta:Balai Pustaka.
Sumadio, Bambang. 1990. Jaman Kuna. Dalam Marwati Djoened Poesponegoro
dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai
Pustaka.
Widyastuti, Endang. 2013.Penguasaan Kerajaan Tarumanagara Terhadap
Kawasan Hulu Ci Sadane. Purbawidya, (Online), 2 (2): 142-150,
(http://purbawidya.com/wp-content/uploads/2014/11/222.pdf) , diakses 15
Februari 2017.
Widyosiswoyo, Supartono. 1992. Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia
I. Klaten: PT Intan Pariwara.

11

Anda mungkin juga menyukai