Anda di halaman 1dari 3

TUGAS

PSIKOLOGI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

DOSEN : DEVI AYU RESIA, S.ST.,M.Kes


NAMA : ADE LINA DAMAYANTI
MK : PSIKOLOGI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


DAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
PROGRAM PROFESI SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN KELUARGA BUNDA JAMBI

2021-2022
A.Kesehatan mental terhadap ibu hamil
Kesehatan mental yang baik seperti merasa tenang dan bahagia, sangat
diperlukan saat masa kehamilan, karena sangat mempengaruhi
kesehatan seorang ibu hamil dan bayi dalam kandungannya. Munculnya
gangguan kesehatan mental saat hamil dapat memicu perilaku berisiko
bagi kehamilan seperti merokok, konsumsi alkohol, asupan nutrisi yang
tidak sesuai, menghindari pemeriksaan kehamilan, atau memicu perilaku
berbahaya bagi ibu dan kandungannya.
Gangguan Kesehatan Mental yang Dapat Muncul di Masa Kehamilan
Kesehatan mental yang baik seperti merasa tenang dan bahagia, sangat
diperlukan saat masa kehamilan, karena sangat mempengaruhi
kesehatan seorang ibu hamil dan bayi dalam kandungannya. Munculnya
gangguan kesehatan mental saat hamil dapat memicu perilaku berisiko
bagi kehamilan seperti merokok, konsumsi alkohol, asupan nutrisi yang
tidak sesuai, menghindari pemeriksaan kehamilan, atau memicu perilaku
berbahaya bagi ibu dan kandungannya.
Sayangnya, perasaan depresi dan sumber stress saat hamil biasanya
sering diabaikan dan tidak ditangani.
Bagaimana kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan mental?
Merasa cemas dan bingung merupakan hal yang wajar bagi seseorang
yang menjalani kehamilan atau ketika segera akan melahirkan. Namun
sumber stress tersebut dapat meningkatan risiko seseorang untuk
mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi dan gangguan
psikosis. Risiko tersebut juga jauh lebih tinggi jika ibu hamil memiliki
riwayat gangguan kesehatan mental serius sebelumnya.
Masalah kesehatan mental pada ibu hamil juga dapat bertahan hingga
beberapa waktu setelah melahirkan. Tidak hanya itu, masalah
kesehatan mental yang lebih ringan seperti gangguan mood dan merasa
cemas, bisa menjadi lebih serius pada waktu tersebut. Akibatnya, hal
tersebut tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seorang
ibu pasca melahirkan, namun juga dapat mengganggu kedekatan antara
ibu dan bayi yang baru lahir.

B.Kesehatan Mental Pada Persalinan& Nifas


Selama kehamilan, ibu yang menderita depresi dapat mempunyai risiko
keguguran dan persalinan prematur yang lebih tinggi. Penemuan riset
menunjukkan bahwa apabila ibu mempunyai gejala depresi atau
kegelisahan selama kehamilannya, mereka akan berisiko jauh lebih
tinggi mengalami depresi pascapersalinan dan bayi mereka
menunjukkan lebih banyak kesulitan dalam pengaturan emosi dan
kontrol perilaku.

Setelah persalinan, karena perubahan hormon, perubahan peran,


tantagan dalam merawat bayi dan masalah keluarga, ibu dapat berisiko
lebih tinggi menderita gangguan keadaan emosi. Depresi
pascapersalinan dapat memengaruhi kemampuan ibu dalam merawat
bayinya dan berdampak pada kesehatan fisik, perkembangan kognitif
serta perkembangan emosi dan perilaku bayi. Pasangan ibu yang
mengalami depresi pasapersalinan juga berisiko lebih tinggi menderita
gangguan emosional. Dengan demikian, memelihara kesehatan jiwa ibu
mulai dari periode prapersalinan hingga pascapersalinan adalah sangat
penting.
Terdapat tiga kategori utama dalam masalah keadaan emosi
prapersalinan: (1) baby blues, (2) depresi pascapersalinan dan (3)
psikosis pascapersalinan, masing-masing berbeda dalam hal banyaknya
kasus yang terjadi, presentasi klinisnya, tingkat keparahan dan
penanganannya.

C.Kesehatan Mental Pada Neonatus


Bayi yang lahir prematur memang lebih rentan mengalami berbagai
gangguan kesehatan, salah satunya adalah meningkatnya risiko
gangguan kesehatan mental seperti depresi, psikosis, dan juga
gangguan bipolar, di kemudian hari.

Gangguan kesehatan tersebut kemungkinan besar karena bayi lahir


sebelum perkembangan otaknya sempurna. Para ahli memperingatkan
harus ada sebuah perubahan signifikan dalam merawat bayi prematur,
mengingat kini semakin banyak bayi yang lahir secara prematur. Para
peneliti dari Institute of Pscychiatry, King College London mengatakan,
saat ini satu dari 13 bayi mempunyai risiko lahir kurang bulan (sebelum
36 minggu). Apabila tidak ditangani, bayi-bayi ini tentu akan berisiko
lebih tinggi mengembangkan berbagai masalah penyakit mental.

Anda mungkin juga menyukai