Anda di halaman 1dari 21

PERTEMUAN KE-2

PENDAHULUAN:
Materi pada perkuliahan ke dua ini diarahkan Mahasiswa akan dapat memahami tentang
pengertian Proses perancangan dan perumusan pancasila,masa kejayaan nasional,perjuangan
Bangsa Indonesia melawan penjajah, dan sekitar proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
pengertian, obyek, cabang, tujuan dan kegunaan filsafat, Pancasila sebagai filsafat, serta aspek
ontologis, epistemologis dan aksiologis agar menjadi pedoman berkarya lulusan Perguruan Tinggi.

Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan secara kritis dan objektif proses
Perancangan dan Perumusan Pancasila mulai dari Masa kejayaan nasional,perjuangan Bangsa
Indonesia Melawan Penjajahan hingga sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
pengertian, obyek, cabang, tujuan dan kegunaan filsafat, Pancasila sebagai filsafat, serta aspek
ontologis, epistemologis dan aksiologis sebagai orientasi pendidikan Pancasila agar menjadi
pedoman berkarya lulusan Perguruan Tinggi.

DESKRIPSI SINGKAT MATERI:


Materi pada perkuliahan ketiga ini akan mengandung unsur:

Proses Perancangan dan Perumusan Pancasila


• Masa Kejayaan Nasional
• Perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajah:
(1) Perjuangan sebelum abad XX
(2) Perjuangan sejak abad XX
(3) Sumpah Pemuda
(4) Perjuangan Bangsa Indonesia di Masa Penjajahan Jepang
• Proses Perumusan Pancasila
• Sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
• Pengertian, objek, cabang, tujuan dan kegunaan filsafat
• Pancasila sebagai filsafat hidup Bangsa Indonesia
• Aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis Pancasila

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Secara umum, materi ini akan memberikan bekal kemampuan bagi Mahasiswa mampu
menjelaskan dan mengaplikasikan secara kritis dan objektif Proses perancangan dan perumusan
pancasila,masa kejayaan nasional,perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajah, dan sekitar
proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, di Perguruan Tinggi. Meyakini nilai –nilai Proses
perancangan dan perumusan pancasila,masa kejayaan nasional,perjuangan Bangsa Indonesia
melawan penjajah, dan sekitar proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pengertian, obyek,
cabang, tujuan dan kegunaan filsafat, Pancasila sebagai filsafat, serta aspek ontologis,
epistemologis dan aksiologis tersebut dan permasalahan. sebagai orientasi pendidikan pancasila
agar menjadi pedoman berkarya lulusan Perguruan Tinggi.

Secara khusus, materi ini akan membekali Mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengaplikasikan secara kritis dan objektif Proses perancangan dan perumusan pancasila,masa
kejayaan nasional,perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajah, dan sekitar proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pengertian, obyek, cabang, tujuan dan kegunaan filsafat, Pancasila
sebagai filsafat, serta aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis dan permasalahan sebagai
orientasi pendidikan pancasila di Perguruan Tinggi. Meyakini nilai – nilai pendidikan Pancasila
terkait dengan materi yang akan dibahas sebagai orientasi agar menjadi pedoman berkarya lulusan
Perguruan Tinggi.

PENYAJIAN:

PROSES PERUMUSAN DAN PERANCANGAN PANCASILA

A. Masa Kejayaan Nasional


Sebelum Imprealisme barat,Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang merdeka,dan
hidup dalam suatu Negara kerajaan yang bebas dan merdeka. Menurut catatan sejarah Bangsa
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan Nasional yaitu berdirinya Negara-negara
Nasional,Negara Nasional yang dimaksud adalah Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit yang menjadi
tonggak pentingnya mewujudkan bangsa Indonesia yang menegara,berdaulat,bersatu,punya
wilayah yang meliputi nusantara dan menjalin hubungan dengan Negara-negara lain.
Tata pemerintahan berdasar musyawarah dan upaya keadilan social telah merupakan
asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia dengan pembuktian berupa prasasti sebagai sejarah
Bangsa Indonesia.

B. Masa Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan


Sebelum Imprealisme barat,Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang merdeka,dan hidup
dalam suatu Negara kerajaan yang bebas dan merdeka
➢ Perjuangan Sebelum Abad XX
Eropa pertama datang di Indonesia yaitu Portugis yang menguasai Indonesia dari abad 16
sampai 1602,tahun 1602 Belanda mengalahkan Portugis,kekuasaan Belanda sampai 1807 yang
dilanjutkan sejak 1816 sampai 1942,sejak 1807-1811 Indonesia dikuasai Prancis dan tahun 1811-
816 Inggris merebut kekuasaan dari tangan Prancis yang terakhir adalah Jepang 1942-1945.
• Faktor Penyebab pengusiran penjajah tidak berhasil :

2
1) Perjuangan Sporadis waktu tidak sama
2) Tidak ada koordinasi antara satu perjuangan dengan perjuangan yang lain.
3) Penajajah telah menggunakan senjata yang modern.
4) Politik adu domba (devide et impera).
➢ Perjuangan Sejak Abad XX
Pemuda cerdik pandai yang merupakan produk etische politiek berfikir untuk strategi baru
dalam perjuangan,pada tanggal 20 mei 1908 lahir Budi Utomo yang merupakan cikal bakal
pergerakan hingga tanggal 17 Agustus 1945.

➢ Sumpah Pemuda
1) Kami putra dan putri Indonesia Mengaku bertumpah darah satu,Tanah air
Indonesia.
2) Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa satu,bangsa Indonesia.
3) Kami Putra dan Putru Indonesia menjunjung tinggi Bahasa Persatuan,bahasa
Indonesia.
• Dengan sumpah pemuda rasa persatuan dan kesatuan semakin meningkat.

➢ Perjuangan Bangsa Indonesia di masa Penjajahan Jepang.


- Tanggal 7 Desember 1941 melancarkan perang pasifik.
- Tanggal 8maret 1942 pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di kalijati
subang,jawa barat.
- Kedatangan jepang disambut gembira oleh bangsa Indonesia.
- Dalam memperkuat kedudukannya gerakan 3A (Nippon Cahaya Asia,Nippon
Pelindung asia dan Nippon Pemimpin asia)
- 3A dibubarkan diganti oleh Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dipimpin oleh
soekarno,hatta dan K.H. Masykur.
- Putra dibubarkan diganti gerakan kebaktian Rakyat Jawa.
- Awal 1943 jepang mengalami kekalahan dimana-mana.

3
C. Proses Perumusan Pancasila

Prof.M.Yamin Ir.Soekarno
Prof.Supomo
(29-5-1945): (1-6-1945):
(31-5-1945):
-Peri Kebangsaan -Peri Kebangsaan
-Ketuhanan Yang Maha Esa
-Peri Kemanusiaan -Peri Kemanusiaan
-Peri Kemanusiaan
-Peri Ketuhanan -Peri Ketuhanan
-Kebangsaan
-Peri Kerakyatan -Peri Kerakyatan
-Kerakyatan
-Kesejahteraan -Kesejahteraan Rakyat
-Keadilan Sosial
Rakyat (Keadilan (Keadilan Sosial)
Sosial)

PIAGAM JAKARTA (22-6-1945)

- Ketuhanan dengan Kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya.


- Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
- Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

4
➢ Terbentuknya BPUPKI

Waktu itu wilayah Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Dai Nippon atau Jepang.
Tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Koiso mengumumkan ke seluruh dunia
tentang pemberian kemerdekaan kepada rakyat Indonesia dalam waktu dekat.

Bersamaan dengan itu, keberadaan tentara Jepang terus mendesak oleh tentara Sekutu.
Tentara Sekutu sudah menyerang beberapa wilayah pendudukan Jepang seperti Papua Nugini,
kepulauan Marshal, Salamon, Ambon, Menado, Makasar, juga Surabaya. Karena itu, maka tanggal
1 Maret 1945 Saiko Syikikan Kumakici Herada (Panglima tertinggi bala tentara Dai Nippon di
Indonesia) mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau lebih dikenal dengan
sebutan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Anggota BPUPKI terdiri atas 67 orang, termasuk 7 orang Jepang dan 4 orang Cina dan
Arab. Bertindak sebagai ketua K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dengan dibantu dua ketua muda.
Masing-masing ketua muda tersebut adalah Ketua Muda I (orang Jepang) dan Ketua Muda II R.
Pandji Suroso.

➢ Sidang BPUPKI dan Usulan-usulan Rumusan Pancasila

Sidang pertama BPUPKI diadakan 28 Mei - 1 Juni 1945. Tanggal 28 Mei sidang dibuka
dengan sambutan dari wakil tentara Dai Nippon. Dalam sambutannya wakil Dai Nippon tersebut
memberi nasihat agar BPUPKI mengadakan penyelidikan secara cermat terhadap dasar-dasar yang
akan digunakan sebagai landasan negara Indonesia Merdeka.

5
Tanggal 29 Mei 1945 dimulai sidang perumusan dasar-dasar Indonesia merdeka oleh
anggota-anggota BPUPKI. Para anggota BPUPKI melalui pidato-pidatonya tampil. Mereka
mengemukakan berbagai usulan mengenai dasar negara Indonesia.

Pidato-pidato yang diucapkan para anggota BPUPKI dalam sidang itu selengkapnya tidak
diketahui. Mengapa? Tidak lain karena baru 3 pidato yang ditemukan teksnya secara lengkap.
Masing-masing dari teks pidato tersebut adalah yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin,
Supomo, dan Sukarno.

Faktanya,

Sukarno Sebagai Penemu Pertama Istilah Pancasila Sidang BPUPKI sudah berjalan dua
hari. Masing-masing anggota sidang sudah tampil dengan pidato-pidatonya mengajukan usulan
tentang dasar-dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Namun demikian seluruh anggota
sidang merasa belum menemukan hal-hal yang pantas disepakati untuk dijadikan sebagai dasar
negara.

Setelah tampilnya Muh. Yamin, Supomo, dan Sukarno barulah ketua BPUPKI
menghentikan sidang. Penghentian sidang tersebut dilanjutkan dengan pembentukan Panitia Kecil
yang bertugas untuk merumuskan dasar negara.

Antara Supomo, Muh. Yamin, dan Sukarno, sama-sama mengusulkan lima dasar negara.
Namun demikian, yang diusulkan oleh masing- masing berbeda satu dengan yang lain. Dasar
negara yang diusulkan oleh Supomo bisa digaris bawahi sebagai berikut:

1. Persatuan

2. Kekeluargaan

3. Keseimbangan lahir dan batin

4. Musyawarah
6
5. Keadilan rakyat

Sementara itu dasar negara yang diusulkan Muh. Yamin adalah sebagai berikut:

1. Peri Kebangsaan

2. Peri Kemanusiaana

3. Peri Ketuhanan

4. Peri Kerakyatan

5. Kesejahteraan rakyat

Khusus tentang Sukarno, ia mengajukan lima dasar negara sebagai berikut :

1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme

2. Peri Kemanusiaan (Internasionalisme)

3. Mufakat atau demokrasi

4. Kesejahteraan Sosial

5. Ketuhanan yang Maha Esa

Lima dasar tersebut Sukarno kemudian menyebutnya sebagai Pancasila. Panca berarti lima,
sedangkan sila berarti asas atau dasar.

➢ Proses Perumusan Pancasila Setelah Pidato Sukarno

Setelah Sukarno berpidato mengajukan usul tentang dasar-dasar negara tanggal 1 Juni
1945, sidang BPUPKI pertama berakhir. Hari itu juga ketua BPUPKI menunjuk dan membentuk
Panitia Kecil. Tugas Panitia Kecil itu adalah merumuskan kembali pidato Sukarno yang diberi
nama Pancasila sebagai dasar negara itu.

Bagaimana perjalanan lebih lanjut perumusan Pancasila sebagai dasar negara oleh Panitia
Kecil? Setidaknya terdapat peristiwa-peristiwa penting sebagaimana berikut.

• Perbedaan Pandangan Antara Golongan Islam dan Paham Kebangsaan

7
Dalam keanggotaan Panitia Kecil, ada dua golongan penting yang berbeda pandangan
dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Satu golongan menghendaki agar
Islam menjadi dasar negara. Sementara itu golongan yang lain menghendaki paham
kebangsaan sebagai inti dasar negara. Akibat perbedaan pandangan ini, maka sidang
Panitia Kecil bersama anggota BPUPKI yang seluruhnya berjumlah 38 orang menjadi
macet. Karena sidang macet, Panitia Kecil ini kemudian menunjuk sembilan orang
perumus yang selanjutnya dikenal dengan Panitia Sembilan. Anggota Panitia Sembilan itu
adalah 1) Ki Bagus Hadikusuma, 2) Kyai Haji Wakhid Hasyim, 3) Muhammad Yamin, 4)
Ahmad Subarjo, Mr. AA. Maramis, 5) Abdul Kahar Muzakir, 6) Abikusno Cokrosuyoso,
7) Moh. Hatta, 8) H. Agus Salim, dan 9) Sukarno sebagai ketua.

• Lahirnya Piagam Jakarta

Dalam sidang BPUPKI kedua tanggal 10 Juli 1945, Sukarno melaporkan bahwa

sidang Panitia Sembilan (tanggal 22 Juni 1945) telah berhasil merumuskan Pancasila yang

merupakan persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Rumusan Pancasila dari

Panitia Sembilan itu dikenal sebagai Piagam Jakarta (Djakarta Charter).

Bagaimana rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta itu? Bunyinya adalah

sebagai berikut :

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-

pemeluknya.

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

8
Tentang Piagam Jakarta ini Sukarno sebagai ketua Panitia Sembilan mengatakan,

bahwa “Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”

merupakan jalan tengah yang diambil akibat perbedaan pendapat antara golongan Islam

dan kebangsaan.

Sebenarnya banyak muncul keberatan terhadap Piagam Jakarta ini. Sebagai contoh,

keberatan yang disampaikan oleh Latuharhary yang didukung oleh Wongsonegoro dan

Husein Joyodiningrat dalam sidang panitia perancang UUD tanggal 11 Juli 1945.

Keberatan yang sama juga diajukan oleh Ki Bagus Hadikusumo dalam sidang ketua

BPUPKI tanggal 14 Juli 1945.

➢ Pengesahan Rumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Tanggal 18 Agustus ini merupakan perjalanan sejarah paling menentukan bagi

rumusan Pancasila. Hari itu akan disyahkan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia

merdeka. Sementara rumusan Pancasila menjadi bagian dari preambul (pembukaan) Undang-

Undang Dasar negara tersebut. Namun demikian sehari sebelum tanggal ini ada peristiwa

penting. Peristiwa penting yang dimaksud adalah seperti ini. Sore hari setelah kemerdekaan

Negara Indonesia diproklamirkan, Moh. Hatta menerima Nisyijima (pembantu Laksamana

Mayda/Angkatan Laut Jepang) yang memberitahukan bahwa ada pesan berkaitan dengan

Indonesia merdeka.

Pesan tersebut, kaitannya berasal dari wakil-wakil Indonesia bagian Timur di

bawah penguasaan Angkatan Laut Jepang. Isi pesannya menyatakan bahwa wakil-wakil

Protestan dan Katolik dari daerah-daerah yang dikuasai Angkatan Laut Jepang keberatan

dengan rumusan sila pertama (Piagam Jakarta) : .”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan

9
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Bagaimana dengan sikap Moh. Hatta saat itu?

Ketika itu Hatta menyadari bahwa penolakan terhadap pesan tersebut akan mengakibatkan

pecahnya negara Indonesia Merdeka yang baru saja dicapai. Jika hal itu terjadi tidak menutup

kemungkinan daerah (Indonesia) luar Jawa akan kembali dikuasai oleh kaum Kolonial

Belanda. Oleh karena itu, Hatta mengatakan kepada opsir pembawa pesan tersebut, bahwa

pesan penting itu akan disampaikan dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia) esok hari (tanggal 18 Agustus 1945).

Keesokan harinya, sebelum sidang BPUPKI dimulai, Hatta mengajak Ki Bagus

Hadikusumo, Wakhid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Hasan untuk rapat

pendahuluan. Mereka membicarakan pesan penting tentang keberatan terhadap rumusan

Pancasila Piagam Jakarta. Hasilnya, mereka sepakat agar Indonesia tidak pecah, maka sila

pertama (dalam rumusan Piagam Jakarta) diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

PANCASILA SEBAGAI SISITEM FILSAFAT

A. PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat dimulai dengan rasa ingin tahu dan dengan rasa ragu-ragu. Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Karakteristik berfikir
filsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas hanya mengenal ilmu dari segi
pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang
lainnya.

Dalam kehidupan manusia filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang
kebelakang zaman dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan umat manusia
dalam bentuk-bentuk ideology. Pembangunan dan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa
pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh karena itu filsafat telah menguasai kehidupan
umat manusia, manjadi norma negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.

Filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas
(komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia.
Filsafat mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan
dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional dan mendalam. Kesimpulan-kesimpulan

10
filsafat manusia yang selalu cenderung memiliki watak subjektivitas. Faktor inilah yang
melahirkan aliran-aliran filsafat, perbedaan-perbedaan dalam filsafat.

Berdasarkan uraian diatas dapatlah diuraikan pengertian filsafat tersebut. Filsafat berasal
dari bahasa Yunani “ philosophos”. “Philos” atau “philein” berarti “mencintai”, sedangkan
“sophos” berarti “ kebijaksanaan “. Maka filsafat merupakan upaya manusia untuk memenuhi
hasratnya demi kecintaannya akan kebijaksanaan. Namun demikian,, kata “kebijaksanaan”
ternyata mempunyai arti yang bermacam-macam yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya,
satu pendapat mengartikan kebijaksanaan dalam konteks luas, yaitu melibatkan kemampuan untuk
memperoleh pengertian tentang pengalaman hidup sebagai suatu keseluruhan, penekanannya pada
kemampuan untuk mewujudkan pengetahuan itu dalam praktik kehidupan yang nyata. Ada yang
mengartikan filsafat dalam arti sempit yakni sebagai “pengetahuan” atau “pengertian” saja.

Defenisi Filsafat menurut beberapa ilmuwan :

✓ Plato : Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.


✓ Aristoteles : Filsafat menyelidiki tentang sebab dan asas segala benda.
✓ Al Kindi : Filsafat merupakan kegiatan manusia yang bertingkat tinggi, merupakan
pengetahuan dasar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
✓ Al Faraby : Filsafat merupakan ilmu [pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
✓ Ibnu Sina/ Avicenna : Filsafat dan metafisika sebagai suatu badan ilmu tidak terbagi. Fisika
mengamati yang ada sejauh tidak bergerak. Metafisika memandang yang ada sejauh itu
ada.
✓ Immanuel Kant : Filsafat itu pokok dan pangkal segala pengetahuan.

Definisi Filsafat secara Etimologis. Istilah filsafat (Inggris: philosophy; Arab: falsafah)
berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu philein atau philos yang berarti cinta atau
sahabat, dan sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan Dengan demikian, secara etimologis
philosophia (filsafat) berarti cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan.

Dalam tradisi Yunani Kuno istilah filsafat telah digunakan. Sekitar abad keenam sebelum
masehi, Pythagoras (580-500 SM) telah menggunakannya. Berkenaan dengan pengertian istilah
philosophia Phythagoras pernah menyatakan bahwa dirinya bukanlah orang yang bijaksana,
melainkan seorang filsuf atau seorang yang mencintai kebijaksanaan (Dagobert D. Runes, 1981).
Demikian pula Socrates (470-399 SM), sebagaimana tercatat dalam salah satu tulisan Plato yang
berjudul Phaedrus, Socrates dengan rendah hati menyatakan tentang filsuf sebagai berikut: “Tak
akan kusebut arif Tuhan; lebih suka aku menamakan mereka (para filsuf) sahabat-sahabat
kebijaksanaan; begitulah gelar yang bersahaja bagi mereka” (Fuad Hassan, 1986).

Rasa cinta kepada kebijaksanaan yang ada pada diri filsuf diwujudkan oleh para filsuf
melalui berbagai perbuatan, yaitu: (1) berfikir secara radikal/kontemplatif untuk mengetahui
kebenaran atau hakikat segala sesuatu; (2) Mengamalakan kebenaran; (3) Mengajarkan kebenaran;

11
dan (4) Berjuan mempertahankan keberanan dengan penuh pengorbanan. Hal ini sebagaimana
dicontohkan oleh Socrates dan Pythagoras.

Definisi Filsafat secara Operasional. Ada diantara para ahli yang mendefinisikan filsafat
dari segi proses berpikirnya, dan ada pula yang mendefinisikan filsafat dari segi hasil berpikir
(hasil berpikir para filsuf). Namun demikian, dalam rangka membangun pengertian filsafat, antara
keduanya itu (filsafat sebagai proses dan filsafat sebagai hasil) sesungguhnya tak dapat dipisahkan.
bijaksana mereka itu (maksudnya: filsuf), karena sebutan demikian itu hanya berlaku bagi

Sebagai suatu proses berpikir, filsafat dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir
reflektif sistematis dan kritis kontemplatif untuk menghasilkan sistem pikiran atau sistem teori
tentang hakikat segala sesuatu secara komprehensif. Sejalan dengan ini Titus dkk. (1979)
mengemukakan bahwa: Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry
(Filsafat adalah metode atau cara berpikir reflektif dan penyelidikan melalui menalar).

Sebagai suatu hasil berpikir, filsafat dapat didefinisikan sebagai sekelompok teori atau
sistem pikiran. Titus dkk., (1979) merumuskannya dalam kalimat: “Phylosophy is a group of
theories or systems of thougt”. Hasil berfilsafat yang telah dilakukan oleh para filsuf tiada lain
adalah sistem teori atau sistem pikiran mengenai segala sesuatu. Sistem teori atau sistem pikiran
ini tentunya sudah ada atau sudah tergelar di dalam kebudayaan umat manusia. Kita dapat
menemukannya dalam bentuk tulisan atau buku, puisi, dsb., sebagaimana telah dihasilkan oleh
para filsuf besar seperti: Socrates, Plato, Aristoteles, Rene Descartes, Iqbal, Alghazali, John
Dewey, John Locke, dsb. Dengan redaksi lain, filsafat sebagai hasil berpikir dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem teori atau sistem pikiran tentang hakikat segala sesuatu yang bersifat
komprehensif, yang diperoleh melalui berpikir reflektif sistematis dan kritis kontemplatif.

Definisi Filsafat Secara Leksikal. Ditinjau secara leksikal, sebagaimana dijelaskan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa filsafat berarti sikap hidup atau pandangan hidup (Balai
Pustaka, 2005). Kita sering atau mungkin pernah mendengar pernyataan berikut ini: “filsafat hidup
saya adalah ….”, atau “Pancasila adalah filsafat hidup bangsa Indonesia”. Istilah filsafat dalam
pernyataan-pernyataan tadi memiliki arti sebagai sikap hidup atau pandangan hidup.

Dalam pengertian di atas, setiap orang baik secara individual maupun secara kelompok
tentu memiliki filsafatnya masing-masing. Adapun filsafat tersebut akan tercermin di dalam
pernyataan-pernyataan atau perbuatan-perbuatannya. Contoh: Orang yang apabila bepergian ke
luar rumah selalu membawa senjata tajam untuk membela diri, mencerminkan sebagian kecil dari
keseluruhan pandangan hidupnya. Orang tersebut memiliki pandangan bahwa alam di luar dirinya
berbahaya dan memusuhinya, sebab itu hendaknya selalu waspada untuk mempertahankan diri
atau untuk membela diri.

12
Sebagai sikap hidup atau pandangan hidup, filsafat tentunya bukan slogan-slogan yang
tidak diyakini kebenarannya dan tidak dijadikan dasar tindakan atau perbuatan dalam hidup sehari-
hari. Sebaliknya, bahwa sikap hidup dan pandangan hidup itu sudah diyakini kebenarannya dan
dijadikan dasar tindakan dalam hidup sehari-hari.

Filsafat sebagai sikap hidup dan pandangan hidup dapat dimiliki seseorang secara alamiah
melalui pengalaman hidup bersama di dalam masyarakatnya. Sikap hidup atau pandangan hidup
itu dimiliki melalui pengalaman yang relatif tidak disadari secara rasional dan diperoleh tidak
dengan cara-cara berfilsafat. Sebaliknya, filsafat sebagai sikap hidup atau pandangan hidup itu
dapat pula dimiliki seseorang melalui cara-cara belajar yang disadari misalnya melalui belajar
tentang filsafat. Dengan mempelajari filsafat, seseorang atau suatu kelompok masyarakat atau
bangsa akan dapat membangun sikap hidup atau pandangan hidupnya. Selain itu, filsafat sebagai
sikap hidup atau pandangan hidup bahkan dapat pula dimiliki seseorang melalui berfilsafat
sebagaimana telah dilakukan oleh para filsuf.

Dapat disimpulkan filsafat adalah ilmu pengetahuan hasil pemikiran manusia dari
seperangkat masalagh mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga diperoleh budi
pekerti. Adapun tujuan berfilsafat adalah untuk mencari kebenaran sesuatu baik dalam logika
(kebenaran berfikir), etika (berperilaku),mauun metafisika (hakikat keaslian).

Manfaat mempelajari Filsafat :

✓ Mendidik dan membangun diri.


✓ Memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan problem sehari-
hari
✓ Memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan akusentrisme.
✓ Latihan untuk berfikir sendiri
✓ Memberikan dasar-dasar baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya.

B. OBYEK FILSAFAT

Ditinjau dari segi obyektifnya, filsafat meliputi hal-hal yang ada atau dianggap dan diyakini
ada, seperti manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.

Ruang lingkup obyek filsafat:

a. Obyek material

b. Obyek formal

13
Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962)
menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek
filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and
mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-
sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), dan
God (Tuhan).

Pendapat-pendapat tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek


filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandang nya terhadap masalah, sehingga
dapat disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut pandang
dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli membagi objek filsafat ke
dalam objek material dan obyek formal. Obyek material adalah objek yang secara wujudnya dapat
dijadikan bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut
sudut pandang dalam melihat obyek material tertentu.

Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada
(segala sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok
yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal
filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Dengan
demikian objek material filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat
difikirkan oleh manusia, sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat
berfikir terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu pada
sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.

Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang ada
dan mungkin ada, baik materi konkret, fisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula
pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak
terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah
segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Ada yang tampak adalah dunia empiris,
sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek
material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan
yang ada dalam kemungkinan.

Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah
disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia,
dan akhirat. Objek material filsafat (segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat) setidaknya ada
3 persoalan pokok, 1) Hakikat Tuhan, 2) Hakikat Alam, 3) Hakikat Manusia. Maka ada filsafat
tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat

14
(teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan
kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi sekalipun kelihatan terpisah akan tetapi saling
berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.
Ada beberapa pengertian objek material filsafat, yaitu:

1. Segala bentuk pemikiran manusia tentang sesuatu yang ada dan mungkin ada;

2. Segala persoalan pokok yang dihadapi manusia saat dia berpikir tentang dirinya dan
tempatnya di dunia;

3. Segala pengetahuan manusia serta apa yang ingin diketahui manusia.

Dalam hal ini permasalahan yang dikaji oleh filsafat meliputi:

1. Logika ( benar dan salah )

2. Etika ( baik dan buruk )

3. Estetika ( indah dan jelek )

4. Metafisika (zat dan pikiran )

5. Politik ( organisasi pemerintahan yang ideal).

Sedangkan objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek
menelaah objek materialnya. Misalnya objeknya “manusia” yang dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandang, di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya. Objek formal
filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian
terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana
cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di
bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang
ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana
objek material itu di sorot.

➢ LANDASAN FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun
karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi
filsafat ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing
bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang
bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat

15
perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai ciri-ciri
keilmuan yang sama.

Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera)
yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang
benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita
dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural
yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?.

Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang pertama adalah persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan masalah ontologis. Kedua, masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang
ketiga adalah problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini.

C. MANFAAT DAN PENERAPAN FILSAFAT

Tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran
berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian). Oleh karena itu, dengan
berfilsafat, seseorang akan lebih menjadi manusia, karena terus melakukan perenungan akan
menganalisa hakikat jasmani dan hakikat rohani manusia dalam kehidupan di dunia agar bertindak
bijaksana. Dengan berfilsafat seseorang dapat memaknai makna hakikat hidup manusia, baik
dalam lingkup pribadi maupun sosial.

Kebiasaan menganalisis segala sesuatu dalam hidup seperti yang diajarkan dalam metode
berfilsafat, akan menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan objektif dalam melihat dan
memecahkan beragam problema kehidupan, sehingga mampu meraih kualitas, keunggulan dan
kebahagiaan hidup.

Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampu meningkatkan kualitas berfikir secara
mandiri, mampu membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah terpengaruh oleh faktor
eksternal, tetapi disisi lain masih mampu mengakui harkat martabat orang lain, mengakui
keberagaman dan keunggulan orang lain. Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk
berpikir secara universal, multidimensional, komprehensif, dan mendalam.

16
Belajar filsafat akan memberikan dasar-dasar semua bidang kajian pengetahuan,
memberikan pandangan yang sintesis atau pemahaman atas hakikat kesatuan semua pengetahuan
dan kehidupan manusia lebih dipimpin oleh pengetahuan yang baik.

Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan


menggunakan pemikiran secara serius. Plato menghendaki kepala negara seharusnya seorang
filsuf. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan
memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab
terakhir satu penampakan. Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari, memberikan pandangan yang luas,
merupakan sarana latihan untuk berpikir sendiri, memberikan dasar-dasar untuk hidup kita sendiri
(terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, Ilmu
jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

Manfaatnya filsafat adalah sebagai alat mencari kebenaran dari gejala fenomena yang ada,
mempertahankan, menunjang dan melawan/berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia. Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan. Menjadi sumber inspirasi dan
pedoman untuk kehidupan. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam
berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dll.

Jadi untuk memahami landasan filosofik dalam memahami berbagai konsep dan teori suatu
disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan
pula bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam 2 fungsi, yaitu: Sebagai confirmatory theories yaitu
berupaya mendeskripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dantheory of
explanation yakni berupa menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar sederhana.
Apabila dijabarkan, berikut ini manfaat atau kegunaan dari filsafat secara umum:

1. Diperoleh pengertian yang mendalam tentang manusia dan dunia


2. Diperoleh kemampuan untuk menganalisis secara terbuka dan kritis tentang berbagai gejala
dari bermacam pandangan
3. Diperoleh dasar metode dan wawasan yang lebih mendalam serta kritis dalam melaksanakan
studi pada ilmu-ilmu khusus
4. Diperoleh kenikmatan yang tinggi dalam berfilsafat (Plato)
5. Dengan berfilsafat manusia berpikir dan karena berpikir maka manusia ada. Menurut Rene
Descartes : karena berpikir maka saya ada (cogito ergo sum)
6. Diperoleh kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh usaha
peradaban (Alfred North Whitehead)
7. Filsafat merupakan sumber penyelidikan berdasarkan eksistensi tentang manusia (Maurice
Marleau Ponty)

17
Kegunaan filsafat secara khusus ( dalam lingkungan sosial budaya Indonesia menurut Franz
Magnis Suseno), meliputi:

1. Menghadapi tantangan modernisasi melalui perubahan pandangan hidup, nilai-nilai dan


norma filsafat agar dapat bersikap terbuka dan kritis;
2. Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kebudayaan, tradisi, dan filsafat
Indonesia serta untuk mengimplementasikannya;
3. kritik yang membangun terhadap berbagai ketidakadilan sosial dan pelanggaran hak asasi
manusia;
4. Merupakan dasar yang paling luas dan kritis dalam kehidupan intelektual di lingkungan
akademis;
5. Menyediakan dasar dan sarana bagi peningkatan hubungan antar umat beragama
berdasarkan Pancasila..
Manfaat lainnya dalam kaitannya terhadap ilmu:

1. Agar tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual;


2. Kritis terhadap aktivitas ilmu / keilmuan;
3. Merefleksikan, menguji, mengkritik asumsi dan metode ilmu terus menerus sehingga
ilmuwan tetap berada dalam koridor yang benar;
4. Mempertanggungjawabkan metode keilmuwan secara logis dan rasional;
5. Memecahkan masalah keilmuwan secara cerdas dan valid;
6. Berfikir sintesis aplikatif (lintas ilmu kontekstual);

D. CABANG FILSAFAT

Cabang atau bidang filsafat yaitu:

a. Antologi

b. Epistemology

c. aksiologi

Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus.
Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan
diri dari induknya, filsafat. Mula-mula matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti
oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari filsafat,
bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat. Setelah filsafat ditinggalkan
oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai 'ilmu
istimewa' yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang
menjadi pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya
yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.

18
Ahli filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda, seperti:

✓ H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai berikut; yaitu, metafisika, logika, ajaran tentang
ilmu pengetahuan, filsafat alam, etika dan antropologi.
✓ Prof. Albuerey Castell mengolongkan filsafat sebagai berikut; yaitu, teologis, metafisika,
epistemology, etika, politik dan masalah sejarah.
✓ Dr. Richard H. Popkin dan Dr. Avrum Astroll menggolongkan filsafat sebagai berikut;
yaitu, ethics, philosophy, metaphysics, philosophy of religion, theory of knowledge, logics
dan contemporary philosophy.
✓ Dr. M. J. Langeveld mengatakan; filsafat adalah ilmu kesatuan yang terdiri atas tiga
lingkungan masalah, yaitu lingkungan masalah keadaan, lingkungan masalah pengetahuan
dan lingkungan masalah nilai.

Aristoteles membagi cabang filsafat menjadi empat cabang, yaitu;

a. Logika

b. Teoritis

c. Praktis

d. Poetika

Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi perkembangan
pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri,
terutama ilmu logika, hingga sekarang masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi
dan dipergunakan. Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli
lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Dari pandangan para ahli
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam coraknya yang baru ini mempunyai
beberapa cabang, yaitu metafisika, logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus
lainnya.

D. KEDUDUKAN FILSAFAT DALAM ILMU-ILMU LAIN

Sebelum Pancasila disahkan sebagai dasar filsafat, nilai-nilai Pancasila sudah ada pada diri
bangsa Indonesia yang dijadikan sebagai pandangan hidup, misalnya nilai-nilai adat istiadat,
kebudayaan, keagamaan serta sebagai kausa materialis Pancasila. Jadi Bangsa Indonesia dan
Pancasila tidak dapat dipisahkan sehingga Pancasila disebut sebagai jati diri bangsa Indonesia.

Pandangan hidup dan filsafat hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia yang menimbulkan tekad untuk mewujudkannya dalam

19
sikap, tingkah laku dan perbuatannya. Dari Pandangan hidup dapat diketahui cita-cita dan gagasan-
gagasan yang akan diwujudkan bangsa Indonesia.

Di dalam Pancasila terdapat tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan
kerokhanian bangsa yang menjadi ciri masyarakat, sehingga Pancasila sebagai jati diri bangsa
Indonesia.

KESIMPULAN:

Jadi kesimpulan yang dapat diambil dari PERTEMUAN KE-2 ini adalah Sebelum
Imprealisme barat,Bangsa Indonesia meruopakan bangsa yang merdeka,dan hidup dalam suatu
Negara kerajaan yang bebas dan merdeka, Pemuda cerdik pandai yang merupakan produk etische
politiek berfikir untuk strategi baru dalam perjuangan,pada tanggal 20 mei 1908 lahir Budi Utomo
yang merupakan cikal bakal pergerakan hingga tanggal 17 Agustus 1945,piagam Jakarta
merupakan cikal bakal lahirnya pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian,Dalam Pancasila Sebagai Ideologi.Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kehidupan


Politik.Jakarta:BP-7 Pusat 1991.

Budiarjo,Miriam.Dasar Ilmu Politik.Jakarta Gramedia Pustaka Utama 1991.

Bakry,Noor MS. Oriental Filsafat Pancasila. Yogyakarta,Liberty,1990.

Bakry,Noor MS. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta,Liberty,1994

20
Darmodiharjo,cs Darji.Santiaji Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional, 1981.

Darmodiharjo, Darji. Mimbar BP-7. Pengertian Nilai, Norma, Moral, Etika, Pandangan
Hidup.Jakarta: BP-7 Pusat,1995/1996,No.76.

Djuharno,Hasanudin.Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.Bandung,1989.

KMKLU Universitas Kristen Maranatha,Diktat Kuliah Pendidikan Pancasila,2009.

Hatta,Mohamad cs. Uraian Pancasila. Jakarta: Mutiara,1980.

Kaelan,M.S, Pancasila Sebagai Filsafat,Pancasila Sebagai Etika Politik,


Paradigma Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.
Paradigma Yogyakarta,2003.

Laboratorium Pancasila IKIP Malang.Glossarium Sekitar Pancasila.


Surabaya : Usaha Nasional, 1981.

Mubyarto. Dalam Pancasila Sebagai Ideologi. Pncasila Sebagai Ideologi Dalam


Kehidupan Kebudayaan. Jakarta BP-7 Pusat,1981.

Notosusanto, Nugroho. Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara, Jakarta : PN Balai


Pustaka,1981.

http://pengertianadalahdefinisi.blogspot.co.id/2013/12/proses-perumusan-pancasila-sebaga-
dasar.html Wisma Djokosutarto,SH.,1991.

21

Anda mungkin juga menyukai