Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu


2.1.1 Perilaku Penumpang
Menurut pendapat C. Moen dan Michael Minor dalam buku
mereka masing-masing mendefinisikan perilaku penumpang sebagai
suatu studi tentang unit (buying units) dan proses pertukaran yang
melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa,
pengalaman, serta ide-ide. Perilaku penumpang adalah suatu tindakan-
tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya suatu
organisasi yang diengaruhi oleh aspek eksternal dan internal yang
mengarahkan mereka untuk memilih mengkonsumsi “(Husein Umar,
2003)”.
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Penumpang
Selain faktor-faktor lingkungan ekstern, faktor-faktor psikologis
yang berasal dari proses intern individu, sangat berpengaruh terhadap
perilaku penumpang atau konsumen. Teori-teori psikologis akan
banyak me26mbantu dalam memberikan pengetahuan yang sangat
penting tentang alasan menyangkut perilaku penumpang adalah:
“(Husein Umar, 2003)”.
a. Kepribadian dan Konsep Diri adalah suatu konsep yang demikian
luasnya, sehingga merupakan suatu bangun yang tidak mungkin
dirumuskan dalam satu definisi yang tajam tetapi yang dapat
mencakup keseluruhannya. Kepribadian adalah organisasi faktor-
faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari perilaku
individu.
b. Sikap adalah keadaan jiwa dan keadaan pikir yang disiapkan untuk
memberikan tanggapan suatu objek, yang diorganisir melalui

5
6

pengalaman serta mempengaruhi secara langsung dan atau secara


dinamis pada perilaku.
c. Motif adalah keadaan dalam peribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
suatu tujuan.
d. Pengamatan adalah suatu proses yang mana konsumen menyadari
dan menginterprestasikan aspek lingkungannya.
e. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman.
f. Perilku dan keinginan untuk berperilaku
Prilaku penumpang atau konsumen terdiri dari semua tindakan
konsumen untuk memperoleh, menggunakan, membuang barang atau
jasa. Sebelum bertindak, seseorang seringkali mengembangkan
keinginan dan berperilaku berdasarkan kemungkinan tindakan yang
akan dilakukan. Keinginan berperilaku didefinisikan sebagai keinginan
konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka
memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa.
2.1.3 Awak Kapal
Awak kapal adalah mereka yang tercantum dalam daftar bahari /
sijil awak kapal dan telah membuat perjanjian kerja laut dengan
pengusaha kapal atau operator kapal untuk melakukan tugas diatas
kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil. Awak
kapalini terdiri dari nahkoda, perwira kapal dan anak buah kapal
“(Hukum Perkapalan)”.
Awak kapal adalah semua personil yang bekerja dikapal, yang
bertugas mengoperasikan dan memelihara kapal serta menjaga
muatannya. Awak kapal terdiri dari nahkoda dan ABK (anak buah
kapal). Nahkoda disebut juga kapten / master adalah pemimpin umum
diatas kapal, karena kapal merupakan suatu lingkungan khusus, maka
nahkoa diberikan kewenangan otonom. Nahkoda bertanggung jawab
7

atas keselamatan kapal, ABK, muatan dan penumpangnya “(Hukum


Perkapalan)”.
2.1.3.1 Nahkoda
Nahkoda adalah pejabat tinggi yang memimpin dan
bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu
yang berada didalamnya, mempunyai arti yang sangat penting
“(Pokok Hukum Perkapalan, 2004)”.
Pada saat dalam pelayaran apabila dihadapkan dalam
kondisi yang memaksa dan untuk kepentingan keselamatan
nahkoda berwenang mewakili berbagai instansi pemerintah
pemerintah seperti menahan seseorang yang sulit dikendalikan
dan membahayakan keselamatan kapal atau orang lain “(Pokok
Hukum Perkapalan, 2004)”.
Pasal 342 KUHD ditegaskan bahwa nahkoda itu
memimpin kapal. Penegasan itu membawa konsekuensi bahwa
nahkoda itu harus bertanggung jawab atas keselamatan kapal
dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya. Kewajiban dan
wewenang nahkoda adalah sebagai berikut:
a. Kewajiban Nahkoda
1. Nahkoda berkewajiban berbuat dengan kemampuan dan
ketelitian serta kebijaksanaan sedemikian rupa seperti
yang perlu untuk menunaikan tugasnya.
2. Mengikuti kebiasaan dan peraturan-peraturan yang ada
untuk menjamin kelayakan mengarungi laut dan keamanan
kapal, penumpang dan muatan.
3. Menggunakan pandu laut dimana saja hal itu harus
dilakukan oleh kebiasaan, dan peraturan yang berlaku.
4. Mengawasi semua penumpang.
b. Wewenang nahkoda
1. Menjalankan kekuasaan atas semua pelayar
8

2. Dalam keadaan memaksa dan mendesak, nehkoda


berwenang untuk menjual seluruh atau sebagian dari
muatan atau membayar pengeluaran-pengeluaran untuk
keperluan muatan itu ataupun meminjamkan uang dengan
menggadaikan muatan itu.
3. Melaksanakan tata tertib awak kapal.
4. Wewenang untuk menyita minuman keras atau senjata
yang dimiliki oleh anak buah kapal tanpa seizinnya.
2.1.3.2 Perwira Kapal / Mualim Kapal
Secara rangking jabatan nahkoda terdapat ABK yang
terdiri dari perwira dan bawahan. Sedangkan menurut
pembagian tugas ABK terbagi dalam bagian dek, bagian mesin,
radio operator, bagian makanan dan pelayanan. Pekerja
ketatausahaan biasanya menjadi beban tugas perwira. Perwira
bagian dek terdiri dari mualim kapal yang disebut mate atau
officer dimulai dari chief mate atau mualim satu sampai mualim
empat.
Yang dimaksud dengan perwira kapal (scheepofficieren)
itu ialah mereka yang dalam sijil awak kapal ditempatkan
sebagai perwira “(Pokok Hukum Perkapalan, 2004)”.
Sedangkan yang termasuk perwira kapal itu ialah:
a. Mualim (sturman chiefmate) I, II, III, IV.
b. Ahli mesin kapal, ahli mesin II, III, IV dan V.
c. Ahli listrik.
d. Dokter.
e. Kepala administrasi (administrateur/purser).
f. Juru telegraph/radio makronis.
Keterampilan berkomunikasi awak kapal harus cukup
membantu para penumpang dalam keadaan darurat dengan
mempehitungkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
9

a. Bahasa yang digunakan sesuai dengan / dimengerti oleh


sebagian besar penumpang yang diangkut dalam rute tertentu.
b. Adanya kemungkinan besar bahwa penggunaan bahasa /
istilah / perkataan sederhana dan singkat dapat menjalin
komunikasi dengan penumpang tentang intruksi-intruksi
dasar tanpa mempertimbangkan apakah awak kapal dan
penumpang dapat / tidak dapat memakai bahasa yang sama.
c. Kemungkinan perlunya komunikasi dalam keadaan darurat
dengan cara-cara lain, misalnya peragaan, isyarat / gerakan
tangan atau minta perhatian akan tempat mendapatkan
intruksi-intruksi, tempat berkumpul (muster station), tempat
peralatan keselamatan atau rute jalan evakuasi, jika intruksi
tidak dapat dilakukan secara lisan.
2.1.4 Kelaik Lautan Kapal
Ketentuan atau persyaratan yang berhubungan dengan kondisi
fisik kapal, mesin, peralatan navigasi, telekomunikasi, dokume kapal,
pengawakan, keselamatan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga kapal
memenuhi syarat untuk berlayar “(Pranoto 2012)”
Keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal,
pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat,
permuatan, kesejahteraan. Adapun surat penting dikapal untuk
mengajukan bahwa kapal telah memenuhi persyaratan perundang-
undangan atau peraturan yang berlaku. Untuk mendapatkan sertifikat
kapal ini, dibutuhkan pengujian dimana persyaratan minimal yang harus
dipenuuhi. Ketentuan dan persyaratan administrasi kapal.
Sejak kapal dipesan untuk dibangun hingga kapal beroperasi,
selalu ada aturan yang harus dipatuhi, dan di dalam semua proses
pelaksanaannya selalu ada badan independen yang menjadi
pengawasnya. Pada saat kapal dirancang kemudian pemilihan bahan,
dan selama proses pembangunannya, selain pemilik kapal, pihak
galangan kapal, dan pihak pemerintah selaku administrator ada pihak
10

Klasifikasi dalam hal ini di Indonesia oleh biro klasifikasi Indonesia


yang akan melakukan pengawasan dan pemberian kelas bagi kapal yang
telah selesai dibuat, hingga nanti setelah kapal beroperasi mereka juga
akan melakukan survey dan audit atas pelaksanaan semua aturan
keselamatan yang harus dipenuhi “(Bulletin Mina Diklat BPPP
Belawan, Medan)”.
2.1.5 Pengertian Kelaik Lautan Kapal
Didalam Undang-undang nomor 21 (1992) tentang pelayaran
menjelaskan bahwa kelaik-lautan kapal adalah keadaan kapal yang
memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran
perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan
kesejahteraan awak kapal, serta penumpang dan status hukum kapal
untuk berlayar diperairan tertentu “(Pranoto, 2012)”.
D.A. Lasse, (2006) berpendapat kapal yang laik laut artinya kapal
memenuhi semua peraturan yang dipersyaratkan. Namun keadaan itu
masih kebutuhan dasar untuk digunakan berlayar dilaut.
Sesuai peraturan SOLAS (2001) bagian A dapat dijelaskan
sebagai berikut semua kapal mengalami pernaikan perubahan dan
modifikasi harus selalu atau paling sedikit memasuki persyaratan pokok
konstruksi kapal. Kelaik lautan kapal adalah keadaan kapal yang
memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran,
perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan
kesejahteraan awak kapal serta penumpang dan status hukum kapal
untuk berlayar di perairan tertentu.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kelaik
lautan kapal harus memenuhi standar Internasional yang meliputi
perlengkapan kapal, pencegahan pencemaran dan awaki oleh awak
kapal yang profesional, serta mempunyai status hukum yang pasti untuk
kapal yang berlayar.
Dalam PP RI No. 69 tahun 2001 tentang kelaik lautan kapal bagi
sebuah kapal laut Indonesia, diharuskan untuk memelihara administrasi
11

yang berupa surat-surat kapal, buku-buku register adalah sebagai


berikut “(Pokok Hukum Perkapalan)”.
a. Surat-surat
1. Surat tanda kebangsaan kapal, berupa surat laut maupun pas
kapal.
2. Surat ukur (meetbrief): yaitu sertifikat yang menyebutkan
ukuran ukuran terpenting dari kapal, seperti ukuran kapal,
lebar, dalam, sarah, palka kapal.
3. Kutipan daftar kapal: yaitu sertifikat yang menerangkan siapa
pemilik kapal, surat jual-beli kapal.
4. Sertifikat laik laut (seaworthness certificate): yaitu sertifikat
yang membuktikan sebuah kapal dalam keadaan laik laut.
5. Sertifikat Lambung timbul (loadline certificate): yaitu
sertifikat yang menetapkan lambung kapal yang boleh timbul
diatas permukaan air.
6. Daftar anak buah kapal (monterrol=sijil awak kapal=crew
list): yaitu suatu daftar yang menerangkan tentang anak buah
kapal lengkap dengan pangkat dan jabatannya masing-masing.
7. Actevan Uitklaring: yaitu surat izin yang dikeluarkan oleh
syahbandar bagi suatu kapal untuk meninggalkan suatu
pelabuhan dari mana kapal itu berlabuh untuk berangkat pada
pelabuhan berikutnya.
8. Daftar muatan (manifest of loading): yaitu suatu daftar yang
menerangkan segala sesuatu yang berkaitan dan muatan yang
diangkut atau yang ada didalam kapal yang bersangkutan.
9. Sertifikat kesehatan (certificate of health): yaitu surat
keterangan yang dikeluarkan oleh dinas pelabuhan yang
menyatakan bahwa awak kapal bebas dari suatu wabah
penyakit dan orang-orang yang berada dikapal itu berada
dalam keadaan baik.
12

10. Surat bebas tikus (derating certificate): yaitu sertifikat/surat


yang menyatakan bahwa kapal tersebut bebas dari hama tikus.
b. Buku Harian Kapal
Buku harian kapal ini adalah suatu buku yang mencatat semua
kejadian/peristiwa yang terjadi dalam kapal selama pelayaran.
c. Buku Harian Mesin
Yaitu buku yang mencatat semua kejadian atau perkembangan
dengan mesin kapal sebagai tenaga penggerak selama pelayaran.
d. Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki Surat Izin berlayar (SIB)
yang dikeluarkan oleh syahbandar setelah memenuhi persyaratan
kelaik lautan kapal, antara lain :
1. Dokumen kapal
2. Fisik kapal
3. Tata susunan muatan
4. Garis muat dan stabilitas kapal
5. Dokumen awak kapal
2.1.6 SOLAS (International Convention For the Safety of Life at Sea)
Belajar dari beberapa peristiwa kecelakaan kapal laut, misalnya
tenggelamnya kapal Titanic yang menelan korban ribuan jiwa, maka setelah
beberapa kali dikeluarkan peraturan keselamatan secara regional organisasi
IMCO (sekarang menjadi IMO) pada 17 JUNE 1960 mengeluarkan peraturan
internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut dikenal dengan nama SOLAS
1960, yang terus disempurnakan dan ditambah pada tahun 1974, 1978, 1981,
1981, 1988, 1991, 1997 dan terakhir tahun 2000 “(SOLAS 1974 dan
COLREG 1972)”.
SOLAS merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk
seluruh kapal yang memilik GRT 250 ton keatas, untuk kapal-kapal yang GRT
nya dibawah 250 ton maka persyaratan harus mengikuti peraturan Pemerintah
bendera kapal.
Peralatan keselamatan peraturannya dikelompokkan untuk
penggunaan dikapal jenis Kapal Penumpang dan Kapal Barang. Melihat
bahwa nama dan jenis peralatan keselamatan belum secara keseluruhan
13

dikenal dengan nama baku Indonesia, maka banyak nama2 yang masih
menggunakan sebutan dalam bahasa Inggris. Jenis peralatan keselamatan
dikapal sangat dipengaruhi dari jenis kapal, gross tonnage, bendera kapal,
ukuran dimensi kapal dan jumlah orang yang berada dikapal “(SOLAS 1974
dan COLREG 1972)”
2.1.7 Peralatan Keselamatan Pada Kapal
A. Dokumen (documentation)
Dokumen untuk keselamatan sangat penting keberadaanya
dikapal, antara lain yang dipersyaratkan adalah :
1. Fire control plan, adalah merupakan gambar/ denah yang
menunjukkan letak, posisi, jenis dan jumlah alat keselamatan
dan pemadam kebakaran dikapal.
2. Muster list and emergency procedure, merupakan daftar dan
tugas awak kapal untuk keadaan darurat.
3. Nautical publication, terdiri dari buku atau terbitan termasuk
peta laut, yang menjelaskan secara lengkap arah berlayar, daftar
rambu suar, daftar pasang surut dan informasi lain yang
diperlukan.
4. International code of signal berisi daftar isyarat int. ter masuk
daftar call sign dari kapal.
B. Peralatan Navigasi Pada Kapal
Sesuai dengan peraturan International SOLAS 1974 dan
Colreg (collison regulation 1972) seluruh kapal harus dilengkapi
dengan peralatan Navigasi sbb:
1. Lampu Navigasi (Navigation light)
Lampu navigasi dipasang dikapal sesuai dengan peraturan
Colreg (collision regulation 1972) dan dinyalakan pada cuaca
gelap untuk mengetahui arah kapal, jenis kapal dan besar kapal
sbb :
a. Lampu tiang depan (fore masthead light)
b. Lampu tiang utama (untuk kapal panjang lebih 50 m) main
14

masthead
c. Lampu samping kiri dan kanan (PS and SB light)
d. Lampu buritan (stern light)
e. Lampu gandeng (towing light)
f. Lampu jangkar depan dan belakang (anchor light)
g. Lampu mesin induk mati (not under command light)
2. Kompas magnet (Magnetic compass)
Kompas magnet merupakan kompas utama sebagai alat
untuk penentu arah kapal, kompas dipasang di anjungan kapal
atau di geladak kompas diatas anjungan. Kompas magnet harus
selalu dikoreksi, karena kemungkinanpengaruh logam sekitar
magnet. Untuk kepentingan pembacaan dimalam hari, rumah
kompas dilengkapi lampu penerangan. Untuk kapal ukuran
tertentu, dipasang Gyro compass sebagai kompas tambahan.
3. Peralatan Navigasi lainnya (Other Safety Navigation)
Di kapal masih ada peralatan Navigasi lainnya antara lain :
a. Lampu isyarat siang hari / daylight signalling lamp
Lampu ini digunakan untuk pemberian isyarat morse pada
siang hari, lampu ini juga disebut Aldist lamp. Tenaga lampu
ini menggunakan arus DC.
b. Bel / forecastle bell, digunakan sebagai peringatan keadaan
bahaya atau digunakan sebagai tanda pergantian waktu jaga
di anjungan.
c. Gong, mempunyai fungsi yang sama dengan bel.
d. Suling kapal/suling kabut / ship whistle/fog horn digunakan
untuk isyarat bunyi pada saat kabut.
e. Bola jangkar dan kerucut / Black ball and black diamond
shape, digunakan untuk tanda bahwa kapal pada posisi lego
jangkar (kerucut untuk kapal ikan).
15

4. Perlengkapan Radio (Radio Equipment)


Sesuai dengan peraturan SOLAS 1974 seluruh kapal harus
dilengkapi dengan perlengkapan Radio, yaitu radio telephony
(untuk kapal dibawah 300 grt) sedangkan untuk kapal GRT 300
keatas harus dilengkapi dengan sistim radio GMDSS (Global
Marine Distres Signal Systim) dengan peralatan terdiri sbb :
a. Radio telephony lengkap dengan sistim antena yang dapat
menerima dan memancarkan freq. 2182 kHz, dan memiliki
sumber tenaga batteray.
b. VHF radiotelephone, merupakan perlengkapan radio type
tetap.
c. Two way VHF radiotelephone, merupakan perlengkapan
radio type genggam tahan cuaca/air.
d. GMDSS, Sesuai dengan peraturan International SOLAS 1974
chapter IV, seluruh kapal dengan GRT 300 keatas harus
dilengkapi dengan peralatan GMDSS. GMDSS merupakan
perangkat lengkap instalasi radio yang terpadu yang
dilengkapi dengan sistim Distress. Kelengkapan radio
GMDSS dikapal disesuaikan juga dengan Area pelayaran
kapal. Pada GMDSS dilengkapi sistim duplikat, artinya
semua perangkat berjumlah 2 unit, sebagai contoh VHF radio
utama dan VHF radio duplikat. GMDSS diproduksi oleh
pabrik radio kapal secara khusus dan mendapat pengesahan
sesuai persyaratan SOLAS.
5. Peralatan pendeteksi kedalaman laut (Echo sounder)
Merupakan peralatan electronic untuk mengetahui dan
mengukur kedalaman laut antara lunas kapal dengan dasar laut,
peralatan ini sangat dibutuhkan apabila kapal berlayar diperairan
dangkal atau perairan yang mempunyai pasang surut yang
tinggi. Peralatan ini dipasang dianjungan kapal, penunjukan
dapat berupa grafik atau berupa angka digital.
16

6. GPS (Global Positioning System)


Merupakan peralatan electronic untuk mengetahui dan
menentukan posisi kapal berdasarkan derajat lintang dan
bujurnya, sehingga dengan mudah kapal dapat diketahui
posisinya secara tepat apabila diplot pada peta. Alat ini bekerja
dengan bantuan satelit. GPS juga dapat melihat dan mengikuti
jejak pelayaran kapal secara tepat. GPS juga dapat dilengkapi
dengan peralatan speed log, pengukur kecepatan berlayar kapal.
7. Radar Kapal (Ships radar)
Radar kapal adalah merupakan alat elektronik untuk
mendeteksi adanya obyek disekitar kapal dalam radius sesuai
jangkauan radar 5 mil, 10, 20 bahkan 100 mil Unit radar terbagi
dua bagian yang terdiri dari unit monitor yang terpasang dan
dapat dibaca diruang anjungan, unit kedua adalah scanner
merupakan peralatanyang dapat berputar dan terletak diatas
ruang anjungan atau terpasang pada salah satu tiang kapal.
Monitor radar beragam, ada yang menampilkan warna
hijau dan pada saat ini monitor radar sudah banyak yang
berwarna Pada monitor radar terdapat beberapa fasilitas yang
sangat berguna antara lain : fasilitas plotting, tracking ataupun
untuk menangkap signal khusus.
8. Engine telegraph, telepon internal dan sistim pengeras suara
a. Engine Telegraph adalah alat khusus untuk berkomunikasi
antara anjungan dan ruang mesin, alat ini untuk memberi
isyarat secara visual kebutuhan operasi menjalankan
kecepatan mesin induk, misalnya perintah start engine, slow
engine, full speed ataupun stop engine.
Engine telegraph bekerja paralel antara anjungan dan kamar
mesin, alat ini dilengkapi bagian yang menunjukkan
konfirmasi pelaksanaan perintah yang dapat dibaca di
anjungan dan kamar mesin, alat ini juga dilengkapi alarm
17

apabila terjadi kesalahan respon.


Engine telegraph dipersyaratkan untuk kapal-kapal yang
memiliki notasi sesuai klasifikasi, sebelum adanya engine
telegraph bahkan sekarang masih digunakan adalah sistim
voice tube, suatu tabung untuk meneriakan perintah antara
anjungan dan kamar mesin.
b. Telepon Internal adalah alat untuk berkomunikasi dua arah
antara anjungan dan ruang-ruang dikapal atau alat
komunikasi antar ruangan. Untuk komunikasi antar anjungan
dengan kamar mesin dipasang telepon khusus. Telepon ini
harus dipasang di ruang anjungan kamar kapten, kkm dan
perwira dek, ruang salon, ruang kontrol kamar mesin, ruang
mesin, dapur, ruang steering gear dan ruang lain yang
penting.
Telepon Internal Selain untuk komunikasi, sistim telepon
dapat digabung dengan peralatan panggil atau public
addressor, yang digunakan untuk memanggil atau memberi
perintah secara terbuka melalui pengeras suara diseluruh
kapal. Selain telepon Internal, pada saat ini sudah banyak
kapal yang dilengkapi dengan telepon satelit, telepon ini
menggunakan fasilitas satelit inmarsat. Namun pada saat ini
biaya telepon ini masih cukup mahal sekitar USD 20 per
menit.
C. Perlengkapan Penyelamat Jiwa (life saving appliances)
Yang termasuk dalam peralatan ini adalah :
1. Peralatan dianjungan terdiri Line throwing appliances (alat
pelempar tali), lengkap dengan roketnya.
2. Parachute distress signal (isyarat bentuk parasit).
3. Peralatan radio untuk survival.
4. Sekoci (life boat) merupakan boat penolong dengan kapasitas
sesuai jumlah penumpang pada setiap sisi Sekoci dilengkapi
18

dengan bermacam perlengkapan, untuk digunakan sebagai alat


survival.
5. Dewi-dewi (davits) adalah peralatan untuk menurunkan atau
meluncurkan, sekoci ke laut, sistim peluncuran ini juga
dilengkapi beberapa peralatan, penunjang seperti tali, tangga,
lampu.
6. Rakit penolong kembung (inflatable liferaft) peralatan
penolong berupa rakit penyelamat yang terbuka menyerupai
perahu karet setelah dilempar kelaut. Rakit penolong ini
ditempatkan disisi kiri dan kanan kapal dengan kapasitas setiap
sisi sesuai penumpang.
Untuk kapal yang memiliki panjang lebih dari 100 m
dipersyaratkan untuk menempatkan satu life raft berkapasitas
min. 6 orang dibagian depan (forward). Pada life raft terdapat
beberapa perlengkapan survival dan pada tabung (capsule) life
raft terdapat identifikasi nama kapal, port of registry dan
kapasitas. Life raft memiliki konstruksi penopang didek yang
secara mudah dapat diluncurkan, atau secara otomatis akan
terlepas apabila kapal tenggelam.
7. Life jacket, jaket pelampung merupakan pelampung yang
harus memenuhi syarat dan dilengkapi dengan peluit serta
lampu. Pelampung harus berwarna orange dan ditambah
material reflective supaya terlihat dari jauh dan pada malam
hari saat pencarian.
8. Lifebuoys, ban pelampung untuk menolong orang yang
tercebur jatuh kelaut. Pelampung ini dilengkapi dengan tali
sepanjang 27.5 m, ada yang dilengkapi smoke signal dan
lampu yang dapat menyala sendiri (self igniting light). Pada
pelampung ditulis nama kapal dan pelabuhan pendaftaran.
Untuk kapal yang memiliki bridge deck atau bangunan atas
19

yang tinggi, dilengkapi alat peluncur pelampung secara cepat


dari deck anjungan.
9. Jumlah pelampung minimum 8 bh, 4 dilengkapi lampu, 2
dilengkapi smoke signal dan dua hanya dilengkapi tali.
10. Pilot ladder atau tangga pandu, yang digunakan untuk naik dan
turun pandu kapal. Daerah tangga harus dilengkapi lampu
penerangan. Ada jenis tangga pilot yang dilengkapi dengan
sistim mekanis, tangga dapat naik turun dengan winch.
11. Pompa Pemadam, Hidran, Selang dan Alat Pemadam / fire
pumps, hydrants, hoses and extinguishers.
12. Perlengkapan Pemadam Kebakaran Untuk Ruang Muatan / fire
appliances in cargo spaces.
Pada umumnya ruang muat menggunakan sistim pemadam
kebakaran CO2 Instalasi CO2 dipasang pada bagian atas ruang
muat, pipa akan mengalirkan CO2 mulai dari CO2 dalam
tabung yang disimpan di ruang tabung CO2.Pipa tersebut akan
menembus bulkhead secara baik dan berujung di seluruh ruang
muat.
Pengaturan pengaliran CO2 dapat diatur dari panel kontrol
yang terdapat di disekitar ruang tabung CO2 Supaya
pemadaman dapat dilaksanakan secara efektif maka seluruh
lubang pada ruang palkah harus dapat ditutup rapat, termasuk
lubang ventilasinya. Secara berkala instalasi CO2 harus
diperiksa dan tabung ditimbang.
13. Perlengkapan pemadam lain (other fire appliances)
Dikapal dilengkapi perlengkapan lain sebagai penunjang
pemadam kebakaran adalah firemen outfit, yaitu baju
pemadam yang digunakan saat pemadaman lengkap dengan
safety lamp, life line, axe, helmet, baju, celana, sepatu dan
sarung tangan tahan api Alat pernafasan (oksigen) yang terdiri
dari masker dan tabung oksigen yang dapat dikenakan pada
20

saat pemadaman lengkap dengan beberapa tabung cadangan


Jumlah baju pemadam dan alat bantu pernafasan diatur sesuai
persyaratan SOLAS atau sesuai dengan ketentuan pemerintah
bendera Kotak pasir dan sekop, harus tersedia disekitar ruang
mesin dan kapak besar tersedia ditempat yang mudah
dijangkau Kapal dilengkapi pula dengan fasilitas international
shore connection “(Lecture Notes, Sistem dan Perlengkapan
Kapal)".
2.1.8 Keselamatan Pelayaran
Keselamatan pelayaran didefinisikan sebagai suatu keadaan
terpenuhinya persyaratan keselamatan pelayaran dan keamanan yang
mengangkut angkutan perairan dan kepelabuhanan. Terdapat banyak
penyebab kecelakaan kapal laut karena tidak di indahkannya peraturan
diatas kapal. Keselamatan pelayaran pada dasarnya ditentukan oleh usia
kapal “(Kukuh Kumara, 2005)”.
Keselamatan pelayaran juga tanggung jawab operator kapal dan
seluruh pemangku kepentingan atau stakeholder pelayaran. Selain
operator, stakeholder adalah administrator pelabuhan atau syahbandar
sebagai regulator, pelabuhan sebagai fasilitator dan pengguna jasa
“(Saut Gurning, 2005)”.
Unsur lain yang tidak kalah penting adalah perguruan tinggi
perkapalan dan badan diklat kepelautan, industri galangan, pemasok
alat keselamatan, biro klasifikasi kapal, dan Badan Meteorologi,
Klomatologi dan Geofisika (BMKG). Keselamatan pelayaran juga
harus didukung oleh Badan SAR sebagai unsur penyelamatan,
keselamatan pelayaran tidak hanya dilihat dari kondisi kapalnya, sebab
banyak faktor lain yang mempengaruhi.
Operator kapal juga membutuhkan SDM berkualitas dari lembaga
pendidikan, baik badan diklat kepelautan maupun perguruan tinggi
pelayaran dan teknik perkapalan. Kualitas output dari lembaga
pendidikan tersebut akan mempengaruhi kehandalan SDM dalam
21

mengoperasikan kapal. Tidak kalah penting adalah perawatan alat


keselamatan oleh perusahaan servis alat keselamatan yang telah
disahkan oleh manufaktur dan pemerintah. Komitmen perusahaan untuk
menjalankan sistem keselamatan kapal tercermin dari audit setiap tahun
oleh lembaga independen yang mewakili pemerintah, yaitu BKI berupa
manajemen keselamatan internasional (ISM Code). Dengan sistem
manajemen keselamatan itu, SDM dapat mengoperasikan kapal dengan
aman dan dapat melakukan tindakan penyelamatan bila terjadi
kecelakaan. Semua unsur diatas harus benar-benar sah dan layak
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa yang ditunjuk
oleh pemerintah, baik biro klasifikasi maupun marine inspector
“(Pranoto, 2012)”.
Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional
diatur dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS),
1974, sebagaimana telah disempurnakan: Aturan internasional ini
menyangkut ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik,
perlindungan api, detektor api dan pemadam kebakaran).
2. Komunikasi radio, keselamatan navigasi.
3. Perangkat penolong, seperti pelampung, keselamatan navigasi.
4. Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan
dan keamanan pelayaran termasuk didalamnya penerapan of the
International Safety Management (ISM) Code dan International
Ship and Port Facility Security (ISPS) Code).
b. International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979.
c. International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual
(IAMSAR) dalam 3 jilid.
Hananto Soewedo (Majalah figur, edisi XIV/2007, hal: 13)
mengatakan bahwa keselamatan pelayaran merupakan faktor yang
sangat penting ketika seorang nahkoda menjalankan tugasnya
22

menahkodai kapal pelayaran mengarungi samudera. Undang-undang RI


No 21 pasal 1 tentang pelayaran berbunyi adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan angkutan di perairan, kepelabuhanan, serta keamanan
dan keselamatannya.
2.1.9 Faktor-Faktor Kondisi Pengoperasian Kapal
Kapal yang hendak beroperasi diperairan penyeberangan haruslah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syaratnya tergantung pada jenis
kapal, wilayah perairan yang hendak dilayari, jenis muatan yang hendak
diangkut, dan yang lainnya yang sudah ditetapkan oleh penguasa.
Dalam hal ini syarat-syarat yang berkenan dengan kesentosaan kapal,
kesehatan kapal dan orang-orang yang berada diatas kapal serta
persyaratan fisik lainnya yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal bila
akan berlayar dalam operasi pengangkutan penumpang atau barang
dalam lalu lintas pelayaran samudera maupun perairan.
Salah satu persyaratannya adalah bahwa kapal harus layak laut,
yaitu kapal harus dapat melakukan pekerjaan pemuatan dan selanjutnya
melakukan pelayaran dengan aman sampai ketujuan dan disana
melakukan pembongkaran atas penumpang maupun barang-barang
yang diangkkutnya dengan aman pula, syarat ini dimaksudkan untuk
mengatur masalah keselamatan pelayaran, penjagaan kesehatan kapal,
kelayakan kapal dan lain-lain.
23

2.2 Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Judul dan Teknis Analisa dan Hasil


No Variabel dan Indikator
Nama Peneliti Penelitian
1 Pengembangan Variabel Independen : Metode etnografi, metode
model evakuasi Perilaku penumpang, crew penelitian kualitatif
keadaan darurat kapal 1. Perilaku penumpang
dikapal ferry Variabel Dependen : kapal selat Madura
dengan keselamatan pelayaran. cenderung menyebabkan
mempertimbang Indikator: perilaku dan kondisi
kan perilaku X1.1 penjagaan ketertiban tidak aman
ABK melalui dan keamanan selama di 2. ABK tidak pernah
simulasi dan kapal. melakukan sosialisasi
studi etnografi X1.2 tanggapan terhadap penumpang
penumpang penumpang dalam mengenai keselamatan
kapal (Kustriwi mentaati peraturan di pelayaran
Ratnaning kapal. 3. Pada saat proses simulasi
Hapsari) X1.3 kepedulian evakuasi, total kegiatan
penumpang dalam pelaporan kejadian
menjaga fasilitas kapal. membutuhkan waktu 3,3
X2.1 pengoperasian kapal menit
dan alat navigasi. 4. Keberhasilan proses
X2.2 pengawasan evakuasi dipengaruhi
penumpang di kapal. oleh perilaku ABK dan
X2.3 penjagaan keamanan penumpang kapal
kapal.
Y1: awak kapal bekeja
sesuai jabatan dan
mengutamakan
24

keselamatan.
Y2: fasilitas alat- alat
keselamatan di kapal yang
lengkap.
Y3: perilaku penumpang
menjaga keselamatan dan
keamanan di kapal.
2 Kepatuhan Variabel Independen : Metode penelitian kualitatif
nahkoda crew kapal. Faktor yang paling
melakukan Variabel Dependen : berpengaruh dalam
pemeriksaan keselamatan pelayaran membentuk perilaku
boat Indikator: kepatuhan nahkoda dalam
berdasarkan X2.1 pengoperasian kapal memeriksa boat berdasarkan
check-list dan alat navigasi. checklist adalah tingkat
harian untuk X2.2 pengawasan pendidikan nahkoda yang
keselamatan penumpang di kapal. rendah dan kompetensi
pelayaran di X2.3 penjagaan keamanan nahkoda yang masih belum
perusahaan kapal. memenuhi harapan sesuai
pelayaran Y1: awak kapal bekeja standar pelayaran yang ada.
(Rinto B 2012) sesuai jabatan dan Selain itu peran pengawasa
mengutamakan Marine Supervisor yang
keselamatan. hanya sepintas dalam
Y2: fasilitas alat- alat mendukung dan memastikan
keselamatan di kapal yang para nahkoda dan boat-nya
lengkap. untuk siap berlayar juga
Y3: perilaku penumpang sangat berpengaruh dalam
menjaga keselamatan dan membentuk perilaku patuh
keamanan di kapal. dalam memeriksa boat
berdasarkan checklist.
25

3 Tanggung Variabel Independen : Metode pendekatan yuridis-


jawab nahkoda Crew kapal, Kelaik lautan empiris
kapal cepat kapal Penelitian Kepustakaan
angkutan Variabel Dependen : (library research) dan
penyeberangan Keselamatan pelayaran. penelitian lapangan
terhadap kelaik Indikator: (field research)
lautan kapal X2.1 pengoperasian kapal 1. Nahkoda dalam
dalam dan alat navigasi. menjalankan tanggung
keselamatan X2.2 pengawasan jawabnya sebagai
dan keamanan penumpang di kapal. pemimpin tertinggi
pelayaran X2.3 penjagaan keamanan dikapal yang
(Lazuardi kapal. bertanggung jawab
Saputra 2013) X3.1 dokumen awak terhadap keselamatan
kapal. dan keamanan pelayaran
X3.2 kondisi fisik kapal. belum maksimal. Karena
X3.3 alat-alat keselamatan ketidaktegasan nahkoda
di kapal. dan intervensi dari
Y1: awak kapal bekeja peusahaan pelayaran
sesuai jabatan dan terhadap kewenangan
mengutamakan nahkoda.
keselamatan. 2. Nahkoda telah
Y2: fasilitas alat- alat menjalankan tanggung
keselamatan di kapal yang jawabnya sebagai
lengkap. pengawas dan
Y3: perilaku penumpang pemelihara peralatan
menjaga keselamatan dan keselamatan kapal,
keamanan di kapal. namun hal tersebut tidak
berarti dalam menjamin
keselamatan kapal jika
nahkoda masih
membiarkan terjadi
26

kelebihan muatan baik


itu penumpang maupun
barang walaupun dengan
alasan kebijakan
perusahaan pelayaran,
hal ini tetap saja
mengganggu dan
mengancam keselamatan
pelayaran.
4 Pengaruh safety Variabel independen : Metode Penelitian Diskriptif.
equipment kelaik lautan kapal, Menyaksikan peristiwa
terhadap peralatan keselamatan tenggelamnya kapal Levina I
keselamatan Variabel dependen : dan KM Senopati Nusantara
berlayar (Benny Keselamatan pelayaran yang menewaskan ratusan
Agus Setiono Indikator: penumpangnya, adalah salah
2010) X3.1 dokumen awak satu pelajaran penting yang
kapal. harus sangat dibenahi adalah
X3.2 kondisi fisik kapal. jaminan keselamatan
X3.3 alat-alat keselamatan transportasi. Jaminan
di kapal. dimaksud adalah sebuah
X4.1 dokumen peralatan sistem yang baku,
keselamatan tersistematisasi, dan mudah
X4.2 kapal memiliki mudah dimengerti oleh para
persyaratan SOLAS penumpang, sehingga ketika
X4.3 perlengkapan terjadi kecelakaan, prosedur
penyelamatan. tersebut langsung berlaku.
Y1: awak kapal bekeja
sesuai jabatan dan
mengutamakan
keselamatan.
Y2: fasilitas alat- alat
27

keselamatan di kapal yang


lengkap.
Y3: perilaku penumpang
menjaga keselamatan dan
keamanan di kapal.

Pengembangan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu


ialah mengenai jumlah variabel bebas (X) dimana ke empat penelitian
terdahulu masing-masing hanya menggunakan dua atau satu variabel bebas
(X), kelaik lautan kapal dan atau peralatan keselamatan selanjutnya untuk
penelitian sekarang telah menggunakan empat variabel bebas (X) yaitu
perilaku penumpang, crew kapal, kelaik lautan kapal, dan safety equipment.
2.3 Hipotesis
Dalam mengadakan suatu penelitian diperlukan suatu jawaban
sementara sebagai patokan untuk mengumpulkan data sebelum sampai pada
pemecahan masalah yang sebenarnya. Pengujian akan dilakukan berdasarkan
fakta yang dikumpulkan, diolah dan dianalisa, yang hasilnya akan
menentukan apakah hipotesis diterima atau ditolak dalam batas-batas tertentu.
Menurut Sutrisno Hadi (1991 : 316) hipotesis adalah dugaan yang
mungkin benar atau salah. Berdasarkan tujuan pokok permasalahan, maka
hipotesis yang diajukan adalah :
a. Diduga perilaku penumpang berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan pelayaran kapal di Pelabuhan Jambi.
b. Diduga crew kapal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan pelayaran kapal di Pelabuhan Jambi.
c. Diduga Kelaik Lautan kapal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan pelayaran kapal di Pelabuhan Jambi.
d. Diduga Peralatan Keselamatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan pelayaran kapal di Pelabuhan Jambi.
28

2.4 Kerangka Pemikiran Teoristis


Berdasarkan landasan teori mengenai variabel perilaku penumpang,
crew kapal, kelaik lautan kapal, peralatan keselamatan terhadap keselamatan
pelayaran, maka diajukan kerangka pemikiran teoristis yang medasari
penelitian ini, sebagai berikut :

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

X.1.1

X.1.2
Perilaku
X.1.3 Penumpang

X.2.1
H1

X.2.2
Crew Kapal Y.1
X.2.3
H2 Y.2
X.3.1 Keselamatan
Pelayaran Y.3
X.3.1 H3
Kelaik lautan
X.3.1 kapal

X.4.1 H4

X.4.2
Peralatan
X.4.3 Keselamatan
29

: Variabel : Pengaruh

: Indikator : Pengukur

Keterangan :
X1 : PERILAKU PENUMPANG
X1.1 : Penjagaan ketertiban dan keamanan selama di kapal
X1.2 : Tanggapan penumpang dalam mentaati peraturan di kapal
X1.3 : Kepedulian penumpang dalam menjaga fasilitas kapal

X2 : CREW KAPAL
X2.1 : Pengoperasian kapal dan alat navigasi
X2.2 : Pengawasan penumpang dan barang di kapal
X2.3 : Penjagaan keamanan kapal

X3 : KELAIK LAUTAN KAPAL


X3.1 : Dokumen awak kapal
X3.2 : Kondisi fisik kapal
X3.3 : Alat-alat keselamatan kapal

X4 : PERALATAN KESELAMATAN
X4.1 : Dokumen peralatan keselamatan
X4.2 : Kapal memiliki persyaratan SOLAS
X4.3 : Perlengkapan penyelamatan

Y : KESELAMATAN PELAYARAN
Y.1 : Awak kapal bekerja sesuai jabatan dan mengutamakan keselamatan
Y.2 : Fasilitas alat-alat keselamatan di kapal yang lengkap
Y.3 : Perilaku penumpang menjaga keselamatan dan keamanan kapal

Anda mungkin juga menyukai