Struktur organisasi kapal terdiri dari seorang Nakhoda selaku pimpinan umum di atas
kapal dan Anak Buah kapal yang terdiri dari para perwira kapal dan non
perwira/bawahan (subordinate crew). Nahkoda adalah orang yang bertanggungjawab
terhadap keseluruhan kapal, muatan dan keselamatan setiap kru. Seorang nahkoda
haruslah merupakan navigator yang handal dan berpengalaman. Tugas dan
tanggungjawab nahkoda sangatlah besar dan mencakup kondisi kapal secara
keseluruhan. Misalkan seorang Mualim sedang bertugas di anjungan sewaktu kapal
mengalami kandas. Meskipun pada saat itu Nakhoda tidak berada di anjungan, akibat
kandas itu tetap menjadi tanggung jawab Nakhoda. Contoh yang lain seorang Masinis
sedang bertugas di Kamar Mesin ketika tiba-tiba terjadi kebakaran dari kamar mesin.
Maka akibat yang terjadi karena kebakaran itu tetap menjadi tanggung jawab Nakhoda.
Tugas dan tanggungjawab Nahkoda dapat dijabarkan melalui penjelasan sebagai
berikut:
1. Nakhoda Merupakan Pemegang Kewibawaan Umum
Mengandung pengertian bahwa semua orang yang berada di atas kapal, tanpa
kecuali harus taat serta patuh kepada perintah-perintah Nakhoda demi terciptanya
keamanan dan ketertiban di atas kapal. Tidak ada suatu alasan apapun yang dapat
dipakai oleh orang-orang yang berada di atas kapal untuk menentang perintah
Nakhoda sepanjang perintah itu tidak menyimpang dari peraturan perundang-
undangan. Setiap penentangan terhadap perintah Nakhoda yang demikian itu
merupakan pelanggaran hukum, sesuai dengan pasal 459 dam 460 KUH. Pidana,
serta pasal 118 UU. No.21, Th. 1992. Jadi menentang perintah atasan bagi awak
kapal dianggap menentang perintah Nakhoda karena atasan itu bertindak untuk dan
atas nama Nakhoda.
2. Nakhoda sebagai Pemimpin Kapal
Nakhoda bertanggung jawab dalam membawa kapal berlayar dari pelabuhan satu ke
pelabuhan lain atau dari tempat satu ke tempat lain dengan selamat, aman sampai
tujuan terhadap penumpang dan segala muatannya.
2
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang begitu besar, Nahkoda dibantu
oleh beberapa perwira dan ABK sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku di
atas kapalnya. Struktur organisasi tersebut bukanlah struktur yang baku, karena tiap
kapal bisa berbeda struktur organisasinya tergantung jenis, fungsi dan kondisi kapal
tersebut. Umumnya kapal terdiri dari departemen deck, engine, catering, dan
departemen radio. Berikut adalah salah satu contoh struktur organisasi di suatu kapal
:
Chief Officer atau yang juga disebut Mualim I merupakan kepala departemen deck. Dia
dibantu oleh Mualim II, Mualim III atau terkadang Mualim IV. Departemen deck juga
terdiri dari Bosun dan Carpenter (keduanya adalah petty officers) dan sejumlah ratings
yang terdiri dari Able Seamen (AB) dan Ordinary Seamen (OS). Departemen Deck
bertanggungjawab dalam navigasi kapal dengan aman dan ekonomis dari satu
pelabuhan ke pelabuhan yang lain. Nahkoda merupakan navigator yang
berpengalaman dan menentukan haluan terbaik kapal. Mualim II bertanggungjawab
membantu Nahkoda untuk menjaga agar kapal tetap pada haluannya dan merawat
seluruh peralatan yang digunakan untuk keperluan navigasi. Tugas departemen deck
lainnya adalah terkait penanganan dan pengaturan muatan yang merupakan
tanggungjawab dari Mualim I. Pada saat kapal tidak berisi muatan, Mualim I harus
memastikan bahwa ruang palka bersih dan dipersiapkan untuk pengisian muatan
berikutnya. Di laut, kebanyakan tugas departemen deck dihabiskan untuk melaksanakan
3
perawatan kapal dan peralatannya agar selalu berada pada kondisi yang prima.
Pekerjaan pembersihan, pengecatan dan perbaikan harus selalu dilaksanakan oleh
ratings dengan supervisi dari Bosun. Program perawatan harian disusun oleh Mualim I.
Dia juga mengawasi jalannya tugas sehari-hari secara umum dan harus siap
menghadapi permasalahan yang muncul. Mualim III bertanggungjawab terhadap
peralatan keselamatan. Dia harus memastikan semua peralatan keselamatan dapat
berfungsi dengan baik ketika diperlukan, terutama dalam kondisi emergensi. Bosun dan
carpenter langsung bertanggungjawab kepada Mualim I. Bosun memastikan bahwa
instruksi Mualim dilaksanakan oleh kru kapal. Bosun memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam tali temali. Tugas sehari-hari carpenter adalah mengukur muatan
yang ada di dalam tanki. Dia juga bertanggungjawab mengoperasikan windlass (mesin
jangkar) saat jangkar dinaikkan atau diturunkan. Departemen deck juga
bertanggungjawab untuk melaksanakan tugas jaga. Perwira deck melaksanakan tugas
jaga di anjungan. Dia merupakan wakil Nahkoda dan harus melaporkan keselamatan
kapal selama bertugas jaga.
Chief Engineer atau yang disebut juga Kepala Kamar Mesin (KKM) merupakan
kepala departemen mesin. Dalam bekerja dia dibantu oleh Masinis I, Masinis II, Masinis
III dan terkadang Masinis IV. Petty Officers di kamar mesin adalah Pumpman,
Storekeeper dan Donkeyman. KKM bertanggung jawab kepada Nakhoda mengenai
administrasi, pengawasan, keselamatan dan penghematan operasi pada Departemen
Mesin. Tanggung jawab KKM adalah terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan yang tepat guna pada semua mesin-
mesin dan perlengkapan listrik, mesin perlengkapan deck, mesin pendingin bahan
makanan, dapur dan perlengkapan lainnya seperti yang telah ditetapkan.
2. Tanggung jawab yang berhubungan dengan sistem muatan dan mesin perlengkapan
deck akan dilakukan kerjasama dengan Mualim I.
3. Melaksanakan pengawasan yang ketat terhadap semua kegiatan Departemen Mesin.
KKM diharapkan agar setiap saat memberitahukan mengenai hal-hal berikut:
Perilaku dan kemampuan awak kapal Departemen Mesin
Pemakaian dan persediaan bahan bakar dan minyak pelumas
Kondisi dari mesin penggerak utama, mesin bantu dan mesin kemudi termasuk
kinerja terakhir peralatan-peralatan tersebut, perbaikan yang dibutuhkan, persediaan
dan penggunaan suku cadang Departemen Mesin.
4. Melakukan inspeksi ke ruangan mesin untuk memastikan pengoperasian mesin-mesin
dengan benar dan melihat bahwa awak kapal yang mengoperasikan melakukan tugas-
tugasnya dengan penuh perhatian, serta melakukan inspeksi bersama dengan
Nakhoda ke seluruh bagian kapal sebagaimana diperlukan.
4
Masinis I adalah pejabat nomor dua untuk Departemen Mesin dan jika KKM
berhalangan, dia akan mengambil tugas dan tanggung jawab KKM. Masinis I
bertanggung jawab kepada KKM mengenai hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan tugas jaga di kamar mesin pada waktu kapal berlayar dan di pelabuhan
jika ditetapkan demikian.
2. Bertanggungjawab terhadap kondisi dan pemeliharaan mesin induk, pemeliharaan
pompa-pompa, alat pemindahan panas (heat exchanger) dan perlengkapannya
3. Masinis I bertanggung jawab dalam pencegahan kecelakaan bersama Mualim I untuk
memastikan kondisi kerja yang aman di atas kapal, agar memperhatikan bahwa
semua pekerjaan terutama yang berhubungan dengan Kegiatan Departemen Mesin
dilaksanakan dengan aman.
4. Melakukan tugas-tugas dan pekerjaan pemeliharaan sesuai dengan jadwal
pemeliharaan terencana (Planned Maintenance System).
5. Melaporkan dan mencatat pemakaian bahan bakar dan minyak pelumas kepada KKM.
6. Merencanakan permintaan bunkerdan minyak pelumas.
7. Pengoperasian dan pencatatan indikator pesawat-pesawat kelistrikan
8. Pengoperasian, menjalankan sistemmesin pendingin, sistem air condition, panel listrik
dan elektro motor.
9. Menyiapkan dan mengganti lampu-lampu penerangan dan lampu-lampu navigasi
apabila ada yang padam.
Sistem kerja di kapal menggunakan sistem rantai komando. Dalam sistem ini,
perintah diberikan secara hierarkis dari pihak dengan jabatan lebih tinggi kepada pihak
dengan jabatan lebih rendah yang akan melaksanakan perintah secara langsung atau
pihak tersebut akan menyampaikan perintah kepada pihak yang jabatannya lebih rendah
lagi untuk dilaksanakan. Seseorang hanya dapat memberikan perintah kepada pihak
yang secara langsung berada dibawahnya dalam rantai komando dan dia pun hanya
dapat menerima perintah hanya dari pihak yang langsung berada di atasnya.
Perintah dan kontrol sangat kuat dirasakan dalam sistem rantai komando.
Semakin tinggi jabatan seseorang dalam rantai komando, semakin besar kekuasaan,
kekuatan, dan tanggungjawabnya. Struktur hierarki seperti ini memiliki kelebihan ketika
diterapkan di atas kapal:
Tugas dan tanggungjawab dapat disupervisi dengan jelas dimana setiap pimpinan
memiliki tanggungjawab untuk mengawasi pekerjaan bawahannya.
Bawahan tidak akan bingung ketika ingin bertanya atau berkonsultasi terkait pekerjaan
yang dibebankan kepadanya. Sistem komunikasi dan pelaporan juga lebih jelas.
6
BAB II
KEMAMPUAN DAN KETERBATASAN MANUSIA
Manusia memegang peranan penting dalam operasi sebuah kapal. Manusia lah
yang mengatur, menggerakkan, mengorganisir bahkan melaksanakan semua pekerjaan di
atas kapal. Kapal tanpa kru tidak akan dapat beroperasi. Keberadaan manusia menjadi
sangat penting dalam menjamin terselenggaranya pelayaran yang aman dan selamat. Perlu
disadari bahwa manusia memiliki kemampuan serta keterbatasan yang berbeda-beda. Bab
ini akan memberikan gambaran terkait kemampuan dan keterbatasan manusia dalam
konteks maritim yang akan dibahas berdasarkan psikologi kognitif. Hal ini penting untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman seorang perwira sebagai seorang pemimpin di
kapal agar dapat menjalankan serta mengelola tugas serta sumber daya manusia di atas
kapal dengan efektif.
A. Indera Manusia
Terdapat 4 (empat) indera manusia yang sangat penting dalam konteks maritime :
1. Penglihatan
Kebanyakan informasi yang didapatkan oleh kru berasal dari penglihatan. Misalnya
melihat posisi kapal lain, mengamati bongkar muat barang, dsb. Namun demikian, ada
faktor-faktor yang dapat mengurangi kemampuan penglihatan manusia. Penglihatan
dapat terganggu oleh situasi lingkungan seperti: kegelapan, jarak pandang yang buruk,
atau cahaya matahari yang silau. Penglihatan malam hari dapat terganggu oleh lampu-
lampu yang berasal dari peralatan di anjungan. Bekerja di anjungan memang memiliki
kondisi cahaya yang ekstrim, mulai dari kegelapan yang pekat di malam hari sampai
pada cahaya yang sangat terang di siang hari.
Berbagai alat dan tekhnologi telah digunakan untuk mengatasi masalah dan
keterbatasan penglihatan manusia. Misalnya dengan menggunakan kacamata atau
teropong, sampai pada peralatan yang lebih canggih yakni radar. Radar membuat kita
dapat “melihat” dalam kondisi gelap dan jarak pandang yang buruk. Tekhnologi yang
menggunakan cahaya infra merah juga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas
penglihatan malam. Tekhnologi ini sangat penting dalam operasi search and rescue,
dan juga ketika kapal beroperasi di perairan dimana kapal-kapal kecil lain seperti kapal
ikan tidak menggunakan penerangan yang baik di malam hari. Kacamata / sun glasses
dapat membantu kru ketika bekerja di anjungan saat sinar matahari sedang terasa
sangat terang. Namun demikian, meskipun menggunakan peralatan tersebut,
7
terkadang masih sangat sulit untuk mengidentifikasi kapal, pelampung, dsb saat benda-
benda tersebut terkena silaunya cahaya matahari.
2. Pendengaran
Pendengaran merupakan indera manusia lainnya yang sangat penting dalam operasi di
dunia maritim, dan seperti hal nya penglihatan, pendengaran pun memiliki
keterbatasan. Seorang masinis yang sedang berada di kamar mesin harus
menggunakan ear defenders untuk melindungi telinganya dari kebisingan, namun hal
tersebut membuatnya tidak dapat mendengarkan perkataan dari kru lainnya.
3. Indera peraba
Indera ini sangat berhubungan dengan desain peralatan dan kontrol di kapal.
Kemampuan untuk merasakan perbedaan antara tombol-tombol sangat penting dalam
situasi darurat, pada saat tingkat stress tinggi, atau saat penglihatan terbatas.
Permasalahan terkait dengan Indera peraba ini pada kebanyakan kasus terjadi akibat
kurang baiknya desain peralatan. Sulit untuk membedakan perbedaan bentuk fisik
tombol berwarna merah dan hitam. Apabila operator kurang konsentrasi, mudah sekali
terjadi kesalahan dalam mengoperasikan tombol peralatan. Sayangnya dalam dunia
maritim, indera peraba seringkali tidak diperhitungkan dalam mendesain peralatan
kapal. Berbeda dengan di dunia penerbangan, misalnya pada pesawat tempur, setiap
tombol memiliki karakteristik rabaan yang berbeda-beda sehingga memungkinkan
penggunanya untuk “merasakan” perbedaan tombol-tombol tersebut tanpa melihat
langsung secara visual. Hal ini dapat meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi.
4. Indera vestibular
Indera ini digunakan untuk menemukan posisi tubuh dan berhubungan dengan
keseimbangan tubuh seseorang. Hal ini juga terkait dengan motion sickness, atau rasa
mual akibat pergerakan suatu kendaraan yang ditumpangi (sering disebut juga disebut
dengan mabuk laut ketika di kapal). Indera vestibular sangat penting dalam beberapa
situasi misalnya ketika kru merasakan kemiringan kapal yang tidak normal yang
merupakan indikasi masalah dengan stabilitas atau ballast.
B.Persepsi
Indera manusia, baik penglihatan, pendengaran maupun perasa, memberikan kita suatu
input secara terus menerus. Input ini diproses dalam sistem persepsi kita. Seperti hal nya
indera manusia, sistem persepsi pun dapat memiliki keterbatasan dan kelemahan. Fungsi
dasar dari sistem ini adalah memproses sensor input berdasarkan pengalaman,
pengetahuan dan motivasi yang dimiliki oleh manusia. Ketika kita menunjukkan tulisan ini
pada seorang anak kecil berusia 1 (satu) tahun, anak tersebut akan mempersepsi tulisan
ini sebagai garis-garis hitam tanpa makna. Namun ketika ditunjukkan pada orang dewasa,
8
apalagi kepada pelaut, tulisan ini akan dipersepsi sebagai huruf, kata, dan kalimat yang
memiliki makna. Semakin seseorang memiliki tambahan pengetahuan dan pengalaman,
maka dia dapat memahami sesuatu dengan lebih baik.
Namun mekanisme ini juga memiliki suatu kelemahan, yang disebut dengan expectation
bias. Ketika kita sangat berharap dapat menemukan sesuatu hal, kita akan merasa bahwa
kita telah menemukan hal tersebut padahal sebenarnya hal tersebut telah berubah atau
bahkan hilang. Contohnya ketika seorang perwira sedang mencari suatu buoy
(pelampung) di laut, dia dapat merasa bahwa dia telah menemukan pelampung yang
dicarinya, padahal pelampung tersebut adalah pelampung yang berbeda. Kita mengamati
apa yang kita ingin amati.
Hal lainnya disebut dengan confirmation bias. Hal ini terjadi ketika kita hanya mau
menerima informasi yang sesuai dengan asumsi kita dan mengabaikan informasi yang
bertentangan dengannya. Confirmation bias dapat menjadi ancaman bagi keselamatan
kapal ketika kru berasumsi bahwa kapal berada pada jalur yang benar dan segalanya
berjalan dengan baik. Tanda bahaya dapat diabaikan hanya karena tidak sesuai dengan
asumsi, dan orang akan cenderung mencari pembenaran untuk mendukung kebenaran
asumsi nya tersebut.
Expectation bias dan confirmation bias dapat diatasi dengan meingkatkan kepekaan
terhadap masalah dan sistem keselamatan kapal menggunakan tekhnologi. Selain itu kru
harus menjalankan prosedur yang sesuai dan bertindak tepat waktu ketika terjadi
masalah.
Pengalaman seseorang juga dapat mempengaruhi persepsinya terhadap resiko. Kita
memperkirakan resiko berdasarkan pengalaman kita terhadap kecelakaan. Jika kita
terbiasa bekerja di sebuah lingkungan yang aman, kita akan cenderung menganggap
resiko bahaya kecil kemungkinan terjadinya. Ketika suatu kecelakaan terjadi, kita akan
menambah pengalaman kita dan persepsi terhadap resiko akan menjadi lebih realistis.
Ketika kita menganggap bahwa kemungkinan resiko adalah rendah, maka tingkat
kewaspadaan dan perhatian kita akan semakin menurun dan menyulitkan kita untuk
bereaksi dengan sigap dalam situsi kritis. Selain itu, kita cenderung akan mengambil
resiko-resiko kecil karena kita merasa aman dengan kondisi yang ada.
Salah satu cara untuk meningkatkan persepsi terhadap resiko (risk perception) adalah
melalui sudut pandang organisasi, yakni dengan mencatat dan mempelajari kecelakaan-
kecelakaan yang terjadi di laut. Pengetahuan mengenai kecelakaan kapal lain dapat
menambah pengalaman seorang pelaut, meskipun tidak mengalaminya sendiri. Hal
tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih baik terkait resiko yang mungkin saja
dihadapi kapalnya sendiri. Terkadang ada pelaut yang mengalami confirmation bias dan
berpikir bahwa “ah..kecelakaan itu tidak akan terjadi pada kapal saya”. Pemikiran seperti
9
itu sangat berbahaya karena menunjukkan risk perception yang rendah yang membuat
seseorang menggampangkan prosedur keselamatan yang seharusnya dijalankan.
C. Kognisi
Pada bagian sebelumnya, kita telah membahas indera manusia dan persepsi. Informasi
yang diterima indera, akan kita persepsikan, dan kemudian diproses lebih jauh dalam
sistem kognisi. Pada bagian ini kita akan melihat beberapa teori dan konsep psikologi
kognitif yang berhubungan dengan konteks kemaritiman.
1. Memori dan pengetahuan
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa kita memahami sesuatu
menggunakan dasar pengalaman dan pengetahuan terdahulu yang tersimpan dalam
memori. Terdapat banyak teori tentang memori manusia, dimana lokasinya dan
bagaimana cara kerjanya. Ada juga beragam teori mengenai pengetahuan, bagaimana
mendapatkannya dan bagaimana pengetahuan disimpan dalam memori. Beberapa
teori dikembangkan berdasar pada penelitian neuropsikologi dan temuan dari orang-
orang yang mengalami kerusakan otak. Komputer dapat memberikan inspirasi bagi
teori-teori ini. Namun tidak seperti pada komputer, pada manusia memori dan
pengetahuan tersebar di otak dan tidak tersimpan dalam suatu sel atau tempat.
Memori terbagi menjadi 3 (tiga) jenis:
Sensory memory adalah dimana informasi dikumpulkan melalui indera manusia
(penglihatan, pendengaran, peraba, dsb) dan disimpan dalam jangka waktu sangat
pendek, biasanya kurang dari 1 (satu) detik, sampai diberikan perhatian untuk
ditransfer ke working memory dan diproses lebih lanjut.
Working memory merupakan tempat penyimpanan informasi jangka pendek ketika
informasi sedang diproses atau digunakan. Misalnya ketika perwira jaga membaca
bearing / jarak di radar kemudian berjalan mendekati meja peta untuk mengeplot
posisi. Working memory menyimpan informasi mengenai apa yang sedang kita
lakukan dan apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Sulit bagi kita untuk menjalani
kehidupan normal sehari-hari apabila working memory kita terganggu. Stress juga
dapat mengganggu working memory seseorang. Working memory memang sangat
rapuh terhadap gangguan dan memiliki kapasitas yang terbatas. Oleh sebab itu,
catatan atau alat perekam dapat sangat membantu kita. Misalnya fungsi “replay”
dalam peralatan radio VHF moderen dapat membantu pelaut untuk mendengarkan
kembali pesan yang disampaikan apabila pesan berisi terlalu banyak informasi untuk
dapat ditampung oleh working memory (misalnya posisi koordinat). Fungsi seperti ini
dapat meringankan beban working memory manusia. Sangat penting untuk
menyadari bahwa informasi dalam working memory dapat hilang tiba-tiba jika
10
seseorang terganggu perhatiannya. Adapun gangguan merupakan suatu hal yang
biasa terjadi di kapal, misalnya alarm, panggilan telepon, panggilan radio, atau
pertanyaan-pertanyaan dari sesama kru dapat mengganggu konsentrasi seseorang
ketika sedang bekerja sehari-hari. Mencatat dan menggunakan check list dapat
meminimalisisr munculnya masalah karena hal ini.
Long-term memory berisi pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kita.
Biasanya terbagi menjadi declarative memory dan procedural memory. Declarative
memory berisi informasi dan fakta, sedangkan procedural memory berisi
keterampilan kita. Dalam situasi stress, seringkali kita kesulitan untuk mengakses
declarative memory, sedangkan procedural memory lebih mudah untuk diakses. Ini
menjadi dasar mengapa boat dan fire drill dilaksanakan bagi pelaut. Prosedur darurat
paling baik dipelajari dan disimpan sebagai procedural memory karena kita memiliki
akses yang cepat terhadap jenis memory tersebut. Kita tidak dapat memadamkan api
dengan baik hanya dengan belajar di kelas. Keterampilan memadamkan api harus
didapatkan melalui pelatihan dan drill. Memori sangat tergantung kepada konteks.
Hal ini berarti kita akan lebih mudah mengingat sesuatu ketika kita berada pada
konteks atau situasi yang sama ketika kita mempelajarinya. Fire drill yang realistis,
dengan menghadirkan asap, kegelapan, dsb seolah-olah terjadi kebakaran
sesungguhnya akan lebih efektif karena peserta akan lebih mudah mengingat
keterampilan yang dipelajari untuk diterapkan dalam situasi nyata. Long-term memory
lebih kuat dibandingkan dengan working memory, dan informasi dapat disimpan
dalam jangka waktu lama, beberapa bahkan kadang seumur hidup. Jumlah informasi
yang disimpan dalam long-term memory tidak terbatas. Performa long-term memory
dapat dipengaruhi oleh kelelahan dan kurang tidur yang dapat membuat seseorang
sulit mempelajari sesuatu serta menyimpan informasi.
2. Perhatian
Pentingnya perhatian kru ketika melaksanakan tugas sangatlah jelas. Perhatian
merupakan fungsi kognitif yang dapat membuat seseorang mampu fokus terhadap
indera, persepsi dan proses mental. Seorang perwira dikatakan memperhatikan
gambar di layar radar ketika dia melihat ke layar tersebut dan memproses informasi
dalam pikirannya. Mungkin saja seseorang melihat sesuatu tanpa memberi perhatian.
Sesuatu yang dilihat hanya “numpang lewat’ saja.
Kemampuan untuk memfokuskan perhatian kepada obyek atau tugas tertentu sangat
penting karena dapat membantu kita mengabaikan gangguan yang tidak relevan.
Namun demikian, ada juga bahayanya ketika terlalu fokus dengan sesuatu sehingga
mengabaikan sinyal bahaya. Misalnya ketika seseorang sedang fokus memperbaiki
peralatan sehingga tidak menyadari atau mengabaikan alarm bahaya. Itulah sebabnya
11
kita harus memiliki kemampuan untuk membagi perhatian kepada beberapa tugas atau
obyek. Kita harus tetap waspada meskipun ketika tengah fokus mengerjakan sesuatu.
Pembagian perhatian dalam mengerjakan beberapa tugas terasa sulit apabila tugas-
tugas tersebut sangat mirip atau ketika setiap tugas sangat kompleks atau sulit.
Masing-masing individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula dalam hal ini.
Ada orang-orang yang memiliki kemampuan lebih untuk membagi perhatian pada
beberapa obyek dibandingkan dengan lainnya.
Masalah lain terkait perhatian adalah mempertahankan level perhatian dalam kondisi
yang sangat membosankan. Hal ini disebut dengan vigilance. Terkadang terdapat
periode yang membosankan di kapal ketika tidak ada sesuatu hal khusus yang terjadi.
Tidak ada kapal lain dan pulau di sekitar, tidak ada koreksi haluan, hanya berlayar
mengikuti jalur lurus selama berjam-jam. Demikian juga di kamar mesin ketika kru
hanya melakukan observasi dan monitoring peralatan tanpa adanya alarm apapun.
Kondisi ini dapat menjadi bahaya karena menurunkan level perhatian dan
kewaspadaan seseorang. Kita dapat melewatkan suatu tanda bahaya yang penting,
apalagi ketika kru sama-sama mengalami penurunan level perhatian dan
kewaspadaan. Untuk mengatasi hal ini, kita dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang
dapat menjaga level perhatian kita, misalnya dengan membaca berita, mendengarkan
radio, minum kopi atau berbicang-bincang dengan kru lainnya. Hal tersebut dapat
menjadi cara yang cukup efektif selama kita dapat membagi perhatian kita dan masih
dapat berfokus pada tugas utama saat kita membaca, minum, makan, atau berbincang-
bincang.
3. Situation awareness
Situation awareness merupakan konsep yang berkaitan erat dengan keselamatan
suatu operasi. Dalam Jurnal Transportation Human Factors, Dekker (2000)
menyatakan bahwa meskipun mempengaruhi keselamatan dan efektifitas suatu
operasi atau kerja kru, situation awareness masih belum didefinisikan dengan baik.
Situation awareness telah diidentifikasi sebagai faktor penting yang mempengaruhi
efektivitas dan keselamatan suatu tim yang melakukan kegiatan yang melibatkan
sistem tekhnologi otomatis untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam buku ini,
situation awareness didefinisikan sebagai sejauh mana pemusatan para anggota / kru
untuk secara terus menerus melakukan penilaian terhadap kondisi saat ini dan apa
yang akan dilakukan di masa datang. Penjelasan ini memiliki beragam aspek penting,
mencakup pentingnya penilaian yang dilakukan sepanjang waktu sehingga operator
dapat merencanakan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Konsep situation
awareness telah banyak digunakan untuk menjelaskan penyebab kecelakaan di laut.
12
Situation awareness telah banyak dipelajari oleh beberapa peneliti. Mica Endsley
(2002) mengembangkan Situation Awareness model yang menggambarkan 3 (tiga)
level situation awareness: persepsi, pemahaman, dan antisipasi. Feedback loop yang
menghubungkan antara perilaku dan situasi menunjukkan bahwa perilaku dapat
berubah atau mempengaruhi situasi.
Ilustrasi situation awareness dalam bidang maritim dapat ditunjukkan melalui contoh
kasus pencegahan tubrukan seperti berikut ini:
1) Keberadaan kapal lain harus dideteksi secara visual atau melalui alat seperti radar
atau AIS (automated identification system).
2) Harus ditentukan apakah haluan akan saling memotong, jika tidak, tidak ada bahaya
tubrukan.
3) Harus ditentukan apakah ada resiko tubrukan, apakah kedua kapal akan berada di
titik dan waktu yang hampir sama.
4) Harus ditentukan kapal mana yang harus memberi jalan (sesuai COLREG)
5) Tindakan apa harus dilakukan untuk menghindari tubrukan
6) Kemudian pastikan bahwa olah gerak memberikan efek yang diinginkan
Terdapat banyak kemungkinan bahwa prosedur di atas tidak berjalan dengan baik.
Perwira jaga mungkin gagal mengidentifikasi keberadaan kapal lain, mengambil
kesimpulan yang salah, melakukan tindakan yang tidak sesuai atau tidak memberi efek
seperti yang diinginkan, dsb. Untuk memberikan ilustrasi pada kasus tersebut, proses
ini dapat digambarkan menggunakan SA Model dari Endsley:
1) Persepsi : keberadaan kapal lain harus dideteksi (level 1)
2) Pemahaman dan antisipasi : apakah haluan akan saling memotong? Apakah ada
resiko tubrukan? Kapal mana yang akan memberi jalan? (level 2 dan 3)
3) Eksekusi : tindakan untuk mencegah tubrukan (perilaku)
13
4) Feedback loop : memastikan efek yang diinginkan (hubungan antara perilaku dan
situasi)
Jika terjadi kegagalan dalam level persepsi atau pemahaman, kita dapat mengatakan
bahwa “kegagalan dalam mengobservasi resiko tubrukan” menyebabkan ancaman
bagi keselamatan kapal. Kita dapat meilhat bahwa langkah pertama pada SA model
adalah persepsi terhadap situasi. Kita harus mengetahui seperti apa situasinya? Dan
mengapa kita perlu menggambarkan situasi kapal secara keseluruhan?
Untuk mendapatkan gambaran dengan menyeluruh, pertama, kita harus
mendeskripsikan posisi kapal dalam pelayaran: apakah di laut terbuka, di perairan
terbatas, atau di pelabuhan? Kedua, kita harus mendeskripsikan kondisi lingkungan,
misalnya kondisi cahaya, angin, arus, jarak pandang dan kondisi laut. Kita juga harus
mendeskripsikan interaksi dengan kapal lain yang berada dekat dengan kapal kita,
apakah ada resiko tubrukan. Setelah mendeskripsikan semua faktor eksternal yang
relevan terhadap situasi kapal, kita dapat beralih pada faktor internal yang mencakup
mode operasi kapal: apa yang sedang dijalankan, status apa yang dimiliki menurut
COLREG, bagaimana kondisi kru, kapal, peralatan, dan tekhnologi yang dimiliki?
Kondisi di atas dapat dijelaskan menggunakan sistem klasifikasi seperti pada tabel di
bawah ini. Tabel berikut dapat membantu menjelaskan situation awareness dan
menjadi panduan bagi pelaut untuk meningkatkan situation awareness yang dimiliki.
Tabel ini beserta SA Model yang telah dijelaskan sebelumnya dapat menjadi alat
untuk membantu analisa situasi di kapal yang berhubungan dengan investigasi
kecelakaan kapal atau untuk pengembangan check list dan prosedur yang ada.
4. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan seorang pelaut sangat penting karena berkaitan dengan
keselamatan baik kapal, muatan, maupun kru yang bekerja di dalamnya. Keputusan
yang salah dapat berakibat pada bahaya atau kecelakaan. Teori tentang pengambilan
keputusan awalnya berasal dari psikologi kognitif. Namun teori tersebut banyak dikritik
karena kebanyakan dikembangkan berdasarkan eksperimen laboratorium dalam
setting eksperimen. Teori pengambilan keputusan yang menggunakan paradigma
baru dikembangkan berdasarkan observasi di dunia nyata dengan setting yang alami.
Klein (1998) menyatakan bahwa ketika kita berada pada suatu situasi dimana kita
harus mengambil keputusan, kita akan mencocokkan situasi yang sekarang dengan
situasi dahulu yang pernah dialami. Keputusan yang akan kita ambil dibuat
berdasarkan keputusan yang mirip di masa lalu. Hal penting dalam model ini adalah
kita menggunakan “simulasi mental” untuk mengantisipasi dan mempertimbangkan
konsekuensi keputusan yang diambil. Penjelasan lebih detail mengenai pengambilan
keputusan akan dijelaskan di bab selanjutnya.
15
D. Perilaku
Pada bagian sebelumnya kita telah melihat bahwa perilaku manusia dapat dijelaskan
sebagai hasil dari proses kognitif, seperti situation awareness dan pengambilan
keputusan. Berikutnya kita akan membahas perilaku manusia dalam konteks maritim.
1. Skill-based behavior
Model perilaku ini adalah yang paling nyaman dilakukan oleh manusia dan yang paling
sering dilakukan selama hidupnya. Perilaku ini muncul ketika keterampilan telah
dikuasai dengan baik dan mayoritas tindakan adalah berupa refleks sehingga hanya
membutuhkan alokasi pemikiran (mental) yang sedikit dan dapat membagi perhatian
untuk kegiatan lainnya. Misalnya ketika menyetir mobil, seseorang bisa sambil
memperhatikan lalu lintas, mencari jalan, mendengarkan radio, atau mengobrol
dengan orang lain. Skill-based behavior merupakan perilaku yang diinginkan, namun
sangat sensitif dengan kesalahan rutin. Masalah lainnya adalah karena hanya
membutuhkan level perhatian yang rendah untuk melaksanakan suatu tugas, kita
seringkali tidak memiliki memori tentang tindakan yang dilakukan. Misalnya ketika
keluar rumah kita secara otomatis mengunci pintu. Karena mengunci pintu sudah
merupakan suatu tindakan otomatis, kita tidak terlalu memikirkan atau memperhatikan
tindakan kita saat melakukannya. Terkadang kita tidak bisa mengingat apakah kita
sudah benar-benar mengunci pintu atau belum.
2. Rule-based behavior
Pada model perilaku ini, kita mengikuti sejumlah aturan dan prosedur baik formal
maupun informal. Perilaku ini muncul pada saat proses kita mendapatkan
keterampilan dan keahlian dalam situasi pelatihan. Model perilaku ini menyita banyak
pikiran sehingga sedikit sekali menyisakan ruang bagi kita untuk memperhatikan hal
lain di luar apa yang sedang kita fokuskan. Kesulitan dalam perilaku ini adalah beban
yang terlalu banyak dan membuat rule-based mistake, yang melibatkan error yang
terjadi karena kegagalan untuk menerapkan tujuan yang semestinya, atau
menerapkan aturan yang salah. Kesalahan saat menggunakan peralatan ketika olah
gerak merupakan contoh umum. Perwira berpikir bahwa sistem telah diatur
menggunakan mode tertentu dan menjalannya dengan berdasarkan pada mode
tersebut. Namun ternyata pengaturan (setting) nya berbeda, tidak seperti yang
dipikirkannya, sehingga sistem gagal dioperasikan
3. Knowledge-based behavior
Ini adalah mode perilaku dimana kita tidak memiliki pengetahuan yang dibutuhkan
atau aturan untuk diterapkan, atau kita memiliki pengetahuan namun tidak dapat
diingat dari long-term memory. Kondisi ini jarang terjadi, namun terkadang kita bisa
16
berada pada situasi dimana kita tidak memiliki pengalaman atau pengetahuan terkait
situasi tersebut.
4. Automated behavior
Konsep perilaku ini sering digunakan untuk mendeskripsikan apa yang disebut dengan
skill-based behavior. Automated behavior sangat penting untuk melaksanakan hampir
semua kegiatan, termasuk pekerjaan di kapal. Kita harus dapat melakukan tugas-
tugas dasar tertentu secara otomatis tanpa menggunakan pemikiran yang rumit.
Masalah dapat timbul ketika automated behavior bergabung dengan misalnya situation
awareness yang salah atau expectation bias. Apabila kita bertindak secara otomatis
berdasarkan asumsi yang salah atau informasi yang salah, terdapat resiko bahwa
tindakan tersebut dapat mengancam keselamatan. Misalnya ketika seseorang
mendengar suatu alarm yang dikira sebagai alarm palsu, orang tersebut langsung
mematikan alarm tanpa mengecek lebih lanjut.
5. Risk-taking behavior
Pola perilaku lain yang berkaitan dengan keselamatan adalah risk-taking behavior.
Mengambil resiko terkadang diperhitungkan dan dipertimbangkan dengan baik,
dimana manfaat tindakan tersebut dianggap lebih besar dibandingkan dengan
resikonya. Manfaat tersebut antara lain:
Menghemat waktu
Menghemat bahan bakar atau pengeluaran
Menjaga agar tetap sesuai jadwal
Membuat pekerjaan lebih efektif
Risk-taking behavior seringkali terjadi sebagai hasil tekanan komersial atau organisasi.
Misalnya perusahaan yang menginginkan kapal lebih cepat sampai di pelabuhan
tujuan, membuat nahkoda memotong jalur dan melewatkan kapal pada rute yang tidak
biasa. Persepsi umum seseorang terkait resiko juga memiliki peranan penting. Kita
memperkirakan resiko berdasarkan pengalaman kita mengenai insiden atau
kecelakaan. Jika kita bekerja di lingkungan yang aman, maka kita menganggap bahwa
resiko sangat kecil kemungkinan terjadinya. Kita kemudian cenderung mengambil
suatu tindakan yang beresiko. Setiap kali tindakan tersebut berhasil dilaksanakan, kita
akan menambahkan keberhasilan pengalaman tersebut di dalam memori kita. Sebagai
akibatnya, pada kesempatan yang lain kita dapat menunjukkan perilaku yang lebih
beresiko.
17
BAB III
KESALAHAN MANUSIA (HUMAN ERROR)
Faktor manusia merupakan hal yang penting dalam dunia maritim. Kapal memiliki
lingkungan kerja yang tidak biasa dan bahkan terkadang tidak ramah bagi manusia.
Kurangnya kontak dengan keluarga, berbagai budaya yang hidup bersama, dan tingkat
kejenuhan yang tinggi menyebabkan resiko terjadinya kesalahan dalam bekerja.
Rita Grech menggambarkan sebuah piramida untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan
yang pada umumnya didasari dari tindakan atau kebiasaan yang tidak aman. Dari gambar
dibawah ini dapat dilihat bahwa accident atau kecelakaan merupakan puncak dari beberapa
kejadian (incident). Diperlukan usaha yang komprehensif guna meminimalisir terjadinya
kecelakaan, dan usaha tersebut harus berawal dari mengurangi kebiasaan-kebiasaan atau
tindakan tidak aman (unsafe acts) yang dilakukan oleh personil diatas kapal.
B.Rantai Kesalahan
Kesalahan yang dilakukan oleh individu-individu secara terpisah tidak akan cukup
besar untuk menimbulkan sebuah kecelakaan. Namun demikian, ketika kesalahan
tersebut dilakukan berbarengan dapat membentuk suatu rantai kesalahan, yang pada
akhirnya menyebabkan sebuah kecelakaan serius.
Rantai kesalahan atau error chain merupakan sebuah konsep yang menjelaskan
kecelakaan sebagai hasil dari serangkaian kejadian yang berujung pada kecelakaan.
Menurut konsep ini, penyebab suatu kecelakaan bukanlah hanya terdiri dari sebuah faktor
yang besar, namun beberapa faktor kesalahan yang bergabung menjadi satu. Hubungan
antar rantai kesalahan ini dapat diidentifikasi menggunakan 11 (sebelas) mata rantai yang
terbagi menjadi faktor operasional dan faktor manusia. Memutuskan salah satu tautan
dalam rantai kesalahan dapat menghilangkan rantai kesalahan dan mencegah terjadinya
kecelakaan.
1. Faktor Operasional
Kehadiran salah satu mata rantai tidak berarti akan terjadi kecelakaan, namun
mengindikasikan bahwa terdapat resiko dalam sebuah operasi kapal, sehingga kru
harus mengontrol situasi melalui pengelolaan sumber daya yang tepat. Terdapat 6
(enam) faktor operasional, yakni:
a. Kegagalan dalam mencapai target / tujuan. Target yang dimaksud dapat berupa
rencana pelayaran, prosedur, atau target-target lain yang dirancang untuk kapal
tersebut.
b. Penggunaan prosedur yang tidak tercatat. Ketika terjadi situati yang tidak normal
atau situasi darurat, kru menjalankan prosedur sendiri yang tidak tercatat dalam
manual.
c. Mengabaikan Standard Operation Procedure ketika menghadapi situasi sulit di
kapal.
d. Melanggar batasan. Pelanggaran terhadap batasan minimum operasi atau
spesifikasi yang telah ditetapkan dalam peraturan entah disengaja maupun tidak
disengaja.
19
e. Tidak ada yang memegang kendali dalam pelayaran.
f. Tidak ada fungsi monitoring terhadap kapal.
2. Faktor Manusia
a. Komunikasi yang tidak lengkap. Hal ini dapat terjadi ketika kru tidak saling berbagi
informasi terkait suatu permasalahan yang terjadi di kapal sehingga dapat
menyebabkan miskomunikasi dan kebingungan.
b. Ambiguitas. Ambiguitas terjadi ketika terdapat dua sumber informasi atau lebih yang
saling bertentangan. Hal tersebut bisa berupa orang, manual, atau peralatan, yang
saling tidak sesuai.
c. Konflik atau kesenjangan yang belum terselesaikan. Ketika pendapat atau informasi
yang bertentangan tidak dapat diselesaikan.
d. Gangguan terhadap perhatian dan konsentrasi. Gangguan dapat disebabkan oleh
beban kerja yang tinggi, kelelahan, kejenuhan atau mungkin masalah pribadi.
e. Kebingungan dan kecemasan. Perasaan bingung dan cemas terhadap suatu situasi
dapat disebabkan oleh kurangnya pengalaman.
Kehadiran satu atau lebih mata rantai di atas dapat berarti bahwa rantai kesalahan
mungkin sedang terbentuk dan perlu penanganan yang tepat. Pengenalan terhadap
rantai kesalahan dapat membuat kru mengelola resiko dengan lebih baik. Penting untuk
disadari bahwa identifikasi terhadap rantai kesalahan tidak serta merta menghilangkan
resiko kecelakaan. Namun dapat memberikan peringatan terhadap kru bahwa mereka
harus mengambil tindakan yang tepat untuk mengelola resiko agar tidak berkembang
menjadi sebuah kecelakaan.
20
memperingatkan personil, membuat prosedur baru atau merevisi prosedur yang sudah
ada, memberikan tindakan disiplin, ancaman pengadilan, training ulang, menyalahkan
atau mengolok-olok orang yang melakukan kesalahan. Pengikut pendekatan ini
cenderung menganggap kesalahan sebagai masalah moral, mereka berpendapat
bahwa hal buruk terjadi pada orang yang tidak baik.
Pendekatan orang merupakan tradisi dominan dalam dunia kedokteran, seperti halnya
di banyak tempat lainnya. Menyalahkan seseorang secara emosional memang lebih
memuaskan dibandingkan dengan menyalahkan suatu organisasi. Personil dipandang
sebagai agen bebas yang mampu memilih antara perilaku aman dan tidak aman.
Ketika ada kesalahan, jelas bahwa seorang individu atau sekelompok individu yang
harus bertanggungjawab.
Kelemahan lain dari pendekatan orang adalah dengan berfokus pada individu, maka
kita tidak dapat melihat konteks sistem dimana kesalahan itu terjadi. Sebagai
akibatnya, dua faktor penting dari kesalahan cenderung terabaikan. Pertama, seringkali
orang-orang terbaik yang melakukan kesalahan terburuk. Kedua, kecelakaan bukanlah
terjadi secara acak (random) namun memiliki pola berulang. Situasi yang sama dapat
memicu kesalahan serupa, terlepas dari siapa orang yang terlibat.
2. Pendekatan Sistem
Pandangan dasar pendekatan ini adalah manusia dapat berbuat salah dan kesalahan
merupakan hal yang wajar terjadi, bahkan di organisasi terbaik sekalipun. Kesalahan
dipandang sebagai konsekuensi, bukan penyebab. Penanggulangannya berdasar pada
asumsi bahwa kita tidak dapat mengubah kondisi manusia, namun kita dapat
mengubah kondisi dimana manusia bekerja. Ide pokoknya adalah pertahanan terhadap
sistem. Semua tekhnologi memiliki sisi positif dan negatif, hambatan dan perlindungan.
Ketika suatu kesalahan terjadi, masalah penting bukan tentang siapa yang salah
namun mengapa dan bagaimana system pertahanan gagal dilaksanakan.
21
Pertahanan, hambatan dan perlindungan menempati posisi kunci dalam
pendekatan sistem. Sistem tekhnologi tinggi memiliki banyak lapisan pertahanan:
beberapa menggunakan mesin (alarm, radar, pintu otomatis, dll), sebagian bergantung
pada manusia (misalnya operator, perwira jaga, dll), dan lainnya bergantung pada
prosedur dan pengendalian administrasi. Fungsi mereka adalah untuk melindungi calon
korban dan aset perusahaan dari marabahaya. Seringkali hal tersebut dapat
dilaksanakan dengan efektif, namun selalu terdapat kelemahan dalam setiap aspeknya.
Idealnya, setiap lapisan pertahanan berbentuk utuh. Namun dalam dunia nyata,
lapisan tersebut lebih mirip seperti irisan keju swiss yang memiliki banyak lubang.
Lubang-lubang ini terus membuka, menutup dan bergeser posisinya. Kehadiran lubang
pada salah satu lapisan biasanya tidak menyebabkan efek yang buruk. Hal buruk dapat
terjadi apabila lubang-lubang terdapat pada banyak lapisan sehingga membuat suatu
baris untuk memberi peluang “lintasan kecelakaan” terjadi
Lubang-lubang pada lapisan pertahanan timbul karena dua hal: kegagalan aktif dan
kondisi laten. Hampir seluruh kecelakaan terjadi akibat dari kombinasi kedua faktor ini.
Kegagalan aktif merupakan tindakan tidak aman yang dilakukan oleh orang yang
memiliki kontak langsung dengan sistem. Tindakan tersebut dapat berupa
kesalahan, penyimpangan, kegagalan atau pelanggaran prosedur. Kegagalan aktif
umumnya memiliki dampak yang langsung dan sifatnya pendek terhadap pertahanan.
22
Kondisi laten merupakan semacam patogen dalam sistem yang tidak dapat dihindari.
Mereka dapat muncul karena keputusan manajemen, pembuat prosedur, pembuat
kapal atau pembuat sistem transportasi. Semua keputusan yang dibuat memiliki
potensi untuk memasukkan patogen ke dalam sistem. Kondisi laten memiliki dua
jenis efek : dapat berubah menjadi kondisi pemicu kesalahan dalam tempat kerja
(misalnya tekanan waktu, kelelahan, tekanan beban kerja, peralatan yang tidak
memadai, kurangnya pengalaman, dll) dan dapat juga menyebabkan lubang atau
kelemahan dalam sistem pertahanan (misalnya alarm yang salah, radar yang tidak
tepat, prosedur yang tidak dapat digunakan, kekurangan desain dan kontruksi).
Kondisi laten, seperti namanya, mungkin saja berdiam dalam sistem selama
bertahun-tahun sebelum bergabung dengan kegagalan aktif dan pemicu local untuk
menciptakan sebuah peluang terjadinya kecelakaan. Tidak seperti kegagalan aktif
yang bentuk spesifiknya seringkali sulit untuk diramalkan, kondisi laten dapat
diidentifikasi dan ditanggulangi sebelum sebuah kecelakaan serius terjadi.
Memahami hal ini dapat mendorong kepada pengelolaan resiko secara proaktif,
bukan reaktif.
Kita tidak dapat mengubah kondisi manusia, namun kita dapat mengubah kondisi
dimana manusia bekerja. Sebagai analogi, kegagalan aktif adalah seperti nyamuk
yang dapat ditepuk satu persatu, namun nyamuk-nyamuk lainnya tetap akan datang.
Penanggulangan terbaik adalah dengan membuat pertahanan yang lebih efektif,
misalnya dengan membersihkan selokan tempat nyamuk berkembang biak dan
menutup semua jalan masuk nyamuk. Selokan dalam hal ini merupakan kondisi
laten.
23
Gambar 7 : Diagram Tipe Kesalahan Manusia
1. Action Error
24
Merupakan kesalahan dalam pengambilan keputusan atau salah dalam menilai
sesuatu. Kesalahan ini melibatkan proses mental seperti: perencanaan,
pengumpulan informasi, komunikasi, dll). Suatu tindakan dilaksanakan seperti yang
telah direncanakan secara sadar, namun tindakan tersebut tidaklah tepat. Orang
melakukan hal yang salah, namun berpikir bahwa tindakannya adalah benar.
a. Rule based-mistake
Apabila perilaku berdasarkan pada aturan dan prosedur, maka kesalahan dapat
terjadi karena kesalahan penerapan prosedur. Misalnya mengabaikan alarm
dalam situasi darurat karena pernah ada kasus alarm palsu.
b. Knowledge based-mistake
Individu tidak memiliki aturan untuk menangani situasi yang tidak biasa, namun
menggunakan pengalaman dan pengetahuan sendiri untuk menyelesaikan
masalah. Misalnya menggunakan peta yang tidak update, memperbaiki alat
secara asal-asalan menurut pengetahuan sendiri tanpa mengikuti prosedur yang
ada.
Cara menanggulangi:
Membuat rencana, prosedur atau skenario apabila terjadi situasi emergensi.
Latihan atau drill kondisi darurat secara regular
Penggunaan flowchart atau skema sebagai alat bantu dalam mengambil
keputusan
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap system melalui
pelatihan
Belajar dan berdiskusi dari pengalaman atau masalah yang pernah terjadi.
3. Non-compliance
Penyimpangan terhadap aturan dan prosedur secara disengaja, disebut juga dengan
“pelanggaran”. Hal ini dapat berupa mengambil jalan pintas, atau tidak mengikuti
prosedur demi menghemat waktu dan tenaga. Biasanya tujuannya memang baik,
namun dapat menyebabkan potensi terjadinya kecelakaan. Seringkali diperburuk oleh
dorongan pimpinan yang ingin sebuah pekerjaan segera diselesaikan.
a. Routine.
Penyimpangan telah menjadi hal yang wajar dilakukan sehari-hari, terdapat
consensus bahwa aturan sudah tidak berlaku, tidak ada pihak yang menegakkan
aturan. Misalnya sehari-hari tidak mengenakan safety harness saat memanjat
karena dianggap ribet dan membuat pekerjaan menjadi lama.
b. Situational
25
Pelanggaran yang dilakukan karena situasi tertentu, misalnya karena beban kerja,
peralatan dan perlengkapan yang kurang memadai, kondisi cuaca. Pelanggaran
menjadi satu-satunya solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang
berat.
c. Exceptional
Seseorang mencoba menyelesaikan masalah yang sangat tidak biasa (seringkali
dalam kondisi emergensi) dengan mengambil resiko melanggar peraturan.
Cara menanggulangi:
Meningkatkan pemahaman dan kepekaan terhadap resiko dan konsekuensi
misalnya dengan mencantumkan peringatan / resiko dalam prosedur.
Meningkatkan pengawasan
Menghilangkan alasan-alasan untuk memotong prosedur, misalnya dengan
memperbaiki desain pekerjaan, menghapus aturan-aturan dan prosedur yang
tidak diperlukan dan tidak realistis, mengelola beban kerja dengan baik.
Memperbaiki budaya organisasi misalnya dengan cara mendorong keaktifan
personil dalam budaya keselamatan, membiasakan pelaporan terhadap
pelanggaran yang dilakukan.
26
Gambar 8 : Diagram Kontribusi Manusia Terhadap Kecelakaan
Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa organisasi, pekerjaan dan manusia itu sendiri
memiliki peranan dalam mempengaruhi terjadinya suatu kesalahan. Kesalahan ini dapat
dipengaruhi oleh kondisi laten yang dapat menyebabkan munculnya kondisi dan perilaku
yang tidak aman. Hal tersebut dapat memunculkan insiden atau peristiwa-peristiwa
kecelakaan ringan yang apabila tidak ditanggulangi dengan baik, dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan serius.
Individu dapat berkontribusi terhadap kecelakaan melalui beberapa cara:
Orang dapat menyebabkan kecelakaan secara langsung karena kesalahan yang
dilakukannya. Namun demikian, orang sebenarnya cenderung tidak sengaja ketika
melakukan kesalahan. Kesalahan yang dilakukan seringkali dipengaruhi oleh cara otak
mengolah informasi, pelatihan yang pernah diterima, desain peralatan dan prosedur,
bahkan dipengaruhi juga oleh budaya organisasi dimana orang tersebut bekerja. Ketika
seorang pelaut bekerja di kapal dengan manajemen keselamatan yang baik, maka dia
akan cenderung berperilaku aman dan hati-hati. Namun ketika dia bekerja di kapal
yang tidak menerapkan safety dengan baik, bahkan kondisi safety equipment nya juga
kurang layak, maka dia akan cenderung melakukan tindakan yang tidak aman ketika
bekerja sehari-hari di atas kapal.
Orang dapat membuat keputusan yang berbahaya meskipun mereka mengatahui
resikonya. Kita bisa saja salah memahami situasi dan akibatnya kita melakukan
tindakan yang tidak sesuai. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan
kecelakaan.
Di sisi lain, kita dapat melakukan intervensi untuk menghentikan potensi kecelakaan.
Banyak perusahaan dapat menanggulangi potensi kecelakaan melalui analisa yang
cermat menggunakan kecerdasan dan akal manusia.
27
Tingkat kerugian atau kematian dalam kecelakaan dapat dikurangi melalui respon
darurat dari kru atau operator. Rencana prosedur darurat yang mencakup pelatihan
yang tepat dapat secara signifikan meningkatkan keberhasilan penyelamatan.
BAB IV
28
A. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan di atas kapal merupakan aspek yang sangat penting. Kelancaran dan
keselamatan operasi kapal akan sangat bergantung kepada bagaimana nahkoda sebagai
pemimpin tertinggi di atas kapal mampu memimpin dan mengorganisir para kru kapal.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan tentang kepemimpinan. Apakah
kepemimpinan merupakan karakter bawaan? Atau sejatinya kepemimpinan itu dapat
dipelajari dan dilatih? Apakah setiap orang mampu menjadi pemimpin? Apakah ada trik
atau gaya khusus yang dapat diterapkan untuk bisa menjadi seorang pemimpin yang
sukses? Menurut Handy (1993, hal. 97) masalah kepemimpinan dapat dijelaskan melalui
3 (tiga) pendekatan, yakni :
1. Trait Theories
Teori ini berasumsi bahwa individu lebih penting dibandingkan dengan situasi. Apabila
kita dapat mengidentifikasi karakteristik pemimpin yang sukses, maka kita dapat
memecahkan masalah terkait kepemimpinan. Apabila kita tidak dapat membuat “good
leader”, setidaknya kita bisa memilih “good leader”. Menurut teori ini, karakteristik
pemimpin yang baik adalah sebagai berikut:
a. Kecerdasan diatas rata-rata tetapi tidak perlu mencapai level genius. Khususnya
harus memiliki kemampuan yang baik dalam memecahkan masalah yang kompleks
dan abstrak.
b. Memiliki inisiatif, yakni kemampuan untuk melihat perlunya melakukan suatu aksi
dan keberanian untuk menjalankan aksi tersebut.
c. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kompetensi dan aspirasi yang
dimiliki diri sendiri.
d. “Helicopter factor” yakni kemampuan untuk melihat lebih tinggi sebuah situasi dan
melihat hubungannya dengan lingkungan secara keseluruhan.
e. Memiliki kesehatan prima.
f. Memiliki tinggi badan rata-rata atau sedikit dibawahnya.
g. Datang dari level sosial-ekonomi yang lebih tinggi di masyarakat.
h. Studi lain menyebutkan beberapa tambahan seperti: entusiasme, integritas,
keberanian, imaginasi, ketegasan, energi, keyakinan.
Teori ini banyak dikritik karena tidak mungkin seseorang memiliki keseluruhan
karakteristik yang dimaksud. Faktanya, tidak ada seorang pun yang sempurna.
Banyak orang yang tidak memiliki seluruh karakteristik namun kenyataannya bisa
menjadi seorang pemimpin yang sukses.
2. Style Theories
29
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa bawahan akan bekerja lebih giat dan
lebih efektif untuk atasan yang menggunakan gaya kepemimpinan tertentu
dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya. Dengan kata lain gaya
kepemimpinan yang digunakan mempengaruhi kesuksesan seseorang dalam
memimpin.
Menurut Grech (2008, hal.85) terdapat 4 gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini
dikategorikan berdasarkan karakteristik komunikasi antara atasan-bawahan.
a. Autocratic
Nahkoda atau perwira bekerja dan mengambil keputusan sendiri, tidak
memperhatikan pendapat orang lain, tidak mendengarkan, tidak berbagi tugas,
tidak memberikan informasi kepada kru. Gaya ini juga ditandai dengan kurangnya
perencanaan. Kapten atau perwira cenderung kelebihan beban (overloaded) jika
ada sebuah masalah atau situasi kritis terjadi. Gaya autocratic dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yakni:
Kesenjangan dalam hal senioritas dan kemampuan teknis
Tradisi
Kepribadian (memandang negatif terhadap aspek kerjasama dan menolaknya)
Kepribadian autocratic yang dominan dari kapten / perwira.
Karakter bawahan / kru yang lemah dan memandang rendah diri sendiri.
Kepercayaan diri kapten / perwira yang rendah sehingga menggunakan otoritas
untuk menutupinya.
Reaksi kru terhadap gaya kepemimpinan autocratic umumnya adalah menarik diri.
Hasilnya adalah tim yang tidak efisien sehingga gaya kepemimpinan ini dapat
menjadi ancaman bagi keselamatan. Nahkoda bisa saja mengambil keputusan
yang tidak aman, semata-mata hanya berdasarkan pengetahuannya saja. Tidak
ada orang yang akan memberitahunya tentang suatu informasi dan gaya
kepemimpinan ini membuatnya tidak mau menerima saran dari orang lain.
b. Leissez-faire
Pada gaya kepemimpinan ini, nahkoda sangat pasif dan membiarkan semua
anggota kru kebebasan untuk mengambil keputusan. Dia hanya memberikan sedikit
saran, tidak memberi penilaian baik positif maupun negatif. Suasana kerja sangat
rileks dan komunikasi di kapal berkisar pada berbagai topik, bisa jadi di luar masalah
30
pekerjaan. Gaya kepemimpinan ini tujuannya adalah untuk menyenangkan pihak
lain, kurang berfokus pada tujuan pelayaran.
Situasi ini umumnya muncul ketika nahkoda bekerja dengan perwira yang sangat
kompeten. Bahaya dari situasi ini adalah otoritas yang terbalik. Salah satu perwira
mungkin terdorong untuk mengambil alih kepemimpinan karena dia merasa bahwa
dia memiliki kemandirian dan insiatif yang lebih tinggi, apalagi apabila dia menilai
kemampuan dirinya yang setara dengan nahkoda.
c. Self-centered
Gaya kepemimpinan yang self-centered ditandai dengan semua tim bekerja sendiri-
sendiri, dengan rencana masing-masing, fokus perhatian masing-masing, dan
sangat sedikit komunikasi di antara mereka terkait apa yang mereka lakukan. Situasi
ini dapat menjadi berbahaya, dapat menyebabkan salah paham oleh karena
kurangnya pertukaran informasi. Pertukaran informasi sangat penting terutama
dalam kondisi emergensi dimana ketiadaan pertukaran informasi dapat
menyebabkan timbulnya masalah.
d. Democratic
Seorang nahkoda yang demokratis akan bertanya kepada perwiranya terkait
pendapat mereka tentang keputusan-keputusan penting. Para perwira akan
menganggap hal tersebut sebagai dorongan positif untuk dapat berkontribusi
memberikan pendapat mereka. Diskusi sangat diperbolehkan dan pertukaran
informasi sangat tinggi. Gaya kepemimpinan demokratis secara tidak disadari dapat
berubah menjadi laissez-faire sehingga penting bagi nahkoda untuk terlibat aktif
dalam diskusi, mengemukaan pendapat dan menunjukkan pilihannya secara jelas
dan tegas.
Gaya kepemimpinan mana yang paling baik? Jawabannya tergantung dari situasi.
Penting bahwa seluruh kru bekerja sama untuk menciptakan sinergi. Sinergi
didapatkan saat smua kru bekerja bersama sebagai tim, mendukung satu sama lain
melalui komunikasi dan saling berbagi informasi. Gaya kepemimpinan democratic
dapat mendorong tercapainya sinergi sehingga umumnya menjadi pilihan dalam
situasi dan kondisi operasi kapal yang normal. Namun demikian, di bawah kondisi
tertentu penting untuk beralih dari gaya democratic menjadi gaya lainnya, misalnya
autocratic. Ketika berada pada situasi emergency, seorang pemimpin harus
bertindak tegas dalam memutuskan sesuatu. Dalam kondisi seperti itu, diskusi tidak
efektif untuk dilakukan karena suatu keputusan harus segera diambil dan sebuah
tindakan harus segera dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang lebih
buruk.
31
Seorang pemimpin yang baik memiliki kemampuan untuk mengubah gaya
kepemimpinan sesuai dengan kondisi sehingga dapat mengambil manfaat dari sisi
positifnya dan menghindari sisi negatifnya.
32
d. Pertimbangan pribadi (individual consideration). Pemimpin transformasional sangat
memikirkan perkembangan bawahannya. Pemimpin bertindak sebagai mentor dan
pelatih dan mempertimbangkan kebutuhan individu dalam kelompok. Komunikasi dua
arah seringkali digunakan.
C. Team Work
Dalam dunia pelayaran, sangat penting untuk bekerja bersama dalam sebuah tim.
Sebuah tim membutuhkan suatu tujuan yang sama dan rencana untuk dapat meraihnya.
Setiap anggota nya memiliki peran yang sudah ditentukan. Mereka harus dapat bekerja
dengan fleksibel dan saling mendukung satu sama lain saat dibutuhkan. Manfaat dari
33
sebuah tim adalah bekerja bersama akan terasa lebih ringan dibandingkan bekerja
sendiri-sendiri. Memang terkadang orang merasa lebih mudah untuk bekerja sendiri dari
pada bekerja dengan orang lain karena kemungkinan terjadinya konflik, komunikasi
yang buruk, dan cara kerja yang berbeda terkadang membuat sebuah tim menjadi
kontra-produktif.
Dalam berkerja bersama orang lain, kita harus menyadari bahwa pada dasarnya
setiap manusia suka dipuji ketika mereka dapat melakukan sesuatu dengan baik.
Sebuah kata pujian akan menjadi sangat berarti. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya
seorang perwira memberikan pujian atas pekerjaan bawahannya apabila dapat
diselesaikan dengan baik.
Kondisi lingkungan kerja di kapal menyebabkan kru bekerja saling berdekatan satu
sama lain setiap harinya. Saling membantu, saling sabar, dan saling berbagi
pengalaman sangat dibutuhkan agar terwujud suatu hubungan yang harmonis.
Bagan di bawah ini menunjukkan komponen apa saja yang dibutuhkan untuk
membentuk sebuah tim yang baik.
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa untuk dapat mengambil manfaat terbaik dari
sebuah tim, terdapat beberapa aspek yang harus dipenuhi, yakni:
a. Mutual help (memberikan bantuan yang saling menguntungkan)
b. Help each other succeed (membantu kesuksesan orang lain)
c. Share resources (berbagi sumber daya)
d. Reach our goals (mencapai tujuan bersama)
34
e. Deal with conflict effectively (menghadapi konflik dengan efektif)
f. Share responsibility (berbagi tanggungjawab)
g. Harmonious atmosphere (suasana kerja yang harmonis)
h. Shared workload (berbagi beban kerja)
35
BAB V
KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
36
untuk bertindak dan menunggu aksi JOSEPHINE MÆRSK untuk menghindari tubrukan.
Tepat sebelum tubrukan perwira tersebut berusaha kontak JOSEPHINE MÆRSK dan
pada akhirnya melakukan cikar kiri. Namun sudah terlambat untuk menghindari tubrukan.
Di sisi lain, Perwira Jaga JOSEPHINE MÆRSK menyaksikan SPRING GLORY
mendekat sekitar 2 nm sebelum crossing, sekitar 5 menit sebelum terjadi tubrukan.
Selama kurun waktu tersebut, perwira itu sempat mengecek lewat teropong, mengecek
radar, mengecek GPS dan mengeplot posisinya di peta. Namun dia salah memahami
pesan di VHF untuk menambah kecepatan yang sebenarnya merupakan pesan untuk
kapal lain. Dia kemudian memanggil bantuan Kapten dan melakukan cikar kanan. Namun
sudah terlambat untuk menghindari tubrukan (diambil dari Marine Accident Report 2013
oleh Danish Maritime Accident Investigation Board).
Selain 2 (dua) contoh kasus tersebut di atas, masih banyak lagi kasus insiden di
kapal yang terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif. Jika memang komunikasi sangat
penting, maka banyak pertanyaan yang muncul terkait komunikasi. Apakah komunikasi
itu dan bagaimana prosesnya? Bagaimana memastikan bahwa saat seseorang sedang
berbicara, orang lain benar-benar mendengarkan dan mengerti? Bagaimana kita
memastikan sebuah pesan itu dapat tersampaikan dengan baik? Apa yang dapat kita
lakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dan untuk meningkatkan
efektifitas komunikasi?
37
B. Proses Komunikasi dan Elemen-elemen Komunikasi
Gambar dibawah merupakan model proses terjadinya komunikasi:
38
pesan. Misalnya suara bising di kamar mesin menyebabkan sulit mendengar apa
yang dikatakan kru lain.
b. Gangguan Fisiologis. Gangguan ini dapat terjadi baik pada pengirim atau penerima
pesan. Gangguan ini berkaitan dengan fungsi fisiologis tubuh. Misalnya gangguan
pada telinga menyebabkan seseorang tidak dapat mendengar dengan baik,
kelelahan tubuh menyebabkan sulit berkonsentrasi mendengarkan perintah dan
instruksi.
c. Gangguan Psikologis. Gangguan ini berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang.
Misalnya ketika sedang sedih atau marah, seseorang menjadi sulit untuk
mendengarkan atau berkomunikasi dengan orang lain. Prasangka juga termasuk
dalam gangguan psikologis.
d. Gangguan Semantik. Gangguan ini berkaitan dengan bahasa. Kapal yang
mempekerjakan kru dari berbagai Negara (multi-national crew) dapat mengalami
gangguan dapat mengalami gangguan komunikasi apabila kru di kapal tersebut tidak
dibekali dengan kemampuan bahasa inggris yang memadai.
Feedback (umpan balik) dari penerima sangat penting bagi pengirim untuk memastikan
bahwa pesan telah diterima dan diinterpretasikan sesuai dengan keinginan si pengirim.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi suatu proses komunikasi. Oleh sebab itu, penting bagi pengirim dan
penerima pesan untuk selalu memperhatikan berbagai aspek dalam berkomunikasi
untuk memastikan bahwa suatu pesan dapat diterima dengan baik.
C. Closed-Loop Communication
Berbagai interference atau gangguan yang ada di kapal seringkali menyebabkan
miskomunikasi, ditambah lagi dengan perbedaan latar belakang dan karakter masing-
masing kru. Salah satu strategi untuk menghindari miskomunikasi di atas kapal adalah
dengan menggunakan closed-loop communication. Karakteristik dari closed-loop
communication ini adalah:
1. Perintah atau pesan dikatakan dengan keras dan jelas.
2. Penerima perintah atau pesan mengulangi pesan sama persis dengan aslinya.
3. Pengirim perintah / pesan mengkonfirmasi jika pesan yang diulang adalah benar.
Contoh :
1. Lookout: “Fishing vessel ahead 45 degrees to port!
39
2. Officer on Watch (OOW): “Fishing vessel ahead 45 degrees to port!”
3. Lookout : “Roger!”
Atau :
1. OOW : “Steady on 203!”
2. Helmsman : “Steady on 203!”
3. OOW : “Thank you!”
Strategi closed-loop communication memiliki beberapa manfaat. Ketika sebuah perintah
atau pesan diucapkan dengan lantang dan jelas, semua orang yang ada disekitar akan
mendengarnya. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran setiap orang terhadap situasi
(situation awareness). Sehingga apabila terdapat kesalahan, dapat segera dibetulkan.
Seringkali lebih mudah bagi kita untuk menyadari kesalahan kata-kata kita apabila kata-
kata tersebut kita ucapkan dengan keras atau ketika kita mendengar respon dari orang
lain yang mengulangi kata-kata yang kita ucapkan.
Kemampuan mendengar yang efektif tidak hanya berarti mampu mendengar apa
yang dikatakan, namun juga memperhatikan gestur non-verbal dan memberikan
feedback untuk menunjukkan bahwa anda memperhatikan dan memahami pesan yang
diberikan.
Seorang pendengar yang aktif fokus kepada pembicara dan berkonsentrasi untuk
memahami semua pesan yang disampaikan, mencakup kata-kata, nada bicara dan
bahasa tubuh. Hal ini akan menghasilkan pemahaman yang lebih lengkap dan akurat
serta pentingnya pesan yang disampaikan.
40
Apakah anda termasuk good listener atau poor listener? Cobalah kuis dibawah ini.
Lingkari huruf yang menggambarkan kondisi anda sebenarnya.
41
Pertanyaan No. 3, 5, 8, 9, 12, 13, 16, 17, 19
Nilai : a = 4 b=3 c=2 d=1
E. Menghadapi Konflik
Situasi yang dapat menyebabkan konflik harus dapat dikenali dan dicari solusinya
bersama pihak-pihak yang terlibat dengan mempertimbangkan prosedur yang ada di
kapal.
Gesekan emosi merupakan hal yang normal terjadi diantara orang-orang yang
bekerja bersama-sama di lingkungan yang terbatas. Di bawah kondisi stress dan
kelelahan, masalah kecil dapat menjadi besar dan dapat mengancam keselamatan.
Beberapa hal dibawah ini dapat menyebabkan terjadinya konflik:
1. Nilai-nilai, kepercayaan dan sikap yang berbeda-beda.
2. Prasangka, stereotype dan asumsi yang salah terhadap orang lain.
3. Kelelahan, stress, beban kerja terlalu banyak, dan tekanan.
4. Perbedaan kepribadian, cara kerja dan kompetisi di tempat kerja.
5. Konflik antara komitmen pribadi dan aturan yang ada.
6. Kegagalan komunikasi karena instruksi yang buruk atau kurang nya perhatian.
Konflik merupakan hasil dari kesalahpahaman yang berlangsung terus menerus
terhadap sudut pandang orang lain dan dapat menghasilkan 2 (dua) respon:
MELAWAN (FIGHT) atau MENGHINDAR (FLIGHT)
42
Gambar 12 : Ilustrasi Respon Seseorang Terhadap Konflik
Respon melawan ditandai dengan perilaku agresi dan usaha untuk mendominasi pihak
lain. Orang dapat saling berteriak, saling berkata kasar, saling mengancam atau bahkan
memukul.
Respon menghindar ditandai dengan tindakan pasif, menarik diri. Orang yang memiliki
respon menghindar umumnya akan menunduk, merendahkan suara, dan melipat
lengan.
Baik respon melawan atau menghindar, sama-sama menyebabkan kenaikan denyut
jantung, suhu tubuh, dan tekanan darah. Dapat juga menyebabkan gemetar, pusing,
mual atau sakit perut akibat tubuh melepaskan adrenalin ke dalam aliran darah.
Respon melawan umumnya dapat menyebabkan konflik menjadi semakin besar. Pihak
lain akan melindungi dirinya dengan menjadi agresif atau justru menghindar dimana
kedua hal tersebut tidak dapat menyelesaikan konflik yang ada. Respon menghindar
tidak akan menghilangkan masalah, karena kemarahan akan menumpuk dalam diri
seseorang yang pada suatu titik akan dapat meledak.
Menemukan cara yang tenang dan rasional dalam menghadapi konflik sangatlah penting
untuk dilakukan. Ketika dalam kondisi marah, seseorang disarankan untuk bernafas
dengan pelan dan dalam, menghitung dalam hati satu sampai dengan sepuluh, sebelum
memberikan respon. Ambil waktu untuk mendengarkan maksud pihak lain dan nyatakan
maksud kita dengan tenang.
Terkadang dibutuhkan mediator atau penengah yang dapat membantu menyelesaikan
konflik. Syaratnya pihak tersebut tidak terlibat secara langsung dengan konflik yang
terjadi. Cara menjadi penengah yang baik dapat dilakukan seperti berikut:
1. Meminta persetujuan dari kedua belah pihak yang berkonflik untuk sama-sama
bersedia mencari solusi dari masalah yang terjadi.
2. Beri pendapat yang netral untuk menengahi kedua belah pihak.
43
3. Hindari menyerang secara personal.
4. Mendengar, menyimpulkan dan mengecek sudut pandang masing-masing pihak.
5. Menggali kebutuhan masing-masing pihak.
6. Mendorong kedua pihak untuk mencari win-win solution yang dapat memenuhi
keinginan semua pihak. Win-win solution ini hanya dapat ditemukan apabila
kebutuhan dan kekhawatiran semua pihak dapat didengarkan. Hal ini membutuhkan
kesediaan semua pihak untuk mendengarkan orang lain dan untuk berusaha
menyelesaikan konflik sebaik-baiknya.
44
b. Mengkritik, menyalahkan atau menyerang orang lain.
c. Tidak dapat mengendalikan diri.
d. Memiliki batas toleransi yang rendah.
e. Berbicara dengan suara yang keras.
f. Bersikap mengancam dan kasar.
g. Tidak mau mendengarkan.
h. Suka menginterupsi.
i. Selalu menyalahkan orang lain.
3. Passive-aggressive Communication
Individu yang memiliki pola komunikasi ini biasanya terlihat pasif di luar, namun
memendam kemarahan di dalam. Individu ini secara diam-diam melakukan perlawanan
terhadap sistem, padahal dari luar terlihat kooperatif. Individu seperti ini seringkali:
a. Mengeluh sendiri, tidak langsung menyampaikan keberatannya kepada orang lain.
b. Kesulitan untuk mengakui kemarahannya.
c. Menunjukkan ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan apa yang dirasakan.
Misalnya: tersenyum ketika marah.
d. Sarkastik.
e. Tidak mengakui adanya masalah.
f. Terlihat kooperatif padahal melakukan tindakan untuk mengganggu.
4. Assertive Communication
Individu yang assertive dapat menyatakan pendapat dan perasaannya dengan jelas
tanpa menyakiti orang lain. Individu ini memiliki “self-esteem” yang tinggi. Mereka dapat
menghargai diri sendiri dan diri orang lain.
Individu yang assertive akan:
a. Menyatakan keinginan, kebutuhannya dengan jelas dan sopan.
b. Mengekspresikan perasaan dengan jelas dan sopan.
c. Berkomunikasi dengan menghormati orang lain.
d. Mendengarkan dengan baik, tidak suka menginterupsi.
e. Dapat mengendalikan diri.
f. Memiliki kontak mata yang baik.
g. Bicara dengan tenang dan nada yang jelas.
h. Merasa mampu dan kompeten.
i. Tidak membiarkan orang lain menindas dirinya.
45
Secara ringkas, penjelasan di atas dapat disimpulkan dalam gambar berikut:
46
BAB VI
Kapal merupakan sebuah lingkungan kerja yang unik dimana berbagai individu bekerja
bersama dan hidup bersama dalam sebuah lingkungan yang sempit dengan segala
keterbatasan yang harus dihadapi sehari-hari. Setiap kru yang bekerja di kapal memiliki
karakteristik yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya individu yang
bersangkutan.
Budaya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berinteraksi dan melakukan
kegiatan sehari-hari. Biasanya seorang individu tidak menyadari sepenuhnya bahwa latar
belakang budaya yang dimilikinya sangat bepengaruh terhadap bagaimana dia bersikap dan
berperilaku. Perbedaan baru akan terasa ketika individu tersebut melakukan kontak dengan
individu lain dengan latar belakang budaya yang berbeda. Pada saat itu, barulah terasa
apabila pola sikap dan perilaku yang dimilikinya tidaklah sama dengan yang dimiliki orang
lain.
Lingkungan kerja di kapal yang sempit dan memiliki banyak keterbatasan dapat
menimbulkan konflik bagi seorang individu ketika dirinya harus menghadapi individu lain
yang memiliki budaya yang berbeda dengan yang dimilikinya. Hal ini lebih terasa bagi pelaut
yang bekerja di ocean going vessel yang mempekerjakan kru yang berasal dari berbagai
negara.
47
pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka
dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.
Selanjutnya komunikasi antar budaya dapat dilakukan dengan negosiasi untuk
melibatkan manusia di dalam pertemuan antar budaya yang membahas satu tema
(penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak
sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-
makna itu dinegosiasikan. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari
persetujuan antar subjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat
untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.
Ringkasnya, komunikasi antar budaya menjelaskan interaksi antar individu dan
kelompok yang memiliki persepsi yang berbeda dalam perilaku komunikasi dan
perbedaan dalam interpretasi.
Untuk mencapai komunikasi antar budaya yang efektif, individu dapat
mengembangkan kompetensi antar budaya, yakni keterampilan yang dibutuhkan untuk
mencapai komunikasi antar budaya yang efektif. Jandt (1998, 2004) mengidentifikasikan
empat keterampilan sebagai bagian dari kompetensi antar budaya, yaitu personality
strength, communication skills, psychological adjustment and cultural awareness.
B. Cultural Awareness
Cultural awareness merupakan dasar komunikasi dan melibatkan kemampuan
individu untuk menilai diri sendiri dan peka terhadap nilai budaya, kepercayaan dan
persepsi diri sendiri. Bagaimana kita melihat dunia? Mengapa kita melihat dunia seperti
kita melihatnya sekarang ini? Mengapa kita bereaksi dengan pola perilaku tertentu?
Cultural awareness menjadi penting ketika kita harus berinteraksi dengan orang-orang
yang memiliki budaya yang berbeda. Orang melihat, menginterpretasi dan mengevaluasi
sesuatu dengan cara yang berbeda. Apa yang dianggap baik dalam suatu budaya belum
tentu dianggap baik dalam budaya lainnya. Orang-orang suku jawa menganggap bahwa
alon-alon waton klakon. Artinya ketika melakukan sesuatu lebih baik pelan-pelan
asalkan bisa selesai dengan baik dan sempurna. Bagi orang yang berasal dari budaya
lain, mungkin menganggap pekerjaan orang jawa seperti itu cenderung lambat dan
kurang cekatan. Selain itu, dalam hal komunikasi budaya jawa juga ada istilah ewuh
pakewuh. Ketika mau menyampaikan sesuatu dengan terus terang merasa tidak enak
hati, sehingga umumnya orang jawa berputar-putar dulu dalam menjelaskan sesuatu
sebelum menuju ke pokok masalah. Bagi orang Batak yang terbiasa to the point dalam
berkomunikasi, terkadang hal ini membuat mereka tidak sabar. Demikian juga
sebaliknya, gaya bicara orang batak yang ceplas ceplos dapat membuat orang jawa
sakit hati. Contoh lain adalah orang Italia menganggap orang amerika sebagai orang
48
yang selalu bekerja, bicara bisnis dalam waktu makan siang, bahkan minum kopi sambil
berjalan. Sedangkan orang Italia umumnya meminum kopi di bar atau di café dengan
rileks. Apakah hal itu berarti orang Italia pemalas dan orang amerika hiperaktif? Tentu
saja tidak. Hal tersebut berarti bahwa orang dapat memberikan makna yang berbeda
terhadap suatu kegiatan yang sama, misalnya terkait makan. Di Italia, dimana
persaudaraan dan pertemanan dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga, waktu
makan siang, makan malam atau coffee break memiliki konotasi sosial dimana orang-
orang saling berkumpul untuk berbicara dengan rileks. Sedangkan di Amerika waktu
dianggap sebagai uang, sehingga saat makan siang seringkali digunakan untuk
membicarakan bisnis atau kontrak.
Kesalahan interpretasi dapat terjadi ketika kita tidak memiliki awareness
(kepekaan) terhadap pola perilaku kita sendiri dan menggunakannya untuk menilai pola
perilaku orang lain. Ketika tidak memiliki pengetahuan yang cukup, kita cenderung
berasumsi, bukan menilai secara obyektif makna dari suatu perilaku. Peka terhadap
dinamika budaya sendiri merupakan hal yang tidak mudah karena budaya termasuk hal
yang tidak kita sadari. Sejak lahir, kita belajar melihat dan melakukan banyak hal.
Pengalaman kita, nilai-nilai kita, dan latar belakang budaya membuat kita melihat dan
melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Terkadang kita perlu untuk “keluar” dari
batasan budaya agar dapat menyadari dampak budaya terhadap perilaku kita. Akan
sangat baik apabila kita bertanya atau meminta feedback dari teman-teman yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan kita.
49
3. My way and their way
Pada tingkat ini, individu menyadari cara diri mereka melakukan sesuatu dan cara
orang lain, dan individu memilih cara terbaik sesuai dengan situasi. Pada tahap ini,
individu menyadari bahwa perbedaan budaya memiliki sisi positif dan negative, serta
bersedia untuk menggunakan perbedaan budaya untuk menciptakan solusi baru
(synergistic stage).
4. Our way
Tingkatan keempat membawa orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda
untuk bersama-sama menciptakan budaya dengan berbagi makna yang sama.
Orang-orang saling berdialog dengan intensif untuk menciptakan makna baru,
aturan baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang ada (participatory third culture
stage)
Meningkatkan cultural awareness berarti melihat baik sisi positif maupun sisi
negatif perbedaan budaya. Keragaman budaya dapat menjadi sumber masalah
terutama apabila organisasi membutuhkan personil untuk berpikir dan bertindak dengan
cara yang sama. Keragaman menigkatkan level kompleksitas dan kebingungan dan
membuat sulit mencapai persetujuan. Di sisi lain, keragaman budaya dapat memberikan
manfaat ketika organisasi ingin mengembangkan solusi dan ingin menggunakan
pendekatan yagn berbeda untuk memecahkan masalah. Keragaman dalam hal ini
dapat menciptakan berbagai masukan dan keterampilan baru.
Orang-orang yang memiliki cultural awareness menyadari bahwa:
Setiap orang tidak sama
Persamaan dan perbedaan adalah sama-sama penting
Terdapat banyak cara untuk mencapai tujuan yang sama dan untuk menjalani hidup
Cara terbaik ditentukan bergantung pada situasi. Setiap situasi berbeda dan mungkin
membutuhkan solusi yang berbeda.
50
1. Mengakui bahwa anda tidak tahu
Menyadari bahwa kita tidak mengetahui segala sesuatu, bahwa asumsi kita mungkin
saja salah dapat mendukung cultural awareness.
2. Menunda penilaian
Kumpulkan informasi sebanyak mungkin sehingga anda bisa mengetahui situasi
dengan akurat sebelum mengevaluasinya.
3. Empati
Agar dapat memahami orang lain, kita perlu menempatkan diri pada posisi orang lain.
Melalui empati, kita belajar bagaimana orang lain ingin diperlakukan.
4. Mengecek asumsi
Mintalah feedback kepada teman dan periksalah asumsi anda sendiri untuk
memastikan bahwa anda benar-benar memahami situasi
5. Menghargai keberagaman
Menerima bahwa keberagaman memang ada dan menghargai sisi positif dari
keragaman budaya.
51
BAB VII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
52
C. Jenis-jenis Keputusan
1. Keputusan Terprogram dan Tidak Terprogram
a. Keputusan Terprogram
Keputusan terprogram merupakan keputusan rutin dan berulang dan dibuat di
dalam kerangka aturan dan kebijakan organisasi. Kebijakan dan aturan ini
diterapkan dengan baik untuk menyelesaikan masalah di dalam organisasi.
Keputusan terprogram memiliki dampak jangka pendek. Umumnya diambil pada
tingkat manajemen yang lebih rendah.
b. Keputusan Tidak Terprogram
Keputusan yang tidak terprogram merupakan keputusan yang diambil untuk
menyelesaikan masalah yang tidak umum atau unik dimana alternatif tidak dapat
diputuskan segera. Keputusan ini memiliki kepentingan yang tinggi dan memiliki
konsekuensi jangka panjang. Umumnya keputusan ini dibuat oleh top
manajemen.
2. Keputusan Strategis dan Taktis
a. Keputusan Strategis
Keputusan strategis merupakan keputusan yang sangat penting. Keputusan
strategis berkaitan dengan alokasi sumber daya dan kontribusi terhadap
pencapaian tujuan organisasi
b. Keputusan Taktis
Keputusan taktis merupakan keputusan yang rutin dan berulang. Keputusan ini
diturunkan dari keputusan strategis. Karakteristik keputusan taktis adalah
sebagai berikut:
Berhubungan dengan operasi sehari-hari organisasi dan harus diambil secara
berkala.
Biasanya sudah terprogram atau terencana.
Outcome nya memiliki dampak jangka pendek dan hanya mempengaruhi
sebagian kecil organisasi.
Wewenang untuk mengambil keputusan taktis dapat di delegasikan pada
manajer dengan tingkat lebih rendah.
53
D. Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan dijelaskan melalui bagan berikut:
54
Hasil : Ketika suatu keputusan dilaksanakan, maka akan ada hasil yang didapatkan.
Hasil ini harus berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan di awal proses pengambilan
keputusan. Hasil ini merupakan indikasi apakah pengambilan keputusan telah
dilaksanakan dengan tepat.
55
BAB VIII
Mengelola program pelatihan, di atas kapal secara sepintas tampaknya sesuatu hal
yang sederhana. Namun bila dicermati, membutuhkan suatu penanganan dan pengelolaan
yang sangat serius. Program pelatihan di atas kapal merupakan tanggung jawab perusahaan
yang diamanatkan kepada Nahkoda atau Perwira dalam pelaksanaan teknisnya. Tanggung
jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat penjajakan dan identifikasi kebutuhan pelatihan
sampai dengan tindak lanjut pelatihan.
A. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan di atas kapal adalah untuk memperbaiki efektifitas kerja kru
dalam mencapai hasil hasil kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan efektivitas kerja dapat
dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan kru, ketrampilan kru maupun sikap
kru itu sendiri terhadap tugas-tugasnya.
56
agar mereka tidak berbuat sesuatu yang merugikan usaha pencapaian tujuan dengan
sukses.
Perlu diingat bahwa pengetahuan dan ketrampilan saja belumlah cukup untuk
menjamin suksesnya pencapaian tujuan. Sikap kru terhadap pelaksanaan tugas, juga
merupakan faktor kunci dalam mencapai sukses. Oleh karena itu pengembangan sikap
juga harus diusahakan dalam program pelatihan. Hal ini terutama penting dalam hal
keselamatan. Seorang kru mungkin saja mengetahui dan mampu melaksanakan suatu
prosedur keselamatan. Namun apakah dia bersedia menjalankan prosedur tersebut? Hal
seperti itulah yang perlu dipupuk agar setiap kru selain memiliki pengetahuan dan
keterampilan, juga memiliki sikap yang bertanggungjawab terhadap aturan dan
keselamatan.
57
Gambar 15 : Diagram Proses Menentukan Kebutuhan Pelatihan
58
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menyusun dan merumuskan
tujuan pelatihan, yaitu:
Jenis Tujuan Pelatihan: yaitu hendaknya jenis tujuan pelatihan harus mencakup
Pengetahuan (P), Sikap (S) dan Ketrampilan (K) dan hasil yang diharapkan
merupakan perubahan tingkah laku yang dapat diobservasi/diamati.
Kedalaman Tujuan Pelatihan: semakin dalam tujuan pelatihan semakin rumit untuk
mencapainya, sehingga akan mempengaruhi materi maupun metoda pelatihan
yang harus diberikan.
Sumber Daya yang tersedia: dalam merumuskan tujuan pelatihan hendaknya juga
mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia.
Waktu: faktor waktu sangat menentukan dalam merumuskan tujuan pelatihan
Peserta Pelatihan: faktor peserta juga sangat berpengaruh di dalam merumuskan
tujuan pelatihan baik dilihat dari latar belakang, pengalaman, usia, pendidikan dan
lain sebagainya. Dalam Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi), rancangan belajar
tidak ditekankan pada isi, namun lebih pada proses yang menyertainya.
Metoda dan Media: dalam menyusun materi pelatihan hendaknya juga
mempertimbangkan kesesuaian metoda dan media yang ada.
Ketersediaan Pelatih: adakah pelatih yang mempunyai kualifikasi sebagaimana
yang dikehendaki dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.
Evaluasi Pelatihan: faktor yang ikut mempengaruhi perumusan tujuan adalah
kompleksitas penyelenggaraan evaluasi baik dari sisi isi evaluasi maupun proses
yang harus ditempuh
59
Sesuai dengan prinsip pendidikan orang dewasa yang menghendaki adanya
keterlibatan aktif peserta pelatihan, maka di dalam menentukan metoda
pelatihan, hal yang paling mendasar untuk diperhatikan adalah "adanya
keterlibatan maksimal" peserta pelatihan
d. Menentukan Kebutuhan Waktu
Biasanya, dalam menentukan perkiraan kebutuhan waktu didasarkan pada "skala
prioritas". Artinya bahwa "topik utama" yang menjadi prioritas akan mendapatkan
alokasi waktu yang cukup panjang, sedangkan "topik yang lain" memperoleh
alokasi waktu yang relatif pendek.
Rancangan pelatihan haruslah juga mencakup:
Siapa peserta pelatihan dan berapa jumlahnya,
siapa fasilitator/pelatih,
dimana tempat pelatihan akan dilaksanakan,
waktu penyelenggaraan,
kelengkapan pendukung,
kebutuhan biaya dan menetapkan sumber dana,
bahan pelatihan,
dokumentasi
6. Pelaksanaan Program Pelatihan
a. Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi pemberitahuan kepada peserta, pemberitahuan kepada
pemateri, mempersiapkan bahan dan perlengkapan pelatihan di tempat pelatihan.
b. Tahap pelaksanaan pelatihan
Secara umum, pelaksanaan pelatihan terbagi menjadi pembukaan, pembahasan
materi, rangkuman dan evaluasi pelatihan.
60
Identifikasi kebutuhan pelatihan untuk merancang dan merencanakan kegiatan
pelatihan selanjutnya.
C. Prinsip-prinsip pembelajaran
Seorang pemimpin yang bertanggungjawab tehadap pengelolaan dan pelatihan
personil di atas kapal harus mengetahui dan memahami prinsip-prinsip pembelajaran
agar dapat merancang suatu program pelatihan yang efektif.
61
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori
belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak
mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelatihan akan timbul pada peserta
apabila bahan pelatihan sesuai dengan kebutuhannya. Di samping perhatian,
motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga
yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai
kaitan yang erat dengan minat. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta dapat
diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta mempunyai motivasi, ia akan
bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu
yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan pelatihan, berusaha keras dan memberikan
waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut, terus bekerja sampai tugas-
tugas tersebut terselesaikan.
2. Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah
informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan
transformasi. Semakin seseorang aktif terlibat dalam proses belajar atau pelatihan,
maka materi yang disampaikan akan lebih mudah diterima.
3. Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh individu, belajar adalah mengalami dan tidak
bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman
belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui
pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung seseorang tidak
hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya. Pentingnya keterlibatan langsung dalam
belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar
sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh seorang
individu secara aktif. Hal ini ada kaitannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh
seorang filsuf Cina Confucius, bahwa:
apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; dan apa yang
saya lakukan saya paham
4. Pengulangan
Thordike hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan
adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika
sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan.
Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan
62
agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan
semakin paham.
5. Tantangan
Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa individu ketika
belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar seseorang menghadapi
suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari
bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan
mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan
belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru,
demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-
hambatan untuk mencapai tujuan.
6. Feedback dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan feedback dan penguatan adalah teori belajar
operant conditioning dari B.F. Skinner. Kunci dari teori ini adalah hubungan stimulus
dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan senang atau puas dan
sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya jika suatu
perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi.
Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk
ditinggalkan atau tidak diulangi lagi.
7. Perbedaan Individual
Manusia merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing
mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi,
tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang
kebudayaan, sosial, dan ekonomi. Perlu disadari bahwa hasil suatu pelatihan dapat
berbeda pada masing-masing peserta. Oleh sebab itu pimpinan harus melakukan
supervisi terhadap perkembangan kemampuan dan keterampilan anak buahnya.
Coaching dan mentoring merupakan istilah yang hampir sama maknanya. Keduanya
memiliki arti membantu individu untuk tumbuh dan berkembang serta keduanya juga
melibatkan hubungan interpersonal. Keduanya dapat memiliki tingkat formalitas, durasi,
dan tujuan dan hasil yang berbeda-beda. Faktanya, beberapa coach dapat berperan
sebagai mentor, walaupun mentor belum tentu menjadi coach kecuali memiliki peranan
yang lebih formal dalam hubungan terhadap kru atau karyawan suatu organisasi.
63
Ada beberapa perbedaan penting yang perlu dimengerti jika diminta untuk melakukan
salah satu kegiatan tersebut karena perbedaan tersebut dapat berdampak terhadap apa
yang diharapkan. Tabel dibawah menyimpulkan perbedaan tersebut berdasarkan aspek-
aspek yang beragam.
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa mentoring dan coaching memiliki perbedaan,
meskipun tujuan keduanya adalah sama-sama untuk mengembangkan kemampuan kru.
Seorang perwira dapat menjadi coach bagi anak buahnya dengan memberikan
bimbingan, penjelasan serta contoh mengenai bagaimana melakukan suatu tugas di atas
kapal. Coaching bisa menjadi metode pelatihan yang efektif karena kru dapat berinteraksi
secara langsung dengan pelatihnya. Selain itu, dengan mendapatkan bimbingan
langsung, kru dapat lebih mudah memahami tugas-tugas yang diajarkan kepadanya.
Perwira yang menjadi coach memiliki tanggung jawab untuk memastikan agar setiap kru
dapat memenuhi ukuran kinerja yang ditetapkan. Perwira juga dapat mengambil tindakan
korektif atau disiplin untuk mempengaruhi kinerja para anak buah di kapal.
Mentoring memiliki sisi yang lebih personal. Ketika perwira memberikan bimbingan
yang berhubungan dengan hidup secara umum, misalnya memberikan semangat,
motivasi, atau saran-saran terhadap permasalahan pribadi anak buah, maka perwira
tersebut telah menjalankan fungsi mentoring bagi anak buahnya.
64
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa program pelatihan di kapal dapat
diselenggarakan dengan berbagai macam metode atau cara. Seorang pemimpin harus jeli
melihat kebutuhan kru kapal agar dapat menyusun program pelatihan yang efektif.
Kebutuhan ini dapat dilihat apabila pemimpin mengetahui kemampuan anak buahnya,
meliputi kelemahan dan kelebihan anak buah. Dengan mengetahui hal tersebut, pelatihan
dapat terselenggara dengan efektif dan tepat sasaran untuk mewujudkan operasi
pelayaran yang aman.
65
BAB IX
66
harus bepergian jauh untuk mengikuti kursus untuk meningkatkan kompetensi yang
dimiliki.
Kapal beroperasi selama 24 jam setiap hari dan awak kapalnya disusun dengan
sistem pergantian (shift) jaga. Mereka harus diatur untuk mengoperasikan kapal dengan
efektif dan aman, terutama dalam hal:
Jaga laut dan jaga pelabuhan
Penanganan muatan
Perawatan kapal dan perlengkapannya
Tugas-tugas pada saat tiba dan berangkat serta tugas-tugas pada saat berlabuh.
Tugas-tugas terkait keselamatan seperti : fire fighting, penyelamatan diri.
67
2. Organizing
Merupakan suatu tindakan atau kegiatan menggabungkan seluruh potensi yang ada
dari seluruh bagian dalam suatu kelompok orang atau badan atau organisasi untuk
bekerja secara bersama-sama guna mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama,
baik untuk tujuan pribadi atau tujuan kelompok dan organisasi.
Dalam pengorganisasian dikenal istilah KISS (koordinasi, integrasi, simplifikasi, dan
sinkronisasi) dalam rangka menciptakan keharmonisan dalam kegiatan organisasi.
3. Actuating
Merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian, dimana seluruh
komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi tersebut bekerja
secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk dapat
mewujudkan tujuan.
4. Controlling
Merupakan pengendalian semua kegiatan dari proses perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan, apakah semua kegiatan tersebut memberikan
hasil yang efektif dan efisien serta bernilai guna dan berhasil guna.
C. Prinsip-prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang
berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari
Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:
1. Pembagian kerja (division of work)
2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility)
3. Disiplin (discipline)
4. Kesatuan perintah (unity of command)
5. Kesatuan pengarahan (unity of direction)
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri (subordination of
individual interests to the general interests)
7. Pembayaran upah yang adil (renumeration)
8. Pemusatan (centralisation)
9. Hirarki (hierarchy)
10. Tata tertib (order)
11. Keadilan (equity)
12. Stabilitas kondisi karyawan (stability of tenure of personnel)
13. Inisiatif (Inisiative)
68
14. Semangat kesatuan (esprits de corps)
69
strategi dan sikap manajemen terkait aspek-aspek seperti komunikasi, kerjasama tim,
dan pelatihan. Beberapa kecelakaan dapat secara tidak langsung dapat diakibatkan
oleh kebijakan dan keputusan organisasi yang dapat mengarah pada human error
misalnya kurangnya kesadaran dan kepekaan terhadap situasi, tingkat kelelahan
yang tinggi, beban pekerjaan yang berlebihan, dsb.
4. Budaya Keselamatan
Keselamatan (safety) tidak mudah untuk didefinisikan karena memiliki banyak
dimensi. Banyak yang menghubungkan budaya keselamatan dengan rendahnya
tingkat kecelakaan. Memang benar bahwa organisasi dengan budaya keselamatan
yang baik umumnya memiliki tingkat kecelakaan yang rendah, namun kebalikannya
belum tentu selalu begitu. Organisasi yang memiliki budaya keselamatan yang
kurang baik mungkin saja beruntung dan memiliki tingkat kecelakaan yang rendah.
Dalam konteks ini, budaya keselamatan berkaitan dengan sejauh mana orang-orang
dan kelompok dalam suatu organisasi berusaha untuk meningkatkan dan
mengkomunikasikan keselamatan dan bersedia untuk terus menerus belajar,
beradaptasi dan memodifikasi perilaku berdasarkan hasil belajar.
Berikut adalah bagan hubungan antara budaya nasional, profesi dan organisasi
dalam mempengaruhi budaya keselamatan.
`
Gambar 16 : Diagram Hubungan Antara Budaya Nasional dan Budaya Profesi dalam
Mempengaruhi Budaya Organisasi dan Budaya Keselamatan
70
Westrum (1992, dalam Grech, 2008) mengembangkan konsep untuk menjelaskan
tingkatan budaya keselamatan dalam organisasi.
Seperti yang dapat dilihat pada gambar 17 di atas, sebuah organisasi dapat
mengalami serangkaian evolusi terkait cara merespon budaya keselamatan, dimulai
dari pathological menjadi generative. Sebuah organisasi dapat bergerak dari system
yang tidak aman menjadi system yang aman dan hanya apabila telah mencapai level
tertentu maka organisasi tersebut dapat dikatakan telah menghandle keselamatan
dengan serius untuk meraih budaya keselamatan.
Organisasi yang pathological adalah organisasi yang tidak aman. Terdapat
kecenderungan untuk saling menyalahkan ketika terjadi kesalahan atau kecelakaan.
Jelasnya, organisasi ini tidak memperhatikan keselamatan sama sekali. Organisasi
yang reactive mulai memikirkan keselamatan sebagai isu penting. Hal ini seringkali
didorong oleh faktor eksternal dan internal, mungkin karena insiden dan kecelakaan
yang seringkali terjadi. Pada organisasi bureaucratic, faktor resiko dan keselamatan
direview setelah terjadinya kecelakaan. Pada tahap ini, tekhnik analisa kuantitative
digunakan untuk menilai keselamatan dan mengukur efektifitasnya. Meskipun
demikian, keselamatan masih dianggap sebagai “tambahan”. Organisasi proactive
memiliki pendekatan yang lebih proaktif terhadap keselamatan. Misalnya dengan
mengadakan pelatihan manajemen sistem keselamatan. Kelemahan organisasi ini
71
adalah kurang mampu belajar dari bukti kongrit yang dikumpulkan setelah terjadinya
kecelakaan. Pada akhirnya, organisasi generative secara penuh mengintegrasi
perilaku yang aman ke dalam seluruh kegiatan organisasi. Mereka juga
menggunakan informasi, observasi dan ide-ide baru untuk dimasukkan ke dalam
sistem. Salah satu perbedaan penting antara level akhir dengan level sebelumnya
adalah pada level akhir ini faktor manusia dianggap mencakup individu dan juga
organisasi.
Mashall (2006, dalam Grech, 2008) menyatakan bahwa tantangan untuk berpindah
dari level pathological menjadi generative melibatkan komitmen yang kuat dari
manajemen organisasi. Mereka tidak cukup hanya menerima namun juga
menunjukkan komitmen mereka melalui dukungan aktif terhadap sistem manajemen
keselamatan. Begitu suatu organisasi dapat mencapai tahap generative, organisasi
tersebut akan menghadapi banyak tantangan untuk tetap berada pada level tersebut.
72
DAFTAR PUSTAKA
Badan Diklat Perhubungan. (2000). Modul BST: Personal Safety and Social Responsibility,
Jakarta.
Blakey, TN. (1987). English for Maritime Studies. Hertfordshire : Prentice Hall
DeVito, J. A. (1986). The communication handbook: A dictionary. New York: Harper & Row
Grech, Rita Michelle., et.al., (2008). Human Factors in the Maritime Domain, CRC Press,
Boca Raton.
Handy, Charles. (1993). Understanding Organization, Oxford University Press, New York.
Health and Safety Executive of UK Government. Human Failure Types. 2 September 2014.
http://www.hse.gov.uk/humanfactors/topics/types.pdf
Kuncoro, Ongky Setio. Perlunya Pengembangan SDM Anak Buah Kapal (ABK) Pada
Pt.Merak Jaya Transport. 2 September 2014. http://www.spocjournal.com
/ekonomi/manajemen/87-perlunya-pengembangan-sdm-anak-buah-kapal-abk-pada-ptmerak-
jaya-transport.html (
73
.wordpress.com/2012/02/26/menerapkan-fungsi-manajemen-poac-planning-organizing-
actuating-controlling-dalam-aspek-perusahaan/.
Malibu Mirage Owners and Pilots Association. The Error Chain. 2 September 2014.
http://www.mmopa.com/gallery/278_MMOPA%20Safety%20Lecture%20-%20Error
%20Chain%20-%2020Sep2012.pdf
http://personaldevelopment-pengembangandiri.blogspot.com/2012/02/ coaching-and-
mentoring-pendahuluan.html
74