Anda di halaman 1dari 5

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Kombinasi Logging Yang

Optimum

Dalam pemilihan kombinasi alat logging yang optimum, haruslah


disesuaikan dengan kondisi lingkungan lubang sumur yang akan dilogging.
Dengan mengidentifikasikan kondisi lubang sumur, akan meminimalkan faktor-
faktor yang mempengaruhi operasi logging nantinya.

1. Jenis Batuan Reservoar

Pemilihan kombinasi logging yang optimum tidak lepas dari pengaruh jenis
batuan formasi. Dengan jenis perlapisan batuan yang bervariasi berdasarkan
fungsi kedalaman sumur bor, kita akan memilih alat logging yang sesuai dengan
jenis batuan formasi pada sumur bor yang akan dilogging, dengan tujuan
menghasilkan pengukuran yang akurat. Terdapat tiga jenis formasi batuan yang
sering terkait dengan evaluasi log ini yaitu :

A. Formasi lunak (soft formation)

Yaitu formasi yang tidak kompak atau mudah runtuh (uncosolidated).


Tahanan batuan kecil sampai dengan menengah. Mempunyai porositas besar lebih
dari 20%. Karena memiliki Φ>20%, diameter invasi lumpur (Di) sekitar 2d (d:
diameter lubang bor). Batuannya yaitu pasir (sandstone) dan shale (shaly sand)

B. Formasi sedang (intermediate formation)

Yaitu formasi yang cukup kompak (moderate consolidated). Tahanan


formasi sedang dan mempunyai porositas antara 15% - 20%. Diameter invasi
lumpur Di = 3d. Golongan formasi ini adalah batu pasir.

C. Formasi keras (hard formation)

Formasi ini lebih kompak dari formasi lunak dan sedang. Tahanan batuan
sangat tinggi. Porositasnya kurang dari 15%, diameter invasi lumpur (Di) = 10d.
Jenis batuan keras limestone dan dolomite.
2. Jenis Lumpur Pemboran

Jenis fluida pemboran akan berpengaruh terhadap pemilihan log listrik,


khususnya pemilihan resistivity log. Pemilihan resistivity log berdasarkan atas
kadar garam dari lumpur pemboran. Induction log lebih optimum untuk sumur
dengan lumpur air tawar, sedangkan laterolog optimum untuk lumpur air asin.

Ada beberapa jenis lumpur pemboran yang umum digunakan sebagai fluida
pemboran, yaitu : lumpur dasar air (water base mud), oil base mud dan oil base
emulsion mud, serta fluida gas/udara (gaseous drilling fluids/empty hole).

A. Water Base Mud

1. Lumpur Air Tawar (Fresh Water Mud)

Lumpur ini mempunyai kadar garam rendah (kurang dari 10.000 ppm atau
1% berat garam dan kadar Ca kurang dar 50 ppm). Dimana fasanya adalah air
tawar. Lumpur ini akan mempengaruhi pengukuran log listrik sehingga
pengukuran resistivity tinggi. Ada beberapa lumpur yang termasuk disini, yaitu :

a. Spud Mud/Natural Mud, lumpur ini merupakan lumpur yang biasa


digunakan pada permulaan pemboran (pemasangan casing conductor),
sehingga tidak akan berpengaruh pada logging.

b. Chemicals Threated Muds, lumpur ini merupakan lumpur yang ditambah


pengobatan kimia (additive), seperti : bentonite treated, phospat treated,
caustic muds, dll.

Bahan-bahan yang ditambahkan akan mempengaruhi sifat kelistrikan. Pada


dasarnya lumpur ini memiliki sifat tidak menghantarkan listrik (resistivitas tinggi)
dan konduktivitas rendah, akan tetapi seperti adanya garam akan menambah sifat
konduktivitas lumpur tersebut.

2. Lumpur Air Asin (Salt Water Mud)

Lumpur ini mempunyai kadar garam tinggi, lebih dari 10.000 ppm. Adanya
kadar garam ini baik unsaturated salt water mud (lumpur yang dijenuhi oleh
NaCl/garam) dapat menimbulkan sifat fluida/lumpur yang konduktif, sehingga
menyebabkan pengukuran resistivity yang rendah. Lumpur ini antara lain
dicirikan dengan adanya filtrat loss yang besar sekali, kecuali ditreated dengan
organic colloid sehingga membentuk mud cake yang tebal. Meskipun pengaruh
terhadap logging sangat buruk, lumpur ini biasanya digunakan pada kondisi yang
khusus seperti pada pemboran formasi garam.

3. Oil Base Mud

Lumpur ini mempunyai kadar minyak sebagai fasa kontinyu dengan kadar
air rendah (3%-5%), maka lumpur ini relatif tidak sensitif terhadap kontaminasi
air. Dan disamping itu akan bersifat tidak konduktif dan mempunyai harga
resistivity yang tinggi sehingga mempengaruhi peralatan logging terutama log
listrik. Karena filtratnya yang kecil, dapat menyulitkan pengukuran yang
menggunakan pengaruh adanya invasi lumpur.

4. Gaseous Drilling Fluids

Biasanya digunakan untuk daerah yang mempunyai formasi keras dan


kering. Gas atau mempunyai sifat tidak konduktif (tidak mengalirkan arus
listrik), sehingga dapat mempengaruhi alat-alat logging (khususnya yang
berhubungan dengan adanya arus listrik).

3. Diameter Invasi Lumpur

Proses banyaknya air filtrat lumpur yang masuk ke dalam formasi selama
pembentukan mud cake di dalam lubang bor dikenal sebagai invasi mud
filtrat(filtrat loss). Banyaknya filtrat loss yang masuk ini tergantung dari jenis
lumpur pemborannya dan lapisan batuan yang dibor. Jauh dekatnya filtrat loss
yang menginvasi zona porous permeabel tergantung dari porositas dan
permeabilitasnya, dimana bila porositas kecil dan permeabilitas batuannya besar
maka invasi filtrat lumpur akan jauh, tapi jika porositas besar dan walaupun
permeabilitas juga besar maka invasi filtrat lumpur akan dangkal. Faktor-faktor
yang mempengaruhi diameter filtrat lumpur atau diameter zona yang terinvasi
antara lain : jenis lumpur, Perbedaan tekanan antara lumpur dan formasi,
Permeabilitas batuan, Porositas batuan, Proses pemboran.
Diameter invasi mud filtrat merupakan fungsi dari porositas dan secara
umum dapat dikelompokkan menjadi :
ϕ > 20 %, Di = 2d
20 % > ϕ > 15 %, Di = 3d
15 % > ϕ > 10 %, Di = 4d
10 % > ϕ > 5 %, Di = 10d
Keterangan :
Di = diameter invasi mud filtrat, ft
D = diameter lubang bor, ft
Φ = porositas, %
4. Kondisi Lubang Bor

Adanya kondisi lubang bor yang kurang baik dapat mempengaruhi


pembacaan parameter-parameter reservoar. Kombinasi logging dipengaruhi oleh
adanya selubung lubang bor atau casing. Tidak semua alat logging dapat
menembus casing. Data-data pemboran yang didapat untuk mengetahui kondisi
lubang bor antara lain : diameter lubang bor, diameter bit yang mendeteksi
terjadinya guguran pada dinding lubang bor, dan kedalaman lubang bor.

5. Ketebalan Lapisan Porous

Setiap jenis log akan mengukur karakteristik formasi porous dengan akurat
apabila ketebalan lapisan yang diukur lebih besar dari jarak (spasi) antar
elektrodanya. Maka data ketebalan lapisan akan menjadi acuan dalam pemilihan
setiap jenis log, khususnya jenis log resistivity. Sebagai contoh, jka ketebalan
lapisan porous permeabel yang tipis disarankan menggunakan jenis alat log yang
mempunyai sistem difokuskan ( microspherical focus log, laterolog, induksi log ).

6. Distribusi Porositas dan Resistivitas

Pada dasarnya semua logging dirancang dengan batasan pengukuran


tertentu. Oleh karena itu, memilih porosity tool maupun resistivity tool yang
sesuai perlu memperhatikan distribusi porositas dan resistivitas batuannya.
Dengan mengetahui variasi harga ini, maka dapat ditentukan porosity tool dan
resistivity tool yang sesuai.

Batuan unconsolidated untuk formasi yang bersih dari clay (clean sands)
porositasnya lebih besar dari 25%, sedangkan untuk shaly sand mempunyai
porositas lebih dari 20%, biasanya mempunyai tahanan batuan antara kecil sampai
menengah (low resistivity-moderate resistivity). Moderately consolidated
memiliki porositas antara 15% - 20% , biasanya mempunyai tahanan formasi
batuan sedang (intermediate resistivity). Batuan yang tight mempunyai porositas
batuan yang kecil atau dibawah 15%, sehingga mempunyai tahanan batuan sangat
tinggi (high resistivity).

Untuk mengetahui distribusi porositas dan resistivitas batuan, dapat


dilakukan pendekatan dengan mengolah data porositas dan resistivitas hasil
pengukuran logging dari sumur eksplorasi dengan metode statistik. Hasil analisa
stastistik ini biasanya disajikan dalam bentuk grafik frekuensi, seperti grafik
histogram dan grafik polygon.

Anda mungkin juga menyukai