Disusun Oleh:
1. Atha Carolin Nandarovi (4.42.21.1.03)
2. Ginanjar Aziz Nur Sidik (4.42.21.1.10)
3. Jessica Nadia Rahmawati (4.42.21.1.11)
4. Mashlakha Arina Ade Prasetyani (4.42.21.1.13)
5. Mela Wulan Dari (4.42.21.1.15)
6. Nadia Maydi Maulina (4.42.21.1.18)
7. Rahmawaty Dewi (4.42.21.1.21)
8. Sabrina Safira Ridhani (4.42.21.1.23)
9. Sakti Alam Pradana Kartika (4.42.21.1.24)
Dosen Pengampu:
Nur Hidayati, S.H., M.H.
JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pendidikan Pancasila sebagai Langkah Menghadapi Cyber Bullying dalam
Dinamika Perkembangan Media Sosial”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pancasila.
Generasi bangsa Indonesia saat ini tidak terlepas dari teknologi, salah satunya
media sosial. Berbagai informasi dapat menyebar dengan sangat cepat hanya dalam
kurun waktu kurang dari satu menit. Penggunaan media sosial secara bijak tentu
akan memberikan beragam manfaat, namun apabila tidak diseimbangkan dengan
karakter sesuai nilai Pancasila maka akan terjadi banyak penyimpangan terhadap
penggunaannya.
Saat ini, kasus bullying atau perundungan tidak hanya dilakukan secara
langsung dikarenakan media sosial telah menjadi wujud baru dari kasus tersebut.
Disebut sebagai cyber bullying, tindakan ini merupakan bentuk ketidakbijaksanaan
penggunaan teknologi yang tidak diiringi penerapan nilai Pancasila.
Melalui makalah ini, penyusun berharap dapat menambah wawasan dan
termotivasi untuk bertindak ikut andil dalam penerapan nilai Pancasila untuk
mencegah dan menangani cyber bullying.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Demikian yang dapat penyusun sampaikan, semoga melalui makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I. PENDAHULUAN
Di era serba digital seperti saat ini, IPTEK berkembang dengan sangat pesat.
Berbagai produk yang merupakan hasil pengembangan IPTEK salah satunya adalah
media sosial. Internet telah memudahkan manusia untuk mengakses berbagai hal
tanpa terbatas oleh batas negara, sehingga informasi atau wawasan internasional
dapat dengan mudah didapat dan disampaikan.
Akan tetapi, pengembangan pesat ini tidak selaras dengan pengembangan dan
kondisi karakter bangsa Indonesia sekarang. Media sosial sebagai hasil teknologi
4.0 masih belum digunakan secara bijak. Maraknya kasus penyalahgunaan
teknologi seperti cyber bullying sudah bukan merupakan hal baru, namun
kenyataannya hingga saat ini kasus tersebut masih belum berhasil dituntaskan.
Oleh karena itu, diperlukan peran seluruh elemen bangsa untuk turut-serta
mengimplementasikan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa sebagai dasar
pembentukan dan pembenahan karakter. Hal ini dikarenakan Pancasila pada
dasarnya merupakan karakteristik dan nilai bangsa Indonesia sendiri yang
kemudian dikristalisasi.
1
BAB III. PEMBAHASAN
Manusia harus hidup dengan pola pikiran yang baik agar hidupnya tidak
tercela dan tidak dibodoh-bodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan sangat berdampak bagi keahlian individual sampai perkembangan
globalisasi. Banyak orang juga membagi ilmu pengetahuannya untuk orang lain dan
ilmu itu sangat bermanfaat bagi orang itu sendiri1.
1
Levita, Sharen W. (2020). Masalah IPTEK dan Pancasila. Binus University. URL:
https://binus.ac.id/character-building/pancasila/masalah-iptek-dan-pancasila/. Diakses 14 Januari
2022
2
Ariani, 2018:76) bahwa melalui kemajuan, teknologi komunikasi semakin canggih
dan murah, berkembangnya teknologi komunikasi dapat terjadi karena hubungan
antara negara maju dan negara berkembang yang teknik produksinya masih rendah
sehingga hal tersebut tidak dapat dihindari.
3
3.2 Krisis Karakter dan Cyber Bullying
3.2.1 Krisis Karakter
Karakter adalah kualitas mental dan moral (watak, sifat, kepribadian) yang
khas di dalam diri seorang individu yang membedakannya dengan individu lainnya.
Pendapat lain mengartikan karakter sebagai akumulasi dari kepribadian, watak, dan
sifat seorang individu yang mengarahkan kebiasan dan keyakinan individu tersebut
dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut KBBI, arti karakter adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak,
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin melesat saat ini
memberikan kesadaran bahwa ada hal penting yang semakin dilupakan yaitu
pendidikan karakter. Bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat tindakan
mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya dengan tujuan membentuk
penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri
demi menuju kearah hidup yang lebih baik. Akan tetapi, sekarang ini kemajuan
IPTEK justru tidak selaras dengan moral generasi yang semakin terdegradasi
seiring perkembangan zaman. Tidak hanya pada generasi millenial, kerusakan
moral saat ini sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan, ada pada
semua tingkatan masyarakat baik anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa yang
seharusnya menjadi figur teladan bangsa.
Inilah yang disebut sebagai krisis karakter dimana setiap orang melakukan
sesuatu dengan seenaknya tanpa memikirkan akibatnya. Di dalam masa krisis ini
tampaklah manusia-manusia tanpa disiplin, manusia yang menerapkan hukumnya
sendiri, manusia rakus, dan kehilangan pertimbangan akal sehat2.
2
Sakbana, S. (2019). “Krisis Pendidikan Karakter pada Generasi Millennial”. Depok Pos. URL:
https://www.depokpos.com/2019/07/krisis-pendidikan-karakter-pada-generasi-millennial/amp/.
Diakses 13 Januari 2022
4
Beberapa kasus yang sangat mengejutkan sering terjadi di dalam lingkungan
pendidikan, misalnya kasus cyber bullying yang terjadi pada anak anak, orang
dewasa, dll. Kemudian ada video viral seorang siswa melecehkan seorang guru
honorer di kelasnya, serta kasus pelecehan yang dilakukan oleh seorang guru
terhadap siswa di salah satu sekolah Internasional di Jakarta.
Tindakan ini tidak hanya memberikan dampak fisik, namun yang lebih
berbahaya juga akan berpengaruh terhadap keadaan mental seseorang. Mantan
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa menyatakan bahwa sebanyak 40 persen
anak-anak di Indonesia meninggal karena bunuh diri akibat tidak kuat menahan
bully3.
3
Ado. (2015). “Mensos: Bunuh Diri Anak Indonesia 40 Persen Karena Bullying”. Liputan6. URL:
https://www.liputan6.com/news/read/2361551/mensos-bunuh-diri-anak-indonesia-40-persen-
karena-bullying. Diakses 17 Januari 2022
5
Dikarenakan perbuatan bullying termasuk tindakan verbal dan nonverbal, di
era serba digital seperti ini, bullying tidak hanya dapat dilakukan secara langsung
di hadapan seseorang. Seiring dengan perkembangan teknologi, bentuk perilaku
bullying berkembang ke dalam bentuk baru dengan memanfaatkan perangkat
komunikasi digital dan koneksi internet yang disebut cyber bullying. Metode
bullying ini menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti handphone,
video camera, e-mail, dan web yang dapat memposting atau mengirim pesan-pesan
mengganggu, mengancam, bahkan mempermalukan yang dimaksudkan untuk
menyakiti orang lain.
1. Willful (disengaja)
Perilaku yang disengaja dan memiliki tujuan tertentu. Kejadian tersebut dapat
terjadi kapan saja selama terkoneksi dengan internet. Cyberbullies dalam
melakukan aksinya telah menetapkan target yang akan disakiti.
2. Harm (membahayakan)
3. Repeated (berulang-ulang)
6
Sementara, cyber bullying sendiri dapat berbentuk flaming, harassment,
denigration, impersonation, outing and trickery, exclusion, dan cyberstalking
(Willard, 2007). Flaming adalah percakapan singkat yang memanas antara dua
orang atau lebih menggunakan menggunakan bahasa yang kasar, vulgar, tidak
sopan, penghinaan dan kadang-kadang ancaman. Harassment adalah pelecehan
yang dilakukan secara berulang-ulang untuk mengirim pesan menghina individu
yang dijadikan sebagai target. Sementara, denigration adalah pencemaran nama
baik berisi kebohongan dan kejam. Outing and Tricker sendiri yaitu istilah untuk
memposting atau mengirim dan meneruskan komunikasi atau gambar yang
mengandung informasi pribadi untuk mempermalukan target. Apabila exclusion
terkait dengan memfitnah anggota dalam kelompok dan mengusir individu dari
suatu kelompok seperti terjadi dalam game online, maka cyber stalking adalah
pengiriman pesan berbahaya yang dilakukan berulang-ulang, berisi ancaman,
menakutkan, menyinggung, atau melibatkan pemerasan.
4
Pelaku cyber bullying
7
3.3 Keterkaitan Cyber Bullying dengan Krisis Karakter
Aktivitas bullying bukanlah hal yang muncul secara tiba-tiba, melainkan
terdapat proses panjang yang melatarbelakanginya, sehingga perlu penanganan
yang komprehensif. Selama beberapa tahun terakhir, pendidikan karakter memang
sempat menjadi isu utama dalam dunia pendidikan dan sudah ditekankan dalam
kurikulum 2013. Namun harus diakui, implementasinya di lapangan masih cukup
lemah. Internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya dimiliki oleh para penerus
bangsa masih bersifat parsial. Oleh karena itu, kejadian mendorong pemerintah
untuk lebih serius menata sistem pendidikan karakter di lingkungan pendidikan,
agar dapat dilakukan deteksi dini dan pencegahan terhadap kasus tersebut di
kemudian hari.
8
pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya
pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga yang merupakan lingkungan
pertama pertumbuhan karakter seseorang dan peran orang tua menjadi kuncinya.
Disamping peran orang tua dan institusi pendidikan, faktor dukungan dari
pemerintah juga penting melalui kebijakan, regulasi, dan anggaran untuk
menjadikan pendidikan karakter ini sebagai salah satu program unggulan.
Pendidikan karakter diyakini akan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan,
disiplin, saling menghargai, budaya malu, tanggung jawab, dan nasionalisme. Nilai-
nilai itulah yang saat ini diperlukan oleh bangsa. Sejarah mencatat bahwa kemajuan
dan keunggulan suatu bangsa bukan ditentukan oleh faktor kekayaan SDA, tetapi
lebih pada aspek SDM yang memiliki karakter kuat. Bangsa-bangsa yang hari ini
menunjukkan kemajuan yang cukup pesat, seperti: Jepang, Cina, dan Korea
ternyata telah mengimplementasikan pendidikan karakter secara sistematis sejak
mulai pendidikan dasar dan itu sangat berdampak positif, tidak hanya terhadap
pencapaian akademis individu, namun juga kemajuan bangsanya secara umum.
Melalui pendidikan karakter akan terbangun fondasi kuat pada diri penerus
bangsa, sehingga kasus-kasus bullying dan kekerasan lainnya tidak akan terjadi
lagi. Tidak sepatutnya saling menyalahkan karena semua pihak harus bertanggung
jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman, bersahabat, nyaman, dan
menyenangkan. Sebagaimana dilansir oleh sejarawan ternama Arnold Toynbee,
“Dari dua puluh satu peradaban dunia yang dapat dicatat, sembilan belas
hancur bukan karena penaklukan dari luar, melainkan karena pembusukan
moral dari dalam alias karena lemahnya karakter”.
9
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkotika,
alkohol, dan seks bebas
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk
6. Menurunnya etos kerja
7. Semakin rendahnya rasa hormat pada orangtua dan guru
8. Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara
9. Membudayanya ketidakjujuran
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama
Pancasila tidak hanya berperan penting sebagai dasar negara, tetapi juga
menjadi pedoman dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara.Nilai-nilai dalam
Pancasila merupakan tolok ukur antara baik atau buruk perilaku warga negara
Indonesia secara nasional, serta sebagai filter untuk membentengi diri dari nilai-
nilai asing. Seharusnya, generasi muda telah hafal dan menerapkan Pancasila
sebagai pedoman hidup karena selain telah diajarkan sejak dini, juga dibacakan
setiap upacara hari Senin dan hari-hari besar nasional. Di sisi lain, laju globalisasi
dan persebaran informasi memang tidak dapat dibendung sehingga menyebabkan
nilai luhur dalam diri generasi muda terkikis sedikit demi sedikit.
Cyber bullying sebagai salah satu wujud sisi lain dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang masih belum seimbang dengan pembangunan karakter, jelas
10
bertentangan dengan Pancasila. Hal ini dikarenakan dalam sila pertama hingga
kelima, sebagai manusia maupun sebagai bagian dari bangsa Indonesia sendiri,
setiap masyarakatnya diharuskan untuk dapat mencintai dan mengasihi sesama,
menerima perbedaan, saling menghargai, bersatu sebagai satu bangsa dan tanah air,
dan tidak mengintimidasi orang lain. Oleh karena itu, generasi muda perlu kembali
kepada Pancasila untuk membentengi diri dari tindakan buruk dalam berbagai
aspek kehidupan.
11
sebelumnya sehingga akan melahirkan generasi bijak dalam berteknologi dan
bermedia sosial.
1. Tahap Persiapan
a. Pembuatan RPP
b. Pengajuan kurikulum baru
5
Rizqiyah, M. (2019). “Skripsi: Pendidikan Pancasila yang Berlandaskan Pancasila”. URL:
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/article/view/78416. Diakses 14 Januari 2022
12
daerah diminta mendaftarkan sekolah yang berminat menerapkan kurikulum
baru. Lalu, sekolah yang telah mengajukan kurikulum baru secara mandiri
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Demikian juga pelatihan guru
secara mandiri dapat dilakukan dengan anggaran sendiri, tetapi tetap
berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
penyediaan instruktur yang diperlukan.
2. Tahap Evaluasi
Tahap kedua setelah tahap persiapan dan langkah yang perlu dilakukan
pada tahap ini, yaitu:
3. Tahap Pelaksanaan
13
Sosialisasi kepada pendidik mengenai pendidikan berbasis karakter
Pancasila dengan cara memberikan arahan tentang bagaimana pendidikan
Pancasila ini diterapkan dalam pembelajaran serta menjelaskan arti penting
Pancasila dalam dunia pendidikan.
14
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
IPTEK merupakan singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi di mana
seseorang dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan di bidang teknologi
dengan mendapatkan informasi melalui suatu teknologi. Sementara, media sosial
menjadi salah satu produk dari IPTEK sendiri yang hingga saat ini telah digunakan
oleh banyak orang dengan tujuan penggunaan masing-masing.
Oleh karena itu, Pancasila berperan sebagai suatu solusi untuk menangani
permasalahan krisis karakter dan cyber bullying ini, baik menyaring berbagai
informasi yang masuk atau melalui dunia pendidikan. Implementasi nilai Pancasila
diterapkan dalam sistem pendidikan berlandaskan Pancasila sebagai langkah
penanaman nilai di dalam diri generasi penerus sejak dini agar dapat menjadi dasar
dan pedoman dalam bertindak, menghadapi, dan memilah segala informasi yang
masuk melalui media sosial.
4.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa untuk menyelesaikan permasalahan krisis
karakter dan cyber bullying tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Oleh karena
itu, diperlukan kontribusi semua pihak untuk saling bersinergi mewujudkan
15
pendidikan berlandaskan Pancasila. Dimulai dari pengaplikasian nilai Pancasila
dalam kehidupan oleh setiap individu, kemudian mengajarkan dan mengajak orang-
orang disekitar melakukan hal yang sama secara perlahan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Mulyani, F. & Haliza, N. (2021). “Analisis Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Dalam Pendidikan”. Jurnal Pendidikan dan Konseling
Universitas Pahlawan, 3 (1). 101-109
Levita, Sharen W. (2020). “Masalah IPTEK dan Pancasila”. Binus University.
URL: https://binus.ac.id/character-building/pancasila/masalah-iptek-dan-
pancasila/. Diakses 14 Januari 2022
Prawiro, M. (2019). “Pengertian Karakter: Arti, Jenis, Unsur, dan Proses
Terbentuknya”. Maxmanroe.com. URL:
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-karakter.html. Diakses
17 Januari 2022
Fatmawati, N. (2021). “Pengaruh Positif dan Negatif Media Sosial Terhadap
Masyarakat”. DJKN Kemenkeu. URL:
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-semarang/baca-
artikel/14366/Pengaruh-Positif-dan-Negatif-Media-Sosial-Terhadap-
Masyarakat.html. Diakses 17 Januari 2022
Cahyono, Anang S. (2016). “Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat di Indonesia”. Publiciana Unita. URL:
https://journal.unita.ac.id/index.php/publiciana/article/view/79. Diakses 17
Januari 2022
Sakbana, S. (2019). “Krisis Pendidikan Karakter pada Generasi Millennial”.
Depok Pos. URL: https://www.depokpos.com/2019/07/krisis-pendidikan-
karakter-pada-generasi-millennial/amp/. Diakses 13 Januari 2022
Ado. (2015). “Mensos: Bunuh Diri Anak Indonesia 40 Persen Karena Bullying”.
Liputan6. URL: https://www.liputan6.com/news/read/2361551/mensos-
bunuh-diri-anak-indonesia-40-persen-karena-bullying. Diakses 17 Januari
2022
Nafisah, S. (2020). “Bullying: Pengertian, Penyebab, dan Cara Mengatasinya”.
Bobo.id. URL: https://bobo.grid.id/read/082129569/bullying-pengertian-
penyebab-dan-cara-mengatasinya?page=all. Diakses 17 Januari 2022
Kharisma, D. (2020). “Peran Pancasila dalam Pencegahan Cyber Bullying”.
Kompasiana. URL:
https://www.kompasiana.com/dea94078/5fac12a2d541df677f217382/peran-
pancasila-dalam-pencegahan-cyberbullying. Diakses 12 Januari 2022
Rizqiyah, M. (2019). “Skripsi: Pendidikan Pancasila yang Berlandaskan
Pancasila”. um.ac.id. URL: http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/article/view/78416. Diakses 14 Januari
2022
17