Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI LANGKAH


MENGHADAPI CYBER BULLYING DALAM DINAMIKA
PERKEMBANGAN MEDIA SOSIAL

Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pancasila

Disusun Oleh:
1. Atha Carolin Nandarovi (4.42.21.1.03)
2. Ginanjar Aziz Nur Sidik (4.42.21.1.10)
3. Jessica Nadia Rahmawati (4.42.21.1.11)
4. Mashlakha Arina Ade Prasetyani (4.42.21.1.13)
5. Mela Wulan Dari (4.42.21.1.15)
6. Nadia Maydi Maulina (4.42.21.1.18)
7. Rahmawaty Dewi (4.42.21.1.21)
8. Sabrina Safira Ridhani (4.42.21.1.23)
9. Sakti Alam Pradana Kartika (4.42.21.1.24)

Dosen Pengampu:
Nur Hidayati, S.H., M.H.

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pendidikan Pancasila sebagai Langkah Menghadapi Cyber Bullying dalam
Dinamika Perkembangan Media Sosial”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pancasila.
Generasi bangsa Indonesia saat ini tidak terlepas dari teknologi, salah satunya
media sosial. Berbagai informasi dapat menyebar dengan sangat cepat hanya dalam
kurun waktu kurang dari satu menit. Penggunaan media sosial secara bijak tentu
akan memberikan beragam manfaat, namun apabila tidak diseimbangkan dengan
karakter sesuai nilai Pancasila maka akan terjadi banyak penyimpangan terhadap
penggunaannya.
Saat ini, kasus bullying atau perundungan tidak hanya dilakukan secara
langsung dikarenakan media sosial telah menjadi wujud baru dari kasus tersebut.
Disebut sebagai cyber bullying, tindakan ini merupakan bentuk ketidakbijaksanaan
penggunaan teknologi yang tidak diiringi penerapan nilai Pancasila.
Melalui makalah ini, penyusun berharap dapat menambah wawasan dan
termotivasi untuk bertindak ikut andil dalam penerapan nilai Pancasila untuk
mencegah dan menangani cyber bullying.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Demikian yang dapat penyusun sampaikan, semoga melalui makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Semarang, 17 Januari 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II. PERUMUSAN MASALAH ................................................................... 1

BAB III. PEMBAHASAN .................................................................................... 2

3.1 IPTEK dan Media Sosial ............................................................................ 2

3.2 Krisis Karakter dan Cyber Bullying ......................................................... 4

3.2.1 Krisis Karakter ..................................................................................... 4

3.2.2 Cyber Bullying ...................................................................................... 5

3.2.3 Faktor Cyber Bullying.......................................................................... 7

3.3 Keterkaitan Cyber Bullying dengan Krisis Karakter .............................. 8

3.4 Peran Pancasila Menangani Permasalahan Krisis Karakter dan Cyber


Bullying ............................................................................................................. 10

3.4.1 Pancasila Sebagai Filter ..................................................................... 10

3.4.2 Konsep Pendidikan Karakter Berlandaskan Pancasila .................. 11

3.4.3 Langkah-Langkah Pengimplementasian Pendidikan Karakter


Berlandaskan Pancasila .............................................................................. 12

3.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Karakter Berlandaskan


Pancasila ....................................................................................................... 14

BAB IV. PENUTUP ............................................................................................ 15

4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 15

4.2 Saran ........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
BAB I. PENDAHULUAN
Di era serba digital seperti saat ini, IPTEK berkembang dengan sangat pesat.
Berbagai produk yang merupakan hasil pengembangan IPTEK salah satunya adalah
media sosial. Internet telah memudahkan manusia untuk mengakses berbagai hal
tanpa terbatas oleh batas negara, sehingga informasi atau wawasan internasional
dapat dengan mudah didapat dan disampaikan.

Akan tetapi, pengembangan pesat ini tidak selaras dengan pengembangan dan
kondisi karakter bangsa Indonesia sekarang. Media sosial sebagai hasil teknologi
4.0 masih belum digunakan secara bijak. Maraknya kasus penyalahgunaan
teknologi seperti cyber bullying sudah bukan merupakan hal baru, namun
kenyataannya hingga saat ini kasus tersebut masih belum berhasil dituntaskan.

Oleh karena itu, diperlukan peran seluruh elemen bangsa untuk turut-serta
mengimplementasikan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa sebagai dasar
pembentukan dan pembenahan karakter. Hal ini dikarenakan Pancasila pada
dasarnya merupakan karakteristik dan nilai bangsa Indonesia sendiri yang
kemudian dikristalisasi.

BAB II. PERUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari IPTEK dan media sosial?
2. Apa yang dimaksud krisis karakter dan cyber bullying?
3. Bagaimana keterkaitan antara krisis karakter dengan cyber bullying?
4. Bagaimana peran Pancasila dalam menangani permasalahan krisis karakter
dan cyber bullying?

1
BAB III. PEMBAHASAN

3.1 IPTEK dan Media Sosial


IPTEK merupakan singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi di mana
seseorang dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan di bidang teknologi
dengan mendapatkan informasi melalui suatu teknologi. Menurut Horton B. dan
Chester L. H., ilmu pengetahuan merupakan suatu usaha untuk mencari
pengetahuan yang masuk akal dan diandalkan serta bisa diuji secara sistematis
menurut tahap-tahap yang teratur dan berdasarkan prinsip-prinsip serta prosedur
tertentu. Sedangkan teknologi adalah sarana yang menyediakan kebutuhan untuk
kelangsungan hidup manusia. Seperti pendapat Prayitno dalam Ilyas (2001)
“teknologi adalah seluruh perangkat ide, metode, teknik dan benda-benda material
yang digunakan dalam waktu dan tempat tertentu maupun untuk memenuhi
kebutuhan manusia”. Pengertian teknologi sebenarnya berasal dari bahasa Perancis
yaitu “La Teknique” yang berarti semua proses yang dilaksanakan dalam upaya
untuk mewujudkan sesuatu secara rasional. Jaques Ellul menyatakan bahwa
teknologi merupakan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki
karakteristik efisiensi dalam setiap bidang kekuatan manusia.

Manusia harus hidup dengan pola pikiran yang baik agar hidupnya tidak
tercela dan tidak dibodoh-bodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan sangat berdampak bagi keahlian individual sampai perkembangan
globalisasi. Banyak orang juga membagi ilmu pengetahuannya untuk orang lain dan
ilmu itu sangat bermanfaat bagi orang itu sendiri1.

Kemajuan teknologi telah mempengaruhi kehidupan ini dan tidak dapat


dihindari karena IPTEK memberikan banyak manfaat dan memudahkan pekerjaan,
sebagaimana Abraham (1991:207-209) megungkapkan bahwa proses kemajuan
teknologi menghasilkan modernitas, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi,
mobilitas sosial, ekspansi atau peluasan budaya. Pentingnya teknologi
dikemukakan pula oleh Marx dan Angels (dalam budiman, 1993:43 Atmaja &

1
Levita, Sharen W. (2020). Masalah IPTEK dan Pancasila. Binus University. URL:
https://binus.ac.id/character-building/pancasila/masalah-iptek-dan-pancasila/. Diakses 14 Januari
2022

2
Ariani, 2018:76) bahwa melalui kemajuan, teknologi komunikasi semakin canggih
dan murah, berkembangnya teknologi komunikasi dapat terjadi karena hubungan
antara negara maju dan negara berkembang yang teknik produksinya masih rendah
sehingga hal tersebut tidak dapat dihindari.

Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai


sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi
dan teknologi Web 2.0 dan memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-
generated content. Sehingga, media sosial dapat dimaknai sebagai media online, di
mana para penggunanya dapat dengan mudah berinteraksi, berbagi, berpartisipasi,
dan menciptakan suatu pembahasan atau kajian berupa blog, jejaring sosial, wiki,
forum, dan dunia virtual.

Media sosial memudahkan umat manusia untuk berinteraksi dengan banyak


orang dan memperluas pergaulan, sehingga jarak dan waktu bukan lagi menjadi
masalah, lebih mudah dalam mengekspresikan diri, penyebaran informasi dapat
berlangsung cepat, dan biaya lebih murah. Namun, media sosial juga turut
memberikan dampak negatif, seperti menjauhkan orang-orang yang sudah dekat
dan sebaliknya, menurunkan interaksi tatap muka, membuat kecanduan internet,
masalah privasi dan konflik, serta rentan terhadap pengaruh buruk orang lain.

Keberadaan media sosial telah mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.


Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) dan perubahan
terhadap keseimbangan (equilibrium). Hubungan sosial dengan segala bentuk
perubahannya telah mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya terkandung
nilai, sikap, dan pola perilaku antar kelompok masyarakat.

Perubahan pola kehidupan sosial ini memberikan dampak positif seperti


kemudahan mengakses dan menyampaikan informasi, mendapat keuntungan
ekonomi dan sosial, serta menambah wawasan. Namun, perubahan sosial pun
memberikan dampak negatif seperti kemunculan kelompok sosial yang
mengatasnamakan agama, suku, pemikiran asing, dan pola perilaku tertentu yang
terkadang menyimpang dari norma-norma yang ada.

3
3.2 Krisis Karakter dan Cyber Bullying
3.2.1 Krisis Karakter
Karakter adalah kualitas mental dan moral (watak, sifat, kepribadian) yang
khas di dalam diri seorang individu yang membedakannya dengan individu lainnya.
Pendapat lain mengartikan karakter sebagai akumulasi dari kepribadian, watak, dan
sifat seorang individu yang mengarahkan kebiasan dan keyakinan individu tersebut
dalam kehidupannya sehari-hari.

Menurut KBBI, arti karakter adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak,
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Pembentukan karakter dalam diri seseorang terjadi melalui proses


pembelajaran sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, karakter seseorang bukanlah
bawaan lahir, akan tetapi terbentuk melalui proses pembelajaran di lingkungan
keluarga dan orang-orang di sekitarnya.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin melesat saat ini
memberikan kesadaran bahwa ada hal penting yang semakin dilupakan yaitu
pendidikan karakter. Bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat tindakan
mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya dengan tujuan membentuk
penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri
demi menuju kearah hidup yang lebih baik. Akan tetapi, sekarang ini kemajuan
IPTEK justru tidak selaras dengan moral generasi yang semakin terdegradasi
seiring perkembangan zaman. Tidak hanya pada generasi millenial, kerusakan
moral saat ini sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan, ada pada
semua tingkatan masyarakat baik anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa yang
seharusnya menjadi figur teladan bangsa.

Inilah yang disebut sebagai krisis karakter dimana setiap orang melakukan
sesuatu dengan seenaknya tanpa memikirkan akibatnya. Di dalam masa krisis ini
tampaklah manusia-manusia tanpa disiplin, manusia yang menerapkan hukumnya
sendiri, manusia rakus, dan kehilangan pertimbangan akal sehat2.

2
Sakbana, S. (2019). “Krisis Pendidikan Karakter pada Generasi Millennial”. Depok Pos. URL:
https://www.depokpos.com/2019/07/krisis-pendidikan-karakter-pada-generasi-millennial/amp/.
Diakses 13 Januari 2022

4
Beberapa kasus yang sangat mengejutkan sering terjadi di dalam lingkungan
pendidikan, misalnya kasus cyber bullying yang terjadi pada anak anak, orang
dewasa, dll. Kemudian ada video viral seorang siswa melecehkan seorang guru
honorer di kelasnya, serta kasus pelecehan yang dilakukan oleh seorang guru
terhadap siswa di salah satu sekolah Internasional di Jakarta.

Sering kali keberhasilan pendidikan di sekolah hanya menitikberatkan pada


tercapainya nilai-nilai akademik, jika mendapatkan nilai 100 orang tua merasa
anaknya sudah cukup untuk pendidikan. Padahal, apabila menyadari dari awal, hal
tersebut tidaklah cukup. Keberhasilan pembangunan intelektual seseorang di
sekolah juga harus diringi dengan keberhasilan pembangunan karakter dan kesiapan
sebelum terjun ke masyarakat setelah masa pendidikan. Nilai-nilai moral dan
kebudayaan juga harus diterapkan kepada seseorang sejak masih kecil.

Sehingga, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam proses


pembentukan kepribadian, ikatan emosional, perasaan aman, terlindungi, dan
dicintai tanpa pamrih. Lembaga agama pun turut serta menumbuhkembangkan
nilai-nilai keagamaan agar terbentuk pribadi yang memiliki rasa religius kuat.

3.2.2 Cyber Bullying


Menurut Andrew Mellor, psikolog, bullying adalah pengalaman yang terjadi
ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan takut apabila
perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi sedangkan korban merasa tidak berdaya
untuk mencegahnya.

Tindakan ini tidak hanya memberikan dampak fisik, namun yang lebih
berbahaya juga akan berpengaruh terhadap keadaan mental seseorang. Mantan
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa menyatakan bahwa sebanyak 40 persen
anak-anak di Indonesia meninggal karena bunuh diri akibat tidak kuat menahan
bully3.

3
Ado. (2015). “Mensos: Bunuh Diri Anak Indonesia 40 Persen Karena Bullying”. Liputan6. URL:
https://www.liputan6.com/news/read/2361551/mensos-bunuh-diri-anak-indonesia-40-persen-
karena-bullying. Diakses 17 Januari 2022

5
Dikarenakan perbuatan bullying termasuk tindakan verbal dan nonverbal, di
era serba digital seperti ini, bullying tidak hanya dapat dilakukan secara langsung
di hadapan seseorang. Seiring dengan perkembangan teknologi, bentuk perilaku
bullying berkembang ke dalam bentuk baru dengan memanfaatkan perangkat
komunikasi digital dan koneksi internet yang disebut cyber bullying. Metode
bullying ini menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti handphone,
video camera, e-mail, dan web yang dapat memposting atau mengirim pesan-pesan
mengganggu, mengancam, bahkan mempermalukan yang dimaksudkan untuk
menyakiti orang lain.

Setiap orang memang memiliki kebebasan berpendapatan sebagaimana


dikemukakan oleh Franklin D. Roosevelt (1941) pada pidatonya yang berjudul
“Four Freedoms” di hadapan Dewan Agen Rakyat Amerika Serikat pada 6 Januari
1941. Akan tetapi, setiap kebebasan harus diringi dengan rasa dan kesadaran diri
untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan. Mengingat bahwa
setiap tindakan yang terjadi dalam kehidupan memiliki hubungan kausalitas,
sehingga cyber bullying ini sangat perlu untuk ditindak agar setiap orang memiliki
rasa nyaman dan aman dalam beraktivitas melalui media elektronik.

Hinduja dan Patchin (2009) menjelaskan tiga karakteristik cyber bulying


yaitu:

1. Willful (disengaja)

Perilaku yang disengaja dan memiliki tujuan tertentu. Kejadian tersebut dapat
terjadi kapan saja selama terkoneksi dengan internet. Cyberbullies dalam
melakukan aksinya telah menetapkan target yang akan disakiti.

2. Harm (membahayakan)

Bahaya yang ditimbulkan cyber bullying dapat terus-menerus mengancam


korban karena yang dilakukan cyberbullies dapat tersebar melalui internet
dalam hitungan detik keseluruh dunia.

3. Repeated (berulang-ulang)

Perilaku tersebut terjadi secara berulang, sehingga membuat korban terus


khawatir tentang apa yang akan dilakukan cyberbullies selanjutnya.

6
Sementara, cyber bullying sendiri dapat berbentuk flaming, harassment,
denigration, impersonation, outing and trickery, exclusion, dan cyberstalking
(Willard, 2007). Flaming adalah percakapan singkat yang memanas antara dua
orang atau lebih menggunakan menggunakan bahasa yang kasar, vulgar, tidak
sopan, penghinaan dan kadang-kadang ancaman. Harassment adalah pelecehan
yang dilakukan secara berulang-ulang untuk mengirim pesan menghina individu
yang dijadikan sebagai target. Sementara, denigration adalah pencemaran nama
baik berisi kebohongan dan kejam. Outing and Tricker sendiri yaitu istilah untuk
memposting atau mengirim dan meneruskan komunikasi atau gambar yang
mengandung informasi pribadi untuk mempermalukan target. Apabila exclusion
terkait dengan memfitnah anggota dalam kelompok dan mengusir individu dari
suatu kelompok seperti terjadi dalam game online, maka cyber stalking adalah
pengiriman pesan berbahaya yang dilakukan berulang-ulang, berisi ancaman,
menakutkan, menyinggung, atau melibatkan pemerasan.

3.2.3 Faktor Cyber Bullying


Menurut Kowalski, Limber dan Agatston (2008), terdapat beberapa alasan
yang mendorong seseorang melakukan cyber bullying yaitu:

1. Sebagai wujud pembalasan atas penindasan yang diterima cyberbullies4


sebelumnya
2. Mencari kesan yang keren dan tangguh
3. Rasa iri kepada orang lain yang menjadi target
4. Cyberbullies memiliki kepribadian tertentu yang memiliki perasaan senang
untuk menyakiti korbannya
5. Menganggap cyber bullying sebagai cara menyatakan dominansi dan
kekuasaan. Sehingga, cyberbullies mendapatkan kepuasan karena cyber
bullying dilakukan sebagai cara untuk mengeluarkan agresifantasi ketika
online

4
Pelaku cyber bullying

7
3.3 Keterkaitan Cyber Bullying dengan Krisis Karakter
Aktivitas bullying bukanlah hal yang muncul secara tiba-tiba, melainkan
terdapat proses panjang yang melatarbelakanginya, sehingga perlu penanganan
yang komprehensif. Selama beberapa tahun terakhir, pendidikan karakter memang
sempat menjadi isu utama dalam dunia pendidikan dan sudah ditekankan dalam
kurikulum 2013. Namun harus diakui, implementasinya di lapangan masih cukup
lemah. Internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya dimiliki oleh para penerus
bangsa masih bersifat parsial. Oleh karena itu, kejadian mendorong pemerintah
untuk lebih serius menata sistem pendidikan karakter di lingkungan pendidikan,
agar dapat dilakukan deteksi dini dan pencegahan terhadap kasus tersebut di
kemudian hari.

Menurut seorang praktisi pendidikan, Prof Suyanto Ph.D, karakter adalah


cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Individu berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat. Sedangkan
pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, budi pekerti, moral, dan watak
yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh elemen pendidikan untuk
memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik, serta
mewujudkan kebaikan dalam kehidupan dengan sepenuh hati.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.


Pasal 1 UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003 menyatakan,
bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah undang-
undang tersebut bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan
Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian dan berkarakter, sehingga
nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter
yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Yang pertama dari faktor keluarga di mana hasil penelitian menunjukkan


bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak
berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya pada usia 8 tahun dan 20% sisanya

8
pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya
pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga yang merupakan lingkungan
pertama pertumbuhan karakter seseorang dan peran orang tua menjadi kuncinya.

Disamping peran orang tua dan institusi pendidikan, faktor dukungan dari
pemerintah juga penting melalui kebijakan, regulasi, dan anggaran untuk
menjadikan pendidikan karakter ini sebagai salah satu program unggulan.
Pendidikan karakter diyakini akan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan,
disiplin, saling menghargai, budaya malu, tanggung jawab, dan nasionalisme. Nilai-
nilai itulah yang saat ini diperlukan oleh bangsa. Sejarah mencatat bahwa kemajuan
dan keunggulan suatu bangsa bukan ditentukan oleh faktor kekayaan SDA, tetapi
lebih pada aspek SDM yang memiliki karakter kuat. Bangsa-bangsa yang hari ini
menunjukkan kemajuan yang cukup pesat, seperti: Jepang, Cina, dan Korea
ternyata telah mengimplementasikan pendidikan karakter secara sistematis sejak
mulai pendidikan dasar dan itu sangat berdampak positif, tidak hanya terhadap
pencapaian akademis individu, namun juga kemajuan bangsanya secara umum.

Melalui pendidikan karakter akan terbangun fondasi kuat pada diri penerus
bangsa, sehingga kasus-kasus bullying dan kekerasan lainnya tidak akan terjadi
lagi. Tidak sepatutnya saling menyalahkan karena semua pihak harus bertanggung
jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman, bersahabat, nyaman, dan
menyenangkan. Sebagaimana dilansir oleh sejarawan ternama Arnold Toynbee,

“Dari dua puluh satu peradaban dunia yang dapat dicatat, sembilan belas
hancur bukan karena penaklukan dari luar, melainkan karena pembusukan
moral dari dalam alias karena lemahnya karakter”.

Sementara, pendapat Thomas Lickona, ahli psikologi perkembangan dan


pendidik dari Cortland University AS, mengungkapkan sepuluh tanda-tanda zaman
yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini terdapat dalam suatu bangsa,
berarti bangsa tersebut sedang berada di tebing jurang kehancuran. Tanda-tanda
tersebut di antaranya:

1. Meningkatnya kekerasan kalangan remaja


2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk

9
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkotika,
alkohol, dan seks bebas
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk
6. Menurunnya etos kerja
7. Semakin rendahnya rasa hormat pada orangtua dan guru
8. Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara
9. Membudayanya ketidakjujuran
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama

3.4 Peran Pancasila Menangani Permasalahan Krisis Karakter dan Cyber


Bullying
3.4.1 Pancasila Sebagai Filter
Saat ini, cyber bullying masih menjadi masalah di berbagai belahan dunia,
namun masyarakat justru menganggapnya sebagai hal wajar, termasuk Indonesia.
Padahal, cyber bullying meninggalkan jejak digital yang dapat menjadi bukti,
walaupun bukti tersebut telah dihapus dari akun pelaku. Salah satu alasan adanya
cyber bullying di Indonesia dikarenakan kurangnya nilai-nilai luhur Pancasila
dalam diri generasi muda, sehingga membuat mereka menjadi kurang bijak dan
beretika dalam bermedia sosial.

Pancasila tidak hanya berperan penting sebagai dasar negara, tetapi juga
menjadi pedoman dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara.Nilai-nilai dalam
Pancasila merupakan tolok ukur antara baik atau buruk perilaku warga negara
Indonesia secara nasional, serta sebagai filter untuk membentengi diri dari nilai-
nilai asing. Seharusnya, generasi muda telah hafal dan menerapkan Pancasila
sebagai pedoman hidup karena selain telah diajarkan sejak dini, juga dibacakan
setiap upacara hari Senin dan hari-hari besar nasional. Di sisi lain, laju globalisasi
dan persebaran informasi memang tidak dapat dibendung sehingga menyebabkan
nilai luhur dalam diri generasi muda terkikis sedikit demi sedikit.

Cyber bullying sebagai salah satu wujud sisi lain dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang masih belum seimbang dengan pembangunan karakter, jelas

10
bertentangan dengan Pancasila. Hal ini dikarenakan dalam sila pertama hingga
kelima, sebagai manusia maupun sebagai bagian dari bangsa Indonesia sendiri,
setiap masyarakatnya diharuskan untuk dapat mencintai dan mengasihi sesama,
menerima perbedaan, saling menghargai, bersatu sebagai satu bangsa dan tanah air,
dan tidak mengintimidasi orang lain. Oleh karena itu, generasi muda perlu kembali
kepada Pancasila untuk membentengi diri dari tindakan buruk dalam berbagai
aspek kehidupan.

3.4.2 Konsep Pendidikan Karakter Berlandaskan Pancasila


Pendidikan Pancasila merupakan bentuk pendidikan nilai yang bertujuan
membentuk sikap dan perilaku positif manusia atau mahasiswa sesuai dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila (Kaelan, 2010: 29). Tujuan pendidikan
Pancasila adalah untuk mewujudkan warga negara sadar bela negara yang
berlandaskan pemahaman politik kebangsaan dan kepekaan mengembangkan jati
diri dan moral bangsa dalam kehidupan bangsa sesuai nilai-nilai dalam sila
Pancasila.

Salah satu ciri pendidikan karakter bangsa berlandaskan Pancasila yaitu


berbasis karakter dan moral sesuai nilai-nilai Pancasila (Kaelan, 2010:29).
Pendidikan Pancasila yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi warga
negara yang lebih bertanggung jawab dan bermoral. Sehingga, Pendidikan ini
mampu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menumbuhkan jati diri dan moral
bangsa.

Selain pemerintah harus memaksimalkan Pendidikan karakter ini, sebagai


warga negara harus dapat memupuk keinginan dan kesadaran untuk mengamalkan
dan melestarikannya. Langkah pertama untuk menanamkan kesadaran ini dimulai
dari lingkungan keluarga berlanjut di dunia Pendidikan dimulai di bangku sekolah
dasar. Proses awal ini selanjutnya akan menemui kondisi berbeda di dunia sekolah
menengah pertama. Mempertimbangkan masa peralihan anak-anak ke remaja, tentu
akan mudah tergoda oleh hal-hal baru utamanya yang bersumber dari internet. Pada
level berikutnya, penanaman nilai Pancasila seharusnya sudah lebih dalam dari

11
sebelumnya sehingga akan melahirkan generasi bijak dalam berteknologi dan
bermedia sosial.

3.4.3 Langkah-Langkah Pengimplementasian Pendidikan Karakter


Berlandaskan Pancasila
Pendidikan Pancasila termasuk salah satu pembelajaran yang sangat penting
terutama dalam pembangunan moral, penyadaran masyarakat untuk menghadapi
krisis budaya, kepercayaan, dan lain-lain. Pengimplementasian Pancasila dalam
pendidikan karakter bangsa dapat dibagi menjadi langkah-langkah berikut5:

1. Tahap Persiapan

Merupakan langkah awal yang menjadi dasar dan patokan untuk


mengambil langkah selanjutnya. Tahap ini juga merupakan tahap untuk
menentukan keberhasilan dari penerapan pendidikan karakter bangsa yang
berlandaskan Pancasila. Langkah yang perlu dilakukan pada tahap persiapan,
yaitu:

a. Pembuatan RPP
b. Pengajuan kurikulum baru

Pada tahap persiapan langkah awal ini dapat dilakukan pembuatan


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai rencana penggambaran
prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi
dasar dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Adapun langkah-
langkah pembuatan RPP yaitu menuliskan identitas mata pelajaran, standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, perumusan
tujuan pembelajaran, materi ajar, penentuan metode pembelajaran,
perumusan kegiatan pembelajaran, menentukan media/bahan/sumber belajar,
dan hasil belajar.

Setelah pembuatan RPP yaitu pengajuan kurikulum baru dan harus di


bawah koordinasi dinas pendidikan daerah. Selanjutnya, dinas pendidikan

5
Rizqiyah, M. (2019). “Skripsi: Pendidikan Pancasila yang Berlandaskan Pancasila”. URL:
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/article/view/78416. Diakses 14 Januari 2022

12
daerah diminta mendaftarkan sekolah yang berminat menerapkan kurikulum
baru. Lalu, sekolah yang telah mengajukan kurikulum baru secara mandiri
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Demikian juga pelatihan guru
secara mandiri dapat dilakukan dengan anggaran sendiri, tetapi tetap
berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
penyediaan instruktur yang diperlukan.

2. Tahap Evaluasi

Tahap kedua setelah tahap persiapan dan langkah yang perlu dilakukan
pada tahap ini, yaitu:

a. Pengujian terhadap pendidikan karakter bangsa yang berlandaskan


Pancasila
b. Melakukan revisi kurikulum jika diperlukan

Pengujian terhadap pendidikan karakter bangsa yang berlandaskan


Pancasila dilakukan untuk mengetahui apakah kurikulum telah sesuai atau
belum dengan pendidikan karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila.
Pendidikan karakter bangsa berlandaskan Pancasila harus memenuhi syarat
yang ditentukan, seperti adanya nilai karakter dalam hubungannya dengan
Tuhan, diri sendiri, hubungan sesama, dan nilai karakter dalam hubungannya
dengan lingkungan.

Kurikulum dapat diubah apabila terdapat pendirian baru mengenai


proses belajar. Harus ada pertimbangan sebelum melakukan revisi pada
kurikulum diantaranya, perbaikan kurikulum tergantung pada petumbuhan
elemen-elemen Pendidikan untuk penyesuaian diri terhadap kehidupan
sekarang.

3. Tahap Pelaksanaan

Tahap terakhir yang dilakukan setelah tahap persiapan dan tahap


evaluasi ini berupa:

a. Sosialisasi kepada para pendidik


b. Memberikan contoh teladan

13
Sosialisasi kepada pendidik mengenai pendidikan berbasis karakter
Pancasila dengan cara memberikan arahan tentang bagaimana pendidikan
Pancasila ini diterapkan dalam pembelajaran serta menjelaskan arti penting
Pancasila dalam dunia pendidikan.

Memberikan contoh teladan berarti dibuat suatu peraturan bahwa


seluruh elemen pendidikan harus menerapkan dan mencerminkan nilai-nilai
Pancasila dalam segala aktivitas, dan ada peringatan bagi pelanggarnya.

3.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Karakter Berlandaskan


Pancasila
Penerapan pendidikan karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila memiliki
beberapa kelebihan yang tentu sangat penting dalam membentuk moral sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, antara lain:

1. Kemampuan memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk


menggalang persatuan Indonesia
2. Mengarahkan perhatian pada moral yang dapat diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari

Meskipun demikian, pendidikan Pancasila memiliki kelemahan salah satunya


tidak dapat diterapkan oleh negara lain. Hal ini dikarenakan Pancasila merupakan
hasil pemikiran para pendiri bangsa Indonesia, sehingga negara lain dilarang untuk
menggunakannya. Hal ini tentu mengecewakan negara lain yang ingin menerapkan
pendidikan berbasis Pancasila karena pendidikan Pancasila sejalan dengan tujuan
pendidikan.

14
BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
IPTEK merupakan singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi di mana
seseorang dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan di bidang teknologi
dengan mendapatkan informasi melalui suatu teknologi. Sementara, media sosial
menjadi salah satu produk dari IPTEK sendiri yang hingga saat ini telah digunakan
oleh banyak orang dengan tujuan penggunaan masing-masing.

Namun, pada praktiknya, perkembangan teknologi yang sangat pesat ini


dalam penggunaannya tidak jarang masih belum seimbang dengan pembangunan
karakter. Sehingga, menyebabkan segala informasi yang masuk melalui media
tersebut diterima secara langsung tanpa disaring terlebih dahulu. Informasi,
pemikiran, atau bahkan budaya yang terkadang tidak sesuai denga Pancasila
sebagai dasar kehidupan Bangsa Indonesia secara tidak sadar telah mempengaruhi
karakter seseorang. Mengakibatkan munculnya permasalahan karakter generasi
penerus bangsa yang disebut sebagai krisis karakter.

Krisis karakter ini bahkan dapat berlanjut ke level perundungan melalui


media elektronik, terutama media sosial yang dikenal sebagai cyber bullying
sebagai akibat dari ketidakbijaksanaan dalam penggunaannya. Tindakan ini telah
menyebabkan banyak kerugian, baik bagi pelaku secara tidak langsung maupun
korban.

Oleh karena itu, Pancasila berperan sebagai suatu solusi untuk menangani
permasalahan krisis karakter dan cyber bullying ini, baik menyaring berbagai
informasi yang masuk atau melalui dunia pendidikan. Implementasi nilai Pancasila
diterapkan dalam sistem pendidikan berlandaskan Pancasila sebagai langkah
penanaman nilai di dalam diri generasi penerus sejak dini agar dapat menjadi dasar
dan pedoman dalam bertindak, menghadapi, dan memilah segala informasi yang
masuk melalui media sosial.

4.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa untuk menyelesaikan permasalahan krisis
karakter dan cyber bullying tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Oleh karena
itu, diperlukan kontribusi semua pihak untuk saling bersinergi mewujudkan

15
pendidikan berlandaskan Pancasila. Dimulai dari pengaplikasian nilai Pancasila
dalam kehidupan oleh setiap individu, kemudian mengajarkan dan mengajak orang-
orang disekitar melakukan hal yang sama secara perlahan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Mulyani, F. & Haliza, N. (2021). “Analisis Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Dalam Pendidikan”. Jurnal Pendidikan dan Konseling
Universitas Pahlawan, 3 (1). 101-109
Levita, Sharen W. (2020). “Masalah IPTEK dan Pancasila”. Binus University.
URL: https://binus.ac.id/character-building/pancasila/masalah-iptek-dan-
pancasila/. Diakses 14 Januari 2022
Prawiro, M. (2019). “Pengertian Karakter: Arti, Jenis, Unsur, dan Proses
Terbentuknya”. Maxmanroe.com. URL:
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-karakter.html. Diakses
17 Januari 2022
Fatmawati, N. (2021). “Pengaruh Positif dan Negatif Media Sosial Terhadap
Masyarakat”. DJKN Kemenkeu. URL:
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-semarang/baca-
artikel/14366/Pengaruh-Positif-dan-Negatif-Media-Sosial-Terhadap-
Masyarakat.html. Diakses 17 Januari 2022
Cahyono, Anang S. (2016). “Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat di Indonesia”. Publiciana Unita. URL:
https://journal.unita.ac.id/index.php/publiciana/article/view/79. Diakses 17
Januari 2022
Sakbana, S. (2019). “Krisis Pendidikan Karakter pada Generasi Millennial”.
Depok Pos. URL: https://www.depokpos.com/2019/07/krisis-pendidikan-
karakter-pada-generasi-millennial/amp/. Diakses 13 Januari 2022
Ado. (2015). “Mensos: Bunuh Diri Anak Indonesia 40 Persen Karena Bullying”.
Liputan6. URL: https://www.liputan6.com/news/read/2361551/mensos-
bunuh-diri-anak-indonesia-40-persen-karena-bullying. Diakses 17 Januari
2022
Nafisah, S. (2020). “Bullying: Pengertian, Penyebab, dan Cara Mengatasinya”.
Bobo.id. URL: https://bobo.grid.id/read/082129569/bullying-pengertian-
penyebab-dan-cara-mengatasinya?page=all. Diakses 17 Januari 2022
Kharisma, D. (2020). “Peran Pancasila dalam Pencegahan Cyber Bullying”.
Kompasiana. URL:
https://www.kompasiana.com/dea94078/5fac12a2d541df677f217382/peran-
pancasila-dalam-pencegahan-cyberbullying. Diakses 12 Januari 2022
Rizqiyah, M. (2019). “Skripsi: Pendidikan Pancasila yang Berlandaskan
Pancasila”. um.ac.id. URL: http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/article/view/78416. Diakses 14 Januari
2022

17

Anda mungkin juga menyukai