Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

INDONESIA SECARA FISIK

DI SUSUN OLEH : ALIYUS HEDRI


KELAS : XI MS 2
GURU PEMBIMBING : Bk.Elfidayati S.pd.

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI PLUS PROVINSI RIAU


TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah yang berjudul “Makalah Mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia Secara Fisik” ini dengan baik dan tepat waktu. Semoga Makalah ini
dapat dipergunakan sebagai pedoman dan juga memperluas wawasan mengenai
perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia secara Fisik.
Harapan saya semoga Makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi Makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada Ibu guru dan
juga para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan Makalh ini.

Kuantan Singingi, 7 Juni 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
2.1 Faktor adanya konflik Belanda - Indonesia...............................................................6
2.2 Pertempuran secara fisik di berbagai daerah di Indonesia.......................................7
2.2.1 Perjuangan Rakyat Semarang............................................................................7
2.2.2 Pertempuran di Yogyakarta...............................................................................9
2.2.3 Pertempuran Surabaya....................................................................................10
2.2.4 Pertempuran Palagan Ambarawa....................................................................11
2.2.5 Pertempuran Medan Area...............................................................................11
2.2.6 Bandung Lautan Api........................................................................................12
2.2.8 Peristiwa Merah Putih di Manado...................................................................13
2.2.9 Puputan Margarana........................................................................................15
2.3 Teladan Dan Pelajaran dari Perjuangan Pahlawan dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia...............................................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................18
3.2 Kritik dan Saran......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Negara Kesatuan Republik Indonesia yang saat ini sudah merdeka dahulunya
adalah salah satu negara yang dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad. Selama itu,
Indonesia mengalami kesengsaraan dan penderitaan disebabkan untuk memenuhi
keuntungan pribadi kolonial belanda itu sendiri. Setelah lepas dari tangan
Belanda, Kemudian datang pula Jepang yang pada awal nya berkedok baik.
Kedatangan jepang awalnya disambut baik oleh bangsa Indonesia karena mereka
menyatakan bahwa mereka adalah saudara tua Indonesia dan memberikan
semboyan gerakan 3A. Selama penjajahan Jepang indonesia jauh lebih menderita
daripada masa penjajahan Belanda, hal ini bisa kita ketahui dari adanya romusha
yang menyebabkan bangsa Indonesia sangat menderita.

Dalam Perang Dunia II keadaan Jepang yang semakin terjepit karena kedua
kota di Jepang dibom atom oleh sekutu, pada tanggal 6 Agustus 1945 di kota
Hirosima dan pada tanggal 9 Agustus 1945 di kota Nagasaki. Jepang tidak
berdaya dan menyerah tanpa syarat kepada sekutu resmi pada tanggal 14 Agustus
1945 dengan menandatangani Perjanjian San Fransisco. Keadaan yang seperti ini
menyebabkan keadaan di Indonesia menjadi Vacuum of power (kekosongan
pemerintahan).

Pada 17 Agustus 1945 Masyarakat Indonesia Meraih Kemerdekaan, Namun


perjuangan bangsa Indonesia belum selesai, karena sekutu yang diboncengi NICA
datang ke Indonesia, Belanda yang ingin menguasai Indonesia kembali dan
mempersenjatai KNIL menyebabkan terjadinya pertempuran di berbagai wilayah,
baik pertempuran dalam hal diplomasi maupun secara fisik atau bersenjata. Dari
berbagai perjuangan yang sudah dilakukan oleh pahlawan – pahlawan bangsa
Indonesia kita dapat memetik nilai – nilai positif yaitu : peduli terhadap kebaikan,
cerdas dalam berpikir, pandai memanfaatkan waktu.

4
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui secara mendalam mengenai perjuangan rakyat
Indonesia dalam mempertahana kemerdekaan Indonesia terutama secara fisik atau
bersenjata. Maka makalah ini akan membahas pokok permasalahan sebagai
berikut :
1. Apa saja faktor pendorong konflik Indonesia – Belanda yang ingin
kembali berkuasa di Indonesia?
2. Apa saja pertempuran yang terjadi dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia?
3. Apa saja teladan yang dapat di petik dari perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia tersebut?
1.3 Tujuan
Tujuan dari Makalah ini adalah untuk membahasa secara mendalam
perjuangan mempertahankan kemerdekaaan Indonesia secara fisik atau bersenjata.
Dengan memahami hal tersebut diharapkan nantinya dapat menjadi pelajaran dan
teladan ke depannya untuk generasi bangsa
1.4 Manfaat Penelitian
Makalah ini di harapkan bermanfaat untuk mempelajari sejarah sebagai
tambahan referensi dalam materi mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia.

5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Faktor adanya konflik Belanda - Indonesia
Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14
Agustus 1945 maka secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini
mengakibatkan Indonesia berada dalam keadaan vacum of power (tidak ada
pemerintah yang berkuasa) dan waktu itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal 10
September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan
bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia.
Dan pada tanggal 14 September perwirwa Sekutu datang ke Jakarta untuk
mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan
rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia
yang bertugas melucuti tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut
dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan
perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di
dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah
organisasi yang didirkan orang-orang Belanda yang melarikan diri ke Australia
setelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan dan
berpusat di Australia. Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai
kembali KNIL setelah dilepas oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya
keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan
diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu.
Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied
Forces Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson.
Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda.
Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian
dipulangkan.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian
diserahkan kepada pemerintahan sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka
di depan pengadilan.
6. Kedatangan Belanda (NICA) berusaha menegakkan kembali
kekuasaannya di Indonesia.

6
Kedatangan pasukan Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral
oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa
NICA(Netherland Indies Civil Administration) sikap masyarakat berubah menjadi
curiga karena NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang
dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda
memberikan sambutan tembakan selamat datang. Situasi keamanan menjadi
semakin buruk sejak NICA mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru
dilepaskan dari tawanan Jepang.
Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, Panglima AFNEI
menyatakan pengakuan sedara de facto atas Republik Indonesia pada tanggal 1
Oktober 1945. Sejak saat itu, pasukan AFNEI diterima dengan tangan terbuka
oleh pejabat-pejabat RI di daerah-daerah untuk membantu memperlancar tugas-
tugas AFNEI.
Namun dalam kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu
selalu terjadi insiden dan pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan
pasukan Sekutu tidak bersungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI.
Sebaliknya pihak Sekutu yang merasa kewalahan, menuduh pemerintah RI tidak
mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga terorisme merajalela.
Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia
berupaya memanfaatkan situasi ini dengan memberi dukungan kepada pihak
Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda, Laksamana Helfrich,
memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan
terjadinya konflik dan pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk
kembali menjajah Indonesia berhadapan dengan rakyat Indonesia yang
mempertahankan kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadi pertempuran di
berbagai daerah di Indonesia. Konflik antara Indonesia-Belanda ini akhirnya
melibatkan peran dunia internasional untuk menyelesaikannya.

2.2 Pertempuran secara fisik di berbagai daerah di Indonesia


2.2.1 Perjuangan Rakyat Semarang
Pertempuran Lima Hari di Semarang dikenal dengan istilah Pertempuran
Limang Dina dalam bahasa jawa, adalah serangkaian pertempuran yang
berlangsung antara rakyat Indonesia dan  tentara Jepang. Pertempuran yang
menjadi bagian dari sejarah kota Semarang ini terjadi pada tanggal 15 – 19
Oktober 1945. Waktu itu adalah masa transisi kekuasaan dari Jepang ke Belanda,
dan seharusnya kekuasaan Jepang di Indonesia sudah berakhir.
Penyerahan diri Jepang terhadap sekutu dilakukan pada tanggal 15
Agustus 1945 dan proklamasi kemerdekaan RI dibacakan pada 17 Agustus 1945.

7
Mr. Wongsonegoro ditunjuk sebagai penguasa Republik di Jawa Tengah berpusat
di Semarang untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang dalam segala bidang.
Kemudian dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR).
Peristiwa lima hari di Semarang terjadi karena beberapa alasan yang
menjadi pemicunya hingga mencapai puncak berupa pertempuran selama lima
hari tersebut. Beberapa hal yang menjadi penyebab pertempuran 5 hari di
Semarang yaitu Kericuhan Penyitaan Senjata Jepang, Isu Racun Pada Air Minum,
Gugurnya dr. Kariadi.
Peristiwa 5 hari di Semarang terjadi menjelang hari Minggu malam
tanggal 15 Oktober 1945. Kondisi kota Semarang saat itu sangat mencekam
terutama di area pos BKR dan para pemuda. Pasukan Pemuda yang terdiri dari
beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda
Kereta Api) dan lainnya juga telah berjaga – jaga. Jepang dibantu oleh 675 orang
pasukan, yang singgah ke Semarang untuk menambah logistik dalam perjalanan
dari Irian ke Jakarta dan berpengalaman di medan perang Irian. Kondisinya sangat
kontras dari para pejuang Indonesia yang lebih mengandalkan keberanian
dibandingkan dengan Jepang yang persenjataannya lebih lengkap. Pasukan para
pemuda sama sekali belum pernah bertempur, jarang mendapatkan pelatihan
militer kecuali pelatihan untuk pasukan Polisi Istimewa, mereka adalah anggota
BKR dan eks PETA, serta hampir tidak bersenjata.
Pasukan Indonesia menggunakan taktik gerilya kota untuk menghindari
pertempuran terbuka, dengan serangan tiba – tiba dan juga menghilang secara tiba
– tiba. Berkat taktik tersebut serangan kepada Jepang selalu datang dalam bentuk
bergantian dan bergelombang, sehingga serangan tidak dapat diprediksi dan
menyulitkan Jepang untuk menguasai kota. Diperkirakan sekitar 2 ribu orang
tentara Jepang menggunakan senjata – senjata modern terlibat dalam peristiwa 5
hari di Semarang tersebut. Simpang Lima adalah lokasi paling sering terjadi
pertempuran. Disana merupakan lokasi monumen Tugu Muda saat ini yang juga
berkaitan dengan sejarah Lawang Sewu sebagai saksi bisu pertempuran. Lawang
Sewu juga menjadi salah satu bangunan bersejarah di Semarang yang masih
berdiri hingga sekarang.
Puluhan pemuda yang terkepung dibantai dengan kejam oleh pasukan
Kidobutai. PMI juga tidak dapat bergerak dengan leluasa untuk mengevakuasi
mayat serta korban luka. Bala bantuan untuk pemuda terus berdatangan dari area
di sekitar Semarang. BKR berhasil berkonsolidasi untuk mendapatkan bantuan
dari wilayah lainnya di Jawa Tengah, membuat keadaan berbalik menyudutkan
Jepang. Jepang kemudian meminta kepada Mr. Wongsonegoro untuk
menghentikan pertempuran sebagai hasil akhir pertempuran 5 hari di Semarang.
Gencatan senjata disetujui agar tidak jaruh korban Indonesia lebih banyak dan
untuk mempersiapkan diri bagi kedatangan tentara sekutu. Walaupun para

8
pemuda masih ingin membalas, namun kedatangan sekutu di Semarang pada 19
Oktober 1945 mengakhiri peristiwa 5 hari di Semarang.
Peristiwa Lima Hari Di Semarang mengilhami pendirian sebuah monumen
untuk mengenang peristiwa tersebut sebagai salah satu monumen di Indonesia.
Mr. Wongsonegoro sebagai Gubernur Jateng melakukan peletakan batu pertama
tanggal 28 Oktober 1945. Tidak hanya monumen Tugu Muda yang bisa menjadi
sumber sejarah bangsa yang bisa dikunjungi, masih ada berbagai  museum di
Semarang , sejarah pelabuhan di Semarang dan juga sejarah Masjid Agung
Semarang sebagai bagian dari sejarah kota Semarang.
2.2.2 Pertempuran di Yogyakarta
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta di bawah pimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Paku Alam
VIII, BPU (Barisan Penjagaan Umum), KNID (Komite Nasional Indonesia
Daerah), Polisi, BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan rakyat berhasil menjalin
kerjasama yang harmonis  dengan para pemuda untuk melakukan gerakan
perebutan kekuasaan dan perebutan senjata Jepang. Organisasi-organisasi tersebut
memegang peranan yang sangat penting dalam pengoperan kantor-kantor sipil,
gedung-gedung resmi, perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik dan gerakan
pelucutan senjata baik dengan kekerasan maupun dengan cara damai.
Pada tanggal 6 Oktober 1945 usaha pelucutan senjata Jepang di Kotabaru
secara damai sudah dilakukan.  Perundingan di Kotabaru yang merupakan gudang
senjata dan markas tentara Jepang dimulai antara R. Mohammad Saleh (Ketua
KNID), RP. Sudarsono, Sunjoto, Bardosono (dari BKR) dengan Mayor Otzuka,
Kenpeitai Cho Sasaki, Kapten Ito dan Kiabuco dari pihak Jepang. Perundingan
dilaksanakan di rumah Butaico Kotabaru (sebelah barat SMU 3 Yogyakarta,
sekarang) mulai pukul 19.00 WIB sampai dengan pukul 03.00 WIB. Dalam
perundingan itu RP. Sudarsono meminta agar Butaico Mayor Otzuka
menyerahkan senjata kepada pihak Indonesia. Sementara perundingan sedang
berlangsung, ribuan rakyat dan pemuda yang digerakkan oleh KNID (Komite
Nasional Indonesia Daerah), BPU (Barisan Penjagaan Umum), BKR (Badan
Keamanan Rakyat), dan  PI (Polisi Istimewa)  bergerak menuju Kotabaru. Mereka
menggunakan senjata apa adanya. Seperti golok, bambu runcing, tombak, keris,
pentung dan sejenisnya.
Ketika pertempuran makin gencar terjadi, Moh. Saleh dan RP. Sudarsono
berhasil masuk dalam tangsi Jepang dan menemui Mayor Otzuka. Kedua
pimpinan itu menanyakan apakah Mayor Otzuka mau menyerah atau tidak. Dan
kemudian dijawab bahwa Mayor Otzuka mau menyerahkan senjata Jepang hanya
kepada Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono
IX. Pukul 10.30 tanggal 7 Oktober 1945 pertempuran berhenti. Pasukan Jepang
mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Sekitar 360 orang serdadu Jepang di
Kido Butai Kotabaru berhasil ditawan.  Polisi Istimewa kemudian membawanya

9
ke penjara Wirogunan dengan berjalan kaki melalui jalan Jenderal Sudirman,
Tugu, Jalan Mangkubumi, Jalan Malioboro dan berhenti sebentar di depan
Benteng Vredeburg, kemudian melalui Jalan P. Senapati menuju rumah Penjara
Wirogunan.
Sore harinya, Komandan Garnizun Jepang diterima oleh GBPH (Gusti
Bendara Pangeran Harya) Prabuningrat di pintu gerbang Keben untuk diantarkan
menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Para perwira Jepang itu diterima
Sultan di kantor beliau di Emper (serambi) Purworetno guna menyatakan
penyerahan pasukan dan senjatanya.  Senjata Jepang kemudian disimpan di
Bangsal Pracimosono dan selanjutnya diserahkan kepada TKR.
Dalam pertempuran yang berlangsung di Kotabaru Yogyakarta tanggal 7
Oktober 1945 tersebut gugur sebanyak 21 orang pemuda pejuang yang kemudian
nama-nama mereka diabadikan sebagai nama-nama jalan di Kotabaru dan
sekitarnya.

2.2.3 Pertempuran Surabaya


Pertempuran Surabaya ini merupakan salah satu pertempuran terbesar dan
terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional
atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Dalam sejarahnya, pertempuran
ini dilatarbelakangi oleh kedatangan pasukan sekutu yang tergabung dalam Allied
Forces Netherland East Indies (NICA) di Tanjung Perak, Surabaya pada 25
Oktober 1945. Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia pada 31
Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional
Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia termasuk di
Surabaya. Namun, ada peristiwa yang memicu pertempuran dengan sekutu karena
ada insiden perobekan bendera di Hotel Yamato, Tunjungan Surabaya.
Sekelompok orang Belanda yang dipimpin Mr. W.V.Ch. Ploegman
mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) tanpa persetujuan Pemerintah
RI daerah Surabaya. Warga Surabaya yang melihatnya tentu saja dibuat marah.
Residen Soedirman sebagai perwakilan Indonesia mendatangi Hotel Yamato
untuk berunding dengan Ploegman agar bedera diturunkan. Tapi Ploegman
menolak dan diskusi berlangsung alot. Puncaknya, Ploegman mengeluarkan pistol
dan perkelahian pun tidak dapat dihindari. Ploegman tewas karena dicekik oleh
Sidik yang mengawal Soedirman, tapi Sidik juga tewas oleh tentara Belanda yang
berjaga. Soedirman dan pengawalnya yang lain, Haryono, berhasil keluar dari
Hotel Yamato. Tapi, sebagian pemuda langsung menaiki Hotel Yamato dan
merobek bagian biru dari bendera Belanda, sehingga tersisa bendera merah putih.
Peristiwa itu memicu pertempuran Indonesia melawan Inggris tanggal 27
Oktober 1945 yang memakan banyak korban jiwa di kedua pihak. Jenderal D.C.
Hawthorn kemudian meminta bantuan Soekarno untuk meredakan situasi. Namun,

10
bentrok terus terjadi dan menyebabkan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
pimpinan tentara Inggris di Jawa Timur pada 30 Oktober 1945. Akhirnya, Mayor
Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum supaya rakyat meletakkan
senjata di tempat yang ditentukan dan menyerah sebelum jam 06.00 tanggal 10
November. Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Pasukan Inggris kemudian
melancarkan serangan pada pagi 10 November dan mengawali pertempuran besar
Surabaya. Indonesia mengerahkan sekitar 20.000 tentara dan 100.000 sukarelawan
dalam pertempuran ini. Sementara Inggris melenggang dengan 30.000 tentara,
dibantu dengan tank, pesawat tempur, dan kapal perang.
Surabaya berhasil direbut Inggris hanya dalam tiga hari, tapi pertempuran
baru benar-benar redam setelah tiga minggu. Dalam pertempuran yang
berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia atau
sekitar 6.000 hingga 16.000 ribu. Pemerintah pun, menetapkan tanggal 10
November sebagai hari Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan.

2.2.4 Pertempuran Palagan Ambarawa


Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November sampai 15
Desember 1945 antara pasukan TKR melawan pasukan Sekutu. Insiden bersenjata
mulai timbul di Magelang dan meluas menjadi pertempuran ketika tentara Sekutu
dan NICA membebaskan secara sepihak para interniran Belanda di Magelang dan
Ambarawa. Insiden ini berakhir pada tanggal 2 November 1945 setelah dilakukan
perundingan antara Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethel di Magelang.
Sementara itu, secara diam-diam pasukan Sekutu meninggalkan Magelang dan
mundur ke kota Ambarawa yaitu pada tanggal 21 November 1945.
Dengan demikian, peristiwa pertempuran Ambarawa adalah adalah
pertempuran antara pasukan TKR melawan pasukan Sekutu awal mula
pertempuran terjadi di Magelang dan meluas menjadi pertempuran ketika tentara
Sekutu dan NICA membebaskan secara sepihak para interniran Belanda di
Magelang dan Ambarawa. Sekutu yang kewalahan meninggalkan Magelang dan
mundur ke kota Ambarawa pada tanggal 21 November 1945. Pada saat
pengunduran itu, pasukan Sekutu mencoba menunduki dua desa di sekitar
Ambarawa. Dalam pertempuran untuk membebaskan dua desa tersebut, pada
tanggal 26 November 1945 gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan
Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman maka Kolonel
Soedirman, Panglima Divisi Banyumas mengambil alih pimpinan pasukan. Pada
tanggal 12 Desember 1945 dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil
mengepung kedudukan musuh dalam kota. Kota Ambarawa dikepung selama 4
hari 4 malam. Pada tanggal 15 Desember 1945, pasukan Sekutu meninggalkan
kota Ambarawa dan mundur menuju ke Semarang.

11
2.2.5 Pertempuran Medan Area
Pertempuran Medan Area sendiri merupakan sebuah peristiwa perlawanan
rakyat Indonesia terhadap sekutu yang terjadi di Medan, Sumatera Utara. Hampir
mirip dengan pertempuran-pertempuran lainnya pasca masa revolusi, sejarah
Pertempuran Medan Area diawali dengan kedatangan pasukan sekutu (Inggris)
dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D Kelly pada 9 Oktober 1945 di
Sumatera
Awalnya, pemerintah Indonesia di Sumatera Utara menyambut baik
kedatangan pihak sekutu, bahkan memperbolehkan untuk menempati beberapa
hotel di kota Medan. Hal ini dilakukan untuk menghormati mereka yang bertugas
mengurus tawanan perang yang ditahan oleh Jepang. Tetapi, sikap baik Indonesia
ini nyatanya tidak dihargai dan malah memancing berbagai konflik, dimana
insiden pertama pecah di sebuah hotel yang terletak di Jalan Bali, Medan.
Saat itu, seorang penghuni merampas dan menginjak-injak lencana merah
putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini tentu saja mengundang kemarahan
pemuda Indonesia, yang pada akhirnya pada 13 Oktober 1945 hotel tersebut
diserang dan dirusak oleh para pemuda Indonesia. Insiden lencana inilah yang
mejadi awal mula pecahnya Pertempuran Medan Area.
Ultimatum tersebut, tidak pernah dihiraukan oleh pihak Indonesia,
sehingga pada 1 Desember 1945 sekutu memasang papan yang tertuliskan “Fixed
Boundaries Medan Area” atau batas resmi wilayah Medan, diberbagai pinggiran
kota Medan. Sejak saat itulah istilah Medan Area menjadi terkenal, dimana
tindakan sekutu dan NICA tersebut merupakan tindakan pelanggaran kedaulatan
dan memicu amarah rakyat Sumatera Utara.
Pada tanggal 10 Desember 1945, sekutu dan NICA melancarkan serangan
besar-besaran terhadap kota Medan dan serangan ini menimbulkan banyak korban
di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, tentara sekutu mencoba mendesak
pemerintah Indonesia di Medan untuk keluar dari kota Medan. Akibatnya
Gubernur dan markas divisi TKR dipindahkan ke Pematang Siantar. Hal ini
menyebabkan sekutu menguasai kota Medan dan pertempuranpun bertambah
sengit.
Karena saat itu tidak memiliki satu komando, pasukan Indonesia kesulitan
untuk melakukan serangan yang efektif kepada wilayah-wilayah yang diduduki
oleh sekutu dan NICA. Maka pada 10 Agustus 1946 diadakan pertemuan di
Tebingtinggi di antara para Komandan pasukan yang berjuang di Medan Area dan
memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar
Rakyat untuk memperkuat perlawanan di kota Medan. Dibawah komando baru
inilah perjuangan di Medan Area diteruskan dan perlawanan ini terjadi hampir di
seluruh wilayah Sumatera seperti Padang, Bukittinggi, dan Aceh. Pertempuran

12
Medan Area baru berakhir pada 10 Desember 1946 setelah pihak NICA
mengajukan gencatan senjata.

2.2.6 Bandung Lautan Api


Pada bulan Oktober 1945, pasukan Sekutu dan NICA mulai datang serta
melakukan pendudukan terhadap kota Bandung. Pasukan Sekutu dan NICA
segera mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Bandung untuk menyerahkan
senjata milik mereka sehingga memicu kemarahan. Pertempuran bersenjata
kemudian berlangsung selama kurun waktu November 1945-Maret 1946.
Puncak pertempuran terjadi ketika tanggal 23 Maret 1946, pihak Sekutu
dan NICA mengeluarkan ultimatum untuk mengosongkan kota Bandung.
Komandan Divisi III Siliwangi A.H. Nasution bersama pemuda mengambil
inisiatif untuk mengosongkan kota Bandung dan membakar seluruh kota beserta
infrastruktur penting pemerintahan ataupun militer pada tanggal 24 Maret 1946.
Salah satu tokoh yang berperan dalam pertempuran ini adalah Moh. Toha yang
harus gugur ketika berupaya meledakkan gudang mesiu milik NICA di Bandung
Selatan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Bandung Lautan Api.

2.2.7 Operasi Lintas Laut Banyuwangi – Bali


Peristiwa Operasi Lintas Laut Jawa - Bali sendiri berawal pada tanggal 3
April 1946 ketika sepasukan Tentara Keamanan Bagian Laut (TKR Laut) yang
dikenal dengan Pasukan M di bawah pimpinan Kapten Laut Markadi dengan
kekuatan 4 peleton bersiap – siap melaksanakan Operasi Lintas Laut Banyuwangi
Bali. Operasi Lintas Laut Banyuwangi Bali memiliki tujuan untuk melakukan
konsolidasi dan mengatur penggabungan dengan para pemuda dan rakyat Bali
yang pada saat itu Pulau Bali sudah di duduki Belanda.
Pasukan M berangkat dari pelabuhan Banyuwangi dengan 13 jukung dan 3 perahu
mayang, pasukan M tersebut menuju pantai Candikusuma, Kecamatan Melaya,
Jembrana. Pada 4 April 1946 jam 06.00 tiba – tiba dari arah tenggara muncul
kapal patroli Belanda yang besar. Kapten Laut Markadi langsung berinisiatif
membuka seragam dan menyembunyikan senjata dengan maksud menyamar
sebagai nelayan.
Saat terjadi pertempuran sengit, muncul kapal patroli lain yang mendekat
dan pasukan M juga menghadang kapal kedua dengan senapan mesin berat
sehingga kapal tersebut tidak bisa mendekat. Kapal pertama yang di serang pun
akhirnya terbakar dan tenggelam, Kapten Markadi pun memerintahkan kapal
berputar halauan kembali menuju Banyuwangi. Pertempuran yang berlangsung

13
tanggal 4  April 1946 tersebut berlangsung 15 menit, namun sudah cukup untuk
berhasil mengalahkan musuh.

2.2.8 Peristiwa Merah Putih di Manado


Dalam sejarahnya, Peristiwa Merah Putih ini merupakan peristiwa
penyerbuan markas militer Belanda yang berada di Teling, Manado pada 14
Februari 1946. Dimana, berbagai himpunan rakyat di Sulawesi Utara meliputi
pasukan KNIL dari kalangan pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat berusaha
merebut kembali kekuasaan atas Manado, Tomohon, dan Minahasa yang ditandai
dengan pengibaran bendera Merah Putih di atas gedung tangsi militer Belanda.
Pada tanggal 16 Februari 1946 dikeluarkan selebaran yang menyatakan kekuasaan
seluruh Manado telah berada di tangan Indonesia.
Peristiwa Merah Putih ini dilatarbelakangi oleh berita proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru di dengar oleh rakyat
Sulawesi Utara pada 21 Agustus 1945. Namun, kedatangan tentara sekutu
bersama NICA pada awal Oktober 1945 di Sulawesi Utara membawa suasana
rakyat kembali ricuh. Belanda menginginkan kekuasaan sepenuhnya atas Sulawesi
Utara terutama Manado, tetapi masyarakat pribumi menolak dan memilih
melawan. Sayangnya, masyarakat Sulawesi utara kalah atas serangan dari sekutu
dan Belanda, sehingga wilayah Manado dan sekitarnya kembali diduduki oleh
tentara Belanda.
Menghadapi hal tersebut bangsa Indonesia tidak tinggal diam, dimana
Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu bersama Sersan S.D Wuisan Menggerakan
pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat
militer Belanda. Rencana tersebut telah disusun sejak 7 Februari 1946, namun
puncak penyerbuan tersebut terjadi pada 14 Februari tetapi sebelum penyerbuan
terlaksana para pimpinan pasukan tertangkap oleh tentara Belanda.
Akibatnya, pemberontakan ke tangsi militer Belanda dialihtugaskan
kepada Komando Mambo Runtukahu yang memimpin anggota KNIL dari orang
Minahasa. Puncak penyerbuan tersebut, ditandai dengan perobekan bendera
Belanda yang awalnya berwarna merah, putih, dan biru menjadi merah dan putih
serta dikibarkan diatas gedung markas Belanda. Kejadian dalam sejarah peristiwa
merah putih ini diberitakan berulang lewat siaran radio dan telegraf oleh Dinas
Penghubung Militer di Manado, yang diteruskan oleh kapal Perang Australia SS
“Luna” ke markas besar sekutu di Brisbane.
Radio Australia kemudian menjadikannya sebagai berita utama yang
disebarluaskan oleh BBC London serta Radio San Fransisco Amerika Serikat.
Perebutan tangsi militer Teling dan pengibaran bendera Merah Putih menjadi
pukulan telak untuk Belanda karena berhasil melumpuhkan provokasi Belanda di

14
luar negeri bahwa hanya pulau Jawa yang berjuang untuk merebut kemerdekaan
Indonesia.
Sayangnya, pengambilalihan kekuasaan Belanda tersebut hanya sementara
karena pada awal Maret kapal perang Belanda “Piet Hein” tiba di Manado dengan
membawa pasukan sekitar 1 batalyon. Pada 11 Maret para pimpinan gerakan
Merah Putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan yang
tujuan sebenarnya adalah untuk menahannya.
Siasat licik ini dilakukan tentara Belanda agar bisa melemahkan pejuang rakyat
dan kembali mengambil alih wilayah Sulawesi Utara.

2.2.9 Puputan Margarana


Puputan sendiri merujuk pada perang habis-habisan untuk mengusir
Belanda. Dimana, perang puputan margarana ini terjadi pada 20 November 1946
di Desa Marga, Kecamatan Margarana, Tabanan Bali. Pertempuran ini dipimpin
oleh Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai, selaku Kepala Divisi Sunda Kecil.
Dalam sejarahnya, perang Puputan Margarana terjadi setelah Jepang kalah
dan Belanda datang ke Indonesia untuk mengambil alih atau merebut daerah
kekuasaan Jepang. Belanda berambisi untuk membuat Negara Indonesia Timur
(NIT). Namun, I Gusti Ngurah Rai menolak rencana Belanda tersebut, I Gusti
Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA
(Nederlands Indie Civil Administration) yang ada di kota Tabanan. Perintah itu
dilaksanakan pada 20 November 1946 (malam hari) dan berhasil dengan baik,
dimana beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang
komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai.
Setelah itu, pada pagi hari tentara Belanda mulai mengadakan
pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10 pagi mulailah terjadi
baku tembak antara pasukan NICA dengan pasukan Ngurah Rai. Pada
pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang tewas
tertembak, maka Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya
yang berada di Bali ditambah dengan pesawat pengebom yang didatangkan dari
Makasar.
Di dalam pertempuran sengit tersebut, pasukan Ngurah Rai bertekad tidak
akan mundur sampai titik darah penghabisan. Disinilah pasukan Ngurah Rai
mengadakan/menyerukan “puputan” atau perang habis-habisan di Desa
Margarana. Dimana, dalam perang tersebut seluruh pasukan  termasuk pemimpin
pasukannya, yaitu I Gusti Ngurah Rai, gugur di medan perang. Dari pihak
Belanda sendiri, akibat meletusnya perang Puputan ini memakan korban kurang
lebih 400 tentara tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka tempat arena
pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.

15
2.3 Teladan Dan Pelajaran dari Perjuangan Pahlawan dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia
Suatu hal yang berharga pasti memerlukan proses demi mewujudkannya.
Dalam ipospedia dijelaskan secara singkat tentang runtutan peristiwa bersejarah
sebelum terjadinya proklamasi kemerdekaan. Seperti halnya kemerdekaan Negara
Indonesia ini, kesuksesan, atau apapun tujuan hidup kita saat ini memerlukan
proses untuk menjadi nyata. Jadi, jangan pernah menyerah meskipun kegagalan
sering kali menghampiri, karena semua akan indah pada waktunya.

Kemudian, Sejarah membuktikan bahwa ada banyak sekali pihak yang


terlibat demi mewujudkan kemerdekaan kita. Tidak mungkin Indonesia akan
merdeka jika hanya satu orang yang memperjuangkannya. Oleh karena itu, dalam
mewujudkan impian kita, sama sekali tidak ada salahnya jika kita meminta
pertolongan orang lain. Karena segalanya memang lebih mudah jika dipikul
bersama. Semua tentu tahu bahwa sebelum menyatakan secara langsung mengenai
kemerdekaan Indonesia, Bung Karno dan para tokoh lainnya sudah
mempersiapkan hal tersebut matang-matang.

Dalam "Fakta Detik-detik Proklamasi" yang ditulis oleh Pratama,


dijelaskan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak terjadi begitu saja tanpa pemikiran
dan persiapan yang mendalam. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari.
Alangkah lebih baik apabila kita sudah memikirkan segalanya masak-masak
sebelum mengambil langkah besar dalam hidup kita. Sehingga resiko yang akan
terjadi bisa kita hadapi dengan pikiran yang lebih tenang. Adapun teladan yang
dapat kita ambil dari Perjuangan Para Pahlawan yaitu :

1. Patriotisme
Penggambaran nilai patriotisme dalam diri Para Pahlawan
ditunjukan dengan sika yang berani (tegas), bersifat kepemimpinan,
mengorbankan jiwa dan raga. Para Pahlawan melakukan berbagai macam
cara untuk tercapainya kemerdekaan Indonesia yang sudah lama dicita-
citakan. Nilai patriotisme pada diri Para Pahlawan dapat diajarkan melalui
materi sejarah sehingga memberi pengaruh bagi generasi penerus bangsa
untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai patriotisme bagi
Bangsa Indonesia kedepannya
2. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air adalah perasaan yang timbul dari dalam hati
sanubari seorang warga negara, untuk mengabdi, memelihara, membela,
melindungi tanah airnya dari segala macam ancaman dan gangguan.

16
Karakter cinta tanah air yang dimiliki oleh Pahlawan kemerdekaan bisa
dijadikan pedoman atau contoh bagi penerus bangsa. Oleh karena itu,
karakter cinta tanah air harus ditanamkan dalam setiap jiwa penerus
bangsa yang akan menjadi tujuan hidup kedepannya.
3. Rela Berkorban
Rela berkorban merupakan sikap bersedia membantu tanpa
mengharapkan imbalan, lebih mendahulukan orang banyak daripada
kepentingan pribadi, ikhlas hati untuk memberikan sesuatu yang dimiliki
untuk keperluan orang lain, tulus dan pantang menyerah. Sifat Para
Pahlawan yang demikian harus dimilki oleh penerus serta diajarkan
kepadanya.
4. Nasionalisme
Nilai pendidikan karakter pada sikap Para pahlawan yang
negarawan, anti penjajahan, tidak mau dilecehkan bangsa lain,
mendahulukan kepentingan bangsa dan negara. Karakter tersabut sangat
penting dimilki oleh generasi penerus bangsa agar mereka memilki
kecintaan terhadap para pahlawan bangsa, agar penerus bangsa memiliki
ideologi kebangsaan yang kuat, lebih mencintai bangsanya sendiri.
5. Peduli Sosial
Nilai pendidikan karakter pada Para Pahlawan dapat dilihat dari
sikap beliau yang membantu orang yang tidak mampu, menjadi relawan,
ikut dalam berbagai kegiatan sosial, memperhatikan kesusahan dan
meringankan beban orang lain. Sebagai generasi penerus bangsa kita harus
memilki sifat seperti Para Pahlawan kemerdekaan.
Untuk itu, sebagai masyarakat dan penerus bangsa kita harus
menerapkan karakter beliau didalam kehidupan kita sehari-hari.
Hendaknya hal itu bisa membuat kita jauh lebih baik lagi dan sebagai
penikmat atas perjuangan pahlawan kita terdahulu, sebaiknya kita harus
menjaganya agar kejadian yang sama tidak terjadi lagi. Kalau bukan kita
yang menjaga bangsa dan negara ini, lalu siapa lagi

17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjuangan kemerdekaan Indonesia yang sudah sangat lama hingga
membuahkan hasil kemerdekaan Repuplik Indonesia pada 17 Agustus 1945 tentu
tak berhenti sampai di situ. Setelah perjuangan tersebut, rakyat Indonesia masih
harus berjuang melawan penjajah yang ingin mengambil kembali kekuasaan
Indonesia. Hal ini di mulai dengan datannya sekutu yang di Boncengi NICA.
Akibat dari perjuangan tersebut terjadi banyak perlawan dan peperangan di
berbagai daerah di Indonesia. Peperangan atu pertempuran tersebut ada yang
menguntungkan pihak Indonesia, dan ada pula yang menguntungkan pihak
penjajah, dimana pertempuran yang tidak memihak Indonesia akan di lanjutkan
dengan perjuangan diplomasi. Para pahlawan yang banyak gugur dalam
pertempuran dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia hendaknya menjadi
semangat motivasi bagi generasi muda untuk bisa membuat Indonesia saat ini
menjadi negara yang kuat dan di segani oleh bangsa lain.
3.2 Kritik dan Saran
Demikianlah Makalah ini penulis susun dengan baik. Semoga dapat
bermanfaat. Dan juga penulis menyadari Makalah ini masih banyak kekurangan,
maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari ibu
guru untuk menyempurnakan makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA
Shinta Rizki Wulandari, 2017. Faktor penyebab terjadinya konflik Indonesia-
Belanda (Online)
http://shintarizkiwulandari.blogspot.com/2017/11/perjuangan-
mempertahankan-kemerdekaan.html
Devita Retno, 2019. Peristiwa lima hari di Semarang (Online)
https://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/
peristiwa-lima-hari-di-semarang

Itaratnasari, 2017. Diorama Pertempuran Kotabaru - Diorama II Museum


Benteng Vredeburg Yogyakarta. - Museum Benteng Vredeburg
Yogyakarta (Online) (kemdikbud.go.id)
Kelas Pintar, 2020. Pertempuran di Surabaya (Online)
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/sejarah-pertempuran-
surabaya-12086/

Embun Bening Diniari , 2019. Macam-Macam Perjuangan Bersenjata untuk


Mempertahankan Kemerdekaan RI (Online)
https://www.ruangguru.com/blog/mengenal-macam-macam-perjuangan-
bersenjata-untuk-mempertahankan-kemerdekaan-ri

Desy Damayanti, 2018. Teladan dan hikmah para pahlawan (Online)


https://www.idntimes.com/life/inspiration/daysdesy/pelajaran-hidup-
kemerdekaan-indonesia-c1c2/3

Ali Mustofa, 2017. Operasi Lintas Laut (Online)


https://radarbali.jawapos.com/read/2017/07/21/2549/sejarah-operasi-
lintas-laut-kisah-kepahlawanan-kapten-markadi

19

Anda mungkin juga menyukai