Anda di halaman 1dari 9

Nama : Arianna Safitri Saldi

NIM : 195244039
Kelas : 3B-MA
Mata Kuliah : Manajemen Risiko
Dosen Pengampu : Putri Dewi Purnama, S.ST., M.Sc.
Materi : Risiko Operasional
Topik : Analisis Kasus PT Angkutan Sukses
Hari, Tanggal : Kamis, 07 Oktober 2021

KASUS
PT. Angkutan Sukses adalah sebuah perusahaan angkutan bus yang beroperasi
untuk wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.
Menginginkan perusahaan yang dimilikinya semakin sukses, maka salah satu
permasalahnya ia mengharapkan kepada para manajer yang di lapangan beserta
dengan para karyawan lainnya untuk menjaga pelayanan (service) dan sebagainya
agar para penumpang merasa bahagia dan selamat sampai di tujuan. Sebagai mana
bunyi motto perusahaan yaitu, “Memberikan Pelayanan Prima dengan Kepuasan
yang Prima”.
Perusahaan PT. Angkutan Sukses selama ini dianggap oleh masyarakat
pengguna jasa  angkutan sebagai salah satu perusahaan yang memiliki citra baik
dan dapat dipercaya. Sementara harga tiket adalah sesuai dengan tarif yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Selama ini perusahaan angkutan PT. Angkutan Sukses mendapat berbagai
informasi yang terjadi, dan mereka berusaha untuk mencarikan solusi terhadap
permasalahan yang terjadi. Adapun bentuk permasalahan tersebut adalah:
1. Di lapangan sering sekali para supir dan kondektur bus menaikkan
penumpang yang ada di jalan dengan tidak membayar tiket, dan uang
penumpang tersebut sering masuk ke kantong supir dan kondektur bus.
Karena para supir beralasan bahwa pendapatan mereka kecil dan perbuatan
itu mereka anggap sebagai bentuk pendapatan tambahan supir.
2. Permasalahan lain yang dihadapi oleh manajemen PT. Angkutan Sukses
adalah petugas tiket kadang kala bekerjasama dengan supir untuk
memasukkan keluarga, kerabat dekatnya, serta temannya agar dapat ikut
dengan tidak membayar atau hanya membayar setengahnya. Padahal
perusahaan PT. Angkutan Sukses tidak membenarkan ketentuan itu, bagi
perusahaan siapa saja yang ingin naik semuanya harus membayar sama
dengan para penumpang lainnya. Sehingga jumlah laporan kursi yang
terpakai dan pemasukan finansial dari hasil penjualan tiket tidak sesuai
dengan yang dilaporkan.
3. Kondisi naiknya penumpang yang melebihi kapasitas juga sering terjadi,
yaitu dimana para penumpang yang dinaikkan di tengah jalan atau naik
dengan tidak membeli tiket namun membayar hanya kepada supir saja, telah
menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan muatan. Kondisi kelebihan
muatan bisa berdampak pada tingkat kecelakaan yang tinggi yang munggkin
saja bisa terjadi.
4. Permasalahan lain yang juga ikut memperumit keadaan adalah timbulnya
pungil liar dilapangan, baik oleh petugas yang tidak bermoral, calo tiket, dan
preman yang ada di terminal bus.
SOAL
1. Jelaskan pengertian risiko operasional!
Risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang
diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi atau
factor lain. Sedangkan menurut Basel II Capital Accord mendefinisikan risiko
operasional sebagai risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau
tidak berjalannya proses internal, manusia dan sistem, serta sebagai akibat
dari kejadian eksternal dan hukum.
Risiko operasional dapat dikategorikan sebagai inherent risk yaitu risiko
yang melekat dan tidak dapat dihilangkan karena risiko oprasional merupakan
risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan. Risiko ini
terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen yang dilakukan
oleh internal perusahaan. Disisi lain risiko operasional adalah risiko yang
sangat sulit untuk dihitung dampat buruk dan sulit untuk dikelola. Oleh
karena itu, risiko operasional harus dikelola sebagai bagian manajemen risiko
perusahaan dan dalam pengelolaannya dibutuhkan tools yang canggih dan
pemahaman yang mendalam terhadap risiko operasional tersebut. Jika risiko
operasional tidak dikelola dengan baik, dapat mengabaikan masalah risiko
yang penting serta tidak bisa mengukur kinerja perusahaan yang nantinya
berakibat pada risiko keputusan manajemen yang kurang tepat, karena
informasi yang tidak akurat
2. Jelaskan apakah risiko operasional bisa menimbulkan terjadinya
financial distress, jika ya dan tidak maka berikan penjelasan serta
contohnya!
Financial Distress atau kesulitan keuangan adalah suatu kondisi keuangan
perusahaan sedang dalam masalah, krisis atau tidak sehat yang terjadi
sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan. Financial distress terjadi
ketika perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban debitur
karena mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan
atau melanjutkan usahanya lagi. Maka dalam hal ini risiko operasional
berpengaruh terhadap terjadinya financial distress. Yang mempengaruhi
terjadinya financial distress pada perusahaan adalah kegagalan dalam proses
internal yang dimana di dalam suatu perusahaan antardivisi saling berkaitan.
Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan laporan keuangan pada suatu divisi
yang berkaitan dengan operasional, maka akan berpengaruh terhadap laporan
keuangan perusahaan. Hal ini akan berisiko untuk terjadinya financial
distress.
Risiko operasonal dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung
maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan
memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan karena perusahaan tidak
melakukan antisipasi dan tidak menerapkan strategi yang maksimal dalam
menghindari pergerakan kenaikan risiko secara lebih tinggi. Dan sebagaimana
telah disampaikan sebelumnya bahwa risiko operasional ini merupakan risiko
yang melekat (inherent) pada setiap aktivitas fungsional, seperti kegiatan
penyediaan dana, investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan,
teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen, dan pengelolaan
sumber daya manusia.
Salah satu contoh perusahaan yang mengalami financial distress adalah
PT Nyonya Meneer yang sempat saya bahas pada tugas sebelumnya. Dimana
permasalahan pada PT Nyonya Meneer dimulai dengan adanya rentetan
masalah operasional yang timbul seiring dengan meningkatnya usaha dan
pangsa pasar PT Nyonya Meneer, yang kemudian disusul dengan lahirnya
sengketa keluarga yang menimbulkan berbagai kisruh internal. Keadaan
tersebut memperburuk permasalahan operasional yang sedang dihadapi
sehingga memicu krisis keuangan serta hukum yang sangat serius, sampai
pada akhirnya PT Nyonya Meneer diputuskan ‘pailit’ terhadap perusahaan.
Dari permasalahan yang dialami, tersirat adanya ketidakmampuan generasi
ketiga mengelola risiko perusahaan baik risiko sisi atas (upside risks = good
things that do not happen) maupun risiko sisi bawah (downside risks = bad
things that happens). Dan ternyata permasalahan organisasi timbul bukan
semata-mata karena tidak adanya manajemen risiko operasional, tetapi lebih
mendasar lagi yaitu tidak adanya tata kelola perusahaan yang baik dan efektif.
Hal ini berpengaruh pada semua jenjang pengambilan keputusan dan aksi,
mulai dari keputusan strategis sampai pada operasional.
3. Jelaskan bagaimana bentuk hubungan Expected Return dan Standar
Deviasi dalam Perspektif Risiko Operasional!
Jawab:
Hubungan Expected Return dan Standar Deviasi dalam Perspektif Risiko
Operasional berkaitan dengan pengukuran risiko operasional. Menurut
Mamduh salah satu teknik untuk mengukur risiko operasional adalah dengan
mengggunakan
 Frekuensi atau probabilitas terjadinya risiko
 Tingkat keseriusan kerugian atau impact dari risiko tersebut.
Pengukuran risiko operasional dapat dilakukan dengan menempatkan
tingkatan dari setiap bentuk risiko yang terjadi. Yaitu semakin tinggi risiko
maka semakin tinggi kemungkinan untuk memperoleh return yang
diharapkan (actual return), dengan asumsi risiko dan return bersifat linear.
Keterangan :
E(R) = Expected return atau keuntungan yang diharapkan
σ = Standar deviasi atau simpangan baku. Simpangan baku di sini sering
diartikan dengan tingkat risiko, yaitu semakin besar simpangan bakunya
maka semakin besar risiko yang akan terjadi.

Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan antara E(R) dan σ. Dimana setiap
titik-titik dan wilayah menjelaskan :
a. Posisi I adalah dimana E(R) berada di posisi yang tertinggi dan σ juga
berada diposisi yang tertinggi dalam artian semakin tinggi pengharapan
pada E(R) maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya risiko. Dengan
kata lain E(R) bersifat searah (linier) dengan risiko yang diterima.
Contohnya pada saat suatu perusahaan merencanakan untuk menambah
kapasitas produksi maka kemungkinan untuk meningkatkan penjualan
pasti akan terjadi atau profit perusahaan akan mengalami peningkatan,
namun ini juga berakibat pada terjadinya pada peningkatan pada proses
produksi untuk mampu meningkatkan jumlah produksi per unitnya yaitu
jika sebelumnya perusahaan bisa memproduksi 4.000 unit maka sekarang
harus ditingkatkan menjadi 4.700 unit. Kondisi ini akan menimbulkan
beberapa dampak pada risiko operasional perusahaan seperti:
 Mesin produksi akan mengalami masa penyusutan dengan cepat
karena dipakai dalam waktu lebih lama den bersifat mengejar target
produksi.
 Kebutuhan bahan baku yang diperlukan akan mengalami peningkatan
yang tinggi  dan tidak boleh terhenti karena akan mempengaruhi pada
kelancaran produksi secara tepat waktu.
 Ketersediaan barang hasil produksi harus selalu tersedia di gudang
karena menyangkut dengan kelancaran order pesanan dari para
distributor atau para pembeli, karena jika hal ini mengalami
kemacetan maka kepuasan konsumen akan terganggu.
b. Posisi II adalah dimana E(R) pada rendah dan σ pada posisi tinggi atau
dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (nonlinier). Posisi ini
mengharuskan suatu perusahaan melakukan antisipasi dan menerapkan
strategi yang maksimal guna menghindari semakin terjadinya pergerakan
kenaikan risiko secara lebih tinggi, karena semakin tingginya risiko yang
terjadi akan menyebabkan beberapa hal pada perusahaan seperti:
 Peningkatan kerugian perusahaan akan terus bertambah dan lebih jauh
dana cadangan akan banyak terkuras.
 Jika risiko kerugian ini dibiarkan secara terus menerus maka akan
menyebabkan perusahaan berada dalam kondisi financial distress
(kesulitan keuangan).
 Kredibilitas dan reputasi perusahaan akan semakin menurun karena
berbagai pihak mulai dari rekanan bisnis (business partner) hingga
para konsumen terutama konsumen aktual akan semakin kecewa.
 Lebih jauh mampu menimbulkan risiko kebangkrutan (bankrupt).
c. Posisi III adalah dimana E(R) berada pada posisi rendah dan σ juga berada
pada posisi rendah atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat searah
(linier).
d. Posisi IV adalah dimana E(R) berada pada posisi tinggi dan σ berada pada
posisi rendah atau E(R) dan σ bersifat tidak searah (non linier). Pada
kondisi ini ada beberapa kondisi dan situasi yang perlu dicermati yaitu:
 Risiko sangat sulit diprediksi tapi jika terjadi mampu menempatkan
posisi perusahaan berada pada titik/posisi II.
 Kondisi dan situasi ini terjadi pada saat kontrol risiko  (risk control)
menjadi lemah karena perusahaan selama ini telah terbuai oleh profit
(return yang terus-menerus mengalami kenaikan).
 kerja under pressure (di bawah tekanan) yang dilakukan oleh pihak
manajemen perusahaan tidak lagi seperti berada pada posisi II, dan ini
dapat berdampak pada penurunan kedisiplinan kerja serta target
pekerjaan yang harus dikerjakan.
e. Posisi M adalah posisi yang dianggap sebagai titik optimal untuk kondisi
E(R) dan σ. Jika pihak manajemen dan para komisaris perusahaan (para
pemegang saham) menginginkan kondisi yang stabil dalam artian safety
positionmaka sebaiknya memilih posisi/titik M saja.
4. Jelaskan hubungan operational risk dan working capital. Dan berikan
contohnya!
Operational risk dan working capital memiliki keterkaitan yang kuat.
Working Capital atau modal kerja merupakan dana yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk membiayai aktivitas operasional setiap harinya, seperti
membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, membayar gaji pegawai, upah
buruh, membayar listrik, membayar tagihan telepon, biaya kebersihan, dan
berbagai pengeluaran lainnya. Dimana setiap pengeluaran yang dilakukan
tersebut dicatat dan dibukukan secara terperinci. Adapun tujuan pembuatan
pembukuan tersebut adalah:
a. Dapat dijadikan sebagai laporan pertanggungjawaban kepada pimpinan
perusahaan.
b. Dapat dijadikan sebagai alat prediksi dalam memperkirakan berbagai
kebutuhan perusahaan terutama untuk jangka panjang.
c. Sebagai pedoman bagai berbagai pihak yang berkepentingan untuk
melihat kondisi perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya.
d. Sebagai salah satu bahan rekomendasi dalam pengambilan keputusan
bagi seorang investor.
Dalam hal ini diperlukan kegiatan pencatatan dan pembukuan guna
mengetahui pengeluaran yang digunakan oleh perusahaan agar dana dapat
dikelola dengan baik. Apabila modal kerja tidak dicatat dengan baik maka
akan memunculkan risiko operasional seperti biaya perawatan peralatan
perusahaan terhambat, pembayaran gaji pegawai terhambat, pembelian bahan
baku dan kegiatan operasional terhambat dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan operasional. Suatu perusahaan dapat dikatakan
sukses keuangannya apabila perusahaan tersebut selama menjalankan fungsi
operasionalnya tidak menghadapi gangguan-gangguan keuangn karena
adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.

Sebagai contohnya aset Perusahaan X adalah Rp500 juta dengan jumlah


utang Rp356 juta. Maka working capital perusahaan tersebut adalah Rp144
juta. Meski jumlahnya masih di bawah hutang yang dimiliki, angka tersebut
menunjukkan modal kerja positif, yang artinya perusahaan tersebut akan
mampu membayar hutangnya. Dengan working capital sebesar Rp144 juta
maka perusahaan juga akan mampu untuk melakukan pembiayaan-
pembiayaan operasional. 
5. Apakah salah satu cara untuk memperkecil risiko operasional dengan
menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam setiap pengerjaan proyek.
Berikan penjelasan Anda dalam bentuk aplikasinya!
Sebelum masuk pembahasan terkait konsep efisiensi dan efektifitas,
terdapat 4 hal utama dalam melakukan identifikasi risiko operasional adalah:
 Ada kejadian (events)
 Terdapat penyebab timbulnya kejadian (cause)
 Terdapat dampak (impact) kerugian (loss) baik keuangan maupun non-
keuangan
 Dapat diprediksi kejadian di kemudian hari (frequency/probability)
Konsep efektifitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan atau target
kebijakan. Maka apabila konsep efektivitas dihubungkan ke dalam setiap
pengerjaan proyek, faktor-faktor yang selama ini menjadi penghambat dalam
proses pelaksanaan proyek dapat dimitigasi sejak awal. Sehingga dari faktor-
faktor penghambat ini dapat diambil sebuah solusi permasalahan. Sedangkan
konsep efisiensi erat kaitannya dengan rasio perbandingan antara output
dengan input. Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila
suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan
sumber daya yang efisien. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa dengan menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam setiap pengerjaan
proyek, maka hal tersebut dapat memperkecil risiko operasional.
Salah satu contoh bentuk aplikasinya yaitu ketika sebuah perusahaan
menerapkan prinsip GCG (Good Corporate Governance). Dimana
implementasi dan keberlanjutan dari Good Corporate Governance (GCG)
sangat penting untuk memastikan bahwa perusahaan berjalan secara efektif
dan efisien, sehingga kesehatan perusahaan terjamin. GCG dapat menjadi
pedoman dalam pengelolaan perusahaan, sehingga perusahaan dapat
melaksanakan praktik terbaik dalam memaksimalkan nilai-nilai,
melaksanakan kegiatan usaha yang efektif dan efisien, pengelolaan
perusahaan yang profesional dan mandiri, menciptakan pengambilan
keputusan oleh seluruh organ perusahaan berdasarkan pada nilai moral dan
kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,
memberikan perlindungan dan perlakuan adil bagi pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya secara maksimal, serta memberdayakan
energi untuk inovasi yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai