Anda di halaman 1dari 2

JAWABAN TUHAN DALAM BADAI KEHIDUPAN (Ayub 38:1-11) Apa kita tidak boleh berbicara pada Allah dalam

berbicara pada Allah dalam kesesakan?O tidak.


Ada seorang anak yg tiba-tiba, menangis kepada ibunya untuk Bukan itu maksudnya. Kita bisa berbicara pada Tuhan. Bahkan Tuhan
minta dibelikan mainan. Ibu ini, menolak membelikannya karena mengijinkan Ayub protes sampai pasal 37. Tapi, segala jawaban dari
mainan anak itu sudah banyak di rumah. Tetapi si anak menangis dan semua pertanyaan Ayub hanya berujung pada  ayat 11, “ Sampai di sini
menjerit-jerit. Anak itu berpikir dengan semakin dia menangis dan boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu
menjerit maka pasti ibunya akan mengabulkan apa yang dia mau. yang congkak akan dihentikan. Semua perkataan Ayub dan teman-
Tetapi, ibunya justru membiarkan dia menangis yg sejadi-jadinya. temannya itu menunjukkan kalau mereka tidak tahu apa-apa tentang
Karena kehabisan tenaga karena menangis, anak itu merenung apa yang Tuhan.
dilakukan ibunya. Si ibu kemudian mengajak anaknya membeli es krim
dan memberinya pengertian. Si anak itu kemudian melihat memahami Tuhan akhirnya bertanya pada Ayub dalam pasal 39:35, “Apakah si
perkataan ibunya. Dia kemudian mengangguk dan berhenti menangis pengecam hendak berbantah dengan Yang Mahakuasa? Hendaklah yang
dan kembali pulang bersama ibunya. mencela Allah menjawab.” Dan Ayub tertunduk lesu di ayat
Kenapa, saya menceritakan cerita ini, bapak mama semua? Karena 37,”Sesungguhnya, aku ini terlalu hina; jawab apakah yang dapat
percaya atau tidak percaya, sadar atau tidak sadar, reaksi anak yang kuberikan kepada-Mu? Mulutku kututup dengan tangan. Satu kali aku
semacam inilah yang suka ditonjolkan oleh orang Kristen ketika semua berbicara tetapi tidak kuulangi, bahkan dua kali, tetapi tidak
keinginannya tidak dikabulkan Tuhan. Kita memiliki segudang harapan. kulanjutkan.
Segudang keinginan; ini dan itu. Dan ketika badai hidup menerpa;
Semua pergumulan kita di hadapan Tuhan, Saudara! Adalah proses kita
blessss.....jatuhlah kita! Terkejutlah kita. Kita shock. Kita protes. Kita
mengenal Tuhan yang hidup. Kalau semua yang kita mau, dengan
bertanya; kenapa Tuhan? Kenapa? Kita meronta, menjerit, protes,
mudah kita dapatkan, kapan kita belajar untuk mengenal Allah dan
mencoba memukul Tuhan dengan mutung dan meninggalkan Tuhan.
keinginan-Nya? Seperti anak dalam ilustrasi di atas. Kita tidak akan
Siapa bilang, kita tidak boleh punya keinginan? Siapa bilang kita tidak
mungkin bisa berjalan bersama Allah kalau kita tidak merasa Dia dekat
boleh punya harapan? Punya anak-anak yang sehat? Punya jodoh yang
sekalipun kita menangis. Dan itulah yang terjadi ketika kita bergumul.
cantik, tampan, dan mapan? Punya pekerjaan hebat? Dihormati orang?
Allah bukan patung sembahan yang begitu diberi sesajian langsung
Kita bisa kok punya berbagai keinginan. Tapi,tidak semua yang kita
melimpahkan kemakmuran. Dia tidak ingin menjadi Allah yang seperti
inginkan sejalan dengan apa yang Tuhan inginkan. Catat.
itu. Karena itu, Allah bergerak, berpikir. Dia bekerja. Dia ingin anda
dan saya mengenal Dia. Jadi, Dia membiarkan kesulitan itu terjadi
untuk menarik perhatian kita pada Dia dan membuat kita tetap fokus
Apa yang Tuhan lakukan pada Ayub? Dia mengijinkan iblis mencobai kepada Dia.
Ayub. Dia mengijinkan kesengsaraan menimpa Ayub. Anak-anaknya
mati. Istrinya meninggalkan dia. Penyakit menjijikan melekat di Mungkin Allah diam. Seperti ibu di atas. Seperti dalam kisah Ayub.
badannya. Semua hartanya habis. Dia duduk seperti pengemis di Tapi, bukan berarti Dia tidak melihat. Dia mengabaikan. Dia
jalanan. Dan, Ayub protes karena dia saleh. Seharusnya orang saleh, itu mengacuhkan. Dia bekerja. Dia mengamati. Dia siap memberi jawaban
makmur. Seharunya orang saleh itu diberkati. Seharusnya orang percaya tepat pada waktunya. Tapi kapan waktunya? Ini susah dijawab bapa,ibu.
itu tidak menderita. Semuanya sudah diberikan Ayub pada Tuhan. Waktu Tuhan bukan waktu manusia. Dia Maha Kuasa, dan tidak
Setiap pagi dia memberi korban pesembahan pada Tuhan. Tapi terselami. Itu saja yang bisa kita tahu. Kita tidak tahu bagaimana
mengapa Ayub harus menderita? Tuhan tidak adil. Itu pikir Ayub. Itu caranya, tapi bisa bersandar pada Dia.
pikir kita.
Jadi, ujung-ujungnya, dalam setiap doa yang belum terjawab, dalam
Sahabat Ayub; Elifas, Bildad, dan Zofar berusaha mencari letak tangis dan air mata, dan dalam kesulitan hidup, Ayub ingin membagi
kesalahan Ayub. Adakah dosa yang Ayub lakukan. Dan ini yang kita sebuah pelajaran berharga mengenai iman. Iman adalah percaya
membuat bathin Ayub kian perih juga semakin bertanya, apa sungguh ia bahwa Allah MahaKuasa, dan karya-Nya melampaui akal pemikiran
berdosa? Tapi bagaimana reaksi Tuhan? Tuhan tetap diam. Semua kita. HikmatNya tidak terselami. Percuma saja kita bertanya dan
orang itu sibuk bicara, sibuk ngobrol; kenapa begini dan begitu. Sama bertanya, karena jawabannya adalah terserah Tuhan. Kalau Tuhan
seperti banyak orang Kristen, kalau ada musibah; kita sibuk kasak berkenan menjawab, itu hak Tuhan. Meminta kita menanti, itu juga hak
kusuk sana-sini, mencari apa yang salah, mencari siapa yang salah. Tapi Tuhan. Menolak permintaan kita? Terus kita mau apa? Mau protes?
Tuhan tetap diam. Dia mengamati dari Surga, menanti waktu untuk Berbantah? Memang kita siapa sehingga kita sanggup berbantah dengan
memberi jawaban. Yang Maha Kuasa?

Dalam Pasal 38, barulah kita mendengar Tuhan ngomong. Dia datang
dalam badai. Ya, badai! Badai yang dahsyat, ketika Tuhan
memperkenalkan diri kepada Ayub. Tadinya, Ayub hanya menduga-
duga seperti apa Tuhan, tapi sekarang, dalam badai; Tuhan berbicara.
Tuhan langsung menantang Ayub, “Siapa yang tidak berpengetahuan
yang sanggup berbantahan denganku?” Sebuah pertanyaan yang
langsung menghujam bathin Ayub dan mengingatkan Ayub bahwa ia
hanya debu di hadapan Tuhan. Dan kemudian, Tuhan memberondong
Ayub dengan banyak pertanyaan: Di mana Engkau ketika aku
meletakkan dasar bumi? Siapa yang menetapkan ukurannya? Siapa
yang membendung laut? Dan membuat awan menjadi pakaian langit?
Dan mengingatkan Ayub (dan kita juga manusia, akan kecongkakan
kita yang bisa berbantah dengan Allah melalui hidup).
Maka, sikap harus dimiliki dalam hal ini adalah kerendahan hati.
Rendah hati mau tetap mengasihi Tuhan meski banyak hal tidak
terjawab. Kadang kita meronta dan protes, dan Allah biarkan itu karena
kita tidak mungkin bisa memahami maksud dan perkataanNya kalau
kita menjerit dan teriak-teriak terus seperti anak kecil. Kita perlu
menenangkan diri. Kita perlu bersabar, menunggu dan menanti. Kita
perlu percaya bahwa apapun itu, masalah apapun itu, baik itu selesai
atau tidak selesai. Tuhan akan menyelesaikannya bagi kita dengan
caraNya, bukan cara kita. Dan jangan tanya lagi, bagaimana Tuhan akan
menyelesaikannya. Memang siapa kita sehingga kita sanggup berbantah
dengan Yang Maha Kuasa?

Dalam peristiwa ini, Ayub semakin kenal Tuhan yang hidup. Orang
Kristen juga sama. Kita; anda dan saya;  selalu bergumul dengan
masalah-masalah sendiri, keluarga, gereja, dan masyarakat. Dalam hal-
hal yang berat; banyak orang Kristen menyerah. Mereka berbantah dan
langsung lari meninggalkan Tuhan. Yang lainnya, sudah tidak bisa lagi
berpikir soal Tuhan, karena sibuk dengan diri sendiri. Ada juga yang
mengandalkan kekuatan sendiri; Kalau Tuhan gak mau, ya udah, saya
selesaikan dengan cara saya sendiri, dan kemudian ujung-ujungnya
kecewa juga. Hari ini kita belajar merendahkan hati seperti Ayub. Kita
diajak untuk sadar, bahwa kita lemah dan tak sanggup berbantah dengan
Allah. Jadi sebaiknya kita menyerah, tunduk, dan berserah. Tapi juga
jangan hanya pasrah, datanglah dan mendekatlah selalu pada Allah.
Dalam hati yang berserah dan rendah, ada anugerah. Percayalah! Ada
anugerah, dan itu adalah milik orang-orang yang mau dibentuk oleh
Allah dalam masalah.

Anda mungkin juga menyukai