Anda di halaman 1dari 86

KONDISI EKOLOGI MAKROBENTOS PADA EKOSISTEM

MANGROVE DAN LAUT DESA HANURA, KECAMATAN


PADANG CERMIN, PROPINSI LAMPUNG

WILLEM HENDRY SIEGERS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kondisi Ekologi


Makrobentos Pada Ekosistem Mangrove dan Laut Desa Hanura, Kecamatan
Padang Cermin, Propinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpakan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Willem H Siegers
NIM C251090061
RINGKASAN

WILLEM H. SIEGERS. Kondisi Ekologi Makrobentos Pada Ekosistem


Mangrove Dan Laut Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi
Lampung. Dibimbing oleh ENAN M. ADIWILAGA dan YUSLI WARDIATNO.

Perairan hutan mangrove merupakan kawasan yang selalu dipengaruhi


oleh pasang surut air laut, dasar hutan berlumpur dan basah yang kaya bahan
organik. Perairan hutan mangrove rentan terhadap gangguan lingkungan yang
mengarah pada kerusakan, apabila tidak bisa mengurangi kegiatan antropogenik
yang terus terjadi. Jika kegiatan tersebut tidak dikelolah dengan baik akan
merubah kondisi fisika-kimia perairan yang pada akhirnya berdampak semakin
meningkatnya bahan organik terlarut di permukaan badan air maupun dasar
sedimen perairan. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi habitat mangrove dan
struktur komunitas makrobentos. Penurunan berbagai parameter lingkungan akan
sangat jelas dilihat pada komposisi struktur komunitas makrobentos. Penelitian ini
dilaksanakan pada hutan mangrove Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin,
Propinsi Lampung dan dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2012. Penelitian
di lapangan menggunakan metode transek kuadran yang berukuran 1x1 meter dan
dilakukan penarikan transek garis dengan jarak antara transek 10 meter.
Analisis regresi linier parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap jenis-jenis makrobentos menunjukkan hasil yang
berbeda. Beberapa jenis makrobentos yang memiliki hubungan dengan parameter
fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove maupun air laut ditandai
dengan nilai R2>50%. Uji koefisien determinan menunjukkan bahwa spesies
Anadara ferruginea (R2 = 57,9%) dan Chicoreus torrefactus (R2 = 56,2%)
memiliki hubungan nyata terhadap parameter air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut. Nilai koefisien korelasi Anadara ferruginea (76,1%) dan
Chicoreus torrefactus (75,0%) menunjukkan hubungan fungsional antara
makrobentos dan parameter fisika-kimia perairan berbanding lurus.

Kata Kunci: Fisika-kimia perairan, komunitas makrobentos, mangrove dan air


laut
SUMMARY

WILLEM H. SIEGERS. Ecological Condition of Macrobenthos on Mangrove and


Sea Ecosystem in Hanura Village, Padang Cermin Sub-district, Lampung
Province. Supervised by ENAN M. ADIWILAGA and YUSLI WARDIATNO.

Mangrove forest waters is an area that always affected by seawater tide;


soft and always wet substrate with rich of organic materials. Mangrove forest
water is very sensitive to anthropogenic disturbance. Thus, it will increase the
amount of dissolve organic materials on surface, body, and bottom of sediment
waters which will affect the physical-chemical condition of waters and
macrobenthos community. The aim of this study is to describe ecological
condition of macrobenthos in mangrove forest through diversity index, similarity
index, and dominance index; describe physical-chemical parameter condition of
interstisial waters on mangrove sediment and seawater; analyze organic materials
inputs from mangrove leaves against macrobenthos abundance. This research was
conducted in mangrove forest Hanura Village, Padang Cermin Sub-district,
Lampung Province; from February-June 2012; using quadrate transect.
Linier regression analysis shows that have different for physical-chemical
parameter of interstisial water on mangrove sediment. Some macrobenthos have
correlated with physical-chemical interestrial water on the mangrove sediment
with value R2>50%. Coefficient determinan test indicate Anadara ferruginea (R2=
57,9%) and Chicoreus torrefactus (R2= 56,2%) have a real correlation with
interestrial water in mangrove sediment and seawater. Coefficient correlation
value Anadara ferruginea is (76,1%) and Chicoreus torrefactus is (75,0%) was
shown linier relationship between macrobenthos and parameter physical-chemical
waters.

Keywords: Macrobenthos community, mangrove and seawater, physical-chemical


of water,
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KONDISI EKOLOGI MAKROBENTOS PADA EKOSISTEM
MANGROVE DAN LAUT DESA HANURA, KECAMATAN
PADANG CERMIN, PROPINSI LAMPUNG

WILLEM HENDRY SIEGERS

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Majariana Krisanti, SPi MSi
Judul Tesis : Kondisi Ekologi Makrobentos Pada Ekosistem Mangrove Dan Laut
Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi Lampung
Nama : Willem Hendry Siegers
NIM : C251090061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Enan M. Adiwilaga Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumber Daya Perairan

Dr Ir Enan M. Adiwilaga Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 24 Juni 2013 Tanggal Lulus: 01 Agustus 2013


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih dan anugerahNya selama ini sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi
dan meraih gelar magister dari Institut Pertanian Bogor. Adapun penulisan tesis
dengan judul Kondisi Ekologi Makrobentos Pada Ekosistem Mangrove Dan Laut
Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi Lampung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr Ir Enan M. Adiwilaga
selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku anggota
pembimbing, karena dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran telah membimbing
dan banyak meluangkan waktu selama penyusunan dan sampai terselesaikan
penulisan tesis. Dr Majariana Krisanti, SPi MSi, selaku penguji luar komisi yang
sudah memberikan masukan dalam perbaikan tesis. Bapak Dr Ir Enan M.
Adiwilaga selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan dan
seluruh staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Mayor Pengelolaan
Sumber Daya Perairan yang selama kuliah banyak memberikan ilmu pengetahuan
dalam bidang perikanan selama penulis menempuh perkuliahan di Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih tak terhingga kepada orang tua tercinta, Bapak Anthon
Marinus Siegers dan Mama Esterlina Siegers serta seluruh keluarga besar atas
kasih sayang dan pengorbanan, nasehat dan dukungan doa selama ini. Ucapan
terima kasih juga buat Full Time Training Indonesia (FTTI), Bapak Japet
Sembiring dan Keluarga serta semua teman-teman Persekutuan Oikumene dan
Permama Bogor yang selalu menopang dalam doa. Teman-teman Angkatan 2009
Pengelolaan Sumber Daya Perairan atas kebersamaan yang penuh makna selama
berkuliah di IPB.
Penelitian ini juga terlaksana karena bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
ungkapan terima kasih disampaikan kepada Koordinator Kopertis Wilayah XII
Ambon serta stafnya yang sudah memberikan izin dalam melanjutkan studi di IPB
dan Rektor Universitas Yapis Papua (UNIYAP) Jayapura serta staf dosen yang
sudah mendukung selama penulis studi serta Staf Laboratorium Pengujian
Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung yang sudah memberikan izin dalam pengambilan data pada
lokasi penelitian.
Semoga karaya ilmiah ini dapat bermanfaat dan meberikan sumbangan
pada ilmu dan pengetahuan.

Bogor, Juli 2013

Willem Hendry Siegers


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian 2
Hipotesa Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Hutan Mangrove 4
Estuari 5
Komunitas Makrobentos 6
Makrobentos Yang Berasosiasi Dengan Hutan Mangrove 7
Moluska 7
Kepiting 8
Faktor Fisika-Kimia Perairan 8
Suhu 8
Salinitas 9
Derajat Keasaman (pH) 9
Oksigen Terlarut (DO) 9

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian 10
Prosedur Penelitian 11
Pengambilan Sampel Makrobentos 11
Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan 12
Analisis Data 13
Struktur Komunitas Makrobentos 13
Kepadatan Jenis 13
Sebaran Karakteristik Fisika-Kimia Air Interstisial Pada
Sedimen Mangrove dan Air Laut 15
Sebaran Makrobentos Serta Hubungannya Dengan
Karakteristik Fisika-Kimia Air Interstisial Pada Sedimen
Mangrove dan Air Laut 16
Hubungan Parameter Fisika-Kimia Air Interstisial Pada
Sedimen Mangrove dan Air Laut Terhadap Struktur
Komunitas Makrobentos 16

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Umum Lokasi Penelitian 18
Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan 19
Suhu 19
Salinitas 21
Derajat Keasaman (pH) 22
Oksigen terlarut (DO) 23
Struktur Komunitas Makrobentos 24
Komposisi dan Sebaran Makrobentos 24
Indeks Dipersi (Pola Sebaran) Makrobentos 27
Kepadatan Makrobentos 29
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi
Makrobentos 30
Sebaran Karakteristik Fisika-Kimia Air Interstisial Pada
Sedimen Mangrove dan Air Laut 32
Sebaran Makrobentos Berdasarkan Karakteristik Fisika
Kimia Perairan 35
Hubungan Parameter Fisika-Kimia Air Interstisial Pada
Sedimen Mangrove dan Air Laut Terhadap Struktur
Komunitas Makrobentos 37

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan 38
Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 45

RIWAYAT HIDUP 72
DAFTAR TABEL

1 Titik koordinat yang digunakan pada stasiun penelitian 11


2 Parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan
air laut dan biologi makrobentos 13
3 Pola sebaran makrobentos berdasarkan indeks morisita dan uji
khi-kuadrat pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) 28
4 Persamaan regresi linear berganda dan koefisien determinan terhadap
beberapa spesies makrobentos 37
5 Analisis varian parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos berdasarka uji F 37

DAFTAR GAMBAR

1 Skema perumusan masalah 3


2 Lokasi penelitian Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi
Lampung 10
3 Skema sampling makrobentos 12
4 Histogram rata-rata suhu air interstisial pada sedimen mangrove dan
air laut. Tanda bar menunjukkan standar diviasi 20
5 Histogram rata-rata salinitas air interstisial pada sedimen mangrove
dan air laut. Tanda bar menunjukkan standar diviasi 21
6 Histogram rata-rata pH air interstisial pada sedimen mangrove dan
air laut. Tanda bar menunjukkan standar diviasi 22
7 Histogram rata-rata oksigen terlarut (DO) air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut. Tanda bar menunjukkan standar diviasi 23
8 Komposisi spesies (sp) dan jumlah individu (ind) biota makrobentos
pada masing-masing lokasi penelitian 25
9 Persentase komposisi kelas makrobentos pada stasiun A, B dan C di
Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi Lampung 27
10 Histogram kepadatan jenis makrobentos (ind/m2) berdasarkan jarak
(meter) di stasiun A, B dan C. Tanda bar menunjukkan standar diviasi 30
11 Histogram nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E)
dan dominansi (C) spesies makrobentos stasiun A, B dan C. Tanda
bar menunjukkan standar diviasi 32
12 Analisis Komponen Utama (PCA) terhadap parameter fisika-kimia
air interstisial pada sedimen mangrove di lokasi penelitian pada
sumbu 1 dan 2 (A), pengelompokan stasiun berdasarkan karakteristik
fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove (B) 34
13 Analisis Komponen Utama (PCA) terhadap parameter fisika-kimia
air laut di lokasi penelitian pada sumbu 1 dan 2 (A), pengelompokan
stasiun berdasarkan karakteristik fisika-kimia air laut (B) 34
14 Analsisi Koresponden (CA) terhadap parameter fisika-kimia air
interstisial pada sedimen mangrove dan air laut serta kepadatan
individu makrobentos pada sumbu faktorial 1 dan 2 (A, B) 36
DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto lokasi penelitian 45


2 Tabel data parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove, Hasil Analisis Komponen Utama (PCA) Eigenvalues,
korelasi antara variabel dengan faktor, matriks korelasi Person (n)
antara faktor fisika-kimia 46
3 Tabel data parameter fisika-kimia air laut, Hasil Analisis Komponen
Utama (PCA) Eigenvalues, korelasi antara variabel dengan faktor,
matriks korelasi Person (n) antara faktor fisika-kimia 47
4 Hasil Analisis Koresponden (CA) parameter fisika-kimia air interstisial
pada sedimen mangrove; Tabel analisis contigency, Tabel nilai
kontribusi variabel stasiun (%), Tabel nilai kontribusi spesies
makrobentos dan parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove (%) 48
5 Hasil Analisis Koresponden (CA) parameter fisika-kimia air laut;
Tabel analisis contingency, Tabel nilai kontribusi variabel stasiun (%),
Tabel nilai kontribusi spesies makrobentos dan parameter fisika
kimia air laut 49
6 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Terebralia
palustris), Tabel model summary, Tabel anova parameter fisika-kimia
dan spesies makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 50
7 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Cerithium asper),
Tabel model summary, tabel anova parameter fisika-kimia dan spesies
makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 51
8 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Telescopium
telescopium), Tabel model summary, Tabel anova parameter fisika
-kimia dan spesies makrobentos, Tabel coefficients parameter
fisika-kimia 52
9 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Donax scortum),
Tabel model summary, Tabel anova parameter fisik-kimia dan spesies
makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 54
10 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Chicoreus
torrefactus), Tabel model summary, Tabel anova parameter fisik-kimia
dan spesies makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 55
11 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Cerithium
litteratum), Tabel model summary, Tabel anova parameter fisik-kimia
dan spesies makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 57
12 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Acrosterigma
elongatum), Tabel model summary, Tabel anova parameter fisik-kimia
dan spesies makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 58
13 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Callista chione),
Tabel model summary, Tabel anova parameter fisik-kimia dan spesies
makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 59
14 Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Anadara
ferruginea), Tabel model summary, Tabel anova parameter fisik-kimia
dan spesies makrobentos, Tabel coefficients parameter fisika-kimia 61
15 Komposisi spesies makrobentos yang ditemukan pada ke tiga lokasi
penelitian Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi
Lampung 63
16 Foto beberapa spesies makrobentos yang ditemukan pada sedimen
hutan mangrove dan laut Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin,
Propinsi Lampung 68
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan pantai Desa Hanura sebagian besar ditumbuhi hutan mangrove


dan merupakan salah satu kawasan yang subur karena mendapat masukan bahan
organik dari air sungai yang membawa limbah pertanian, aktivitas budidaya ikan
laut yang menghasilkan limbah organik yang mengendap di dasar perairan serta
materi organik serasah daun mangrove pada dasar hutan. Perairan hutan mangrove
merupakan kawasan yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dasar
hutan berlumpur dan basah yang kaya bahan organik. Oleh sebab itu, dapat
dikatakan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi dalam menyediakan
sumber makanan bagi kehidupan biota yang beradaptasi dengannya. Menurut
Kustanti (2011) bahwa hutan mangrove memiliki nilai penting sebagai kunci
utama penyediaan makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove,
seperti udang, kepiting, ikan dan organisme lainnya. Mangrove merupakan daerah
mencari makanan (feeding ground) bagi organisme-organisme yang ada di
dalamnya. Hutan mangrove dijadikan sebagai tempat berkumpul dan tempat
pengasuhan (nursery ground) terutama bagi anak udang, anak ikan dan biota laut
lainnya. Selain itu juga sebagai tempat yang baik dan ideal bagi proses pemijahan
(spawning ground) biota laut yang ada di dalamnya.
Perairan hutan mangrove sangat rentan terhadap gangguan lingkungan
yang mengarah pada kerusakan, apabila tidak bisa mengurangi kegiatan
antropogenik yang terus terjadi. Dampak yang akan ditimbulkan yaitu membawa
tekanan bagi habitat lingkungan abiotik maupun kehidupan biota perairan. Jika
kegiatan tersebut tidak dikelola dengan baik akan merubah kondisi kualitas
perairan yang pada akhirnya berdampak semakin meningkatnya bahan organik
terlarut dipermukaan badan air maupun dasar sedimen perairan. Kondisi tersebut
sangat mempengaruhi habitat mangrove dan struktur komunitas makrobentos.
Hewan makrobentos merupakan organisme air yang hidup dan tinggal di endapan
dasar perairan, baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah sedimen. Bentos
hidup di perairan benthik (Odum, 1971). Hewan makrobentos mendapatkan
makanan dari dua bagian yaitu mikroalga benthik dan guguran dasar atau detritus
yang suatu saat juga dapat tersuspensi oleh adanya pergerakan air (Barnes, 1980).
Hewan makrobentos merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem air
laut. Kelompok polychaeta, crustacea serta mollusca lebih dominan dibandingkan
organisme lain. Perbedaan terletak pada komposisi organisme penyusunnya
(Nybakken, 1993).
Salah satu hal yang sering mengalami perubahan dan ancaman yang sangat
serius adalah terjadinya perubahan faktor kualitas perairan yang banyak menerima
masukan bahan organik baik dari darat maupun laut sehingga berdampak semakin
meningkatnya sedimen lumpur, perubahan air laut menjadi keruh sehingga
mengubah fungsi ekologi hutan mangrove. Menurut Riani (2012) bahwa
ekosistem perairan merupakan ekosistem yang rentan mengalami perubahan. Air
merupakan pelarut yang sangat baik, sehingga berbagai bahan (kecuali yang
memiliki sifat seperti lemak) akan mudah terlarut. Sifat air tersebut seringkali
mengakibatkan begitu mudahnya terjadinya perubahan fisika-kimia perairan.

1
2

Bukan hanya fisika-kimia yang berubah, bagian ekosistem perairan lain pun akan
terpengaruh oleh sifat air tersebut. Bagian ekosistem perairan yang juga dapat
mengalami perubahan adalah sedimen (dasar perairan).
Pengaruh penurunan berbagai parameter lingkungan akan sangat jelas
dilihat pada komposisi struktur komunitas makrobentos. Menurut Prasetyo et al.
(2000) bahwa hewan-hewan makrobentos dapat dianggap lebih mencerminkan
adanya perubahan-perubahan faktor lingkungan pada suatu ekosistem perairan.
Dengan adanya hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk
mengetahui kondisi ekologi habitat pada perairan hutan mangrove dan laut Desa
Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi Lampung, dengan melakukan
pengukuran parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan air
laut serta parameter biologi makrobentos.

Perumusan Masalah

Kawasan hutan mangrove Desa Hanura banyak menerima masukan bahan


organik maupun anorganik baik secara alami maupun dari kegiatan masyarakat di
sekitar perairan. Proses secara alami berupa air hujan yang membawa sedimen
masuk melalui beberapa sungai yang bermuara ke perairan pantai, proses
penghancuran serasah daun mangrove serta aktivitas budidaya ikan laut pada
keramba jaring apung yang banyak membawa limbah organik. Masukan bahan
pencemar yang melebihi ambang batas kemampuan asimilasi ke suatu perairan
dapat menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan perairan hutan mangrove
yang merupakan habitat makrobentos. Kondisi hidrodinamika perairan hutan
mangrove akan mempengaruhi distribusi bahan organik berupa material detritus
yang terakumulasi bercampur dengan adanya pasang surut air laut pada
permukaan air maupun dasar sedimen, selanjutnya akan mempengaruhi kondisi
fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan air laut serta ketersediaan
makanan bagi komunitas makrobentos.
Ketersediaan makanan yang berkurang dan habitat yang semakin terbatas
akan berpengaruh terhadap pergerakan adaptasi serta regenerasi spesies
makrobentos. Struktur komunitas makrobentos tidak akan stabil dan berkelanjutan
jika terjadi dominasi suatu jenis. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan kajian
untuk mengungkapkan kondisi ekologi perairan Desa Hanura, Kecamatan Padang
Cermin, Propinsi Lampung melalui studi komunitas makrobentos. Hasil kajian ini
nantinya akan bermanfaat untuk pengelolaan kawasan perairan pantai Desa
Hanura, Kecamatan Padang Cermin secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Untuk lebih jelasnya, kerangka pendekatan pemecahan masalah dapat disajikan
pada Gambar 1.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1 Mendeskripsikan kondisi ekologi makrobentos pada hutan mangrove dan air
laut melalui indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks
dominansi.
3

Beban masukan
antropogenik : Bahan
organik, anorganik

_
Hidrodinamika

Habitat dan + Hubungan


Komposisi Struktur Komunitas
Makrobentos
Makrobentos Makrobentos
? dengan lingkungan
Parameter fisika-
kimia perairan

Makrobentos

Input Proses Output

Gambar 1. Diagram pemecahan masalah

3
3
4

2 Mendeskripsikan kondisi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen


mangrove dan air laut.
3 Menganalisis hubungan struktur komunitas makrobentos dengan parameter
fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan air laut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi
ekologi habitat perairan hutan mangrove Desa Hanura, Kecamatan Padang
Cermin, Propinsi Lampung yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan kajian
dalam pengelolaan sumberdaya perairan mangrove maupun laut secara lestari dan
berkelanjutan untuk keterpaduan ekosistem.

Hipotesa Penelitian

1 Peningkatan bahan organik berupa sedimen lumpur halus yang masuk ke


perairan baik secara alami maupun aktivitas manusia sangat mempengaruhi
kualitas lingkungan perairan yang berdampak pada populasi komunitas
makrobentos.
2 Perubahan parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove
maupun air laut pada batas tertentu akan mempengaruhi adaptasi dan
kelangsungan hidup komunitas makrobentos.

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove

Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam. Giesen (1993)


menyebutkan luas mangrove Indonesia 2,5 juta hektar. Indonesia merupakan
tempat mengrove terluas di dunia (18–23%) melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria
(1,1 juta ha) dan Australia (0,97 juta ha) (Spalding et al., 1996). Mangrove terluas
di Indonesia terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan
978.200 ha (28%) dan Sumatera 673.300 ha (19%) (Dit. Bina Program INTAG,
1996). Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove tumbuh dan
berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki sungai yang besar dan
terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh dengan sistem lingkungan lain di
daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di daerah tersebut.
Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas,
tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut
air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari
gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah
pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak
mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai,
pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove tidak atau sulit tumbuh
di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat,
karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang
diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).
5

Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti suatu


pola zonasi. Pola zonasi berkaitan erat dengan faktor lingkungan seperti tipe tanah
(lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan terhadap hempasan gelombang,
salinitas, serta pengaruh pasang surut. Pembentukan zonasi dimulai dari arah laut
menuju daratan, yang terdiri dari Avicennia dan Sonneratia yang berada paling
depan dan langsung berhadapan dengan laut. Zona dibelakangnya berturut-turut
adalah tegakan Rhizophora dan Bruguiera. Bila dibandingkan dengan hutan
daratan, hutan mangrove memiliki produktivitas primer yang paling tinggi.
Organisme pengurai atau dekomposer yang hidup di dasar perairan
menghancurkan luruhan daun mangrove hingga menjadi detritus yang akhirnya
menjadi zat hara. Kecepatan dekomposisi daun dari masing-masing spesies
mangrove berbeda-beda. Proses dekomposisi daun Avicennia berlangsung dua kali
lebih cepat ketimbang daun Rhizophora, masing-masing memerlukan waktu 20
hari dan 40 hari untuk menghilangkan setengah dari biomassa awal. Perbedaan
tersebut terletak pada bentuk strukturnya: daun Avicennia relatif lebih tipis bila
dibandingkan dengan Rhizophora (Dahuri, 2003).
Proses dekomposisi daun mangrove menciptakan rantai makanan detritus
yang kompleks, sehingga memperkaya produktivitas hewan bentos yang hidup di
dasar perairan. Kehadiran organisme dekomposer yang melimpah merupakan
sumber makanan bagi berbagai jenis larva ikan, udang, dan biota lainnya yang
sudah beradaptasi sebagai pemakan dasar. Detritus yang dihasilkan tidak hanya
menjadi dasar bagi pembentukan rantai makanan di ekosistem mangrove, tetapi
juga penting sebagai sumber makanan dan nutrien bagi biota perairan pantai yang
berada dekat dengan estuari. Pengangkutan detritus ke arah perairan pantai
dikontrol melalui mekanisme pasang surut (Odum & Heald, 1974; Odum &
Johanes, 1975).
Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman jenis
yang tertinggi di dunia. Sejauh ini di Indonesia tercatat ada 202 jenis tumbuhan
mangrove yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis tumbuhan
memanjat (liana), 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit, dan 1 jenis tumbuhan paku.
Dari 202 jenis tersebut, hanya 43 jenis yang merupakan mangrove sejati (true
mangrove). Tumbuhan mangrove sejati di dunia tercatat ada 60 jenis. Beberapa
genera pohon mangrove yang umum dijumpai di pesisir Indonesia adalah bakau
(Rhizophora sp.), api-api (Avicennia sp.), pedada (Sonneratia sp.), tanjang
(Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), tengar (Ceriops sp.), dan buta-buta
(Exoecaria sp.) (Dahuri, 2003).

Estuaria

Wilayah estuari merupakan pesisir semi tertutup (semi-enclosed coastal)


dengan badan air mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka (open sea) dan
kadar air laut terlaut dalam air tawar dari sungai (Leeder, 1982). Pada wilayah
tersebut terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan,
sehingga air menjadi payau (brackish). Wilayah ini meliputi muara sungai dan
delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuari dan hamparan lumpur dan pasir
yang luas. Wilayah ini juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis,
karena selalu terjadi proses perubahan baik lingkungan fisik maupun biologis.

5
6

Bercampurnya masa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuari
memiliki keunikan tersendiri, yaitu dengan terbentuknya air payau dengan
salinitas yang berfluktuasi. Perubahan salinitas ini dipengaruhi oleh air pasang dan
surut serta musim. Selama musim kemarau, volume air sungai berkurang sehingga
air laut dapat masuk sampai ke arah hulu, dan menyebabkan salinitas di wilayah
estuari menjadi meningkat. Pada musim penghujan air tawar mengalir dari hulu ke
wilayah estuari dalam jumlah besar, sehingga salinitas menjadi turun/rendah
(Supriadi, 2001).
Adanya aliran air tawar yang terjadi terus-menerus dari hulu sungai dan
adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkut mineral-
mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat
menunjang produktifitas perairan di wilayah estuari yang melebihi produktivitas
laut lepas dan perairan air tawar. Oleh karena itu, lingkungan wilayah estuari
menjadi paling produktif (Supriadi, 2001).

Komunitas Makrobentos

Komunitas hewan makrobentos merupakan hewan dasar yang hidup di


endapan dasar perairan, baik yang merayap, menggali lubang atau melekatkan diri
pada substrat (sessile) (Odum, 1971). Menurut Welch (1952) bahwa yang
termasuk makrofauna bentik adalah seluruh organisme yang berada pada dasar
perairan, baik dasar perairan yang dangkal maupun dasar perairan yang dalam.
Sedangkan menurut Cole (1979) menyatakan bahwa makrofauna bentik adalah
hewan dasar yang dapat tertangkap dengan alat penyaring atau pengayak
berukuran lebih besar dari 0,417 mm.
Berdasarkan ukuran tubuhnya ada 3 klasifikasi pada bentos yaitu
mikrobentos (<0,1 mm), meiobentos (0,1-1 mm) dan makrobentos (>1 mm).
Sedangkan berdasarkan tempat hidupnya, bentos dapat dikelompokkan sebagai
epifauna yaitu yang hidup menempel pada daun-daun lamun/akar-akar mangrove
dan rumput laut dan diatas dasar laut; dan infauna yaitu yang hidup di dalam
sedimen (Odum, 1971).
Menurut Nybakken (1988) bahwa kelompok organisme dominan yang
menyusun makrofauna di dasar lunak terbagi dalam empat kelompok, yaitu
Polychaeta, Krustacea, Echinodermata dan Moluska. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa berdasarkan pola makannya, fauna bentos dibedakan menjadi tiga macam.
Pertama pemakan suspensi (suspension feeder) yang memperoleh makanannya
dengan cara menyaring partikel-partikel melayang di perairan. Kedua, pemakan
deposit (deposit feeder) yang mencari makanan pada sedimen dan
mengasimilasikan bahan organik yang dapat dicerna dari sedimen. Ke tiga,
pemakan detritus (detritus feeder) yang hanya makan detritus.
Peran hewan makrobentos di perairan sangat penting dalam rantai
makanan (food chain), juga merupakan sumber makanan bagi beberapa ikan dan
sebagai salah satu pengurai bahan organik (Odum, 1971). Hewan makrobentos
memanfaatkan sumber makanan primer yang terdiri dari makanan yang bersifat
pelagik sebagai makanan tersuspensi dan makanan yang bersifat bentik sebagai
makanan terdeposit. Bentuk lain dari deposit yang berbeda dengan makanan
bentos yang sebenarnya diperoleh melalui sedimentasi pada kolam air, termasuk
7

mineral makanan potensial yang tidak tertangkap oleh organisme pelagik. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa input makanan dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu mikroalga bentik dan guguran dasar atau detritus yang suatu saat juga
tersuspensi oleh adanya pergerakan air (Barnes, 1987).

Makrobentos Yang Berasosiasi Dengan Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove diwakili beberapa filum, termasuk Moluska,


Arhropoda, Sipuncula, Nematoda, Nemertean, Plathyhelminthes dan Annelida
(Hogarth, 2007). Moluska dan Krustacea mendominasi komunitas fauna bentik
pada kebanyakan ekosistem mangrove (Fitriana, 2006). Menurut Hogarth (2007)
bahwa krustacea yang paling berlimpah dan beragam adalah Brachyura atau
kepiting sejati dan diantara jenis Brachyura mangrove yang dominan adalah famili
Grapsidae dan Ocypodidae.
Golongan invetebrata merupakan komponen penting ekosistem mangrove,
menyediakan berbagai sumber makanan bagi hewan lain yang lebih tinggi tingkat
trofiknya. Fungsi ekologis invetebrata bentos dapat dilihat dari produksi berjuta
larva invetebrata dalam bentuk meroplankton (hidup sebagai plankton hanya pada
stadia larva), larva ini merupakan sumber makanan bagi populasi ikan. Disamping
itu, invertebrata bentos juga menjaga keseimbangan ekosistem dengan membuat
lubang pada substrat, sehingga air dan udara dapat masuk ke dalam substrat,
karena itu dapat menambahkan oksigen dan unsur hara ke dalam substrat
(Chaudhuri & Chodhury, 1994). Beberapa jenis fauna yang hidupnya berasosiasi
dengan lingkungan mangrove adalah sebagai berikut :

Moluska
Moluska yang dominan menempati hutan mangrove adalah dari kelas
Gastropoda (keong-keongan) yang banyak tinggal secara permanen di wilayah
hutan mangrove. Selain Gastropoda ada juga kelompok lain seperti Sipunculidae,
Polychaeta dan Bivalvia akan tetapi kelimpahannya kecil (Soemodihardjo, 1977).
Fauna yang menempati hutan mangrove terdiri dari dua kelompok, yaitu infauna
yang hidup didalam lubang atau terbenam didalam substrat dan epifauna yang
hidup bebas diatas permukaan substrat.
Jenis-jenis keong yang dominan di hutan mangrove menurut Frith (1977)
adalah dari family Pottamididae, Muriciidae, Onchidiidae dan Ellobiidae.
Sedangkan dari kelas Bivalvia hanya diwakili oleh beberapa jenis Polymesoda
coaxans, Polymesoda expansa, Ostrea cucullata, Gafrarium gibbia, Anadara
antiquata, Engmania aenigmatica dan Enigmonia rosea (Bery, 1975;
Soemodihardjo, 1977).
Penyebaran dan susunan moluska hutan mangrove dipengaruhi oleh
kondisi substrat dan komposisi mangrove. Pada bagian hutan mangrove yang
berbatasan dengan habitat lain akan terlihat jenis-jenis yang berasosiasi lebih erat
dengan masing-masing habitat lain tersebut (Budiman & Dwiono, 1986).
Karena habitat mangrove bersifat khusus, setiap jenis biota di dalamnya
mempunyai kisaran ekologi tersendiri dan masing-masing mempunyai relung

7
8

khusus. Menurut Steernis (1958) bahwa preferensi ekologis ini disebabkan oleh
kombinasi dari faktor-faktor sebagai berikut :
1 Tipe tanah (perbandingan kandungan pasir dan liat).
2 Salinitas (variasi nilai rata-rata harian dan tahunan, frekuensi, kedalaman dan
waktu genangannya).
3 Ketahanan jenis terhadap arus dan ombak.
4 Kondisi pertumbuhan biota muda dalam hubungan dengan ketiga faktor
diatas.

Kepiting
Jenis Uca sp dan Macrophthalmus spp. adalah detritivora yang
mengekstrak makanannya dari sedimen (Micheli et al., 1991). Kepiting mangrove
herbivora memakan langsung serasah mangrove, makanan kepiting Sesarmidae
terdiri dari material mangrove 82% (Poovachiranon & Tantichodok, 1991).
Sesarma meinertii secara umum menyukai daun Bruguiera gymnorrhiza dari pada
Avicenia marina (Micheli et al., 1991). Pilihan makanan tidak dipengaruhi oleh
tannin, kadar air, presentase organik, rasio C:N, atau kekerasan daun. Banyak
kepiting herbivorous, kadang-kadang menyimpan daun di dalam lubang mereka
(Micheli, 1993).

Faktor Fisika-Kimia Perairan

Suhu
Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola
kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan
mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme
perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken,
1988). Kelas Polychaeta akan melakukan adaptasi terhadap kenaikan suhu atau
salinitas dengan aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan membenamkan diri
dibawah permukaan substrat (Alcantara & Weiss, 1991). Peningkatan suhu
perairan akan meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup
didalamya, sehingga konsumsi oksigen menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu
sebesar 1°C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Effendi, 2003).
Suhu yang optimal untuk kepiting rajungan molting ada pada suhu 25°C. Apabila
suhu lebih rendah dari 25°C proses molting akan lambat, sebaliknya bila suhu
lebih tinggi maka akan cepat terjadi namun yang sukses molting sangat sedikit
(Malone & Burder, 1998; Houchheimer, 1988). Rang hidup optimal untuk
kepiting rajungan adalah pada kisaran 21-27°C (Hochheimer, 1988). Untuk jenis
udang hidup normal pada rang suhu 28-32°C, dengan fluktuasi suhu harian 4°C.
Udang akan drop ketika suhu air berada di bawah 15°C.
9

Salinitas
Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme bentos baik secara
horizontal maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya
perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem (Odum, 1993).
Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna
menghindari salinitas yang rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan
mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama (Effendi, 2003).
Menurut Hutabarat & Evans (1985) bahwa kisaran salinitas yang masih mampu
mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya makrobentos adalah 15-35
ppt.

Derajat Keasaman (pH)


Nilai pH (power of Hydrogen) adalah nilai dari hasil pengukuran ion
Hidrogen (H2) didalam air. Air dengan kandungan ion Hidrogen banyak akan
bersifat asam, dan sebaliknya akan bersifat basa (alkali). Secara umum air laut
relatif lebih alkalin (basa) sekitar 8,0 dan air payau relatif kurang dari 8,0. Akan
tetapi organisme laut relatif mampu beradaptasi dengan rang pH yang lebar.
Seperti kepiting tidak sensitif terhadap perubahan pH antara 6,6-8,0 (Malone &
Burden, 1988). Derajat keasaman (pH) merupakan faktor pembatas bagi
organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi
atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup
didalamnya (Odum, 1993). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH < 5 dan > 9
menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi kebanyakan organisme
makrobentos (Hynes, 1978).

DO (Dissolved Oxygen/Oksigen terlarut)


Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang
sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi
kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air
dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses
respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh
ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah
penambahan zat organik (buangan organik) (Connel & Miller, 1995).
Tingkat konsumsi oksigen organisme air sangat tergantung pada suhu,
bobot tubuh, tanaman dan bekteria yang ada dalam perairan. Akumulasi buangan
padat akan meningkatkan biomas bekteri heterotropik, hasilnya meningkatkan
kebutuhan oksigen. Pada kegiatan soft shel kepiting, antara 4-5 mg/l nampak stess
bagi kepiting yang molting, 3-4 mg/l kepiting molting banyak yang mati, 2-3 mg/l
hanya sedikit kepiting yang hidup di saat molting, 1-2 mg/l kepiting mampu
molting (Malone & Burden, 1988).

9
10

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada hutan mangrove Desa Hanura, Kecamatan


Padang Cermin, Propinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada
10513’45”- 10515’0”BT dan 531’15”- 532’30”LS (Gambar 2). Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2012. Penelitian
dilakukan dalam dua kegiatan yaitu pengambilan sampel air interstisial sedimen
mangrove, air laut dan sedimen lumpur untuk analisis makrobentos. Analisis
contoh air dilakukan di Laboratorium Pengujian Kesehatan Ikan dan Lingkungan
Balai Besar Pengembangan Budi daya Laut (BBPBL) Lampung.

Peta Lokasi Penelitian


Skala : 1 : 26.044
105°13'45" 105°15'00" 105°16'15"
DESA HANURA
KECAMATAN PADANG CERMIN
N KABUPATEN PESAWARAN
PROPINSI LAMPUNG
LAMPUNG SELATAN
W E

HURUN
5°31'15" 5°31'15" WILLEM H. SIEGERS
# STASIU N C
NIM. C251090061
# STASIU N B
Pegelolaan Sumberdaya Perairan
# STASIUN A Institut Pertanian Bogor
HANURA 2013

Sumber : Peta RBI Bakosurtanal


Tahun 2000
5°32'30" 5°32'30"

TELUK HURUN

105°13'45" 105°15'00" 105°16'15"

2 0 2 4 Miles

Gambar 2 Lokasi penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu analisis deskriptif kuantitatif.


Penentuan lokasi penelitian menggunakan alat GPS (Global Positioning System)
untuk mendapatkan titik koordinat yang akan digunakan berdasarkan kondisi
hutan mangrove. Dilihat dari kondisi hutan mangrove pada Desa Hanura,
Kecamatan Padang Cermin, Propinsi Lampung, maka titik koordinat yang
digunakan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
11

Tabel 1 Titik koordinat yang digunakan pada stasiun penelitian


Lokasi Habitat
Sub Stasiun Titik Koordinat
Penelitian Perairan
A1 05°31.831”LS-105°14.955”BT Mangrove
Stasiun A A2 05º31.825”LS-105º14.977”BT & laut
A3 05º31.833”LS-105º14.940”BT

B1 05º31.678”LS-105º15.020”BT Mangrove
Stasiun B B2 05º31.705”LS-105º15.023”BT & laut
B3 05º31.709”LS-105º15.025”BT

C1 05º31.589”LS-105º14.837”BT Mangrove
Stasiun C C2 05º31.556”LS-105º14.845”BT & laut
C3 05º31.563”LS-105º14.847”BT

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel makrobentos dilakukan sebanyak 3 kali penarikan


garis transek pada masing-masing stasiun. Pada garis transek diletakkan transek
kuadrat 1x1 meter dan dimasukkan core PVC (paralon) pada sedimen tanah untuk
pengambilan sampel makrobentos saat air laut surut.

Pengambilan Sampel Makrobentos


Berdasarkan kondisi sedimen hutan mangrove dan air laut ditentukan 3
stasiun pengamatan A, B dan C (Gambar 3), yaitu sedimen lumpur hutan
mangrove dan sedimen air laut saat air laut surut. Pada stasiun penelitian
dilakukan penarikan garis transek secara vertikal sejauh 20 meter dari garis pantai
menuju hutan mangrove dan penarikan garis transek sejauh 30 meter dari garis
pantai menuju ke laut. Stasiun yang sudah ditentukan titik koordinat, ditempatkan
transek kuadran 1 x 1 meter (16 sub unit ukuran 25 x 25 cm) setiap jarak 10
meter. Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dari hutan mangrove menuju
ke laut. Pengambilan sedimen lumpur sebanyak 4 kali pengulangan secara acak
dengan menggunakan core PVC berdiameter 50 cm, yang dimasukkan ke dalam
sedimen lumpur sedalam 40 cm. Sedimen lumpur yang telah terangkat
dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian ditransportasikan sampai ke
darat. Sedimen lumpur yang didapat diayak dengan ayakan bertingkat ukuran
mesh 1,0 mm dan 2,0 mm dengan menggunakan air asin, sampai mendapatkan
biota makrobentos yang diinginkan. Sampel makrobentos yang ditemukan
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diawetkan dengan larutan formalin 7%.
Skema pengambilan sampel makrobentos dapat dilihat pada (Gambar 3).

11
12

Darat
Hutan Mangrove

Stasiun A Stasiun B Stasiun C

10 m
1 2 3
Garis transek

2 Hutan Mangrove

20 m
3

Garis pantai

Perairan (Laut)
5

50 m

Keterangan gambar : = jarak garis transek


= jarak transek kuadrat
= garis transek

Kuadrat transek

Unit r=
25 cm
1m 25cm
25 cm

1m

Gambar 3 Skema sampling Makrobentos

Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan


Parameter yang diamati meliputi parameter fisik, kimia dan biologi.
Parameter fisika air interstisial pada sedimen mangrove dan air laut yang diukur
secara in situ adalah suhu, salinitas sedangkan parameter kimia yang Dilakukan di
laboratorium adalah analisis kandungan oksigen terlarut (DO), pH dan
13

makrobentos. Berikut ini adalah parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove, air laut dan biologi makrobentos (Tabel 2).

Tabel 2 Parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan air
laut dan biologi Makrobentos.

Parameter Satuan Alat Pengambilan

Fisika & Kimia Air


Suhu ºC Termometer In situ
pH - pH meter Laboratorium
Salinitas ppt Hand-refraktometer In situ
Oksigen terlarut (DO) mg/l DO-meter Laboratorium
Biologi
Makrobentos Ind/m2 Core PVC (Paralon) In situ, Lab

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengunakan


program SPSS 15.0 dan MINITAB 15. Program ini difungsikan untuk melihat
korelasi struktur komunitas makrobentos dengan parameter fisika-kimia perairan
berupa hasil analisa dalam bentuk regresi linear berganda dan analisis multivarian
dalam bentuk matriks yaitu Analisis Komponen Utama atau Principal componen
analysis (PCA) dan Analisis Koresponden atau Corresponden Analysis (CA),
yang menunjukkan apakah variabel X berpengaruh terhadap Y.

Struktur Komunitas Makrobentos


Identifikasi makrobentos menggunakan buku identifikasi Gosner (1971);
Hansson & Afzelius (1974); Dance (1977) yang mengindentifikasi dari tingkat
kelas, famili, genus dan spesies. Hasil identifikasi ini dianalisis dengan
perhitungan kepadatan jenis (Xi), indeks keseragaman (E), indeks dominansi (C)
dan indeks keanekaragaman jenis Shannon dan Wiener (H’). Penggunaan analisis
struktur komunitas makrobentos mempunyai kelemahan yaitu harus
mengidentifikasi sampai tahap spesies dan dari segi sampling bila tidak ditemukan
biota maka tidak dapat dihitung. Adapun persamaan yang digunakan dalam
menganalisis makrobentos adalah sebagai berikut :

 Kepadatan Jenis
Kepadatan jenis makrobentos dihitung dengan formulasi berikut :

Xi =

13
14

Keterangan : Xi = kepadatan jenis ke-i (ind/m2)


ni = jumlah individu spesies ke-i
A = luas permukaan pengambilan sampel (m2)

 Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis menggambarkan kekayaan jenis atau jumlah jenis
suatu komunitas. Penelitian ini menggunakan nilai indeks keanekaragaman yang
dikemukakan oleh Shanon-Wiener (1949) in (English et al., 1994) dengan rumus :

Keterangan : S = jumlah spesies


H’ = indeks keanekaragaman shannon-wiener
Pi = ni/N
ni = jumlah individu spesies ke-i
N = total individu

 Keseragaman
Keseimbangan penyebaran suatu spesies dalam komunitas dapat diketahui
dari indeks keseragaman Shanon dan Wiener (1949) in Brower et al., (1990) yang
dinyatakan dengan rumus sebagai :

Keterangan :
E = indeks keseragaman
H’ = indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
H max = Ln S
S = jumlah spesies

 Dominansi
Untuk melihat dominansi spesies tertentu pada suatu populasi digunakan
indeks dominansi Simpson (Krebs, 1989) yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :

∑[ ]

Keterangan :
C = indeks dominansi Simpson
ni = jumlah individu ke-i
N = jumlah total individu
15

 Pola Distribusi Makrobentos


Untuk mengetahui pola distribusi makrobentos digunakan Indeks Morisita
(Brower et al., 1990).

Keterangan :
Id = indeks dispersi Morisita
N = total jumlah individu suatu jenis dalam petak contoh
∑X2 = total jumlah individu dalam petak contoh
n = jumlah unit pengambilan contoh

Pola distribusi biota dalam lokasi penelitian diduga dengan menggunakan kriteria
nilai sebagai berikut :
Id = 1; pola dispersi acak
Id < 1; pola dispersi seragam
Id > 1; pola dispersi mengelompok
Untuk menguji kebenaran nilai indeks dispersi tersebut digunakan uji stastistik
Khi-kuadrat (Chi-square) berdasarkan Brower et al. (1990).

Selanjutnya nilai Khi-kuadrat dari hasil perhitungan tersebut dibandingkan


dengan nilai khi-kuadrat pada tabel stasistik dengan menggunakan selang
kepercayaan 95% (α = 0,05). Jika nilai khi-kuadrat hitung lebih kecil dari khi-
kuadrat tabel maka berarti tidak ada perbedaan nyata dengan acak.

Sebaran Karakteristik Fisika-Kimia Air Interstisial Pada Sedimen Mangrove


dan Air Laut

Determinasi sebaran karakteristik fisika-kimia air interstisial pada sedimen


mangrove dan air laut serta struktur komunitas makrobentos antara stasiun
pengamatan menggunakan analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada
Analisis Komponen Utama atau Principal Components Analysis (PCA)
(Legendre, 1984; Foucart, 1985; Bengen et al., 1992).
Analisis komponen utama (PCA) merupakan metode statistik deskriptif
yang bertujuan untuk mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat pada
suatu matriks data dalam bentuk grafik. Matriks data yang dimaksud terdiri dari
stasiun pengamatan sebagai individu statistik (baris) dan karakteristik habitat
sebagai variabel kuantitatif (kolom). Data dari karakteristik habitat tidak
mempunyai unit pengukuran dan ragam yang sama, karena itu sebelum Dilakukan
analisis komponen utama data-data tersebut perlu dinormalisasikan terlebih
dahulu melalui pemusatan dan pereduksian.

15
16

Dengan demikian hasil analisis komponen utama tidak direalisasikan dari


nilai-nilai asli karakteristik habitat, tapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari
kombinasi linear nilai-nilai asli karakteristik habitat (Legendre, 1983; Faucart,
1985).
Korelasi linear antara dua parameter yang dihitung dari indeks sintetiknya
adalah peragam dari kedua parameter tersebut yang dinormalkan. Di antara semua
indeks sintetik yang mungkin, Analisis Komponen Utama mencari terlebih dahulu
indeks yang menunjukkan ragam stasiunnya maksimum. Indeks ini disebut
komponen utama pertama yang merupakan sumbu utama ke satu (F1). Suatu
proporsi tertentu dari ragam total stasiun dijelaskan oleh komponen utama ini.
Selanjutnya dicari komponen utama kedua (F2) yang memiliki korelasi nihil
dengan komponen utama pertama. Komponen utama kedua memberikan
informasi terbesar sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses ini
berlanjut terus hingga diperoleh komponen utama ke-p, dimana bagian informasi
yang didapat dijelaskannya semakin kecil.

Sebaran Makrobentos Serta Hubungannya Dengan Karakteristik Fisika-


Kimia Air Interstisial Pada Sedimen Mangrove dan Air Laut

Evaluasi kuantitatif terhadap sebaran makrobentos antara stasiun


pengamatan dan kaitannya terhadap karakteristik fisika-kimia air interstisial pada
sedimen Dilakukan dengan menggunakan Analisis Korespondensi atau
Correspondence Analysis (CA).
Analisis koresponden ini bertujuan mencari hubungan yang erat antara
modalitas dari dua karakter atau variabel pada variabel matrik data kontingen serta
mencari hubungan yang erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan
antar individu berdasarkan konfigurasi pada tabel atau metrik data disjongtif
lengkap (Bengen, 2000).

Hubungan Parameter Fisika-Kimia Air Interstisial Pada Sedimen Mangrove


dan Air Laut Terhadap Struktur Komunitas Makrobentos

Analisa untuk melihat hubungan parameter fisika-kimia air interstisial


pada sedimen mangrove dan air laut terhadap struktur komunitas makrobentos
dilakukan dengan menggunakan:
1 Analisa Regresi Linier berganda menurut Walpole (1993) dengan rumus:
Yi = βo + β1X1i + β2X2i + …. + βnXni + εi

rumus pendugaannya adalah :


Y = bo + b1X1 + b2X2+ …+ bnXn
Keterangan :
Y = Struktur komunitas makrobentos sebagai variabel
terikat
17

X = parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove


dan air laut sebagai variabel bebas
bo = intersep
b1, b2,b3 = koefisien regresi
2. Korelasi linear momen-hasil kali Pearson menurut (Walpole, 1993) dengan
rumus sebagai berikut :

( )( )
r=
√[ ( ) ][ ( ) ]

Keterangan :
r = koefisien korelasi
n = jumlah data pengamatan
yi = struktur komunitas makrobentos
xi = parameter fisika-kimia perairan
b = slope
s = sidik ragam

Berdasarkan analisis regresi diperoleh bahwa :

JKG =
Dengan membagi kedua sisi persamaan ini dengan , kita memperoleh
hubungan yaitu :

Karena JKG dan s2y keduanya tidak pernah negatif, maka kita simpulkan
bahwa R2 nilainya pasti adalah 0 dan 1. Akibatnya, r mungkin mengambil nilai
dari -1 sampai +1. Nilai r = -1 akan terjadi apabila JKG = 0 dan semua titik contoh
terletak pada satu garis lurus yang mempunyai kemiringan negatif. Bila titik
contoh terletak pada satu garis lurus dengan kemiringan positif, maka JKG = 0
dan kita memperoleh nilai r = +1. Jadi hubungan linear sempurna terdapat antara
nilai-nilai X dan Y dalam contoh, apabila r = +1 atau -1. Bila r mendekati +1 atau
-1, hubungan antara kedua peubah itu kuat dan kita katakan terdapat korelasi yang
tinggi antara keduanya, apabila r mendekati nol, hubungan linear antara X dan Y
sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali (Walpole, 1993).
Nilai koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengetahui keeratan dari
peubah X dan Y. Kisaran nilai R2 yaitu antara 0-1. Jika nilainya lebih besar dari
0,5 atau mendekati 1, maka dapat diartikan bahwa X memiliki peranan terhadap
Y. Besarnya peranan X dan Y, ditelaah dengan sidik ragam regresi. Jika F hitung
lebih besar dari F-tabel berarti peubah X memberikan pengaruh terhadap peubah
Y, demikian pula sebaliknya jika F-hitung lebih kecil dari F-tabel peubah X tidak
memberikan pengaruh terhadap peubah Y.

17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Hutan mangrove yang tumbuh pada lokasi penelitian hampir sebagian besar
sudah mengalami degradasi akibat kepentingan dalam pembangunan. Hal ini
dapat diketahui dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat bahwa hutan
mangrove disekitar Teluk Hurun dibuka pertama kali pada saat proyek
transmigrasi tahun 1969. Pada saat itu hutan mangrove masih dalam kondisi baik
dengan lebar berkisar antara 500-700 meter. Pemanfaatan hutan mangrove
pertama kali untuk membuat arang, kemudian sedikit demi sedikit lahan
mangrove dialihkan menjadi daerah persawahan dan pertambakan. Pada tahun
1982 di bangun proyek pembangunan Balai Budi daya Laut Lampung di Teluk
Hurun. Proyek ini membutuhkan lahan sebesar 5,9 ha yang diperoleh antara lain
dari pembukaan hutan mangrove. Desa Hanura mempunyai luas perairan 1,5 km2
dengan panjang 1,5 km dan lebar 1 km, secara topografi bagian barat daya dan
bagian Selatan landai dengan kedalaman lebih kecil dari 5 meter. Sedangkan
sekitar mulut dan tenggara cukup dalam yaitu 10-15 meter. Terdapat 4 (empat)
sungai kecil yang bermuara di perairan Teluk Hurun, dua sungai di bagian Barat
daya, satu sungai di bagian Selatan dan satu sungai di pantai Barat laut (Kusrini,
1988).
Hutan mangrove pada lokasi penelitian dapat dibagi atas tiga stasiun
(masing-masing stasiun dibagi menjadi tiga sub stasiun). Hutan mangrove stasiun
A terdapat di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sidodadi, ditumbuhi oleh
jenis Rhizophora sp, Avicenia sp dan Sonneratia sp dengan ketebalan 270 meter.
Jenis Avicenia sp dan Sonneratia sp menyebar dari arah darat sampai ke laut,
sedangkan Rhizophora sp dari arah berbatasan laut sampai ke arah darat yang
cukup dominan. Bagian dalam hutan mangrove banyak ditemukan tegakan pohon
yang masih muda dengan perakaran yang rapat sampai di luar berbatasan dengan
laut. Hutan mangrove pada daerah ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas pertanian
dari darat maupun sungai yang kadang mengalir pada saat hujan. Hampir sebagian
besar kehidupan mangrove pada lokasi ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Hutan mangrove pada stasiun B terdapat di sebelah Timur berbatasan
dengan Teluk Lampung, yang menyebar dibelakang Balai Budidaya Laut
Lampung. Mangrove yang tumbuh pada lokasi ini memiliki ketebalan 157 meter.
Pada bagian pesisir laut sampai ke arah tengah ditumbuhi oleh tegakan jenis
Rhizophora sp yang cukup dominan dan Sonneratia sp. Hutan mangrove pada
stasiun ini berdekatan dengan lokasi Budidaya di darat dan agak berjauhan dengan
aktivitas budidaya keramba apung di laut. Hutan mangrove pada stasiun ini
dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan hampir sebagian besar sering digenangi
oleh air laut.
Hutan mangrove Stasiun C terletak di sebelah Utara berbatasan dengan
desa Hanura, ditumbuhi mangrove dengan ketebalan 382 meter, dibagian depan
arah darat terdapat bekas tambak udang yang sudah tidak berfungsi dan hampir
sebagian besar sudah ditumbuhi oleh anakan dan pohon mangrove jenis Avicenia
sp dan Rhizophora sp, juga ditemukan lahan untuk peremajaan mangrove dari
Dinas Kehutanan Lampung dan rumah masyarakat. Hutan mangrove di stasiun ini
19

pada saat surut kelihatan kering dan saat pasang tertinggi air bisa tergenang
sampai ke arah darat. Mangrove di tempat ini dipengaruhi langsung oleh pasang
surut karena daerah ini langsung berhubungan dengan laut. Di sekitar hutan
mangrove lokasi penelitian juga terdapat muara sungai yang sering mengalir pada
saat terjadinya hujan. Sungai ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Karakteristik Fisika-Kimia Perairan

Pasokan air interstisial pada masing-masing stasiun mempunyai penyebaran


yang berbeda-beda. Pasokan air interstisial ini dipengaruhi oleh pasang surut air
laut dan air tawar yang mengalir pada sungai pada waktu tertentu saat terjadinya
hujan, bermuara ke laut bercampur pada saat air pasang serta mengalami
penyerapan ke dalam substrat tanah pada saat surut. Pengambilan sampel air
interstisial pada sedimen mangrove sedalam 20 cm mengunakan core PVC, hal ini
memiliki keeratan terhadap parameter fisika-kimia perairan yang terjadi di hutan
mangrove. Sedangkan sampel air laut diambil pada saat air pasang. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan bahwa ke tiga stasiun penelitian mempunyai substrat
lumpur yang berbeda, terdiri atas sedimen berlumpur halus lunak, berlumpur pasir
dan berpasir. Tipe substrat yang cocok untuk pertumbuhan mangrove adalah
lumpur lunak, yang mengandung silt clay dan bahan-bahan organik yang lembut
(Kordi, 2012). Sedangkan kandungan fisika-kimia air laut diketahui dengan
pengambilan sampel air pada saat air laut pasang.
Pada stasiun A (Desa Sidodadi) substrat sedimen adalah dominan lumpur
berpasir halus, hal ini dapat dilihat bahwa mangrove yang berdekatan dengan laut
hampir sebagian besar substratnya berlumpur halus sampai pada jarak 20 meter
kedalam hutan mangrove, pengamatan secara insitu dilakukan pada saat surut.
Pada stasiun B (Teluk Lampung) substrat sedimennya berpasir halus dan kasar
bercampur lumpur dari arah darat, kemudian liat kearah tengah sampai lumpur
bercampur pasir dan berbatu kearah laut sampai jarak 30 meter. Sedangkan pada
stasiun C (Desa Hanura) kondisi substratnya berlumpur halus dari hutan
mangrove sampai jarak 20 meter ke arah garis pantai sedangkan jarak dari garis
pantai menuju laut berlumpur campur pasir. Berdasarkan kondisi sedimen yang
terdapat pada masing-masing stasiun ini, maka dilakukan pengambilan air
interstisial dan air laut dengan berpatokan pada garis transek sejauh 20 meter ke
arah mangrove dan 30 meter ke arah laut. Beberapa parameter fisika-kimia air
interstisial pada sedimen mangrove dan air laut, yang perlu diketahui adalah
sebagai berikut :

Suhu
Suhu perairan merupakan salah satu faktor penting dalam metabolisme dan
distribusi organisme perairan. Suhu perairan berpengaruh sangat kompleks
terhadap hewan bentos, baik secara langsung maupun melalui interaksi dengan
faktor kualitas air lainnya (Hawkes, 1978). Hasil analisis rata-rata suhu air
interstisial pada sedimen mangrove ke tiga stasiun penelitian berkisar 27,3±0,33–
28,3±0,33°C, suhu terendah terdapat pada stasiun B. Rendahnya suhu air
interstisial pada sedimen mangrove, disebabkan pengukuran dalam hutan
mangrove yang intensitas cahaya matahari sedikit menembus sampai kedalam

19
20

hutan dan pengaruh angin. Sedangkan rata-rata suhu air laut berkisar antara
29,7±0,53-29,9±0,03°C, Suhu air laut tidak berbeda antara ke tiga stasiun
penelitian, cenderung tinggi. Hal ini karena letak lokasi penelitian pada daerah
terbuka dan tidak ditumbuhi mangrove sehingga penetrasi cahaya matahari sangat
maksimal pada permukaan air (Gambar 4).

30,50
30,00
29,50
Suhu Perairan (°C)

29,00
28,50
28,00
27,50
27,00
26,50
26,00
25,50
A B C A B C
Mangrove Laut

Stasiun Penelitian

Gambar 4 Histogram rata-rata suhu air interstisal pada sedimen mangrove dan
air laut. Tanda bar menunjukkan standar diviasi.

Gambar 4 menunjukkan bahwa suhu rendah terdapat pada air interstisial


sedimen mangrove untuk semua stasiun, disebabkan air interstisial berada pada
lapisan sedimen bawah memiliki suhu relatif rendah. Hal ini bisa saja terjadi
karena perbedaan suhu antara lapisan di atas dan di bawah. Suhu air interstisial di
dalam sedimen, kelembaban sedimen tanah serta angin yang bertiup cukup tinggi
pada hutan mangrove. Menurut Wang et al. (2003), angin sekitar teluk
dipengaruhi dua pola musiman yang khas yaitu periode dingin dan musim
kemarau dengan berlaku angin kuat, tetapi sering terganggu oleh perputaran
angin. Hal ini terkait dengan suhu dingin dan periode musim panas dengan
kecepatan angin yang lemah. Pola musiman dari parameter suhu dalam
pengolahan air dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, temperatur dan angin.
Penguapan pada beberapa waktu cukup stabil namun menunjukkan variasi
musiman karena bergantung pada angin, suhu dan kelembaban tersebut. Selain itu
juga, tinggi rendahnya suhu yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor
lingkungan disekitarnya, antara lain pasang surut, kedalaman dan intensitas
cahaya matahari.
Menurut Kordi (2012), suhu yang baik untuk kehidupan mangrove adalah
tidak kurang dari 20°C, sedangkan kisaran musiman suhu tidak melebihi 5°C.
Suhu yang tinggi (>40°C) cenderung tidak mempengaruhi pertumbuhan dan
kehidupan tumbuhan mangrove. Karena tanaman mangrove berada di air atau
berada di lingkungan yang selalu basah, tentu jarang terjadi perubahan suhu air
yang ekstrim yang membahayakan kehidupan tumbuhan mangrove. Sedangkan
pengaruh suhu untuk biota makrobentos itu sendiri masih berada pada kisaran
yang sesuai untuk kehidupan gastropoda, bivalvia dan kelompok bentos yang lain.
21

Menurut Huet (1972), kebanyakan organisme akuatik memiliki suhu optimum


berkisar 20-30°C. Suhu optimum untuk beberapa moluska adalah 30°C.

Salinitas
Analisis rata-rata salinitas air interstisial pada sedimen mangrove stasiun
penelitian berkisar 29,7±0,33-30,0±0,58 ppt, salinitas terendah terdapat pada
stasiun A (29,7±0,33ppt). Hal ini disebabkan lokasi penelitian selalu dipengaruhi
oleh pasang surut air laut yang membawa air tawar bercampur menjadi satu dan
vegetasi mangrove cukup rapat sehingga penguapan cukup rendah. Sedangkan
rata-rata salinitas air laut berkisar 28,3±0,33-30,0±0,00 ppt. Salinitas tertinggi
terdapat pada stasiun B (30,0±0,00 ppt). Hal ini disebabkan pengaruh masukan air
sungai sangat kecil pada saat pengambilan sampel dan penguapan yang tinggi
akibat tidak terdapatnya vegetasi mangrove (Gambar 5).

31,00
30,50
Salinitas Perairan (ppt)

30,00
29,50
29,00
28,50
28,00
27,50
27,00
26,50
A B C A B C
Mangrove Laut

Stasiun Penelitian

Gambar 5 Histogram rata-rata salinitas air interstisial pada sedimen


mangrove dan air laut. Tanda bar menunjukkan standar diviasi

Perbedaan tinggi rendahnya salinitas air laut karena posisinya selalu


terpengaruh aktivitas darat dan faktor alami seperti tingginya curah hujan pada
musim-musim tertentu yang membawa air tawar ke perairan laut melalui sungai,
tinggi rendahnya penguapan air laut sebagai faktor pembatas tergantung dari
sedikit banyaknya vegetasi mangrove dan terjadinya akumulasi bahan organik
serasah mangrove pada dasar perairan. Masukan air tawar ini akan mengalami
percampuran dengan bahan organik serasah daun mangrove yang membusuk serta
sedimen lumpur mangrove saat pasang sangat maksimal pada lapisan dasar
maupun permukaan air. Sedangkan salinitas air interstisial pada sedimen
mangrove berbeda dengan air laut, karena pada saat surut air interstisial masih
terpengaruh dengan air laut. Menurut Brown et al. (1999), berkurangnya karbon
organik terlarut dapat menurunkan salinitas air dan meningkatkan air limbah,
persentase hilangnya dapat menurun salinitas sebesar 15-30 ppt. Selain itu juga
potensial denitrifikasi yang mengkonversi nitrat menjadi gas nitrogen di bawah
kondisi anaerobik, tidak menghambat salinitas sebesar 15-30 ppt. Menurut
Nybakken (1993), perubahan salinitas pada zona intertidal akan menimbulkan

21
22

masalah tekanan osmotik bagi organisme intertidal yang kebanyakan


menunjukkan toleransi yang terbatas terhadap perubahan salinitas. Kisaran yang
masih dapat ditolerir oleh hewan makrobentos adalah salinitas 15-30 ppt.
Ada beberapa jenis tumbuhan mangrove memiliki mekanisme adaptasi
yang tinggi terhadap salinitas, namun bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini
akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga
mengancam kelangsungan hidup (Dahuri, 2003; Kordi, 2012). Nilai salinitas ini
akan mempengaruhi penyebaran dari biota makrobentos dan pada umumnya biota
makrobentos yang hidup pada daerah hutan mangrove dan perairan laut
mempunyai toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas. Selain itu salinitas juga
akan mempengaruhi proses fisiologi dari hewan bentos tersebut.

Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) merupakan faktor pembatas bagi kehidupan
komunitas bentos. Masing-masing jenis organisme mempunyai toleransi yang
berbeda bergantung pada tingkat kejenuhan oksigen terlarut, konsentrasi ion-ion
alkalinitas dan jenis serta stadia organisme (Jones, 1964).
Analisis pH air interstisial pada sedimen mangrove ke tiga stasiun
penelitian berkisar 7,0±0,04-7,3±0,02. Nilai tersebut masih berada pada kisaran
normal. Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata pH air laut berkisar antara
7,5±0,34-8,2±0,00 termasuk kategori tinggi (Gambar 6).

8,50

8,00

7,50
pH Perairan

7,00

6,50

6,00
A B C A B C
Mangrove Laut

Stasiun Penelitian

Gambar 6 Histogram rata-rata pH air interstisial pada sedimen mangrove


dan air laut. Tanda bar menujukkan standar diviasi

Rata-rata nilai pH air interstisial pada sedimen mangrove dengan air laut
berbeda. Tinggi dan rendahnya perbedaan nilai rata-rata pH terjadi karena
pengaruh nitrifikasi pada perairan. Nitrifikasi ini dapat diminimalisir oleh arus
pasang yang bercampur dengan sedimen, sehingga pada saat surut hampir
sebagian besar zat asam tersebut mengendap di dalam sedimen. Menurut
Marchand et al. (2003), karakterisasi lingkungan fisika dan kimia dengan nilai pH
yang lebih asam ditemukan dilapisan permukaan sedimen, hal ini dapat
disebabkan oleh oksidasi besi sulfida lebih dominan dengan pelepasan oksigen
23

dari tanaman, terutama dilapisan permukaan. Dengan demikian, penurunan


potensi redoks dengan kedalaman mungkin terkait untuk kerapatan yang lebih
rendah dari akar tanaman dilapisan lebih dalam. Spesies mangrove mampu
mengubah potensial redoks (yaitu oleh oksidasi) dari sedimen dengan
memindahkan oksigen yang diserap pada struktur tanah atas untuk dibawah ke
akar tanah (Mckee et al., 1988; Mckee, 1993). Ritvo et al. (2003) menyatakan
bahwa reaksi reduksi kebanyakan melibatkan konsumsi ion hidrogen
menyebabkan peningkatan pH. Nilai pH pada suatu perairan akan mempengaruhi
sebaran faktor kimia perairan. Hal ini juga akan mempengaruhi sebaran organisme
yang metabolismenya bergantung pada sebaran faktor-faktor kimia tersebut
(Odum, 1993). Standar baku mutu toleransi organisme terhadap pH air laut
normal, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup KEP
No.51/MENLH/I/2004 berkisar antara 7-8,5. Berdasarkan hal tersebut maka dapat
diasumsikan bahwa kisaran pH air interstisial pada sedimen mangrove dan
perairan laut yang terdapat di lokasi penelitian masih sesuai dengan standar baku
mutu air untuk menunjang kehidupan makrobentos. Oleh sebab itu pH yang
kurang dari 5 dan lebih besar dari 9 menciptakan kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan. Menurut Effendi (2003), nilai pH sangat mempengaruhi proses
biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.

Oksigen Terlarut (DO)


Analisis rata-rata oksigen terlarut (DO) air interstisial pada sedimen
mangrove untuk semua stasiun penelitian tidak berbeda yaitu 1,52±0,01–
1,53±0,00 mg/l. Kandungan rata-rata DO air interstisial pada sedimen mangrove
cukup rendah. Sedangkan rata-rata kandungan oksigen terlarut (DO) pada air laut
cukup tinggi berkisar 2,35±0,83-5,10±0,06 mg/l. Kandungan oksigen terlarut pada
stasiun B arah laut (5,10±0,06 mg/l) masih termasuk dalam kisaran normal
sedangkan stasiun A arah mangrove (1,52±0,01 mg/l) kandungan oksigen
terlarutnya cukup rendah (Gambar 7).

6,00
5,00
DO Perairan (mg/l)

4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
A B C A B C
Mangrove Laut

Stasiun Penelitian

Gambar 7 Histogram rata-rata oksigen terlarut (DO) air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut. Tanda bar menunjukkan standar
diviasi

23
24

Kandungan oksigen terlarut air interstisial pada sedimen mangrove


cenderung lebih rendah dari pada air laut. Tinggi dan rendahnya kandungan
oksigen terlarut terjadi karena substrat tanah banyak terdiri atas endapan lumpur
halus berwarna hitam yang berasal dari pembusukan serasah mangrove maupun
sedimen lumpur dari darat, yang mengalami percampuran menjadi satu saat
pasang dan surut air laut. Sumbangan bahan organik baik dari darat dan alami ini
banyak menghasilkan bahan organik berupa lumpur yang cenderung lebih tinggi,
sehingga kebutuhan oksigen terlarut juga relatif lebih kecil. Endapan lumpur yang
lunak dan halus ini mungkin saja tidak memberikan ruang atau sedikit terjadinya
penguraian oksigen terlarut ke tanah. Menurut Kep No.51/MENLH/2004, bahwa
konsentrasi oksigen terlarut air laut yaitu >5 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut
bervariasi menurut waktu, musim, kesuburan tanah dan organisme akuatik.
Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang hari dan rendah
pada malam hari (Rachmawani, 2007). Nurgayah (2011) menyatakan bahwa
kandungan oksigen terlarut di bawah 2 mg/l dapat menyebabkan kematian bagi
organisme.
Rendahnya kandungan oksigen terlarut pada hutan mangrove, erat
hubungannya dengan tingkat pengendapan sedimen lumpur yang cukup tinggi
sehingga menyebabkan kekeruhan perairan, perbedaan suhu serta salinitas yang
tinggi. Konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya suhu, salinitas serta proses dekomposisi dan respirasi
organisme (Tis’in, 2008). Menurut Muchtar & Azkab (1998), faktor yang
mengendalikan gas-gas terlarut termasuk oksigen dalam laut ialah suhu dan
salinitas. Banyaknya oksigen yang dapat terlarut ditentukan oleh dua faktor utama
yaitu suhu dan salinitas, oksigen mudah terlarut pada suhu 0°C sekitar 10 ml/l.
Sedangkan jika suhu naik 30°C akan terjadi kejenuhan oksigen sekitar 5,6 ml/l.
Penurunan kadar oksigen yang disebabkan oleh kenaikan suhu dan salinitas
mungkin tidak begitu serius, tetapi sangat sensitif pada bentuk kehidupan yang
ekstrim terhadap turun-naiknya suhu dan konsentrasi oksigen terutama pada
daerah pasang surut.

Struktur Komunitas Makrobentos

Komposisi dan Sebaran Makrobentos


Komposisi spesies makrobentos yang ditemukan pada ke tiga lokasi
penelitian terdiri atas 46 famili, 72 genera, 4 kelas dan 95 spesies. Jumlah total
individu yang ditemukan pada ketiga lokasi sebanyak 1207 individu. Spesies
makrobentos sangat beragam, dengan jumlah spesies paling banyak ditemukan di
stasiun B (52 spesies) dan paling sedikit ditemukan di stasiun A (39 spesies).
Jumlah spesies yang banyak di stasiun B tidak menunjukkan jumlah individu yang
yang banyak pula, karena jumlah individu yang paling banyak terdapat di stasiun
C (438 individu) dan jumlah individu paling sedikit terdapat di stasiun A (366
individu). Jumlah spesies dan jumlah individu pada masing-masing lokasi
ditunjukkan pada Gambar 8.
25

51 sp 39 sp
438 ind 366 ind

A
B
C

52 sp
403 ind

Gambar 8 Komposisi spesies (sp) dan jumlah individu (ind) biota makrobentos
pada masing-masing stasiun penelitian

Kondisi fisika-kimia lingkungan mangrove dan air laut lebih berpengaruh


terhadap kepadatan infauna (bivalvia) dan epifauna (gastropoda) yang ditemukan
pada lokasi penelitian. Makrobentos yang berasosiasi dengan hutan mangrove dan
laut yang berbeda tipe habitatnya dan juga berbeda dari kandungan sedimen
lumpurnya, juga ditemukan beberapa spesies makrobentos yang sama. Hal ini
dapat dilihat bahwa makrobentos yang ditemukan pada ke tiga stasiun penelitian
baik pada sedimen mangrove dan laut memiliki komposisi spesies yang bervariasi.
Menurut Cappenberg & Panggabean (2005), selain pemangsaan atau kompetitor,
lingkungan fisik dan kimia perairan yang kurang baik dapat menyebabkan
terjadinya perbedaan dalam hal kepadatan maupun jumlah jenis. Pada stasiun A
(Desa Sidodadi) arah mangrove ditemukan (58 ind) sedangkan arah laut
ditemukan (308 ind), kemudian stasiun B (Teluk Lampung) arah mangrove
ditemukan (105 ind) dan arah laut (298 ind) sedangkan stasiun C (Desa Hanura)
ditemukan (102 ind) dan arah laut (336 ind) spesies makrobentos. Keseluruhan
komposisi spesies makrobentos baik infauna (bivalvia, polychaeta) dan epifauna
(gastropoda dan crustacea) dapat dilihat pada Lampiran 15.
Komposisi kelas makrobentos yang ditemukan selama pengambilan
sampel terdiri dalam empat kelas, yaitu gastropoda, bivalvia, krustacea dan
polychaeta. Jumlah individu makrobentos yang didapat pada masing-masing
stasiun menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Nilai persentase komposisi kelas
makrobentos pada stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Kehadiran jenis
makrobentos pada semua stasiun di dominasi oleh kelas bivalvia, juga ditemukan
jenis makrobentos dari kelas gastropoda yang memiliki persentase tinggi pada
stasiun B sebesar (44%). Sedangkan kelas krustacea dan polychaeta ditemukan
dalam jumlah persentase jenis yang rendah untuk semua stasiun pengamatan.
Komposisi kelas makrobentos yang paling banyak didapat adalah jenis
bivalvia dengan persentase tertinggi terdapat pada stasiun C (55%) dan terendah
pada stasiun B (48%). Jenis yang banyak ditemukan adalah genus Donax scortum,
Callista chione. Jenis Bivalvia dan gastropoda, selain disebabkan oleh
komposisinya di alam berbeda juga erat kaitannya dengan kemampuan
membenamkan diri ke dalam substrat untuk menghindari hempasan arus terutama
pada perairan laut yang berarus besar. Barnes (1980) menyatakan bahwa jenis
bivalvia mampu membenamkan diri pada kedalaman 12-25 cm. Banyaknya jenis

25
26

bivalvia yang ditemukan di perairan laut karena bivalvia (khususnya Donax


scortum) dapat bergerak ke atas dan ke bawah serta membenamkan dirinya di
pantai dengan sangat cepat (dalam waktu detik) dan siap untuk mencari makanan
pada saat ombak kembali ke laut setelah pecah di pantai (Brafield, 1978).
Sedangkan kelompok gastropoda memiliki persentase tertinggi kedua, terdapat di
stasiun B (44%) sedangkan persentase terendah terdapat pada stasiun A (30%)
ditemukan genus Cerithium sp. dan Terebralia sp. Tallmark (1980) menyatakan
bahwa secara keseluruhan gastropoda menunjukkan adaptasi khusus pada
beberapa lingkungan yang berbeda-beda di pesisir non-pasang surut, sedimen
dasar yang lembut. Pembenahan larva veliger gastropoda sangat tidak teratur dan
biasanya hanya terjadi dimana kandungan organik substrat cukup tinggi pada air
yang lebih dalam. Gastropoda, khususnya yang berukuran kecil (15 mm) sangat
tertarik pada substrat yang kaya detritus, sedangkan yang lebih besar berkumpul
di kanion. Perubahan dalam kebiasaan makan dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi kompetisi intraspesifik antara gastropoda kecil dan besar.
Kelompok krustacea dengan persentase tertinggi terdapat pada stasiun A (9%)
sedangkan persentase terendah pada stasiun C (3%). Pada kedua stasiun ini tidak
ada jenis yang dominan karena jumlah jenis yang hadir cukup kecil, sedangkan
kelompok Polychaeta dengan persentase tertinggi terdapat pada stasiun A (9%).
Sedangkan persentase terendah terdapat pada stasiun C (2%). Stasiun-stasiun yang
ditemukan jenis krustacea dan polychaeta tidak ada yang tinggi karena jumlah
kehadiran jenisnya kecil.
Tinggi rendahnya persentase komposisi kelas makrobentos dipengaruhi
oleh lingkungan yang mendukung dengan persedian makanan yang cukup serta
kemampuan daya adaptasi makrobentos pada kondisi substrat berlumpur saat
surut maupun pasang sangat mendukung. Menurut Stieglitz et al. (2013), hutan
mangrove surut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masukan
biogeokimia terlarut dari garis pantai tropis. Bagian penting dari siklus
biogeokimia dalam ekosistem mangrove terjadi di permukaan lantai hutan bagian
bawah. Hal ini mengkuantifikasi proses fisik yang mendasari, yaitu pembilasan
pasang surut dari liang, yang mendukung ekspor yang signifikan dan
berkesinambungan dari bahan organik dan anorganik terlarut lantai hutan
mangrove ke laut pesisir. Hal tersebut ada kaitannya dengan jumlah persentase
kehadiran makrobentos pada daerah pasang surut mangrove dan perairan laut.
Kehadiran makrobentos pada sedimen perairan laut lebih tinggi jika di
bandingkan pada sedimen mangrove.
27

Makrobentos Makrobentos
9% stasiun A stasiun B
9% 5% 3%
Gastropoda Gastropoda
30% Bivalvia Bivalvia
Crustacea Crustacea
Polychaeta Polychaeta
52% 44%
48%

3% Makrobentos
2% stasiun C

Gastropoda
Bivalvia
40%
Crustacea
55%
Polychaeta

Gambar 9 Persentase komposisi kelas makrobentos pada stasiun A, B dan C di


Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Propinsi Lampung

Indeks Dispersi (Pola Sebaran) Makrobentos


Pola sebaran makrobentos yang ada pada ke tiga lokasi penelitian dapat
dilihat pada Tabel 3. Sebaran makrobentos ini diketahui berdasarkan perhitungan
Indeks Morisita (Id), dan selanjutnya di uji dengan uji khi-kuadrat (X2) dan
hasilnya dibandingkan dengan nilai tabel khi-kuadrat pada selang kepercayaan
95% (α = 0,05). Data makrobentos yang diambil merupakan data dari 10 spesies
dengan jumlah individu paling banyak (dominan) pada tiap lokasi. Hasil
perhitungan menunjukkan pola sebaran makrobentos terjadi mengelompok,
seragam dan acak. Jenis yang tergolong acak dan seragam (Cerithium asper,
Anadara ferruginea, Terebralia palustris, Donax scortum, dan Callista chione).
Nybakken (1993) menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan pola
penyebaran dari hewan bentos adalah interaksi antar populasi. Interaksi tersebut
dapat berupa persaingan, pemangsaan serta adanya hubungan antar populasi yang
dapat bersifat mutualisme, komensalisme ataupun parasitisme. Faktor lingkungan
lain yang dapat mempengaruhi penyebaran makrobentos adalah potensial redok
sedimen yang juga erat kaitannya dengan ketersediaan oksigen terlarut dalam
sedimen. Jones et al. (1990) menjelaskan bahwa kedalaman dan komposisi
sedimen berkorelasi dengan sejumlah faktor fisika dan kimia misalnya pergerakan
air, suplai oksigen dan nutrisi mempengaruhi pola penyebaran makrobentos.
Spesies makrobentos dengan pola penyebaran mengelompok, memiliki
jumlah individu yang banyak, seperti Cerithium asper dan Callista chione di
stasiun A (Desa Sidodadi) arah mangrove sedangkan arah laut terdapat spesies
Cerithium arcticulatum dan Donax scortum, stasiun B (Teluk Lampung) arah
mangrove ditemukan spesies Terebralia palustris dan Telescopium telescopium

27
28

sedangkan arah laut terdapat spesies Columbella mercatoria, Ostrea edulis dan
Pseudochama corrugata sedangkan di stasiun C (Desa Hanura) arah mangrove
ditemukan spesies Cerithium asper sedangkan arah laut ditemukan spesies
Anadara ferruginea dan Callista chione. Kesepuluh spesies ini tergolong stadia
anakan dan dewasa baik gastropoda (arah mangrove lebih dominan dengan
substrat dasar berlumpur) sedangkan bivalvia (arah laut lebih dominan dengan
substrat dasar lumpur berpasir).

Tabel 3 Pola sebaran makrobentos berdasarkan indeks morisita dan uji khi
kuadrat pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05)

X2 Pola
Stasiun Habitat Spesies Id
Hitung Tabel distribusi
Mangrove Terebralia palustris 1,843 22,806 3,340 Mengelompok
Cerithium asper 7,715 80,220 3,340 Mengelompok
Telescopium telescopium 2,435 32,410 3,340 Mengelompok
Callista chione 6,814 74,222 3,340 Mengelompok
A Laut Terebralia palustris 0,726 -7,048 3,340 Seragam
Cerithium asper 2,209 29,011 3,340 Mengelompok
Telescopium telescopium 1,803 22,078 3,340 Mengelompok
Cerithium articulatum 4,274 53,742 3,340 Mengelompok
Donax scortum 3,660 47,546 3,340 Mengelompok
Callista chione 0,079 -87,013 3,340 Seragam
Mangrove Terebralia palustris 6,871 63,180 3,340 Mengelompok
Cerithium asper 1,060 4,552 3,340 Acak
Anadara ferruginea 1,105 5,648 3,340 Acak
Telescopium telescopium 11,129 84,037 3,340 Mengelompok
B Laut Terebralia palustris 1,060 4,552 3,340 Acak
Cerithium asper 0,480 -16,359 3,340 Seragam
Columbella mercatoria 6,257 59,512 3,340 Mengelompok
Ostrea edulis 8,25 70,699 3,340 Mengelompok
Pseudochama corrugata 9,898 78,640 3,340 Mengelompok
Mangrove Terebralia palustris 2,565 32,351 3,340 Mengelompok
Cerithium asper 10,421 90,140 3,340 Mengelompok
Donax scortum 0,573 -13,449 3,340 Acak
Laut Terebralia palustris 0,822 -2,784 3,340 Acak
C Cerithium asper 1,338 11,717 3,340 Acak
Cerithium litteratum 2,949 37,122 3,340 Mengelompok
Anadara ferruginea 8,533 80,217 3,340 Mengelompok
Tellina donacina 5,148 57,961 3,340 Mengelompok
Donax scortum 0,141 -58,606 3,340 Acak
Callista chione 9,407 84,971 3,340 Mengelompok
29

Tabel 3 menunjukkan bahwa spesies Cerithium asper yang ditemukan di


stasiun A (Desa Sidodadi) arah hutan mangrove mengelompok pada substrat
berlumpur. Spesies ini juga ditemukan di stasiun C (Desa Hanura) pada tipe
substrat berlumpur, namun dalam jumlah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa
spesies Cerithium asper lebih menyukai tipe substrat lumpur, dan spesies ini
memiliki kemampuan daya adaptasi yang tinggi pada tipe substrat yang berbeda.
Spesies lain yang ditemukan mengelompok yaitu Callista chione (kelompok
bivalvia) yang ditemukan di stasiun A (Desa Sidodadi) arah mangrove dengan
substrat dasar lumpur berpasir dan juga di temukkan pada stasiun C (Desa
Hanura) arah laut dengan substrat dasar lumpur berpasir.

Kepadatan Makrobentos
Kepadatan spesies makrobentos yang ditemukan pada ke tiga lokasi
penelitian ditunjukkan pada Gambar 10. Nilai kepadatan tinggi terdapat pada
stasiun C (Desa Hanura) dan Stasiun B (Teluk Lampung). Secara keseluruhan
kisaran nilai kepadatan tinggi terdapat pada arah laut untuk ketiga stasiun
penelitian. Stasiun A (Desa Sidodadi) kisaran nilai kepadatan tertinggi pada arah
laut jarak 30 meter (829±57,80 ind/m2) sedangkan rendah pada arah hutan
mangrove jarak 20 meter (138±12,54 ind/m2). Stasiun B (Teluk Lampung) kisaran
nilai kepadatan tinggi pada arah laut jarak 30 meter (550±47,17 ind/m2)
sedangkan rendah arah hutan mangrove jarak 20 meter (273±14,19 ind/m2).
Sedangkan stasiun C (Desa Hanura) kisaran nilai kepadatan tinggi arah laut jarak
10 meter (669±43,46 ind/m2) dan rendah arah hutan mangrove jarak 10 meter
(239±17,47 ind/m2).
Tinggi rendahnya kepadatan makrobentos sangat dipengaruhi oleh berbagai
kondisi lingkungan di sekitarnya. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh
adalah ketersediaan makanan dan adanya oksigen terlarut yang cukup. Perubahan
secara mendalam dan komposisi sedimen biasanya berhubungan dengan
perubahan sejumlah faktor fisika lainnya (misalnya pergerakan air, suplai oksigen,
nutrisi) (Richter & Sarnthein, 1977; Jones et al., 1990). Secara keseluruhan,
kekayaan jenis cenderung meningkat dari sedimen kasar, kecuali pada saat surut
untuk sedimen kasar, dimana jumlah spesies yang ditemukan rendah (Jones et al.,
1990). Meningkatnya kekayaan spesies sehubungan dengan peningkatan
kekerasan sedimen, sehingga merupakan pola berulang dalam komunitas sedimen
lunak (Jones et al., 1990).
Kepadatan jenis Anadara ferruginea dan Cerithium asper yang tinggi pada
stasiun B (Teluk Lampung) dan kelimpahan jenis Donax scortum dan Terebralia
palustris pada stasiun C (Desa Hanura) berkaitan juga dengan gradien daerah
pasang surut (intertidal) sebagai habitat makrobentos. Menurut Wells (1994),
perbedaan tinggi rendahnya nilai kepadatan dan keanekaragaman jenis dapat
disebabkan oleh perbedaan karakter substrat yang ada dalam komunitas.

29
30

1000
A

Kepadatan Makrobentos
800
600
(Ind/m2) 400
200
Xi
0
20 10 10 20 30
Mangrove Garis Laut
pantai

Jarak transek antar habitat


700
B 600
Kepadatan Makrobentos

500
400
300
(Ind/m2)

200
100 Xi
0
20 10 10 20 30
Mangrove Garis Laut
pantai

Jarak transek antar habitat

800
700
Kepadatan Makrobentos

600
500
400
C
(Ind/m2)

300
200
100 Xi
0
20 10 0 10 20 30
Mangrove Garis Laut
pantai

Jarak transek antar habitat

Gambar 10 Histogram kepadatan jenis (ind/m2) makrobentos berdasarkan jarak


(meter) di stasiun A, B dan C. Tanda bar menunjukkan standar
diviasi

Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrobentos


Hasil analisis nilai indeks makrobentos stasiun A (Desa Sidodadi) dapat
dilihat pada Gambar 11A. Nilai keanekaragaman (H’) stasiun A arah laut tinggi
31

pada jarak 10 meter (2,33±0,21) dan rendah pada arah hutan mangrove jarak 10
meter (1,57±0,12). Secara keseluruhan, kisaran nilai keanekaragaman pada arah
hutan mangrove dan laut tergolong rendah. Sebaliknya indeks keseragaman (E)
tertinggi terdapat pada stasiun A arah laut jarak 10 meter (0,82±0,04) dan
terendah arah hutan mangrove jarak 10 meter (0,71±0,06). Secara keseluruhan
indeks keseragaman arah hutan mangrove dan laut tergolong tinggi. Sedangkan
indeks dominansi (C) menunjukkan nilai yang rendah (tidak mendekati angka 1,
baik arah hutan mangrove maupun laut) pada lokasi penelitian.
Hasil analisis nilai indeks makrobentos stasiun B (Teluk Lampung) pada
hutan mangrove dan laut dapat dilihat pada Gambar 11B. Nilai keanekaragaman
(H’) pada stasiun B arah laut untuk semua jarak tinggi, jarak yang paling tertinggi
30 meter (3,09±0,10) dan paling rendah arah mangrove jarak 20 meter
(2,29±0,10). Secara keseluruhan kisaran nilai indeks keanekaragaman pada
stasiun B arah hutan mangrove dan laut cukup tinggi. Sebaliknya indeks
keseragaman (E) tertinggi terdapat di stasiun B jarak 30 meter (0,89±0,02) dan
terendah arah hutan mangrove jarak 20 meter dan laut jarak 10 meter (0,84±0,03).
Secara keseluruhan nilai indeks keseragaman stasiun B pada arah hutan mangrove
dan laut tergolong tinggi jika mendekati angka 1. Sedangkan nilai indeks
dominansi (C) menunjukkan nilai yang rendah (tidak mendekati 1 pada arah hutan
mangrove maupun laut pada stasiun B) lokasi penelitian.
Hasil analisis nilai indeks makrobentos stasiun C dapat dilihat pada
Gambar 11C. Nilai keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun C jarak
10 meter arah laut (2,59±0,27) dan terendah arah hutan mangrove jarak 20 meter
(1,85±0,03). Secara keseluruhan, kisaran nilai keanekaragaman pada stasiun C,
baik arah hutan mangrove dan laut lokasi penelitian tergolong rendah. Sebaliknya
indeks keseragaman (E) tinggi pada stasiun C arah laut pada jarak 30 meter
(0,81±0,05) dan terendah arah hutan mangrove jarak 10 dan 20 meter (0,72±0,02).
Secara keseluruhan kisaran nilai keseragaman, baik arah hutan mangrove dan laut
cukup tinggi jika mendekati angka 1. Sedangkan indeks dominansi (C)
menunjukkan nilai yang rendah (tidak mendekati angka 1 pada arah hutan
mangrove dan laut lokasi penelitian.
Kisaran nilai indeks makrobentos menunjukkan bahwa komunitas
makrobentos yang ada pada ketiga lokasi penelitian berbeda menurut habitat.
Nilai keseragaman makrobentos pada stasiun A, B dan C masih dikategorikan
dalam keseragaman populasi yang tinggi baik pada sedimen mangrove maupun
laut. Menurut Brower et al. (1990), nilai indeks keseragaman lebih dari 0,6
termasuk dalam kategori keseragaman populasi tinggi. Wilhm & Doris (1968)
menyatakan bahwa indeks keseragaman akan mencapai nilai maksimum jika
kelimpahan individu per jenis menyebar secara merata. Berdasarkan beberapa
pendapat yang dikemukan maka secara umum komposisi hewan makrobentos arah
hutan mangrove dan laut, khususnya stasiun B (Teluk Lampung) masih berada
dalam kondisi yang stabil. Kestabilan spesies dalam suatu komunitas terjadi jika
nilai keanekaragaman spesies tinggi, dominansi spesies rendah dan keseragaman
spesies tinggi. Dedget (1976) in Cappenberg (1999) menyatakan bahwa pada
umumnya jika nilai keseragaman mendekati 0,8 dapat dikatakan bahwa komunitas
dari ekosistem tersebut mendekati suatu keadaan yang stabil, yang
mengindikasikan tekanan yang rendah terhadap kestabilan komunitas (Nakaoka,
2005).

31
32

A 3,00
2,50

Nilai Indeks makrobentos


2,00
1,50
1,00 H'
0,50
E
0,00
20 10 10 20 30 C

Mangrove Garis Laut


pantai

Jarak transek antar habitat

3,50
B 3,00
Nilai indeks makrobentos

2,50
2,00
1,50
(Ind/m2)

1,00 H'
0,50 E
0,00
20 10 10 20 30 C

Mangrove Garis Laut


pantai

Jarak transek antar habitat

3,50
C 3,00
Nilai indeks Makrobentos

2,50
2,00
1,50
(Ind/m2)

1,00 H'
0,50 E
0,00
20 10 0 10 20 30 C

Mangrove Garis Laut


pantai

Jarak transek antar habitat

Gambar 11 Histogram nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan


dominansi (C) spesies makrobentos pada stasiun A, B dan C. Tanda
bar menunjukkan standar diviasi

Sebaran Karakteristik Fisika-Kimia Air interstisial Pada Sedimen Mangrove


dan Air Laut

Sebaran karakteristik fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove


dapat dijelaskan dengan menggunakan Analisis Komponen Utama atau Principal
33

Componen Analysis (PCA), yang ditunjukkan pada Gambar 12. Parameter fisika-
kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan air laut yang digunakan sebagai
data input adalah suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut (DO) (Lampiran 2a, 3a).
Matriks korelasi yang terbentuk memberikan gambaran hubungan antara
parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove sebagai variabel
dengan titik atau lokasi penelitian sebagai faktor, yang terpusat pada komponen
utama (sumbu utama). Matriks dapat dilihat pada (Lampiran 2d). Komponen
utama dari parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove
menunjukkan adanya pemusatan pada sumbu utama, dimana masing-masing
parameter memberikan kontribusi sebesar 66,4% dari ragam total, dimana pada
sumbu F1 = 40,6% dan F2 = 25,8% (Lampiran 2b).
Beberapa parameter fisika-kimia air intertisial yang berperan membentuk
sumbu utama 1 adalah pH dan suhu (-0,540) dan sumbu utama 2, parameter
fisika-kimia air interstisial yang berperan adalah pH dan salinitas (-0,154), sumbu
1 dan 2 membentuk korelasi yang negatif dengan nilai pada sumbu 2 yang cukup
rendah (Gambar 12A). Berdasarkan penyebaran lokasi penelitian pada sumbu 1
(F1) dan sumbu 2 (F2) terlihat bahwa sub stasiun (B1, B2, A1, dan C3)
membentuk satu kelompok. Hasil analisis komponen utama menunjukkan adanya
pengelompokkan lokasi penelitian berdasarkan parameter fisika-kimia air
interstisial pada sedimen mangrove antara lokasi penelitian. Pengelompokan ini
disebabkan oleh parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove
yang membentuk sumbu utama 1 pada sub stasiun (B1, B2, B3, A1, dan C3)
memiliki kandungan pH tinggi dan DO yang rendah. Kondisi ini berbanding
terbalik dengan sub stasiun (A2, A3, C1 dan C2) yang membentuk sumbu 2,
dengan kandungan salinitas tinggi dan suhu yang rendah (Gambar 12B).
Sebaran karakteristik fisika-kimia air laut yang digambarkan dengan
Analisis Komponen Utama atau principal componen analysis (PCA), yang
ditunjukkan pada Gambar 13. Komponen utama dari parameter fisika-kimia air
laut menunjukkan adanya pemusatan pada sumbu utama, dimana masing-masing
parameter memberikan kontribusi sebesar 83,6% dari ragam total, dimana pada
sumbu F1 = 54,8% dan F2 = 28,8% (Lampiran 3b).
Beberapa parameter fisika-kimia air laut yang berperan membentuk sumbu
utama 1 adalah pH dan salinitas (-0,533) dan sumbu utama 2, parameter fisika-
kimia air laut yang berperan adalah DO dan salinitas (0,628) (Gambar 13A). Hasil
analisis komponen utama menunjukkan adanya pengelompokkan lokasi penelitian
berdasarkan parameter fisika-kimia air laut antara lokasi penelitian.
Pengelompokan ini disebabkan oleh parameter fisika-kimia air laut yang
membentuk sumbu utama 1 pada sub stasiun (C1, C2 dan C3) memiliki
kandungan pH dan suhu yang tinggi. Kondisi ini berbanding terbalik dengan sub
stasiun (A1, B1, B2, dan B3) yang membentuk sumbu 2, dengan kandungan
salinitas tinggi dan DO yang rendah (Gambar 13B). Berdasarkan penyebaran
lokasi terlihat bahwa stasiun C (Desa Hanura) membentuk satu kelompok
sedangkan stasiun A (Desa Sidodadi) dan stasiun B (Teluk lampung) membentuk
kelompok sendiri.

33
34

A B

Gambar 12 Analisis Komponen Utama (PCA) terhadap parameter fisika-kimia air


interstisial pada sedimen mangrove di lokasi penelitian pada sumbu 1
dan 2 (a), pengelompokan stasiun berdasarkan karakteristik fisika-
kimia air interstisial pada sedimen mangrove (b)

A B

Gambar 13 Analisis Komponen Utama (PCA) terhadap parameter fisika-kimia air


laut di lokasi penelitian pada sumbu 1 dan 2 (a), pengelompokan
stasiun berdasarkan karakteristik fisika-kimia air laut (b)
35

Sebaran Makrobentos Berdasarkan Karakteristik Fisika-Kimia Perairan

Sebaran makrobentos dengan parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut di masing-masing sub stasiun ditunjukkan pada
Gambar 14. Data yang digunakan untuk analisis koresponden (Corresponden
Analysis) adalah jumlah individu spesies makrobentos dan nilai pengukuran
parameter fisika-kimia perairan. Perhitungan ini di lakukan terhadap 9 spesies
makrobentos yang ditemukan dominan pada 9 sub stasiun serta 4 parameter fisika-
kimia perairan (Suhu, pH, Salinitas dan oksigen terlarut). Hasil analisis
koresponden yang diperoleh menunjukkan bahwa sebaran makrobentos dan
parameter fisika-kimia pada sedimen mangrove dan air laut terpusat pada sumbu 1
dan 2, dimana masing-masing sumbu faktorial untuk sedimen hutan mangrove
menjelaskan 43,08% (PC1) dan 31,7% (PC2) atau 72,5% dari ragam total.
Sedangkan masing-masing sumbu faktorial untuk sedimen air laut menjelaskan
42,4% (PC1) dan 25,3% (PC2) atau 67,7% dari ragam total.
Pada Gambar 14A, hasil analisis koresponden pada sumbu utama faktorial 1,
2 terbentuk 3 kelompok penyebaran spesies makrobentos pada sedimen
mangrove, masing-masing sub stasiunnya memiliki ciri-ciri yang berbeda.
Kelompok pertama yang tersebar pada sub stasiun A1, A2 dan A3 (Desa
Sidodadi), dicirikan dengan spesies makrobentos Terebralia palustris, Cerithium
litteratum, Callista chione dan Telescopium telescopium. Keempat jenis
makrobentos yang ditemukan memiliki tingkat adaptasi yang tinggi pada sedimen
hutan mangrove dan sedimen laut yang kepadatannya cukup tinggi yaitu spesies
Callista chione (bivalvia). Selanjutnya kelompok ini juga dicirikan dengan
parameter fisika-kimia sedimen yaitu suhu, salinitas, pH dan DO, di antara
keempat parameter fisika-kimia ini, yang memiliki kedekatan dengan garis sumbu
atau memiliki kandungan parameter pH yang tinggi yaitu pada sub stasiun A1.
Kelompok kedua yang tersebar pada substasiun B1, B2 dan B3 (Teluk
Lampung), dicirikan oleh spesies makrobentos Chicoreus torrefactus, Cerithium
asper, Anadar ferruginea dan Acrosterigma elongatum, selanjutnya kelompok
kedua ini juga dicirikan oleh faktor fisika-kimia perairan suhu, salinitas, pH dan
oksigen terlarut (DO). Kebanyakan spesies makrobentos yang ditemukan pada
lokasi penelitian adalah penghuni daerah hutan mangrove yaitu gastropoda yang
memiliki habitat sedimen lumpur berpasir dan spesies bivalvia banyak ditemukan
pada daerah ke arah laut.
Kelompok ketiga yang tersebar pada sub stasiun C1, C2 dan C3 (Desa
Hanura), dicirikan dengan spesies makrobentos Donax scortum. Spesies ini
memiliki tingkat adaptasi yang cukup tinggi dan penciri lokasi ini atau spesies
yang hanya ditemukan pada lokasi ini tidak dimasukkan sebagai data dalam
analisis karena jumlah individunya sedikit, misalnya Notica onca, Nassarius
reticulatus, Tectus fenestratus, Mitra filaris, Emarginula fissura, Cymatium
dunkeri dan lain-lain. Selanjutnya kelompok kedua ini juga dicirikan oleh faktor
fisika-kimia perairan suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO).
Pada Gambar 14B, hasil analisis koresponden pada sumbu utama faktorial 1,
2 terbentuk 3 kelompok penyebaran spesies makrobentos pada sedimen laut,
masing-masing substasiunnya memiliki ciri-ciri yang berbeda. Kelompok pertama
yang tersebar pada sub stasiun A1, A2 dan A3 (Desa Sidodadi), dicirikan dengan
spesies makrobentos Terebralia palustris, Callista chione dan Telescopium

35
36

telescopium, selanjutnya kelompok ini juga dicirikan oleh faktor fisika-kimia


suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO). Pada sub stasiun A3 memiliki titik
yang sangat dekat dengan parameter pH, oleh sebab itu pada substasiun A3
memiliki parameter pH yang tinggi, hal ini dikarenakan tingkat pengendapan
lumpur dan guguran daun mangrove yang membusuk yang menghasilkan ion
hidrogen pada dasar lumpur juga tinggi sehingga perairan lebih bersifat alkalis
(basa) dan juga kandungan oksigen terlarut (DO) rendah.
Kelompok kedua yang tersebar pada sub stasiun B1, B2 dan B3 (Teluk
Lampung), dicirikan dengan spesies makrobentos Chicoreus torrefactus,
Cerithium asper, Anadara ferruginea, selanjutnya kelompok ini juga dicirikan
oleh faktor fisika-kimia suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO).
Kelompok ketiga yang tersebar pada sub stasiun C1, C2 dan C3 (Desa
Hanura), dicirikan dengan spesies makrobentos Acrosterigma elongatum,
Cerithium litteratum dan Donax scortum, selanjutnya kelompok ini juga dicirikan
dengan faktor fisika-kimia suhu salinitas, pH dan oksigen terlarut (DO). Pada sub
stasiun C1 dan C2 jarak kedekatannya sangat dekat dengan parameter suhu,
salinitas dan pH, sehingga dapat dikatakn bahwa parameter ini cukup tinggi pada
sub stasiun C1 dan C2.

A B
Ae

1.0 Tt
1.0

C3 Ds
A2
0.5
Cc
Cc
0.5 Cl A1
A1
Sumbu 2 (31.70% )

Sumbu 2 (25.26% )

C1
Tp
Cl
C2 Tp A2

A3
0.0 suhu
pH
A3
0.0
salinitas
salinitas DO
pH B2 Ct
C3 DO B3 Tt
C1 suhu Ct Ca
C2 B1
-0.5
Ca B3
Ds B2
B1
-0.5 Ae Af
Af

-1.0

-1.0
-1.5
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0
Sumbu 1 (43.08%) Sumbu 1 (42.4% )

Keterangan : = stasiun, = makrobentos, = parameter fisika-kimia sedimen air,


Tp = Terebralia palustris, Ca = Cerithium asper, Tt = Telescopium telescopium,
Ds = Donax scortum, Ct = Chicoreus torrefactus, Cl = Cerithium litteratum, Ae =
Acrosterigma elongatum, Cc = Callista chione, Af = Anadara ferruginea.

Gambar 14 Analisis Koresponden (CA) terhadap parameter fisika-kimia air


interstisial pada sedimen mangrove dan air laut serta kepadatan
individu Makrobentos pada sumbu faktorial 1 dan 2 (A, B)
37

Hubungan Parameter Fisika-Kimia Air Interstisial Pada Sedimen Mangrove


dan Air Laut Terhadap Struktur Komunitas Makrobentos

Analisis regresi liniear berganda parameter fisika-kimia air interstisial


pada sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos menunjukkan
hasil yang berbeda. Beberapa spesies makrobentos yang memiliki hubungan
dengan parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove maupun air
laut ditandai dengan nilai R2>50%. Uji koefisien determinan menunjukkan variasi
pada spesies makrobentos Anadara ferruginea (R2=57,9%) dan Chicoreus
torrefactus (R2=56,2%) dapat dijelaskan dengan model sedangkan sisanya sebesar
42,1% dan 43,8% dipengaruhi oleh faktor yang lain yang tidak dijelaskan oleh
model. Nilai koefisien korelasi Anadara ferruginea (0,761) dan Chicoreus
torrefactus (0,750) menunjukkan bahwa hubungan fungsional antara jenis
makrobentos dan parameter fisika-kimia perairan adalah 76,1% dan 75,0%
berbanding lurus. Artinya semakin tinggi parameter fisika-kimia akan memiliki
kecenderungan semakin tingginya spesies makrobentos, begitupun sebaliknya
(Tabel 4).

Tabel 4 Persamaan regresi linear berganda dan koefisien determinan terhadap


beberapa spesies makrobentos

Variabel Tetap Model Regresi Linear Berganda Nilai determinan

C. torrefactus Y = 0,674 – 0,132 X1 + 0,693 X2 – 0,040 X3 + 0,209 X4 (R2 = 56,2%)

A. ferruginea Y = 135,359 – 5,450 X1 – 5,314 X2 + 1,606 X3 + 6,603 X4 (R2 = 57,9% )

Y= variabel tetap; X1= Suhu; X2= pH; X3= Salinitas; X4= DO

Tabel 5 Analisis varian parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen


mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos berdasarkan uji F

Variabel Nyata (P-value)


R2 Fhit
Tetap X1 X2 X3 X4
T. palustris 40,5 2,208 0,186 0,241 0,529 0,269
C. asper 32,3 1,548 0,227 0,651 0,861 0,517
T. telescopium 17,7 0,701 0,902 0,574 0,243 0,864
D. scortum 46,0 2,834 0,283 0,423 0,035* 0,916
C. torrefactus 56,2* 4,174 0,690 0,554 0,878 0,618
C. litteratum 15,5 0,594 0,912 0,900 0,692 0,752
A. elongatum 14,8 0,566 0,472 0,349 0,516 0,379
C. chione 20,5 0,837 0,462 0,214 0,627 0,242
A. ferruginea 57,9* 4,466 0,025* 0,497 0,359 0,031*
Taraf signifikan 5%; * = pengaruh nyata; F tabel = 3,18; X1 = suhu; X2= pH; X3 = Salinitas; X4 = DO

Berdasarkan Tabel 5, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai uji signifikan


antara parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan air laut,
diketahui bahwa parameter oksigen terlarut (DO) dan suhu memberikan pengaruh

37
38

yang nyata terhadap spesies Anadara ferruginea, sedangkan parameters salinitas


berpengaruh nyata terhadap spesies Donax scortum dengan nilai P-value <0,05
artinya semakin signifikan kandungan fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut akan memberikan pengaruh terhadap penyebaran
makrobentos tersebut.
Spesies Terebralia palustris, Cerithium asper, Telescopium telescopium,
Cerithium litteratum, Acrostericma elongatum dan Calista chione tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut dengan nilai R2<50%, yang ditunjukkan juga dengan
sebaran variabel bebas yang jauh dari garis normal. Hal ini disebabkan kondisi
habitat yang dinamis serta tingkat toleransi spesies makrobentos yang sangat
tinggi serta memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan kondisi
habitat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :


1 Nilai indeks makrobentos untuk semua stasiun pengamatan tinggi pada arah
laut. Hal ini dapat dilihat pada nilai indeks keanekaragaman (H’) dan indeks
keseragaman (E) tinggi dan Dominansi (C) rendah untuk stasiun B sedangkan
nilai indeks keanekaragaman (H’) rendah, indeks keseragaman (E) tinggi dan
indeks Dominansi (C) rendah untuk stasiun A dan C.
2 Parameter fisika-kimia (Suhu, salinitas, pH dan Oksigen terlarut) air interstisial
pada sedimen mangrove dan air laut digolongkan dalam kondisi yang normal.
Parameter suhu tinggi cenderung pada air laut, Salinitas air interstisial pada
sedimen mangrove dan air laut berbeda pada stasiun C cenderung tinggi arah
mangrove, kandungan pH air laut cenderung tinggi dan kandungan oksigen
terlarut (DO) air laut cukup tinggi.
3 Hasil analisis regresi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap makrobentos menunjukkan bahwa ada 2
spesies makrobentos berpengaruh nyata dengan nilai R2>50%. Hal ini dapat
dilihat dari Uji determinan menunjukkan bahwa spesies makrobentos Anadara
ferruginea dan Chicoreus torrefactus memiliki hubungan terhadap parameter
air interstisial pada sedimen mangrove dan air laut. Sedangkan nilai koefisien
korelasi Anadara ferruginea dan Chicoreus torrefactus menunjukkan bahwa
hubungan fungsional antara spesies makrobentos dan parameter fisika-kimia
perairan adalah 76,1% dan 75,0% berbanding lurus. Hasil analisis varian
parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove dan air laut
terhadap makrobentos menunjukkan bahwa oksigen terlarut (DO) dan suhu
sangat berpengaruh nyata terhadap spesies Anadara ferruginea dan Chicoreus
torrefactus.
39

Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian, maka dapat disarankan


perlu adanya perhatian dalam pemanfaatan sumberdaya alam pesisir yang tersebar
pada daerah intertidal, harus dikelolah dengan bijaksana agar supaya tidak
menimbulkan gangguan yang berdampak pada kerusakan. Oleh sebab itu perlu
adanya sistem pengelolaan yang memperhatikan daya dukung dan kelestarian
lingkungan perairan, karena hal tersebut saling berhubungan dan menentukan
kelangsungan hidup semua biota yang ada di perairan, terlebih khusus
makrobentos sebagai sumberdaya laut yang sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan perairan yang perlu dijaga populasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Alcantara PH, Weiss VS. 1991. Ecological Aspects of The Polychaete Population
Associated With the Red Mangrove Rhizophora mangle at Laguna de
Terminos, Southern part of the Gulf of Mexico. Ophelia suppl 5:451-462.

Appeltans W, Bouchet P, Boxshall GA, De Broyer C, de Voogd NJ, Gordon DP,


Hoeksema BW, Horton T, Kennedy M, Mees J et al. 2012. World Register
of Marine Species [Internet]. [diunduh 2013 jun 06]. Accessed
at:http://www.marinespecies.org.

[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara


Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Jakarta (ID): KLH.

Barnes RD. 1987. Invertebrata Zoology, 5th edition. Philadelhia. London (GB):
WB. Saunder Company.

Barnes DR. 1980. Invetebrate Zoology. Fourth Edition. Philadelphia. London


(GB): WB Saunders College, West Washington Square.

Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
[sinopsis]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.

Bengen DG, Lim P, Belaud A. 1992. Water Quality in Three Ancient of the River
Garonne Spatio-Temporal Variability. Revue Des Sciences De L'Eau.
5(2):131-156.
Bery AJ. 1975. Mollusca Colonizing Mangrove Trees With Observation on
Enigmonia rosea (Anomiidae). Molluscan Sudies. Ed khusus 41:589-600.

39
40

Brafield AE. 1978. Life in Sandy Shores, First Edition. London (GB): Edward
Arnold Publishers.

Brown JJ, Glen EP, Fitzsimmons KM, Smith SE. 1999. Halophytes for the
Treatment of Saline Aquaculture Effulent. J Aquaculture. 175:255-268.

Brower JE, Zar JH, Ende CN. 1990. Field and Laboratory Methods for General
Ecology. Edisi Ketiga. United States of Amerika: William C. Brown
Publishers.

Budiman A, Dwiono SAP. 1986. Ekologi Moluska Mangrove di Jailolo,


Halmahera: Suatu Studi Perbandingan. Prosiding Seminar III Ekosistem
Mangrove; Denpasar Bali, Indonesia. Denpasar Bali (ID): hlm 121-128.
[tgl dan bln kegiatan tidak diketahui].

Cappenberg HAW, Panggabean MGL. 2005. Moluska di Perairan Terumbu


Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. J Oseanologi dan
Limnologi. 37:69-80.

Chaudhuri AB, Choudhury A. 1994. Mangrove of the Sundarbans. India:


International Union for Conservation of Nature and Natural Resources
Publishers.

Cole GA. 1979. Textbook of Limnology. Second Edition. Departement of Zoology


Toronto. London (GB): Arizona State University. The C.V Mosby
Company.

Connel DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer
Y, Sehati, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.

Dance SP. 1977. The Encyclopedia of Shells, 2nd Second Edition. London (GB):
Published by Blanford Pr Limited.

Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan


Indonesia. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama (Anggota IKAPI).

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan


Perairan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI).

English SA, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australia: Institute of Marine Science.

Faucart T. 1985. Analyse Factorielle. Paris: Programmation Sur Micro Ordinateur.


Masson.
Fitriana YR. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Hutan
Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.
J Biodiversitas. 7(1):67-72.
41

Frith DW. 1977. A Preliminary List of Macrofauna From Mangrove Forest and
Adjcent Brotopes at Suria Island, Western Peninsular Thailand. Phuket
Marine Biological Centre Research. Buletin. Ed khusus 17:1-14.

Giesen W. 1993. Indonesian Mangroves: An Update on Reaming Area and Main


Management Issues. Seminar Coastal Zone Management of Small Island
Ecosystems; 1993 Apr 7-10; Ambon, Indonesia. Ambon (ID). [No hlm
tidak diketahui].

Gosner KL. 1971. Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrates.


Cape Hatteras to The Bay of Fundy. New York, London, Sydney, Toronto:
Wiley-Interscience, John Wiley & Sons, Ltd.

Hansson GH, Afzelius Av. S. 1974. Bildkompendium Marina Avertebrate Marine


Biologi, For Fakultas Pa Tjarno.

Hawkes HA. 1979. Invertebrate as Indicator of River Water Quality. New York:
A. James and L. Evison (eds), Biological Indicators of Water Quality. John
Wiley and Sons. Ed khusus 2:1-45.

Hochheimer J. 1988. Water Quality in Soft Crab Shedding. Maryland Sea Grant
Extension University of Maryland. Cooperative Extension Service. 88-01.
Hogarth PJ. 2007. The Biology of Mangroves and Seagrasses. New York: Oxford
University Pr.

Huet M. 1972. Text Book of Fish Culture. Breeding and Cultivation of Fish.
London (GB): Fishing News Books Ltd.

Hutabarat S, Evans SM. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta (ID): UI Pr.

Hynes HBN. 1978. The Ecology of Running Waters. Toronto: University of


Toronto Pr.

Jones GP, Ferrell DJ, Sale PF. 1990. Spatial Pattern in the Abundance and
Structure of Mollusc Populations in the Soft Sediments of a Coral Reef
Lagoon. Marine Ecology Progress Series. Ed khusus 62:109-120.

Jones JRE. 1964. Fish and Marine Pollution. London (GB): Butterworth and Co,
Ltd.

Kordi HGM. 2012. Ekosistem Mangrove: Potensi, Fungsi dan Pengelolaan.


Jakarta (ID): Penerbit PT. Rineka Cipt.

Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper and Row.

41
42

Kusrini DM. 1988. Tinjauan Umum Ekosistem Hutan Mangrove Di Teluk Hurun,
Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan [Laporan PKL].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kustanti A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor (ID): PT Penerbit. IPB Pr.

Leeder MR. 1982. Sedimentology: Process and Product. London (GB): George
Allen & Unwin Pr.

Legendre L. 1983. Numerical Ecology. Prancis: Elsevier Sc. hlm 419

Malone RF, Burden DG. 1998. Design of Recirculating. Blue Crab Shedding
System. London (GB): Louisiana Sea Grand College Program, Center for
Wetland Resources, Louisiana State University.
Marchand C, Lallier-Verges E, Baltzer F. 2003. The Composition of Sedimentary
Organic Matter in Relation to the Dynamic Features of a Mangrove-
Fringed Coast in French Guiana. Estuarine Coastal and Shelf Science.
Ed khusus 56:119-130.

Mckee KL. 1993. Soil Physicochemical Patterns and Mangrove Species


Distribution-Reciprocal Effects. Ecology. Ed khusus 81:477-487.

Mckee KL, Menselssohn IA, Hester MW. 1988. Reexamination of Pore Water
Sulfide Concentrations and Redox Potentials Near the Aerial Roots of
Rhizophora mangle and Avicennia germinans. American J Botany.
75(9):1352-1359.

Micheli F, Gherardi F, Vannini M. 1991. Feeding and Burrowing Ecology of Two


East African Mangrove Crabs. J Marine Biology. 111(2):247-254.

Micheli F. 1993. Feeding Ecology of Mangrove Crabs in North Eastern Australia:


Mangrove Litter Consumption by Sesarma messa and Sesarma smithii.
J Experimental Marine Biology and Ecology. 171(2):165-186.

Muchtar M, Azkab MH. 1998. Seberapa Jauh Peranan Oksigen Di Laut.


J Oseana. 13(1):9-18.

Nakaoka M. 2005. Plant-Animals Interaction in Seagrass Beds: Ongoing and


Future Challenges for Understanding Population and Community
Dynamics [revieuw]. Society of Population Ecology and Springer-Verlag.
47:167-177.

Nurgayah W. 2011. Komposisi dan Struktur Iktiofauna Di Perairan Mangrove


Pulau Lentea Kecamatan Kaleduoa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi
Tenggara. J Aqua Hayati. 7(3):197-206.
43

Nybakken JW. 1988. Marine Biology: An Ecological Approach. Jakarta (ID): PT.
Gramedia.

Nybakken JW. 1993. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman,


Koesoebiono, DG. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo, penerjemah.
Jakarta (ID): PT. Gramedia. hlm 459.

Odum PE. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd Edition. Philadelphia: Sounders


Company.

Odum WE, Heald EJ. 1974. The Detritus Based Food Web of An Estuarine
Mangrove Community. J Estuarine. 1:265-268.

Odum WE, Johannes RE. 1975. The Response of Mangrove to Man Induced
Environmental Stress. Amsterdam: In Tropical Marine Pollution (Wood.
EJF, Johannes RE). Elsevier Scientific Publishing Company. Ed khusus
12:52-62.

Poovachiranon S, Tantichodok P. 1991. The Role of Sesarmid Crabs in the


Mineralization of Leaf Litter of Rhizophora apiculata in a Mangrove.
Southern Thailand: Phuket Marine Biological Centre. Ed khusus 56:63-74.

Prasetyo Y, Saraswati R, Sukanta D. 2000. Persebaran Bentos Dari Jenis


Periglypta sp Di Perairan Teluk Jakarta Di dalam Ekosistem Pantai
Indonesia. Depok (ID): Departemen Kelautan Republik Indonesia dan
Jurusan Geografi Universitas Indonesia. hlm 17-33.

Rachmawani D. 2007. Kajian Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara


Berkelanjutan Kota Tarakan Kalimantan Timur (Studi Kasus Desa
Binalatung Kecamatan Tarakan Timur) [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik (Dampak Pada
Bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun & Reproduksi). Bogor (ID):
PT. Penerbit IPB Pr. hlm 123 .

Ritvo G, Avnimelech Y, Kochba M. 2003. Empirical Relationship Between


Conventionally Determined pH and in Situ Values in Waterlogged Soils.
Israel: J Technion of Aquacultural Engineering. 27:1-8.

Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A,


Sembiring A, Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan
Kelautan, Terapan Metode Pengambilan Contoh Di Wilayah Pesisir dan
Laut. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.

Soemodihardjo S. 1977. Beberapa Segi Biologi Hutan Payau dan Tinjauan


Singkat Komunitas Mangrove Di Gugusan Pulau Pari. J Oseana. 5:24-32.

43
44

Spalding MD, Blasco F, Field CD. 1996. World Mangrove Atlas. Okinawa, Japan:
International Society for Mangrove Ecosystems.

Stearnes, CJ Van. 1958. Ecology of Mangrove. Flora Malesiana Series 1.


Spermatophyta. Ed khusus 5:429-48.

Stieglitz CT, Clark FJ, Hancock JG. 2013. The Mangrove Pump: The Tidal
Flushing of Animal Burrows in a Tropical Mangrove Forest Determined
From Radionuclide Budgets. Geochimica et Cosmochimica Acta. Ed
khusus 102:12-22.

Supriadi HI. 2001. Dinamika Estuaria Tropik. LIPI- Jakarta (ID): J Oseana.
26(4):1-11.

Tallmark B. 1980. Population Dynamics of Nassarius reticulatus (Gastropoda,


Prosobranchia) in Gullmar Fjord. Sweden: J Marine Ecology. 3:51-62.

Tis’in M. 2008. Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya Dengan Populasi


Gastropoda Littorina neritoldes Di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Walpole ER. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama. Ed ke-3.

Wang WQ, Wang M, Lin P. 2003. Seasonal Changes in Element Content in


Mangrove Retranslocation During Leaf Senescence. Beijing: J Plant and
Soil. 252:187-193.

Welch DS. 1952. Limnology. New York: McGraw Hill Book Co. Inc.

Wells FE. 1994. The Invertebrate Community of Subtidal Sand Habitats at Cape
d’Aguilar Hongkong, With an Emphasis on Molluscs. Morton, B (ed)
Proceeding of Third International Workshop on the Malacofauna of
Hongkong and Southern China. Hongkong: Hongkong University Pr. hlm
467-477.

Wilhm JL, Doris TC. 1968. Biological Parameter for Water Quality Criteria.
BioScience. Department of Zoology and Reservoir Research Center,
Oklahoma State University, Stillwater, OK. Ed khusus 18:477-81.
45

Lampiran 1 Foto lokasi penelitian

(a) Lokasi sampling stasiun A


(sebelah selatan berbatasan Desa Sidodadi)

(b) Lokasi sampling stasiun B


(sebelah timur berbatasan Teluk Lampung)

(a) Lokasi sampling stasiun C


(sebelah utara berbatasan Desa Hanura)

45
46

Lampiran 2 (a) Tabel data parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove, (b) Hasil Analisis Komponen Utama (PCA) Eigenvalues,
(c) Korelasi antara variabel dengan faktor, (d) Matriks korelasi
person (n) antara faktor fisika-kimia.

(a) Tabel data parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen mangrove

Parameter air interstrial pada sedimen mangrove


Sub stasiun
Suhu ( °C) Salinitas (ppt) pH DO (mg/l)
A1 28 30 7,3 1,54
A2 28 30 7,1 1,50
A3 28 29 7,2 1,52
B1 27 29 7,3 1,54
B2 28 30 7,3 1,53
B3 27 31 7,3 1,53
C1 29 30 7,0 1,54
C2 28 30 7,0 1,53
C3 28 30 7,2 1,53

(b) Tabel hasil Analisis Komponen Utama (PCA) nilai Eigenvalues


F1 F2 F3 F4
Eigenvalues 1,624 1,032 0,967 0,377
Proportion (%) 40,6 25,8 24,2 9,4
Cumulative (%) 40,6 66,4 90,6 100,0

(c) Tabel korelasi antar variabel (parameter fisika-kimia air intestisial)


dengan stasiun penelitian
Variabel PC1 PC2 PC3 PC4
Suhu -0,612 -0,424 -0,254 0,617
Salinitas -0,146 0,818 -0,517 0,205
pH 0,706 -0,021 0,049 0,706
DO 0,325 -0,387 -0,816 -0,280

(d) Matriks kerelasi Pearson (n) antara faktor fisika-kimia air interstisial
sedimen mangrove
Variabel Suhu Salinitas pH DO
Salinitas 1 -0,038 -0,540 -0,018
-0,038 0,922 0,133 0,963
0,922 1 -0,154 -0,013
pH -0,540 -0,154 0,692 0,963
0,133 0,692 1 0,268
DO -0,018 -0,013 0,268 0,436
0,963 0,963 0,436 1
Cel Contents : Pearson correlation
P-Value
47

Lampiran 3 (a) tabel data parameter fisika-kimia air laut, (b) Hasil Analsis
Komponen Utama (PCA) Eigenvalues, (c) Korelasi antara variabel
dengan faktor, (d) Matriks korelasi Person (n) antara faktor fisika-
kimia.
(a) Tabel data parameter fisika-kimia air laut

Parameter air laut


Sub stasiun
Suhu ( °C) Salinitas (ppt) pH DO (mg/l)
A1 28,0 30 7,3 1,54
A2 29,6 30 7,1 1,50
A3 28,0 29 8,2 4,00
B1 29,7 30 8,1 5,20
B2 29,8 30 8,2 5,00
B3 29,8 30 8,1 5,10
C1 29,9 28 8,2 4,40
C2 29,9 28 8,2 4,50
C3 30,0 29 8,2 4,30

(b) Tabel hasil Analisis Komponen Utama (PCA) nilai Eigenvalues


F1 F2 F3 F4
Eigenvalues 2,193 1,151 0,482 0,174
Proportion (%) 54,8 28,8 12,0 4,30
Cumulative (%) 54,8 83,6 95,7 100,0

(c) Tabel korelasi anatar variabel (parameter fisika-kimia air laut)


dengan stasiun penelitian
Variabel PC1 PC2 PC3 PC4
Suhu 0,264 -0,834 -0,140 -0,464
Salinitas -0,599 0,024 0,575 -0,557
pH 0,556 -0,081 0,797 0,222
DO -0,513 -0,546 0,121 0,652

(d) Matriks kerelasi Pearson (n) antara faktor fisika-kimia air interstisial
sedimen mangrove
Variabel Suhu Salinitas pH DO
Salinitas 1 -0,364 0,328 0,166
-0,364 0,336 0,388 0,669
0,336 1 -0,533 0,628
pH 0,328 -0,533 0,140 0,070
0,388 0,140 1 -0,503
DO 0,166 0,628 -0,503 0,168
0,669 0,070 0,168 1
Cel Contents : Pearson correlation
P-Value

47
48

Lampiran 4 Hasil Analisis Koresponden (CA) parameter fisika-kimia air


interstisial pada sedimen mangrove; (a) tabel analisis contingency,
(b) tabel nilai kontribusi variabel stasiun (%), (c) tabel nilai
kontribusi spesies makrobentos dan parameter fisika-kimia air
interstisial pada sedimen mangrove (%).

(a) Tabel analisis of contingency

F Inertia Proportion (%) Cumulative (%)


1 0,1025 43,08 43,08
2 0,0754 31,70 74,78
3 0,0308 12,94 87,72
4 0,0155 6,50 94,22
5 0,0076 3,19 97,41
6 0,0049 2,08 99,48
7 0,0009 3,9 99,88
8 0,0003 1,2 100,0
Total 0,2380

(b) Tabel nilai kontribusi variabel stasiun (%)

F1 F2
Variabel qual Mass Inert
Coord Coor Contr Coord Corr Contr
A1 0,548 0,121 0,114 -0,024 0,002 0,001 0,349 0,546 0,196
A2 0,890 0,121 0,184 0,121 0,041 0,017 0,553 0,849 0,492
A3 0,005 0,085 0,085 0,031 0,004 0,001 0,019 0,001 0,000
B1 0,902 0,108 0,108 0,403 0,503 0,172 -0,359 0,398 0.185
B2 0,866 0,121 0,121 0,399 0,816 0,188 -0,099 0,050 0,016
B3 0,731 0,106 0,106 0,285 0,569 0,084 -0,152 0,162 0,032
C1 0,897 0,105 0,105 -0,405 0,817 0,167 -0,127 0,081 0,022
C2 0,766 0,124 0,124 -0,415 0,666 0,208 -0,161 0,100 0,042
C3 0,880 0,109 0,109 -0,391 0,828 0,163 -0,099 0,053 0,014

(c) Tabel nilai kontribusi spesies makrobentos dan parameter fisika-kimia air
interstisial pada sedimen mangrove (%)

F1 F2
Variabel
Qual Mass Inert Coord Corr Contr Coord Corr Contr
T. palustris 0,668 0,064 0,068 -0,153 0,093 0,015 0,379 0,574 0,122
C. asper 0,627 0,057 0,077 0,404 0,513 0,091 -0,190 0,113 0,027
T. telescopium 0,860 0,038 0,163 0,346 0,119 0,045 0,865 0,741 0,381
D. scortum 0,936 0,052 0,293 -1,051 0,825 0,561 -0.384 0,110 0,102
C. torrefactus 0,376 0,012 0,006 0,133 0,136 0,002 -0,176 0,240 0,005
C. litteratum 0,168 0,011 0,053 -0,095 0,008 0,001 0,429 0,160 0,027
A. elongatum 0,595 0,005 0,049 1,092 0,470 0,054 -0,563 0,125 0,019
C. chione 0,456 0,033 0,074 -0,114 0,024 0,004 0,484 0,432 0,101
A. ferruginea 0,899 0,036 0,182 0,800 0,537 0,227 -0,657 0,362 0,208
Suhu 0,059 0,290 0,016 -0,012 0,012 0,000 -0,025 0,047 0,002
pH 0,082 0,075 0,004 0,011 0,010 0,000 -0,031 0,073 0,001
Salinitas 0,070 0,311 0,014 -0,001 0,000 0,000 -0,028 0,070 0,003
DO 0,098 0,016 0,001 0,000 0,000 0,000 -0,035 0,098 0,000
49

Lampiran 5 Hasil Analisis Koresponden (CA) parameter fisika-kimia air laut; (a)
Tabel analisis contingency, (b) tabel nilai kontribusi variabel stasiun
(%), (c) tabel nilai kontribusi spesies makrobentos dan parameter
fisika-kimia air laut (%).
(a) Tabel analisis of contingency

F Inertia Proportion (%) Cumulative (%)


1 0,2109 42,40 42,40
2 0,1256 25,26 67,66
3 0,1056 21,23 88,89
4 0,0213 4,28 93,17
5 0,0187 3,76 96,93
6 0,0141 2,83 99,77
7 0,0011 2,3 99,99
8 0,0000 100,0 100,0
Total 0,4973

(b) Tabel nilai kontribusi variabel stasiun (%)

F1 F2
Variabel qual Mass Inert
Coord Coor Contr Coord Corr Contr
A1 0,940 0,136 0,250 0,870 0,826 0,487 0,324 0,114 0,113
A2 0,735 0,128 0,057 0,403 0,732 0,099 0,029 0,004 0,001
A3 0,048 0,082 0,034 0,094 0,043 0,003 -0,030 0,004 0,001
B1 0,829 0,095 0,045 -0,123 0,063 0,007 -0,427 0,766 0,138
B2 0,849 0,112 0,063 -0,101 0,036 0,005 -0,476 0,812 0,202
B3 0,683 0,099 0,075 -0,134 0,047 0,008 -0,490 0,636 0,189
C1 0,119 0,115 0,134 -0,132 0,030 0,009 0,226 0,089 0,047
C2 0,251 0,107 0,075 -0,296 0,251 0,044 0,011 0,000 0,000
C3 0,829 0,126 0,266 -0,749 0,535 0,336 0,555 0,294 0,310

(c) Tabel nilai kontribusi spesies Makrobentos dan parameter fisika-kimia air
laut (%)

F1 F2
Variabel
Qual Mass Inert Coord Corr Contr Coord Corr Contr
T. palustris 0,095 0,080 0,007 0,059 0,076 0,001 0,030 0,019 0,001
C. asper 0,294 0,071 0,042 -0,078 0,020 0,002 -0,285 0,274 0,046
T. telescopium 0,805 0,043 0,032 0,416 0,468 0,035 -0,352 0,337 0,043
D. scortum 0,369 0,074 0,180 -0,328 0,089 0,038 0,583 0,280 0,200
C. torrefactus 0,444 0,016 0,004 -0,121 0,109 0,001 -0,211 0,334 0,006
C. litteratum 0,484 0,022 0,062 -0,814 0,474 0,070 0,118 0,010 0,002
A. elongatum 0,696 0,031 0,258 -1,325 0,428 0,260 1,050 0,269 0,274
C. chione 0,948 0,096 0,295 1,111 0,808 0,562 0,462 0,140 0,163
A. ferruginea 0,733 0,044 0,092 -0,351 0,119 0,026 -0,800 0,615 0,223
Suhu 0,397 0,218 0,010 -0,043 0,080 0,002 -0,086 0,317 0,013
pH 0,388 0,060 0,003 -0,042 0,076 0,001 -0,086 0,312 0,003
Salinitas 0,479 0,213 0,011 -0,040 0,060 0,002 -0,105 0,419 0,019
DO 0,729 0,033 0,003 -0,073 0,123 0,001 -0,161 0,606 0,007

49
50

Lampiran 6 (a) Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies Makrobentos
(Terebralia palustris), (b) tabel model summary, (c) tabel anova
parameters fisika-kimia dan spesies Makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia

(a)
Correlations

Terebralia
Variabel Suhu pH Salinitas DO palustris
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,577(*)
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,012
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,553(*)
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,017
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 -0,305
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,219
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,502(*)
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,034
N 18 18 18 18 18
Terebralia palustris Pearson Correlation 0,577(*) 0,553(*) -0,305 0,502(*) 1
Sig. (2-tailed) 0,012 0,017 0,219 0,034
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

(b)
Model Summaryb
Model R R Adjusted Std. Change Statistics
Square R Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Square Estimate Change Change Change
1 0,636a 0,405 0,221 3,737 0,405 2,208 4 13 0,125
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Terebralia palustris

(c)
ANOVA(b)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 123,395 4 30,849 2,208 0,125(a)
Residual 181,591 13 13,969
Total 304,986 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu , pH
b Dependent Variable: Terebralia palustris
51

Lampiran 6 (Lanjutan)

(d) Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.

Model B Std. Error Beta B Std. Error


1 (Constant) -167,201 116,318 -1,437 0,174
Suhu 2,917 2,089 0,733 1,396 0,186
pH 9,072 7,378 1,106 1,230 0,241
Salinitas 1,060 1,639 0,197 0,647 0,529
DO -3,065 2,656 -1,135 -1,154 0,269
a Dependent Variable: Terebralia palustris

Lampiran 7 (a) Tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos
(Cerithium asper), (b) tabel model summary, (c) tabel anova
parameters fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia

(a) Correlations

Cerithium
Variabel Suhu pH Salinitas DO asper
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,278
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,265
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,462
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,054
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 -0,116
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,646
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,460
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,055
N 18 18 18 18 18
Cerithium asper Pearson Correlation 0,278 0,462 -0,116 0,460 1
Sig. (2-tailed) 0,265 0,054 0,646 0,055
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

(b)
Model Summaryb

Model R R Adjusted Std. Change Statistics


Square R Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Square Estimate Change Change Change
1 0,568a 0,323 0,114 4,848 0,323 1,548 4 13 0,246
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Cerithium asper

51
52

Lampiran 7 (Lanjutan)
ANOVA(b)
(c)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 14,587 4 36,397 1,548 0,246(a)
Residual 305,566 13 23,505
Total 451,153 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b Dependent Variable: Cerithium asper

(d) Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.

Model B Std. Error Beta B Std. Error


1 (Constant) 54,627 150,887 0,362 0,723
Suhu -3,438 2,710 -0,710 -1,269 0,227
pH 4,432 9,570 0,444 0,463 0,651
Salinitas 0,380 2,126 0,058 0,179 0,861
DO 2,293 3,445 0,699 0,666 0,517
a Dependent Variable: Cerithium asper

Lampiran 8 (a) tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies Makrobentos
(Telescopium telescopium), (b) tabel model summary, (c) tabel
anova parameters fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia

(a) Correlations

Telescopium
Variabel Suhu pH Salinitas DO telescopium
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,211
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,402
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,247
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,323
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 0,150
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,553
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,273
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,273
N 18 18 18 18 18
Telescopium Pearson Correlation
0,211 0,247 0,150 0,273 1
telescopium
Sig. (2-tailed) 0,402 0,323 0,553 0,273
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
53

Lampiran 8 (Lanjutan)
(b)

Model Summaryb
Model R R Adjusted Std. Change Statistics
Square R Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Square Estimate Change Change Change
1 0,421a 0,177 -0,076 4,34 0,177 0,701 4 13 0,605
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Telescopium telescopium

(c)
ANOVA(b)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 52,784 4 13,196 0,701 0,605(a)
Residual 244,872 13 18,836
Total 297,656 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b Dependent Variable: Telescopium telescopium

(d)
Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) -108,909 135,073 -0,806 0,435
Suhu 0,303 2,426 0,077 0,125 0,902
pH 4,940 8,567 0,610 0,577 0,574
Salinitas 2,328 1,903 0,437 1,224 0,243
DO -0,537 3,084 -0,201 -0,174 0,864
a Dependent Variable: Telescopium telescopium

53
54

Lampiran 9 (a) tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos
(Donax scortum), (b) tabel model summary, (c) tabel anova
parameters fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia

(a)
Correlations

Donax
Variabel Suhu pH Salinitas DO scortum
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,367
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,134
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,243
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,330
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 -0,610(**)
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,007
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,203
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,419
N 18 18 18 18 18
Donax Pearson Correlation
0,367 0,243 -0,610(**) 0,203 1
scortum
Sig. (2-tailed) 0,134 0,330 0,007 0,419
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

(b) Model Summaryb


Model R R Adjusted Std. Change Statistics
Square R Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Square Estimate Change Change Change
1 0,683a 0,466 0,301 8,153 0,466 2,834 4 13 0,068
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Donax scortum

(c)
ANOVA(b)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 753,566 4 188,392 2,834 0,068(a)
Residual 864,128 13 66,471
Total 1617,694 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas , Suhu, pH
b Dependent Variable: Donax scortum
55

Lampiran 9 (Lanjutan)
Coefficients(a)
(d)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 208,383 253,740 0,821 0,426
Suhu 5,103 4,557 0,557 1,120 0,283
pH -13,322 16,094 -0,705 -0,828 0,423
Salinitas -8,395 3,574 -0,676 -2,349 0,035
DO 0,623 5,794 0,100 0,108 0,916
a Dependent Variable: Donax scortum

Lampiran 10 (a) tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos
(Chicoreus torrefactus), (b) tabel model summary, (c) tabel
anova parameters fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia

(a)
Correlations

Chicoreus
Variabel Suhu pH Salinitas DO torrefactus
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,633(**)
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,005
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,743(**)
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,000
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 -0,380
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,120
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,730(**)
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,001
N 18 18 18 18 18
Chicoreus Pearson Correlation
0,633(**) 0,743(**) -0,380 0,730(**) 1
torrefactus
Sig. (2-tailed) 0,005 0,000 0,120 0,001
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

55
56

Lampiran 10 (Lanjutan)
(b) Model Summaryb
Model R R Adjusted Std. Change Statistics
Square R Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Square Estimate Change Change Change
1 0,750a 0,562 0,428 0,577 0,562 4,174 4 13 0,022
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Chicoreus torrefactus

(c) ANOVA(b)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5,562 4 1,390 4,174 0,022(a)
Residual 4,331 13 0,333
Total 9,892 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b Dependent Variable: Chicoreus torrefactus

(d)

Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 0,674 17,963 0,037 0,971
Suhu -0,132 0,323 -0,184 -0,408 0,690
pH 0,693 1,139 0,469 0,608 0,554
Salinitas -0,040 0,253 -0,041 -0,156 0,878
DO 0,209 0,410 0,431 0,511 0,618
a Dependent Variable: Chicoreus torrefactus
57

Lampiran 11 (a) tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada sedimen
mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos (Cerithium
litteratum), (b) tabel model summary, (c) tabel anova parameters
fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel coefficients
parameter fisika-kimia

Correlations
(a)
Cerithium
Variabel Suhu pH Salinitas DO litteratum
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,365
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,136
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,366
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,135
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 -0,262
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,294
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,371
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,129
N 18 18 18 18 18
Cerithium Pearson Correlation
0,365 0,366 -0,262 0,371 1
litteratum
Sig. (2-tailed) 0,136 0,135 0,294 0,129
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

(b) Model Summary b

Model R R Adjusted Std. Change Statistics


Square R Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Square Estimate Change Change Change
1 0,393 0,155 -0,106 3,119 0,155 0,594 4 13 0,673
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Cerithium litteratum

(c) ANOVA(b)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 23,128 4 5,782 0,594 0,673(a)
Residual 126,529 13 9,733
Total 149,656 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b Dependent Variable: Cerithium litteratum

57
58

Lampiran 11 (Lanjutan)
(d) Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients T Sig.
Model B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 16,606 97,095 0,171 0,867
Suhu 0,196 1,744 0,070 0,113 0,912
pH -0,788 6,159 -0,137 -0,128 0,900
Salinitas -0,554 1,368 -0,147 -0,405 0,692
DO 0,716 2,217 0,379 0,323 0,752
a Dependent Variable: Cerithium litteratum

Lampiran 12 (a) tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos
(Acrosterigma elongatum), (b) tabel model summary, (c) tabel
anova parameters fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia

Correlations
(a)
Acrosterigma
Variabel Suhu pH Salinitas DO elongatum
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,291
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,242
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,294
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,237
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 -0,119
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,639
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,247
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,322
N 18 18 18 18 18
Acrosterigma Pearson Correlation
0,291 0,294 -0,119 0,247 1
elongatum
Sig. (2-tailed) 0,242 0,237 0,639 0,322
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

(b) Model Summaryb


Model R R Adjusted Std. Change Statistics
Square R Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Square Estimate Change Change Change
1 0,385 0,148 -0,114 7,485 0,148 0,566 4 13 0,691
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Acrosterigma elongatum
59

Lampiran 12 (Lanjutan)
(c) ANOVA(b)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 126,935 4 31,734 0,566 0,691(a)
Residual 728,343 13 56,026
Total 855,278 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas , Suhu, pH
b Dependent Variable: Acrosterigma elongatum

(d) Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) -247,103 232,953 -1,061 0,308
Suhu 3,099 4,184 0,465 0,741 0,472
pH 14,353 14,776 1,045 0,971 0,349
Salinitas 2,190 3,282 0,243 0,667 0,516
DO -4,845 5,319 -1,072 -0,911 0,379
a Dependent Variable: Acrosterigma elongatum

Lampiran 13 (a) tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos
(Callista chione), (b) tabel model summary, (c) tabel anova
parameters fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia
(a) Correlations

Callista
Suhu pH Salinitas DO chione
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,302
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,224
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,331
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,180
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 -0,223
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,374
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,247
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,323
N 18 18 18 18 18
Callista Pearson Correlation
0,302 0,331 -0,223 0,247 1
chione
Sig. (2-tailed) 0,224 0,180 0,374 0,323
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

59
60

Lampiran 13 (Lanjutan)

(b) Model Summaryb


Model R R Adjusted Std. Change Statistics
Square R Square Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Estimate Change Change Change
a
1 0,453 0,205 -0040 14,895 0,205 0,837 4 13 0,525
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Callista chione

(c) ANOVA(b)

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 743,210 4 185,803 0,837 0,525(a)
Residual 2884,443 13 221,880
Total 3627,653 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b Dependent Variable: Callista chione

(d) Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) -525,318 463,587 -1,133 0,278
Suhu 6,314 8,326 0,460 0,758 0,462
pH 38,430 29,404 1,359 1,307 0,214
Salinitas 3,246 6,531 0,175 0,497 0,627
DO -12,987 10,585 -1,395 -1,227 0,242
a Dependent Variable: Callista chione
61

Lampiran 14 (a) tabel korelasi parameter fisika-kimia air interstisial pada


sedimen mangrove dan air laut terhadap spesies makrobentos
(Anadara ferruginea), (b) tabel model summary, (c) tabel anova
parameters fisika-kimia dan spesies makrobentos, (d) tabel
coefficients parameter fisika-kimia

(a) Correlations

Anadara
Variabel Suhu pH Salinitas DO ferruginea
Suhu Pearson Correlation 1 0,872(**) -0,496(*) 0,901(**) 0,099
Sig. (2-tailed) 0,000 0,036 0,000 0,696
N 18 18 18 18 18
pH Pearson Correlation 0,872(**) 1 -0,543(*) 0,956(**) 0,274
Sig. (2-tailed) 0,000 0,020 0,000 0,272
N 18 18 18 18 18
Salinitas Pearson Correlation -0,496(*) -0,543(*) 1 -0,408 0,270
Sig. (2-tailed) 0,036 0,020 0,093 0,278
N 18 18 18 18 18
DO Pearson Correlation 0,901(**) 0,956(**) -0,408 1 0,385
Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,093 0,115
N 18 18 18 18 18
Anadara Pearson Correlation
0,099 0,274 0,270 0,385 1
ferruginea
Sig. (2-tailed) 0,696 0,272 0,278 0,115
N 18 18 18 18 18
** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

(b) Model Summaryb

Model R R Adjusted Std. Change Statistics


Square R Square Error of R Square F df1 df2 Sig. F
Estimate Change Change Change
1 0,761a 0,579 0,449 3,855 0,579 4,466 4 13 0,017
a. Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b. Dependent Variable: Anadara ferruginea

(c) ANOVA(b)

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 265,445 4 66,361 4,466 0,017(a)
Residual 193,180 13 14,860
Total 458,625 17
a Predictors: (Constant), DO, Salinitas, Suhu, pH
b Dependent Variable: Anadara ferruginea

61
62

Lampiran 14 (Lanjutan)

(d) Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 135,359 119,973 1,128 0,280
Suhu -5,450 2,155 -1,117 -2,529 0,025
pH -5,314 7,610 -0,528 -0,698 0,497
Salinitas 1,606 1,690 0,243 0,950 0,359
DO 6,603 2,739 1,995 2,411 0,031
a Dependent Variable: Anadara ferruginea
63

Lampiran 15 Komposisi spesies Makrobentos yang ditemukan pada ke tiga lokasi penelitian Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin,
Propinsi Lampung

No Lokasi Stasiun Family Spesies Genus Kelas


1 M&L A,B,C Terebralia palustris (Linnaeus, 1767) Terebralia sp Gastropoda
Potamididae
2 Telescopium sp
M&L A,B,C Telescopium telescopium (Linnaeus, 1758) Gastropoda
3 M&L A,B,C Cerithiidae Cerithium asper (Linnaeus, 1758) Cerithium sp Gastropoda
4 M&L A Cerithium gourmyi (Crosse, 1861) Gastropoda
5 M&L A,B,C Cerithium litteratum (Born, 1778) Gastropoda
6 M&L A Cerithium articulatum (A. Adams & Reeve, 1850) Gastropoda
7 L B Cerithium alveolus Hombron & Jacquinot, 1852 Gastropoda
8 M&L C Cerithium lutosum (Menke, 1828) Gastropoda
9 L C Cerithium chemnitzianum (Pilsbry, 1901) Gastropoda
10 L C Cerithium metulatum (Locard, 1886) Gastropoda
11 M&L A,B,C Muricidae Chicoreus torrefactus (G. B. Sowerby II, 1841) Chicoreus sp Gastropoda
12 M&L A,B Natica catena (Da Costa, 1778) Gastropoda
Naticidae Natica sp
13 L A,B,C Natica onca (Roding, 1798) Gastropoda
14 M B Polinices hepaticus (Roding, 1798) Polinices sp Gastropoda
15 L B Cypraeidae Cypraea spadicea (Swainson, 1823) Cypraea sp Gastropoda
16 M&L A,B Calliostomatidae Calliostoma punctulatum (Martyn, 1784) Calliostoma sp Gastropoda
17 M&L B,C Tegulidae Tectus fenestratus (Gmelin, 1791) Tectus sp Gastropoda
18 M&L B Strigatella scutulata (Gmelin, 1791) Strigatella sp Gastropoda
19 L C Mitridae Mitra ambigua (Swainson, 1829) Gastropoda
Mitra sp
20 L C Mitra filaris (Linnaeus, 1771) Gastropoda
21

63
L A,C Turritellidae Turritella communis (Risso, 1826) Turritella sp Gastropoda

63
64

64
Lampiran 15 (Lanjutan)
No Lokasi Stasiun Family Spesies Genus Kelas
22 M&L B Siphonalia cassidariaeformis (Reeve, 1846) Siphonalia sp Gastropoda
Buccinidae
23 M&L B,C Cantharus erythrostoma (Reeve, 1846) Cantharus sp Gastropoda
24 L B,C Cantharus dorbignyi (Payraudeau, 1826) Gastropoda
25 L B Cantharus rubiginosus (Reeve, 1846) Gastropoda
26 L C Phos roseatus (Hinds, 1844) Phos sp Gastropoda
27 M&L C Pisania ignea (Gmelin, 1791) Pisania sp Gastropoda
28 L B Fasciolariidae Latirus polygonus (Gmelin, 1791) Gastropoda
Latirus sp
29 M&L A Latirus nassatula (Lamarck, 1822) Gastropoda
30 M&L A,B,C Columbellidae Pyrene varians (Sowerby I, 1832) Gastropoda
Pyrene sp
31 L B Pyrene ocellata (Link, 1807) Gastropoda
32 M B Columbella mercatoria (Linnaeus, 1758) Columbella sp Gastropoda
33 M&L A,B,C Nassariidae Nassarius livescens (Philippi, 1849) Gastropoda
34 L B,C Nassarius reticulatus (Linnaeus, 1758) Nassarius sp Gastropoda
35 L C Nassarius kieneri (Anton, 1957) Gastropoda
36 L B Melongenidae Pugilina morio (Linnaeus, 1758) Puglina sp Gastropoda
37 L B Olividae Oliva caerulea (Roding, 1798) Oliva sp Gastropoda
38 L B,C Turridae Turris spectabilis (Reeve, 1843) Turris sp Gastropoda
39 L C Clavatulidae Pusionella nifat (Bruguière, 1789) Pusionella sp Gastropoda
40 L C Nacellidae Cellana ornata (Dillwyn, 1817) Cellana sp Gastropoda
41 L C Epitoniidae Epitonium zelebori (Frauenfeld, 1898) Epitonium sp Gastropoda
43 M&L A,B,C Gafrarium pectinatum (Linnaeus, 1758) Gafrarium sp Bivalvia
44 L A,B,C Placamen placidum (Philippi, 1844) Placamen sp Bivalvia
65

Lampiran 15 (Lanjutan)
No Lokasi Stasiun Family Spesies Genus Kelas
45 M&L A,B,C Callista chione (Linnaeus, 1758) Callista sp Bivalvia
46 M&L A,C Dosinia elegans (Conrad, 1843) Dosinia sp Bivalvia
47 M&L B,C Timoclea ovata (Pennant, 1777) Timoclea sp Bivalvia
48 M&L A,B,C Donacidae Donax scortum (Linnaeus, 1758) Donax sp Bivalvia
49 M&L A,B,C Pholadidae Barnea candida (Linnaeus, 1758) Barnea sp Bivalvia
50 M&L A,C Astartidae Astarte sulcata (da Costa, 1778) Astarte sp Bivalvia
51 M&L A Psammobiidae Gari depressa (Pennant, 1777) Bivalvia
Gari sp
52 L A Gari tellinella (Lamarck, 1818) Bivalvia
53 L B,C Asaphis deflorata (Linnaeus, 1758) Asaphis sp Bivalvia
54 M&L A,B,C Macoma balthica (Linnaeus, 1758) Macoma sp Bivalvia
55 M&L A,B,C Tellinidae Tellina punicea (Born, 1778) Bivalvia
56 M&L A,B,C Tellina donacina (Linnaeus, 1758) Bivalvia
57 M&L A,B,C Tellina fausta (Pulteney, 1799) Tellina sp Bivalvia
58 M&L A,B,C Tellina crassa (Pennant, 1777) Bivalvia
59 M&L A,B,C Tellina linguafelis (Linnaeus, 1758) Bivalvia
60 M&L A,B,C Tellinella virgata (Linnaeus, 1758) Tellinella sp Bivalvia
61 M&L A,B Gastrana fragilis (Linnaeus, 1758) Gastrana sp Bivalvia
62 M&L A,B,C Arcidae Anadara ferruginea (Reeve, 1844) Bivalvia
Anadara sp
63 L A Anadara granosa (Linnaeus, 1758) Bivalvia
64 M&L A,B,C Ostreidae Ostrea edulis Linnaeus, 1758 Ostrea sp Bivalvia
66 L B Mactra chinensis (Philippi, 1846) Mactra sp Bivalvia

65
65
66

66
Lampiran 15 (Lanjutan)
No Lokasi Stasiun Family Spesies Genus Kelas
67 L C Mactra elongata (Quoy & Gaimard, 1835) Bivalvia
68 M&L C Mactra dissimilis (Reeve, 1854) Bivalvia
69 M&L A,B,C Acrosterigma elongatum (Bruguière, 1789) Acrosterigma sp Bivalvia
Cardiidae
70 M&L B,C Trachycardium belcheri (Broderip & G. B. Sowerby I, 1829) Trachycardium sp Bivalvia
71 L C Nemocardium bechei (Reeve, 1847) Nemocardium sp Bivalvia
72 M&L B,C Septifer bilocularis (Linnaeus, 1758) Septifer sp Bivalvia
Mytilidae
73 M&L B,C Geukensia demissa (Dillwyn, 1817) Geukensia sp Bivalvia
74 M&L B,C Perna viridis (Linnaeus, 1758) Perna sp Bivalvia
75 L C Musculus laevigatus (J. E. Gray, 1824) Musculus sp Bivalvia
76 M&L B,C Cucullaeidae Cucullaea labiata (Lightfoot, 1786) Cucullaea sp Bivalvia
77 M&L B,C Myochamidae Myadora striata (Quoy & Gaimard, 1835) Myadora sp Bivalvia
78 M&L B,C Chamidae Pseudochama corrugata (Broderip, 1835) Pseudochama sp Bivalvia
79 L C Chama sarda (Reeve, 1847) Chama sp Bivalvia
80 L C Veneridae Lioconcha castrensis (Linnaeus, 1758) Lioconcha sp Bivalvia
81 L B,C Circe scripta (Linnaeus, 1758) Circe sp Bivalvia
82 M A Pandalidae Pandalus borealis Krøyer, 1838 Pandalus sp Crustacea
83 L A Ocypodidae Ocypode quadrata (Fabricius, 1787) Ocypode sp Crustacea
84 M&L A,B Uca (Minuca) Bott, 1973 Uca sp Crustacea
85 L A Panopeidae Rhithropanopeus harrisii (Gould, 1841) Rhithropanopeus sp Crustacea
86 L B Eurypanopeus depressus (Smith, 1869) Eurypanopeus sp Crustacea
87 L B Axiidae Calocarides coronatus (Trybom, 1904) Calocarides sp Crustacea
88 L C Palaemonidae Palaemon elegans (Rathke, 1837) Palaemon sp Crustacea
89 M C Portunidae Portunus (Achelous) spinimanus (Latreille, 1819) Portunus sp Crustacea
67

Lampiran 15 (Lanjutan)
No Lokasi Stasiun Family Spesies Genus Kelas
90 L A,C Phyllodocidae Eulalia viridis (Linnaeus, 1767) Eulalia sp Polychaeta
91 L A Lineidae Micrura fasciolata Ehrenberg, 1828 Micrura sp Polychaeta
92 L A Oerstediidae Oerstedia dorsalis (Abildgaard, 1806) Oerstedia sp Polychaeta
93 L A Orbiniidae Scoloplos armiger (Muller, 1776) Scoloplos sp Polychaeta
94 L B Trichobranchidae Terebellides stroemii (Sars, 1835) Terebellides sp Polychaeta
95 L B Maldanidae Nicomache lumbricalis (Fabricius, 1780) Nicomache sp Polychaeta

67
67
68

Lampiran 16 Foto beberapa spesies Makrobentos yang ditemukan pada sedimen


hutan mangrove dan laut Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin,
Propinsi Lampung

A. Spesies Gastropoda

Cerithium sp Terebralia sp Telescopium sp Chicoreus sp

Natica sp Cantharus sp Latirus sp Nassarius sp

Emarginula sp Turritella sp Pyrene sp Puglina sp

Oliva sp Pusionella sp Cymatium sp Strigatella sp

Photinula sp Fasciolaria sp Acanthina sp Mitra sp


69

Lampiran 16 (Lanjutan)

B. Spesies Bivalvia

Venus sp Gafrarium sp Placemen sp Callista sp

Donax sp Astarte sp Malcoma sp Tellina sp

Gari sp Trachycardium sp Spisula sp Anadara sp

Mactra sp Septifer sp Perna sp Cucullaea sp

Myadora sp Lioconcha sp Circe sp Acrosterigma sp

69
70

Lampiran 16 (Lanjutan)

C. Spesies Crustacea

Pandalus sp Palaemon sp Calocarides sp

Ocypode sp Portunus sp Uca sp

Rhithropanopeus sp Eurypanopeus sp
71

Lampiran 16 (Lanjutan)

D. Spesies Polychaeta

Eulalia sp Brada sp Micrura sp

Scoloplos sp Nichomache sp Oerstedia sp

Scoloplos sp Terebellides sp

Sumber : 1 Appeltans et al. 2012. Accessed at http: //www. marinespecies.org


2 Dokumentasi foto hasil penelitian, 2012

71
72

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Saparua Maluku Tengah, pada tanggal 12 Desember


1976 dari ayah Anthon Marinus Siegers dan ibu Esterlina Siegers. Penulis
merupakan putra ke lima dari lima bersaudara.
Riwayat pendidikan penulis: Tahun 1990 penulis menyelesaikan Sekolah
Dasar Negeri 13 Ambon, Tahun 1993 menyelesaikan SMP Negeri 2 Ambon,
Tahun 1996 penulis menyelesaikan SMA Negeri 2 Ambon dan diterima pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon melalui jalur
UMPTN. Tahun 2003 penulis menyelesaikan studi Strata satu (S-1) dan pada
Tahun 2009 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan program strata
dua (S-2) pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Perairan.

Anda mungkin juga menyukai