Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Fungsi SSK


SSK (Stabilitas Sistem Keuangan) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang
telah diterima secara internasional. Oleh karena itu, munculah beberapa definisi dari SSK
yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil
pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi.
Berikut beberapa definisi tentang SSK yang diambil dari berbagai sumber:
1. Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan
menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan
terhadap terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.
2. Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan
terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi
intermedasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.
3. Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi
dalam penetapan harga, alokasi dana, dan pengelolaan risiko berfungsi secara
baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian faktor –
faktor – faktor yang menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem
keuangan dapat disebabkan berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya
merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun
perilaku. Kegagalan pasar tersebut bersumber dari eksternal (internasional) dan internal
(domestik).
2.2 Institusi dibawah SSK
Institut yang berada dibawah stabilitas sistem keuangan adalah LPS (Lembaga
Penjamin Simpanan). LPS adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Peminjaman Simpanan (UU
LPS) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2009.
Lembaga Penjamin Simpanan memiliki program penjamin pemerintah yang bernama
blanket guarantee. Blanket guarantee telah berhasil mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap sistem perbankan. Akan tetapi, kebijakan tersebut meningkatkan
beban anggaran negara dan dan berpotensi menimbulkan moral hazard oleh pihak
pengelola bank dan nasabah bank. Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan
oleh LPS bersifat terbatas untuk mengurangi beban anggaran negara dan meminimalkan
moral hazard. Akan tetapi, penjaminan simpanan tersebut harus tetap dijaga kepentingan
nasabah secara optimal. Setiap bank yang beroperasi di Indonesia baik Bank Umum
maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan.
Adapun jenis simpanan di bank yang dijamin meliputi tabungan, giro, sertifikat deposito
dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Selain itu, LPS memiliki masing – masing fungsi, tugas, dan wewenang. Fungsi dari LPS
(Lembaga Penjamin Simpanan) adalah sebagai berikut:
 Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
 Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangan.
Tugas dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjamin simpanan.
2) Melaksanakan penjamin simpanan.
3) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan.
4) Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank
Gagal yang tidak berdampak sistemik.
5) Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Wewenang dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) adalah sebagai berikut:
 Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
 Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta.
 Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
 Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan bank
keuangan, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar
kerahasiaan bank.
 Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada
angka 4.
 Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
 Menunjuk, menugaskan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi
kepentingan dan/atau nama LP, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
 Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan.
 Menjatuhkan sanksi administratif.
Visi LPS (Lembaga Penjamin Simpanan):
Menjadi lembaga yang terdepan, tepercaya, dan diakui di tingkat nasional dan
internasional dalam menjamin simpanan nasabah dan melaksanakan resolusi bank
untuk mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
Misi LPS (Lembaga Penjamin Simpanan):
a. Menyelenggarakan penjaminan simpanan yang efektif dalam rangka
melindungi nasabah.
b. Melaksanakan resolusi bank yang efektif dan efisien.
c. Melaksanakan penanganan krisis melalui restrukturisasi bank yang efektif dan
efisien.
d. Berperan aktif dalam mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan
nasional melalui organisasi yang kompeten.
Nilai – nilai Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS):
 Integrity
Yaitu berkata jujur, bertindak independen sesuai dengan kode etik, dan selalu
mengedepankan kepentingan lembaga.
 Collaboration
Yaitu mengedepankan kerjasama dan saling mendukung dengan sikap terbuka
dan prasangka baik, saling percaya dan menghargai untuk mencapai tujuan
lembaga.
 Accountable
Yaitu berani bertanggung jawab atas segala tindakan atau keputusan yang
diambil, sesuai kebijakan/peraturan yang berlaku, dengan mempertimbangkan
risiko.
 Respect
Yaitu menghargai, menghormati, dan memiliki kepedulian terhadap orang lain
dengan dilandasi sikap empati, sopan dan tulus tanpa pamrih.
 Excellence
Yaitu mengupayakan hasil terbaik dengan cara menetapkan standar tinggi,
melakukan pengembangan berkelanjutan dan inovasi.
2.3 Peran di SSK
Peran Bank Indonesia dalam memelihara Stabilitas Sistem Keuangan adalah sebagai
berikut:
1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka.
2. Bank Indoneisa memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan.
3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran.
4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi – informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan.
5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistem keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR).
Peran OJK dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan adalah sebagai berikut:
1. Menjaga fundamental usaha sektor riil.
2. Menjaga stabilitas pasar keuangan.
3. Kebijakan stimulus lanjutan.
4. Stabilitas sektor keuangan terjaga.
2.4 Kronologi Negara Krisis Keuangan
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis keuangan dengan ditandai likuidasi 16
bank. Krisis keuangan di tahun 1998 diakibatkan turunnya tingkat kepercayaan
masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis keuangan tersebut,
pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas
seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket
guarantee). Hal ini telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998
tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden
Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank
Perkreditan Rakyat. Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee dapat menumbuhkan
kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, tetapi ruang lingkup
penjaminan terlalu luas sehingga menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi
pengelola bank maupun masyarakat. Selain itu, untuk mengatasi krisis keuangan
diperlukan waktu yang lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik terhadap
sistem keuangan. Krisis keuangan pada tahun 1998 membuktikan bahwa stabilitas sistem
keuangan merupakan aspek yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga
perekonomian yang berkelanjutan. Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentang
terhadap berbagai gejolak sehingga dapat mengganggu perputaran roda perekonomian.
Secara umum, sistem keuangan dikatakan tidak stabil karena adanya ketimbulan
beberapa kondisi yang tidak menguntungkan, seperti:
1. Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga
kebijakan moneter menjadi tidak efektif.
2. Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi
dana yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
3. Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan
diikuti dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga
mendorong terjadinya kesulitan likuiditas.
4. Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi
krisis yang bersifat sistemik.
2.5 Analisis dan Mencegah SSK
Untuk mencegah stabilitas sistem keuangan, diperlukanlah strategi monitoring
stabilitas sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Staretgi tersebut terdiri dari:
1. Koordinasi dan kerjasama
Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank
Indonesia juga oleh instasi terkait lainnya. Jadi berbagai instrumen dalam
stabilitas sistem keuangan, tidak hanya ditentukan oleh bank sentral,
melainkan duga dilakukan oleh otoritas lainnya. Untuk pengelolaan informasi
dan efektivitas kebijakan dalam stabilitasasi sistem keuangan, maka
diperlukan adanya koordinasi antara lembaga tersebut. Hal ini dimaksudkan
agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat dalam
stabilitas sistem keuangan, dapat terhindar dari pertentangan dan dampak
negatif.
2. Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu
mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat
sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan
terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat
dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemauntauan
stabilitas keuangan merupakan tugas bank sentral yang satu kesatuan dalam
menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi target
pemantauan, yaitu indikator microprudential dan indikator makroekonomi.
Kedua indikator tersebut saling melengkapi aksi dan reaksi dalam sistem
keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan
terhadap kondisi mikro institusi keuangan dalam sistem keuangan. Sedangkan
indikator makroekonomi dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik
maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan.
3. Pencegahan krisis
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam
sistem keuangan. Dalam pencegahan krisis, terdapat berbagai langkah
kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkah –
langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga
– lembaga internasional, seperti International Monetary fund (IMF), Bank for
International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional lainnya.
4. Manajemen krisis
Manajemen krisis berisikan prosedur tentang penyelesaian krisis dan kejelasan
peran serta tanggungjawab dari masing – masing institusi yang terlibat di
dalamnya. Apabila suatu bank dinyatakan kesulitan, maka diperlukan langkah
– langkah sebagai berikut:
a. Institusi yang berwenang harus menetapkan apakah bank yang
dinyatakan dalam kesulitan itu tergolong sistemik atau tidak.
b. Proses penyelamatan harus ditetapkan secara hukum mengingat adanya
penggunaan dana publik dalam proses penyelamatan tersebut.
c. Peran Bank Indonesia, otoritas pengawasan, dan pemerintah harus
ditetapkan secara jelas.

Referensi:
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-sistem-keuangan/Pages/Ikhtisar.aspx
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-sistem-keuangan/Pages/Peran-Bank-
Indonesia.aspx
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-sistem-keuangan/Pages/Manajemen-
Krisis.aspx
https://lps.go.id/web/guest/f.a.q
https://lps.go.id/web/guest/fungsi-tugas-wewenang
https://lps.go.id/web/guest/visi-misi-nilai-nilai
https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-Pers-Kebijakan-OJK-
Menjaga-Stabilitas-Sektor-Jasa-Keuangan-Tetap-Terjaga-Hingga-Akhir-Tahun.aspx

Anda mungkin juga menyukai