Anda di halaman 1dari 2

1. Apa yang dimaksud dengan National Procurement dan mengapa pemerintah melakukannya?

National procurement adalah jaminan dari pemerintah untuk membeli produk-produk domestik.
Dengan jaminan tersebut, pemerintah bisa mengarahkan suatu produk untuk diproduksi secara
domestik, meskipun produk tersebut akan lebih murah apabila diimpor. Instrumen ini bisa
memberikan proteksi kepada produsen pada tahap awal seperti pada kasus infant industry (industri
baru). Infant industry memerlukan proteksi untuk memberi kesempatan tumbuh dewasa karena
dalam persaingan pasar infant industry ini tidak akan mampu bersaing melawan first movers.
Dampak awal dari instrumen tersebut adalah naiknya harga jual produk karena proses produksinya
belum mencapai kapasitas optimal. Atau, harga bisa rendah, apabila regulator (dalam hal ini
pemerintah) bersedia memberikan subsidi pada produk tersebut.

2. Jelaskan pemahaman anda mengenai Non Tariff Barries yang meliputi:

Hambatan bukan tarif (non tariff barriers (NTB)) adalah penghambat perdagangan internasional
lainnya selain tarif yang memunculkan deadweight loss.

a. Export Subsidy (Subsidi Ekspor)


Subsidi ekspor (export subsidy) adalah pemberian subsidi oleh regulator kepada produsen yang
melakukan ekspor. Subsidi ekspor bisa dalam bentuk spesifik (nilai tertentu per unit barang) atau ad
valorem (presentase dari nilai yang diekspor).
Subsidi ekspor memberikan insentif kepada produsen untuk memproduksi produk tradable (produk
yang bisa diperdagangkan secara internasional).
Hal ini membuat produsen akan lebih memilih mengekspor produknya dibanding dengan menjual
produknya ke pasar domestik. Kondisi ini menyebabkan persediaan barang di pasar domestik
berkurang dan mengakibatkan kenaikan harga domestik. Produsen akan mau memasok pasar
domestik asalkan harga produk di pasar domestik memberikan keuntungan yang sama dengan yang
ada di pasar ekspor, yaitu sebesar harga ekspor ditambah subsidinya. Kondisi keseimbangan akan
terjadi yang diindikasikan dengan kenaikan harga produk di pasar domestik hingga mencapai harga
internasional ditambah subsidinya.
Subsidi ekspor ini lebih distortif dibanding tarif karena subsidi ekspor mengakibatkan distorsi
konsumsi, distorsi produksi, dan regulator tidak mendapatkan pendapatan seperti dalam kasus tarif.
Dalam kasus tarif, tarif mendistorsi konsumsi dan produksi, namun regulator mendapatkan
pendapatan dari tarif. Oleh karena itu, dead weight loss yang dimunculkan oleh subsidi melebihi
yang diakibatkan oleh tarif

b. Export Credit Subsidy (Subsidi Kredit Ekspor)


Subsidi kredit ekspor adalah pinjaman/kredit kepada pembeli (pengimpor) untuk mengimpor suatu
barang. Pemberi kredit biasanya institusi pemerintah, yaitu bank ekspor-impor (bank Exim) suatu
negara. Subsidi kredit ekspor ini pada prinsipnya adalah memberikan insentif kepada pembeli
internasional (dalam bentuk harga “murah”) untuk membeli produk ekspor suatu negara yang
kurang atau tidak laku. Instrumen ini muncul biasanya karena suatu negara memaksakan untuk
memproduksi barang yang negara tersebut tidak mempunyai keunggulan komparatif di produk
tersebut.
Kondisi ini terjadi jika suatu negara mengadopsi strategi export promotion yang bias ke sektor ekspor
atau leap-frogging. Leapfrogging dapat dipahami sebagai strategi mengejar ketertinggalan di sektor
industrialisasi dan konsep-konsep modern kehidupan manusia. Negara-negara berkembang sering
mengambil strategi ini untuk melontarkan diri ke dalam bangsa yang lebih maju dengan menguasai
teknologi paling canggih

c. Import Quota (Pembatasan Impor)


Kuota impor adalah batasan jumlah impor barang. Batasan impor ini membatasi jumlah batasan
persediaan produk di pasar domestik.
Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok
individu atau perusahaan. Pembatasan ini mengakibatkan hanya perusahaan dagang tertentu saja
yang diizinkan mengimpor dan diberikan jatah untuk mengimpor dalam jumlah tertentu yang tidak
boleh melebihi jumlah maksimal yang telah ditetapkan. Lisensi kuota amat potensial mengundang
aktivitas rent seeking, yaitu produsen melobi regulator untuk mendapatkan keuntungan dari tarif
perdagangan internasional.

d. Voluntary Export Restraints (Pengekangan Ekspor Sukarela)


Voluntary export restraints (VER) adalah kuota yang “dipasang” sendiri secara suka rela (voluntarily)
oleh negara pengekspor, bukan pengimpor.
VER mempunyai keuntungan-keuntungan politis dan legal yang membuatnya menjadi perangkat
kebijakan perdagangan yang lebih disukai namun dari sudut pandang ekonomi, pengendalian ekspor
sukarela persis sama dengan kuota impor dimana lisensi diberikan kepada pemerintah asing dan
karena itu sangat mahal bagi negara pengimpor. VER selalu lebih mahal bagi negara pengimpor
dibandingan dengan tarif yang membatasi impor dengan jumlah yang sama. Bedanya apa yang
menjadi pendapatan pemerintah dalam tarif menjadi sewa yang diperoleh pihak asing dalam VER,
sehingga VER nyata-nyata mengakibatkan kerugian.

Sumber :
Buku Materi Pokok EKMA4312 Ekonomi Manajerial
https://bbs.binus.ac.id/ibm/2018/05/kebijakan-kebijakan-perdagangan-internasional/

Anda mungkin juga menyukai