Anda di halaman 1dari 69

PEMETAAN TINGKAT ANCAMAN BENCANA BANJIR DI KOTA PADANG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh

MIQDAM KHARISMA OKLI YUANDA


17136095

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFi
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
ABSTRAK
Miqdam Kharisma Okli Yuanda. 2021. “Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Banjir Di
Kota Padang” Skripsi. Padang: Progam Studi Geografi, Jurusan Geografi,
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
Penelitian ini membahas tentang tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang
dengan menggunakan metode skoring. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat ancaman becana banjir, dan mengetahi sebaran tingkat ancaman bencana banjir
di Kota Padang.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif. Dalam untuk menentukan tingkat ancaman banjir menggunakan
5 parameter yaitu, geomorfologi, ketinggian, curah hujan, jenis tanah, penggunaan
lahan. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Padang yang terdiri dari 11 kecamatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan dapat disimpulkan
beberapa hal berikut. Pertama, hasilnya tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang
terbagi dalam tiga kategori yaitu kelas tinggi, sedang, dan rendah. Kedua, Sebaran
tingkat ancaman banjir rendah sebesar 15,95% atau seluas 3537,41 Ha yang tersebar di
7 kecamatan di Kota Padang. Tingkat ancaman banjir sedang sebesar 18,52% atau
seluas 4107,17 Ha yang tersebar di 9 kecamatan di Kota Padang. Tingkat ancaman
banjir tinggi sebesar 65,52% atau seluas 14530,13 Ha yang tersebar di 10 kecamatan di
Kota Padang.
Kata Kunci : Pemetaan, Ancaman, Banjir.

I
ABSTRACT
Miqdam Kharisma Okli Yuanda. 2021. “Mapping the Level of Flood Disaster Threat in
Padang City” Thesis. Padang: Geography Study Program, Department of Geography,
Faculty of Social Sciences, Padang State University
This study discusses the level of flood threat in the city of Padang using the scoring
method. The purpose of this study was to determine the level of flood disaster threat,
and to determine the distribution of the flood threat level in the city of Padang.
This type of research is a descriptive research using a quantitative approach. In
determining the level of flood threat using 5 parameters, namely, geomorphology,
altitude, rainfall, soil type, land use. The location of this research was conducted in the
city of Padang which consists of 11 districts.
Based on the results of the research conducted, the following conclusions can be drawn.
First, the result is that the level of flood threat in Padang City is divided into three
categories, namely high, medium, and low classes. Second, the distribution of the low
flood threat level is 15.95% or an area of 3537.41 hectares spread over 7 sub-districts in
Padang City. The level of moderate flood threat is 18.52% or an area of 4107.17
hectares spread over 9 sub-districts in Padang City. The level of high flood threat is
65.52% or an area of 14530.13 Ha spread over 10 sub-districts in Padang City.
Keywords: Mapping, Threats, Floods.

II
KATA PENGANTAR
Allhamdulillahhirabbil‘alamin, segala puji hanya berhak diperuntukkan kepada
Allah SWT, penulis mengucapkan syukur yang tak bisa diungkapkan atas rahmat dan
berkah yang telah penulis terima selama ini. Terutama pada saat penyelesaian skripsi ini
yang berjudul “Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Banjir di Kota Padang”. Shalawat
dan doa juga penulis ucapkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
manusia ke jalan yang lebih baik dengan risalah hidup akan amal dengan iman dan ilmu
pengetahuan.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan strata satu di Program Studi Geografi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Padang. Proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, terutama orang tua penulis yang selalu ada untuk penulis serta
tak henti-hentinya berusaha dan berdoa demi selesainya study ini.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada kedua orang
pembimbing penulis, atas jasanya yang takkan terbalas selama proses penyelesaian
skripsi ini. Pertama kepada Bapak Dr. Arie Yulfa, ST, M.Sc. sebagai pembimbing
penulis. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta staf, karyawan Universitas Negeri Padang
yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi selama
perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi.
2. Dr. Arie Yulfa, ST, M.Sc selaku Ketua Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Padang yang telah memberikan kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Triyatno, S.Pd, M.Si dan Ahyuni, ST, M.Si sebagai penguji yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Ahyuni, ST, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik (PA) penulis yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan di
Jurusan Geografi Universitas Negeri Padang.
5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Jurusan Geografi yang telah banyak memberikan
ilmunya kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Staf administrasi Jurusan
Geografi yang telah membantu penulis selama proses perkuliahan dan
pengurusan skripsi ini.
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk data penelitian skripsi ini
terutama informan penulis.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak dan
khususnya bagi penulis.

Padang, 5 Juli 2021

III
Miqdam Kharisma Okli Yuanda
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... I
KATA PENGANTAR .................................................................................. III
DAFTAR ISI ................................................................................................. IV
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... V
DAFTAR TABEL ........................................................................................ VI
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ VII

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 2
C. Batasan Masalah ................................................................................ 3
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
E. Tujuan ................................................................................................ 3
F. Manfaat .............................................................................................. 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ....................................................................................... 5
B. Penelitian Relevan ............................................................................. 19
C. Kerangka Konseptual ......................................................................... 22
BAB III METODOLOGI
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 24
B. Lokasi Peneltian ................................................................................. 24
C. Data dan Bahan Penelitian ................................................................. 26
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 26
E. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ....................................... 28
F. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Penelitian ........................................................................... 34
B. Hasil Penelitian .................................................................................. 35
C. Pembahasan ....................................................................................... 47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 50
B. Saran .................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53
LAMPIRAN .................................................................................................. 55

IV
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1. Tata Letak Komposisi Peta........................................................... 10
Gambar 2. Kerangka Konseptual.................................................................... 23
Gambar 3. Lokasi Penelitian .......................................................................... 25
Gambar 4. Komponen Ancaman Bencana Banjir .......................................... 32
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian ............................................................... 33
Gambar 6. Peta Ancaman Banjir di Kota Padang .......................................... 45

V
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1. Penelitian Relevan ......................................................................... 19
Tabel 2. Jenis Data dan Sumber Data .......................................................... 26
Tabel 3. Parameter Ancaman Banjir ............................................................ 31
Tabel 4. Luas dan Banyaknya Kecamatan, Kelurahan, RW, RT, dan
Kepala Keluarga Kota Padang....................................................... 35
Tabel 5. Parameter Ancaman Banjir ............................................................ 36
Tabel 6. Data Geomorfologi di Kota Padang Beserta Luasnya ................... 38
Tabel 7. Data Ketinggian di Kota Padang Beserta Luasnya ........................ 39
Tabel 8. Data Penggunaan Lahan di Kota Padang Beserta Luasnya ........... 40
Tabel 9. Data Jenis Tanah di Kota Padang Beserta Luasnya ....................... 41
Tabel 10. Data Curah Hujan di Kota Padang ................................................. 42
Tabel 11. Luas Tingkat Ancaman Banjir di Kota Padang ............................. 47

VI
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
Lampiran 1. Peta Geomorfologi di Kota Padang............................................ 55
Lampiran 2. Peta Ketinggian di Kota Padang................................................. 56
Lampiran 3. Peta Curah Hujan di Kota Padang.............................................. 57
Lampiran 4. Peta Jenis Tanah di Kota Padang............................................... 58
Lampiran 5. Peta Penggunaan Lahan di Kota Padang.................................... 59
Lampiran 6. Peta Sebaran Lokasi Banjir di Kota Padang............................... 60

VII
VIII
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang luas dengan berbagai macam bentuk muka

bumi (relief) yang berbeda-beda. Akibatnya dibeberapa tempat di beberapa tempat

sering terjadi bencana banjir yang menimbulkan korban dan kerugian baik nyawa

maupun harta benda. Hampir disetiap musim penghujan sering terjadi peristiwa

bencana banjir yang muncul dimana-mana, dengan lokasi dan tingkat kerusakan

yang di timbulkannya sangat beragam. Bencana alam banjir di Indonesia

tampaknya dari tahun ketahun memiliki kecenderungan meningkat, begitu juga

bencana banjir setiap tahun terjadi di seluruh penjuru tanah air. Kecendrungan

meningkatnya bencana banjir di Indonesia tidak hanya luasnya saja melainkan

kerugian juga ikut bertambah pula.

Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Faktor-

faktor tersebut adalah kondisi alam (letak geografis wilayah, kondisi toporafi,

geometri sungai dan sedimentasi), peristiwa alam (curah hujan dan lamanya hujan,

pasang, arus balik dari sungai utama, penurunan muka, pembendungan aliran

sungai akibat longsor, sedimentasi dan aliran lahar dingin), dan aktifitas manusia

(pembudidayaan daerah dataran banjir, peruntukan tata ruang di dataran banjir yang

tidak sesuai, belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir,

permukiman di bantaran sungai, sistem drainase yang tidak memadai, terbatasnya

tindakan mitigasi banjir, kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang alur sungai,

penggundulan hutan di daerah hulu, terbatasnya upaya pemeliharaan bangunan

pengendali banjir).

1
Berdasarkan hasil kajian BNPB, Kota Padang merupakan daerah yang rawan

banjir. Dalam 1 tahun terakhir intensitas banjir di Kota Padang semakin tinggi,

dalam setiap tahun tidak kurang dari 3 kali kejadian banjir melanda sebahagian

besar wilayah di Kota Padang. Banjir yang terjadi rata-rata diawali dengan curah

hujan yang tinggi secara terus menerus melebihi dari 3 jam merata di seluruh

wilayah Kota Padang. Banjir yang terjadi bahkan sudah menelan korban jiwa dan

kerugian serta kerusakan pada asset-asset masyarakat maupun pemerintah dan

swasta.

Penyajian data tentang persebaran lokasi banjir ke dalam bentuk peta akan

sangat membantu dalam perencanaan dan pengambilan keputusan ataupun tindakan

lebih lanjut terhadap masalah banjir baik waktu sekarang maupun masa yang akan

datang. Sehingga pengguna peta dapat dengan mudah membaca dan menangkap ide

dari data dan informasi yang disajikan.

Berdasarkan kepada latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk

melihat, mengkaji dan meneliti lebih dalam tentang mitigasi dan menuangkannya

kedalam sebuah penelitian yang di beri judul “PEMETAAN TINGKAT

ANCAMAN BENCANA BANJIR DI KOTA PADANG “.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan ada beberapa masalah yang

muncul dan menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu:

a. Banjir yang terjadi di Kota Padang di sebabkan oleh banyak hal

diantaranya adalah genangan air hujan, topografi Kota Padang yang rendah

2
di bagian barat , dan cepat tumbuhnya kawasan pemukiman yang membuat

daerah resapan air berkurang.

b. Sulitnya mengatasi banjir tahunan di Kota Padang, juga mengakibatkan

kendala di dalam upayanya untuk mengatasi banjir di daerah perkotaan.

Sudah banyak tenaga dan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi

persoalan ini namun banjir tidak kunjung hilang, bahkan ada

kecenderungan bahwa banjir bertambah dari tahun ke tahun.

a. Perlunya kajian tingkat ancaman bencana banjir untuk masyarakat agar

dapat mengedukasi masyarakat dan juga bagi pemerintah dapat

mengetahui dan menginformasikan wilayah yang memiliki tingkat

ancaman bencana banjir sehingga dapat melakukan upaya mitigasi dan

pencegahan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka fokus penelitian adalah

pemetaan tingkat ancaman bencana banjir adalah di Kota Padang, Sumatera

Barat. Selain itu, parameter jaringan drainase tidak digunakan sebagai parameter

penentu ancaman banjir dalam penelitian ini.

D. Rumusan Masalah

a. Bagaimana tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang?

b. Bagaimana persebaran tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang?

E. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang.

3
b. Memetakan persebaran wilayah tingkat ancaman bencana banjir di Kota

Padang.

F. Manfaat

1. Manfaat Akademis

a. Sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada jurusan

Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.

b. Sebagai ilmu pengetahuan dan melatih dalam menerapkan ilmu yang telah

dipelajari selama ini.

2. Manfaat Bagi Pemerintah Kota

a. Peta tingkat ancaman banjir yang dihasilkan bisa memberikan gambaran

tingkat ancaman banjir dimasa kini dan persebarannya, sehingga pada

gilirannya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

pengembangan wilayah.

b. Memberikan gambaran mengenai upaya-upaya untuk mengurangi tingkat

ancaman banjir di Kota Padang.

3. Manfaat Bagi Masyarakat

a. Diharapakan dapat memberikan informasi kepada seluruh pihak dan

masyarakat untuk dapat mengetahui wilayah yang memiliki tingkat

ancaman bencana kebakaran di wilayah Kota Padang.

b. Sebagai pertimbangan dalam memilih dan menentukan tempat tinggal

maupun tempat usaha di wilayah Kota Padang.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Pemetaan

Pemetaan merupakan suatu usaha untuk menyampaikan, menganalisis

dan mengklasifikasikan data yang bersangkutan, serta menyampaikan ke

dalam bentuk peta dengan mudah, memberi gambaran yang jelas, rapi dan

bersih (Sandy, 1972).

Peta yang menggambarkan fenomena geografikal tidak hanya sekedar

pengecilan suatu fenomena saja, tetapi jika peta itu dibuat dan didesain

dengan baik, maka akan menjadi alat bantu yang baik untuk kepentingan

melaporkan, memperagakan, menganalisis dan secara umum untuk

memahami suatu objek atau kenampakan di muka bumi. Peta menggunakan

simbol dua dimensi untuk mencerminkan fenomena geografikal yang

dilakukan secara sistematis dan memerlukan kecakapan untuk membuat dan

membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong dalam cara

grafis dan untuk efisiensinya harus mempelajari atribut atau elemen-elemen

dasarnya (Sinaga, 1995).

Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah

pengetahuan dan pemahaman geografi bagi pengguna peta. Dalam

perencanaan pembangunan hampir semua memerlukan peta sebelum

perencanaan tersebut dimulai. Hal ini sesuai dengan fungsi peta dalam

perencanaan suatu kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Sinaga (1995)

adalah sebagai berikut:

5
a. Memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter

dari suatu daerah.

b. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang

dilakukan.

c. Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu

kesimpulan.

d. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.

Demikian pula dalam suatu kegiatan penelitian, peta berfungsi sebagai

berikut:

1. Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran

tentang daerah yang akan diteliti.

2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan

data yang ditemukan di lapangan.

3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian. Ditinjau dari isinya,

peta dikelompokkan menjadi peta umum dan peta khusus. Peta umum

berisi gambaran umum tentang permukaan bumi, seperti gunung,

bukit, pemukiman dan lain-lain. Peta khusus/tematik adalah peta yang

memperlihatkan data-data secara kualitatif dan atau kuantitatif pada

unsur-unsur yang spesifik. Unsur-unsur tersebut ada hubungannya

dengan detail topografi (Aziz dan Rachman, 1977). Contoh peta

tematik: peta jumlah penduduk, peta penggunaan lahan, peta

administrasi dan sebagainya.

6
Sinaga (1995) mengemukakan bahwa peta berdasarkan skalanya,

dibedakan menjadi:

1. Peta skala sangat besar yaitu peta berskala >1 : 10.000

2. Peta slaka besar yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 10.000

3. Peta skala sedang yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 1.000.000

4. Peta skala kecil yaitu peta berskala >1 : 1.000.000

Ada beberapa cara untuk menyatakan skala peta sebagai berikut:

a. Skala angka/skala pecahan skala angka yaitu skala yang menunjukkan

perbandingan antara jarak di peta dengan jarak sebenarnya di

lapangan, yang dinyatakan dengan angka atau pecahan.

Contoh:

- Skala angka 1 : 50.000

- Skala pecahan 1/50.000

Skala tersebut menyatakan bahwa satuan jarak pada peta mewakili

50.000 satuan jarak horizontal di permukaan bumi. Jadi 1 cm di peta

mewakili 50.000 cm di lapangan.

b. Skala verbal Skala verbal yaitu skala yang dinyatakan dengan kalimat

atau skala yang menunjukkan jarak inci di peta sesuai dengan

sejumlah mil di lapangan. Peta skala ini banyak digunakan di negara

Inggris dan bekas negara jajahannya.

Contoh: 1 inci to one mile = 1 : 63.660

c. Skala grafis Skala grafis yaitu skala yang ditunjukkan dengan garis

lurus, yang dibagi-bagi dalam bagian sama. Setiap bagian

7
menunjukkan kesatuan panjang yang sama pula. Contoh dari skala

angka 1 : 50.000, menjadi skala grafis, sebagai berikut:

Pada umumnya yang dipentingkan dalam peta tematik adalah penyajian

data dalam bentuk simbol, karena simbol menyampaikan isi peta dan sebagai

media komunikasi yang baik antara pembuat peta dengan pengguna peta.

Pembuat peta harus berusaha membuat simbol yang sederhana, mudah

digambar tetapi cukup teliti, sedangkan bagi penguna peta, simbol itu harus

jelas dan mudah dibaca atau dipahami.

Seorang kartograf harus dapat mendesain peta dan merekayasa,

mengkombinasikan berbagai data menjadi simbol-simbol yang menarik dan

mudah dimengerti sehingga peta yang dihasilkan mempunyai nilai tinggi baik

isi maupun unsur seninya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong

dalam cara grafis dan untuk efisiensinya harus mempelajari atribut atau

elemen-elemen dasarnya (Sinaga, 1995).

Dalam mendesain peta harus diperhatikan maksud, tujuan dan metode

pemetaanya, dengan demikian peta yang dihasilkan akan nampak harmonis,

menarik dan yang penting dapat memberikan informasi yang representatif,

mudah dibaca dan mudah dipahami oleh pengguna peta. Dengan kata lain

suatu peta untuk dapat dipergunakan seharusnya antara pembuat dan desain

peta dengan fungsi peta mempunyai kaitan yang gayut (Sukoco, 1985). Tugas

kartografer adalah mendesain peta. Tahapan mendesain peta meliputi sebagai

berikut:

8
1. Desain Peta Dasar

Dalam membuat peta tematik diperlukan peta dasar yang

berfungsi sebagai latar belakang penempatan dan orientasi secara

geografi dari tema yang akan dibuat. Penentuan skala peta

berdasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

- Datanya dapat digambarkan dengan jelas.

- Tidak banyak data yang dihilangkan.

- Sesuai dengan tujuan pemetaan.

- Unit penggambaran terkecil masih nampak tergambar dengan jelas.

2. Komposisi peta

Komposisi peta adalah merancang susunan dan pengaturan

masing-masing informasi tepi peta, agar peta menarik dan efisien.

Komposisi peta meliputi judul peta, skala peta baik grafis maupun

numerik, orientasi, inset, legenda, indeks peta, sumber data, sumber

peta, nama penyusun peta, garis tepi peta, garis lintang dan bujur,

serta daerah yang dicakup. Komposisi atau unsur-unsur tersebut ke

dalam peta dipengaruhi oleh bentuk daerah penelitian, efisiensi kertas

dan skala peta, oleh karena itu letak dan ukuran huruf atau angka yang

ditempatkan pada peta harus nampak serasi dan harmonis sehingga

memberi kesan yang menarik bagi pengguna peta. Berikut contoh

komposisi peta tematik.

9
Gambar 1. Tata Letak Komposisi Peta

3. Desain isi peta

Desain isi peta adalah merancang informasi ke dalam bentuk

simbol yang akan ditampilkan pada peta. Simbol harus memiliki arti

unsur yang diwakilinya. Informasi yang akan disampaikan melalui

simbol seperti simbol titik, garis dan area akan menentukan besarnya

ukuran atau nilai.

Simbol dapat diartikan suatu gambar atau tanda yang mempunyai makna

atau arti dan merupakan informasi utama untuk menunjukkan tema suatu peta

(Aziz & Ridwan, 1997). Pemilihan bentuk dan ukuran simbol berdasarkan

pada struktur data, kuantitas data, kualitas data, peta dasar yang digunakan

serta tujuan pemetaan. Maka dari itu dalam pemilihan macam simbol perlu

dipertimbangkan kelebihan dan kekurangan simbol, dengan pemilihan simbol

yang tepat informasi yang ingin disampaikan melalui peta akan dapat

dimengerti dengan baik maknanya oleh pengguna peta.

10
Martono (1998) mengemukakan bahwa simbol mempunyai 3 bentuk

yaitu :

a. Simbol titik Simbol titik yang bersifat kuantitatif merupakan dimensi

ukuran yang sebagian besar dimanipulasi secara frekuensi. Hasilnya

dapat berupa batang-batang terbagi ( bar graph), lingkaran yang

terbagi ( pie graph), segitiga yang terbagi dan sebagainya.

b. Simbol garis Simbol garis digunakan untuk mewakili unsur-unsur

yang berbentuk garis, seperti : batas hutan, garis pantai, jalan, sungai,

batas administrasi dan sebagainya.

c. Simbol luas Simbol luas digunakan untuk mewakili unsur-unsur yang

berbentuk luas atau bidang seperti : area sawah, hutan, rawa.

2. Data

Menurut Sinaga (1995) mengemukakan bahwa secara garis besar

pencerminan data dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu data

kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif tidak menyebutkan jumlah atau

nilai maka percerminan dalam peta hanyalah mengungkapkan agihan atau

distribusi keruangan dari unsur yang dipetakan saja. Data kuantitatif

menunjukkan nilai atau jumlah dari unsur-unsur yang digambarkan, baik

untuk data bersifat posisional, linier ataupun area/luasan.

Usman (2003) mengemukakan ada empat skala pengukuran data yaitu:

a. Skala nominal adalah merupakan hasil perhitungan, sehingga tidak

dijumpai bilangan pecahan serta data yang paling sederhana yang

11
disusun menurut jenisnya atau kategorinya. Skala nominal tersebut

berfungsi sebagai simbol/lambang.

b. Skala ordinal adalah skala data yang sudah diurutkan dari jenjang

yang paling rendah sampai jenjang yang paling tinggi atau sebaliknya

tergantung peringkat selera pengukuran yang subjektif terhadap objek

tertentu.

c. Skala interval mempunyai sifat-sifat nominal dari data ordinal, di

samping itu ada sifat tambahan lainnya yaitu tidak mempunyai sifat

nol mutlak. Sehingga mempunyai skala interval yang sama jaraknya.

d. Skala rasio adalah skala yang mengandung sifat-sifat interval selain

itu ia sudah mempunyai nol mutlak. Contoh dari data rasio di

antaranya: tinggi, panjang atau jarak.

Tika (1997) mengemukakan bahwa berdasarkan sumbernya data dapat

digolongkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang diteliti,

atau ada hubungannya dengan yang diteliti. Sedangkan data sekunder adalah

data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau

instansi di luar diri penelitian sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu

sesungguhnya adalah data yang asli. Data sekunder dapat diperoleh dari

instansi-instansi dan perpustakaan.

3. Kota

Kota secara umum dapat diartikan sebagai suatu pusat pemukiman dan

kegiatan penduduk yang mempunyai batas administrasi yang diatur dalam

12
peraturan perundang-undangan serta telah memperlihatkan ciri atau watak

sistem modern.

Dan kota juga dapat diartikan sebagai wilayah yang memiliki kegitan

utama bukan pertanian dengan susunan fungsi penggunaan kawasan sebagai

peruntukan kawasan pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial serta

kegiatan ekonomi.

Kota sebagai suatu zona atau daerah yang merupakan pusat kegiatan

ekonomi, pemerintahan serta pernusatan penduduk, kota akan berkembang

dengan cepat dengan perubahan - perubahan di segala bidang. Salah satunya

adalah perubahan pada kenarnpakan fisik kekotaannya. Perkembangan kota

merupakan fungsi waktu.

Kota juga dapat diartikan sebagai rangkaiaan suatu sistem jaringan

kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan

diwarnai dengan strata ekonomi yang bercorak heterogen yang dimana di

dalam kota tersebut masyarakatnya terdiri atas penduduk asli dan pendatang

(Bintarto, 1991)

Dari paparan para ahli diatas dapat diartikan atau disimpulkan bahwa

kota merupakan satuan geografis dimana didalmnya memiliki batasan

administrasi dan ruang lingkup wilayah yang luas dan didalamnya terdapat

penduduk yang relatif banyak dan digambarkan dengan gambaran sosial yang

modern.

4. Bencana

13
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi oleh alam maupun non alam

yang dimana dapat menyebabkan kerugian harta,benda bahkan nyawa,

sedangkan Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 diartikan bencana

adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam

maupun non alam maupun manusia yang mengakibatkan timbulnya korban

jiwa, kerusakan lingkungan bahkan kerugian harta benda dan dampak

psikologis.

Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ditinjau dari prosesnya

bencana dibagi atas 3 jenis yaitu bencana alam, bencana non alam dan

bencana sosial.

1. Bencana Alam adalah bencana yang terjadi akibat oleh alam atau

rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh faktor alami antara lain

sebagai berikut : Gempa bumi, Tsunami, Banjir, Gunung Meletus,

Tanah Longosr dan Angin Tornado/ Badai.

2. Bencana non-alam adalah bencana yang di sebabkan oleh gagalnya

suatu fungsi dalam teknologi atau kelalaian seperti wabah penyakit

dan epidemic.

3. Bencana Sosial adalah adalah bencana yang disebabkan oleh manusia

yang didalamnya meluputi konflik sosial ataupun terror.

5. Banjir

Banjir bukan merupakan hal yang asing bagi manusia tetapi pengertian

banjir sering rancu disamakan dengan genangan. Banjir yaitu genangan yang

14
ditimbulkan oleh meluapnya aliran sungai, sedangkan genangan adalah

tertahannya aliran air permukaan akibat tidak berfungsinya drainase. Banjir

dan genangan tersebut sama-sama melanda daerah permukiman penduduk

sehingga menimbulkan kerugian harta maupun jiwa.

Menurut Suripin (2004) Penyebab banjir dapat dibedakan menjadi 3

macam, yaitu:

1. Banjir kiriman

Aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang

tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu

menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya atau

banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan.

2. Banjir lokal

Genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu

sendiri. Hal ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi

kapasitas sistem drainase yang ada. Pada banjir lokal, ketinggian

genangan air antara 0,2 – 0,7 m dan lama genangan 1 – 8 jam.

Terdapat pada daerah yang rendah.

3. Banjir rob

Banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang dan/atau air

balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang.

Banjir yang terjadi di Kota Padang merupakan banjir lokal, karena banjir

lokal terjadi akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri yang disebabkan air

15
hujan tidak tertampung oleh saluran drainase karena melebihi kapasitas

sistem drainase yang ada.

6. Ancaman Bencana

Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat

menimbulkan bencana (Undang-undang No.24 tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana).

Ancaman bencana banjir adalah kemungkinan munculnya suatu kejadian

atau peristiwa yang menimbulkan kerugian yang dapat berupa harta benda

bahkan nyawa yang disebabkan oleh banjir,

Analisis tingkat ancaman bencana adalah suatu kegiatan studi tentang

kegiatan yang memungkinkan mengkaji kemungkinan terjadinya bencana

(Undang-undang No.24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana),

dengan bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat ancaman atau risiko.

7. Pengertian Pemetaan Banjir

Pemetaan banjir adalah usaha mempresentasikan data yang berupa angka

atau tulisan tentang distribusi banjir ke dalam bentuk peta supaya persebaran

datanya dapat langsung diketahui dengan mudah dan cepat. Pemetaan banjir

ini dibuat dengan cara data-data yang sudah diperoleh kemudian masing-

masing data diadakan pengskoran terhadap seberapa besar pengaruhnya

terhadap banjir dan pemberian bobot pada daerah-daerah yang dekat dengan

sungai untuk lebih memperjelas daerah rawan banjir. Overlay dilakukan

setelah masing-masing data sudah diskor dan diberi bobot. Hasil dari overlay

berupa peta rawan banjir. “Untuk menyajikan data yang menunjukkan

16
distribusi keruangan atau lokasi dari sifat-sifat datanya, maka hendaknya

informasi ini ditunjukkan dalam bentuk peta”. (Bintarto, 1991)

8. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi Geografi adalah suatu sistem informasi tentang

pengumpulan dan pengolahan data serta penyampaian informasi dalam

koordinat ruang, baik secara manual maupun digital. Data yang diperlukan

merupakan data yang mengacu pada lokasi geografis, yang terdiri dari dua

kelompok, yaitu data grafis dan data atribut. Data grafis tersusun dalam

bentuk titik, garis, dan poligon. Sedangkan data atribut dapat berupa data

kualitatif atau kuantitatif yang mempunyai hubungan satu-satu dangan data

grafisnya (Barus et al. 2000).

Menurut ESRI (1999), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu

alat berbasis komputer untuk memetakan dan meneliti hal-hal yang ada dan

terjadi di muka bumi. Sistem Informasi Geografis mengintegrasikan operasi

database umum seperti query dan analisa statistik dengan visualisasi yang

unik dan manfaat analisa mengenai ilmu bumi yang ditawarkan oleh peta.

Kemampuan ini menjadi penciri Sistem Informasi Geografis dari sistem

informasi lainnya, dan sangat berguna bagi suatu cakupan luas perusahaan

swasta dan pemerintah untuk menjelaskan peristiwa, meramalkan hasil, dan

strategi perencanaan.

Teknologi SIG memberikan kemampuan lebih berkaitan dengan identif

ikasispasial dalam kegiatan partisipasi berbasis masyarakat. Berbagai riset

pendekatan berbasis partisipasi mendapat dukungan teknologi SIG

17
sehingga memberikanpeluang-peluang baru terhadap pemecahan masalah

kemasyarakatan berbasisspasial (Mustofa, Aditya, & Sutanta 2014).

Dalam penerapan SIG, data-data yang diperlukan untuk pemetaan

kawasan rawan banjir diperoleh dari foto udara dan data sekunder, berupa

peta-peta tematik. Peta-peta tematik yang berbeda, baik yang diperoleh dari

analisis penginderaan jauh maupun cara lain dapat dipadukan untuk

menghasilkan peta turunan. Data-data yang terkumpul diolah untuk

mendapatkan informasi baru dengan menggunakan SIG melalui metode

pengharkatan. Pada tahap pemasukan data, yang diperlukan untuk

penyusunan peta tingkat kerawanan banjir dapat dilakukan melalui digitasi

peta. Sesudah semua data spasial dimasukkan dalam komputer, kemudian

dilakukan pemasukan data atribut dan pemberian harkat. Untuk memperoleh

nilai kawasan rawan banjir dilalukan tumpang tepat peta-peta tematik yang

merupakan paramaeter lahan penentu rawan banjir, yaitu peta kemiringan

lereng, peta ketinggian, perta tanah, peta isohiet, dan peta penutupan atau

penggunaan lahan. Proses tumpang tepat peta dengan mengaitkan data

atributnya, melalui manipulasi dan analisa data. Pengolahan dan penjumlahan

harkat dari masing-masing parameter akan menghasilkan harkat baru yang

berupa nilai potensi rawan banjir. Kemudian dengan mempertimbangkan

kriteria rawan banjir, maka potensi banjir lahan tersebut dibagi kedalam

kelas-kelas rawan banjir (Utomo, 2004).

18
B. Penelitian Relevan

Tabel 1. Penelitian Relevan

Nama AB Prasetyo

Judul Pemetaan lokasi rawan dan risiko bencana banjir di


kota Surakarta tahun 2007

Metode metode deskriptif kualitatif

Kesimpulan Penelitian ini menggunakan metode deskriptif


kualitatif. Wilayah kajiannya mencakup seluruh
wilayah Kota Surakarta yang terdiri dari 5
Kecamatan dan 51 Kelurahan. Data yang
digunakan adalah data sekunder dan data primer.
Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi,
observasi dan wawancara. Teknik analisis data
yang digunakan untuk mengetahui persebaran
banjir adalah pengskoran dan overlay dari tiga
parameter yaitu: peta penggunaan lahan, peta
kerapatan saluran drainase, peta kemiringan lereng.

Nama Asep Purnama

Judul Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di Daerah


Aliran Sungai Cisadane Menggunakan Sistem
Informasi Geografis

Metode Penelitian Kuantitatif dengan pendekatan


berjenjang menggunakan pemberian harkat dan
skor pada setiap parameter

Kesimpulan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane terdiri dari


empat kelas kerawanan banjir yaitu: kelas aman

19
(44881 Ha/30,19%), kelas tidak rawan (36574,25
Ha/24,60%), kelas rawan (55317,93 Ha/37,21%),
dan kelas sangat rawan (11909,5 Ha/8,01%).
Bagian/segmen yang banyak terdapat daerah yang
termasuk kelas sangat rawan adalah bagian hilir
dengan luas 7388,5 Ha. Bagian hulu merupakan
bagian yang memiliki kelas aman dengan luas
paling tinggi yaitu 441621,75 Ha. Hal ini
dikarenakan daerah ini merupakan daerah dengan
penutupan lahan yang didominasi oleh hutan dan
perkebunan, dimana penutupan lahan hutan dan
perkebunan mempunyai pengaruh yang besar
dalam mencegah banjir. Kecamatan yang memiliki
luas kelas kerawanan sangat rawan yang paling
tinggi adalah kecamatan Kosambi (2548 Ha)
diikuti Pakuhaji (2367 Ha), dan Teluk Naga
(1538,5 Ha).

Nama Syafruddin Rauf, Lawalenna Samang

Judul Analisis dan Pemetaan Daerah Rawan Banjir di


Kota Makassar Berbasis Spasial

Metode Penelitian Kuantitatif dengan berbasis spasial

Kesimpulan maksud dari penelitian ini adalah untuk


mengetahui luas wilayah dan letak wilayah yang
terdampak banjir. Sedangkan, tujuan dari penelitian
ini adalah : 1) Menganalisis daerah rawan banjir di
Kota Makassar dengan Sistem Informasi Geografis
(SIG) berbasis spasial. 2) Mengidentifikasi ruas-

20
ruas jalan yang terdampak banjir di Kota Makassar
dengan Sistem Infrmasi Geografis (SIG) berbasis
Spasial.

21
C. Kerangka Konseptual

Banjir adalah suatu peristiwa dimana suatu daerah dalam keadaaan

tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Banjir juga disebabkan oleh

curah hujan yang tinggi, berubahnya tata guna lahan, pesatnya perkembangan di

sutau daerah atau kota dan munculnya pemukiman baru.

Parameter ancaman banjir yang digunakan seperti geomorfologi,

ketinggian, penggunaan lahan, jenis tanah, dan curah hujan yang nanti akan

digunakan untuk menganalisis. SIG (Sistem Informasi Geografi) yang terdiri

dari lima komponen utama yaitu : perangkat keras, perangkat lunak, data dasar,

dan informasi, sumberdaya manusia serta kebijakan dan prosedur. Dengan

kemajuan teknologi, berbagai jenis perangkat lunak dalam SIG menambah

kemudahan dan kelebihannya, sehingga versinya berubah (meningkat) terus. Hal

ini terjadi juga pada Arc GIS 10.3, salah satu software di dalam SIG yang akan

digunakan dalam penelitian ini.

22
Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Banjir Di
Kota Padang

Kajian Ancaman
Bencana Banjir Di Kota
Padang

Tingkat Ancaman
banjir Sebaran Ancaman
Banjir

Klasifikasi Parameter
Tingkat Ancaman
Banjir

Tingkat Ancaman Bencana


Banjir Di Kota Padang

Peta Persebaran Wilayah


Ancaman Bencana Banjir Kota
Padang

Gambar 2. Kerangka Konseptual

23
BAB III
METODOLOGI

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif. Suryabrata (2011) menjelaskan bahwa penelitian

deskriptif bertujuan untuk menyusun deskripsi terhadap fakta-fakta, sifat

populasi, dan kejadian pada daerah tertentu berdasarkan data-data dasar yang

diakumulasi secara deskriptif. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

untuk mengetahui kajian tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang.

Dimana dalam penelitiaan ini dilakukan dengan melakukan penghitungan

sehingga mendapatkan hasil dari analisis data Indeks Ancaman, Indeks

Penduduk Terpapar dan hasil dari analisis tersebut diolah dan di gambarkan

dalam bentuk peta.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini berada di Kota Padang yang terdiri dari 11

kecamatan yaitu Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, Kecamatan

Nanggalo, Kecamatan Pauh, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang

Selatan, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Lubuk

Begalung, Kecamatan, Lubuk Kilangan, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

24
25
C. Data dan Bahan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data

primer. Jenis data dan sumber data dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Jenis data dan sumber data

No Jenis Data Tipe Data Sumber Data

1 Peta RBI Kota Padang skala 1:50.000 Sekunder Badan Informasi Geospasial

2 Data Geomorfologi Sekunder Bappeda Sumbar

3 Data Ketinggian Sekunder DEMNAS

4 Data Lereng Sekunder Bappeda Sumbar

5 Data Tanah Sekunder Bappeda Sumbar

6 Data Curah Hujan Sekunder BMKG

7 Data Penggunaan Lahan Sekunder Bappeda Sumbar

Data Kejadian Banjir Kota Padang Sekunder BPBD Kota Padang


8
2020

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan trigulasi atau

gabungan yaitu menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data

dari berbagai sumber data.

Data yang di gunakan merupakan sekunder yang diambil dari beberapa

instansi dari lokasi studi. Data sekunder diambil dari instansi terkait seperti

Kantor Dinas BPBD Kota Padang, BPS Kota Padang,Kantor BAPPEDA,

BMKG, Kantor Lurah dan instansi terkait lainya.

26
Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan cara -

cara berikut ini:

1. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dapat

memberikan informasi secara pasti dan cukup akurat untuk

dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini sumber data berdasarkan

dokumen yang ada terdapat di Kantor Bappeda Sumatera Barat, Kantor

BPBD Kota Padang serta instansi lain yang berkaitan dengan penelitian.

2. Observasi

Observasi merupakan cara dan teknik pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap

gejala atau fenomena yang terjadi di lapangan. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui daerah-daerah yang sering terjadi banjir.

3. Studi Literatur

Studi Literatur yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara menyalin atau mengopi data literature dari para tokoh atau ahli untuk

membandingkan dengan data yang di dapatkan di lapangan.

E. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu proses untuk mengorganisasi data mentah

yang telah didapatkan agar mudah dianalisis dan ditarik kesimpulan

(Budiarto, 2012). Adapun proses pengolahan data dalam penelitian ini terdiri

dari editing, pengkodean, skoring, dan perhitungan interval.

27
a. Editing

Editing merupakan tahapan untuk melakukan pemeriksaan

terhadap data-data yang telah terkumpul baik dalam bentuk daftar

pertanyaan, kartu, maupun buku register dengan cara menjumlah dan

melakukan koreksi. Penjumlahan yang dimaksud adalah menghitung

kembali jumlah lembar daftar pertanyaan untuk menghindari kekurangan

atau bahkan kelebihan. Koreksi merupakan suatu proses membenarkan

atau memperbaiki hal yang salah maupun kurang jelas (Budiarto, 2012).

Dalam penelitian ini, proses pemeriksaan dilakukan pada data lembar hasil

wawancara dan dokumen yang didapatkan.

b. Pengkodean

Pengkodean merupakan tahapan untuk memberikan kode pada

semua variabel untuk memudahkan peneliti dalam melakukan pengolahan

(Budiarto, 2012). Data yang telah melewati proses editing selanjutnya

diklasifikasikan sesuai kelas yaitu kelas tinggi, sedang dan rendah. Data

yang termasuk komponen kerugian fisik dan kerugian ekonomi akan

dikonversi kedalam bentuk rupiah terlebih dahulu dan selanjutnya

diklasifikasikan sesuai kelas.

c. Skoring

Data yang sudah diklasifikasikan selanjutnya akan memasuki

proses skoring terhadap setiap komponen parameter penelitian. Skoring

dilakukan dengan cara nilai dari kelas dibagi dengan nilai maksimal kelas

kemudian dikalikan dengan ketentuan bobot.

28
d. Perhitungan interval

Setelah tahapan skoring dilakukan, selanjutnya setiap parameter

dihitung menggunakan rumus untuk menentukan kelas interval yang sesuai

(tinggi, sedang, atau rendah) berdasarkan Pedoman Pengkajian Risiko

Bencana dalam Peraturan Kepala BNPB tahun 2012.

e. Georeferensi

Peta dasar yang digunakan sebagai sumber atau acuan digitasi

harus dalam kondisi memiliki sistem koordinat tertentu yang dapat

menggambarkan posisi sebenarnya di muka bumi (Budiyanto, 2016). Data

berupa peta dasar tanpa informasi geografis selanjutnya diolah dengan

aplikasi ArcGIS dengan memaka sistem koordinat geografis.sistem

koordinat ini terdiri dari garis lintang dan bujur.

f. Digitasi

Digitasi adalah proses penggambaran peta yang dilakukan secara

on-screen pada layar monitor kemudian menghasilkan data vektor yang

akan menjadi sebuah peta digital (Budiyanto, 2016). Peta dasar yang telah

dilakukan georeferensi berikutnya dilakukan digitasi pada objek jalan,

aliran sungai, wilayah terdampak banjir, fasilitas umum, dan fasilitas kritis

g. Input data atribut

Sebuah peta digital tersusun atas data vektor dan data tabular yang

saling terhubung secara topologis. Data tabular memiliki informasi

atributal (Budiyanto, 2016). Data tabular yang ada dalam penelitian ini

antara lain berdasarkan data kependudukan, nama tempat, nama jalan,

29
nama sungai, dan hasil skor (ancaman, kerentanan, dan kapasitas). Data

hasil skor ancaman selanjutnya ditampilkan dalam 3 warna yaitu merah

(tinggi), kuning (sedang), dan hijau (rendah).

2. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data dan memilih mana yang penting serta mana yang

perlu dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

(Sugiyono, 2007). Teknis analisis data yang digunakan adalah Analisis

Skoring.

Berikut Langkah-langkah dalam analisis data:

a. Penyajian Analisis Skoring dan Pembobotan untuk Menilai Masing-

Masing Parameter

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

Pembobotan atau skoring digunakan terhadap parameter ancaman banjir.

Tabel 3. Parameter Ancaman Banjir


Skor
Parameter Bobot
0,3 0,6 1
Geomorfologi Perbukitan, Aliran Lava, Beting dataran banjir, teras- 25%
Pegunungan, Pantai, endapan teras sungai, water
Dataran pantai tua,kaldera body,dataran aluvial,
Tinggi pegunungan,plato, dataran
plato berbukit, plato berombak,dataran
berombak bergelombang,datara
n gabungan, dataran
sedimen, kipas
aluvial, gabungan
kipas aluvial, rawa

Ketinggian 0 – 15 m 15 – 50 m > 50 m 30%


Parameter Skor Bobot

30
0,3 0,6 1
Hutan, Semak belukar, Permukiman, Sawah
Perkebunan Belukar, Belukar
Penggunaan rawa, Pertanian
Lahan lahan kering 25%
regosol, redsina,
Andosol, terarosa, semi hidromorf kelabu dan
Jenis Tanah latosol, litosol organik aluvial 10%
Jumlah Curah
Hujan Tahunan < 2000mm 2000-3000 mm > 3000 mm 10%

Pemberian bobot atau skor ditentukan berdasarkan bobot yang sudah

ditentukan yang pada nantinya hasil dari penghitungan akan di bagi

berdasarkan 3 interval yaitu tinggi, sedang dan rendah.

b. Klasifikasi

Klasifikasi data adalah tindakan menggolongkan atau mengelompokkan

atas kriteria tertentu terhadap data penelitian, parameter yang sudah

dianalisis dikelompokkan dalam tingkat ancaman banjir. Perhitungan

tingkat masing-masing parameter dalam tingkat ancaman banjir

ditunjukkan sebagai berikut:

Rumus :
n
A=∑ (W i . X i)
i=1

Sumber : Primayuda, A, 2006

Keterangan :

A = nilai kerawanan

Wi = bobot untuk parameter ke – i

Xi = skor untuk parameter ke – i

31
Gambar 4. Komponen Ancaman Bencana Banjir

32
F. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5. Diagram alir penelitian

33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskrisi Penelitian

1. Letak

Kota Padang terletak di pesisir pantai barat pulau Sumatra, dengan garis

pantai sepanjang 84 km merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan

lindung, sementara selebihnya merupakan daerah terbangun. Keadaan

topografi Kota Padang bervariasi, 49,48% luas wilayah daratan Kota Padang

berada pada wilayah kemiringan lebih dari 40% dan 23,57% berada pada

wilayah kemiringan landai.

Secara astronomis Kota Padang terletak antara 100 o05’05” BT -

100o34’09” BT dan 0o44’00” LS - 1o08’35” LS. Berdasarkan posisi

astronomis ini Kota Padang berada pada wilayah iklim tropis yang memiliki

ciri-ciri mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau

dengan intensitas curah hujan tinggi.

2. Luas

Kota Padang secara administrasi memiliki luas 694,96 km2 yang

terbagi dalam 11 kecamatan, yaitu: Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan

Kuranji, Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Pauh, Kecamatan Padang Barat,

Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan Padang

Utara, Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan, Lubuk Kilangan, dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Terbagi dalam 104 Kelurahan mencakup

827 RW dan 3121 RT, dengan jumlah KK sebanyak 129243 KK, untuk

jelasnya lihat tabel berikut ini:

34
Tabel 4. Luas dan Banyaknya Kecamatan, Kelurahan, RW, RT dan Kepala
Keluarga Kota Padang
Luas
No Kecamatan Kelurahan RW RT KK
(Km2)
Bungus Teluk
1 Kabung 100,78 6 30 94 6028
2 Lubuk Kilangan 85,99 7 42 168 12928
3 Lubuk Begalung 30,91 15 121 453 20140
4 Padang Selatan 10,03 12 69 261 13451
5 Padang Timur 8,15 10 89 318 9853
6 Padang Barat 7 10 64 229 2196
7 Padang Utara 8,08 7 69 268 6150
8 Nanggalo 8,07 6 53 217 13036
9 Kuranji 57,41 9 92 367 16032
10 Pauh 146,29 9 50 166 10980
11 Koto Tangah 232,25 13 148 579 18419
Jumlah 694,96  104  827 3121 129243

3. Batas

Kota Padang secara administratif mempunyai batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kabupaten Padang Pariaman.

- Sebelah Timur : Kabupaten Solok.

- Sebelah Selatan : Kabupaten Pesisir Selatan.

- Sebelah Barat : Samudera Hindia.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Tingkat Ancaman Banjir

Ancaman banjir diketahui dengan melakukan skoring dan overlay dari

setiap parameter. Parameter tersebut adalah geomorfologi, ketinggian,

penggunaan lahan, jenis tanah, dan curah hujan. Langkah pertama adalah

penentuan nilai ancaman banjir dilakukan dengan menggunakan metode

skoing, yaitu memberikan skor pada setiap satuan pemetaan suatu

35
parameter banjir. Skor tiap parameter penilai ancaman banjir ditentuka dalam

kelas - kelas yang telah ditentukan. Setiap parameter ancaman banjir

mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap ancaman banjir, maka

setiap parameter tersebut juga akan mempunyai faktor penimbang atau bobot

masing-masing.

Tabel 5. Parameter Ancaman Banjir


Skor
Parameter Bobot
0,3 0,6 1
Geomorfologi Perbukitan, Aliran Lava, Beting dataran banjir, teras- 25%
Pegunungan, Pantai, endapan teras sungai, water
Dataran Tinggi pantai tua,kaldera body,dataran aluvial,
pegunungan,plato, dataran
plato berbukit, plato berombak,dataran
berombak bergelombang,datara
n gabungan, dataran
sedimen, kipas
aluvial, gabungan
kipas aluvial, rawa

Ketinggian 0 – 15 m 16 – 50 m > 50 m 30%


Penggunaan Hutan, Semak belukar, Permukiman, Sawah 25%
Lahan Perkebunan Belukar, Belukar
rawa, Pertanian
lahan kering
Jenis Tanah Andosol, regosol, redsina, hidromorf kelabu dan 10%
latosol, litosol terarosa, semi aluvial
organik
Jumlah Curah 10%
Hujan < 2000mm 2000-3000 mm > 3000 mm
Tahunan

Berdasarkan parameter parameter yang digunakan untuk mengetahui

tingkat ancaman banjir, maka parameter parameter tersebut dapat dilihat

dibawah ini.

a. Geomorfologi

Kota Padang memiliki enam klasifikasi geomorfologi sebagai berikut :

36
1) Dataran Alluvial

Dataran alluvial terdapat di enam Kecamatan di Kota Padang

yaitu di Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, Kecamatan

Nanggalo, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Padang Barat, dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

2) Dataran pantai
Dataran pantai terdapat di enam Kecamatan di Kota Padang yaitu

di Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Padang

Utara, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Timur, dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

3) Aliran lava
Aliran lava terdapat di sembilan Kecamatan di Kota Padang yaitu

di Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Kuranji,

Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan

Pauh, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Begalung, dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

4) Perbukitan
Perbukitan terdapat di dua Kecamatan di Kota Padang yaitu di

Kecamatan Koto Tangah dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

5) Pegunungan
Aliran lava terdapat di tujuh Kecamatan di Kota Padang yaitu di

Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang

Selatan, Kecamatan Pauh, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan

Lubuk Begalung, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

37
6) Rawa pasang surut
Aliran lava terdapat di satu Kecamatan di Kota Padang yaitu di

Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Berikut tabel 7 di bawah ini merupakan geomorfologi Kota


Padang beserta luasnya :
Tabel 6. Data geomorfolgi di Kota Padang beserta luasnya
No Geomorfolgi Luas (Ha)
1 Dataran Alluvial 5420,66
2 Dataran Pantai 3576,94
3 Aliran Lava 13303,45
4 Perbukitan 2386,99
5 Pegunungan 44159,14
6 Rawa Pasang Surut 192,49
Sumber: Hasil pengolahan penulis

Klasifikasi geomorfologi di daerah penelitian terdapat enam

klasifikasi yaitu dataran alluvial, dataran pantai, aliran lava, perbukitan,

pegunungan, dan rawa pasang surut. Untuk peta geomorfolgi di daerah

penelitian dapat dilihat pada lampiran.

b. Ketinggian

Parameter berikutnya yang digunakan sebagai dasar menganalisi

tingkat bahaya banjir adalah ketinggian. Ketinggian mempengaruhi dalam

tingkat kemampuan laju air untuk membentuk suatu timbunan aliran pada

permukaan. Semakin rendah ketinggian daerah maka tingkat ancaman

banjir agak berat begitu pula sebaliknya. Tabel 8 merupakan tabel luas

tingkatan ketinggian Kota Padang.

38
Tabel 7. Data ketinggian di Kota Padang beserta luasnya
No Ketinggian Luas (Ha)
1 0 – 15 m 11885,6
2 15 – 50 m 5664,47
3 > 50 m 52204,73
Sumber: Hasil pengolahan penulis

Berdasarkan hasil proses pembuatan peta ketinggian dengan

memanfaatkan GIS, maka kelerengan daerah penelitian dapat

diklasifikasikan menjadi tiga (3). Adapun uraiannya sebagai berikut :

1) Ketinggian 0 – 15 m, terdapat pada sembilan kecamatan yaitu:

Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Kuranji,

Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan

Padang Utara, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Lubuk Begalung,

dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

2) Ketinggian 15 – 50 m, terdapat pada sepuluh kecamatan yaitu:

Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Kuranji,

Kecamatan Pauh, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Padang

Timur, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Lubuk Kilangan,

Kecamatan Lubuk Begalung, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

3) Ketinggian > 50 m, terdapat pada sembilan kecamatan yaitu:

Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, Kecamatan Pauh,

Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan

Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Begalung, dan Kecamatan Bungus

Teluk Kabung.

39
Untuk peta ketinggian daerah penelitian dapat dilihat pada Peta

Ketinggian Kota Padang lebih jelas dapat lihat pada lampiran.

c. Penggunaan Lahan

Dalam menganalisis tingkat ancaman banjir perlu adanya

penggunaan lahan sebagai tolok ukur untuk mendapatkan hasilnya. Kota

Padang memiliki jenis penggunaan lahan yang berbeda-beda. Tabel 9 di

bawah ini merupakan jenis penggunaan lahan Kota Padang beserta

luasnya.

Tabel 8. Data penggunaan lahan di Kota Padang beserta luasnya


No Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1 Belukar 7135,94
2 Belukar Rawa 105,56
3 Hutan Lahan Kering Primer 28398,00
4 Hutan Lahan Kering Sekunder 6460,23
5 Hutan Mangrove Sekunder 94,72
6 Permukiman 7610,64
7 Pertambangan 361,80
8 Pertanian Lahan Kering 9268,92
9 Pertanian Lahan Kering Campur 4302,44
10 Sawah 5430,85
11 Tanah Terbuka 157,83
Sumber: Hasil pengolahan penulis

Klasifikasi penggunaan lahan di daerah penelitian terdapat sebelas

klasifikasi yaitu penggunaan lahan belukar, belukar rawa, hutan lahan

kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove sekunder,

permukiman, pertambangan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

campur, sawah, dan tanah terbuka. Untuk Peta Penggunaan Lahan Kota

Padang dapat dilihat pada lampiran.

40
d. Jenis Tanah

Tingkat ancaman banjir juga dipengaruhi oleh jenis tanah. Dalam

proses air mengalir di atas permukaan tanah, maka ada sebagian air yang

mengalir sebagai aliran permukaan dan sebagian meresap. Tabel 10

merupakan tabel jenis tanah Kota Padang beserta luasnya.

Tabel 9. Data jenis tanah di Kota Padang beserta luasnya


Jenis
o Tanah Luas
13085
Aluvial ,80
Organos 6064,
ol 81
Kambiso 41726
l ,04
5309,
Lateritik 30
3883,
Latosol 94
Sumber: Hasil pengolahan penulis

Hampir setengah wilayah di Kota Padang mempunyai jenis kambisol

yang merupakan wilayah perbukitan. Namun di sebagian wilayah barat

atau wilayah pesisir Kota Padang mempunyai jenis tanah aluvial, lateritik

yang sangat berpotensi terjadi banjir karena jenis tanah ini sangat sulit

dalam menyerap air. Jenis tanah ini tersebar di seluruh kecamatan di Kota

Padang. Terdapat juga jenis tanah latosol. Untuk melihat peta klasifikasi

jenis tanah Kota Padang dapat dilihat di lampiran.

e. Jumlah Curah Hujan Tahunan

Curah hujan merupakan suatu hal yang paling utama dalam

menentukan tingkat ancaman banjir. Curah hujan sangat berpengaruh

41
terhadap terjadinya banjir. Curah hujan berinteraksi langsung terhadap

karakteristik fisik lahan sehinga proses akan menghasilkan suatu keluaran

berupa respon permukaan, dalam hal ini adalah banjir.

Berdasarkan data sekunder, wilayah mempunyai jumlah curah hujan

tahunan sebesar 2.008 mm/tahun – 4.967 mm/tahun. Curah hujan yang

tergolong tinggi pada daerah Kota Padang mempunyai banyak kandungan

air di dalam tanah, sehingga pada saat kandungan air itu sudah jenuh akan

menyebabkan luapan air di daratan. Untuk peta curah hujan Kota Padang

dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 10. Data jumlah curah huja Kota Padang


Curah Hujan
No Stasiun Hujan tahun
2020(mm/th)
1 UPTD Balai PSDA Solok 2008
2 SWS Akuaman St Kasang 3059
3 SWS Akuaman St Bendung Koto Tuo 3176
4 SWS Akuaman St Limau Manih 3499
5 Stasiun Meteorologi Maritim Teluk Bayur 4015
6 SWS Akuaman St Batu Busuk 4306
7 Stasiun Meteorologi Minangkabau 4365
8 SWS Akuaman St Gunung Nago 4967
Sumber: Hasil pengolahan penulis

f. Tingkat ancaman banjir

Ancaman adalah keadaan atau peristiwa baik alam maupun buatan

manusia yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan atau

kerugian. Menganalisis tingkat ancaman banjir dibuat peta tingkat bahaya

banjir dari rangkaian dari analisis skoring pada tiap satuan lahan

parameter-parameter yang kemudian dioverlay dengan menggunakan

bantuan ArcGis, dari parameter pemicu terjadinya banjir. Beberapa

42
parameter yang ada tersebut peranan yang cukup besar adalah tingkat

curah hujan. Untuk menghasilkan daerah tingkat bahaya banjir berdasar

kondisi parameter-parameter yang terdiri atas geomorfologi, ketinggian,

penggunaan lahan, jenis tanah, dan curah hujan.

Setelah di overlay, di kelaskan lagi menjadi rendah (0-0,3), sedang

(0,3-0,6), dan tinggi (0,6-1). Selanjutnya, ubah hasil overlay ancaman

banjir menjadi raster dengan besar piksel 100 x 100 m atau 10000m2 atau 1

ha, kemudian dipotongkan dengan data slope dengan kemiringan < 15 %

supaya tidak terjadi adanya banjir di daerah perbukitan atau pegunungan.

Hasil analisis terhadap tingkat ancaman banjir di Kota Padang diperoleh

tiga tingkat ancaman banjir yaitu tingkat ancaman banjir rendah, tingkat

ancaman banjir sedang, dan tingkat ancaman banjir tinggi. Hasil peta

ancaman banjir dapat dilihat pada gambar 6.

Dari peta tingkat ancaman banjir tersebut tingkat daerah yang

paling tinggi tingkat ancamannya yaitu di Kecamatan Koto Tangah,

Kecamatan Kuranji, Kecamtan Nanggalo, Kecamatan Padang Utara,

Kecamatan Padang Timur, Kecamata Padang Barat, dan Kecamatan

Bungus teluk Kabung. Secara umum Kota Padang merupakan wilayah

yang berpotensi banjir. Hasil dari peta tingkat ancaman banjir yang di

analisis memakai SIG tersebut akan lebih detail dan baik lagi apabila

ditambah dengan parameter-parameter yang lainnya.

Setelah mendapatkan hasil ancaman banjir maka selanjutnya

melakukan validasi. Validasi dilakukan langsung dengan mengambil

43
beberapa sampel dan koordinat serta menggunakan data daerah tergenang

banjir yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Padang. Dari 49 data validasi yang dilakukan, didapatkan 40

data valid atau 81,63% dan 9 data tidak valid atau 18,37%. Dengan

demikian, tingkat kevalidan dari proses validasi sudah cukup akurat dan

hasil analisis spasial ini dapat digunakan dalam pemetaan ancaman banjir

di Kota Padang.

44
45
2. Analisis Persebaran Tingkat Ancaman Banjir

Persebaran tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang di

klasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang, tinggi. Adapun

uraiannya sebagai berikut :

a. Tingkat Ancaman Banjir Rendah

Berdasarkan hasil analisis tingkat ancaman banjir ini mempunyai

luas 9770,64 Ha. Tingkat ancaman banjir rendah tedapat pada daerah di

Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, Kecamatan Pauh,

Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan

Padang Selatan, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

b. Tingkat Ancaman Banjir Sedang

Berdasarkan hasil analisis tingkat ancaman banjir ini mempunyai

luas 7788,84 Ha. Tingkat ancaman banjir sedang tedapat di semua

kecamatan yaitu Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, Kecamatan

Pauh, Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan

Padang Utara, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan Padang Barat,

Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Begalung, dan Kecamatan

Bungus Teluk Kabung.

c. Tingkat Ancaman Banjir Tinggi

Berdasarkan hasil analisis tingkat ancaman banjir ini mempunyai

luas 6296,36 Ha. Tingkat ancaman banjir rendah tedapat pada daerah di

Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Kuranji, Kecamatan Nanggalo,

Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang

46
Timur, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung, dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Tabel 11 di bawah merupakan tingkat ancaman banjir Kota Padang

beserta luas dan persentasenya.

Tabel 11. Luas Tingkat Ancaman Banjir di Kota Padang


No Kecamatan Luas (Ha) Persentase
1 Tingkat Ancaman Banjir Rendah 7780,62 35,58%
2 Tingkat Ancaman Banjir Sedang 7788,84 35,62%
3 Tingkat Ancaman Banjir Tinggi 6296,36 28,80%
Sumber: Hasil pengolahan penulis

C. Pembahasan

1. Tingkat Ancaman Banjir

Tingkat ancaman banjir merupakan keadaan yang memungkinkan

mengancam pada suatu tempat. Tingkat ancaman banjir dihitung pada

penjumlahan berdasarkan pada skor setiap parameter-parameter bahaya banjir

yaitu geomorfologi, ketinggian, jenis tanah, penggunaan lahan, dan curah

hujan. Kelas ancaman banjir didaereh Kota Padang dapat di klasifikasikan

kepada tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi

Pertama tingkat ancaman banjir rendah yaitu daerah yang mempunyai

peluang atau kemungkinan mendapat banjir paling kecil. Berdasarkan hasil

analisis tingkat ancaman banjir ini memiliki parameter geomorfologi

perbukitan, pegunungan dan dataran aliran lava, ketinggian dari 15 meter

sampai 50 meter lebih, jenis tanah kambisol, lateritik, dan latososl, jenis

penggunaan lahan sebagian besar hutan dan pertanian lahan kering, dengan

curah hujan yang tergolong tinggi yaitu 2.008 - 4.900 mm/tahun.

47
Kedua tingkat ancaman banjir sedang yaitu daerah yang mempunyai

peluang atau kemungkinan mendapat banjir sedang. Berdasarkan hasil

analisis tingkat ancaman banjir ini memiliki parameter satuan geomorfologi

dataran aliran lava dan dataran aluvial, ketinggian dari 0 – 15 m sampai 15 –

50 m, jenis tanah aluvial dan organosol, jenis penggunaan lahan sebagian

besar permukiman, pertanian lahan kering, dan sawah, dengan curah hujan

yang tergolong tinggi yaitu 2.008 mm/tahun – 4.900 mm/tahun.

Terakhir tingkat ancaman banjir berat yaitu daerah yang mempunyai

peluang atau kemungkinan mendapat banjir tinggi. Berdasarkan hasil analisis

tingkat ancaman banjir ini memiliki parameter satuan geomorfologi dataran

aluvial, dataran pantai, dan rawa pasang surut, ketinggian dari 0 – 15 m, jenis

tanah aluvial dan organosol, jenis penggunaan lahan sebagian besar

permukiman dan sawah, dengan curah hujan yang tergolong tinggi yaitu 4400

– 4800 mm/tahun.

2. Persebaran Tingkat Ancaman Banjir

Sebaran wilayah tingkat ancaman bencana banjir dapat dianalisis

dengan menghitung luasan wilayah klasifikasi tingkat ancaman banjir.

Berdasarkan hasil dari overlay dan penghutungan menggunakan ArcGis 10.3

dengan menggunakan calculate geometry sebaran tingkat ancaman.

Didapatkan untuk tingkat ancaman rendah dengan luas 7780,62 Ha tersebar di

tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Koto Tangah dengan luas 1787,04 Ha,

Kecamatan Kuranji dengan luas dengan 1040,90 Ha, Kecamatan Pauh dengan

luas 1536,44 Ha, Kecamatan Lubuk Kilangan dengan luas 1473,86 Ha,

48
Kecamatan Lubuk Begalung dengan luas 308,17 Ha, Kecamatan Padang

Selatan dengan luas 371,30 Ha, dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung

dengan luas 1234,99 Ha.

Untuk tingkat ancaman sedang dengan luas 7788,84 Ha tersebar di

semua kecamatan yaitu Kecamatan Koto Tangah dengan luas 1939,29 Ha,

Kecamatan Kuranji dengan luas 2004,24 Ha, Kecamatan Pauh dengan luas

199,16 Ha, Kecamatan Nanggalo dengan luas 356,33 Ha, Kecamatan Padang

Selatan dengan luas 445,99 Ha, Kecamatan Padang Utara dengan luas 303,11

Ha, Kecamatan Padang Timur dengan luas 556,88 Ha, Kecamatan Padang

Barat dengan luas 91,41 Ha, Kecamatan Lubuk Kilangan dengan luas 62,68

Ha, Kecamatan Lubuk Begalung dengan luas 1304,89 Ha, dan Kecamatan

Bungus Teluk Kabung dengan luas 524,79 Ha. Tingkat yang terakhir yaitu

tingkat ancaman tinggi tersebar di sembilan kecamatan yaitu Kecamatan Koto

Tangah dengan luas 3271,10 Ha, Kecamatan Kuranji dengan luas 581,81 Ha,

Kecamatan Nanggalo dengan luas 560,28 Ha, Kecamatan Padang Utara

dengan luas 476,75 Ha, Kecamatan Padang Barat dengan luas 421,41 Ha,

Kecamatan Padang Timur dengan luas 264,32 Ha, Kecamatan Padang Selatan

dengan luas 15,17 Ha, Kecamatan Lubuk Begalung dengan luas 5,33 Ha, dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan luas 699,80 Ha.

49
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan hasil penelitian tentang Pemetaan Tingkat Ancaman

Banjir di Kota Padang dapat ditarik hasilnya sebagai berikut:

1. Tingkat ancaman bencana banjir di Kota Padang pada penelitian ini

ditentukan oleh lima parameter yaitu geomorfologi, ketinggian, penggunaan

lahan, jenis tanah, dan curah hujan. Setiap parameternya dihitung

menggunakan metode skoring dan divalidasi dengan data kejadian banjir

yang terjadi di Kota Padang. Hasilnya didapatkan tingkat ancaman bencana

banjir Kota Padang terbagi dalam tiga kategori yaitu kelas tinggi, sedang, dan

rendah.

2. Sebaran tingkat ancaman banjir rendah sebesar 35,58% atau seluas 7780,62

Ha yang tersebar di tujuh kecamatan di Kota Padang yaitu Kecamatan Koto

Tangah (1787,04 Ha), Kecamatan Kuranji (1040,90 Ha), Kecamatan Pauh

(1536,44 Ha), Kecamatan Lubuk Kilangan (1473,86 Ha), Kecamatan Lubuk

Begalung (308,17 Ha), Kecamatan Padang Selatan (371,30 Ha), dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung (1234,99 Ha). Tingkat ancaman banjir

sedang sebesar 35,62% atau seluas 7788,84 Ha yang tersebar di seluruh

kecamatan di Kota Padang di Kecamatan Koto Tangah (1939,29 Ha),

Kecamatan Kuranji (2004,24 Ha), Kecamatan Pauh (199,16 Ha), Kecamatan

Nanggalo (356,33 Ha), Kecamatan Padang Selatan (445,99 Ha), Kecamatan

Padang Utara(303,11 Ha), Kecamatan Padang Timur (556,88 Ha), Kecamatan

Padang Barat (91,41 Ha), Kecamatan Lubuk Kilangan (62,68 Ha), Kecamatan

50
Lubuk Begalung (1304,89 Ha), dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung

(524,79 Ha). Tingkat ancaman banjir tinggi sebesar 28,80% atau seluas

6296,36 Ha yang tersebar di sembilan kecamatan di Kota Padang yaitu

Kecamatan Koto Tangah (3271,10 Ha), Kecamatan Kuranji (581,81 Ha),

Kecamatan Nanggalo (560,28 Ha), Kecamatan Padang Utara (476,75 Ha),

Kecamatan Padang Barat (421,41 Ha), Kecamatan Padang Timur (264,32

Ha), Kecamatan Padang Selatan (15,17 Ha), Kecamatan Lubuk Begalung

(5,33 Ha), dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung (699,80 Ha).

B. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pemetaan ancaman multi

bencana dengan jumlah bencana yang lebih banyak, disesuaikan dengan

PERKA BNPB No. 2 Tahun 2012 sehingga dapat dijadikan acuan untuk

penanggulangan bencana yang lebih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Menggunakan data yang paling terbaru, akurat dan detail sesuai dengan

parameter setiap bencana yang diperlukan, sehingga diperoleh hasil yang

maksimal.

3. Sebelum melakukan pengolahan data, sebaiknya setiap data parameter

dilakukan pengecekan terlebih dahulu, sehingga jika ada kesalahan dalam

pengolahan parameter dapat diminimalisir untuk mengontrol data yang

dipakai, karena akan mempengaruhi hasil pengolahan dalam penelitian.

4. Alangkah lebih baik jika melakukan validasi lebih detail, proses wawancara

juga dilakukan kepada aparat yang paham masalah kebencanaan di

51
daerahnya, agar didapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang terjadi di

lapangan.

52
DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. (2016). Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Lokasi


Rawan Bencana Banjir di Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten Tahun
2015 (Doctoral dissertation, Universitas Widya Dharma).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. Pedoman Teknik Penyusunan Peta


Ancaman dan Risiko Bencana Untuk Tingkat Kabupaten/ Kota.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2016. Risiko Bencana Indonesia. Jakarta:
BNPB. [Serial Online]. Tersedia Pada http://inarisk.bnpb.go.id/pdf/Buku
%20RBI_Final_low.pdf
BPBD Kota Padang. 2017. Rencana Kontijensi Bencana Banjir Kota Padang Tahun
2017

Budiyanto, E. 2004. Sistem Informasi Geografis Menggunakan MapInfo Yogyakarta:


Andi Offset.
Budiyanto, E. 2016. Sistem Informasi Geografis dengan Quantum GIS. Yogyakarta:
Andi Offset.
Chay, A. (1995). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Yogyakarta).
Hani’ah, H. A., Suprayogi, A., & Sukmono, A. (2018). Analisis Tingkat Kerawanan
Banjir Di Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Overlay Dengan Scoring
Berbasis Sistem Informasi Geografis (Doctoral dissertation, Universitas
Diponegoro).
Kusmiarto, K., Yulfa, A., & Mustofa, F. C. (2018). Model-Model Pendekatan
Partisipatif Dalam Sistem Informasi Geografi. BHUMI: Jurnal Agraria dan
Pertanahan, 4(2), 208-223.

Lestari, S., Nugraha, A. L., & Firdaus, H. S. (2019). Pemetaan Risiko Tanah Longsor
Kabupaten Semarang Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi
Undip, 8(1), 160-169.
Novaliadi, D., & Hadi, M. P. (2014). Pemetaan Kerawanan Banjir dengan Aplikasi
Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Karang Mumus Provinsi Kalimantan
Timur. Jurnal Bumi Indonesia, 3(4).

Pabundu Tika, M. M. Moh. 2005. Metode Penelitian Geografi.

Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko
Bencana.
Prasetyo, A. B. (2009). Pemetaan lokasi rawan dan risiko bencana banjir di kota
Surakarta tahun 2007.

53
Pratiwi, R. D., & Nugraha, A. L. (2016). Pemetaan Multi Bencana Kota
Semarang. Jurnal Geodesi Undip, 5(4), 122-131.

Purnama, A. (2008). Pemetaan Kawasan Rawan Banjir di Daerah Aliran Sungai


Cisadane Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.

Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi.


Suryawan, A. (2015). Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Di Desa
Nguter Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Ujung, A. T., Nugraha, A. L., & Firdaus, H. S. (2019). Kajian Pemetaan Risiko
Bencana Banjir Kota Semarang Dengan Menggunakan Sistem Informasi
Geografis. Jurnal Geodesi Undip, 8(4), 154-164.
WARDHANA, G. K. Analisis Risiko Bencana Banjir (Studi Pada Wilayah Industri
Rumahan Gula Kelapa di Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember).
Yulfa, A., Aditya, T., & Sutanta, H. (2019). Pengayaan Infrastruktur Data Spasial
Menggunakan Data Dari Crowd Untuk Tanggap Darurat Bencana. MAJALAH
ILMIAH GLOBE, 21(2), 95-104.
Yulfa, A., & Syahar, F. (2012). Analisis Kecendrungan Spasial (Spatial Tendency
Analysis) Kota Padang Melalui Pendekatan Kenampakan Fisikal Morfologi
(Sebagai Basis Data Dalam Pengambilan Kebijakan Keruangan).

54
LAMPIRAN

55
56
57
58
59
60

Anda mungkin juga menyukai