Anda di halaman 1dari 16

Nama : Yasmin Khaerunnissa

NIM : 2002958

Kelas : Pendidikan Seni rupa (A)

Pertemuan ke : 7

Kelompok : 4

Pendidikan Sebagai Ilmu dan Seni

A. Alasan Pentingnya Status Keilmuan Pendidikan


Kejelasan status keilmuan Pendidikan akan memperkuat eksistensinya
manakala iuki menurut kaidah-kaidah pengetahuan ilmiah.
Status keilmuan suatu disimplin menunjukkan kesiapan disiplin tersebut
untuk diuji secara empiris. Pengujian empiris dapat dilakukan jika memiliki
kejelasan dalam empat hal antara lain:
1. Memiliki kejelasan dalam objek yang menjadi Garapan
2. Jelas dalam menggunakan metodologi, baik bersifat kuantitatif atau kualitatif
3. Jelas mengenai isi atau substansi dari ilmu tersebut
4. Jelas mengenai fungsi dalam mengatasi salah satu aspek masalah

B. Konsep Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan


1. Konsep Pengetahuan
Dalam pandangan umum, ilmu pengetahuan diartikan sebagai segala
sesuatu yang kita kenal atau kita ketahui me-ngenai suatu hal atau obyek.
Titus (1959) mengungkapkan empat jenis pengetahuan dan kebenaran
yang dapat diperoleh manusia:
a. Pengetahuan biasa atau awam (common sense knowledge) atau
penegtahuan akal sehat
b. Pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) atau sains
c. Pengetahuan filsafat (philosophical knowledge)
d. Penegtahuan religi (pengetahuan agama)

Pengetahuan biasa atau awam memiliki ciri-ciri:

a. Cenderung biasa dan tetap, atau bersifat peniruan serta pewarisan


masa lampau
b. Sering kabur atau samar (ambiguitas)
c. Merupakan suatu kebenaran atau kepercayaan yang tidak teruji dan
tidak pernah di uji kebenarannya
Dalam KBBI (Depdikbud, 1998), kata Ilmu memiliki dua pengertian.
Pertama, memiliki arti sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
dipergunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang
pengetahuan, seperti ilmu hukum, ilmu psikologi, ilmu kiia dan sebagainya.
Kedua, memiliki arti bahwa ilmu adalah segala pengetahuan dan kepandaian
tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin dab sebagainya.

Menurut Mohammad Hatta (1960), “Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan


yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah
yang sama tabiatnya, menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun
menunannya dari dalam”.

Lenzen dan Victor. F dalam Redja Mudyahardjo (1998) menyatakan


bahwa ilmu pengetahuan (Ilmu) merupakan pengetahuan sistematik dan
sistemik ysng dihasilkan melalui kegiatan berpikir kritis dan tertuju untuk
menghasilkan suatu penemuan.

Pengetahuan ilmiah diperoleh dari observasi, eksperimen, klasifikasi dan


analisis. Ilmu itu objektif dan mengesampingkan unsur pribadi, netral.

2. Klasifikasi
Berdasarkan isi penegetahuannya ilmu diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu:
a. Ilmu-ilmu kealaman (natural science), seperti biologi dan kimia
b. Ilmu-ilmu sosial ( social science) misalnya sosiologi dan ekonomi
c. Ilmu-ilmu kemanusiaan (humanities science) misalnya filsafat, Bahasa,
dan seni.

Berdasarkan sifat penegtahuannya (ragam,atribut) klasifikasi imu (Majid


Noor, 1999) yaitu:
a. Karl Pearson :
 Abstract sciences terdiri atas matematika dan filsafat
 Concrete sciences mencakup fisika, biologi, kimia dsb.
b. Wiliam C Kneale :
 Apriori sciences : matematika, filsafat
 Aposteriori sciences :fisika, sosiologi, ekonomi,dsb
c. Wilson Gee :
 Descriptive sciences : psikologi, sosiologi dsb
 Normative sciences : ilmu pendidikan, filsafat
d. Rudolf Carnapp:
 Formal sciences : matematika
 Factual sciences : fisika
e. Wilhem Windelband:
 Nomothetic sciences : fisika, kima
 Idiografic sciences : ilmu pendidikan, sosiologi
f. Hugo Munsterberg
 Theorical sciences : matematika
 Practical sciences : ilmu Pendidikan

Pembagian ilmu yang banyak digunakan terkenal dengan klasifikasi :


1. Pure sciences : matematika, logika
2. Applied sciences : ekonomi, ilmu Pendidikan
3. Ada pula dengan klasifikasi
4. Ilmu eksakta (matematika, fisika, kimia, biologi, astronomi)
5. Ilmu non eksakta(ekonomi, psikologi, politik, dsb.)

C. Karakteristik dan Kriteria Ilmu Pengetahuan


Kebenaran ilmiah suatu disiplin ilmu perlu diuji secara empiris, dan untuk siap
mendapat pengujian secara empiris, suatu disiplin ilmu hendaknya memiliki persyaratan
dan ciri-ciri ilmiah. Randall dan Buchker dalam Sadulloh (2004:46) mengemukakan
beberapa ciri umum ilmu pengetahuan sebagai berikut;
1. Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama yang berarti dapat
dipergunakan untuk penyelidikan atau penemuan baru.
2. Hasil sains kebenarannya tidak mutlak dan bisa saja terjadi kekeliruan.
3. Sains bersifat objektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode sains
tidak tergantung pada pemahaman pribadi.

Selanjutnya Ralph Ross dan Enerst van den Haag (Harsojo,1977),


mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu;

1. Bersifat rasional

2. Bersifat empiris

3. Bersifat umum

4. Bersifat akumulatif.

Menurut paradigma baru (Pasca Thomas Kuhn) kriteria khas suatu ilmu baik
ilmu pengetahuan maupun ilmu-ilmu sosial (Waini Rasyidin, dkk, 1996:35) adalah
sebagai berikut;

1. Adanya objek formal dalam arti bidang kenyataan yang merupakan permasalahan
ilmu secara khusus.

2. Adanya metode kerja yang diakui sesama ilmuwan, baik secara kuantitatif atau
kualitatif untuk meluaskan/memvalidasi pengetahuan alam.

3. Adanya sosok jaringan substansif pengetahuan yang dihasilkan secara sistematis


yang mendeskripsikan fenomena alam dan kehidupan secara berdasar dan koheren.

4. Terdapat teknik yang mapan dan perlengkapan yang diakui dalam menerapkan
pengetahuan khusus ke dalam praktek kerja yang terkait dengan obyek formal.

Dari beberapa pandangan tentang ciri dan kriteria yang telah dikemukakan dapat
ditegaskan bahwa suatu disiplin ilmu memiliki karakteristik dan kriteria yang jelas
dalam hal landasan, obyek studi, metode, fungsi dan isi/substansinya.

1. Landasan Ilmu.

Landasan ilmu berkenaan dengan titik tolak atau gagasan-gagasan yang dijadikan
sandaran atau tempat berpijak yang adalah pendirian atau pandangan hidup ilmuwan
tersebut. Oleh karena itu, landasan ilmu terdalam tidak lain adalah filsafat.

Landasan ilmu-ilmu kealaman (natural sciences) pada mulanya berasal dari filsafat
materialisme dan naturalisme. Namun dalam perkembangan dewasa ini, landasan ilmu
alam cenderung bersumber pada aliran filsafat positivisme dan non-positivisme.
Sedangkan yang menjadi landasan ilmu-ilmu sosial (social sciences) biasanya
bersumber dari filsafat humanisme, pragmatisme, eksistensialisme, dan fenomenologi.

2. Obyek Studi Ilmu

Obyek studi ilmu adalah suatu kenyataan (realitas) atau bidang yang menjadi bahan
pengkajian dan penyelidikannya, juga dibedakan menjadi 2 jenis yaitu material dan
formal. Obyek material berkenaan dengan bidang kajian yang menjadi bahan suatu
ilmu, dari bahan apa suatu ilmu itu terbuat? Sedangkan obyek formal berkenaan dengan
bentuk khas yang membedakan ilmu tersebut dengan ilmu lainnya.

3. Metode Ilmu

Metode ilmu yang sering juga disebut metode ilmiah merupakan prosedur kerja
sistematis yang terencana dan cermat, melalui pengalaman, dengan menggunakan
kerangka pemikiran tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh suatu produk ilmu
yang valid (sah,benar,tepat) artinya pikiran manusia sesuai fakta empiris, dan reliabel
(produknya dapat dipercaya, jika diulang akan memperoleh hasil yang sama).

Dalam pendekatan empiris ini metode ilmiah dapat dikelompokkan kedalam dua
jenis, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif.

Prosedur metode ilmiah selalu berupa langkah-langkah sistematis yakni bertahap


mulai tahap pertama, kedua, dan seterusnya, tanpa melompat-lompat dan setiap tahap
harus dilaksanakan secara ketat, cermat sesuai dengan aturan dan ketentuannya, karena
itulah ilmu sering juga disebut suatu disiplin ilmu. Langkah-langkah ilmiah yang pada
umumnya dilakukan sebagai berikut;

a. Perumusan Masalah

b. Penyusunan Kerangka

c. Perumusan Hipotesis

d. Pengujian Hipotesis

e. Penarikan kesimpulan

D. Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan

1. Konsep Ilmu Pendidikan.


Sebelum dibahas lebih lanjut apakah pendidikan dapat dikategorikan
ilmh pengetahuan, terlebih dahulu perlu dijelaskan dua istilah penting yang
hampir sama dengan ilmu pendidikan, yaiuty paedagogie dan paedagogiek.
Menurut Ngalim Purwanto (2004:3) Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan
Paedagogiek berarti ilmu pendidikan.
Istilah “pedagogik” oleh Langeveld dibedakan dengan istilah
“pedagogi”. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan, yang lebih
menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu
pemikiran bagaimana kita membimbing dan mendidik anak. Istilah pedagogi
berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut
kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. Demikian pedagogik lebih
tertuju pada ilmu pendidikan yang Menerangkan tentang bagaimana kita
membimbing dan mendidik. Sedang kan Pedagogi lebih menekankan pada aspek
praktis yang menyangkut kegiatan mendidik dan kegiatan membimbing anak.
Driyarkara (1980:66) menyatakan bahwa “Ilmu pendidikan adalah
pemikiran ilmiah, yakni pemikiran yang bersifat kritis, memiliki metode dan
tersusun secara sistematis tentang pendidikan”. Kritis berarti orang menerima
suatu pengetahuan atas dasar penelaahan berdasarkan argumen kuat.Parangtritis
adalah orang yang mengerti betul, ingin mengetahui seluk-beluk dan dasar
dasarnya. Memiliki metode berarti dalam proses berfikir dan menyelidiki, orang
menggunakan cara tertentu. Sistematis dalam suatu Proses, pemikir ilmiah
dijiwai oleh ide yang menyeluruh dan terpadu, Sahingga pikiran-pikiranDan
pendapat nya tidak hanya berhubungan, namun juga merupakan satu kesatuan
Imam Barnadib (1987) berpendapat bahwa “Ilmu pendidikan adalah ilmu
yang membicarakan masalah masalah umum pendidikan secara menyeluruh dan
abstrak”. Pendidikan memiliki corak teoretis dan praktis. Teoretis artinya
bersifat normatif dan atau menunjukkan standar nilai tertentu. Sedangkan praktik
maksudnya bagaimana pendidikan harus dilaksanakan.
Pengertian yang lebih ringkas namun lengkap dikemukakan oleh D.
Sujana (2000) bahwa ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan tentang
pendidikan yang disusun secara sistematis logis berdasarkan prinsip prinsip yang
diperoleh dan di Ferry fixasi melalui pengamatan eksperimen dan hasil
pemikiran yang tepat. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa yang mau
pendidikan merupakan seperangkat pengetahuan pendapat atau pandangan
mengenai fenomena/gejala pendidikan yang disusun secara sistematis sebagai
hasil pemikiran kritis dengan menggunakan metode riset tertentu
2. Karakteristik Ilmu Pendidikan.
Pada uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa suatu disiplin atau hasil
bidang kajian, dapat dipandang sebagai ilmu, apabila disiplin tersebut memiliki
karakteristik pokok yang menjadi kriteria sehingga dapat dikategorikan sebagai
ilmu pengetahuan. Salah satu ciri ilmu pendidikan memiliki landasan ke ilmuan
yang tepat, ilmu yang bersifat normatif, dan ilmu bersifat teoretis praktis.
Disamping itu sesuai dengan teori ilmu pengetahuan (epistimologi), yang
mempersyaratkan bahwa suatu disiplin dapat dikategorikan sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri (otonom) apabila memenuhi tiga persyaratan,
yaitu memilih obyek material dan obyek formal, memiliki sistematis yang jelas
dan memiliki metode yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

a. Landasan Ilmu Pendidikan.


Ilmu pendidikan selalu berkaitan dengan eksistensi manusia yang
mempunyai tujuan hidup. Tujuan pendidikan senantiasa berkait dengan
tujuan hidup manusia. Oleh karena itu ilmu pendidikan hanya akan dapat
berdiri kokoh dan berkembang dengan pesat apabila berlandaskan agama
pandangan hidup, filsafat hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pendidikan juga merupakan ilmu yang normatif, senantiasa terikat
dengan nilai nilai luhur dan norma norma yang bersumber dari agama,
masyarakat, filsafat dan pandangan hidup. Nilai nilai yang bersumber
dari agama merupakan landasan yang paling kuat, dengan berlandaskan
agama maka norma norma yang di emban oleh Ilmu pendidikan tidak
mudah goyah dan tidak terlalu subjektif.
Menurut Madjid Noor (1999:8) harus diakui bahwa banyak
ilmuwan pendidikan yang belum menyadari betapa pentingnya peran
agama sebagai landasan bagi pengembangan ilmu pendidikan dan bagi
praktek pendidikan.Hal ini tampak dalam berbagai tulisan atau buku
buku tentang ilmu pendidikan, baik dari dalam maupun luar
negeri.Kalaupun filsafati jadikan landasan pendidikan, maka cabang
cabang filsafat yang tepat memberi landasan bagi ilmu pendidikan adalah
filsafat pendidikan, filsafat etika/filsafat moral, dan filsafat ilmu.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), juga menjadi landasan
pengembangan ilmu pendidikan. Karena pengembangan ilmu tidak
terisolasi, melainkan saling mempengaruhi dengan ilmu lainnya. Ilmu
lain yang penting dijadikan landasan bagi pengembangan ilmu
pendidikan adalah ilmu hukum landasan yuridis, sejarah landasan
historis, landasan Sosiologis, landasan psikologis, landasan antropologis,
landasan politis, landasan ekonomis dan sebagainya.

b. Objek ilmu pendidikan


Objek ilmu pendidikan seperti obyek ilmu pengetahuan pada
umumnya terdiri atas obyek material dan obyek formal. Obyek material
adalah manusia, karena pendidikan bertolak dari pandangan bahwa
manusia makhluk ciptaan Tuhan pada hakikat atau secara prinsip
kehidupan hewan, tumbuhan dan berbeda dengan benda mati. Manusia
sebagai obyek material ilmu pendidikan, menurut H.D Sudjana (2000)
dapat di klasifikasi berdasarkan: (1) kelompok nya yaitu manusia sebagai
individu, sebagai kelompok, manusia sebagai komunitas, dan manusia
sebagai masyarakat, (2) berdasarkan perkembangan, yaitu manusia pada
masa dini usia, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Obyek
material yang mau pendidikan berdasarkan per psikologi perkembangan
membutuhkan pendidikan yang cocok dengan tingkat perkembangan
usia. Bagi anak-anak pendidikan dikenal dengan istilah Pedagogi yang
berarti ilmu dan seni mengajar anak anak (pedagogy is the science and
arts of teaching children) (Knowles, 1977). Bagi orang dewasa,
pendidikan dikenal dengan istilah Andragogi yaitu ilmu dan seni
membantu orang dewasa belajar (andragogy is the science and arts of
helping adults learn) (Cross, 1982). Bagi lanjut usia, pendidikan dikenal
dengan gerogogi yaitu ilmu dan seni untuk membantu manusia lanjut
usia belajar (gerogogy is the science and arts of helping a aging learn).
Obyek formal padagogik, menurut M. J. Langeveld (1952)
adalah situasi pendidikan / situasi Pedagogis. Situasi pendidikan adalah
kegiatan mendidik yang terjadi dalam bergaul antara orang dewasa
(pendidik) dengan orang yang belum dewasa (anak didik), dengan
kewibawaannya pendidik secara sengaja membantu anak didik agar
terarah dengan pada tujuan pendidikan ini mencapai kedewasaan.
Dari pendapat tersebut membuat kelas bahwa pendapat lebih
menekankan pada situasi pendidikan yang menjadi garapan pendidikan
anak. Situasi pendidikan tidak lain adalah interaksi edukatif antara
pendidik sebagai orang dewasa yang berupa sengaja mempengaruhi
membantu anak didik yang belum dewasa agar terarah Pada tujuan
pendidikan.

c. Metode Ilmu Pendidikan


Ilmu pendidikan sebagai ilmu lain menggunakan metode
penelitian, yakni menggunakan pola pikir dan pola kerja yang sistematis
untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang sah (valid) dan dapat
dipercaya (reliable).
Metode ilmiah menggunakan sistematis rasional empiris atau
menggabung pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Melalui
pendekatan rasional suatu ilmu menyusun pengetahuan secara konsisten
dan kumulatif. Konsisten dalam arti ada kecocokkan antara kebenaran
pengetahuan lama yang telah ditemukan dengan kebenaran pengetahuan
yang akan diuji. Kumulatif berarti kebenaran pengetahuan itu merupakan
sejumlah pengetahuan menurut mazhab tertentu. Sedangkan maksud dari
empiris berarti ilmu itu berusaha memisahkan antara pengetahuan yang
faktual atau sesuai dengan faktanya (empiris) dan yang tidak sesuai
dengan fakta empiris.
Menurut D. Sudjana (2000) ilmu pendidikan menggunakan
“logico/deducto-hypothetical-vereficative”. Metode ilmiah ini digunakan
melalui (a) penyusunan kerangka pemikiran logis dilengkapi dengan
argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan (prinsip-prinsip teori
dsb) yang telah disusun sebelum dan berupaya untuk mengembangkan
nya; (b) penerapan hipotesis yang merupakan upaya deduksi dari
kerangka pemikiran yang logis tersebut, dan (c) Ferry fixasi terhadap
hipotesis tersebut untuk menguji kebenaran tentang diterima atau tidak
diterimanya pernyataan pernyataan dalam hipotesis berdasarkan fakta
empiris.
d. Isi Ilmu Pendidikan
Seperti halnya terdapat pada ilmu-ilmu lain, ilmu pendidikan juga mempunyai
isi berupa struktur pengatahuan ilmiah yang tersusun secara sistematis sebagai
hasil penelitian ilmiah dalam bidang pendidikan. Isi ilmu pendidikan
merupakan struktur pengetahuan yang antara lain memuat postulat, asumsi,
konsep teori, generalisasi, hukum, prinsip dan model.

1) Postulat diterima pandangan sebagai dasar yang kebenarannya tanpa


pembuktian secara empiris contoh postulat dalam ilmu pendidikan
misalnya manusia adalah hewan berkawan, manusia adalah makhluk
sosial. Manusia adalah makhluk yang perlu dan dapat dididik serta
dapat mendidik diri sendiri.
2) Asumsi, yaitu pendapat yang didasarkan pada pemikiran yang berpikir
tertentu, yang kebenaran pada umumnya diterima, namun masih perlu
secara empiris. Asumsi dalam ilmu pendidikan misalnya kurikulum
adalah program pendidikan yang dikelola melalui tahap perumusan
tujuan, pengembangan program, implementasi program, dan melalui
tahap perumusan.
3) Konsep, berdasarkan pendapat atau pendapat yang konsisten, yang
dihasilkan dari pemikiran atau pengalaman. Konsep dalam bentuk
definisi konotatif pendidikan misalnya, seseorang telah siap. Pelatihan
isinya pembinaan kecerdasan dan latihan isinya adalah keterampilan.
4) Teori adalah kumpulan konsep-konsep yang tersusun secara sistematis
dalam bentuk peristiwa itu terjadi. Dalam pendidikan misalnya kita
temukan teori belajar tuntas dari John Carroll (1963) yang menyatakan
bahwa tingkat belajar ialah fungsi dari waktu yang secara aktual
dipergunakan untuk belajar (WAG) dibagi dengan waktu yang
dibutuhkan untuk belajar. (WBB) dengan formulasi sebagai berikut :
Tingkat belajar = f(WAG) : (WBB)
(Noor, Madjid & Robandi, B, 1987: 61), dimana:
WAG (waktu yang aktual dipergunakan untuk belajar) ditentukan oleh:

a) Waktu yang tersedia, yaitu waktu Kurikulum atau siswa


disediakan oleh guru, kurikulum atau siswa sendiri untuk
mempelajari suatu bahan, buku atau modul, sebelum tiba waktu
ujian tentang bahan tersebut.
b) Ketekunan (perseverance) atau kemauan keras atau ketabahan,
yakni terletak pada waktu yang mau kita gunakan untuk
belajar, dimana waktu yang dibutuhkan Idirencanakan harus
sesuai dengan waktu yang nyata dipergunakan untuk belajar.
WBB (Waktu yang dibutuhkan untuk belajar) ditentukan oleh:

a) Sikap terhadap bidang studi yang akan mempelajari.


b) Kualitas.
c) Kemampuan untuk memahami pelajaran yang berkaitan
5) Generalisasi, yaitu pokok umum yang diambil berdasarkan
pengalaman-pengalamau khusus, biasanya sebagai kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian ilmiah.
a) Semakin positif persespsi akseptor terhadap program Keluarga
Berencana Nasional, semakin tinggi kesadaran mereka untuk
mengikuti gerakan KB mandiri.
b) Semakin tinggi tingkat pendidikan akseptor yang semakin
tinggi kesadarannya untuk mengikuti gerakan KB mandiri.
6) Hukum, pernyataan atau pendapat yang ditulis dalam bentuk
pernyataan if-then (jika maka) yang berlaku umum bagi sekelomopok
gejala tertentu, sebagai hasil suatu generalisasi dari riset ilmiah.
Dalam bidang pendidikan misalnya kita temukan hukum akibat (law of
effect), hukum latihan dan hukum kesiapan (Jaw of readiness)
Thorndike, (1913).
7) Prinsip, yaitu hukum dalam bentuk pernyataan yang umum bagi
sekelompok keluhan, namun tidak berbentuk pernyataan jika maka (if-
then). Prinsip yang dapat dihasilkan dari pemikiran dalam pengujian
melalui riset kuantitatif, misalnya prinsip antara Ki Hadjar Dewantara,
prinsip belajar sepanjang hayat dari Paul Lengrand.
8) Model, yaitu suatu bentuk teori atau teori, hukum yang
menggambarkan atau memberi penjelasan tentang suatu sistem
kegiatan sampai pada panduan penggunaannya yang terdapat dalam
suatu bangunan suatu ilmu, misalnya model mengajar ekspositori,
model mengajar yang mengajar informasi dari Bruce Joice, model
mengajar terprogram dan model mengajar discovery inquiry atau
misalnya model cara belajar siswa aktif dan lain sebagainya.
e. Fungsi Ilmu Pendidikan
Seperti juga ilmu-ilmu lain, pendidikan sebagai ilmu pengetahuan memiliki
fungsi menjelaskan, memprediksi dan mengontrol gejala atau fenomena
pendidikan Dalam melaksanakan fungsinya memberi penjelasan tentang
fenomena pendidikan yang secara deduktif misalnya ilmu pendidikan
menjelaskan bahwa anak manusia mempunyai berbagai maka fakta bahwa anak
manusia dapat belajar dengan efektif.

f. Cabang-Cabang Ilmu Pendidikan


Ada klasifikasi tentang cabang-cabang ilmu pendidikan. M.J. Langeveld
(1952) disebut sebagai ilmu mendidik, yang cabang-cabangnya diklasifikasikan
sebagai berikut:

1) Ilmu Mendidik Teoritis, terdiri atas:


a) Ilmu mendidik sistematis
b) Sejarah Pendidikan
c) Ilmu Perbandingan Pendidikan.
2) Ilmu Mendidik Praktis, meliputi:
a) Didaktik / metodik.
b) Pendidikan Keluarga.
c) Pendidikan gereja (lembaga keagamaan).
Redja Mudyahardjo (1998: 49) membedakan cabang-cabang ilmu pendidikan
dengan klasifikasi berikut:

1. Ilmu Pendidikan Makro:


a) Ilmu Pendidikan Administratif,
b) Ilmu Pendidikan Komparatif,
c) Ilmu Pendidikan Historis, dan
d) Ilmu Pendidikan Kependudukan.
2. Ilmu Pendidikan Mikro:
a) Ilmu Mendidik Umum:
1) Pedagogik Teoritis,
2) Ilmu Pendidikan Psikologis,
3) Ilmu Pendidikan Sosiologis,
4) Ilmu Pendidikan Ekonomik
b) Ilmu Mendidik Khusus:
1) Ilmu Persekolahan:
(a) Ilmu Administratif Sekolah,
(b) Ilmu Administrasi Kelas, dan
(c) Ilmu Kegiatan Pendidikan Sekolah
(1) Ilmu Bimbingan,
(2) Ilmu Pengajaran (Didaktik / Metodik)
(3) Ilmu Kepelatihan.
2) Ilmu Pendidikan Luar Sekolah:
i. Pedagogik Keluarga,
ii. Pedagogik Taman Kanak-kanak,
iii. Ilmu Pendidikan Masyarakat (Andragogi).
3) Orthopedagogik:
(a) Orthopedagogik Fisik, dan
(b) Orthopedagogik Mental.

Menurut Madjid Noor (2000) dalam arti luas ilmu pendidikan termasuk segi-
segi, seni, ilmu, teknologi dan agama. Cabang-cabang ilmu pendidikan
termasuk: Ilmu Pendidikan Teoritis, yang mencakup:

a) Ilmu Pendidikan Sistematis (mengsistematisasikan konsep-konsep dan


teori-teori yang dikembangkan oleh seluruh cabang ilmu pendidikan;
mencakup pedagogik teoritis / sistematis menurut Konsep Langeveld; juga
mencakup teori-teori pendidikan) yang ditemukan di universitas-
universitas di Amerika; Redja Mudyaharojo disebut Filsafat Ilmu
Pendidikan),
b) Filsafat Pendidikan,
c) Sejarah Pendidikan, dan
d) Perbandingan Pendidikan (termasuk Ausland Paedagogik).
4 Ilmu Pendidikan Praktis :
a) Seni Mendidik,
b) Bimbingan dan Penyuluhan (termasuk Kesehatan Mental).
c) Pengembangan Kurikulum / Pengajaran (termasuk Didaktik / Metodik, Metodologi
Pengajaran, Model-model Mengajar, Teori Kurikulum),
d) Pedagogik (Konsep Langeveld, termasuk pendidikan TK, SD, dan SLTP,
pendidikan / bimbingan anak di keluarga dan lembaga-lembaga keagamaan) ,
Bimbingan Penyuluhan,
e) Andragogi (Pendidikan Luar Sekolah, Pendidikan Masyarakat),
f) Gerogogi,
g) Orthopedagogik (Fisik dan Mental),
h) Pendidikan Agama,
i) Pendidikan Kepribadian / Watak / Akhlak,
j) Pendidikan Intelektual,
k) Pendidikan Jasmani,
l) Pendidikan Kesenian,
m) Pendidikan Wirausaha,
n) Pendidikan menurut Bidang Studi berhubung dengan mata-mata pelajaran di
sekolah menengah seperti Pendidikan IPA, Pendidikan Matematika, Pendidikan
IPS, Pendidikan Bahasa, dsb,
o) Ilmu Pendidikan yang dikembangkan dengan bekerja sama dengan ilmu lain atau
sebagai hasil pengkaian ilmu lain mengenai masalah-masalah pendidikan, seperti:
1) Economics of Education,
2) Educational Administration/Manajemen (termasuk Administrasi/ Pengelolaan
Sekolah/Kelas)
3) Psychology of Education,
4) Sociology of Education,
5) Technology of Education,
6) Educational Research and Statistics,
7) Social Psychology of Education,
8) Anthropology of Education,
9) Sex Education,
10) Population Education,
11) Educational Planning,
12) Educational Evaluation,
13) Techniques of Evaluation,
14) Politics of Education,
15) Dsb sesuai dengan perkembangan ilmu/teknologi/seni.

E. Mendidik Sebagai Seni dan Teknik


Dua pendirian yang sangat bertentangan masih kuat pengaruhnya dalam
Pendidikan sampai dewasa ini. Keduanya mempunyai banyak pengikut diantara para
ahli dan orang banyak. Yang pertama berkeyakinan bahwa perbuatan mendidik bersifat
kreatif (mencipta). Karena melalui Pendidikan, manusia dapat mengembangkan
kepribadiannya sehingga menjadi manusia yang baru dengan kemungkinan-
kemungkinan yang baru dan lebih baik. Pendidik setaraf dengan terdidik. Pendidik
diharuskan untuk menciptakan situasi-situasi yang baru serta terdidik pun mencapai hal-
hal yang baru di dalam dan bagi kepribadiannya.
Segi lain dari pendirian ini adakalanya ialah keyakinan lain bahwa perbuatan
mendidik tak dapat dipelajari begitu saja. Ada orang yang dilahirkan untuk mendidik
dan yang lainnya tak akan pernah bisa mendidik orang lain. Siapapun yang menguasai
isi atau materi pengajaran bolehlah langsung mencoba menjadi guru kalau merasa untuk
itu.
Sesungguhnya perbuatan mendidik itu sama saja dengan mengajar atau melatih.
Semua itu bersifat lahiriyah. Siapapun yang menguasai materi ajaran/didikan serta alat
dan metodenya tentu akan berhasil dengan efektif menjadi guru/pendidik. Siapapun
yang mau dipersiapkan menjadi guru tentu akan dapat menjadi guru efektif, asalkan
tersedia alat-alat dan perlengkapan yang baik.
Semenjak hidupnya J.F. Herbert (1776-1841) di Jerman dan E.L. Thorndike
(1874-1949) di Amerika Serikat telah banyak sekali melakukan upaya memajukan ilmu
pengetahuan Pendidikan antara lain untuk meredakan pertentangan antara kedua
golongan pendapat di atas. Pada tahun 1960an satu pihak telah berusaha memajukan
teknologi didalam Pendidikan walaupun pihak lainnya masih bertahan bahwa
Pendidikan adalah seni yang tak mungkin berkembang atau berubah menjadi teknologi.
Tujuan pendidik bukanlah supaya pendidik mengalami perperubahan melainkan
supaya anak atau orang lain mengalami perkembangan ke arah seabaik-baiknya. Bagi
banyak orang dan guru (khususnya para penganut “aliran” seni didik) pendidikan masih
merupakan suatu hal yang gelap penuh teka-teki (suatu “black box”)
Jadi calon guru/pendidik antara lain perlu mempelajari hasil-hasil yang telah
dikumpulkan dalam ilmu Pendidikan. Ada masalahnya yang pada tahap pra-
instruksionil dan ada pula yang sungguh-sungguh pada tahap instruksionil. Seperti
dikemukakan oleh N.L. Gage dan D.C. Berliner (1975,1979) “Teaching activities fall
into two categories those that occur before the tanching begins, when the teacher works
alone, and those that occur during the teaching, when the teacher must aply
psychological rules on the run” Jika diterjemahkan secara agak bebas, ini berarti bahwa
terdapat dua kelompok kegiatan-kegiatan mengajar, yaitu kegiatan-kegiatan sebelum
mengajar di mana guru bekerja secara sendirian dan kegiatan-kegiatan yang terjadi pada
waktu mengajar ketika guru menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam situasi
senyatanya.

F. Mempelajari Seni Didik dan Teknik Pendidikan Secara Ilmiah

Pada tahun 1960-an terjadi kemajuan dalam pengembangan teknologi pendidikan di


Amerika Serikat, Eropa Barat dan Uni Soviet ( Russia ). Tetapi masih belum dapat
dibuktikan bahwa teknologi pendidikan memang lebih efektif menimbulkan proses
belajar-mengajar daripada pendidikan tanpa teknologi baru. Kesanggupan guru untuk
mengembangkan seni didik masih terlalu bergantung pada bakat dan luasnya
pengalaman pengajar.

Manfaat teknologi pendidikan telah dirasakan pada pembaharuan pengajaran yang


terlaksana secara individual, baik individu yang terpisah maupun individu dalam
kelompok. Penghampiran yang terkenal misalnya pengajaran pemograman dan
pengajaran komputer ( CAI ). Pendidikan tanpa teknologi yang baru, misalnya
pengajaran dengan model masih pula memajukan proses belajar-mengajar melalui
penghampiran belajar tuntas ( mastery ). Hal ini memberikan indikasi bahwa kombinasi
antara penghampiran ilmiah dan pengembangan seni didik masih perlu ditemukan,
diteliti, dianalisis, dan diperkembangkan oleh petugas lapangan ( guru/pendidik ) .

Masih banyak kemungkinan ilmu pengetahuan pendidikan sebagai penghampiran


ilmiah dalam ilmu pendidikan. Penelitian dan upaya dalam memperbaiki metode
ceramah sudah tidak lagi memberikan prospek baru. Upaya yang relatif terbatas tentang
pengajaran dalam kelompok memberikan hasil yang menggembirakan walaupun
pelaksanaannya sulit dan memerlukan kontrol lebih. Pengajaran dalam kelas dapat pula
dimajukan berdasarkan hasil penelitian yang luas dan analisis yang lengkap, pengajaran
dalam kelas dapat dilakukan di sekolah maupun diluar sekolah. Cara ini memerlukan
adanya guru yang berkualifikasi dan mampu mengelola pengajaran sebaik-baiknya
karena walaupun cara ini relatif praktis, namun tak pernah dilaksanakan dengan mudah
bagi peningkatan hasil belajar murid-murid.

Anda mungkin juga menyukai