Agus
Agus
OLEH:
AGUS
NIM ……………
i
LEMBAR PENGESAHAN
OLEH:
AGUS
NIM ……………
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini guna memenuhi
tugas individu untuk mata kuliah Stase Keperawatan Dasar Profesi, dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. S Dengan Paraplegia Inferior di Ruang
ROE RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Saya menyadari dalam penulisan
tugas ini tidak terlepas dari bantuan CI lahan dan CI akademik yang dengan tulus
memberikan bantuan, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Terlepas dari semua itu saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi isi, susunan maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari preseptor klinik (CI), preseptor
akademik dan pembaca, agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca
Terimakasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 1
KONSEP DASAR TEORI NYERI
1
2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang
digunakan.
Numeral Rating Scale adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk
menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral
dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti
“severe pain” (nyeri hebat). Dengan skala NRS-101 dan skala NRS-11 point,
dokter/terapis dapat memperoleh data basic yang berarti dan kemudian digunakan
skala tersebut pada setiap pengobatan berikutnya untuk memonitor apakah terjadi
kemajuan.
VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas
nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai
dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan
diberi tanda “bad pain” (nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang
garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien.
Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh
pasien (ukuran mm), dan itulah skorenya yang menunjukkan level intensitas
nyeri. Kemudian skore tersebut dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi
selanjutnya.Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap intensitas nyeri daripada
pengukuran lainnya seperti VRS skala 5-point karena responnya yang lebih
terbatas (Jensen et.al, 2016).
Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering kita rasakan, namun
sedikit yang tau apakah nyeri kita termasuk ringan atau berat. Biasanya seorang
dokter akan menanyakan tingkat nyeri yang kita rasakan merdasarkan urutan
angka dari 0-10, sehinga terapi yang diberikan akan tepat pada sasaran, dan tidak
melebihi dosis yang dibutuhkan.
6
dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang
dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 2018 mempelajari
kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan
pria.
3. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo
& Flaskerud, 2019).
4. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga
tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan
nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan
nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak
berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat
menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan
nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer
& Bare, 2018).
5. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya
menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu
pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu
mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu
mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer & Bare, 2017).
6. Efek Plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar
bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan
medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima
8
13
14
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatanalaksanaan Medis
a. Obat
- Metyl prednisolon 30 mg/kb BB, 45 menit setelah bolus selama 23 jam.
Hasil optimal bila pemberian dilakukan <8 jam onset.
- Tambahkan profilaksi stress ukus: Antacid/antagonis H2. Jika
pemulihan sempurna, pengobatan tidak diperlukan
- Berikan Antibiotik, biasanya untuk menyembuhkan. Jika terjadi
infeksi.
b. Operasi
Dengan menggunakan teknik Harrison roda stabilization (instrument
Harrison) yaitu menggunakan batang distraksi baja tahan karat untuk
mengoreksi dan stabilisasi deformitas vertebra.
2. Penatanalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan alat bantu
b. Pemanasan
Dengan air hangat atau sinar
c. Latihan
Disebut dengan Range of Motion (ROM) untuk mengetahui luas
gerak sendi.
d. Refleksi Ganda
Penekukan maksimal pada jari kaki keempat.
e. Refleksi Bing
Memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal
kelima.
17
7) Neurosensori
- Kesadaran: GCS
- Fungsi motorik: Kelumpuhan, kelemahan
- Fungsi sensorik: Kehilangan sensasi / sensibilitas.
- Refleks fisiologis: Kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk
tendon dalam. Kehilangan tonus otot /vasomotor,
- Refleks patologis: munculnya refleks patologis,
- Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang
terkena karena pengaruh trauma spinal.
8) Nyeri /kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
9) Pernapasan
Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
10) Keamanan
Suhu yang berfluktasi, jatuh.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuron fungsi
motorik dan sesorik.
2. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
penurunan immobilitas, penurunan sensorik.
3. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih
secara spontan, terputusnya jaras spinothalamikus.
4. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan
autonomik, terputusnya jaras spinothalamikus.
5. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan, immobilitas lama, cedera psikis.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuron, fungsi
motorik dan sesorik.
Tujuan: Memperbaiki mobilitas
Kriteria Hasil: Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang
19
8) Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
Rasional
1) Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia
bladder/bowel.
2) Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
3) Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas.
4) Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.
5) Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan
kulit.
6) Meningkatkan sirkulasi darah.
7) Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan.
8) Mempercepat proses penyembuhan.
3. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih
secara spontan, terputusnya jaras spinothalamikus.
Tujuan : Peningkatan eliminasi urine
Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa
residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan
output cairan seimbang
1) Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih.
2) Kaji intake dan output cairan.
3) Lakukan pemasangan kateter sesuai program.
4) Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari.
5) Cek bladder pasien setiap 2 jam.
6) Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas.
7) Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam
Rasional
1) Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih.
2) Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
3) Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih
sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine.
4) Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya infeksi.
21
23
24
Keterangan gambar:
: Perempuan
: Laki-Laki
: Pasien
: Serumah
: Hubungan keluarga
25
13. Genetalia
a. Inspeksi : Tidak ada radang pada genetalia eksterna, menggunakan alat
bantu BAK yaitu urinal.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah pubis.
14. Ekstermitas atas /bawah
a. Inspeksi : Tampak kedua kaki tidak mampu digerakan gerak kaki kiri
bagian bawah, Kekuatan otot extrimitas bawah kiri dan kanan
2. Tidak ada masalah pada ekstrimitas atas kiri dan kanan
kekuatan otot 5, cairan intravena terpasang pada ekstremitas
atas kanan.
b. Palpasi : Akral hangat, saturasi setiap jari pada kaki kiri 99 %, tidak ada
di temukan kompertemen syndroma, sensasi kedua kaki
berkurang. Tidak ada masalah pada kedua ekstrimitas atas
kanan dan kiri.
3.1.9 Data Penunjang
1. Laboratorium :
1) Leukosit 8,31 /uL
2) Hb : 11,9/dl
3) PLT 316/ul
4) Limposit 0,93/ul
5) Gds : 116 mg/dl
6) Kreatinin : 0,72 mg/dl
7) Ureum : 42 mg/dl
8) Natrium : 135 mmol/l
9) Kalium : 1,19 mmol/l
10) Calcium : 3,8 mmol/l
2. Pemeriksaan (Rontgen, USG, MRI, CT Scan) :
1) Gambaran foto thorax tidak terdapat kelainan pada jantung dan paru.
2) Gambaran ST Scan Kepala tidak ada perdarahan ataupun SOL.
3) Gambaran foto thorakal terdapat lesi paravertebre body T4.
30
32
32
33
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat sebelum melakukan
aktivitas untuk meningkatkan partisipasi.
2. Kolaborasi dengan pasien orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
farmakologi sesuai kebutuhan.
33
34
34
35
35
DAFTAR PUSTAKA
1
UJIAN DOPS
PEMBERIAN OBAT INTRAVENA
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN Ny. S DENGAN PARAPLEGIA INFERIOR DI RUANG
ROE
RSUD dr. SYLVANUS PALANGKARAYA
STASE KDP
OLEH :
AGUS
NIM.
STASE KDP
OLEH :
AGUS
NIM.
Mengetahui,
Preseptor Akademi Preseptor Klinik
1. Identitas klien
Nama : Ny. S Umur : 40 tahun
Tanggal masuk : 31/10/2021 No. RM : 38 xx xx
4. Tujuan Tindakan
Tujuan dari pemberian obat intravena adalah mempercepat reaksi obat,
sehingga obat langsung masuk ke dalam sirkulasi darah (Depkes RI 1995)
5. Diagnosa keperawatan
• Infeksi bd pertumbuhan kuman pada luka operasi
• Nyeri akut bd cidera akibat luka operasi
6. Prinsip-prinsip tindakan dan rasional :
No. Prinsip-Prinsip Tindakan Rasional
Mengucapkan salam pada klien, Menerapkan etika keperawatan dan klien
perkenalkan diri, jelaskan prosedur, memahami tujuan tindakan yang akan
1.
tujuannya, persetujuan klien, kontrak dilakukan
waktu
2. Mencuci tangan Mencegah transmisi mikroorganisme
Memulai Tindakan dengan Menerapkan nilai keagamaan
3. doa,Tersenyum, ramah dan perhatian
selama Tindakan
Menjaga Privacy pasien, Memastikan kemampuan dan kenyamanan
Mempersiapkan tempat tidur, posisi pasien selama dilakukanya Tindakan
4.
tempat tidur yang tepat dan sesuai
kenyamanan pasien
5. Dekatkan peralatan di dekat pasien dan Supaya perawat mudah dalam melakukan
pasang pengalas dan perlak Tindakan dan mencegah cairan/kotoran
mengenai tempat tidur pasien
6. Memakai sarung on steril Mencegah transmisi Mikroorganisme
Siapkan obat, masukan obat dari Mencegah terjadinya kesalahan prosedur
7. vial/ampul dengan cara yang benar , Tindakan
Identifikasi klien (Mengecek nama)
Membersikan tempat penyuntikan Mencegah transmisi mikroorganisme dan
8. dengan mengusap kapas alcohol dari melakukan prosedur Tindakan dengan tepat
arah atas ke bawah pada selang infus untuk mencegah kontra indikasi
9. Mengakhiri Tindakan, evaluasi pasien Menerapkan etika keperawatan
Merapikan pasien dan membereskan Memberi kenyamanan pada pasien
10.
alat
Mengucapkan salam saat mengakhiri Menerapkan nilai keagamaan
11.
Tindakan dengan pasien
Melepaskan sarung tangan dan mencuci Mencegah Transmisi Mikroorganisme
12.
tangan
7. Prosedur Tindakan :
• Persiapan alat :
- Sarung tangan 1 on steril
- Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
- Jarum 1 (steril)
- Bak spuit 1
- Kapas alcohol dalam kom (secukupnya)
- Perlak dan pengalas
- Obat sesuai program terapi
- Bengkok 1
- Gergaji ampul (kalau perlu)
- Buku injeksi/daftar obat
• Pelaksanaan
a. Tahap Prainteraksi :
- Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
- Mencuci tangan
- Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
b. Tahap Orientasi “
- Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
- Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
- Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
c. Tahap Kerja
- Memakai sarung tangan
- Menyiapkan obat yang akan diberikan pada pasien
- Mengatur posisi pasien
- Memasang perlak dan alasnya
- Membebaskan daerah yang akan di injeksi
- Membersihkan slang infus dengan kapas alcohol (melingkar dari
arah dalam ke luar) biarkan kering
- Memegang spuit dengan sudut 30 derajat
- Menusuk pada slang infus dengan kemiringan 300
- Memasukkan obat secara perlahan
- Mencabut spuit sambil menekan daerah tusukan dengan kapas
- Membuang spuit ke dalam bengkok
- Membuka sarung tangan
- Merapikan pasien
d. Tahap Terminasi :
- Melakukan evaluasi tindakan
- Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
- Berpamitan dengan klien
- Membereskan alat-alat
- Mencuci tangan
- Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
8. Bahaya-bahaya yang mungkin terjadi akibat tindakan tersebut dan cara
pencegahan :
Bahaya yang mungkin terjadi : Pembuluh darah pecah dan terjadi edema/
Flebitis
Cara pencegahan : Melakukan tindakan sesuai prosedur dan
pastikanvena
yang akan ditusuk, hindarkan tremor pada
saat
melakukan tindakan.
Mahasiswa,
(AGUS)
Mengetahui
Preseptor Akademi Preseptor Klinik