Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala


1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN

4.1 KERANGKA PIKIR KEGIATAN


Ruang wilayah negara yang meliputi ruang lautan, ruang udara, dan ruang daratan
merupakan sumber daya alam dan suatu subsistem. Dalam subsistem terdapat
sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam, sumber daya buatan, dengan tingkat pemanfaatan yang berbeda-beda yang
apabila tidak ditata secara balk. dapat mendorong kearah ketidakseimbangan
penanganan serta ketidak lestarian lingkungan hidup.

Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem
Iainnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan.
Pengaturan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagal
ciri utamanya. Ini berarti perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional penataan ruang
yang memadukan berbagai kebijaksanaan penataan ruang.

Seiring dengan maksud tersebut, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 26


tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menggariskan bahwa pelaksanaan
pembangunan baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah harus sesuai dèngan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian pernanfaatan ruang
beriangsung sesuai dengan rencana tata ruang.

Pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan fisik tidak selalu berjalan


sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pelanggaran tata ruang
sering terjadi tanpa disadari. Pelanggaran ini disebabkan oleh berbagai faktor
seperti faktor teknis operasional, administratif/politis. dan perkembangan pasar.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan terciptanya pembangunan
yang "tertib ruang' diperlukan tindakan pengendalian pemanfaatan ruang yang
sungguh sungguh.

III - 1
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Kecenderungan penyimpangan tersebut dapat terjadi karena produk rencana tata


ruang kurang memperhatikan aspek-aspek pelaksanaan (pemanfaatan ruang) atau
sebaliknya
bahwa
pemanfaatan
ruang kurang

memperhatikan rencana tata ruang yang telah disusun.

III - 2
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Gambar 4.1 Kebutuhan Kegiatan Pengawasan Pemanfaatan Ruang Terhadap


Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang

Berdasarkan latarbelakang di atas maka penyusunan data dasar pengendalian


pemanfaatan ruang menjadi sangat penting untuk mendasari kondisi eksisting yang
ada saat ini. Seiring dengan perkembangan penduduk yang tinggi dalam suatu
wilayah maka menuntut adanya peningkatan pemanfaatan ruang, dalam hal ini
tidak lepas pemanfaatan ruang yang sudah direncanakan oleh pemerintah, indIIIidu
maupun badan usaha. Permasalahan tumpang tindih pemanfaatan ruang ini banyak
menimbulkan konflik baik dengan indIIIidu maupun badan usaha karena kurangnya
data dasar pemanfaatan ruang yang valid. Pembuat Kebijakanan menetapkan
aturan pemanfaatan ruang wilayah yang saat ini sedang dalam proses penyusunan
dalam bentuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) skala 1 : 5.000, memerlukan data
dasar pemanfaatan ruang yang up to date pula.

Berdasarkan pertimbangan di atas memunculkan gagasan bahwa dalam proses


penegakan aturan pemanfaatan ruang diperlukan adanya data dasar yang valid
sebagai dasar pengambilan kebijakan di daerah. Data dasar pemanfaatan ruang
yang terkini tersebut merupakan pedoman yang kuat untuk penegakan aturan dan
dapat pula digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan, selain itu
dapat digunakan sebagai dasar untuk pemberian ijin baru pemanfaatan ruang
sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan sesuai dengan aturan.

Adapun Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala 1 : 1.000


ini dapat digunakan ini dengan menggunakan beberapa data yang sudah ada dan
dapat pula data terkini hasil perekaman satelit yang dapat digunakan untuk
pemutakhiran data. Data-data yang digunakan dalam Penyusunan Data Dasar
Pengendalian Pemanfaatan Ruang ini dapat dikelompokkan menjadi :

a) Data-data dasar hasil pendeliniasian yang telah dilakukan sebelumnya


selanjutnya dilakukan koreksi geometrik untuk dilakukan kompilasi data.

b) Beberapa Ijin pemanfaatan ruang yang telah masuk dan diplotkan dalam peta
dengan koordinat yang sudah terkoreksi

c) Data citra satelit yang terbaru setelah dilakukan koreksi geometrik untuk
melakukan updating kedua data tersebut di atas.

d) Data-data perencanaan penataan ruang yang telah ditetapkan seperti RTRW


maupun RDTR dengan koordinat yang telah terkoreksi.

III - 3
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Seluruh data tersebut pada dasarnya diperlukan penyatuan koornidat dengan


menggunakan paduserasi peta untuk selanjutnya dilakukan analisis dan
pemuthakhiran data.

Gambar 4.2 Tujuan Pemanfaatan Ruang

Berdasarkan gambar diagram di atas dapat dilihat bahwa, pentingnya Penyusunan


Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala 1 : 1.000 proses penataan
ruang di daerah dari awal hingga akhir, hal ini tidak terlepas dari data dasar yang
digunakan untuk pengambilan keputusan di daerah. Dengan Penyediaan data
pemanfaatan ruang yang up to date dan valid ini diharapkan dapat memberikan
arahan pengambilan kebijakan yang tepat dan baik sehingga menjamin jalannya
keberlansungan pembangunan berkesinambungan lebih terarah.

III - 4
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Gambar 4.3. Kerangka Pikir Kegiatan

4.2 RUANG LINGKUP KEGIATAN


Ruang lingkup kegiatan Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang
skala 1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi ini meliputi :

A. Persiapan Pekerjaan
a. Persiapan administrasi dan perijinan
b. Persiapan Personil dan Peralatan
c. Koordinasi di tingkat kabupaten dan pusat
d. Penyiapan citra satelit resolusi tinggi
e. Penyusunan Rencana Kerja detil, termasuk rencana jaringan GCP/ICP

B. Pekerjaan Studio
a. Kompilasi data dan peta;
b. Paduserasi peta-peta;
c. Orthorektifikasi citra satelit resolusi tinggi
d. Pemutakhiran data spasial dengan metode Sistem Informasi Geografis (SIG)
untuk pengendalian pemanfaatan ruang

III - 5
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

e.Proses topologi dan poligon


f. Pembuatan peta kerja untuk survei toponimi
g. Pengisian atribut data sesuai dengan hasil survei lapangan
h. Analisa data dan peta;

C. Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan yang di lakukan dalam kegiatan ini meliputi 6 (enam) hal bagian
pokok yaitu :

a. Persiapan bahan dasar dan peta dasar untuk bahan kerja lapangan.
b. Survei penentuan dan pengambilan titik kontrol/GCP
c. Persiapan perlengkapan dan peralatan survei pemetaan.
d. Survei awal terhadap wilayah pemetaan dengan menggunakan citra satelit
dan peta dasar yang ada sebagai bahan dasar/peta kerja lapangan.
e. Survei, pemetaan dan pengamatan lapangan terhadap obyek toponimi,
penentuan koordinat obyek serta pengambilan gambar
f. Entry data toponimi dan reposisi.

Berdasarkan deskripsi lingkup Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan


Ruang Skala 1 : 1.000 di atas, sebenarnya terdapat satu tahapan penting proses
untuk membuat letak semua data yang dianalisis dalam kegiatan ini pada posisi
yang benar. Akurasi letak obyek ini merupakan komponen penting dalam
implementasi pengambilan kebijakan dalam segala hal. Pemahaman lingkup
pekerjaan bagi semua personil yang terlibat dalam kegiatan ini diharapkan akan
menyelaraskan semua komponen proses kegiatan. Team Leader diharapkan dapat
mengendalikan setiap proses pekerjaan dan dapat mendeligasikannya kepada
seluruh personil yang terlibat dengan baik.

4.3 PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN


Pendekatan yang dilakukan terkait dengan Penyusunan Data Dasar Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Skala 1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi dapat
dikembangkan sesuai kebutuhan analisis, diantaranya adalah :
1) Pendekatan Studi Literatur untuk menghimpun informasi yang relevan
dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti.
2) Pendekatan Normatif yaitu pendekatan yang bersifat komprehensif dan
mengacu pada norma (peraturan, strategi, dokumen perencanaan, dsb) yang
terkait dengan pengembangan sosial ekonomi, ataupun ketentuan peraturan
dan perundangan terkait dengan substansinya.

III - 6
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

3) Pendekatan Kuantitatif Kualitatif yaitu pendekatan yang memadukan antara


pendekatan yang mementingkan aspek kedetailan informasi pada suatu
fenomena namun juga memandang bahwa distribusi kejadian dalam suatu
populasi dapat mewakili kejadian dalam populasi.
4) Pendekatan partisipatif yang mana dalam proses pelaksanaan pekerjaan
pengadaan tanah dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan yang terkait dengan rencana pengadaan tanah maupun
pengembangan infrastruktur.
5) Pendekatan penataan ruang yaitu pendekatan yang dilakukan melalui
pertimbangan-pertimbangan aspek penggunaan ruang yang didasarkan pada
perlindungan terhadap keseimbangan ekosistem dan jaminan terhadap
kesejahteraan masyarakat yang dilakukan secara harmonis.
6) Pendekatan pembangunan berkelanjutan, yang mana dari konteks
pembangungan infrastruktur pembangunan berkelanjutan berupaya untuk
mewujudkan kawasan yang berbasis ketahanan pangan, energi, air, dan
sumber daya alam yang menjaga keseimbangan wilayah secara berkelanjutan
dengan memperhatikan kearifan lokal demi terciptanya masyarakat sejahtera.

4.4 METODOLOGI DAN TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN


4.4.1 Metodologi Pelaksanaan Kegiatan
Metode pelaksanaan kegiatan Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan
Ruang pada dasarnya merupakan penjabaran detail dari ruang lingkup kegiatan.
Metodologi pelaksanaan kegiatan itu sendiri terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a) Persiapan Pekerjaan;
b) Inventarisasi dan Integrasi Data-Data Pendukung;
c) Survey GPS Geodetik ( Penentuan dan pengambilan CCP/ICP);
d) Orthorektifikasi CSRT;
e) Interpretasi data dasar berdasarkan CSRT terorthorektikasi;
f) Pengolahan Data spasial menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis
untuk Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
g) Survei pemutakhiran Toponimi ;
h) Reinterpretasi dan reatributing data spasial
i) Presentasi Kegiatan ; dan
j) Pelaporan;

Pada tahap persiapan akan lebih difokuskan pada pengumpulan data/peta penunjang
yang akan dijadikan bahan masukan (input) proses analisis untuk dalam aplikasi
Sistem Informasi Gegrafis. Pengumpulan data/peta penunjang ini dilakukan seluruh

III - 7
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Satuan Kerja Pemerintah daerah (SKPD) kabupaten dan pemerintah pusat yang
berkaitan, dan lebih fokus ke dalam lingkungan internal Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang.
Seluruh data/peta yang terkumpul selanjutnya dikompilasi agar terbentuk dalam
satu format (skala dan sistem proyeksi). Data yang sudah dalam satu format
tersebut selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi beberapa variabel yang
diperlukan untuk memperbaharui data-data dasar bidang tanah yang belum ada.
Seluruh proses kegiatan dan hasil kegiatan tersebut didokumentasikan dalam
laporan yang bersifat deskriptif. Metoda pelaksanaan di atas secara detail diuraikan
tersendiri dalam bab selanjutnya.

Gambar 4.4. Diagram Alir Pelaksanaan Penyusunan Data Dasar Pemanfaatan


Pengendalian Ruang Skala 1 :1.000 WP III Kabupaten Bekasi
Pada bagian Pendekatan dan Metodologi ini memberikan gambaran mengenai
konsep-konsep dari pelaksanaan pekerjaan "Penyusunan Peta Dasar Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Skala 1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi”. Untuk
meningkatkan optimalisasi kerja dan efisiensi maka disampaikan rencana
pelaksanaan kerja. Secara garis besar rencana kerja tersebut disajikan dalam
gambar flowchart pelaksanaan pekerjaan seperti berikut :

III - 8
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Gambar 4.5 Kontrol Kualitas Pekerjaan Penyusunan Peta Dasar dari Citra Satelit
Resolusi Tinggi

Untuk memperlancar jalannya pelaksanaan pekerjaan, sangat diperlukan suatu


perencanaan serta pengaturan cara kerja dan tata cara kerja yang baik. Beberapa
tahapan penting dalam pembuatan Peta dasar pengendalian pemanfaatan ruang ini
antara lain :
1. Pemesanan data citra satelit resolusi tinggi;

2. Membuat peta indeks lokasi pemetaan;

3. Membuat rencana desain jaringan GCP;


4. Menyiapkan administrasi perijinan untuk survei lapangan;
5. Membuat laporan pendahuluan;
6. Pencetakan peta kerja
4.4.2 Persiapan Administrasi
Diskusi strategi pelaksanaan, ini sangat diperlukan agar tujuan dari pelaksanaan
pekerjaan dapat tercapai. Rencana kerja yang tercantum dalam proposal ini akan
dimatangkan dengan diskusi-diskusi untuk mengetahui kesulitan yang akan
dihadapi.
a. Diskusi Pembagian Tugas

III - 9
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

b. Diskusi ini lebih mengarah kepada diskusi tiap bagian yang dikepalai oleh
satu tenaga ahli. Masing-masing tenaga ahli akan memberikan tugas kepada
asisten masing-masing sesuai bidang kemampuannya.
c. Pembuatan instrumen pekerjaan
d. Instrumen ini dibutuhkan sebagai bahan kontrol dan evaluasi kemajuan
pekerjaan.
e. Pengadaan bahan dasar pembuatan DEM, dan Raw Data citra Satelit
f. Persiapan ini meliputi pengambilan bahan dasar pembuatan DEM, dan Global
basemap format sederhana berbasis web dalam bentuk file raster JPEG 2000
dan Citra resolusi menengah yag dibutuhkan yang disediakan ole
PA/KPA/PPK

4.4.3 Persiapan Personil


Pada tahap ini, dilakukan diskusi lebih dalam mengenai rincian tugas dari masing-
masing personil agar masing-masing personil mengerti akan tugas dan fungsinya
dalam melaksanakan pekerjaan.

4.4.4 Persiapan Peralatan


Tahapan ini mempersiapkan peralatan yang digunakan untuk keperluan pengolahan
data citra satelit, baik perangkat keras maupun lunak yang akan dipakai, persiapan
peralatan untuk pengukuran titik kontrol tanah (groud control points) DSN titik
sekutu, perangkat keras dan lunak komputer untuk pemetaan digital dan
membangun basisdata SIG.

4.4.5 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan Data
Setelah semua data yang diperlukan untuk dapat melalukan pekerjaan ini
diinventaris maka data tersebut dikumpulkan, baik dari instansi pemerintah maupun
dari sumber-sumber yang lain. Data pada pekerjaan ini meliputi data primer dan
data sekunder.

4.
4.4.1
4.4.2
4.4.3
4.4.4
4.4.5
4.4.5.1 Data Primer

III - 10
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Data primer yang merupakan data yang diperoleh dari data citra satelit
maupun dari data survei lapangan. Yang termasuk dalam data primer
pada pekerjaan ini adalah : Citra Satelit Resolusi Tinggi serta peta
pendukung lainnya, data citra tersebut akan disediakan oleh LAPAN

4.4.5.2 Data Sekunder

Data sekunder meliputi data Rupa Bumi Indonesia skala 1:5.000 yang
berasal dari Badan Informasi Geospasial. Data Batas administrasi sampai
dengan tingkat kelurahan dibutuhkan untuk skala 1:5.000 ini. Template
pembuatan layout peta pada skala 1:5.000 dari BIG juga dibutuhkan
dalam mempermudah penyusunan layout di seluruh WP III Kabupaten
Bekasi

4.4.6 Pencetakan Blow Up


Pencetakan blow up dimaksudkan untuk membuat peta kerja lapangan berupa
lembar peta skala 1:5.000 dari data citra satelit dengan visualisasi naturalcolor
komposit. Pencetakan blow up dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Blow up dicetak dalam lembar peta skala 1:5.000
b. Image dan tone blow up jelas dan tajam;
c. Bagian tepi hasil cetak blow up diberi lak;
d. Tiap lembar blow up disediakan kolom informasi mengenai:
 Nama Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa
 Nama pelaksana pekerjaan.

4.5 SURVEI LAPANGAN DAN PENGUMPULAN DATA (SURVEI TOPONIMI)


Setelah pencetakan, dilakukan pekerjaan survey lapangan toponimi. Survey
lapangan toponimi adalah kegiatan pengumpulan dan pencatatan nama unsur
geografi yang pada dasarnya sama dan sejalan dengan pekerjaan identifikasi unsur
geografi ditambah dengan catatan-catatan lain mengenai kondisi obyek dan nama
dari unsur geografi tersebut.

Spesifikasi dan ketentuan pekerjaan identifikasi unsur geografi di lapangan meliputi


identifikasi obyek-obyek geografi sebagai berikut :

A. Batas administrasi untuk skala 1 : 5.000


Garis batas wilayah administrasi pemerintahan yaitu batas wilayah provinsi,
kabupaten/ Kota, kecamatan, dan kelurahan/desa baik batas yang sudah
definitif maupun batas yang sifatnya masih indikatif. Deliniasi garis batas
wilayah harus dikonfirmasi dengan instansi pemerintah terkait. Setiap

III - 11
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

lembar peta kerja ada bukti cap/stempel pemerintahan (unsur


kelurahan/desa), sebagai bukti melakukan survei di lokasi. Wilayah
kampung/dukuh/dusun/ lingkungan tidak perlu dilakukan identifikasi batas
administrasinya tetapi wajib dicantumkan namanya.

B. Nama dan Fungsi Bangunan untuk skala 1 : 5.000


Detail bangunan dideliniasi pada “bidang tanah” dimana bangunan tersebut
berada. Surveyor mengindentifikasi fungsi bangunan (penggunaan) dan
namanya, antara lain meliputi:
1. Bangunan perkantoran, baik pemerintah maupun swasta, seperti Kantor
Kelurahan / Desa, Kantor Kecamatan, Kantor Bupati/Walikota,
KantorGubernur, Kantor Lembaga Pertahanan, dan kantor-kantor
pemerintahlainnya;
2. Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pelayanan pendidikan seperti
SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi (Akademi, UnIIIersitas, Sekolah
Tinggi), madrasah, dll.
3. Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan pada
masyarakat seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, dll.
4. Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pelayanan ibadah seperti
Mesjid, Gereja, Klenteng, Vihara;
5. Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pelayanan perdagangan,
ekonomi dan pariwisata bagi masyarakat seperti pasar, pertokoan,
supermarket, hotel, museum, monumen bersejarah, tempat wisata dll.
6. Bangunan yang berfungsi sebagai tempat pelayanan komunikasi dan
transportasi Kantor Pos dan Giro, Telkom, Pemancar Radio, Terminal,
Stasiun, Bandara, Pelabuhan, Pompa Bensin dll;
7. Bangunan yang merupakan komplek perumahan seperti BTN Pelita Jaya
I, Perumnas Bekasi I, Komplek Pertamina;
8. Bangunan yang berfungsi sebagai utilitas seperti gardu induk PLN,
instalasi penjernihan air, tempat pembuangan sampah, dll.
9. Bangunan/tempat penting, fasilitas penting wilayah dan atau landmark
pada suatu wilayah, dan lain-lain.
10. Dan bangunan lainnya yang dianggap perlu.
11. Data identifikasi bangunan disimpan sebagai fitur titik.

C. Jalan pada skala 1 : 5.000


1. Semua jalan diidentifikasi dan dicantumkan namanya antara lain: Jalan tol
di dalam kota, jalan tol luar kota, jalan raya propinsi, jalan raya kabupaten/kota,
jalan arteri.

III - 12
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

2. Penulisan nama-nama benar dan jelas, misalnya Jln. Jendral Sudirman,


Jln. Manggis dan harus dicatat “arah/jurusan menuju ke kota
/kecamatan / desa terdekat.
3. Jalan dengan lebar = 5 meter digambarkan dengan dua garis.

D. Rel Kereta Api dan Lori pada skala 1 : 5.000


Untuk rel kereta api nama lintasan kereta apinya (jurusan masing-masing
rel), dicatat “arah/jurusan menuju ke stasiun terdekat”. Rel Lori ditulis Lori.
Data disimpan sebagai center line untuk tiap jalur.

E. Detail Perairan pada skala 1 : 5.000


1. Detail perairan diidentifikasi dan dicatat nama-nama: sungai, saluran
irigasi, tanjung, selat, laut, danau, rawa-rawa.Dam/Bendungan, dan
waduk.
2. Detail perairan dengan aliran selain dicantumkan namanya juga arah
alirannya.
3. Penulisan nama-nama harus benar, jelas, dan konsisten; misalnya Ci
Liwung,Way Rilau,Kali Angke, Sungai Kapuas.

F. Detail Tutupan Lahan (Land Cover)


Detail tutupan lahan yang dapat dijangkau dan teridentifikasi dalam
pelaksanaan survei lapang akan dipakai sebagai data acuan (area contoh)
untuk lokasi yang tidak dapat dijangkau dalam proses interpretasi citra.
Detail tutupan lahan yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Detail yang termasuk sebagai tempat usaha pertanian misalnya Sawah,
Tegalan / Ladang, Tambak (empang).
2. Detail untuk perkebunan yakni kebun-kebun homogen yang besar (satu
macam tanaman) yang diusahakan baik oleh pemerintah, swasta, atau
oleh masyarakat.
3. Detail-detail tanaman atau tutupan vegetasi yang tidak diusahakan
penduduk baik yang bersifat alami atau buatan seperti; hutan, semak
belukar, padang alang-alang, padang rumput dan tanah kosong.

G. Kuburan/Pemakaman
Untuk areal Pemakaman ditulis nama dan jenis Pemakaman, yaitu:
1) Makam Pahlawan
2) Pemakaman Umum
3) Makam Islam
4) Makam Kristen
5) Makam Cina

III - 13
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

6) Makam Hindu

H. Titik Dasar Geodesi


1) Titik Dasar Geodesi Nasional Orde 0 dan 1 Bakosurtanal dan Titik
Dasar Teknik BPN Orde 2 dan 3.
2) Tugu-tugu Titik Dasar Teknik diidentifikasi, ditandai letaknya, dicatat
ordenya, nomor dan kodenya.
3) Untuk keperluan basis data toponimi, maka setiap unsur geografi yang
merupakan obyek toponimi harus difoto dan dicatat
posisi/koordinatnya.

4.5.1 Tahapan Survei dan Pemetaan Toponimi


a) Persiapan bahan dasar dan peta dasar untuk bahan kerja lapangan.
b) Persiapan perlengkapan dan peralatan survei pemetaan.
c) Survei awal terhadap wilayah pemetaan dengan menggunakan citra satelit dan
peta dasar yang ada sebagai bahan dasar/peta kerja lapangan.
d) Survei, pemetaan dan pengamatan lapangan terhadap obyek toponimi,
penentuan koordinat obyek serta pengambilan gambar (foto).
e) Entry data toponimi dan reposisi.

4.5.1.1 Perlengkapan Survei


a) Alat Tulis
b) GPS Geodetic
c) GPS Hand Held
d) Kamera digital
e) Peta Kerja
4.5.1.2 Penyiapan Peta Kerja Lapangan
a) Peta kerja sebagai peta hasil kompilasi fotogrametris yang telah
disahkan oleh pemberi pekerjaan (hardcopy) dicetak pada kertas yang
relatif tahan lipat serta disimpan dalam kantong plastik secara terlipat.
Lipatan harus sedemikian rupa, sehingga di lapangan petugas survei
dapat membuka sebagian peta manuskrip dengan mudah.
b) Objek-objek yang akan diuji akurasinya harus sudah diplot pada peta
manuskrip.
c) Data yang harus ditulis atau digambar di atas peta manuskrip dapat
ditulis sementara dengan pensil lunak (2B). Namun sebelum
disahkan, seluruhnya harus ditegaskan dengan tinta.
d) Rencana survei dan seluruh peta manuskrip harus diserahkan sebelum
survei untuk mendapatkan persetujuan dari tim supervisi.

III - 14
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

4.5.1.3 Pengukuran / Pengamatan di Lapangan


a) Pengukuran untuk menentukan posisi objek dilakukan dengan GPS.
b) Objek yang diamat tersebut harus diplot-kan pada peta kerja lapangan
dan di foto dengankamera digital untuk dokumentasi dan untuk
pembuatan album foto lapangan.
c) Sebelum digunakan, penunjuk waktu pada kamera harus diset sama
dengan waktu GPS.
d) Nama-nama yang dikumpulkan harus dicatat pada formulir dan juga
pada peta kerja (manuskrip A, B, atau C) untuk dIIIerifikasi dengan
pejabat pemerintah setempat.
e) Apabila ada yang unik pada nama tersebut, deskripsi lebih lanjut dapat
menggunakan formulir extensi
f) Selama survei lapangan, Tracking GPS harus selalu on dan di setting 2
mm skala peta.

4.5.1.4 Konfirmasi dan Pengesahan Data dan Nama-nama Geografis


Unsur nama geografis dikonfirmasi (secara berjenjang) dari informasi
orang atau pejabat pemerintah (di daerah tersebut) yang kompeten
tentang nama daerah tersebut dengan formulir sebagai berikut:

1) Nama-nama geografis ini setiap kali hendaknya diuji dengan data


sebelumnya dan diuji dengan kaidah pemberian nama-nama geografis
yang benar.
2) Nama-nama geografis ditulis pada manuskrip peta pada grid yang
benar dan pada formulir F6NG untukdisahkan / diketahui oleh pejabat
setempat.
3) Untuk nama-nama geografis yang bersifat unik, deskripsi lebih lanjut
dapat menggunakan formulir extensi (F6-NGE) yang digunakan untuk
1 nama / lembar.
4) Nama-nama geografis diletakkan pada posisi sebenarnya (geografis)
dan belum perlu memperhatikan aspek kartografisnya.
5) Penggunaan nama-nama yang unik didokumentasikan dengan foto
pada tempat-tempat resmi yang memajang nama tersebut (seperti
papan nama kantor-kantor pemerintah). Untuk itu petugas survei
dilengkapi dengan kamera.
Nama file dari foto dibuat sebagai berikut:
YYYY-MM-DD_NamaGeografis_xx
Contoh:

III - 15
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

2011-10-01_Cikarang Pusat_03
2011-10-01 …….. Tanggal pengambilan gambar
Cikarang Pusat ……. Nama geografis (Cikarang Pusat)
03 ……………. Gambar ke-3 di lokasi Cikarang Pusat

6) Nama-nama yang masih diperdebatkan di daerah tersebut (misalnya


oleh dua etnis yang berbeda) harus diberi tanda di dalam formulir
nama-nama geografis, sedang yang ditulis di atas peta adalah yang
disahkan oleh pemerintah setempat.
7) Sebagai alat validasi, surveyor perlu membuat foto obyek dengan
nama geografinya (misalnya papan nama kantor desa atau sekolah)
serta merekam cara pengucapan nama-nama tersebut menggunakan
alat perekam suara.

4.5.1.5 Konfirmasi dan Pengesahan Data Lapangan Batas Administrasi


1) Unsur batas administrasi diambil dari dokumen resmi pemerintah (di
daerah tersebut) dan pejabat yang kompeten tentang letak batas
daerahnya.
2) Suatu batas antara dua daerah sebaiknya dikonfirmasikan pada
masing-masing daerah yangberbatasan atau pada daerah yang satu
tingkat di atasnya.
3) Pengesahan di atas peta manuskrip dilakukan oleh tiap daerah yang
tercakup dalam petatersebut dan ikut memberikan keterangannya.
4) Batas administrasi digambar langsung pada manuskrip peta dengan
simbol garis yang benar(garis putus-putus, dengan 1 titik untuk batas
propinsi, 2 titik untuk batas Kota/Kabupaten, 3titik untuk batas
Kecamatan dan 4 titik untuk batas Desa/Kelurahan).

4.5.1.6 Pembuatan Daftar Nama Geografi (Gasetir)


 Gasetir adalah daftar nama geografis yang dilengkapi dengan
informasi tentang jenis unsur,posisi, lokasi dalam wilayah
administratif, dan informasi lain yang diperlukan.
 Nama geografis atau toponim adalah nama yang diberikan pada
unsur geografis.

III - 16
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

 Unsur geografis adalah bagian permukaan bumi yang dapat dikenal


identitasnya sebagaiunsur alam dan unsur buatan manusia, misalnya
sungai, danau, gunung, tanjung, desa danbendungan.
 Unsur generik adalah unsur yang menerangkan dan menggambarkan
kekhasan geografis(misalnya, sungai, danau, gunung, bukit, lembah,
tanjung, teluk, dan pulau).
 Unsur spesifik adalah unsur yang menerangkan nama diri suatu unsur
generik (misalnya,Merapi, Jakarta, dan Serayu).
 Endonim adalah nama geografis yang digunakan dalam bahasa
setempat.
Survey Kelengkapan Lapangan mutlak dilakukan berhubung dengan
pencocokan nama-nama geografis pada areal pemetaan yang dikerjakan
bagaimana cara penulisannya, ejaannya dan posisi geografisnya.
Semuanya itu harus dicatat, diplot pada peta kerja dan di legalkan kepada
pejabat setempat pada formulir yang disediakan.

Nama-nama geografis yang tercatat pada formulir yang telah disyahkan


oleh pejabat (Desa/Kecamatan), disusun dalam tabulasi yang terstruktur
dengan rapi dan menjadi sebuah buku yang berisi informasi nama-nama
geografis, kode unsur dan posisi geografisnya.
4.5.1.7 Tata Cara Penulisan Endonim
Tata cara penulisan endonim adalah sebagai berikut :
a) Jika nama unsur generiknya menunjukkan ciri fisiografik unsur
geografis yang diakuinya, namaunsur generik ditulis terpisah dengan
nama unsur spesifiknya dan huruf pertama kata ditulisdengan huruf
kapital. Contoh: Pulau Nias, Danau Toba, Krueng Aceh,
KotaBandung.
b) Jika nama unsur geografis memakai nama unsur generik yang tidak
mencerminkan ciri fisiografiknya,maka penulisannya serangkai
c) ontoh:Gunungsitoli,Bandarlampung,Tanjungpriok,Sungailiat,Muara
enim,Muarajambi.
d) Jika nama unsur spesifik diikuti penunjuk arah atau kata sifat dan
nama spesifiknya merupakannama induk, maka penulisannya
terpisah.Contoh: Jawa Barat, Tabalong Kiwa, Cikeas
Hijau,Kranggan Permai, Desatengah Selatan, Pargarutan Jae,
Panyabungan Tonga.

III - 17
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

e) Jika nama unsur spesifik terdiri atas kata ulang penulisannya


serangkai dengan menggunakantanda hubung. Contoh: Muko-muko,
Bagansiapi-api, Sigura-gura, Toli-toli.
f) Jika nama unsur spesifik terdiri atas dua nama unsur generik,
penulisannya serangkai. Contoh :Paranpadang, Hutapadang,
Hutadolok, Lumbandolok.
g) Jika nama unsur spesifik terdiri atas tiga kata yang masing-masing
dua kata unsur generik diikutikata sifat, penulisannya
serangkai.Contoh: Torlukmuaradolok.
h) Jika nama unsur spesifik terdiri atas tiga kata yang masing-masing
dua kata unsur generik diikutikata benda, penulisannya
serangkai.Contoh: Muarabatangangkola.
i) Jika nama unsur spesifik memakai nama orang, penulisannya
disesuaikan dengan ejaan yangberlaku. Contoh: Bandara Soekarno-
Hatta, Jalan Sudirman, Benteng Somba Opu.
j) Jika nama unsur spesifik terdiri atas empat kata atau lebih yang
masing-masing terdiri atas unsurgenerik/spesifik, penulisan dipisah
dari kata yang ketiga, kelima, dan seterusnya.Contoh:Purbasinomba
Mandalasena, Dalihannatolu Hutaraja.

Catatan

1. Walaupun tidak ada daerahnya atau merupakan daerah yang sudah


ditinggalkan maupundaerah pengembangan pemukiman baru (sudah
direncanakan), di dalam inventarisasi nama geografis perlu dilakukan
agar dapat digunakan sebagai petunjuk arah orientasi pelacakan
daerah lain.
2. Bila terdapat nama yang sangat panjang, tetapi nama tersebut yang
sangat khusus dan populer dengan nama singkatan, maka dapat
ditulis (kependekan dari nama yang bersangkutan) contohnya: Ogan
Komering Hulu populer disebut Oku.
3. Jika nama terdiri dari 3 generik, pemisahannya disesuikan dengaan
aturan tata bahasa Indonesiayaitu; Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD)

4.5.1.8 Cara Penentuan Koordinat Toponimi


Informasi mengenai nama-nama sungai, danau, pulau, permukiman,
candi, jalan, pelabuhan, dan unsur geografis lainnya tanpa diberikan nilai
koordinat akan menjadi sangat tidak informatif, sebab tidakdiketahui

III - 18
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

posisi/letak unsur tersebut.Penentuan koordinat toponim harus sesuai


dengan kaidah penulisantoponim. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan
posisi sebenarnya dari objek tersebut dan memudahkandalam proses
pengelolaan data.
Penentuan koordinat toponimi adalah sebagai berikut:

a) Pada unsur yang mempunyai bentuk keluasan, koordinat ditentukan


pada titik tengah (titikberat) unsur yang bersangkutan. Seperti danau,
waduk, rawa, karang, gosong, pulau,kepulauan, daerah administrasi
(batas administrasi), tempat permukiman, pelabuhan, samudera,laut,
laguna, teluk, tanjung, selat dan delta.
b) Pada unsur yang mempunyai bentuk linier, koordinat ditentukan
pada dua titik, yaitu muara danhulu, atau di kedua ujungnya. Seperti
sungai, parit, saluran, jalan, dan terowongan. Khususnyauntuk unsur
sungai, perhatikan hulu sungai yang terpanjang, tertinggi dan lurus,
sedangkanpada muara sungai yang lebar koordinat ditentukan di
tengah-tengahnya.
c) Pada unsur yang mempunyai bentuk ketinggian, koordinat
ditentukan pada titik puncak tertinggi.Seperti gunung, pegunungan,
puncak, kawah, bukit, dan dataran tinggi.
d) Pada unsur yang disajikan dengan simbol-simbol dan mempunyai
nama diri di peta, koordinat ditentukan pada simbol tersebut. Seperti
gua, riam, jeram, atau simbol lain yang maksudnyamenunjukkan
suatu unsur geografis.

4.5.2 Koleksi dan Pengolahan Data Koordinat GCP


Tujuan pekerjaan adalah mendapat koordinat ground control point (GCP) yang
digunakan sebagai kerangka kontrol pemetaan. Titik Dasar Teknik (TDT) BPN
orde 2 dan 3 yang telah tersedia di lokasi pemetaan dapat digunakan sebagai titik
ikat/titik kontrol pengukuran GCP sepanjang tugu dalam kondisi yang baik (tidak
rusak), letak dan posisinya sesuai dengan deskripsi dari buku tugu dan dan tidak
menimbulkan keragu-raguan.
Teknologi GPS (Global Positioning System) atau SPPG (Sistem Penentuan Posisi
Global) memungkinkan didapatkannya koordinat planimetrik pada satu referensi
dan diharapkan diperoleh ketelitian yang cukup baik, keseragaman sistem data
koordinat waktu yang cepat dan biaya yang relatif murah.

III - 19
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Dalam pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan pada spesifikasi teknis pekerjaan


ini akan dipakai suatu metode pengukuran kontrol horizontal : Global Positioning
System (GPS).

4.5.2.1 Perencanaan
Metode penentuan koordinat GCP dalam pekerjaan ini adalah dengan
melakukan koleksi data Global Positioning System menggunakan metode
differential positioning menggunakan data fase. Koleksi data GPS
dilakukan baseline per baseline sehingga membentuk jaringan baseline.
Jaringan tersebut harus terikat kepada minimal 2 (dua) TDT Orde 2 atau
Orde 3. Metode koleksi data GPS dapat berbentuk kombinasi baseline
dan radial, masing-masing menggunakan metode rapid statik. Dalam hal
jarak antara 2 (dua) GCP lebih dari 10 km, metode yang digunakan
adalah metode statik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengamatan metode radial
adalah :

a) ReceIIIer GPS disarankan menggunakan tipe dual frekuensi (L1 dan


L2)
b) Dalam pekerjaan ini, metode radial dilakukan untuk koleksi data
GCP yang beradadiantara GCP yang diukur dengan metode jaring,
atau yang berada di perimeter areapemetaan. Hal itu dapat
diilustrasikan dengan gambar berikut:

Gambar 4.6 Metode kombinasi (Sumber: Abidin HZ, 2001)

: Titik tetap
: Titik yang ditentukan posisinya dengan metode jaring statik
: Titik yang ditentukan posisinya dengan metode radial statik
: Survei jaringan statik
: Survei radial statik

III - 20
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

c) Jumlah GCP yang diukur dengan menggunakan metode jaring


terdistribusi secara meratadi seluruh area pemetaan.
d) Penentuan koordinat GCP dengan menggunakan metode radial static
harus menggunakanGCP yang diperoleh dari metode jaring statik.

Adapun Desain Jaringan GPS dari kegiatan Pembuatan Peta Dasar


Pertanahan Dari Citra Satelituntuk area 500.000 ha yaitu:

Gambar 4.7. Gambar Desain Jaringan

Pelaksana pekerjaan dapat menggunakan metode koleksi data GPS


lainnya (yang diasumsikan memiliki ketelitian memadai) dengan
menyertakan dasar akademis dan bukti pendukung kelayakan metode
setelah berkonsultasi dan disetujui oleh Penanggung Jawab Teknis dan
Penanggung Jawab Kegiatan.

4.5.2.2. Sesi, Waktu dan Durasi Koleksi Data GPS


Sesi koleksi data GPS adalah suatu selang waktu koleksi data dimana
semua receIIIer GPS melakukan koleksi data secara simultan/ serentak.
Pelaksanaan koleksi data GPS pada baseline jaringan GCP umumnya
akan terdiri dari beberapa sesi koleksi data.

Waktu koleksi data GPS sebaiknya memperhitungkan faktor-faktor


sebagai berikut: jumlah satelit GPS yang dapat diamati, kekuatan dari
geometri satelit, aktIIIitas ionosfer, aktIIIitas pada lokasi titik dan
sekitarnya (lalu-lintas, lalu lalang manusia dan hewan), aksesibilitas titik
dan lama pergerakan antar titik.

Durasi koleksi data GPS yang akan dilaksanakan sebaiknya


memperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut: ketelitian posisi yang

III - 21
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

diinginkan, panjang baseline, jumlah satelit yang teramati, kekuatan dari


geometri satelit, aksesibiltas titik dan waktu pergerakan antar titik. Untuk
pengamatan GPS setiap titik GCP, epoch interval yang digunakan adalah
3 detik dengan mask angle yang digunakan adalah 10o atau 15o.

4.5.3 Persiapan Pengukuran


Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam survei GPS untuk penentuan koordinat GCP
adalah sebagai berikut :
1) Minimal 3 unit GPS tipe geodetic dual frekuensi (L1, L2) atau single frekuensi
(L1) berikut peralatannya (statip, tribach, kabel, catu daya, pengukur tinggi
antenna, dll).
2) Minimal 3 Handheld GPS untuk keperluan reconnaissance, berguna untuk
memandu menuju lokasi GCP yang disurvei, mengecek penampakan satelit
dari lokasi yang akan dipilih sehingga mendapatkan lokasi yang terbaik dan
membantu pergerakan tim survei dari lokasi GCP ke lokasi GCP lainnya.
3) Sarana transportasi/kendaraan bermotor untuk mempermudah pergerakan alat
dan personil.
4) Alat komunikasi untuk mensinkronkan koleksi data antar GCP dan penunjuk
waktu (jam).
5) Komputer yang sudah ter-install software pendukung untuk pengolahan data
awal di lapangan dan media penyimpanan digital (harddisk eksternal/flashdisk)
untuk back up data.
6) Senter, kadangkala pengamatan hingga malam hari sehingga membantu
penerangan di lapangan.
Perangkat peralatan utama yang dipakai adalah Leica I/III yang dilengkapi dengan
antena dan softwarenya, dengan pengukuran menggunakan metoda Carrier Beat
Phase - Differential RelatIIIe Positioning modus statik. Peralatan tambahan adalah
peralatan pendukung seperti alat pencatat kondisi atmosphere (barometer,
thermometer basah kering, dsb.), alat komunikasi (radio single Side
Band/transceIIIer HF) dan peralatan untuk "clearing area" agar dapat dicapai
"elevation mask" sebesar 15 derajat. Semua peralatan utama dan peralatan
pembantu akan disiapkan sebelum pemberangkatan ke lokasi proyek.
Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah GPS Geodetic dual
frequensi (Trimble 5700) .Adapun spesifikasi sebagai berikut Trimble 5700 antara
lain :
A. GPS1 dengan no. seri: (…..)
B. GPS2 dengan no. seri: (…..)

III - 22
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

C. GPS3 dengan no. seri: (…..)


Spesifikasi alat:
1 x 5700 L1/L2 GPS ReceIIIer, noradio
1 x power supply
1 x 2m measuring rod
1 x 5700 bracket on tripod
1 x USB cable
1 x Antenna Zephyr
2 x Lithium ion battery
1 x CD 5700 & Manual
1 x 5700 Transport case
1 x Tripod + Tribrach
1 x Charger 6AH
1 x Power Jack Cable & Power

Gambar 4.8. GPS Trimble 5700

Reconnaissance
Sebelum dilakukan reconnaissance, konsultan akan melakukan koordinasi dengan
Pemerintah Kabupaten, mengenai rencana pemasangan titik kontrol.

Distribusi/PenempatanGCP
Ketentuan umum mengenai penempatan GCP sebagai berikut :
a) Dapat diidentifikasi dan direkonstruksi lokasinya di citra dan dapat dipasang
paku seng di lapangan.
b) Terdistribusi baik dan merata di seluruh areal pemetaan.
c) Jumlah GCP disesuaikan dengan analisa teknis dan biaya.
d) Lokasi GCP dioptimalkan mempunyai kriteria sebagai berikut:
 Mempunyai cut of angle 15 derajat;

III - 23
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

 Lokasi yang mencegah terjadinya multipath;


 Jauh dari kabel-kabel listrik tegangan tinggi ataupun obyek-obyek
bermedan elektromagnetik yang kuat;
 Kondisi dan struktur tanah yang stabil;
 GCP ditempatkan pada lokasi yang tidak mudah terganggu atau rusak baik
akibat
 Gangguan manusia, binatang maupun alam, dan mudah diinterpretasi di
citra satelit. Jika sulit, maka perlu dilakukan pengikatan GCP ke detil di
sekitar yang mudah diinterpretasi di citra satelit.
 Apabila mempunyai lebih dari satu/beberapa scene/tile, tiap area scene/tile
yangoverlap usahakan diberi GCP sehingga antar scene terikat oleh
beberapa GCP yang sama.
 Tugu terletak pada daerah yang terbuka misalnya bebas dari tegangan
tinggi, bebas dari pengaruh multipath.
 Tugu tidak terletak dekat dengan Pemancar radio
 Tugu tidak tertutup pepohonan atau halangan lainnya, yang mana
halangan - halangan tersebut dapat mempengaruhi kenampakan pada citra
satelit dan pada ketelitian hasil pengamatan GPS sehingga berpengaruh
juga pada pekerjaan berikutnya, seperti triangulasi udara, plotting, dan
selanjutnya.
 Dalam setiap luasan 80.000 hektar akan terdapat 1 (satu) buah titik kontrol
yang berfungsi sebagai checked point (CP) yaitu titik yang tidak
digunakan dalam prosesorthorektifikasi tetapi posisinya diukur dan
dibandingkan dengan koordinat hasil orthorektifikasi;

4.5.3.1 Pengukuran Titik Kontrol/Koleksi Data GPS


Durasi koleksi data GPS disesuaikan dengan tipe alat, jarak antar GCP,
dan metode survey GPS yang dipilih (lihat Tabel 4.2).
Untuk bahan pembuatan GCP tidak diatur dalam juklak dan juknis ini,
GCP dapat dibuat sesederhana mungkin namun tidak menghilangkan
manfaat dari GCP itu sendiri.

PENGUKURAN
BASELINE

PENGOLAHAN
BASELINE
tidak

PERATAAN
JARINGAN
III - 24
bisa diterima tidak
KOORDINAT

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Gambar 4.9 Diagram Alir Pengukuran GPS

Pengukuran Kontrol Horizontal dimaksudkan untuk mendapat harga X,Y


dan Z dari titik-titk kerangka dasar atau tugu-tugu yang didirikan pada
areal yang dipetakan diatas referesi datum. Tugu-tugu tersebut akan
menjadi tugu permanen yang mempunyai harga X,Y dan Z yang dapat
digunakan sebagai refferensi untuk pengukuran untuk perbaikan utilitas
umum dikemudian hari.
Pengukuran titik kontrol sebagai referensi dan menunjang pekerjaan
pemetaan secara fotogrametris yang terdiri dari :
a) Pengukuran Kontrol Horizontal dengan methode Differensial GPS
b) Pengukuran Kontrol Vertikal dengan methode Levelling

1. Desain Jaringan
Dari distribusi titik kontrol yang direncanakan dibuat rencana
jaringan pengamatan dengan GPS dengan mmemperhatikan:
1. Strengh of figure (kekuatan jaringan).
2. Jumlah baseline yang membentuk suatu loop paling banyak
adalah 4 (empat) buah baseline. Setiap titik dihubungkan dengan
minimal 3 (tiga) baseline.
3. Untuk dapat dilakukan pengecekan konsistensi pengukuran,
minimal terdapat 5% (lima persen) common baseline yang
tersebar merata di seluruh jaringan.
4. Diikatkan dengan titik ikat yang mempunyai ketelitian minimal
Orde-2 dan dijahit dengan titik existing yang sudah ada dilokasi
pemetaan.
5. Jaringan tersebut diasistensikan kepada Supervisi untuk mendapat
persetujuan dan diparaf.

2. Persiapan Pengamatan
Dalam persiapan pengamatan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Antena diletakan pada Tribrach diatas Tripod yang didirikan tepat
diatas Tugu/titik yang akan diukur dan dilakukan Centering
secara Optis pada titik silang pada tablet dari masing-masing
tugu.

III - 25
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

2. Menghubungkan Antena dengan ReceIIIer.


3. Posisi Antena diorientasikan ke-arah Utara.
Pengukuran tinggi Antena pada saat sebelum dan sesudah
pengamatan.
Waktu dan lama pengamatan dengan memperhatikan syarat sebagai
berikut:
Satelite yang tersedia minimal 6 satelite
Geometri Dilution of Precession (GDOP) yang lebih kecil dari 8
Kondisi atmosfer dan ionosfer yang memadai.
Interval epoch 15 detik
Peralatan yang digunakan minimal 3(tiga) ReceIIIer secara
simultan, dari jenis dan merk yang sama pada suatu session yang
sama.
Masing-masing ReceIIIer dapat menyimpan data minimum
selama 3 jam
Pengukuran Tinggi Antena sebelum dan sesudah pengamatan
tidak boleh berbeda lebih dari 2 mm dengan metode pengukurann
yang sama.
Seluruh data pengamatan disimpan dalam media magnetic.
Pengikatan pada Titik Referensi / Titik Ikat yang mempunyai
ketelitian lebih tinggi.Dalam pelaksanaan pengamatan dimulai dari
satu titik ikat menuju titik ikat selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk
dapat segera melakukan kontrol kualitas pengukuran. Apabila titik
referrensi mempunyai jarak yang jauh maka metode dan lama waktu
pengamatan disesuaikan dengan karakteristrik dari jenis alat.
Dengan menggunakan 3 (tiga) ReceIIIer dalam satu session
pengamatan akan didapatkan minimal 2(dua) baseline non-trIIIial
yang akan digunakan dalam perhitungan perataan jaringan.

3. Titik Refferensi / Ikat


Mobilisasi antar Tim dalam pelaksanaan pengamatan dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Pada Session pertama ketiga tim menempati 3 Station tugu
dimana salah satu diantaranya adalah Titik Referensi yang
mempunyai ketelitian lebih tinggi
2. Pada Session berikutnya dilakukan perpindahan tim yaitu 2 tim
pindah ke stasiun/titik berikutnya sedangkan satu tim tetap pada
posisinya sehingga terdapat titik sekutu (Common point).

III - 26
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

3. Pada saat tertentu sesuai dengan rencana jaringan, Tim yang


bergerak / pindah posisi hanya 1(satu) Tim sehingga didapat
Baseline sekutu (Common Baseline)
4. Jumlah Common baseline dari seluruh pengamatan adalah 5%
dari total baseline, dimana distribusinya menyebar merata untuk
seluruh jaringan sehingga pengukuran konsisten dan kekuatan
jaringan baik.

4.5.4 Pengolahan Data Pengukuran


a. Reduksi Baseline
1) Seluruh reduksi baseline harus dilakukan dengan menggunakan software
processing GPS sesuai dengan receIIIer yang digunakan;
2) Untuk setiap baseline di dalam jaringan, standard deviasi (o) hasil hitungan
dari komponen baseline toposentrik (dN, dE, dH) yang dihasilkan oleh
software reduksi baseline harus memenuhi hubungan sebagai berikut :
σN≤σM
σE≤σM
σ H ≤ 2σ M, dimana:
σ M = [10² + (10d)²]½ / 1.96 mm
d = panjang baseline dalam kilometer
Baseline yang diamati 2 (dua) kali :
• Baseline < 8 km : komponen lintang dan bujur dari kedua baseline tidak
bolehberbeda lebih dari 0.03 meter. Komponen tinggi tidak boleh berbeda
lebih dari 0.06 meter.
• Baseline > 8 km : komponen lintang dan bujur dari kedua baseline tidak
bolehberbeda lebih dari 0.05 meter. Komponen tinggi tidak boleh berbeda
lebih dari 0.10 meter.

b. Perataan Jaringan
1) Perataan jaring bebas dan terikat dari seluruh jaring harus dilakukan dengan
menggunakan software perataan kuadrat terkecil yang telah dikenal;
2) Semi-major axis dari elips kesalahan garis (16) harus lebih kecil dari harga
parameter r yang dihitung sebagai berikut :
r = 30 (d+0.2), dimana
r = panjang maksimum untuk semi-major axis
(mm) d = jarak dalam kilometer

c. Transformasi Koordinat

III - 27
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Pelaksana wajib melakukan transformasi koordinat untuk setiap stasiun dalam


jaring tersebut. Pelaksana diminta untuk memberikan hasil-hasil sebagai
berikut :
1) Lintang, bujur dan tinggi terhadap spheroid pada datum SRGI 2013;
2) Koordinat dalam proyeksi UTM pada datum SRGI 2013;
3) Koordinat dalam proyeksi TM 3° pada datum SRGI 2013.

4.5.5 Pembentukan DEM dan Digital Orthorektifikasi


1. Block Bundle Adjustment
Block Bundle Adjustment (disingkat adjustment) merupakan persamaan
matematik yang digunakan untuk mengoreksi citra secara simultan, sehingga
hasil dari Block Bundle Adjustment ini akan merata seluruh Citra.

Proses adjustment memerlukan identifikasi titik-titik kontrol tanah diatas citra


satelit (metode image to ground). Titik-titik kontrol tanah dengan spesifikasi
sebagai berikut:

 Titik kontrol harus dapat teridentifikasi dengan jelas dan benar. Kesalahan
yang masih diperbolehkan adalah maksimal 2 pixel.
 Sebagian dari titik kontrol digunakan sebagai ICP (Independent Check Point)
dengan kesalahan maksimal 2 pixel.

Gambar 4.10 Proses dan hasil proses Bundle Adjusment

2. Pembentukan DEM
Orthorektifikasi adalah metode koreksi yang menggunakan data DEM dan
Informasi Orbit sebagai masukkan parameternya, dimana data DEM ini

III - 28
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

digunakan untuk mengkoreksi kesalahan sebagai akibat dari kondisi relief


permukaan bumi. Informasi Orbit akan digunakan sebagai orientasi dalamnya
(interior orientation). Ada dua buah metode yang dapat digunakan untuk
melakukan rektifikasi, yaitu metode Rigorous dan Rational Function.
DEM digunakan untuk koreksi geometris relief permukaan bumi untuk
perbaikan kualitas ketelitian posisi citra satelit melalui proses orthorektifikasi.
DEM dapat diperoleh dari informasi ketinggian baik dari SRTM, peta
topografi/rupabumi, atau dari sumber lain yang memadai. Jika dari data vektor
peta, dilakukan proses "kriging" menggunakan software yang mamadai.

3. Rektifikasi dan ortorektifikasi


Orthorektifikasi adalah metode koreksi yang menggunakan data DEM dan
Informasi Orbit sebagai masukkan parameternya. Dimana data DEM ini
digunakan untuk mengoreksi kesalahan sebagai akibat dan kondisi relief
permukaan bumi. Sedangkan Informasi Orbit akan digunakan sebagai orientasi
dalamnya (interior orientation).
Citra hasil rektifikasi kemudian di-mosaiking dengan menyamakan tone antar
overlap-areanya (color balancing). Hasil mosaiking harus sedemikian rupa
sehingga bekas “cut line” tidak terlihat.
Citra hasil rektifikasi kemudian di-mosaiking dengan menyamakan tone antar
overlap-areanya (color balancing). Hasil mosaiking harus sedemikian rupa
sehingga bekas “cut line” tidak terlihat.
Dalam hal orthorektifikasi yang perlu diperhatikan adalah :
 Pelaksana menggunakan software dan metode yang memadai untuk proses
rektifikasi dan orthorektifikasi. Pemilihan software dan metode dapat
dikonsultasikan dengan Penanggung Jawab Teknis.
 Pelaksana wajib melakukan metoda koreksi distorsi dan pemilihan model
matematis gunamereduksi error yang disebabkan oleh posisi satelit, terrain,
dan proyeksi peta.
 Pelaksana wajib melakukan orthorektifikasi dan transformasi citra satelit;
 Pelaksana wajib melakukan resampling yang digunakan untuk
mengembalikan nilai pikselakibat "pemindahan posisi piksel saat melakukan
koreksi".
 Pelaksana wajib melakukan mosaiking yang digunakan untuk
menggabungkan tile citra, dengan cutline yang optimal sehingga tidak ada
unsur feature line seperti jalan atau sungai yang terputus.
 Jika diperlukan, dilakukan koreksi radiometrik untuk penghilangan haze,
penajaman tone, dan penyelarasan warna (color balancing).

III - 29
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Proses Ortho-rektifikasiGambar 4.11 ini


citra satelit Proses
dilakukan menggunakan perangkat lunak
Orthorectify
PCI Geomatika 9 yang merupakan perangkat lunak softcopy fotogrametri yang
dirancang khusus untuk melakukan ortho-rektifikasi pada citra satelit resolusi
tinggi, seperti SPOT5, IKONOS dan QuikBird.

4. Akurasi
 Pelaksana wajib menjelaskan residual error terhadap seluruh GCP yang
dihasilkan dari hasilorientasi. RMSE untuk data rektifikasi citra adalah
kurang dari 3 piksel.
 Hasil perbandingan terhadap checking point harus kurang dari 3 piksel.

5. Hasil Orthorektifikasi
adalah citra satelit yang telah terorthorektifikasi dalam koordinat TM3.

Citra Satelit Parameter Satelit


Saat Perekaman

DEM
Penentuan GCP

ORTHO PROSES

Ortho-rectifikasi
Citra Satelit

Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Ortho-Rektifikasi Citra Satelit Resolusi Tinggi

Sebelum melakukan pemrosesan citra, dilakukan pembacaan data citra satelit


dan orbit. Data mentah (raw data) citra satelit dibaca oleh software yang

III - 30
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

digunakan untuk melakukan orthorektifikasi. Adapun software yang digunakan


dalam proses Ortho-rectifikasi adalah PCI Geomatic

4.5.6 Editing dan Check Plot


Setiap citra hasil potongan di atas kemudian di stretching lagi dengan tujuan agar
pada saat diplot dengan menggunakan PLOTTER menghasilkan kualitas citra yang
tajam dengan feature-feature terlihat dengan jelas dan mudah untuk diindentifikasi.

4.5.6.1 Digitasi, Editing, Labeling, Topologi, Geodatabase dan Kartografi


Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Digitasi/deliniasi dilakukan terhadap unsur dasar geografis. Dilakukan
secara on screen terhadap citra satelit hasil ortorektifikasi. Digitasi
dilakukan terhadap unsur :
 Sungai : as sungai (line) dan badan sungai (poligon). Sungai yang
didigitasi poligonnya adalah yg mempunyai lebar minimal 20 m
(tidak diperkenankan melakukan buffering as).
 Jalan : as jalan (line) dan badan jalan (poligon). Jalan yang di
digitasi poligon adalah yang mempunyai lebar minimal 20 m.
Digitasi mengikuti pinggir jalan (tidak diperkenankan melakukan
buffering as)
2. Editing, labeling, dan topologi dilakukan untuk mengolah data hasil
survei toponimi dan digitasi unsur dasar geografis.
3. Layout kartografi dilakukan untuk memvisualkan dan menampilkan
peta dasar pertanahan dalam format peta yang dikehendaki sesuai
kaidah kartografis PMNA No. 3 Tahun 1997.

4.5.6.2 Digitasi Peta


Digitasi Peta Citra Satelit Terkoreksi pada skala 1:5.000
Yaitu mendigit peta dasar yang telah ada, baik dengan sistem on screen
digitize ataupun dengan menggunakan digitizer pada meja digitasi.
Proses ini menggunakan Peta Citra GBM atau citra satelit yang akan
diberikan oleh LAPAN sebagai peta dasar, dimana dihasilkan sebuah
peta dasar berbasis digital dalam suatu perangkat lunak GIS (Geographic
Information Sistem). Proses digitasi dilakukan terhadap peta raster hasil
orthorektifikasi untuk konversi format data raster digital dalam bentuk
vektor digital.

III - 31
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Untuk itu digunakan metode digitasi on screen yang tidak memerlukan


digitizer dalam pekerjaannya. Dengan demikian pekerjaan tersebut dapat
dilakukan lebih cepat, akurat dengan tenaga operasional yang tidak
terlalu banyak.

Pembangunan topologi dilakukan secara bersamaan dengan proses


digitasi informasi yang ada pada peta dengan pemberian kode unsur yang
mudah untuk diidentifikasi.

Gambar 4.13 Peta Jaringan Jalan yang di overlay dengan data Citra.
Mendigitasi unsur/obyek grafis area / poligon pada prinsipnya sama
dengan mendigitasi obyek garis grafis. Hanya saja apabila terdapat
bentuk area/poligon yang saling berbatasan (sharing boundary), maka
garis batas yang didigitasi cukup sekali saja agar dapat dihindari
duplikasi.

4.5.6.3 Editing, Labeling, Pengkelasan Ulang


Hasil Klasifikasi berupa vektor SHP selanjutnya dengan menggunakan
software GIS ARCGIS dilakukan proses editing dan perbaikan topologi.

III - 32
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Dalam proses ini termasuk pelabelan dan pengkelasan ulang yang


disesuaikan dengan kodifikasi tabel sesuai standar yang ada.

4.5.6.4 Topologi
Editing topologi
Proses editing topologi akan melalui tahapan berikut :
1. Pembuatan feature class topology di ArcCatalog
2. Setting cluster tolerance, ranks, rules
3. Validasi topologi
4. Setelah proses validasi, geodatabase akan memberikan dirty area yang
merupakan wilayah yang didalamnya terjadi kesalahan/error
5. Perbaiki error menggunakan ArcMap dan topologi edit tool
6. Untuk kasus tertentu, kesalahan/error dapat diterima/diloloskan
sebagai exception

Data Cleaning
Analisis spasial dapat dilakukan jika hubungan antar unsur rupabumi
dapat didefinisikan dengan membangun topologi. Hasil akhir dari
pekerjaan ini harus menjamin bahwa data yang dihasilkan benar-benar
bersih (clean) baik dari aspek geometri maupun atribut serta bebas dari
kesalahan-kesalahan topologi (free of topological errors).
Direkomendasikan untuk melakukan proses topologi menggunakan
perangkat lunak GIS standar digunakan di Pusat Pemetaan Rupabumi dan
Toponimi.

Tabel 4.1 Aturan Topologi


Aturan Topologi Point Line Polygon
tidak ada duplikasi garis berbeda pada posisi yang sama ✓ ✓ ✓
(must not overlap)
ujung suatu garis harus bersentuhan dengan garis lain ✓
sehingga tidak ada garis yang undershoot maupun

III - 33
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

overshoot (must not have dangles)


tidak ada perpotongan pada garis itu sendiri (must not ✓
self-intersect)
tidak ada duplikasi garis berbeda pada posisi yang sama ✓
dengan garis itu sendiri
(Must not self-overlap)
tidak ada area kosong pada suatu poligon (must not ✓
have gaps)
tidak ada beberapa objek yang direpresentasikan dalam ✓ ✓ ✓
satu record (must be single part)
tidak ada objek yang lebih kecil dari batas toleransi ✓ ✓ ✓
yang ditetapkan berdasarkan skala (must be larger than
cluster tolerance)
tidak ada garis berbeda yang berpotongan (must not ✓
intersect)
Tidak ada titik yang bertampalan pada posisi yang sama ✓
ataupun dengan titik itu sendiri (Must be disjoint)

Di dunia teknologi SIG, topologi merupakan model yang digunakan


untuk menjelaskan bagaimana perilaku geometri setiap objek. Contohnya
dalam basis data administrasi dan garis pantai, disebutkan rule / aturan
bahwa polygon batas administrasi tidak boleh saling overlap dan garis
pantai harus tepat berbatasan dengan batas administrasi. Di dunia nyata
batas administrasi tidak pernah saling overlap dan juga garis pantai
dipakai sebagai batas administrasi, jadi rule 'tidak boleh overlap' dan
'harus tepat berbatasan' merupakan topologi rule yang memuat hubungan
logic objek seakurat mungkin dengan kondisi dunia nyata. Geodatabase
topology merupakan topologi yang disimpan dalam bentuk feature class
di dalam database. Hal tersebut membedakan dengan topologi yang
dibuat diluar database, dimana topologi yang dibangun tidak dapat
disimpan dan panggil kembali (dalam pekerjaan ini digunakan software
ArcGIS). Topologi di dalam geodatabase memiliki ciri-ciri berikut :
a. Property topologi
• Sebagai feature class
• Dapat ditentukan sejauh mana nilai toleransi validasi (cluster
tolerance)
• Pengukuran prioritas dalam validasi topologi (Ranks)
• Memiliki aturan topologi yang merepresentasikan hubungan objek
di dunia nyata (topology rules)
b. Menyimpan data error, eksepsi, dan dirty area sebagai geometri titik,
garis atau polygon
c. Otomatisasi pembuatan topologi (snap feature) ketika di-validasi

III - 34
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Cluster tolerance dimaksudkan untuk :


a. Menjadi pembatas jarak minimum antara satu objek dengan objek
lainnya, dimana vertex akan dianggap menempel atau identik
b. Nilainya berdasarkan batasan ketelitian peta (1/10 ketelitian peta atau
lebih kecil lagi)
c. Tidak dimaksudkan untuk editing data (bukan penghilang
undershoot atau lainnya)
d. Berguna untuk memastikan integritas data, dimana :
• Garis saling memotong di vertek
• Garis bersebelahan menggunakan segmen yang sama
• Tidak ada vertek yang lebih dekat dari toleransi

Topologi rules merupakan sebuah set aturan yang menentukan jenis


hubungan antar objek dan diimplementasikan di dalam geodatabase.
Tahap membangun topology rule merupakan tahapan dimana kita dapat
membuat beberapa rule topology untuk beberapa layer yang telah kita
definisikan dalam sebuah feature dataset.
Dengan adanya rule topology ini kita dapat melakukan validasi terhadap
data spasial sesuai dengan rule yang telah kita tentukan.
Berikut ini petunjuk sebagai contoh cara membuat Rule Topology.

1. Klik Kanan pada feature dataset yang akan dibuat rule topology nya.
Pilih New > Topology

2. Maka akan tampil, from sebagai berikut. Klik Next untuk


melanjutkan.

III - 35
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

3. Ketikkan nama topology yang akan dibuat. Kemudian klik Next


untuk melanjutkan.

4. Kemudian pilih layer (feature class) yang akan dibuat topology rule.
Klik Next untuk melanjutkan.

III - 36
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

5. Tentukan urutan (number of rank) untuk masing-masing layer


(feature class) yang telah dipilih. Klik Next untuk melanjutkan.

6. Kemudian tambahkan rule yang akan diberlakukan untuk masing-


masing layer yang telah dipilih. Klik Add Rule untuk
mendefinisikan rule.

7. Kemudian pilih layer, dan tentukan rule yang akan digunakan untuk
layer tersebut. Klik Ok jika selesai.

III - 37
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

8. Selanjutnya akan ditampilkan Summary dari rule yang telah


didefinisikan. Klik Finish jika telah selesai.

9. Selanjutnya akan ditampilkan formpertanyaan apakah kita akan


melakukan validasi terhadap data menggunakan rule yang telah kita
definisikan. Klik Yes untuk melanjutkan.

10. Selanjutnya untuk melihat hasil validasi dan malekukan editing


terhadap error, topology yang telah dibuat dapat kita tampilkan
melalui ArcMap.

4.5.7 Pembentukan Geodatabase


Data yang telah diedit kemudian disiapkan untuk dimasukkan dan dikelola ke
dalam file Geodatabase. Geodatabase adalah basis data relasional yang memuat
informasi geospasial. Geodatabase disusun atas beberapa dataset fitur (feature
dataset), terdiri dari beberapa kelas fitur (feature class) yang merupakan kumpulan
dari beberapa fitur yang memiliki bentuk geometri dan atribut yang sama.

III - 38
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan tersebut dapat diuraikan seperti di bawah ini.


Sebagai kelanjutan seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam kegiatan
SURVEI LAPANGAN DAN PENGUMPULAN DATA (SURVEI TOPONIMI),
identifikasi obyek toponimi merupakan kegiatan pengumpulan data lapang di atas
peta citra secara visual. Data interpretasi disimpan sebagai fitur spasial geodatabase
dengan struktur data sesuai dengan standard Direktorat Pemetaan Dasar BPN RI.

Spesifikasi obyek toponimi (lihat pada Tabel 4.2 Daftar Kode Unsur Toponimi)

1. Obyek toponimi yang berupa nama wilayah/daerah :


 Nama dusun, nama dukuh, nama blok wilayah/nama kampung, nama
lingkungan wilayah.
 Nama desa/nagari, nama kecamatan, nama kabupaten, nama kota, nama
provinsi.
 Nama tempat khusus/khas, nama tempat penting, dan nama lain (untuk nama
lain lihat perincian di bawah).
Obyek toponim ini disimpan secara digital dalam kategori klas fitur titik/point.
2. Obyek toponimi yang berupa nama lain dan klas fiturnya berupa titik/point,
antara lain :
 Nama Gunung, Nama Bukit, Nama Lembah, Nama Selat, Nama Atol, Nama
Tanjung, Nama Teluk, Nama Pulau, Nama Kepulauan, Nama Waduk, Nama
Danau;
 Nama Bangunan Penting, Nama Kuburan/Pemakaman;
 Nama Titik Kontrol (TTG, TDT, dll).
3. Obyek toponimi unsur dasar geografis yang kelas fiturnya berupa titik serta
garis / line, antara lain :
 Sungai, kanal utama
 Jalan, Rel Kereta Api, Rel Lori
Garis yang dideliniasi adalah garis tengah obyek. Fitur titik pada obyek ini harus
bersinggungan/snap dengan fitur garis.

Spesifikasi obyek di atas diklasifikasikan dalam model basis data yang sesuai
dengan tabel berikut

TPN_KA0010 ~1 Unsur_Anotasi
+anoId : ObjectId +kdUnsur : Integer
+anoKd : kdUnsur(Unsur_Anotasi) 1..* +tema : String

+nama : String 1..1 +subTema : String

-geom +unsur : String


+namUnsur : String
+label : String

III - 39
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Gambar 4.14 Model Basis Data Toponimi


Dimana:

TPN_KA0010 merupakan fitur dalam format *.gdb dengan jenis geometri titik
Unsur_Anotasi merupakan tabel tekstual dalam format *.gdb Dalam fitur
TPN_KA0010 terdapat atribut sebagai berikut :

 anoId merupakan atribut ID untuk setiap tabel


 anoKd merupakan atribut untuk kode toponimi setiap obyek dan mengacu
kepada tabel
Unsur_Anotasi (kode setiap obyek sesuai dengan 13tabel Unsur_Anotasi di bawah)
 nama merupakan atribut yang berisi nama obyek
 geom merupakan atribut jenis geometri (dalam ArcGIS disebut shape)
Sedangkan tabel Unsur_Anotasi mengandung informasi berikut di dalam Tabel
daftar kode unsur toponimi :
Tabel 4.2 Daftar kode unsur toponimi
kdUnsur Tema SubTema Unsur NamUnsur Label
64000 Nama Toponimi Daerah Administratif Daerah DAL
Geografis Administrasi Administratif Lainnya
64002 Nama Toponimi Daerah Administratif Negara DAN
Geografis Administrasi
64004 Nama Toponimi Daerah Administratif Provinsi DPR
Geografis Administrasi
64006 Nama Toponimi Daerah Administratif Daerah Istimewa DIS
Geografis Administrasi
64008 Nama Toponimi Daerah Administratif Kabupaten DKB
4408 Nama
Geografis Toponimi
Administrasi Perairan Teluk / Laguna
Geografis Perairan
64410 Nama Toponimi Perairan Muara / Kuala
Geografis Perairan
64412 Nama Toponimi Perairan Delta
Geografis Perairan
64414 Nama Toponimi Perairan Danau / Situ
Geografis Perairan
64416 Nama Toponimi Perairan Waduk / Bendungan
Geografis Perairan
64418 Nama Toponimi Perairan Rawa
Geografis Perairan
64420 Nama Toponimi Perairan Sungai
Geografis Perairan
64422 Nama Toponimi Perairan Sungai Musiman
Geografis Perairan

III - 40
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

64424 Nama Toponimi Perairan Kanal / Terusan / Saluran


Geografis Perairan
64426 Nama Toponimi Perairan Mata Air
Geografis Perairan
64428 Nama Toponimi Perairan Air Terjun
Geografis Perairan
64430 Nama Toponimi Perairan Jeram
Geografis Perairan
64500 Nama Toponimi Relief Relief Relief Lainnya
Geografis
64502 Nama Toponimi Relief Relief Gunung / Puncak
Geografis
64504 Nama Toponimi Relief Relief Pegunungan
Geografis
64506 Nama Toponimi Relief Relief Bukit
Geografis
64508 Nama Toponimi Relief Relief Kawah
Geografis
64510 Nama Toponimi Relief Relief Dataran Tinggi
Geografis
64512 Nama Toponimi Relief Relief Lembah / Patahan
Geografis
64514 Nama Toponimi Relief Relief Goa / Terowongan
Geografis
64516 Nama Toponimi Relief Relief Tanjung
Geografis
64518 Nama Toponimi Relief Relief Ujung
Geografis
64520 Nama Toponimi Relief Relief Semenanjung
Geografis
64522 Nama Toponimi Relief Relief Pulau
Geografis
64524 Nama Toponimi Relief Relief Kepulauan
Geografis
64526 Nama Toponimi Relief Relief Karang / Gosong
Geografis
64600 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Pemerintah
Geografis Bangunan Lainnya
64602 Nama Toponimi Pemerintahan Istana IT

III - 41
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Geografis Bangunan
64604 Nama Toponimi Pemerintahan Istana Negara IN
Geografis Bangunan
64606 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Presiden PD
Geografis Bangunan
64608 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Wakil Presiden WP
Geografis Bangunan
64610 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Menteri / MT
Geografis Bangunan Departemen / LPND
64612 Nama Toponimi Pemerintahan Pendidikan Administrasi AP
Geografis Bangunan Pemerintahan
64614 Nama Toponimi Pemerintahan Lembaga LP
Geografis Bangunan Pemasyarakatan /
Penjara
64616 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Lembaga Tinggi LT
Geografis Bangunan Negara
64618 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor DPRD PR
Geografis Bangunan
64620 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Gubernur KG
Geografis Bangunan
64622 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Wali Kota / KW
Geografis Bangunan Setingkat
64624 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Bupati KB
Geografis Bangunan
64626 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Camat KC
Geografis Bangunan
64628 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Desa KD
Geografis Bangunan
64630 Nama Toponimi Pemerintahan Kantor Lurah KL
Geografis Bangunan
64632 Nama Toponimi Pemerintahan Negara Kantor Pemerintahan DL
Geografis Bangunan Asing Asing Lainnya
64634 Nama Toponimi Pemerintahan Negara Kedutaan Besar DB
Geografis Bangunan Asing

Editing merupakan kegiatan perbaikan dan penyuntingan data deliniasi obyek


toponimi, misalnya reposisi. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam
proses editing adalah:

III - 42
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

 Posisi titik obyek toponimi unsur buatan manusia harus tepat sesuai dengan
kenampakannya di atas citra
 Posisi titik obyek toponimi unsur administrasi harus diletakan tepat pada letak
kantor pemerintahan yang sesuai (contoh: titik toponimi nama provinsi
diletakkan pada kantor gubernur provinsi tersebut)
 Posisi titik obyek toponimi yang juga digambarkan sebagai garis harus
bersinggungan/snap dengan fitur garisnya
 Dua atau lebih garis obyek toponimi yang bersinggungan harus memenuhi
kaedah pemetaan digital (tidak boleh overshoot dan undershoot) dan pada titik
persinggungannya harus memiliki node.
Kegiatan geodatabase merupakan kegiatan pengolahan data hasil lapang yang
terkait dengan pembentukan basis data digital. Data lapang yang berupa data
table (baik titik maupun garis) serta data tekstual dalam bentuk form lapang di-
entri ke dalam suatu basis data spasial. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, basis
data spasial yang digunakan adalah basis data berdasarkan ArcGIS dengan
format geodatabase (*.gdb). Geodatabase untuk kegiatan toponimi ini meliputi
fitur-fitur spasial sebagai representasi unsur geografi dari daerah dimana
kegiatan ini dilaksanakan. Geodatabase yang dibentuk harus mengacu kepada
table data Direktorat Pemetaan Dasar BPN RI, dimana skema umum dari basis
data tersebut terdiri dari :
a. Sistem koordinat
Sistem koordinat yang digunakan dalam pembentukan basis data spasial
toponimi adalah sistemkoordinat geografis SRGI 2013
b. Kelas fitur serta atributnya
Kelas fitur spasial dalam pembentukan basis data toponimi meliputi :
Fitur toponimi, merupakan fitur spasial yang direpresentasikan dalam
bentuk geometri titik. Fitur toponimi memuat seluruh hasil. Nama fitur ini
dalam standar Direktorat Pemetaan Dasar adalah TPN_KA0010 dan
memiliki hubungan dengan tabel non spasial Unsur_Anotasi. Model data
dari fitur ini adalah:

III - 43
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

Model data di atas apabila diterjemahkan dalam bentuk model fisik untuk keperluan
penyusunan basis data berbasis geoatabase ArcGIS adalah sebagai berikut : Tabel
4.3 Struktur data basis data fitur toponimi. Model data di atas apabila diterjemahkan
dalam bentuk model fisik untuk keperluan penyusunan basis data berbasis
geoatabase ArcGIS adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Struktur Data Basis Data Fitur Toponimi

Fitur toponimi (TPN_KA0010) dan tabel anotasi (Unsur_Anotasi) terhubung


dengan suatu kelas relasi atau Relationship Class dengan atribut ANOKD
(TPN_KA0010) sebagai foreign key dan KDUNSUR (UNSUR_ANOTASI)
sebagai primer key.
Fitur hasil deliniasi
Selain basis data fitur dan tabel toponimi, hasil kegiatan deliniasi obyek toponimi
harus dibentuk basis data spasial sesuai dengan jenis obyeknya. Terdapat dua jenis
obyek hasil deliniasi yang harus dibentuk basis data spasialnya, yaitu :
Fitur garis tengah sungai, dengan struktur data dan atribut sebagai berikut :

Fitur garis tengah transportasi darat, dengan struktur data dan atribut sebagai
berikut :

III - 44
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Data Dasar Pengendalian Pemanfaatan Ruang Skala
1 : 1.000 di WP III Kabupaten Bekasi 2019

4.5.8 Proses Kartografi dan Pencetakan Check Plot


Kartografi adalah proses untuk membuat peta menjadi siap cetak. Kartografi
dikerjakan secara digital dengan bantuan komputer. Proses kartografi dibuat
sebagus mungkin dengan memperhatikan aspek-aspek atau kaidah-kaidah
kartografi. Hal tersebut agar peta yang dihasilkan mudah dimengerti oleh pengguna
peta. Desain simbol, warna, dan tekstur dibuat informatif sehingga peta mudah
dimengerti oleh pengguna. Proses kartografi juga mencakup tata letak dari untuk-
unsur penyusun peta, misalkan : judul, keterangan/legenda, grid, graticule, sumber,
dll. Penempatan informasi tersebut dibuat sebaik mungkin sehingga tidak saling
menutupi dan segi estetisnya juga dapat tercapai.
Tujuan dari pencetakan Check Plot adalah untuk kontrol kualitas peta dasar dengan
mengambil sampel NLP, terutama untuk kontrol terhadap aspek visualisasi
kartografis. Beberapa ketentuan dalam kegiatan ini :

1. Pencetakan dilakukan sebanyak 20% dari jumlah total NLP.


2. Pencetakan dilakukan untuk NLP yang tersebar di lokasi pemetaan, memiliki
kenampakan geografis yang heterogen. Misalnya NLP pertama adalah daerah
perkotaan, maka NLP berikutnya yang dicetak adalah daerah pedesaan, atau
perkebunan.
3. NLP yang dicetak dikonsultasikan dengan Penjatek dan PJK untuk dikoreksi
seandainya terdapat kesalahan.
4. Setelah dikoreksi, lembar yang dicetak tersebut diperbaiki dan hasil
perbaikannya yang diserahkan pada akhir kontrak kegiatan. Di dalam lembar ini
ada acc dan tandatangan Penjatek yang menyatakan bahwa lembar tersebut
sudah diperiksa dan diperbaiki kesalahannya.

Kartografi untuk tiap-tiap NLP TM3 skala 1 : 5.000 menggunakan software AutoCad.
Pencetakan peta dilakukan dengan menggunakan resolusi 300dpi sehingga peta hasil
cetakan mempunyai kualitas yang bagus (detil obyek kelihatan/tidak kabur).
1

III - 45

Anda mungkin juga menyukai