Anda di halaman 1dari 21

TRADISI PEMBACAAN AYAT HIRZI

DI PONDOK PESANTREN TA’ALLUMUL HUDA


DESA GANGGAWANG KECAMATAN SALEM KABUPATEN BREBES

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S.Ag)
Pada jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah

DisusunOleh :

Silmi Asmaul Fauziah


NIM. 1415304055

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


1

TRADISI PEMBACAAN AYAT HIRZI


DI PONDOK PESANTREN TA’ALLUMUL HUDA
DESA GANGGAWANG KECAMATAN SALEM KABUPATEN BREBES

A. Latar Belakang
Al-Qur’an bagi masyarakat Islam adalah kalamullah (verbum dei) yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril dalam kurun waktu dua
puluh tiga tahun1. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang berada di luar
kemampuan apapun “Seandainya Kami turunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung,
maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah karena gentar kepada Allah” (59:21).
Menurut Quraish Shihab, al-Qur’an adalah kitab yang memancar darinya aneka ilmu
keislaman, karena kitab suci itu mendorong untuk melakukan pengamatan dan
penelitian2. Al-Qur’an juga merupakan petunjuk bagi seluruh umat Islam. Hal ini
dibuktikan dengan kenyataan bahwa semua kelompok umat Islam, apapun alirannya,
selalu merujuk kepada al-Qur’an untuk memperoleh petunjuk atau menguatkan
pendapatnya. Bahkan, non-Muslim menunjuk ayat-ayat dalam al-Qur’an untuk
melegitimasi idenya3.
Berinteraksi dengan al-Qur’an merupakan salah satu pengalaman beragama yang
berharga bagi seorang Muslim. Pengalaman tersebut dapat terungkap atau diungkapkan
melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan, baik berupa pemikiran, pengalaman emosional
maupun spiritual4.
Masyarakat muslim berinteraksi dengan al-Qur’an dengan berbagai cara,
meliputi: membaca al-Qur’an, memahami dan menafsirkanya, menghafalkannya, berobat
dengannya, mengusir makhluk halus dengan al-Qur’an, berdo’a, menerapkan ayat-ayat
tertentu dalam kehidupannya, menuliskan ayat-ayat al-Qur’an untuk menangkal
gangguan maupun untuk hiasan5.

1
Taufik Adnan Kamal,Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Divisi Muslim Demokratis,2011) Edisi
Digital,hlm 1
2
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat,Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam
Memahami al-Qur’an,(Tanggerang: Lentera Hati,2013 hlm.5
3
Ibid,hlm 6
4
Dosen tafsir hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Metodologi Penelitian Living
Qur’an & Hadis, pengantar: Sahiron Syamsuddin, Yogyakarta: TH-Press, Mei 2007, Cet. I, hlm 11
5
Ibid,hlm 12
2

Dalam hal ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap fenomena
suatu kelompok masyarakat dalam interaksinya dengan al-Qur’an. Bagaimana al-Qur’an
dipahami dan dialami oleh suatu komunitas masyarakat muslim. Salah satu fenomena
yang penulis ketahui adalah tradisi pembacaan ayat-ayat al-Qur’an tertentu oleh
masyarakat yang hidup dilingkungan pesantren khususnya santri. Tradisi ini dikenal
dengan Ayat Hirzi. Tradisi ini terdapat disebuah pesantren di daerah Salem yaitu Pondok
Pesantren Ta’allumul Huda.
Pondok Pesantren Ta’allumul Huda merupakan salah satu lembaga pendidikan
Yayasan Robithotul Ma’ahid atau sering disapa YAROBI, sebuah yayasan yang didirikan
oleh K.H Saefur Rahman sebagai ketua sekaligus pengasuh pondok pesantren Ta’allumul
Huda. Pondok pesantren ini terletak disebuah desa kecil yang bernama desa
Ganggawang, salah satu desa yang berada di kecamatan Salem Kabupaten Brebes.
Pesantren ini didirikan oleh (Alm) K.H Izzudin seorang tokoh agama yang ada di daerah
Salem. Beliau merupakan seorang ulama yang sangat karismatik dan disegani oleh
masyarakat. Masyarakat menganggap beliau adalah wali, karena beberapa hari setelah
beliau wafat, maqbarohnya selalu terlihat bercahaya bahkan cahayanya bisa terlihat dari
desa tetangga. Setelah beliau wafat, pesantren Ta’allumul Huda diambil alih oleh para
putra putrinya yang dipimpin oleh K.H Saefur Rahman. Tradisi pembacaan ayat hirzi ini
muncul sejak kepengasuhan beliau, sekitar tahun 2007.
Ayat hirzi merupakan kumpulan ayat-ayat pilihan dari al-Qur’an yang disusun
menjadi sebuah wirid. Ayat Hirzi terdiri dari beberapa surah maupun penggalan ayat
dalam al-Qur’an, diantaranya: Al-Fatihah ayat 1-7, Al-Baqarah ayat 1-5, ayat 255-257,
dan ayat 284-286, Ali Imran ayat 18, Al-A’raf ayat 54-56, Al-Isra ayat 110-111, Yasin
ayat 1-83, As-Shaffat ayat 1-11, Ar-Rahman ayat 33-35, Al-Hasyr ayat 22-24, Al-Ikhlas
ayat 1-4, Al-Falaq ayat 1-5, An-Nas ayat 1-6, Al-Qadr ayat 1-5.
Pembacaan ayat hirzi rutin dilakukan oleh para santri pondok pesantren
Ta’allumul Huda, Ganggawang (Salem, Brebes) setiap hari setelah shalat magrib
berjama’ah. Sistem pembacaannya dilakukan secara berjama’ah dengan dipimpin oleh
satu orang petugas yang bertugas untuk mengawali dan mengawasi jalannya proses
pembacaan serta membaca do’a. Para santri membaca ayat hirzi menggunakan buku
panduan pembacaan yang dicetak langsung oleh pihak pondok pesantren.
3

Dalam hal ini petugas tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tradisi
pembacaan ayat hirzi di pondok pesantren Ta’allumul Huda. Di antara faktor yang
mendorong penulis ingin melakukan peneitian terhadap tradisi ini adalah sebagai berikut:
1. Tradisi pembacaan ayat hirzi hanya dilakukan oleh satu pondok pesantren di
antara beberapa pondok pesantren yang ada di kecamatan Salem yaitu oleh
pondok pesantren Ta’allumul Huda.
2. Ayat yang dibacakan terdiri dari beberapa penggalan ayat yang ada dalam
surat al-Qur’an dan beberapa surat pendek yang terdapat dalam juz 30. Surat
yang dicantumkan sangat bermacam-macam.
3. Ayat hirzi ini sifatnya wajib dibaca setiap hari oleh para santri secara
berjama’ah dan ada sanksi bagi santri yang tidak mengikuti kegiatan
pembacaan. Kemudian proses pembacaannya pun diawasi ketat oleh petugas
untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyuan santri dalam
membaca ayat hirzi. Hal ini mengindikasikan bahwa ayat hirzi sangat penting
diamalkan oleh para santri dengan maksimal.
4. Termasuk kedalam proses pembacaan ayat hirzi yaitu membaca dzikir yang
dilakukan berulang-ulang disela-sela pembacaan ayat al-Qur’an.
5. Setelah pembacaan do’a yang dipimpin oleh petugas, para santri kembali
berdo’a bersama dengan melantunkan do’a tersebut seperti halnya
melantunkan nadhom.
6. Pada awal buku panduan ayat hirzi terdapat sebuah simbol yang berbentuk
lingkaran yang disusun dari bahasa Arab dan belum diketahui apa makna dari
lambang tersebut.
Berdasarkan beberapa faktor diatas, penulis begitu tertarik untuk melakukan
penelitian terkait mengapa memilih ayat hirzi sebagai amalan wajib di pondok
pesantren Ta’allumul Huda dan bagaimana proses tradisi pembacaan yang terjadi
di dalamnya.
4

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis merumuskan pokok permasalahan
dalam pertanyaan berikut:
1. Apa latar belakang tradisi pembacaan ayat hirzi ?
2. Bagaimana proses tradisi pembacaan ayat hirzi di Pondok Pesantren Ta’allumul
Huda (Ganggawang, Salem, Brebes)?
3. Bagaimana pemaknaan para santri Pondok Pesantren Ta’allumul Huda terhadap
tradisi pembacaan ayat hirzi?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang tradisi pembacaan ayat hirzi.
2. Untuk mengetahui proses tradisi pembacaan ayat hirzi di Pondok Pesantren
Ta’allumul Huda (Ganggawang, Salem, Brebes).
3. Untuk mengetahui pemaknaan para santri Pondok Pesantren Ta’allumul Huda
terhadap tradisi pembacaan ayat hirzi.
Adapun kegunaan dilakukannya penelitian adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan teoritis, sebagai sumbangan keilmuan dibidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
khususnya dalam kajian living Qur’an dan sebagai salah satu contoh bentuk
penelitian lapangan yang mengkaji fenomena dimasyarakat khususnya masyarakat
pondok pesantren.
2. Kegunaan praktis, untuk menambah wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi pembaca terkait tradisi pembacaan ayat hirzi. Kemudian, mampu menumbuhkan
kecintaan masyarakat terhadap Al-Qur’an.

D. Tinjauan Pustaka
Seiring dengan perkembangan kajian studi Al-Qur’an khususnya di bidang akademik
dan melihat realitas sosial masyarakat dalam menyikapi kehadiran Al-Qur’an , penelitian
mengenai kajian Living Qur’an mulai bermuculan. Diantara beberapa penelitian yang terkait
dengan penelitian, penulis cantumkan dibawah ini:
5

Penelitian yang dilakukan oleh Moh. Muhtador mengenai pemaknaan masyarakat


terhadap ayat mujahadah. Dalam penelitiannya, ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an
merupakan sumber otoritatif dalam ranah realita sosial yang telah berkembang
maknanya. Al-Qur’an terus dikaji baik dari ranah teoritis (tafsir,takwil) dan rranah
praksis yaitu bagaimana Al-Qur’an dipahami dan diamalkan. Dalam kajian ini, menilai
realitas masyarakat dengan al-Qur’an Dalam arti, pergulatan masyarakat pengamal
mujahadah ketika berinteraksi dengan potongan ayat al-Qur’an yang dijadikan amalan-
amalan dan mempunyai daya magis dan mistis. Sebab, dalam keyakinan pengamal ayat-
ayat yang dibaca ketika mujahadah mengandung nilai yang tidak dapat diungkapkan.
Sehingga, ayat-ayat al-Qur’an menjadi hidup di tengah-tengah masyarakat. Di antara ayat
yang dibaca dalam tradisi mujahadah adalah sutah al-Fatihah dibaca sebanyak seribu kali,
Yasin, al-Falaq, an-Nas, al-Baqarah ayat 1-5, ayat kursi, dan akhir surah al-Baqarah yang
dibaca sebanyak tujuh kali serta surah at-Taubah ayat 18 dan 19 dibaca sebanyak tujuh
kali pula. Pemaknaan masyarakat terhadap tradisi mujahadah ini yaitu sebagai media
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan ketenangan dalam menjalani hidup,
serta dapat mengabulkan keinginan yang diharapkan.6
Dalam artikel Siti Fauziah tentang pembacaan surat-surat pilihan menjelaskan
bahwa pembacaan al-Qur’an surat-surat pilihan di Pondok Pesantren Putri Daar Al-
Furqon adalah praktik bacaan al-Qur’an yang dilaksanakan secara komunal, yang
termasuk pada bentuk pembacaan sebagai suatu ritual dengan asal-usul pembacaan yang
struktural. Dikatakan sebagai suatu ritual karena pembacaan al-Qur’an di Pondok
Pesantren tersebut adalah merupakan suatu bentuk ekspresi keagamaan, sehingga seluruh
santri yang mengikuti pembacaan tersebut tentu mempunyai keyakinan-keyakinan yang
menunjukkan pada wilayah teologis tertentu yang terstruktur. Baik itu bersandar pada
dalil-dalil dari nash al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW. maupun berdasarkan pada qaul
ulama dan para kyai serta guru-guru yang telah memberikan banyak ilmu dan nasihat
kepada setiap murid dan santrinya. Jika dilihat dari keberadaan teks yang dibaca,
pembacaan al-Qur’an surat-surat pilihan di Pondok Pesantren Putri Daar Al-Furqon ini
sesungguhnya meliputi pada dua jenis bacaan, baik itu kategori bacaan bi an-Naẓr

6
Moh. Muhtador, Pemaknaan Ayat Al-Qur’an dalam Mujahadah: Studi Living Qur’an di PP Al-
Munawwir Krapyak Komplek Al- Kandiyas, Artikel yang dimuat dalam Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1, Februari
2014.
6

maupun bi al-Ḥifẓ. Karena bagi sebagian santri yang telah menghafal surat-surat pilihan
tersebut, sesungguhnya tidak menjadi masalah jika mereka membaca secara bi al-Ḥifẓ,
namun dengan adanya anjuran membaca secara bi an-Naẓr, maka diharapkan seluruh
santri agar dapat menghayati dan mentadabburi isi dan makna ayat yang dibaca, sehingga
dengan melihat langsung teks al-Qur’an tersebut juga diharapkan agar dapat terhindar
dari kesalahan dalam membaca al-Qur’an7.
Fenomena pembacaan al-Qur’an tersebut di atas ketika sama-sama dikaji dengan
menggunakan teori sosial, maka dapat ditemukan fungsi dan makna di dalamnya, yaitu
selain sebagai salah satu metode pembelajaran bagi santri khususnya, juga dapat
bermakna sebagai pembiasaan yang menunjukkan pada makna ekspresif secara umum.
Sehingga, ketika setiap santri sudah terbiasa dengan bacaan al-Qur’an khususnya surat-
surat pilihan, maka selain pahala yang dijanjikan tersebut dapat diperoleh, pembiasaan
pembacaan al-Qur’an tersebut juga dapat dijadikan sebagai ciri dan karakter santri di
Pondok Pesantren Puri Daar Al-Furqon, yaitu sebagai santri generasi ḥamilul Qur’ān
sejati, yang sesuai dengan visi dari Pondok Pesantren Daar Al-Furqon8.
Ujang Yana, dalam penelitiannya mengenai pembacaan tiga surat al-Qur’an
dalam tradisi tujuh bulanan, menjelaskan bahwa pembacaan tiga surat al-Qur’an yaitu
surat Yusuf, Maryam dan Luqman umumnya disepakati terlebih dahulu sebelum prosesi
tujuh bulanan dilaksanakan. Ada yang ditentukan oleh tuan rumah atau diserahkan
kepada Kayim sebagai orang yang memimpin pembacaan ketiga surat tersebut9.
Makna pembacaan tiga surat dalam tradisi tujuh bulanan merupakan sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah atas karunia-Nya berupa kehamilan yang memasuki
usia tujuh bulan. Selain rasa syukur, tradisi tujuh bulanan merupakan bentuk permohonan
doa kepada Allah agar ibu yang sedang hamil tujuh bulan tersebut diberikan kesehatan
dan keselamatan hingga hari melahirkan kelak. Permohonan doa juga disematkan untuk
bayi yang dikandung sang ibu agar nantinya menjadi anak yang shaleh dan taat pada
agama serta berbakti kepada orang tua10.

7
Siti Fauziah, Pembacaan Al-Qur’an Surat-Surat di Pondok Pesantren Putri Daar Al-Furqon Janggalan
Kudus, Artikel dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 15, No. 1, Januari 2014
8
Ibid
9
Ujang Yana, Pembacaan Tiga Surat Pilihan dalam Tradisi Tujuh Bulanan di Masyarakat Selandaka,
Sumpiuh, Banyumas. Skripsi UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta:2014
10
Ibid
7

Ahmad Anwar dalam penelitiaannya terhadap tradisi pembacaan ayat-ayat al-


Qur’an dalam prosesi mujahadah menjelaskan dalam pelaksanaan mujahadah dibackan
ayat-ayat al-Qur’an dari surat-surat tertentu dan potongan ayat tertentu. Ada lima surat
yang dibaca, seperti surat Al-Mulk, Ar-Rahman, Waqi’ah, al-Fatihah dan al-Baqarah
serta beberapa potongan ayat tertentu, seperti ayat kursi, beserta lafadz dzikir seperti
tahlil untuk menjadi racikan dalam mujahadah. Terdapat dua perbedaan dalam
pemaknaan mujahadah dalam surat dan ayat tertentu . Pertama, pemaknaan yang dilatar
belakangi oleh pengasuh untuk kebaikan-kebaikan para santri. Kedua, pemaknaan
sebagai santri sendiri, bahwasanya mujahadah hanya menjadi kewajiban untuk memenuhi
peraturan didalam Pondok Pesantren. Kondisi seperti ini karena santri kurang memahami
makna mujahadah sebagaimana yang diharapkan pengasuh.11
Selanjutnya, Isnani Soleha dalam penelitiannya membahas praktik pengamalan
santri disebuah pondok pesantren terhadap beberapa ayat al-Qur’an sebagai tradisi
mujahadah. Isnani mengatakan bahwa tradisi atau amalan pembacaan al-Qur’an yang
dilahirkan dari beberapa praktik komunal menunjukkan resepsi masyarakat atau
komunitas tertentu terhadap al-Qur’an. Hal itu dibuktikan dalam praktik mujahadah,
tradisi ini rutin dan istiqomah dilakukan oleh para santri setiap setelah sholat jama’ah
isya dilaksanakan. Kegiatan pembacaan ayat-ayat pilihan dalam tradisi mujahadah ini
diawali dengan bacaan surah al-fatihah sebagai hadarah atau bacaan tawasul kepada ahli
kubur/ surah-surah pilihan yang dibaca dalam tradisi mujahadah yaitu membaca surah al-
Fiil tujuh kali, al-Quraisy tujuh kali, al-Ikhlas seratus kali, dan ayat kursi tujuh belas kali,
selanjutnya diakhiri dengan membaca do’a dan Asma al-Husna. Adapun mengenai asal
usul pengetahuan pembacaan surah-surah pilihan dalam tradisi mujahadah yaitu dari latar
pendidikan Pak Kiyai dan Bu Nyai.
Isnani menggunakan teori sosiologi pengetahuan Karl Mannheim dalam
pemaknaan tradisi mujahadah ini. Maka ada tiga kategori makna yang diperoleh, yaitu
makna obyektif sebagai suatu kewajiban yang telah ditetapkan. Makna Ekspresif yaitu
sebagai bentuk pembelajaran, faidah serta makna Ekspresif yang menunjukkan kepada

11
Ahmad Anwar,Pembacaan Ayat-Ayat Al-Qur’an dalam Prosesi Mujahadah di Pondok Pesantren Al-
Luqmaniyah Umbulharjo, Yogyakarta, Skripsi UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta:2014
8

psikologi atau ketenangan jiwa. Makna dokumenter sebagai suatu kebudayaan yang
menyeluruh.12
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zainal Musthofah tentang tradisi
pembacaan al-Qur’an surat pilihan menjelaskan bahwa tradisi pembacaan al-Qur’an
surat-surat pilihan dilaksanakan pada hari Rabu, Kamis, dan Jum’at. Kegiatan pembacaan
tersebut diawali dengan bacaan suat al-Fatihah sebagai bentuk tawasul. Pembacaan surat
al-Waqi’ah pada hari rabu ba’da shalat Magrib, pembacaan surat Yasin setiap hari Kamis
ba’da Isya, dan pembacaan surat al-Kahfi pada hari Jum’at setelah shalat Subuh. Selain
pembacaan al-Qur’an surat-surat pilihan tersebut, ada beberapa bacaan lain yang dibaca
dalam rangkaian prosesi pembacaan al-Qur’an, yakni pembacaan wirid ijazah Kiyai Moh.
Khozin Mansur yang diberikan sesaat setelah lumpur lapindo, membaca do’a surat Yasin
dan membaca syi’ir al-I’tiraf (pengakuan) karya Imam Syafi’i13.
Tradisi pembacaan al-Qur’an surat-surat pilihan ini jika dilihat dengan
menggunakan makna suatu tindakan dalam teori sosiologi Karl Mannheim, maka ada tiga
kategori makna yang diperoleh. Pertama, makna obyektif sebagai suatu kewajiban yang
telah ditetapkan, makna ekspresif yang terbentuk sebagai pembelajaran, fadilah, dan
keutamaan, juga makna ekspresif yang menunjukkan pada makna psikologi atau
ketenangan jiwa. Serta makna dokumenter, sebagai suatu kebudayaan yang menyeluruh.
Adapun asal-usul tradisi tersebut adalah dominasi ajaran Thariqah al-Qadiriyah wa an-
Naqsabandiyah dari Jalur Kiyai Romli Tamim, Rejoso dan adanya riwayat yang
menjelaskan fadilah membaca al-Qur’an surat-surat tertentu14.
Penelitian Eli Fatihah, mengenai penggunaan ayat al-Qur’an sebagai media
istikharah di sebuah pondok pesantren. Eli membahas mengenai bagaimana prosesi
pembacaan ayat al-Qur’an dalam tradisi istikharah, yaitu diawali dengan pembacaan
surah al-Fatihah yang dipimpin oleh salah satu Ustadz. Kemudian para jama’ah
membuka kitab suci al-Qur’an secara acak, selanjutnya ayat tersebut akan dijelaskan oleh
sang Ustadz. Terkadang Ustadz memberikan amalan ayat al-Qur’an sebagai wirid yang
setiap hari harus dibaca. Proses penggunaan al-Qur’an sebagai istikharah ini memadukan
12
Isnani Sholeha,Pembacaan Surat-Surat Pilihan dalam Al-Qur’an dalam Tradisi Mujahadah (Studi Living
Qur’an di PP Nurul Ummahat Kotagede,Yogyakarta) Skripsi UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta,2015
13
Ahmad Zainal Musthofah, Tradisi Pembacaan Al-Qur’an Surat-Surat Pilihan (Kajian Living Qur’an di
PP. Manbaul Hikam, Sidoarjo),Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2015
14
Ibid
9

unsur rasa atau intuisi serta mengambil makna batin dari ayat al-Qur’an yang telah
dibaca15.
M. Ofik Taufikur Rahman dalam skripsinya membahas tradisi mujahadah dengan
membaca beberapa surah dalam al-Qur’an, yaitu : Juz pertama dari Al-Qur’an yang
mencakup ayat kursi didalamnya, serta membaca penggalan ayat kursi secara berulang,
membaca kalimat tahlil, dan dzikir-dzikir lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah, sebagai ungkapan rasa syukur, untuk membersihkan diri
dari segala penyakit dan melatih diri dan para santri untuk membiasakan al-Qur’an secara
rutin16.
Elok Faiqoh dengan penelitiannya tentang tradisi munjiyatan di Pondok Pesantren
yang dilksanakan setiap malam Jum’at setelah shalat maghrib. Bagi santri putra
dilaksanakan juga pada malam selasa karenapada malam selasa merupakan hari libur dari
kegiatan harian pesantren. Tradisi ini lahir dari kebiasaan sebuah masyarakat yang
menyembah pohon-pohon di hutan, hingga akhirnya oleh kiyai kalangan masyarakat
sekitar mengganti kebiasaan ini dengan tradisi munjiyatan. Adanya kegiatan ini
merupakan bentuk do’a untuk meminta perlindungan dari Allah atas segala keburukan
yang akan menimpa diri sendiri dan upaya untuk menjadikan benteng kokoh pondok
pesantren dari gangguan-gangguan yang tak kasat mata. Adapun ayat yang dibaca dalam
tradisi mujiyatan adalah surah Yasin, ad-Dukhan, al-Mulk, as-Sajdah, al-Buruj, al-
Waqi’ah dan ad-Dahr.
Elok menggunakan teori Emile Durkheim dalam penelitiannya. Teori sosial
Durkheim adalah sebagai pengikat dalam suatu kelompok masyarakat antar individu,
karena adanya tradisi seperti ini tidak lepas dari peran masyarakat. Jika tidak ada
komunitas atau masyarakat maka tidak akan ada agama ataupun tradisi17.
Penelitian yang dilakukan oleh Jakaria, yakni mendeskripsikan dan menganalisis
tentang resepsi santri al-Fatah fokus pada ritual pembacaan Āyāt al-Ḥirzi. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa pertama, Ayat Hirziyang disusun di Pondok Pesantren

15
Eli Fatihah,Studi Living Qur’an: Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai Media Istikharah di Pesantren Al-
Ishlah Sidamulya, Astanajapura,Kab.Cirebon. Skripsi IAIN Syekhnurjat,i Cirebon,2016
16
M. Ofik Taufikur Rahman,Tradisi Mujahadah Pembacaan Al-Qur’an sebagai Wirid di PP Kebon Jambu
Al-Islamy,Babakan Ciwaringin Cirebon, Skripsi IAIN Syekh Nurjati,Cirebon, 2016
17
Elok Faiqoh, Tradisi Munjiyatan Sebagai Amalan Malam Jum’at di PP Nurul Jadid, Paiton, Skripsi UIN
Sunan Kalijaga,Yogyakarta,2017
10

al-Fatah berdasarkan hadis-hadis Nabi saw yang menunjukan akan keutamaan ayat-ayat
tersebut. Kemudian, Ayat Hirzi pertama kali diamalkan di Pondok al-Fatah oleh Romo
Kyai Mahmud Kholid Umar dan ada keterkaitan dengan sejarah Pondok al-Fatah. Serta
ritual santri terhadap pembacaan Ayat Hirzi ini diharapkan dapat memberikan solusi
karena melihat fenomena globalisasi seperti sekarang ini, perlu kiranya umat Islam
diarahkan kepada dimensi lain yang religi dan beraliran positif. Kedua, adanya ritual
santri terhadap pembacaan Ayat Hirzi merupakan prilaku praksis santri hasil dari
pemaknaan terhadap al-Qur’an di luar kapasitas teksnya dampak dari sosial dan budaya
yang mengitarinya. Ketiga, ritual santri terhadap pembacaan Ayat Hirzi ini jika dilihat
dengan analisa teori resepsi yang dikembangkan oleh Jauss termasuk dalam pola resepsi
diakronis (hubungan interrelasi penerimaan karya sastra atau melibatkan penerimaan
pembaca sepanjang sejarah), ditelisik dengan pola resepsi singkronis (pembaca
sezaman).18
Demikian beberapa hasil penelitian yang penulis amati yang berkenaan dengan
kajian Living Qur’an. Didalam hasil beberapa penelitian diatas, terdapat beberapa ayat
yang sama diamalkan dalam kesemua tradisi tersebut, seperti ayat kursi dan beberapa
surat lainnya. Begitupun dalam tradisi pembacaan ayat hirzi, penulis juga menemukan
beberapa ayat yang sama yang diamalkan dalam tradisi mujahadah, istikharah dan
munjiyatan. Terkait dengan penelitian yang dilakkan oleh Jakaria Purnama mengenai
ayat hirzi, memiliki beberapa perbedaan dengan apa yang akan diteliti oleh penlis.
Diantaranya, terkait tempat penelitian, Jakaria melakukan penelitian di Pondok Pesantren
Al-Fatah, Temboro yang merupakan cikal bakal pembacaan ayat hirzi dilaksanakan
karena, ayat hirzi ini disusun oleh salah satu pengasuhnya. Sedangkan di Pondok
Pesantren Ta’allumul Huda termasuk salah satu pondok pesantren yang ikut
mengamalkan ayat hirzi yang telah disusun. Kemudian, dalam proses pembacaannya juga
berbeda, di Pondok Pesantren Al-Fatah pembacaan terbagi menjadi dua yaitu pembacaan
wajib yang dilakukan secara berjama’ah dan dalam dua waktu dalam sehari, kemudian
pembacaan secara infiradi (masing-masing) yang dilakukan oleh perseorangan dengan
waktu yang tidak ditentukan. Sedangkan pembacaan ayat hirzi di Pondok Pesantren
Ta’allumul Huda hanya dilakukan sekali dalam sehari, yakni ba’da maghrib secara
18
Jakaria Purnama, Resepsi Santri Terhadap Pembacaan Ayat Hirzi di Pondok Pesantren al-Falah Desa
Temboro, Karas, Magetan, Jawa Timur. Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017.
11

berjama’ah . Perbedaan selanjutnya terletak pada kondisi sosial para santri, perbedaan
wilayah, pengasuh dan metode pengajaran dapat mempengaruhi terhadap kondisi sosial
santri. Metode yang digunakan dalam penelitian Jakaria Purnama berbeda, ia
menggunakan teori resepsi yang dikembangkan oleh Hans Robert Jaus, sedangkan
penulis menggunakan teori sosiologi pengetahuan yang dikembangkan oleh Karl
Manheim. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tradisi
pembacaan ayat hirzi di Pondok Pesantren Ta’allumul Huda, Ganggawang, Salem,
Brebes.

E. Kerangka Teori
Kerangka teori atau kerangka berfikir merupakan gambaran pemikiran peneliti
atas masalah yang akan ditelitinya19. Teori adalah sekumpulan interrelasi berbagai
pernyataan atau konsep yang terorganisasi dan sistematik yang secara khusus
menjelaskan hubungan antara dua atau lebih variabel yang bertujuan untuk memahami
permasalahan atau latar belakang masalah. Kerangka teori disusun berdasarkan
pernyataan dari teori yang ada. Kerangka teori pada dasarnya adalah garis besar atau
ringkasan dari berbagai konsep, dan literatur yang digunakan oleh peneliti.
Penulis menggunakan tiga teori dalam penelitian ini, yaitu teori Living Qur’an,
Teori Pondok Pesantren dan teori sosiologi Karl Mannheim.
1. Living Qur’an
Living Qur’an adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa
sosial terkait dengan kehadiran al-Qur’an atau keberadaannya disebuah komunitas
Muslim tertentu20. Kajian Living Qur’an fokus terhadap bagaimana Al-Qur’an
diterapkan dan dipahami di tengah kalangan masyarakat. Living Qur’an bermula dari
fenomena Qur’an in Everyday Life, yakni makna dan fungsi al-Qur’an yang riil dipahami
dan dialami masyarakat muslim, belum menjadi obyek studi bagi ilmu-ilmu al-Qur’an
konvesional (klasik)21.

19
Toto Syatori Nasehuddien dan Budi Manfaat, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, (Cirebon: Eduvision,
2015) hlm 56
20
Dosen tafsir hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Metodologi Penelitian Living
Qur’an & Hadis, pengantar: Sahiron Syamsuddin, Yogyakarta: TH-Press, Mei 2007, Cet. I, hlm 8
21
Ibid,hlm 5
12

Seorang peneliti dalam living Qur’an akan membaca sebuah fenomena sosial
dengan melihat lokasi dan momen sejarah yang menandainya. Oleh karenanya, penelitian
model ini bersifat kualitatif yang memiliki fokus terhadap banyak paradigma, para
penelitinya dituntut memiliki kepekaan yang tinggi terhadap nilai pendekatan,
multimetode disamping tingkat komitmen kesabaran tinggi serta ketelatenan, agar hasil
data yang bersifat fenomenologis dapat dicerna, dideskripsikan,dianalisis kemudian
disimpulkan secara tepat dengan perspektif socio Qur’anic.22
2. Pesantren
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses wajar
perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis, pesantren tidak hanya
identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia
(indegenous). Sebab, lembaga yang serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak
masa kekuasaan Hindu-Budha. Sehingga Islam hanya tinggal meneruskan dan
mengislamkan pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan
peranan Islam dalam mempelopori pendidikan di Indonesia 23. Diantara produk
pendidikan pesantren berkisar pada bidang nahwu- shorof, fiqih, aqa’id,
tasawuf,tafsir,hadis,bahasa Arab, dan fundamentalisme. Selain itu pesantren juga
menghasilkan produk keahlian dalam bidang tertentu seperti ilmu falak,kanuragan,
qira’at dan ilmu hikmah.
3. Teori Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim
Melihat tradisi pembacaan ayat hirzi di pondok pesantren Ta’allumul Huda,
penulis tertarik untuk menerapkan teori sosial pengetahuan yang cetus oleh Karl
Mannheim untuk menemukan dan menentukan adanya saling keterkaitan antara tindakan
dan pemaknaan para santri terhadap tradisi pembacaan ayat hirzi ini.
Karl Mannheim menyatakan bahwa manusia dibentuk dari dua dimensi, yaitu
perilaku (behavior) dan makna (meaning). Sehingga dalam memahami suatu tindakan
sosial, peneliti harus mengkaji perilaku dan pemaknaan perilaku tersebut. Menurut Karl
Mannheim, makna perilaku dari suatu tindakan sosial itu terbagi menjdi tiga. Pertama,
makna obyektif, yaitu makna yang ditentukan oleh konteks sosial dimana tindakan

22
Ibid, hlm 63
23
Nurkholis Majid,Bilik-Bilik Pesantren, (Paramadina:1997) pdf,hlm 16 diunduh pada 24/11/2017 pukul
15:07
13

tersebut berlangsung. Kedua, makna ekspresif, yaitu makna yang ditunjukkan oleh pelaku
tindakan sosial. Ketiga, makna dokumenter, yaitu makna yang tersirat atau tersembunyi
sehingga pelaku tindakan sosial tersebut tidak menyadari bahwa suatu aspek yang di
ekspresikan menunjukkan kepada kebudayaan secara keseluruhan24.
Prinsip dasar yang pertama dari sosiologi pengetahuan Karl Mannheim adalah
bahwa tidak ada cara berfikir yang dapat dipahami jika asal usul sosialnya belum
diklarifikasi. Ide-ide dibangkitkan sebagai perjuangan rakyat dengan isu-isu penting
dalam masyarakat mereka, dan makna serta sumber ide tersebut tidak bsa dipahami
secara semestinya jika seseorang tidak mendapatkan penjelasan tentang dasar sosial
meeka. Ini berarti bahwa ide harus dipahami dalam hubungannya dengan masyarakat
yang memproduk dan menyatakannya dalam kehidupan. Adapun prinsip kedua dari teori
sosial pengetahuan Karl Mannheim ini masih berhubungan dengan prinsip yang pertama,
yakni ide-ide dan cara berfikir sebagai satu kesatuan wujud sosial. Maknanya akan
berubah seperti intuisi-intuisi sosial tersebut mengalami perubahan historis yang
signifikan.
Dengan menggunakan teori sosial pengetahuan Karl Mannheim, penulis
menjadikannya sebagai acuan dasar dalam pembahasan latar belakang atau historitas
tradisi pembacaan ayat hirzi di Pondok Pesantren Ta’allumul Huda. Berikutnya penulis
akan menjelaskan mengenai perilaku dan pemaknaan santri terhadap tradisi pembacaan
ayat hirzi. Kemudian akan memperoleh makna obyektif, ekspresif serta dokumenter.

F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dalam
penelitian dan dianalisa untuk mendapatkan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) di mana penelitian
dilakukan di lokasi secara langsung, melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Sedangkan metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan
pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara penulis yang mengamati
langsung kejadian dan fenomena yang terjadi.
1. Sumber Data
24
Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia, Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik ,terj. F Budi Hardiman,
(Yogyakarta: Kanisius:1991) hlm.287
14

a. Sumber data primer


Sumber data primer yakni data diperoleh dari sumber-sumber asli yang
memuat informasi atau data yang dibutuhkan. Seumber data primer yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari Pondok Pesantren Ta’allumul
Huda, yang didapatkan dengan metode observasi dan wawancara kepada
warga pondok pesantren itu sendiri yang terdiri dari Kiyai, dewan
asatidz,pengurus dan para santri..
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yakni data diperoleh dari sumber-sumber penunjang
yang memuat informasi atau data yang dibutuhkan. Sumber data seunder
dalam penelitian ini adalah arsip-arsip pondok pesantren, buku-buku, jurnal
atau artikel yang memuat informasi dan data yang berhubungan dengan
penelitian ini.
2. Metode Pengumpuan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan
data dapat diperoleh dengan cara observasi atau pengamatan langsung pelaksanaan ritual
tradisi, interview atau wawancara kepada narasumber, dan dokumentasi yang didapatkan
ketika observasi dan wawancara.
a. Observasi Partisipan
Yaitu kegiatan mengamati dan mendengar dalam rangka memahami,
mencari bukti, dan mencari jawaban terhadap fenomena sosial keagamaan tanpa
mempengaruhi fenomena tersebut guna penemuan data analisis. Dalam penelitian
ini, penulis menggunakan observasi partisipan dan non partisipan.
Adapun yang dimaksud dengan observasi partisipan adalah observasi yang
dilakukan terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya kegiatan.
Observasi partisipan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini berlokasi di
Pondok Pesantren Ta’allumul Huda, Ganggawang, Salem, Brebes. Observasi
partisipan ini guna memperoleh informasi mengenai kegiatan sehari-hari yang
dilakukan oleh para santri. Dengan ikut serta dalam kehidupan keseharian para
santri, penulis akan memperoleh informasi yang dicari mengenai proses
pembacaan ayat hirzi.
15

Adapun observasi non partisipan adalah pengamatan yang dilakukan pada


saat tidak berlangsungnya peristiwa yang diamati. Pada observasi ini penulis akan
melakukan pengamatan terhadap dokumen dan arsip pondok pesantren. Begitu
juga buku-buku ataupun kitab yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan tradisi
pembacaan ayat hirzi.
b. Wawancara Mendalam
Yaitu suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan dengan
tujuan untuk memperoleh informasi. Sebagai salah satu cara mendapatkan
informasi terkait penelitian dengan memberikan beberapa pertanyaan untuk
memperoleh jawaban.
Dengan wawancara, penulis akan memperoleh informasi yang belum
ditemukan penulis selama melakukan observasi di lapangan. Dengan
wawancara juga penulis akan menguji data-data yang ada dari hasil obsrvasi,
baik observasi partisipan maupun non partisipan. Wawancara ini ditujukan
kepada beberapa unsur di pondok pesantren. Diantaranya, pengasuh pondok
pesantren, dewan asatidz, pengurus, dan santri dari kelas ibtida yang
merupakan santri yang baru sekitar satu bulan hingga satu tahun tinggal
dipondok pesantren dan baru mengenal lingkungan pesantren , santri kelas
tiga yang sudah mulai mengenal lingkungan pondok pesantren dan kelas lima
santri yang sudah memahami dan menjadi pembimbing bagi adik-adik
kelasnya.
c. Dokumentasi
Yaitu metode yang digunakan untuk mencari dan mengumpulkan
informasi dan data mengenai hal-hal terkait penelitian yang berupa catatan
kegiatan, buku-buku, jurnal dan literatur seperti gambar, kutipan, guntingan
koran,dll yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada menggunakan metode
induktif. Metode induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari data-data yang bersifat
khusus menuju pada kesimpulan akhir yang bersifat umum. Dalam metode induktif,
16

fakta-fakta diuraikan terlebih dahulu kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan.


Pada metode induktif, data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan kerangka (rumusan pokok pembahasan) suatu
karya ilmiah. Urutan pembahasan dalam penelitian ini bisa dibagi menjadi tiga bagian
utama yakni pendahuluan, pembahasan dan penutup. Pada uraian bab-bab dirumuskan
secara runtut, dimulai dari bab pertama hingga bab kelima secara naratif,yaitu:
BAB I : pada bab ini berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : pada bab ini membahas tentang pembacaan al-Qur’an di pondok
pesantren Ta’allumul Huda, tinjauan umum mengenai profil pesantren, meliputi historitas
berdirinya, kondisi sosial masyarakat, keadaan dan aktivitas santri, fasilitas pendidikan ,
logo pondok pesantren dan makna filosofinya. Demikian pula dengan ulasan gambaran
tentang pengajaran dan pembacaan al-Qur’an di Pondok Pesantren Ta’allumul Huda.
BAB III : pada bab ini membahas mengenai deskripsi dan asal mula tradisi
pembacaan ayat hirzi, juga mengenai waktu dan prosesi pembacaan ayat hirzi serta
motivasi tradisi pembacaan ayat hirzi bagi para santri.
BAB IV : pada bab ini membahas mengenai makna tradisi pembacaan ayat hirzi
di Pondok Pesantren Ta’allumul Huda bagi para santri. Adapun makna yang akan
dikemukakan penulis sesuai dengan teori sosial pengetahuan Karl Mannheim. Yang
terdiri dari makna obyektif, makna ekspresif dan makna dokumenter.
BAB V : pada bab ini berisi penutup yang meliputi kesimpulan dari penelitian
living qur’an dan saran-saran untuk penulis kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
17

Adnan Kamal, Taufik. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. (Jakarta: Divisi Muslim


Demokratis,2011).
Anwar, Ahmad .Pembacaan Ayat-Ayat Al-Qur’an dalam Prosesi Mujahadah di Pondok
Pesantren Al-Luqmaniyah Umbulharjo, Yogyakarta. Skripsi UIN Sunan
Kalijaga,Yogyakarta:2014
Faiqoh, Elok. Tradisi Munjiyatan Sebagai Amalan Malam Jum’at di PP Nurul Jadid, Paiton,
Skripsi UIN Sunan Kalijaga.Yogyakarta:2017.
Fatihah, Eli .Studi Living Qur’an: Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai Media Istikharah di
Pesantren Al-Ishlah Sidamulya, Astanajapura,Kab.Cirebon. Skripsi IAIN Syekhnurjati
Cirebon:2016
Fauziah, Siti. Pembacaan Al-Qur’an Surat-Surat di Pondok Pesantren Putri Daar Al-Furqon
Janggalan Kudus, Artikel dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 15,
No. 1, Januari 2014
Majid, Nurkholis . Bilik-Bilik Pesantren (Paramadina:1997)
Mannheim, Karl. Ideologi dan Utopia, Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik.,terj. F Budi
Hardiman. (Yogyakarta: Kanisius:1991).
Muhtador, Moh. Pemaknaan Ayat Al-Qur’an dalam Mujahadah: Studi Living Qur’an di PP Al-
Munawwir Krapyak Komplek Al- Kandiyas. Artikel yang dimuat dalam Jurnal Penelitian,
Vol. 8, No. 1, Februari 2014.
Ofik Taufikur Rahman, M. Tradisi Mujahadah Pembacaan Al-Qur’an sebagai Wirid di PP
Kebon Jambu Al-Islamy,Babakan Ciwaringin Cirebon, Skripsi IAIN Syekh
Nurjati,Cirebon, 2016 .
Purnama, Jakaria. Resepsi Santri Terhadap Pembacaan Ayat Hirzi di Pondok Pesantren al-
Falah Desa Temboro, Karas, Magetan, Jawa Timur. Skripsi UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2017
Shihab, Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat,Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam
Memahami al-Qur’an,(Tanggerang: Lentera Hati,2013).
Sholeha, Isnani . Pembacaan Surat-Surat Pilihan dalam Al-Qur’an dalam Tradisi Mujahadah
(Studi Living Qur’an di PP Nurul Ummahat Kotagede,Yogyakarta) Skripsi UIN Sunan
Kalijaga.Yogyakarta:2015.
18

Syamsuddin, Syahiron. Metodologi Penelitian Living Qur’an & Hadis. Yogyakarta: TH-Press,
Mei 2007, Cet. I.
Syatori Nasehuddien, Toto dan Budi Manfaat. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. (Cirebon:
Eduvision, 2015).
Yana, Ujang. Pembacaan Tiga Surat Pilihan dalam Tradisi Tujuh Bulanan di Masyarakat
Selandaka, Sumpiuh, Banyumas. Skripsi UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta:2014
Zainal Musthofah, Ahmad. Tradisi Pembacaan Al-Qur’an Surat-Surat Pilihan (Kajian Living
Qur’an di PP. Manbaul Hikam, Sidoarjo).Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2015
19

OUTLINE
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Teori
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II : GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN TA’ALUMUL HUDA
A. Profil Pesantren
1. Letak Geografis Pondok Pesantren Ta’allumul Huda
2. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Pondok Pesantren Ta’allumul Huda
3. Biodata Pengasuh
4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Ta’allumul Huda
B. Santri dan Tenaga Kerja
1. Jumlah Santri
2. Jumlah Tenaga Kerja
3. Struktur Organisasi
C. Program Pondok Pesantren Ta’allumul Huda
D. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren Ta’allumul Huda
BAB III : TRADISI PEMBACAAN AYAT HIRZI DI PONDOK PESANTREN
TA’ALLUMUL HUDA
A. Sejarah Ayat Hirzi
B. Susunan Ayat Hirzi
C. Proses Tradisi Pembacaan Ayat Hirzi di Pondok Pesantren Ta’allumul Huda
D. Keutamaan Membaca Ayat Hirzi
BAB IV : ANALISIS PEMAKNAAN SANTRI TERHADAP TRADISI PEMBACAAN
AYAT HIRZI DI PONDOK PESANTREN TA’ALLUMUL HUDA
A. Teori Sosiologi Pengetahuan Karl Manheimm
B. Pemaknaan Santri Terhadap Tradisi Pembacaan Ayat Hirzi
20

1. Makna Obyektif
2. Makna Ekspresif
3. Makna Dokumenter
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai