Anda di halaman 1dari 9

RISET RESEPSI QUR’AN 7: AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Syafrina Alika Putri1


2104026102@student.walisongo.ac.id
Ahlan Gufra2
2204026094@student.walisongo.ac.id
M Isa Nur Farid W3
2204026112@student.walisongo.ac.id

1,2,3
Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Abstrak: Sebagai umat muslin tentu saja harus selalu dekat dengan al-Qur’an dalam
keseharian. Interaksi yang terbentuk antara umat muslim dan al-Qur’an tentu saja akan
menggambarkan seberapa dekat mereka dengan al-Qur’an. Ketika seorang muslim membaca
al-Qur’an tentu saja ia akan mengikuti adab-adab sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul dan
disampaikan oleh para ulama seperti bagaimana memegang mushaf al-Qur’an, kondisi yang
baik ketika hendak memegang dan membaca mushaf al-Qur’an, dan lain sebagainya. Bukan
hanya itu, al-Qur’an juga hadir pada kalangan non-muslim sehingga bisa disoroti bagaimana
mereka memperlakukan al-Qur’an. seiring berkembangnya zaman, al-Qur’an bukan hanya
dibaca dan dihafal, melainkan juga ditulis dalam bentuk kaligrafi maupun hiasan-hiasan.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menyingkap bagaimana al-Qur’an dalam keseharian umat
manusia. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan mencari berbagi literatur dan
sumber terkait. Akhirnya, tulisan ini menghasilkan kesimpulan berupa gambaran mengenai
interaksi manusia dan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci: Mushaf, al-Qur’an, Kehidupan Sehari-Hari, Kaligrafi.

Absract: As Muslims, of course, they must always be close to the Qur'an in their daily lives.
The interaction formed between Muslims and the Qur'an will certainly illustrate how close
they are to the Qur'an. When a Muslim reads the Qur'an, of course, he will follow the rules as
taught by the Messenger and conveyed by scholars such as how to hold the Qur'an mushaf,
good conditions when he wants to hold and read the Qur'an mushaf, and so on. Not only that,
the Qur'an is also present among non-Muslims so that it can be highlighted how they treat the
Qur'an. Along with the times, the Qur'an is not only read and memorized, but also written in
the form of calligraphy and decorations. The purpose of this writing is to reveal how the
Qur'an is in the daily life of mankind. The method used is a literature study by searching for
literature sharing and related sources. Finally, this paper concludes in the form of a
description of human interaction and the Qur'an in daily life.
Keywords: Mushaf, Qur’an, Daily Life, Calligraphy.

PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
melalui malaikat yang merupakan sebuah petunjuk, obat, pembeda bagi seluruh umat
manusia. Al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus kepada Nabi Muhammad dan tidak
pula diturunkan dalam bentuk tulisan-tulisan maupun lembaran-lembaran, melainkan berupa

1
perkataan yang disampaikan kepada nabi baik secara langsung, melalui mimpi, ataupun
melalui perantara malaikat Jibril.
Pada masa Rasulullah, belum ada terdapat mushaf al-Qur’an dikarenakan pada zaman
itu setiap ayat-ayat al-Qur’an yang turun dicatat di pelepah kurma, batu, maupun di kayu
sehingga ayat-ayat tersebut terpisah-pisah dan tidak terhimpun layaknya seperti mushaf yang
mudah dijumpai di zaman sekarang. Pengkodifikasian al-Qur’an pertama kali dimulai sejak
masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Bentuk penulisan ayat al-Qur’an yang kita
jumpai saat ini telah mengalami proses perubahan jika dibandingkan dengan mushaf Usmani.
Hal ini bukanlah bentuk mengarang-mengarang atau mengubah isi al-Qur’an melainkan
memberi tanda-tanda pada huruf hijaiah sehingga memudahkan orang yang belum mengerti
bahasa arab untuk mempelajari dan membaca al-Qur’an.
Dengan adanya transformasi dan kemajuan tersebut, tentu saja akan memunculkan
sebuah polemik baru yaitu bagaimana seharusnya umat muslim memperlakukan mushaf al-
Qur’an sedangkan pada Rasulullah belum ada mushaf al-Qur’an. Sering kita jumpai di tengah
umat bahwasanya banyak bentuk sikap atau perilaku untuk memuliakan mushaf al-Qur’an
dengan maksud memuliakan isinya, bukan memuliakan wujud bendanya. Ada yang mencium
mushaf al-Qur’an setalah membacanya, meletakkan al-Qur’an di atas lutut ketika
membacanya, dan menyimpan al-Qur’an di tempat yang tinggi sehingga tidak terimpit oleh
benda lain. Fenomena ini perlu dikaji seperti apa landasannya, alasannya, dan manfaatnya.

PEMBAHASAN
Dalam kehidupan sehari-hari, sudah sepatutnya seorang muslim untuk terus
berinteraksi dengan al-Qur’an. Al-Qur’an yang turun sebagai pedoman hidup bagi manusia
tentu saja akan sangat bermanfaat dan berguna dalam berbagai hal atau kegiatan yang
dilakukan. Jika dilihat dari kacamata sejarah, semenjak al-Qur’an diturunkan pertama kalinya
yaitu pada abad ke-7 M maka umat Islam akan mempelajarinya dan juga menghafalkannya.
Ayat al-Qur’an tidak hanya dibaca ketika melaksanakan ibadah, akan tetapi juga dibaca
ketika melaksanakan berbagai macam kegiatan seperti pembacaan al-Qur’an pada
pembukaan kegiatan atau event-event tertentu. itu merupakan sedikit gambaran mengenai
bagaimana al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks tradisi atau budaya, terdapat berbagai bentuk upaya membumikan al-
Qur’an seperti menulis atau mencetak dalam mushaf, membuat seni kaligrafi, dan lain
sebagainya, pada tulisan ini akan diuraikan pembahasan mengenai bagaimana al-Qur’an
dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana berikut:
2
1. Membaca Al-Qur’an
Umat muslim setidaknya membaca salah satu surah dalam al-Qur’an yaitu surah al-
Fatihah setiap kali melaksanakan shalat. Al-Qur’an bulan hanya dibaca sebagai sebuah
rangkaian atau rukun dalam shalat, akan tetapi membaca al-Qur’an juga merupakan
sebuah amalan atau ibadah yang juga disandingkan dengan ibadah lainnya seperti shalat
dan zakat. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur.an surah al-Muzzammil ayat
20:
‫َع ِلَم َأن َسَيُك وُن ِم نُك م َّم ۡر َض ٰى َو َء اَخ ُروَن َيۡض ِر ُبوَن ِفي ٱَأۡلۡر ِض َيۡب َتُغ وَن ِم ن َفۡض ِل ٱِهَّلل َو َء اَخ ُروَن ُيَٰق ِتُل وَن‬
‫ِفي َس ِبيِل ٱِۖهَّلل َفٱۡق َر ُء وْا َم ا َتَيَّس َر ِم ۡن ُۚه َو َأِقيُم وْا ٱلَّص َلٰو َة َو َء اُتوْا ٱلَّز َكٰو َة َو َأۡق ُضوْا ٱَهَّلل َقۡر ًضا َح َس ٗن ۚا‬
‫ِر‬
Artinya: “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan
yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah serta yang lain berperang di
jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) darinya (Al-Qur’an). Tegakkanlah
salat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.”
Jika dilihat dari kacamata tradisi atau kebiasaan, tata cara tahu waktu pelaksanaan
membaca al-Qur’an semakin berkembang seiring perkembangan zaman. Contohnya,
tradisi tadarusan dan khataman pada bulan Ramadhan. Dalam pelaksanaannya tentu saja
berbeda di setiap daerah, seperti membaca al-Qur’an satu juz setiap hari atau malam
sehingga sampai akhir Ramdhan akan menyelesaikan sampai dengan 30 juz. Secara tidak
langsung, al-Qur’an telah dikhatamkan tahu dibacakan oleh jutaan umat muslim di seluruh
penjuru dunia pada bulan Ramdhan.1
Membaca al-Qur’an pada bulan Ramdhan dapat dilihat dan dimaknai dari dua sudut
pandang. Pertama, dari segi masyarakat awam membaca al-Qur’an dimaknai sebagai
bentuk ibadah dan hanya membacanya saja tanpa memahami sebagian besar ayat-ayatnya.
Kedua, dari segi ulama atau penuntut ilmu membaca al-Qur’an dimaknai dengan membaca
sebagai ibadah dan juga mentadaburi dan mencari makna setiap ayat.2
Al-Qur’an tidak hanya dibaca dari teks tertulis, akan tetapi juga dihafalkan oleh
umat muslim semenjak dini. Ketika seorang anak telah mampu membaca al-Qur’an, maka
biasanya orang tua ataupun guru akan mendorong mereka untuk menghafal dimulai dari
juz ‘amma atau ayat-ayat pendek pilihan. Bahkan di era modern saat ini, kemampuan
menghafalkan al-Qur’an atau tahfiz dijadikan sebagai salah satu ajang perlombaan. Dalam
praktiknya, al-Qur’an dibacakan dengan suara indah yang diiringi oleh nagam atau lagu

1
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur’an, terj. Shulkhah dna Sahiron Syamsudin, (Yogyakarta:
Baitul Hikmah Press, 2016), hlm. 124.
2
Ahmad Syafiq Yusof, dkk, “Interaksi dengan Al-Qur’an di Bulan Ramadhan”, 2019, hlm. 419-420.

3
oleh para hafiz atau qari’. Tentu saja perlombaan ini sudah merambah hingga tingkat
nasional maupun internasional.3
Jika kita telisik lebih jauh, sebenarnya ada banyak kegiatan yang selalu dihiasi atau
diwali dengan pembacaan ayat al-Qur’an. Misalnya saja pada pembukaan acara tertentu
biasanya akan dibacakan ayat yang paling tepat dengan tema kegiatan tersebut. Ayat yang
paling umum dibaca adalah surah al-Fatihah yang biasanya dibaca ketika akan memulai
setiap kegiatan Bukan hanya pada kegiatan tertentu, al-Qur’an juga dibaca pada hari-hari
atau waktu-waktu tertentu seperti membaca surah al-Kahfi pada malam Jum’at, membaca
Ayat Kursi (al-Baqarah ayat 252) di semua tempat dan membacanya setiap malam ketika
hendak tidur dan membaca Al-Mu’awwidzatain (Surat Al-Falaq dan An-Nas) setiap selesai
shalat.4
Selain dibacakan pada kegiatan tertentu, ayat al-Qur’an juga dibaca sebagai sebuah
simbol-simbol ataupun do’a. Misalkan seseorang mengucapkan ‘Insya> Allah’ ketika
menyebutkan sebuah rencana yang akan datang, membaca ‘Ma>sya> Allah’ ketika kagum
melihat atau mendengar sesuatu. Biasanya juga membaca do’a tertentu seperti do’a yang
dipanjatkan oleh Nabi Musa dalam surah Taha ayat 25-28 untuk menghilangkan rasa
cemas atau gugup ketika akan berbicara atau berdiskusi.5
2. Memegang Mushaf Al-Qur’an
Ketika seseorang hendak membaca al-Qur’an, tentu harus mengikuti adab-adab yang
telah diajarkan oleh Rasulullah. Dahulu pada waktu turunnya, al-Qur’an tidak langsung
dituliskan dalam kumpulan mushaf sehingga belum ada perumusan atau penjelasan
mengenai adab-adab memegang mushaf al-Qur’an. Adab atau norma yang ada pada saat
ini adalah hasil dari rumusan para ulama yang didasari pada al-Qur’an hadis.
Sebelum mengetahui bagaimana praktik umat Islam saat ini pada tata cara
memegang mushaf, terlebih dahulu harus diketahui bagaimana ulama dahulu menjelaskan
adab membaca al-Qur’an. Imam Nawawi dalam kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalat al-
Qur’an menjelaskan beberapa adab dalam membaca al-Qur’an yaitu:6
a. Membersihkan mulut dengan siwak atau lainnya.
b. Membaca al-Qur’an dalam keadaan suci.

3
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur’an, hlm. 125.
4
Dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya At-Tibyan fi Adabi Hamalat Al-Qur'an, Muhammad
Nur Hayid, “Keutamaan Membaca Ayat dan Surat Tertentu pada Waktu Tertentu”, NU Online, 2018, diakses
pada tanggal 19 November 2023 dari https://islam.nu.or.id/ubudiyah/keutamaan-membaca-ayat-dan-surat-
tertentu-pada-waktu-tertentu-Fi3w2.
5
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur’an, hlm. 127.
6
Imam Nawawi, Keutamaan Membaca dan Mengkaji Al-Qur’an, (Konsis Media, t.th), hlm. 49-108.

4
c. Disunahkan membaca di tempat yang bersih, dan terpilih sebagaimana sejumlah
ulama menganjurkan di masjid agar mendapat pahala i’tikaf.
d. Menghadap kiblat walaupun tidak berada dalam keadaan shalat.
e. Ketika hendak memulai membaca baiknya membaca ta’awuz.
f. Hendaklah membaca basmalah di setiap awal surah kecuali surah Bara’ah atau
at-Taubah.
g. Membaca dengan khusyuk dan mengulangi membaca untuk direnungi
maknanya.
h. Menangis ketika membaca al-Qur’an. Ini merupakan tanda kearifan dan
kesalehan seorang hamba.
i. Membaca dengan tartil.
j. Ketika membaca ayat yang mengandung rahmat agar memohon kepada Allah,
sedangkan ketika ayat yang mengandung siksaan hendaklah meminta
perlindungan kepada Allah.
k. Memuliakan al-Qur’an dengan menghindari tertawa, berbuat bising, dan
berbincang tentang hal yang tidak perlu diperbincangkan.
l. Tidak boleh membaca al-Qur’an dengan selain dengan bahasa Arab.
m. Membaca sesuai dengan qira’ah.
n. Membaca ayat sesuai dengan urutan mushaf.
o. Menguatkan suara dan mengindahkan suara, dan lainnya.
Dalam memegang mushaf, Imam Qurtubi merekomendasikan untuk meletakkan al-
Qur’an di atas bantalan atau perangkat khusus untuk memegang al-Qur’an. Hal ini
dimaksudkan untuk agar mushaf al-Qur’an tidak terletak di lantai atau tempat yang
mungkin akan berserakan.7 Sering kita jumpai di masjid-masjid sebuah alat atau perangkat
yang berbahan dasar kayu yaitu rakal yang berbentuk menyilang. Rakal ini dijadikan
sebagai dudukan agar mushaf al-Qur’an diletakkan di tempat yang cukup tinggi. Dalam
Fatawa Nurun ‘Ala al-Darbi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan
bahwa meletakkan al-Qur’an di lantai atau tempat yang rendah diperbolehkan asalkan
bukan sebagai bentuk penghinaan. Adapun meletakkannya di bawah antara kaki maka
termasuk dalam bentuk penghinaan.8

7
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur’an, hlm. 129.
8
Yulian Purnama, “Fatwa Ulama: Bolehkah Meletakkan Al-Qur’an di Lantai?”, muslim.or.id, 2023,
diakses pada 19 November 2023 dari https://muslim.or.id/25726-fatwa-ulama-bolehkah-meletakkan-al-quran-di-
lantai.html

5
Adapun hukum mencium mushaf al-Qur’an, para ulama membolehkannya
sebagaimana fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz. Beliau juga menyatakan
sebuah riwayat yang menjelaskan tentang sahabat ‘Ikrimah bin Abi Jahl yang mencium
mushaf dan berkata, “ha>za> kala>mu rabbi<” yang artinya ini adalah kalam rabku.9
3. Ritual Penyucian dan Pembersihan
Ritual penyucian dan pembersihan yang dilakukan sebelum membaca mushaf al-
Qur’an adalah bersuci dari hadas kecil dengan cara berwudu dan bersuci dari hadas besar
dengan cara mandi wajib/junub. Sebagian besar umat muslin setuju bahwa penyucian diri
diperlukan sebelum menyentuh atau membawa al-Qur’an. Sedangkan membaca al-Qur’an
tanpa memegang mushaf atau membaca dari hafalannya maka tidak diharuskan untuk
berwudu. Kondisi ini berlaku jika seseorang berada dalam kondisi berhadas kecil.10
Mengenai kewajiban akan menyucikan diri ini terdapat perbedaan pendapat di
kalangan para ulama. Ketika seseorang berhadas kecil, maka dianjurkan untuk berwudu
terlebih dahulu sebelum memegang dan membaca mushaf al-Qur’an. Hal ini didasarkan
pada firman Allah surah al-Waqi’ah ayat 79 yang artinya “Tidak ada yang menyentuhnya,
kecuali para hamba (Allah) yang disucikan” dan hadis Nabi Saw. yang artinya “Tidak
boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang dalam kondisi suci”. Syaikh Shalih al-
Fauzan menyatakan bahwa tidak boleh menyentuh mushaf al-Qur’an ketika dalam
keadaan tidak suci. Sedangkan membaca dari hafalan diperbolehkan.11
Adapun ketika seseorang dalam keadaan berhadas besar, maka dilarang baginya
memegang mushaf dan membaca al-Qur’an. Mengenai memegang mushaf al-Qur’an,
mayoritas ulama termasuk Mazhab empat melarang orang yang berhadas memegangnya.
Sedangkan ulama yang membolehkan diantaranya adalah Ibn Hizm. sebagai catatan
bahwa permasalahan ini adalah khilafiyah, sehingga ulama yang memperbolehkan
menyentuh al-Qur’an adalah bagi orang yang berada dalam keadaan darurat, seperti
mengajar al-Qur’an.12 Kemudian, mayoritas ulama melarang orang yang junub membaca
al-Qur’an sebagaimana didasarkan pada hadis riwayat Ali bin Abi Thalib yang artinya
“Tidak ada yang menghalangi Rasulullah Saw. untuk membaca al-Qur’an selain jinabah”.
Namun, Imam al-Bukhari berpendapat bahwa diperbolehkan membaca al-Qur’an karena

9
Muhammad Abduh Tuasikal, “Hukum Mencium Mushaf Al-Qur’an”, Rumaysho.com, 17 Agustus 2014,
diakses pada 19 November 2023 dari https://rumaysho.com/8528-hukum-mencium-mushaf-al-quran.html
10
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur’an, hlm. 130-131.
11
Abdul Karim Shalih al-Muqrin, Majmu’ah Fatawa Fadhilatu asy-Syaikh Shalih ibnu Fauzan al-
Fauzan, (Riyadh: Dar Ibnu Khuzaimah, 1424H), hlm. 117.
12
Muhammad Kudhori, “Argumentasi Fikih Klasik Bagi Perempuan Haid dalam Beraktivitas di Masjid,
Membaca dan Menyentuh Al-Quran”, Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam (Vol.XIII, 2019), hlm. 313-314.

6
tidak ada satu pun hadis shahih yang secara tegas melarangnya. Ini juga berlaku bagi
perempuan yang sedang mengalami haid.13
4. Penodaan/Penistaan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan suatu yang suci sehingga ada aturan dalam membawanya.
Misalnya ada aturan yang mengatakan bahwa al-Qur’an tidak diperbolehkan untuk dibawa
ke tempat yang dianggap najis, seperti tempat pembuangan sampah maupun toilet. Ada
juga umat muslim yang memindahkan mushaf tersebut ke suatu tempat yang di dalamnya
terdapat teks al-Qur’an atau nama Allah yang tertulis di dalamnya, sebelum mereka
memasuki tempat tersebut. Karena alasan inilah pernah terjadi adanya protes global pada
bulan April 2005, yaitu ketika dilaporkan bahwa adanya tentara Amerika di Teluk
Guantanamo telah merobek dan membuang beberapa bagian al-Qur'an ke toilet.
Kalangan umat muslim menyatakan bahwa bahan-bahan yang mengandung tulisan
ayat al-Qur’an, seperti Koran tidak boleh dibuang atau dimasukkan ke dalam tempat
sampah atau sejenisnya. Lebih baik dibakar atau dikubur saja. Hal ini bermaksud sebagai
bentuk penghormatan terhadap al-Qur’an. Tetapi hal ini bisa menciptakan beberapa
problem praktis di beberapa Negara, seperti Timur Tengah yang mana pencantuman kata-
kata atau kalimat-kalimat dari al-Qur’an di Koran sangatlah umum. Dalam kasus seperti
ini, tidak mungkin harus terus membakar ataupun mengabar surat kabar dan jenis lainnya.
Oleh karena itu beberapa umat muslim menganggap bahwa daur ulang kertas merupakan
solusi alternatif yang lebih bisa diterima selama belum tercampur oleh limbah umum. Ada
beberapa muslim yang berpendapat bahwa daur yang itu dilarang. Namun, fatwa tersebut
tidak diteruskan dengan jalan alternatif sebagaimana yang mesti dilakukan.
5. Teks Al-Qur’an dan Kaligrafi
Kaligrafi Arab dianggap sebagai salah satu bentuk ekspresi terpenting dalam seni
Islam. Teks Alquran yang ditulis dengan motif kaligrafi tertentu sering dipajang di masjid,
istana, dekorasi, serta di naskah sekuler di seluruh dunia Islam. Kaligrafi ini juga muncul
pada permukaan karya logam, keramik, batu, kaca, kayu, tekstil dan seringkali dalam gaya
yang berbeda tergantung pada teks pada permukaannya. Kaligrafi sangat dihargai karena
kedekatannya dengan Al-Quran, sekaligus menjadi sarana ekspresi artistik bebas tanpa
harus menggambarkan makhluk hidup, sebuah praktik yang dianggap terlarang oleh
banyak umat Islam.14

13
Muhammad Kudhori, “Argumentasi Fikih Klasik..., hlm. 317-318.
14
Introduction Islamic Art Collection at LACMA, Lacma.org, diakses pada 20 November 2023 dari
https://www.lacma.org/islamic-art-collection-lacma

7
Seniman Muslim mengembangkan banyak gaya kaligrafi yang berbeda, yang
bervariasi dari satu negara ke negara lain dan dari zaman ke zaman. Ciri-ciri umum
berbagai gaya kaligrafi antara lain interaksi lengkung dan garis, artikulasi kata dan huruf
dalam desain bunga atau geometris dan distribusi warna pada seluruh atau sebagian teks.
Subjek yang ditulis dalam kaligrafi biasanya ayat Al-Quran, nama Allah, nama dan gelar
Nabi dan, dalam kasus Islam Syiah, nama-nama imam-imam ma’sum yang telah
meninggal.
Contoh penggunaan kaligrafi dapat ditemukan di salah satu monumen paling
terkenal di dunia, Taj Mahal di India, yang dibangun oleh kaisar Mughal Shah Jahan
(wafat 1076/1666), sebagai makam istrinya, Mumtaz Mahal (meninggal 1039/1630)) maka
itu dia. Mausoleum ini dihiasi dengan motif bunga yang indah, dikaitkan dengan banyak
prasasti kaligrafi. Monumen ini konon melambangkan singgasana Tuhan di atas taman
surga.15

KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, ada beberapa poin penting yang penulis sebutkan dalam
penjelasan di atas antara lain:
1. Membaca Al-Qur'an merupakan amalan Islam yang penting yang telah diamalkan
sejak zaman Nabi.
2. Seorang penghafal Al-Quran yang disebut hafiz, mendapat tempat terhormat di
kalangan umat Islam dan dapat menjadi qari profesional.
3. Ayat-ayat Al-Quran sering dibacakan sebagai bagian dari doa sehari-hari,
pernikahan, pemakaman dan acara penting lainnya, untuk tujuan perlindungan atau
penyembuhan, dan merupakan bagian dalam aktivitas sehari-hari orang Muslim.
4. Umat Islam menunjukkan rasa hormatnya terhadap Al-Quran dengan membersihkan
hadas sebelum menyentuhnya dan dengan tidak meletakkannya di tanah atau di
tempat yang tidak dianggap bersih.
5. Kaligrafi, sering kali didasarkan pada teks al-Qur’an, adalah seni Islam penting yang
telah berkembang menjadi berbagai gaya dan dapat dilihat di seluruh bidang
kehidupan guru Muslim.

15
The Taj Mahal’, Islamic Architecture, diakses pada 20 November 2023 dari http://www.
islamicart.com/library/empires/india/taj_mahal.html

8
DAFTAR PUSTAKA
al-Muqrin, Abdul Karim Shalih. 1424H. Majmu’ah Fatawa Fadhilatu asy-Syaikh Shalih ibnu
Fauzan al-Fauzan. Riyadh: Dar Ibnu Khuzaimah.
Hayid, Muhammad Nur. 2018. Keutamaan Membaca Ayat dan Surat Tertentu pada Waktu
Tertentu. 27 Maret. Diakses November 19, 2023.
https://islam.nu.or.id/ubudiyah/keutamaan-membaca-ayat-dan-surat-tertentu-pada-
waktu-tertentu-Fi3w2.
Kudhori, Muhammad. 2019. “Argumentasi Fikih Klasik Bagi Perempuan Haid dalam
Beraktivitas di Masjid, Membaca dan Menyentuh Al-Quran.” Al-Manahij: Jurnal
Kajian Hukum Islam XIII: 307-320.
Nawawi, Imam. t.thn. Keutamaan Membaca dan Mengkaji Al-Qur'an. Disunting oleh Siri
Tarbiyyah. Konsis Media.
Purnama, Yulian. 2023. Fatwa Ulama: Bolehkah Meletakkan Al-Qur'an di Lantai? 29
Januari. Diakses November 19, 2023. https://muslim.or.id/25726-fatwa-ulama-
bolehkah-meletakkan-al-quran-di-lantai.html.
Saeed, Abdullah. 2016. Pengantar Studi al-Qur'an. Dialihbahasakan oleh Shulkhah dan
Sahiron Syamsuddin. Yogyakarta: Baitul Hikmah Press.
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2014. Hukum Mencium Mushaf Al-Qur'an. 17 Agustus.
Diakses November 19, 2023. https://rumaysho.com/8528-hukum-mencium-mushaf-
al-quran.html.
Yusof, Ahmad Syafiq, Muhammad Talhah Ajmain, Wan Hassan Wan Embong, dan Ahmad
Marzuki Mohamad. 2019. “Interaksi dengan Al-Qur'an di Bulan Ramadhan.” 6th
internatinal Conference of Qur'an as Foundation as Civilisaion FPQS, Universiti
Sains Islam Malaisya 409-426.

Anda mungkin juga menyukai