Anda di halaman 1dari 41

KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM

DI AREAL KERJA IUPHHK-HA


PT RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR

SOPYAN NUR KARIM

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi dan Struktur
Tegakan Hutan Alam di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan
Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Sopyan Nurkarim
NIM E14120078
ABSTRAK
SOPYAN NUR KARIM. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Alam di Areal
Kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur. Dibimbing oleh BUDI
PRIHANTO
Struktur tegakan hutan merupakan sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas
diameter per satuan luas. Pendugaan mendapatkan pola struktur tegakan dapat
dilakukan dengan pemodelan yang berasal dari model-model famili sebaran
lognormal dan famili sebaran eksponensial negatif. Penelitian ini diambil lima
petak ukur yang dianggap dapat mewakili struktur tegakan hutan di lokasi
penelitian yang dilakukan secara purposive sampling.
Hasil penelitian yang dilakukan di IUPHHK-HA PT Ratah Timber dengan
metode fungsi kemungkinan maksimum menunjukkan bahwa model lognormal
yang terpilih sebagai model yang terbaik. Nilai X2 hitung ≥ X2 tabel berdasarkan
uji kesesuaian model menggambarkan kerapatan aktual berbeda nyata dengan
kerapatan dugaan pada tingkat kepercayaan 95% atau tolak H0.
Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui komposisi jenis pada suatu
kondisi hutan. Pada setiap blok tebangan tidak ditemukan jenis yang mendominasi,
hal tersebut selaras dengan nilai indeks kemerataan jenis yang tinggi. Kekayaan
jenis dan keanekaragaman jenis tertinggi berada pada blok tebangan tahun 2010.
Kesamaan komunitas pada berbagai kondisi hutan yang dibandingkan relatif sama.
Kata kunci : analisis vegetasi, hutan, model, struktur tegakan

ABSTRACT
SOPYAN NUR KARIM. Composition and Structure of Natural Forest Standing in
PT Ratah Timber Concession, East Kalimantan. Supervised by BUDI PRIHANTO.
The structure of forest stands is the distribution of the number of trees in
different diameter classes per unit area. Estimation to get the pattern stand structure
can be done in various ways, one of them with modeling derived from models of
families and relatives lognormal distribution negative exponential distribution. This
research was conducted by taking five plots, which are considered to represent the
structure of forest stands in the research location. The plots were selected by using
purposive sampling method.
The result of the research conducted in IUPHHKHA PT Ratah Timber with
maximum likelihood function method indicates that the lognormal model is the best
model. The value of calculated X2 ≥ X2 table based upon conformance test model
describe the actual density was significantly different from the alleged density at
95% confidence level, or reject H0.
Vegetation analysis was used to determine the species composition at a
certain forest conditions. In each cutting block, there isn’t dominant species. It is
direcly proportional with the high of evenness indeks value. The highest species
richness and species diversity was found at the cutting block in 2010. In the variety
of forest conditions that were compared, the community similarity were relatively
the same.
Keywords: forest, model, stand structure, vegetation analysis
KOMPOSISI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM
DI AREAL KERJA IUPHHK-HA
PT RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR

SOPYAN NUR KARIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Scanned by CamScanner
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhannahu wa ta'ala


atas segala ridho dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Komposisi dan
Struktur Tegakan Hutan Alam di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber
Kalimantan Timur berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Budi Prihanto, MS selaku
dosen pembimbing. Di samping itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis
sampaikan kepada semua pihak di PT Ratah Timber dan teman- teman yang
telah membantu selama pengumpulan dan pengolahan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada orang tua dan seluruh keluarga, keluarga besar
RIMPALA, Omda Warga Pelajar Mahasiswa Lingga Sumedang, teman-teman
Manajemen Hutan 49 dan keluarga besar Fakultas Kehutanan atas segala doa,
kasih sayang dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

Sopyan Nur Karim


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Alat dan Bahan 3
Prosedur Pengambilan Data 3
Prosedur Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Umum 8
Kerapatan Tegakan 8
Pendugaan Parameter Model dan Fungsi Kemungkinan Maksimum 10
Penerapan Model Famili Sebaran 11
Uji Kesesuaian Model 14
Model Famili Sebaran Terbaik 14
Komposisi Jenis Pohon 15
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 31
DAFTAR TABEL
1 Kerapatan tegakan di setiap plot contoh 8
2 Nilai penduga parameter pada setiap model 10
3 Nilai kemungkinan maksimum pada setiap model -ln L 11
4 Hasil uji kesesuaian model 14
5 Jumlah jenis yang ditemukan pada setiap plot contoh 15
6 Hasil analisis vegetasi pada setiap plot contoh 16
7 Nilai Indeks kesamaan komunitas (IS) 16

DAFTAR GAMBAR
1 Ukuran plot contoh 3
2 Kerapatan pohon setiap kelas diameter kelompok seluruh jenis 9
3 Kerapatan pohon setiap kelas diameter kelompok Dipterocarpaceae 9
4 Kerapatan aktual dan dugaan pada seluruh kelompok jenis: (a) RKT 2000
(b) RKT 2005, (c) RKT 2010, (d) RKT 2015, (e) Hutan primer 12
5 Kerapatan aktual dan dugaan pada kelompok Dipterocarpaceae: (a) RKT
2000 (b) RKT 2005, (c) RKT 2010, (d) RKT 2015, (e) Hutan primer 13
6 Indeks kemerataan jenis pada setiap plot contoh 17
7 Indeks kekayaan jenis pada setiap plot contoh 17
8 Indeks keanekaragaman jenis pada setiap plot contoh 18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar nama jenis 21
2 Kerapatan tegakan per kelas diameter 23
3 Nilai peluang setiap model pada masing-masing blok tahun tebangan 25
4 Nilai Indeks Nilai Penting masing-masing plot contoh 26
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No.41 Tahun
1999). Hutan memiliki fungsi ekonomi, ekologi dan sosial yang memberikan
manfaat sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia. Melihat manfaat yang
sangat besar dari fungsi hutan sudah selayaknya penerapan Sustainable Forest
Management (SFM) dilaksanakan dengan baik dan benar.
Praktik pengusahaan hutan alam telah berlangsung puluhan tahun yang
memberikan manfaat cukup besar, di sisi lain pengelolaan ini memberikan dampak
negatif terhadap hutan itu sendiri. Penebangan-penebangan yang telah dilakukan
tanpa memperhatikan penerapan Sustainable Forest Management menyebabkan
banyak perubahan. Perubahan tersebut diantaranya kerusakan tegakan tinggal yang
ditandai dengan menurunnya jumlah pohon pada berbagai kelas diameter terutama
di bawah 50 cm. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya produktivitas
pemanfaatan kayu yang akan dipanen di masa yang akan datang. Keadaan tersebut
selaras dengan data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan terjadi penurunan
produktivitas produksi kayu bulat perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
dimana pada tahun 2003 produksi kayu bulat sebanyak 10 007 770 m3 dan pada
tahun 2015 produksi kayu bulat sebanyak 5 879 380 m3 (Badan Pusat Statistik 2017).
Pendugaan terhadap hutan di masa yang akan datang memerlukan pemahaman
terhadap beberapa pengetahuan, diantaranya mengenai komposisi dan struktur
tegakan hutan.
Pengetahuan mengenai komposisi dan struktur tegakan hutan
menggambarkan keberlanjutan dari pengelolaan hutan. Dinamika komposisi
tegakan pada berbagai umur tebangan menggambarkan pergeseran atau perubahan
komposisi tegakan setelah dilakukan kegiatan penebangan. Dinamika struktur
tegakan pada berbagai umur tebangan menggambarkan potensi tegakan pada
berbagai kelas diameter. Pendugaan untuk mendapatkan pola struktur tegakan dapat
dilakukan dengan pemodelan yang berasal dari model-model famili sebaran
lognormal dan famili sebaran eksponensial negatif. Penelitian ini menggunakan
model-model tersebut untuk mengetahui model distribusi terbaik yang dapat
menggambarkan struktur tegakan hutan alam di Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Ratah Timber Kalimantan Timur.

Perumusan Masalah

Areal kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber seluas 93 425 ha, terdiri dari
hutan produksi tetap (HP) seluas 57 025 ha dan hutan produksi terbatas 36 400 ha.
Kegiatan pengusahaan di PT Ratah Timber sudah dilaksanakan sejak tahun 1970.
Kegiatan pemanenan hutan akan menghasilkan hutan alam bekas tebangan dengan
kondisi yang beragam. Gambaran tentang komposisi jenis dapat diidentifikasi
menggunakan parameter yang meliputi Indeks nilai penting, Indeks dominansi,
Indeks keanekaragaman jenis, Indeks kemerataan jenis dan Indeks kesamaan
2

komunitas. Keragaman struktur tegakan hutan dapat diidentifikasi menggunakan


model sebaran peubah acak kontinu yaitu model famili sebaran lognormal dan
famili sebaran eksponensial negatif.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk menyusun model struktur tegakan hutan alam
dan membandingkan komposisi jenis tegakan pada berbagai kelas umur tebangan
di areal kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur.

Manfaat Penelitian

Manfaat komposisi dan struktur tegakan adalah sebagai berikut :


1. Sebagai gambaran potensi regenerasi tegakan.
2. Dapat digunakan untuk menduga volume pada selang kelas diameter tertentu.
3. Memberikan informasi kepada pengelola tentang potensi jenis pohon yang bisa
dimanfaatkan.
4. Memberikan informasi tentang ada tidaknya pergeseran atau perubahan
komposisi tegakan pada berbagai umur tebangan.
5. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pengelolaan hutan di PT Ratah
Timber Kalimantan Timur.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup identifikasi komposisi dan struktur


tegakan pada hutan alam primer dan hutan alam bekas tebangan pada berbagai
kelas umur tebangan di areal IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur.
Kelas umur tebangan yang diambil adalah kelas umur tebangan 1-5 tahun, 6-10
tahun, 11-15 tahun dan 16-20 tahun. Contoh yang diambil untuk mewakili masing-
masing kelas umur tebangan yaitu hutan alam bekas tebangan RKT 2015 untuk
kelas umur tebangan 1-5 tahun, hutan alam bekas tebangan RKT 2010 untuk
kelas umur tebangan 6-10 tahun, hutan alam bekas tebangan RKT 2005 untuk
kelas umur tebangan 11-15 tahun dan hutan alam bekas tebangan RKT 2000
untuk mewakili kelas umur tebangan 16-20 tahun.
3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat


Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan
April 2016 di areal kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber Provinsi Kalimantan
Timur.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan untuk pengambilan data lapangan meliputi GPS (Global
Positioning System) Garmin 76 csx, kompas, pita ukur, pita jahit, tali tambang
plastik, tallysheet dan alat tulis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak Miscrosoft office. Bahan yang digunakan adalah tegakan hutan
alam bekas tebangan tahun 2000, 2005, 2010, 2015 dan hutan alam primer di
areal kerja IUPHHK-HA PT Ratah Timber.

Prosedur Pengambilan Data


Jenis data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diambil langsung melalui pengukuran di lapangan yang terdiri atas jenis
pohon, diameter pohon (D) dan jumlah pohon (N). Data sekunder yang diambil
terdiri atas keadaan umum lokasi, luas wilayah, sejarah pengelolaan dan data-data
lain yang mendukung penelitian yang diperoleh dari arsip PT Ratah Timber.
2
0m

Gambar 1 Ukuran plot contoh


Pengumpulan data primer di lapangan dilakukan dengan membuat unit
contoh berupa plot sebanyak 5 plot. Plot tersebut berbentuk jalur berukuran 20
m x 500 m (lihat Gambar 1) dengan sub plot berukuran 20 m x 20 m sebanyak 25
petak. Penempatan plot di lapangan dilakukan dengan metode purposive sampling
di petak bekas tebangan tahun 2000, 2005, 2010, 2015 dan hutan alam primer.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data melalui pengukuran di
setiap plot contoh. Pengukuran dilakukan secara sensus di plot tersebut.
Pengukuran diameter pohon setinggi dada (Dbh) atau sekitar 1.3 m diatas
permukaan tanah dilakukan pada setiap plot contoh terhadap seluruh individu
pohon berdiameter > 10 cm. Apabila pohon tersebut berbanir maka pengukuran
diameter 20 cm di atas banir.
4

Prosedur Analisis Data

Model Struktur Tegakan


Penelitian ini menggunakan dua model famili sebaran yaitu model famili
sebaran lognormal dan model famili sebaran eksponesial negatif. Kedua model
sebaran tersebut termasuk dalam sebaran peubah acak kontinu. Bentuk struktur
tegakan hutan alam yang secara umum berbentuk "J" terbalik dapat dijelaskan
dengan sebaran peubah acak kontinu.
Famili sebaran lognormal terkadang dikatakan sebagai sebaran
antilognormal. Sebaran lognormal memiliki 2 parameter distribusi yaitu μ dan σ.
Parameter μ dikenal sebagai parameter skala dan σ sebagai parameter bentuk
(Prihanto 1987). Fungsi sebaran lognormal sebagai berikut (Harinaldi 2005) :
1
f (x;µ;σ)= σx exp[-(ln(x) -µ)/2σ2 )] ; x =dbh (cm)
√2π
Famili sebaran eksponensial negatif hanya memiliki satu parameter yang
disimbolkan θ atau λ (1/θ) . Fungsi sebaran eksponensial negatif masih termasuk
famili sebaran gamma dengan nilai α =1 dan β = θ (Prihanto 1987). Fungsi
sebaran eksponensial negatif sebagai berikut (Harinaldi 2005) :
f (x;λ)=λ exp(-λx) ;x=dbh (cm)
1. Pemeriksaan data
Pemeriksaan data dilakukan untuk melihat secara garis besar bentuk sebaran
diameter pohon pada berbagai kelas diameter. Data hasil pengukuran di setiap plot
dikumpulkan menjadi satu di masing-masing hutan alam bekas tebangan dan hutan
alam primer. Data dibuat histogram dengan sumbu x (absis) adalah kelas diameter
(D) dan sumbu y (ordinat) adalah kerapatan pohon per hektar pada masing-masing
kelas diameter. Lebar kelas diameter pohon yaitu 10 cm dimulai dari diameter
10 cm. Jumlah kelas diameter ditetapkan sebanyak 9 kelas yaitu mulai dari 10-19
cm, 20-29 cm,..., 90-99 cm. Jika terdapat data diameter yang ekstrim maka data
tersebut dapat dikategorikan sebagai pencilan dan tidak dimasukkan penyusunan
model.
2. Pendugaan Parameter
Penelitian ini mencobakan dua model fungsi sebaran yaitu model fungsi
sebaran Lognormal dan model fungsi sebaran Eksponesial Negatif. Pendugaan
parameter dilakukan dengan memasukkan runcode yang sesuai pada software
Microsoft Excel. Cara pendugaan nilai parameter pada setiap model sebaran
sebagai berikut :
Fungsi Sebaran Lognormal
Jika contoh acak x 1,x2,...,xn merupakan contoh acak berukuran n yang
diambil dari populasi yang menyebar lognormal, maka penduga parameter μ dan σ
(Prihanto 1987) : ̂=( 1⁄n) ∑ni=1 ln Xi
µ
σ̂ =[( 1⁄n ) ∑ni=1 ( ln Xi -µ2] (1⁄2)
Fungsi Sebaran Eksponensial Negatif
Jika x1,x2,...,xn adalah contoh acak berukuran n yang ditarik dari populasi
yang menyebar eksponensial negatif, maka penduga parameter λ (Prihanto l987) :
λ̂ =(n⁄∑ni=1 Xi)= 1⁄X
̅
5
7
3. Pendugaan Nilai Kemungkinan Maksimum
Nilai kemungkinan maksimum merupakan nilai peluang tertinggi terpilihnya
contoh acak x1, x2, ...,xn yang didasarkan pada sebaran peluang yang dicobakan.
Jika fungsi sebaran memiliki nilai kemungkinan maksimum (L) tertinggi atau dalam
bentuk nilai (-ln L) terendah maka data yang dicobakan memiliki kecenderungan
mengikuti sebaran tersebut. Rumus untuk menghitung nilai fungsi kemungkinan
maksimum tiap fungsi sebaran sebagai berikut :
Fungsi Sebaran Lognormal
Jika x1, x2 ,...,xn adalah contoh acak berukuran n yang ditarik dari populasi
yang menyebar lognormal, maka fungsi kemungkinan maksimum bagi
sekumpulan contoh acak (dalam bentuk ln L):
1
̂ )2
ln L =-n lnσ̂ √2π - ( ∑ni=1 ln Xi ) -[( 2 ) ∑ni=1 ( ln Xi-µ
2σ̂
Fungsi Sebaran Eksponential Negatif
Jika x1,x2,...,xn adalah contoh acak berukuran n yang ditarik dari populasi
yang menyebar eksponensial negatif, maka fungsi kemungkinan maksimum bagi
sekumpulan contoh acak (dalam bentuk ln L):
ln L =n ln λ̂ -λ̂ ∑ni=1 Xi
4. Penyusunan Tabel Peluang pada Berbagai Kelas Diameter
Penyusunan tabel peluang didasarkan pada nilai penduga parameter. Tabel
peluang menujukkan nilai peluang di tiap kelas diameter. Tabel peluang disusun
dengan memasukkan runcode di perangkat lunak Microsoft Excel. Tabel Peluang
yang sudah dibuat dapat dilihat di Lampiran 3. Persamaan penyusunan peluang:
b
P (a≤x≤b)= ∫a f(x) dx
5. Penerapan dan Pengujian Kesesuaian Model Famili Sebaran
Model sebaran diameter yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga
kerapatan tegakan melalui persamaan berikut (Harinaldi 2005) :
b
N(a,b)=P (a≤x≤b) (N)=( ∫a f(x)dx )(N)
Keterangan :
𝑁(𝑎,𝑏) = Kerapatan pohon dugaan pada selang diameter a sampai b
N = Kerapatan pohon total dari hasil pengamatan f(x)
f(x) = Fungsi kepekatan famili sebaran terpilih
a = Batas bawah kelas
b = Batas atas kelas
Uji kesesuaian model digunakan untuk mengetahui kesesuaian model
terhadap model sebaran diameter yang terbentuk. Uji yang digunakan adalah
uji khi-kuadrat. Khi-kuadrat dapat diperoleh melalui persamaan berikut (Walpole
2005) :
(Oi-Ei )2
X2hit = ∑ki=1 Ei
X2hit = Nilai uji khi-kuadrat hitung
Oi = Frekuensi aktual pada kelas diameter ke i
Ei = Frekuensi penduga pada kelas diameter ke i
k = Banyaknya kelas (i = 1,2,3,...,k)
6

Dengan kriteria uji :


H0 = Kerapatan aktual tidak berbeda nyata dengan kerapatan
dugaan (X2 hitung < X2 tabel)
H1 = Kerapatan aktual berbeda nyata dengan kerapatan dugaan (X2
hitung > X2 tabel)
6. Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan model didasarkan pada nilai kemungkinan maksimum dan uji
kesesuaian model. Model terbaik yang dipilih adalah model dengan nilai fungsi
kemungkinan maksimum (L) tertinggi dengan bentuk nilai –(ln L) terendah dan uji
kesesuaian model memiliki nilai X2 hitung < X2 tabel.

Komposisi Jenis Vegetasi


Gambaran tentang komposisi jenis pada tegakan yang menjadi objek
penelitian dilakukan perhitungan terhadap parameter yang meliputi Indeks nilai
penting, Indeks dominansi, Indeks keanekaragaman jenis, Indeks kemerataan jenis
dan Indeks kesamaan komunitas.
Indeks Nilai Penting (INP)
Nilai INP dihitung dengan menjumlahkan nilai kerapatan relatif (KR),
frekuensi relaif (FR) dan dominasi relatif (DR) (Soerianegara dan Indrawan 2002).
Indeks nilai penting diperoleh dari:
Jumlah ind suatu jenis dalam plot contoh
1. Kerapatan (K) = Luas plot contoh
Nilai kerapatan suatu jenis
2. Kerapatan relatif (KR) = x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah petak ditemukannya suatu jenis
3. Frekuensi (F) = Jumlah seluruh petak contoh
Nilai frekuensi suatu jenis
4. Frekuensi relatif (FR) = x 100%
Frekuensi seluruh jenis
Jumlah LBDs suatu jenis dalam plot contoh
5. Dominansi (D) =
Luasan plot contoh
Dominansi suatu jenis
6. Dominansi relatif (DR) = Dominasi seluruh jenis x100%
7. INP = KR + FR + DR
Indeks Dominansi
Nilai Indeks dominansi menggambarkan pola dominansi jenis dalam suatu
tegakan. Nilai Indeks yang tertinggi adalah 1, menunjukkan bahwa tegakan tersebut
dikuasai oleh satu jenis atau terpusat pada satu jenis. Jika beberapa jenis
mendominasi secara bersama-sama maka Indeks dominansi akan mendekati nol
atau rendah. Perhitungan Indeks dominansi jenis menggunakan rumus sebagai
berikut (Misra 1980):
2
C= ∑ni=1 ( ni⁄N )
Keterangan : ni = INP jenis i
N = total INP
C = Indeks Dominansi
Indeks Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Shanon Index
of General Diversity (Misra 1980):
H' =- ∑ni=1 [( ni⁄N) ln ( ni⁄N ) ]
7

Keterangan: H'= Shanon Index of General Diversity


ni = INP jenis ke i
N = Total INP semua jenis
Nilai H' <2.0 menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah, H' bernilai
2.0-3.0 menunjukkan keanekaragaman jenis yang sedang dan nilai H' ≥ 3.0
menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi (Maguran 1988).
Indeks Kekayaan Jenis
Indeks Kekayaan Jenis dihitung menggunakan rumus Margallef:
(S-1)
R= ln (N)
Keterangan: R = Indeks Kekayaan Jenis
S = Jumlah jenis yang ditemukan
N = Jumlah total individu
Terdapat tiga kriteria untuk nilai Indeks kekayaan jenis, yaitu besar R<3.5
menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah. R bernilai 3.5-5.0
menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang, dan nilai R>5.0 menunjukkan
kekayaan jenis yang tergolong tinggi (Maguran 1988).
Indeks Kemerataan Jenis
Rumus Indeks kemerataan jenis yang secara umum paling banyak
digunakan oleh para ekologis (Ludwig dan Reynold 1988):
H'
E= ln (S)
Keterangan: E = Indeks kemerataan jenis
H’= Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
Terdapat tiga kriteria untuk nilai Indeks kemerataan jenis, yaitu besaran E <
0.3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, E bernilai 0.3-0.6 menunjukkan
kemerataan jenis tergolong sedang, dan E > 0.6 menunjukkan kemerataan jenis
tergolong tinggi (Magurran 1988).
Indeks Kesamaan Komunitas
Koefisien kesamaan komunitas (IS) merupakan nilai yang digunakan untuk
mengetahui kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua komunitas
yang digunakan (Soerianegara dan Indrawan 2002). Perhitungan Indeks kesamaan
komunitas menggunakan rumus:
2W
S= A+B
Keterangan: S = Indeks kesamaan komunitas
A= Jumlah jenis pada komunitas a
B =Jumlah jenis pada komunitas b
W=Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah (≤) dari jenis-jenis
yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan
Besarnya Indeks kesamaan antar dua komunitas berkisar antara 0%
(komposisi jenis yang tidak sama) sama 100% (komposisi jenis yang sama).
Menurut Kusmana dan Istomo (2005), IS dikatakan berbeda sama sekali apabila
nilainya adalah 0% dan umumnya dua komunitas dianggap sama apabila
mempunyai IS ≥ 75%.
8

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Umum
Areal kerja PT Ratah Timber terletak di kelompok hutan Sungai Ratah,
Kabupaten Kutai, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak pada
114°55’ - 115°30’ BT dan 0°2’ LS - 0°15’ LU. Menurut pembagian wilayah
secara administratif pemerintahan termasuk dalam Kecamatan Long Hubung,
Kabupaten Mahakam Hulu, Provinsi Kalimantan Timur. Vegetasi hutan di areal
PT Ratah Timber didominasi antara lain keruing (Dipterocarpus spp), meranti
(Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp) dan kayu batu (Irvingia malayana).
Berdasarkan penafsiran citra tahun 2014 kondisi tutupan lahan areal IUPHHK-HA
PT Ratah Timber sebagian besar berupa hutan lahan kering primer seluas 6 768 ha
(7.2%), hutan lahan kering sekunder seluas 75 949 ha (81.3%), belukar tua seluas
2 927 ha (3.1%), belukar muda dan semak seluas 7 781 ha (8.3%) (PT Ratah
Timber 2014).

Kerapatan Tegakan
Kerapatan tegakan adalah jumlah individu pohon per satuan luas. Kerapatan
tegakan akan berpengaruh terhadap kondisi struktur tegakan hutan. Struktur
tegakan yang normal akan berbentuk “J” terbalik jika digambarkan dalam bentuk
kurva. Hal tersebut berarti bahwa jumlah pohon dalam kelas diameter akan
mengalami penurunan untuk kelas diameter yang lebih besar (Meyer et al. 1961).
Hutan alam merupakan hutan tidak seumur memiliki pola penyebaran jenis
serta kelas diameter yang khas, yaitu penyebarannya didominasi oleh pohon dengan
kelas diameter kecil dan umur muda (Osmaston 1968). Jumlah pohon dan struktur
tegakan dapat menggambarkan tingkat ketersediaan tegakan pada setiap tingkat
pertumbuhan. Kerapatan tegakan di setiap petak baik kerapatan tegakan seluruh
jenis maupun kelompok Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kerapatan tegakan di setiap plot contoh


Kerapatan (individu/ha)
Kelompok
RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015 Hutan Primer
Seluruh jenis 200 227 277 206 410
Dipterocarpaceae 100 88 210 75 202
Ket : untuk diameter ≥ 10 cm

Kerapatan tegakan pada hutan primer lebih tinggi dibandingkan dengan


kerapatan tegakan RKT 2000, 2005, 2010 dan 2015. Hutan primer memiliki
kerapatan sebesar 410 individu/ha, sedangkan RKT 2000, 2005, 2010 dan 2015
secara berturut-turut yaitu 200 individu/ha, 227 individu/ha, 277 individu/ha dan
206 individu/ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jangka waktu 1 tahun, 6 tahun,
11 tahun dan 16 tahun pasca penebangan belum dapat mengembalikan tegakan
hutan sekunder kepada kondisi mendekati semula. Perbedaan banyaknya individu
per hektar dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kerapatan tegakan sebelum
ditebang, intensitas penebangan dan dinamika pertumbuhan tegakan selama periode
setelah penebangan hingga pengukuran.
9

200

Kerapatan Tegakan (Ind/Ha)


RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015 Hutan Primer

150

100

50

0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Diameter (Cm)
Gambar 2 Kerapatan pohon setiap kelas diameter kelompok seluruh jenis

Kerapatan tegakan setiap kelas diameter kelompok seluruh jenis paling


banyak terdapat adalah kelas diameter 10-19 cm. Kerapatan tegakan yang paling
rendah terdapat pada kelas diameter 90-99 cm. Hal ini dikarenakan adanya
persaingan antar individu dari suatu jenis atau berbagai jenis yang mengakibatkan
individu yang tidak dapat bertahan pertumbuhannya akan terhambat bahkan mati.
Persaingan tersebut diantaranya persaingan dalam pemenuhan kebutuhan seperti
hara mineral tanah, air, cahaya dan air (Soerianegara dan Indrawan 2002).
Banyaknya jumlah pohon untuk setiap kelas diameter masing-masing RKT dapat
dilihat pada Lampiran 2.
200
Kerpatan Tegakan (Ind/Ha)

180 RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015 Hutan Primer
160
140
120
100
80
60
40
20
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Diameter (Cm)
Gambar 3 Kerapatan pohon setiap kelas diameter kelompok Dipterocarpaceae

Kerapatan tegakan setiap kelas diameter kelompok Dipterocarpaceae paling


tinggi terdapat pada kelas diameter 10-19 cm. Keadaan ini sama halnya dengan
kerapatan tegakan kelompok seluruh jenis dimana kerapatan tegakan yang paling
rendah terdapat pada kelas diameter 90-99 cm. Hutan alam bekas tebangan RKT
2015 memiliki kerapatan tegakan kelompok Dipterocarpaceae paling sedikit karena
dampak kegiatan pemanenan baru berjalan 1 tahun dan kegiatan penebangan
sebagian besar menebang jenis-jenis Dipterocapaceae sebagai hasil kayu utama.
Banyaknya jumlah pohon untuk setiap kelas diameter masing-masing RKT dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Secara umum berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 kerapatan tegakan pada
berbagai kelas diameter menunjukkan penurunan jumlah pohon seiring dengan
kenaikan kelas diameter. Hal ini sesuai dengan struktur tegakan hutan alam yang
berbentuk kurva “J” terbalik. Fenomena struktur tegakan yang berbentuk “J”
terbalik dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya individu pohon yang
tumbuh pada masa awal cukup banyak, semakin bertambahnya waktu individu-
10

individu tersebut mengalami pertumbuhan yang membutuhkan banyak energi


sehingga terjadi persaingan. Persaingan tersebut terus berlanjut dan terjadi proses
seleksi alam, kematian bagi yang tidak dapat bertahan. Secara alami persaingan ini
selalu mengakibatkan terjadi pengurangan jumlah individu yang bertahan hidup
pada setiap tingkat kelas diameter.
Struktur tegakan yang lebih tua pada kondisi normal biasanya berada di atas
struktur tegakan yang lebih muda (Ermayani 2000). Namun pada tegakan hutan
yang dijadikan petak contoh penelitian tidak terjadi hal yang demikian. Tidak
tampak adanya pertumbuhan secara sistematis dari berbagai kondisi penebangan.
Sebagai contoh, struktur tegakan RKT 2000 dan 2005 pada setiap kelompok
seharusnya berada paling atas setelah struktur tegakan hutan primer daripada
struktur tegakan RKT 2010 karena petak tebang tersebut lebih tua. Namun pada
kenyataannya kurva struktur tegakan RKT 2000 dan 2005 untuk kelompok
Dipterocarpaceae dan seluruh jenis berada pada struktur yang lebih bawah daripada
blok tebangan RKT 2010. Hal ini diduga karena pada setiap tegakan yang dijadikan
petak contoh memiliki kondisi awal yang berbeda oleh karena itu kondisi tegakan-
tegakan tersebut tidak dapat dianggap sama.

Pendugaan Parameter Model dan Fungsi Kemungkinan Maksimum


Parameter adalah bilangan/angka yang menggambarkan karakteristik suatu
populasi. Pendugaan parameter dari suatu fungsi peluang famili sebaran diperlukan
dalam pendugaan struktur tegakan. Nilai penduga parameter di setiap model dapat
dilihat pada Tabel 2. Pendugaan parameter pada Tabel 2 digunakan untuk
mendapatkan nilai kemungkinan maksimum dari kedua model. Model yang
digunakan adalah model dari famili sebaran eksponensial negatif dan lognormal.

Tabel 2 Nilai penduga parameter pada setiap model


Nilai Penduga Parameter
Blok Tahun
Kelompok Eksponensial negatif Lognormal
Tebangan
λ μ σ
RKT 2000 0.0399 3.0336 0.6003
RKT 2005 0.0392 3.0392 0.5299
Seluruh Jenis RKT 2010 0.0455 2.9166 0.5357
RKT 2015 0.0431 2.9678 0.5735
Hutan Primer 0.0383 3.1150 0.5458
RKT 2000 0.0347 3.1725 0.6175
RKT 2005 0.0354 3.1964 0.5488
Dipterocarpaceae RKT 2010 0.0373 3.0817 0.6027
RKT 2015 0.0339 3.1721 0.6586
Hutan Primer 0.0371 3.1358 0.5646

Metode yang digunakan dalam pemilihan model adalah metode kemungkinan


maksimum. Metode kemungkinan maksimum adalah salah satu cara yang lazim
digunakan dalam pendugaan titik parameter suatu famili sebaran. Besarnya nilai
dugaan dapat diperoleh melalui penduga titik parameter (θ) yang dapat
menyebabkan nilai fungsi kemungkinan maksimum (L) menjadi maksimum, untuk
penduga titik parameter (θ) yang tidak diketahui dan berasal dari suatu famili
sebaran. Pada dasarnya fungsi kemungkinan maksimum adalah memilih penduga
titik yang dapat menyebabkan peluang untuk memperoleh sampel yang diteliti
11

menjadi maksimum (Nasoetion dan Rambe 1984). Nilai kemungkinan maksimum


di setiap model dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3 Nilai kemungkinan maksimum pada setiap model -ln L


Blok Tahun Nilai Kemungkinan Maksimum
Kelompok
Tebangan Eksponensial negatif Lognormal
RKT 2000 844.5 450.9
RKT 2005 962.4 455.9
Seluruh Jenis RKT 2010 1133.7 516.5
RKT 2015 854.6 430.9
Hutan Primer 1748.0 860.0
RKT 2000 436.2 246.4
RKT 2005 382.1 193.0
Dipterocarpaceae RKT 2010 515.5 281.1
RKT 2015 329.7 200.6
Hutan Primer 867.5 445.1

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pada berbagai tahun tebang model


famili sebaran Lognormal memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan
model famili sebaran eksponensial negatif. Namun dalam penyajian tabel nilai yang
digunakan adalah -ln L, sehingga penilaian untuk menentukan model terpilih
menjadi terbalik. Model terpilih dari kedua famili sebaran model adalah model yang
memiliki nilai kemungkinan maksimum yang ditunjukan oleh nilai -ln L terendah.
Famili sebaran Lognormal yang pada setiap petak contoh memiliki nilai rendah
menjadi nilai yang tinggi sedangkan famili sebaran Eksponensial negatif yang
memiliki nilai tinggi sebenarnya memiliki nilai rendah.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dikatakan bahwa famili sebaran lognormal terpilih
sebagai model terbaik yang dianggap dapat menerangkan struktur tegakan lebih
tepat. Famili sebaran lognormal merupakan famili sebaran yang konsisten pada
kelompok seluruh jenis dan kelompok Dipterocarpaceae (Ermayani 2000).

Penerapan Model Famili Sebaran


Model terpilih dari kedua famili sebaran model adalah famili sebaran
lognormal yang kemudian dilakukan uji penerapan model famili sebaran untuk
mengetahui penerimaan suatu model terhadap model-model yang diujikan. Pada
tahap penerapan model famili sebaran tersebut akan didapatkan nilai kerapatan
dugaan pohon pada setiap kelas diameter berdasarkan model yang dicobakan. Nilai
kerapatan dugaan yang didapatkan selanjutnya dibandingkan dengan nilai
kerapatan aktual yang disajikan dalam bentuk diagram batang sehingga akan
terlihat model mana yang mendekati keadaan aktual. Perbandingan antara nilai
dugaan kerapatan tegakan berdasarkan model famili sebaran lognormal dan
eksponensial negatif serta kerapatan aktualnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan
Gambar 5. Nilai dugaan kerapatan tegakan setiap model ditentukan oleh nilai
dugaan peluang yang disajikan pada Lampiran 3.
12

200
Kerapatan (ind/ha)
Aktual Exp Negatif Lognormal
150

100

50

0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(a)
Kerapatan (ind/ha)

200 Aktual Exp Negatif Lognormal


150
100
50
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(b)
Kerapatan (ind/ha)

200
Aktual Exp Negatif Lognormal
150
100
50
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(c)
200
Kerapatan (ind/ha)

Aktual Exp Negatif Lognormal


150
100
50
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(d)
200
Kerapatan (ind/ha)

Aktual Exp Negatif Lognormal


150
100
50
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(e)
Gambar 4 Kerapatan aktual dan dugaan pada seluruh kelompok jenis: (a) RKT 2000,
(b) RKT 2005, (c) RKT 2010, (d) RKT 2015, (e) hutan primer
13

100

Kerapatan (ind/ha)
Aktual Exp Negatif Lognormal
80
60
40
20
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(a)
Kerapatan (ind/ha)

100 Aktual Exp Negatif Lognormal


80
60
40
20
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(b)
Kerapatan (ind/ha)

100 Aktual Exp Negatif Lognormal


80
60
40
20
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Keas Diameter (cm)
(c)
Kerapatan (ind/ha)

100 Aktual Exp Negatif Lognormal


80
60
40
20
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(d)
Kerapatan (ind/ha)

100 Aktual Exp Negatif Lognormal


80
60
40
20
0
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
Kelas Diameter (cm)
(e)
Gambar 5 Kerapatan aktual dan dugaan pada kelompok Dipterocarpaceae: (a) RKT
2000, (b) RKT 2005, (c) RKT 2010, (d) RKT 2015, (e) hutan primer
14

Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 model famili sebaran lognormal pada


kondisi berbagai tahun tebangan dan kondisi hutan primer memiliki kerapatan lebih
mendekati kerapatan aktual dibandingkan dengan kerapatan dugaan model famili
sebaran eksponensial negatif. Kerapatan tegakan di setiap hutan bekas tebangan dan
hutan alam primer baik di kelompok seluruh jenis maupun kelompok
Dipterocarpaceae memiliki kecenderungan membentuk sebaran lognormal.

Uji kesesuaian model


Uji kesesuaian model digunakan untuk mengetahui tingkat penerimaan suatu
model terhadap data. Uji yang digunakan adalah uji khi-kuadrat. Uji khi-kuadrat
dapat digunakan untuk mengetahui apakah distribusi dari hasil-hasil yang teramati
pada suatu percobaan terhadap sampel mendukung suatu distribusi yang telah
dihipotesiskan pada populasi (Harinaldi 2005). Uji kesesuaian model menggunakan
tingkat kepercayaan 95% atau derajat bebas 0.05. Hasil Perhitungan uji kesesuaian
model dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji kesesuaian model


X2 Hitung
Blok Tahun
Seluruh Jenis Dipterocarpaceae X2 Tabel
Tebangan
Lognormal Exp Negatif Lognormal Exp Negatif
RKT 2000 47.85 94.37 29.98 46.52
RKT 2005 15.46* 89.94 9.26* 33.83
RKT 2010 85.82 231.29 33.66 67.15 15.51
RKT 2015 28.769 92.534 21.83 35.86
Hutan primer 31.58 132.31 18.60 63.39
*tidak berbeda nyata (X2 hitung < X2 tabel)

Tabel 4 menunjukkan bahwa model lognormal dan eksponensial negatif pada


seluruh kelompok dan blok tebangan memliki nilai X2 hitung ≥ X2 tabel yang
artinya bahwa kerapatan aktual seluruh kelompok jenis berbeda nyata dengan
kerapatan dugaan pada tingkat kepercayaan 95% atau tolak H0. Namun terdapat dua
nilai X2 hitung ≤ X2 tabel yaitu pada model lognormal kelompok Dipterocarpaceae
dan kelompok seluruh jenis RKT 2005 artinya bahwa kerapatan aktual seluruh
kelompok jenis tidak berbeda nyata dengan kerapatan dugaan pada tingkat
kepercayaan 95% atau terima H0. Nilai X2 hitung yang tinggi disebabkan penurunan
jumlah pohon seiring dengan bertambahnya kelas diameter terjadi secara tidak
teratur. Terjadi fluktuasi kerapatan tegakan dalam membentuk kurva J terbalik. Hal
tersebut mempengaruhi nilai X2 hitung.

Model Famili Sebaran Terbaik


Pemilihan famili sebaran terbaik berdasarkan nilai kemungkinan
maksimum dan uji kesesuaian model. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka
model lognormal merupakan model terbaik dari dua model yang dicobakan baik
pada kelompok seluruh jenis maupun kelompok Dipterocarpaceae di seluruh strata.
Namun, model terbaik tersebut memiliki nilai X2 hitung > X2 tabel artinya bahwa
model tersebut tidak akurat digunakan untuk dapat menggambarkan kondisi
struktur tegakan di IUPHHK-HA PT Ratah Timber.
15

Komposisi Jenis Pohon


Komposisi jenis adalah susunan vegetasi dari setiap tingkatan pertumbuhan
mulai terkecil atau dapat juga dikatakan sebagai kekayaan floristic pada lingkungan
tertentu (Mueller dan Ellenberg 1974). Komposisi jenis dapat digunakan untuk
mengetahui proses suksesi yang sedang berlangsung pada suatu komunitas yang
telah terganggu. Sehingga jika komposisinya sudah mendekati kondisi awal, dapat
dikatakan bahwa komunitas tersebut telah mendekati pulih (Akhiarni Y 2008).
Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada blok tebangan tahun 2000, 2005
2010, 2015 dan hutan primer di areal PT Ratah Timber diperoleh komposisi jenis
yang berbeda-beda untuk tiap tingkat pertumbuhannya, yaitu berkisar antara 22
sampai dengan 34 jenis. Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah jenis yang ditemukan pada setiap plot contoh


Blok Tahun Tebangan Jumlah jenis
RKT 2000 29
RKT 2005 25
RKT 2010 34
RKT 2015 27
Hutan Primer 22

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa jumlah jenis terbanyak pada


lima plot pengamatan terdapat pada RKT 2010 yaitu 34 jenis. Komposisi jenis
terendah terdapat pada hutan primer, yaitu 22 jenis. Rendahnya jumlah jenis pada
areal hutan primer disebabkan vegetasi hutan primer yang tua telah tumbuh klimaks
sehingga hanya jenis-jenis pohon tertentu yang dapat tumbuh dan bertahan hidup.
Komposisi jenis pohon pada suatu areal hutan dapat diketahui dengan
melakukan perhitungan terhadap beberapa parameter yang meliputi Indeks Nilai
Penting, Indeks Dominansi, Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Kekayaan Jenis,
Indeks Kemerataan Jenis dan Indeks Kesamaan Komunitas. Hasil perhitungan
analisis vegetasi pada setiap plot contoh dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Suatu jenis akan dominan dalam komunitas apabila jenis tersebut berhasil
memanfaatkan sebagian sumberdaya yang ada dibandingkan jenis-jenis lainnya.
Besarnya nilai INP tergantung dari kerapatan, frekuensi dan dominansinya. Nilai
INP yang semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi penguasaannya pada suatu
komunitas tempat spesies tersebut tumbuh artinya jenis dengan INP tinggi adalah
jenis yang cocok untuk tumbuh dengan kondisi lingkungan areal tersebut.
Berdasarkan tabel 6 pada plot pengamatan ditemukan beberapa jenis pohon yang
dominan. Jenis dominan pada RKT 2005, 2015 dan hutan primer adalah Medang.
Jenis dominan di RKT 2010 adalah Meranti merah dan jenis yang mendominasi di
RKT 2000 adalah Keruing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis yang
mendominasi pada keseluruhan plot contoh didominasi oleh jenis-jenis kelompok
Dipterocarpaceae atau kelompok komersil sehingga dilihat dari aspek produksi
bahwa kelestarian pengusahaan hutan masih akan terus berlanjut.
16

Tabel 6 Hasil analisis vegetasi pada setiap plot contoh


Blok Tahun
Jenis INP C H’ R E
Tebangan
Keruing (Dipterocarpus spp.) 39.52
Meranti Putih (Shorea stenoptera Burck) 36.59
RKT 2000 Bengkirai (Hopea mengerawan) 28.06 0.07 2.87 5.28 0.85
Medang (Litsea maxima) 25.85
Pasang (Lithocarpus elegans Bl) 20.55
Medang (Litsea maxima) 42.08
Keruing (Dipterocarpus spp.) 38.14
RKT 2005 Kayu Hitam (Diospyros sp) 32.78 0.08 2.78 4.42 0.86
Meranti Putih (Shorea stenoptera Burck) 31.16
Kayu Manis (Cinnamomum spp.) 21.56
Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) 43.33
Melahaq (Knema Latifolia) 29.63
RKT 2010 Kapur (Dryobalanops beccarii) 27.48 0.05 3.11 5.86 0.88
Meranti Putih (Shorea stenoptera Burck) 21.99
Medang (Litsea maxima) 21.07
Medang (Litsea maxima) 34.86
Meranti Putih (Shorea stenoptera Burck) 34.24
RKT 2015 Ubar (Shorea pauciflora King) 24.81 0.07 2.86 4.87 0.87
Tengkawang (Shorea palembanica) 23.14
Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) 21.85
Medang (Litsea maxima) 54.47
Tempudau (Dipterocarpus spp.) 30.52
Hutan
Meranti merah (Shorea leprosula Miq) 24.89 0.08 2.69 3.49 0.87
Primer
Ubar (Shorea pauciflora King) 21.14
Meranti putih (Shorea stenoptera Burck) 19.76

Tabel 7 Nilai Indeks kesamaan komunitas (IS)


Blok tahun tebangan yang dibandingkan Indeks Kesamaan (%) Kategori
2000 – 2005 96 Sama
2000 – 2010 83 Sama
2000 – 2015 93 Sama
2000 – VF 86 Sama
2005 – 2010 88 Sama
2005 – 2015 100 Sama
2005 – VF 94 Sama
2010 - 2015 89 Sama
2010 – VF 79 Sama
2015 – VF 90 Sama

Indeks dominansi (C) bermanfaat untuk menggambarkan pola dominasi jenis


dalam tegakan. Nilai dominasi semakin mendekati nilai satu berarti dominasi pada
komunitas tersebut relatif dipusatkan pada sedikit atau satu jenis saja, apabila
dominasi semakin mendekati nol maka dominasi pada komunitas tersebut tersebar
merata. Berdasarkan nilai C pada tabel 6 diketahui bahwa secara keseluruhan pada
setiap blok tebangan memiliki nilai C yang mendekati nilai 0 yang artinya dominasi
pada setiap blok tebangan tersebar merata atau tidak ada jenis yang dominan. Hal
17

tersebut sesuai dengan nilai Indeks kemerataan yang secara secara keseluruhan
kemerataan di setiap plot pengamatan tergolong tinggi dengan E >0.6 (Tabel 6)
yang artinya komposisi penyebaran jenis pada berbagai kondisi hutan sangat
merata. Besarnya nilai Indeks Kemerataan (E) pada masing-masing lokasi
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.
Indeks Kemerataan Jenis (E)

0.89
0.88
0.87
0.86
0.85
0.84
0.83
Hutan Primer RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015
Blok tahun tebangan

Gambar 6 Indeks kemerataan jenis pada setiap plot contoh

Indeks Kekayaan Margalef (R) adalah Indeks yang menunjukkan kekayaan


jenis suatu komunitas. Besarnya nilai R dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan
jumlah individu dari vegetasi yang ada pada areal tersebut (Nevada FT 2007).
Vegetasi di setiap RKT memiliki kekayaan jenis yang beragam. Besarnya nilai R
untuk masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 7. Pada RKT
2000 dan 2010 memiliki kekayaan jenis yang tinggi, hal ini ditunjukan dengan
tingginya nilai R diatas 5. Pada RKT 2005 dan 2015 memiliki kekayaan jenis yang
tergolong sedang, hal ini ditunjukkan oleh nilai R diantara 3.5-5. Pada hutan primer
memiliki kekayaan jenis yang tergolong rendah, hal ini ditunjukan dengan nilai R
di bawah 3.5. Rendahnya nilai R pada areal hutan primer disebabkan karena hutan
primer memiliki jumlah jenis yang paling sedikit.
Indeks Kekayaan Jenis

8
6
(R)

4
2
0
Hutan Primer RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015
Blok tahun tebangan

Gambar 7 Indeks kekayaan jenis pada setiap plot contoh

Indeks keanekaragaman jenis (H’) merupakan parameter untuk


membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari gangguan biotik atau
mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan. Ludwig dan Reynolds (1988)
mengatakan bahwa keanekaragaman jenis tersusun atas dua buah komponen.
Komponen pertama adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas, yang disebut
18

sebagai species richness (kekayaan spesies), dengan komponen kedua adalah


species evenness (kemerataan jenis). Deshmukh (1992) menjelaskan bahwa
keanekaragaman jenis lebih besar bila kemerataannya lebih besar, yaitu jika
populasi-populasi yang ada satu sama lain adalah merata dalam kelimpahannya,
bukan beberapa populasi sangat banyak sedangkan populasi lainya sedikit.
Tingkat keanekaragaman jenis dapat diketahui dengan melihat besarnya nilai
indeks keanekaragaman jenis (H’). Nilai indeks keanekaragaman jenis yang
semakin tinggi menunjukkan semakin tinggi tingkat keanekaragaman jenisnya.
Setiap vegetasi di masing-masing blok tebangan memiliki keanekaragaman yang
tergolong sedang dengan nilai H’ diantara 2-3. Tetapi terdapat perbedaan pada RKT
2010 yang memiliki keanekaragaman tinggi dengan nilai H’ diatas 3. Besarnya nilai
H’ pada masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8.
3.2
Indeks Keanekaraaman

3.1
3
Jenis (H')

2.9
2.8
2.7
2.6
2.5
2.4
Hutan Primer RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015
Blok tahun tebangan

Gambar 8 Indeks keanekaragaman jenis pada setiap plot contoh

Indeks Kesamaan Komunitas (IS) digunakan untuk mengetahui kesamaan


relatif komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan pada masing-masing
tingkat pertumbuhan. Komunitas yang dibandingkan adalah berdasarkan tingkat
vegetasi pada tiap kondisi hutan.
Berdasarkan Tabel 7 nilai (IS) yang paling rendah terdapat pada perbandingan
antara RKT 2010 dan Hutan Primer memiliki nilai 79% sedangkan nilai Indeks
Kesamaan Komunitas yang paling tinggi terdapat pada perbandingan antara RKT
2005 dan 2015 sebesar 100%. Besarnya Indeks kesamaan antar dua komunitas (IS)
berkisar dari 0% untuk petak contoh yang mempunyai komposisi jenis yang tidak
sama dan 100% untuk petak contoh yang mempunyai komposisi jenis yang sama.
Menurut Kusmana dan Istomo (2005) IS dikatakan berbeda sama sekali apabila
nilainya adalah 0% dan umumnya dua komunitas dianggap sama apabila
mempunyai IS ≥75%. Relatif besarnya nilai IS disebabkan adanya kesamaan
komposisi dan struktur baik jenis maupun jumlah individu antara dua komunitas
yang dibandingkan. Secara keseluruhan, komunitas yang dibandingkan relatif sama
karena memiliki nilai IS ≥ 75%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
pemanenan hutan secara signifikan tidak merubah komposisi jenis tegakan.
19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Model terbaik antara model lognormal dan model eksponensial negatif yang
diujikan dalam menggambarkan struktur tegakan kelompok jenis Dipterocarpaceae
dan kelompok seluruh jenis adalah model famili sebaran lognormal. Namun model
terbaik tersebut memiliki nilai X2 hitung ≥ X2 tabel yang artinya bahwa kerapatan
aktual seluruh kelompok jenis berbeda nyata dengan kerapatan dugaan pada tingkat
kepercayaan 95% atau tolak H0 sehingga model tersebut tidak akurat digunakan
untuk dapat menggambarkan kondisi struktur tegakan di IUPHHK-HA PT Ratah
Timber.
Jumlah jenis terbanyak pada lima kondisi hutan terdapat pada RKT 2010.
Pada setiap blok tebangan tidak ditemukan jenis yang mendominasi hal tersebut
selaras dengan nilai indeks kemerataan jenis yang tinggi. Kekayaan jenis dan
keanekaragaman jenis tertinggi berada pada RKT 2010. Kesamaan komunitas pada
berbagai kondisi hutan yang dibandingkan relatif sama. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kegiatan pemanenan hutan secara signifikan tidak merubah komposisi jenis
tegakan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model struktur


tegakan lain untuk dapat menggambarkan kondisi struktur tegakan yang lebih
sesuai dengan keadaan hutan di IUPHHK-HA PT Ratah Timber.
20

DAFTAR PUSTAKA

Akhiarni Y. 2008. Komposisi dan struktur tegakan vegetasi hutan Loa bekas
kebakaran 1997/1998 serta pertumbuhan anakan meranti (Shorea spp.) pada
areal PMUMHM di IUPHHK PT Itchi Kartika Utama Kalimantan Timur
[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi kayu bulat perusahaan Hak Pengusahaan
Hutan (HPH) menurut provinsi (m3), 2003-2015. [diunduh tgl 23 Februari].
Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/863.
Ermayani E. 2000. Studi model struktur tegakan dan prospek pertumbuhan hutan
alam bekas tebangan (studi kasus di RPR PT. Dwimajaya Utama Provinsi
Kalimantan tengah) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Kusmana C, Istomo. 2005. Penuntun Praktikum Ekologi Hutan. Bogor(ID):
Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Ludwig JA and J F Reynolds. 1988. Statistical Ecology a Primer on Methods and
Computing. New York(US): John Willey & Sons, Inc.
Magurran, A.E., 1988. Ecological Diversity and Its Measurenment. London(UK):
Croom Helm Ltd.
Meyer HA, B Recnagel, DD Stevenson, and Bartoo. 1961. Forest Management.
New York(US): The Ronald Press Company.
Misra KC. 1980. Manual of Plant Ecology. Second Edition. New Delhi(IN):
Oxford and IBR Publishing Co.
Mueller DD and H Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetasion Ecology. New
York(US): Jhon Willey & Sons, Inc.
Nasoetion AH, Rambe E 1984. Teori Statistika. Edisi kedua. Jakarta(ID): Bhatara
Nevada FT. 2007. Komposisi dan struktur tegakan pada areal bekas tebangan
tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi kasus di IUPKHH PT
Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat) [skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor
Osmaston, F.C. 1968. The Management of Forests. New York(US): Gafner Publ.
Prihanto B. 1987. Studi model struktur tegakan hutan tanaman jati (Tectona
grandis L.f) di KPR Randublatung Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
PT Ratah Timber. 2014. Dokumen Revisi RKUPHHK-HA PT Ratah Timber
2011/2020. Samarinda(ID): PT Ratah Timber.
Harinaldi. 2005. Prinsip - Prinsip Statistik untuk Sains dan Teknik. Jakarta(ID):
Erlangga.
Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor(ID):
Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. [diunduh tgl 3
Januari]. Tersedia pada: http://www.peraturan.go.id/uu/nomor/-41-1999.html.
Walpole RE. 2005. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta(ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
21

Lampiran 1 Daftar nama jenis

Nama Lokal Nama Latin Famili


Banggeris Koompassia excelsa Caesalpiniaceae
Bangkirai* Hopea mengerawan Dipterocarpaceae
Banitan Mezzettia platicarpa Annonaceae
Bayur Pterospermum sp. Sterculiaceae
Bengkal Nauclea orientalis Rubiaceae
Benuang Octomeles sumatrana Sonneratiaceae
Bintangur Calophyllum inopylum Calophyllaceae
Bunyau* Dialium Silvestre Dipterocarpaceae
Cempaka Michelia spp Magnoliaceae
Gerunggang Cratoxylon arborescens BI Flacourtiaceae
Ihau Hutan Dimocarpus longan Sapindaceae
Jabon Anthocephalus chinensis Rubiaceae
Jelutung Dyera costulata Apocynaceae
Jeungjing Paraserianthes falcataria (L) Nielsen Syn. Fabaceae
Kapur* Dryobalanops beccarii Dipterocarpaceae
Karet Hevea brasiliensis Euphorbiaceae
Kayu Gading Koilodepas bantamensis Euphorbiaceae
Kayu Hitam Diospyros sp Ebenaceae
Kayu Manis Cinnamomum spp. Lauraceae
Kayu Sendok Endospermum spp. Euphorbiaceae
Kempas Koompassia malaccensis Caesalpiniaceae
Kenari Canarium spp Burseraceae
Keranji Dialium indum Fabaceae
Keruing* Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae
Kulim Scorodocarpus borneensis Becc Olacaceae
Kumpang Myristica iners Myristicaceaea
Mahang Macaranga hypoleuca Euphorbiaceae
Manggis Hutan Garcinia mangostana Cluciaceae
Medang Litsea maxima Lauraceae
Melahaq Knema Latifolia Myristicaceae
Mendarahan Myristica crassijolia Rook f. et Th Myristicaceae
Meranti Batu* Shorea seminis Dipterocarpaceae
Meranti Kuning* Shorea acuminatisima Dipterocarpaceae
Kuning*Merah*
Meranti Shorea leprosula Miq Dipterocarpaceae
Meranti Putih* Shorea stenoptera Burck Dipterocarpaceae
Nyatoh Palaquium jerox R.J.L Sapotaceae
Nyawai Ficus variegate Moraceae
Pasang Lithocarpus elegans Bl Fagaceae
Penjalin Celtis wightii Cannabaceae
Perupuk Lophopetalum spp Celastraceae
Puwan Artocarpus anisophyllus Moraceae
Rengas Gluta renghas Anacardiaceae
Resak* Vatica resak Dipterocarpaceae
Sempetir Dracontomelum mangijerum Anacardiaceae
22

Lampiran 1 (Lanjutan)

Simpur Dillenia excelsa Dilleniaceae


Singkuwang Dracontomelon mangiferum Anacardiaceae
Tanam Haloq Unidentified Unidentified
Tempudau* Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae
Tengkawang* Shorea palembanica Dipterocarpaceae
Terantang Campnosperma spp Anacardiaceae
Terap Artocarpus tigidus Moraceae
Ubar* Shorea pauciflora King Dipterocarpaceae
Ulin Eusideroxylon zwageri T.et B Lauraceae
*
Kelompok Dipterocarpeceae
23

Lampiran 2 Kerapatan tegakan per kelas diameter

Kelompok seluruh jenis


Kerapatan (Ind/ha)
Diameter
RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015 Hutan Primer
10-19 99 95 187 106 181
20-29 36 55 35 39 93
30-39 18 49 24 27 57
40-49 31 11 13 24 42
50-59 6 11 5 7 23
60-69 5 4 8 0 11
70-79 5 2 3 2 1
80-89 0 0 2 1 1
90-99 0 0 0 0 1

Kelompok Dipterocarpaceae
Kerapatan (Ind/ha)
Diameter
RKT 2000 RKT 2005 RKT 2010 RKT 2015 Hutan Primer
10-19 36 32 67 29 87
20-29 25 19 18 11 47
30-39 8 22 13 11 30
40-49 20 5 8 16 14
50-59 2 6 3 5 13
60-69 4 3 6 0 9
70-79 5 1 3 2 1
80-89 0 0 2 1 1
90-99 0 0 0 0 0
24

Lampiran 3 Nilai peluang setiap model pada masing-masing blok tahun tebangan

RKT 2000
P Seluruh jenis P Dipterocarpaceae
Selang Kelas (cm)
EXP LOGN EXP LOGN
10-19 0.225 0.362 0.211 0.304
20-29 0.151 0.262 0.149 0.263
30-39 0.101 0.137 0.105 0.158
40-49 0.068 0.068 0.074 0.089
50-59 0.046 0.034 0.053 0.049
60-69 0.031 0.018 0.037 0.028
70-79 0.021 0.009 0.026 0.016
80-89 0.014 0.005 0.019 0.010
90-99 0.009 0.003 0.013 0.006

RKT 2005
P Seluruh jenis P Dipterocarpaceae
Selang Kelas (cm)
EXP LOGN EXP LOGN
10-19 0.223 0.349 0.211 0.304
20-29 0.151 0.301 0.149 0.263
30-39 0.102 0.157 0.105 0.158
40-49 0.069 0.073 0.074 0.089
50-59 0.047 0.034 0.053 0.049
60-69 0.032 0.016 0.037 0.028
70-79 0.021 0.008 0.026 0.016
80-89 0.014 0.004 0.019 0.010
90-99 0.010 0.002 0.013 0.006

RKT 2010
P Seluruh jenis P Dipterocarpaceae
Selang Kelas (cm)
EXP LOGN EXP LOGN
10-19 0.237 0.433 0.219 0.343
20-29 0.151 0.269 0.150 0.265
30-39 0.095 0.113 0.104 0.146
40-49 0.061 0.045 0.071 0.075
50-59 0.038 0.018 0.049 0.039
60-69 0.024 0.008 0.034 0.021
70-79 0.015 0.003 0.023 0.011
80-89 0.010 0.002 0.016 0.006
90-99 0.006 0.001 0.011 0.004
25

Lampiran 3 (Lanjutan)

RKT 2015
P Seluruh jenis P Dipterocarpaceae
Selang Kelas (cm)
EXP LOGN EXP LOGN
10-19 0.233 0.396 0.208 0.299
20-29 0.151 0.264 0.148 0.247
30-39 0.098 0.125 0.106 0.152
40-49 0.064 0.057 0.075 0.088
50-59 0.041 0.026 0.054 0.051
60-69 0.027 0.012 0.038 0.030
70-79 0.017 0.006 0.027 0.018
80-89 0.011 0.003 0.019 0.011
90-99 0.007 0.002 0.014 0.007

Hutan Primer
P Seluruh jenis P Dipterocarpaceae
Selang Kelas (cm)
EXP LOGN EXP LOGN
10-19 0.221 0.339 0.218 0.326
20-29 0.151 0.294 0.150 0.285
30-39 0.103 0.159 0.104 0.161
40-49 0.070 0.077 0.072 0.082
50-59 0.048 0.037 0.049 0.041
60-69 0.033 0.018 0.034 0.021
70-79 0.022 0.009 0.024 0.011
80-89 0.015 0.005 0.016 0.006
90-99 0.010 0.002 0.011 0.003
26

Lampiran 4 Nilai Indeks Nilai Penting masing-masing plot contoh

RKT 2000
No jenis jumlah k kr f fr d dr inp
1 Bengkal 3 3 1.50 0.12 2.04 1.08 2.15 5.69
2 Bengkirai 16 16 8.00 0.48 8.16 5.97 11.90 28.06
3 Bintangur 6 6 3.00 0.2 3.40 1.73 3.45 9.85
4 Gerunggang 1 1 0.50 0.04 0.68 0.14 0.28 1.46
5 Jelutung 1 1 0.50 0.04 0.68 0.35 0.70 1.88
6 Jingjing 2 2 1.00 0.08 1.36 0.53 1.06 3.42
7 Kayu hitam 3 3 1.50 0.04 0.68 0.33 0.66 2.84
8 Kayu sendok 1 1 0.50 0.04 0.68 0.49 0.98 2.16
9 Keruing 26 26 13.00 0.52 8.84 8.87 17.68 39.52
10 Kumpang 3 3 1.50 0.12 2.04 0.49 0.98 4.52
11 Mahang 12 12 6.00 0.32 5.44 1.57 3.13 14.57
12 Medang 19 19 9.50 0.48 8.16 4.11 8.19 25.85
13 Meranti batu 1 1 0.50 0.04 0.68 0.15 0.30 1.48
14 Meranti kuning 1 1 0.50 0.04 0.68 0.22 0.44 1.62
15 Meranti merah 7 7 3.50 0.24 4.08 2.34 4.66 12.24
16 Meranti putih 25 25 12.50 0.64 10.88 6.63 13.21 36.60
17 Nyatoh 9 9 4.50 0.32 5.44 2.16 4.30 14.25
18 Pasang 12 12 6.00 0.44 7.48 3.55 7.07 20.56
19 Penjalin 5 5 2.50 0.2 3.40 0.71 1.41 7.32
20 Perupuk 1 1 0.50 0.04 0.68 0.52 1.04 2.22
21 Puwan 2 2 1.00 0.08 1.36 0.35 0.70 3.06
22 Rengas 5 5 2.50 0.16 2.72 1.01 2.01 7.23
23 Resak 7 7 3.50 0.24 4.08 0.91 1.81 9.40
24 Sempetir 1 1 0.50 0.04 0.68 0.47 0.94 2.12
25 Simpur 1 1 0.50 0.04 0.68 0.18 0.36 1.54
26 Tengkawang 14 14 7.00 0.36 6.12 2.36 4.70 17.83
27 Terantang 1 1 0.50 0.04 0.68 0.17 0.34 1.52
28 Terap 1 1 0.50 0.04 0.68 0.12 0.24 1.42
29 Ubar 14 14 7.00 0.44 7.48 2.67 5.32 19.80
TOTAL 200 200 100.00 5.88 100.00 50.18 100.00 300.00
27

Lampiran 4 (Lanjutan)

RKT 2005
no jenis jumlah k kr f fr d dr inp
1 Banggeris 1 1 0.44 0.04 0.66 0.01 0.09 1.19
2 Bayur 9 9 3.96 0.24 3.97 0.41 2.76 10.69
3 Bunyau 11 11 4.85 0.40 6.62 0.14 0.93 12.40
4 Cempaka 1 1 0.44 0.04 0.66 0.33 2.21 3.31
5 Ihau hutan 7 7 3.08 0.12 1.99 0.15 1.02 6.09
6 Jabon 2 2 0.88 0.08 1.32 0.40 2.67 4.88
7 Jelutung 8 8 3.52 0.24 3.97 0.19 1.25 8.75
8 Kapur 10 10 4.41 0.24 3.97 0.42 2.77 11.15
9 Karet hutan 2 2 0.88 0.04 0.66 0.04 0.26 1.81
10 Kayu hitam 28 28 12.33 0.60 9.93 1.58 10.52 32.79
11 Kayu manis 14 14 6.17 0.36 5.96 1.42 9.44 21.57
12 Keruing 29 29 12.78 0.64 10.60 2.22 14.78 38.15
13 Mahang 7 7 3.08 0.16 2.65 0.31 2.08 7.82
14 Manggis 1 1 0.44 0.04 0.66 0.01 0.09 1.19
15 Medang 35 35 15.42 0.76 12.58 2.11 14.08 42.08
16 Melahaq 5 5 2.20 0.16 2.65 0.59 3.92 8.77
17 Meranti batu 7 7 3.08 0.24 3.97 0.48 3.23 10.29
18 Meranti kuning 6 6 2.64 0.16 2.65 0.51 3.40 8.69
19 Meranti merah 7 7 3.08 0.24 3.97 0.75 5.00 12.06
20 Meranti putih 21 21 9.25 0.60 9.93 1.80 11.98 31.17
21 Nyatoh 2 2 0.88 0.08 1.32 0.02 0.14 2.34
22 Pasang 4 4 1.76 0.16 2.65 0.31 2.09 6.50
23 Tanam haloq 2 2 0.88 0.08 1.32 0.12 0.83 3.04
24 Terap 6 6 2.64 0.24 3.97 0.64 4.26 10.88
25 Ubar 2 2 0.88 0.08 1.32 0.03 0.20 2.40
TOTAL 227 227 100.00 6.04 100.00 15.00 100.00 300.00
28

Lampiran 4 (Lanjutan)

RKT 2010
No Jenis jumlah k kr f fr d dr inp
1 Bayur 5 5 1.80 0.16 2.15 0.47 2.91 6.86
2 Bengkirai 1 1 0.36 0.04 0.54 0.12 0.73 1.63
3 Binuang 1 1 0.36 0.04 0.54 0.01 0.05 0.95
4 Bunyau 12 12 4.32 0.40 5.38 0.35 2.17 11.87
5 Cempaka 3 3 1.08 0.08 1.08 0.21 1.28 3.43
6 Ihau hutan 7 7 2.52 0.24 3.23 0.20 1.23 6.97
7 Jabon 2 2 0.72 0.08 1.08 0.17 1.06 2.85
8 Jelutung 2 2 0.72 0.08 1.08 0.03 0.17 1.96
9 Kapur 24 24 8.63 0.64 8.60 1.66 10.25 27.49
10 Karet hutan 18 18 6.47 0.28 3.76 0.26 1.64 11.88
11 Kayu gading 3 3 1.08 0.08 1.08 0.03 0.21 2.37
12 Kayu hitam 8 8 2.88 0.24 3.23 0.25 1.54 7.64
13 Kayu manis 8 8 2.88 0.28 3.76 0.10 0.64 7.28
14 Kenari 6 6 2.16 0.20 2.69 0.11 0.70 5.55
15 Keruing 8 8 2.88 0.28 3.76 0.15 0.90 7.54
16 Mahang 16 16 5.76 0.28 3.76 0.98 6.04 15.56
17 Manggis 1 1 0.36 0.04 0.54 0.01 0.07 0.97
18 Medang 24 24 8.63 0.48 6.45 0.97 5.99 21.07
19 Melahaq 16 16 5.76 0.48 6.45 2.82 17.43 29.63
20 Mendarahan 7 7 2.52 0.24 3.23 0.14 0.85 6.59
21 Meranti batu 14 14 5.04 0.32 4.30 0.26 1.61 10.95
22 Meranti kuning 3 3 1.08 0.12 1.61 0.13 0.78 3.47
23 Meranti merah 34 34 12.23 0.56 7.53 3.81 23.58 43.34
24 Meranti putih 17 17 6.12 0.52 6.99 1.44 8.89 21.99
25 Nyawai 1 1 0.36 0.04 0.54 0.03 0.18 1.07
26 Pasang 6 6 2.16 0.20 2.69 0.15 0.95 5.80
27 Puwan 1 1 0.36 0.04 0.54 0.11 0.71 1.61
28 Simpur 8 8 2.88 0.24 3.23 0.12 0.75 6.86
29 Singkuwang 1 1 0.36 0.04 0.54 0.07 0.46 1.36
30 Tanam haloq 3 3 1.08 0.12 1.61 0.05 0.30 2.99
31 Tengkawang 1 1 0.36 0.04 0.54 0.07 0.46 1.36
32 Terap 9 9 3.24 0.32 4.30 0.65 4.01 11.55
33 Ubar 6 6 2.16 0.16 2.15 0.09 0.55 4.86
34 Ulin 2 2 0.72 0.08 1.08 0.15 0.91 2.71
TOTAL 278 278 100.00 7.44 100.00 16.15 100.00 300.00
29

Lampiran 4 (Lanjutan)

RKT 2015
no jenis jumlah k kr f fr d dr inp
1 Banitan 4 4 1.93 0.16 2.72 0.09 0.73 5.38
2 Bengkirai 11 11 5.31 0.28 4.76 1.05 8.41 18.49
3 Bintangur 3 3 1.45 0.12 2.04 0.15 1.17 4.66
4 Bunyau 1 1 0.48 0.04 0.68 0.07 0.57 1.73
5 Kapur 5 5 2.42 0.16 2.72 0.59 4.73 9.87
6 Karet hutan 7 7 3.38 0.16 2.72 0.22 1.77 7.87
7 Kayu hitam 5 5 2.42 0.16 2.72 0.11 0.90 6.04
8 Kayu sendok 5 5 2.42 0.20 3.40 0.39 3.11 8.92
9 Kenari 1 1 0.48 0.04 0.68 0.10 0.77 1.93
10 Keranji 4 4 1.93 0.08 1.36 0.31 2.51 5.80
11 Keruing 7 7 3.38 0.20 3.40 0.93 7.43 14.21
12 Kulim 1 1 0.48 0.04 0.68 0.02 0.14 1.31
13 Kumpang 17 17 8.21 0.52 8.84 0.55 4.44 21.49
14 Medang 36 36 17.39 0.60 10.20 0.91 7.27 34.87
15 Meranti batu 1 1 0.48 0.04 0.68 0.03 0.25 1.42
16 Meranti merah 11 11 5.31 0.36 6.12 1.30 10.42 21.86
17 Meranti putih 25 25 12.08 0.60 10.20 1.49 11.97 34.25
18 Nyatoh 7 7 3.38 0.28 4.76 0.23 1.84 9.98
19 Pasang 8 8 3.86 0.32 5.44 0.29 2.35 11.66
20 Penjalin 6 6 2.90 0.24 4.08 0.12 0.94 7.92
21 Puwan 2 2 0.97 0.08 1.36 0.28 2.28 4.61
22 Rengas 3 3 1.45 0.08 1.36 0.04 0.30 3.11
23 Resak 8 8 3.86 0.24 4.08 0.50 3.97 11.92
24 Tengkawang 9 9 4.35 0.28 4.76 1.75 14.04 23.15
25 Terap 1 1 0.48 0.04 0.68 0.02 0.14 1.31
26 Ubar 18 18 8.70 0.52 8.84 0.91 7.27 24.81
27 Ulin 1 1 0.48 0.04 0.68 0.04 0.30 1.47
TOTAL 207 207 100.00 5.88 100.00 12.46 100.00 300.00
30

Lampiran 4 (Lanjutan)

Hutan Primer
no Jenis jumlah k kr f fr d dr inp
1 Bengkirai 8 8 1.95 0.12 1.46 0.74 2.57 5.98
2 Bunyau 6 6 1.46 0.24 2.93 0.36 1.26 5.65
3 Jelutung 1 1 0.24 0.04 0.49 0.65 2.26 2.99
4 Kayu hitam 29 29 7.07 0.56 6.83 0.84 2.91 16.81
5 Kayu manis 2 2 0.49 0.08 0.98 0.05 0.19 1.65
6 Kempas 17 17 4.15 0.36 4.39 1.25 4.35 12.89
7 Kenari 2 2 0.49 0.04 0.49 0.07 0.26 1.23
8 Keruing 27 27 6.59 0.56 6.83 1.05 3.66 17.07
9 Mahang 8 8 1.95 0.24 2.93 0.60 2.10 6.97
10 Medang 84 84 20.49 1.00 12.20 6.28 21.80 54.48
11 Meranti batu 21 21 5.12 0.40 4.88 0.83 2.90 12.90
12 Meranti kuning 16 16 3.90 0.36 4.39 1.95 6.75 15.04
13 Meranti merah 28 28 6.83 0.64 7.80 2.96 10.26 24.90
14 Meranti putih 27 27 6.59 0.68 8.29 1.41 4.88 19.76
15 Nyatoh 22 22 5.37 0.40 4.88 1.07 3.71 13.95
16 Pasang 11 11 2.68 0.36 4.39 0.60 2.09 9.16
17 Resak 14 14 3.41 0.40 4.88 0.88 3.07 11.36
18 Tempudau 38 38 9.27 0.60 7.32 4.02 13.94 30.53
19 Tengkawang 15 15 3.66 0.36 4.39 1.29 4.48 12.53
20 Terantang 3 3 0.73 0.08 0.98 0.13 0.47 2.17
21 Terap 1 1 0.24 0.04 0.49 0.03 0.10 0.83
22 Ubar 30 30 7.32 0.64 7.80 1.74 6.03 21.15
TOTAL 410 410 100.00 8.20 100.00 28.81 100.00 300.00
31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 26 Agustus 1993 merupakan


anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rimin dan Ibu Engkar. Penulis
menempuh jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Jambu (2000-2006),
pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Cisarua (2006-2009), dan SMA Negeri 1
Sumedang (2009-2012). Pada tahun 2012 penulis diterima di Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan.
Selama masa perkuliahan di IPB, penulis mengikuti organisasi
kemahasiswaan Rimbawan Pecinta Alam (Rimpala) sebagai Kepala Biro Logistik
Rimpala tahun 2014, Ketua Umum Rimpala tahun 2015 dan Koordinator Komisi
Disiplin Rimpala tahun 2016. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan – Sancang Timur tahun 2014, Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2015 dan
Praktek Kerja Lapang di PT Ratah Timber Kalimantan Timur tahun 2016. Untuk
memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian skripsi
berjudul Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Alam Di Areal Kerja IUPHHK-
HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur di bawah bimbingan Ir Budi Prihanto, MS.

Anda mungkin juga menyukai