Anda di halaman 1dari 28

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI

Polyalthia littoralis (Blume) Boerl SEBAGAI BAHAN


PENGAWET KAYU ANTI RAYAP TANAH

NURUL ELISA SARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Ekstrak


Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti
Rayap Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Nurul Elisa Sari


NIM E24110026
ABSTRAK
NURUL ELISA SARI. Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia littoralis (Blume)
Boerl sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti Rayap Tanah. Dibimbing oleh
TRISNA PRIADI dan AGUS ISMANTO.

Rayap merupakan organisme pemakan kayu yang menimbulkan kerusakan


yang sangat besar. Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl diketahui bersifat
insektisida, sehingga berpotensi sebagai bahan pengawet alami kayu. Penelitian
ini menguji efektivitas ekstrak biji P.littoralis sebagai bahan pengawet alami kayu
anti rayap tanah Coptotermes curvignathus. Pengujian ketahanan kayu dari rayap
tanah dilakukan berdasarkan SNI 7207:2014, dengan perlakuan konsentrasi 3%,
6%, 9%, dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai retensi dari ketiga
konsentrasi (3%, 6%, dan 9%) memenuhi standar SNI. Pemberian larutan ekstrak
biji P.littoralis memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan bobot kayu, kelas
awet kayu hasil pengawetan naik tiga tingkat dibandingkan kelas awet alaminya
(V ke II). Nilai persentase penrunan bobot terendah dicapai pada konsentrasi 9%
yaitu 5.72%. Uji lanjut Duncan membuktikan bahwa nilai rata-rata penurunan
bobot contoh uji yang diberi perlakuan pengawetan dengan konsentrasi 3%, 6%,
dan 9% tidak berbeda nyata. Sehingga, dengan konsentrasi 3% sudah cukup
efektif sebagai bahan pengawet alami anti rayap tanah.
Kata kunci: Coptotermes curvignathus, Penurunan Bobot, Polyalthia littoralis,
Retensi.

ABSTRACT

NURUL ELISA SARI. The Utilization of Polyalthia littoralis (Blume) Boerl


Seeds Extract as Wood Preservative Against Subterranean Termite. Supervised by
TRISNA PRIADI and AGUS ISMANTO.

Termite is an organism consuming wood and causing a large scale of


damage. Polyalthia littoralis (Blume) Boerl seeds is known has insecticide effect,
thus it might be used as natural wood preservative. This reasearch examined the
effectiveness of P.littoralis seeds extract as natural wood preservative against
subterranean termite Coptotermes curvignathus. The wood resistance test against
subterranean termite was based on SNI 7207:2014, with different levels of extract
concentration 3%, 6%, 9%, and control. The results showed that the retentions
from three levels of extract concentration (3%, 6%, and 9%) fulfilled the standard
of SNI. The use of P. littoralis seeds extract solution resulted in significant effect
on wood weight loss, therefore the durability calssification of treated wood rised
three levels compared to its natural durability (V to II). The lowest percentage of
weight loss is 5.72% as the result of 9% concentration extract treatment. The
Duncan test showed that weight loss of treated wood with different levels of
concentration (among 3%, 6%, and 9%) were not different significantly.
Therefore based on this research the use of 3% concentration could be effective as
natural wood preservative against subterranean termite.
Keywords: Coptotermes curvignathus, Polyalthia littoralis, retention, weight loss.
PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI
Polyalthia littoralis (Blume) Boerl SEBAGAI BAHAN
PENGAWET KAYU ANTI RAYAP TANAH

NURUL ELISA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala


atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Juni 2015 ini ialah pengawetan kayu, dengan judul Pemanfaatan Ekstrak Biji
Polyalthia littoralis (Blume) Boerl sebagai Bahan Pengawet Kayu Anti Rayap
Tanah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Trisna Priadi, M Eng Sc
selaku pembimbing I dan Bapak Drs Agus Ismato selaku pembimbing II, atas
segala arahan serta masukan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya
ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf laboratorium Kimia
Hasil Hutan, staf Laboratorium Unit Rayap, staf Laboratorium Teknologi
Peningkatan Mutu Kayu, staf Laboratorium Entomologi (PUSLITBANG Hasil
Hutan), serta staf Bank Biji Kebun Raya Bogor, yang telah membatu dalam
pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
ibu (Yati Sumiati), ayah (Wendri Alm.), papa (A. Siregar), nenek (Siti Khodijah),
adik (Zul Helmi dan Salsa Lima), dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman Departemen Hasil Hutan 48,
teman-teman Wisma Agung 3, teman-teman organisasi, serta teman-teman satu
bimbingan, yang semuanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas segala
dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam hasil penelitian
ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Nurul Elisa Sari


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Pengawetan Kayu 2
Polyalthia littoralis (Blume) Boerl 3
Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren 4
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Alat dan Bahan 5
Prosedur Penelitian 5
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Retensi 10
Penurunan Bobot (Weight Loss) Kayu 11
Mortalitas Rayap 13
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 18
DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah 8


2 Kriteria penentuan tingkat efektivitas bahan pengawet 8

DAFTAR GAMBAR

1 Pohon (a) dan biji (b) Polyalthia littoralis 3


2 Rayap tanah Coptotermes curvignathus 5
3 Pengujian ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah 7
4 Warna kayu karet (Hevea brasiliensis) sebelum diawetkan (a); kayu
karet yang diawetkan pada konsentrasi 3% (b); kayu karet yang
diawetkan pada konsentrasi 6% (c); dan kayu karet yang diawetkan
pada konsentrasi 9% (d) 9
5 Nilai retensi pengawet ekstrak Polyalthia littoralis pada contoh uji kayu 10
6 Nilai penurunan bobot (weight loss) contoh uji kayu 11
7 Kerusakan contoh uji kayu oleh rayap C. curvignathus 12
8 Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap retensi serta uji


Duncannya 17
2 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap penurunan bobot serta
uji Duncannya 17
3 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap mortalitas rayap 17
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan banyak


digunakan oleh masyarakat untuk penggunaan bahan struktural dan non struktural.
Kayu disusun oleh tiga polimer utama yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Selulosa dan hemiselulosa rentan terhadap agen biodeteriorasi biotik sehingga
mudah terdegradasi, sedangkan lignin lebih tahan terhadap degradasi (Townsend
dan Gabriele 2006). Kayu yang terdegradasi menyebabkan dekomposisi dan
pengurangan elemen unsur pokok pada kayu, yang dapat menimbulkan kerusakan
pada kayu tersebut, dan menyebabkan kerugian secara ekonomi. Rayap
merupakan salah satu agen biodeteriorasi biotik yang menyebabkan kerugian
ekonomi yang sangat besar. Rayap menyebabkan kerusakan ekstensif terhadap
bahan berlignoselulosa pada iklim temperate dan tropis (Ragon et al. 2008).
Kondisi iklim dan tanah di Indonesia sangat mendukung kehidupan jenis serangga
ini. Rayap adalah faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu di
Indonesia (Nandika et al. 2003). Munculnya masalah yang berkaitan dengan
biodeteriorasi kayu, terutama di negara tropis, menyebabkan seringnya dilakukan
teknik perlakuan menggunakan bahan pengawet terutama untuk kayu yang
digunakan sebagai konstruksi (Cavalcante 1982).
Saat ini bahan pengawet kayu yang banyak beredar di pasaran pada
umumnya diperoleh dari bahan sintetis. Akan tetapi bahan pengawet sintetis dapat
menimbulkan masalah lingkungan, berbahaya terhadap manusia, serta dapat
berpengaruh negatif terhadap organisme dan serangga menguntungkan (Syafii
2000; Abudulai et al. 2001). Contohnya yaitu Chromated Copper Arsenate (CCA)
yang sangat efektif untuk pengawetan kayu, akan tetapi sejak tahun 2001 telah
dilarang di banyak negara karena kandungan racunnya yang berbahaya (Hadi et al.
2005). Meningkatnya perhatian terhadap lingkungan menyebabkan perlunya
alternatif bahan pengawet yang bersifat alami dalam rangka mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan. Penggunaan natural biocides dapat dilakukan
sebagai alternatif bahan pengawet yang ramah lingkungan. Zat ekstraktif
merupakan bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami
untuk kayu. Zat ekstraktif dapat ditemukan pada beberapa bagian tumbuhan
contohnya kayu, kulit, daun, buah, dan biji.
Annonaceae merupakant famili tumbuhan yang bagian tumbuhannya
banyak mengandung senyawa yang bersifat toksik, antitumor, antimikrobial,
antimalaria, insect antifeedant, dan insektisida. Beberapa senyawa yang
menunjukan sifat insektisida dari famili tersebut telah diisolasi seperti asimicin,
squamosin, dan lain-lain. Tanaman dari famili ini banyak ditemukan terutama di
area tropis termasuk Indonesia. Polyalthia littoralis (Blume) Boerl merupakan
salah satu tumbuhan yang berasal dari famili Annonaceae. Biji P. littoralis ini
diketahui memiliki sifat insektisida. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa
biji P. littoralis bersifat toksik pada Callosobruchus chinensis L. (Coleoptera:
Bruchidae) dan larva Plutella xylostella dengan masing-masing nilai LD50
berturut-turut yaitu 6.2 μg/insect dan 4.7 μg/insect (Dadang dan Ohsawa 2005).
Akan tetapi, penggunaan biji P. littoralis sebagai bahan pengawet alami yang
2

dapat mengendalikan rayap belum diketahui dengan pasti, sehingga diperlukan


penelitian dalam rangka menguji keefektifannya dalam menahan serangan rayap.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak biji Polyalthia


littoralis sabagai bahan pengawet alami kayu untuk mengendalikan serangan
rayap tanah Coptotermes curvignathus berdasarkan evaluasi nilai penurunan
bobot, retensi, dan mortalitas rayap.

Manfaat Penelitian

Pemanfaatan biji Polyalthia littoralis sebagai bahan pengawet kayu


diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan pengawet sintetis. Pengolahan
dan pemanfaatan kayu menjadi lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan biji
P.littoralis berpotensi dalam memberi kontribusi pengembangan pemanfaatan
hasil hutan non kayu.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan Kayu

Pengawetan kayu merupakan impregnasi bahan kimia ke dalam kayu untuk


memberikan ketahanan jangka panjang yang efektif terhadap serangan jamur,
bakteri, serangga, dan marine borers. Tujuan utama dari pengawetan kayu adalah
untuk memperpanjang umur pemakaian bahan. Meningkatnya umur pakai kayu
mampu mengurangi penggantian yang terlalu sering, sehingga mengurangi
kebutuhan penebangan dari sumber daya hutan. Kayu yang diawetkan dianggap
sebagai bahan konstruksi yang permanen. Oleh karena itu, kayu mampu bersaing
dengan baja dan beton dalam banyak bentuk konstruksi. Bahan pengawet kayu
merupakan bahan-bahan kimia yang apabila diterapkan secara baik pada kayu,
akan membuat kayu itu tahan terhadap serangan cendawan dan serangga. Efek
perlindungannya tercapai dengan menjadikan kayu itu beracun terhadap
organisme yang menyerangnya (Hunt dan Garrat 1986).
Pada dasarnya bahan pengawet kayu terdiri dari bahan pengawet sintetis dan
bahan pengawet alami. Bahan pengawet yang banyak digunakan saat ini berasal
dari senyawa sintetis. Bahan pengawet sintetis dirancang untuk meningkatkan
masa pakai kayu dengan menghambat organisme biologi yang dapat
menyebabkan deteriorasi pada kayu (Townsend dan Gabriele 2006). Bahan
pengawet tersebut umumnya digunakan dalam pengawetan kayu dan perlakuan
tanah (soil treatment) untuk mencegah seragan rayap pada bangunan (Sukartana
2007). Akan tetapi, bahan pengawet sintetis menghasilkan beberapa dampak
negatif pada lingkungan dan dianggap beracun terhadap manusia dan organisme
hidup lainnya (Hadi et al. 2010). Selain itu, Sari et al. (2004) menyatakan bahwa
3

selain bersifat tidak terurai di alam (non-biodegradable) bahan pengawet yang


digunakan juga merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non
renewable resources). Pengembangan dan penggunaan bahan pengawet alami
dapat menjadi alternatif bahan pengawet ramah lingkungan. Proses pengawetan
dengan menggunakan bahan alami akan memiliki banyak manfaat karena sifatnya
yang lebih mudah dirombak kembali di alam dan merupakan sumberdaya alam
yang dapat diperbaharui (Syafii 2001). Secara evolusi, tumbuhan telah
mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap
pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yag merupakan
produksi metabolit skunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan
dari serangan organisme pengganggu (Kardina 2002). Ekstrak dari tumbuh-
tumbuhan, seperti dari kayu, kulit, daun, bunga, buah atau biji, diyakini berpotensi
mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak
seperti rayap (Arif et al. 2006). Akan tetapi, bahan pengawet alami umumnya
memiliki efek lambat atau tidak langsung mematikan serangga, kapasitas
produksinya masih rendah, dan belum banyak dibudidayakan (Setiawati et al.
2008).

Polyalthia littoralis (Blume) Boerl

Polyalthia merupakan salah satu tumbuhan yang berasal dari famili


Annonaceae. Polyalthia dikenal dengan nama perdagangannya yaitu mempisang,
dan umumnya dikenal dengan nama tepis di Indonesia. Polyalthia terbagi menjadi
150 spesies, salah satunya yaitu Polyalthia littoralis (Blume) Boerl yang memiliki
sinonim nama latin yakni Guatteria littoralis Blume dan Polyalthia zhui X.L.Hou
& S.J.Li. Polyalthia littoralis merupakan tumbuhan berpohon kecil atau semak
yang tingginya bisa mencapai 5 m (Gambar 1). P. littoralis merupakan tumbuhan
asal jawa yang tersebar luas di hutan tropis asia mulai dari India, Indochina, Cina,
Taiwan, Thailand, Australia, dan seluruh area Malaysia. Tumbuhan ini paling
banyak ditemukan di asia tenggara. Jenis Polyalthia ini termasuk fast growing
species sehingga dinilai cukup menjanjikan untuk hutan tanaman, akan tetapi
informasi sistem silvikulturnya rendah (Heyne 1987).

1 cm

(a) (b)

Gambar 1 Pohon (a) dan biji (b) Polyalthia littoralis


4

Kegunaaan secara umum dari jenis Polyalthia di antaranya untuk obat


tradisional, bangunan rumah, furnitur, veneer, dan plywood. Jenis Polyalthia juga
menimbulkan banyak ketertarikan dari ekstraknya yang salah satunya yaitu
bersifat insektisida. Beberapa spesies dari Polyalthia ini telah diekstrak bagian
tumbuhannya dan digunakan sebagai insektisida, di antaranya yaitu ekstrak daun
Polyalthia lateriflora yang menunjukkan sifat insektisida yang nyata pada
Spodoptera litura (Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003).

Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren

Rayap merupakan serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang
disebut koloni. Rayap merupakan jenis serangga yang banyak merusak bangunan,
perumahan, tanaman, dan lain-lain. Pada dasarnya rayap berperan sebagai
pembersih sampah alam. Namun, setelah habitat rayap terganggu, mereka mulai
masuk ke pemukiman manusia untuk mencari makan, sehingga sampai saat ini
rayap diidentikan sebagai hama perusak yang menyebabkan kerugian ekonomi
yang sangat besar (Prasetiyo dan Yusuf 2005). Rayap terbagi menjadi tiga kasta di
antaranya kasta prajurit, kasta pekerja, dan kasta reproduktif. Ketiga kasta tersebut
memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Kasta prajurit berperan melindungi
koloni terhadap gangguan luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta
pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap, dan
jumlahnya sangat banyak sekitar 80-90% populasi dalam koloni rayap. Kasta
pekerja ini banyak berperan pada koloni rayap di antaranya memelihara telur dan
rayap muda, memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan,
serta membuat sarang dan memeliharanya. Kasta pekerja merupakan rayap yang
sering menghancurkan tanaman, kayu, mebel, dan bahan berselulosa lainnya.
Kasta reproduktif terdiri dari individu seksual yaitu betina dan jantan. Individu
betina disebut sebagai ratu berperan menghasilkan telur, sedangkan individu
jantan atau raja berperan membuahi betina (Nandika et al. 2003).
Saat ini, jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia sekitar 2000 jenis rayap,
dan 10% dari keseluruhan jenis tersebut atau sekitar 200 jenis telah ditemukan di
Indonesia. Berdasarkan seluruh jenis rayap yang sudah dikenal (2000 jenis yang
terbagi dalam 7 famili, 15 sub-famili, dan 200 genus) tidak semuanya bertindak
sebagai perusak. Akan tetapi, dari keseluruhan jenis tersebut hanya 100 jenis yang
dianggap sebagai perusak. Jenis yang termasuk dalam kategori perusak ganas ada
47 di antaranya 6 jenis dari famili Kalotermitidae, 25 jenis dari famili
Rhinotermitidae, 1 jenis dari famili Mastotermitidae, dan 15 jenis dari famili
Termitidae (Prasetiyo dan Yusuf 2005).
Coptotermes curvignathus Holmgren merupakan salah satu jenis rayap
tanah yang termasuk dalam sub famili Coptotermitidae, famili Rhinotermitidae,
dan masuk ordo Isoptera. Rayap ini memiliki ciri-ciri kepala berwarna kuning,
antena, lambrum, dan pronotum berwarna kuning pucat (Gambar 2). Rayap
Coptotermes hidup di dalam tanah yang banyak mengandung bahan
berlignoselulosa seperti kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon
baik yang sudah mati maupun mash hidup. Rayap Coptotermes curvignathus
merupakan organisme yang paling banyak menimbulkan kerusakan pada kayu
terutama bangunan. Kerugian akibat serangan rayap pada bangunan di Indonesia
diperkirakan telah mencapai 1.67 trilyun per tahun (Rakhmawati 1996). Selain itu,
5

rayap Coptotermes curvignathus juga dikenal sebagai hama tanaman yang utama,
rayap tersebut telah menyerang beberapa tanaman perkebunan, dan yang paling
sering diserang salah satunya yaitu pohon karet. Serangan jenis rayap ini cukup
menyebabkan kerugian akibat matinya pohon.

Sumber: http://www.termiteweb.com/termite-pictures-coptotermes-curvignathus/
Gambar 2 Rayap tanah Coptotermes curvignathus

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015 sampai September 2015 di


Laboratorium Entomologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, serta
Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu
Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan elektrik, disk
mill, saringan ukuran 40-60mesh, rotary vacuum evaporator, labu erlenmeyer,
toples, kertas saring, kamera, stopwatch, cawan porselin, gelas ukur, pengaduk,
ampelas, oven, desikator, moistumeter dan wadah perendaman kayu umpan.
Bahan yang digunakan yaitu biji P. littoralis dan etanol konsentarsi 96% sebagai
pelarutnya. Contoh uji yang digunakan yaitu kayu karet (Hevea brasiliensis) dan
rayap tanah C. curvignathus jenis kasta pekerja dan prajurit.

Prosedur Penelitian

Penyiapan Bahan dan Contoh Uji


Bahan yang digunakan yaitu biji P. littoralis (kering udara) yang diperoleh
dari Kebun Raya Bogor. Biji P.littoralis kemudian digiling menggunakan disk
mill dan disaring dengan mesh screen hingga diperoleh ukuran serbuk 40-60mesh.
Adapun contoh uji yang digunakan yaitu kayu karet (Hevea brasiliensis) bebas
cacat, yang dibuat dengan ukuran 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm. Contoh uji untuk
6

setiap perlakuan konsentrasi 3%, 6%, 9%, dan kontrol, masing-masing dibuat lima
ulangan. Sebanyak 25 contoh uji dikeringudarakan hingga kadar air 12-14%,
kemudian ditimbang sehingga diperoleh berat awal.

Proses Ektraksi
Metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi rendaman dingin. Maserasi
merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan membiarkan padatan
terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman dalam mengekstraksi bahan
alam menggunakan metode ini bisa dilakukan tanpa pemanasan (Kristanti et al.
2008). Sebanyak +85 g serbuk biji P. litoralis diekstrak menggunakan pelarut
etanol dengan perbandingan antara serbuk dan pelarut yaitu 1:3. Larutan tersebut
diaduk, kemudian didiamkan selama 48 jam. Selanjutnya larutan tersebut disaring
dengan menggunakan kertas penyaring. Residu kemudian diekstrak kembali
menggunakan pelarut baru (masih etanol). Proses tersebut dilakukan sebanyak
tiga ulangan untuk mendapatkan seluruh kandungan ekstrak yang terdapat dalam
serbuk biji P. littoralis.
Hasil ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan alat rotary
vacuum evaporator dengan suhu 50-60 oC dan tekanan 400 mmHg. Larutan
ekstrak yang telah dievaporasi diambil sebanyak 5 ml dan dimasukan ke dalam
wadah alumunium yang telah diketahui berat kering tanurnya, kemudian
ditimbang. Larutan ekstrak tersebut dikeringkan menggunakan oven pada suhu
40–60 oC sampai beratnya konstan. Ekstrak kering tersebut dimasukan ke dalam
desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering
ekstrak etanol yang diperoleh, sehingga dapat dihitung konsentrasi zat ekstraktif
dan rendemen ekstraksi dengan menggunakan rumus berikut :
Wa Wa
Konsentrasi zat ekstraktif = × 100% Rendemen ekstraksi = × 100%
V Wb
Dimana : Dimana :
Wa = Berat padatan ekstraktif (g) Wa = Berat padatan ekstraktif (g)
V = Volume larutan ekstrak pekat (ml) Wb = Berat kering oven serbuk (g)

Penyiapan Bahan Pengawet Alami


Setelah diperoleh larutan ekstrak pekat, kemudian dilakukan pengenceran
dengan menggunakan aquades sebagai berikut:
A1 = 5 ml larutan ekstrak biji Polyalthia littoralis + 15 ml aquades (3%).
A2 = 10 ml larutan ekstrak biji Polyalthia littoralis + 10 ml aquades (6%).
A3 = 15 ml larutan ekstrak biji Polyalthia littoralis + 5 ml aquades (9%).
A4 = kontrol larutan etanol 96%.
A5 = kontrol aquades

Pemberian Bahan Pengawet pada Contoh Uji


Bahan pengawet larutan ekstrak biji P. littoralis dengan konsentrasi 3%, 6%,
9%, dan kontrol, diaplikasikan pada contoh uji dengan metode rendaman dingin.
Contoh uji yang sudah di keringudarakan dan diketahui beratnya direndam dalam
larutan pengawet selama dua hari (48 jam). Pada saat perendaman, seluruh
permukaan contoh uji harus terendam oleh larutan bahan pengawet. Setelah
perendaman, contoh uji ditiriskan hingga air di permukaan contoh uji hilang,
kemudian contoh uji ditimbang, sehingga dapat dihitung nilai retensinya. Retensi
7

merupakan banyaknya bahan pengawet yang tertinggal didalam kayu yang


dinyatakan dalam kg/m3 (Kasmudjo 2010). Retensi bahan pengawet diukur
dengan cara menimbang berat contoh uji kayu sebelum dan sesudah dilakukan
pengawetan. Besarnya retensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

B − B
R= x C
V
Dimana :
R = Retensi bahan pengawet (kg/m3)
B = Berat contoh uji sebelum diawetkan (kg)
B = Berat contoh uji sesudah diawetkan (kg)
V = Volume contoh uji (m3)
C = Konsentrasi bahan pengawet (%)

Contoh uji yang telah ditimbang, kemudian dikeringudarakan. Contoh uji


yang telah mencapai kering udara, selanjutnya dioven selama dua hari dengan
suhu 60 oC. Contoh uji yang telah dioven kemudian ditimbang, dan siap
diumpankan terhadap rayap tanah C. curvignathus.

Uji Keawetan terhadap Rayap Tanah


Pengujian keawetan kayu dari rayap tanah mengacu pada SNI 7207:2014
(modifikasi). Media yang digunakan dalam pengujian yaitu pasir steril. Proses
pengujian dimulai dengan memasukan contoh uji ke dalam botol, yang diletakkan
dengan cara berdiri pada dasar botol uji dan disandarkan, sehingga salah satu
bidang terlebar menyentuh dinding botol. Botol yang telah berisi contoh uji
tersebut diisi dengan pasir lembab yang mempunyai kadar air 7% di bawah
kapasitas menahan air (water holding capacity). Selanjutnya dimasukkan rayap
tanah C. curvignathus sebanyak 190 ekor kasta pekerja dan 10 ekor kasta prajurit,
kemudian ditutup dengan alumunium foil dan disimpan di laboratorium pengujian
rayap selama empat minggu (Gambar 3). Setiap minggu aktivitas rayap dalam
botol diamati. Setelah waktu pengujian selesai, contoh uji dioven kembali pada
suhu 60 oC selama 48 jam dan ditimbang untuk mendapatkan berat akhir.
Botol uji

Pasir lembab

Rayap

Contoh uji

Gambar 3 Pengujian ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah


Parameter yang digunakan dalam pengujian ketahanan kayu dari rayap
tanah pada pengujian ini yaitu nilai penurunan bobot kayu dan mortalitas rayap.
Nilai penurunan bobot dan mortalitas rayap, masing-masing dihitung dengan
menggunakan rumus:

W − W N − N
P = x 100% M % = x 100%
W N
8

Dimana :
P = Penurunan bobot (%)
W1 = Bobot awal contoh uji kering oven (g)
W2 = Bobot akhir contoh uji kering oven (g)
M = Mortalitas rayap (%)
N1 = Jumlah total rayap sebelum pengumpanan (ekor)
N2 = Jumlah rayap yang mati setelah pengumpanan (ekor)

Kelas awet kayu hasil pengujian terhadap rayap tanah, dapat diketahui
dengan membandingkan nilai penurunan bobot yang diperoleh dengan klasifikasi
kelas awet kayu berdasarkan SNI 2014 (Tabel 1). Pada tabel 1 dapat diketahui
bahwa kelas awet kayu terdiri dari kelas awet I-V atau sangat tahan hingga sangat
tidak tahan.
Tabel 1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)


I Sangat tahan <3.5
II Tahan 3.5 - 7.4
III Agak tahan 7.4 - 10.8
IV Tidak tahan 10.9 – 18.9
V Sangat tidak tahan >18.9
Sumber: SNI 7207:2014

Analisis Data

Pengolahan deskriptif pada data retensi dan penurunan bobot menggunakan


Microsoft Excel 2007. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh konsentrasi
bahan pengawet alami terhadap rayap tanah C. curvignathus, dilakukan uji
analisis varian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 Faktor
dikarenakan hanya melibatkan satu faktor dan kondisi pengujian relatif homogen.
Bila didapat pengaruh perlakuan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan. Kedua analisis tersebut menggunakan aplikasi SPSS 22.
Tingkat efektivitas bahan pengawet ditentukan berdasarkan kriteria
parameter hasil uji. Parameter tersebut yaitu retensi, penurunan bobot, dan
mortalitas rayap pada contoh uji kontrol maupun yang diberi perlakuan
pengawetan ekstrak biji P. littoralis (Tabel 2).
Tabel 2 Kriteria penentuan tingkat efektivtas bahan pengawet

Parameter Kriteria
Retensi (kg/m3) Mencapai nilai retensi untuk penggunaan interior dan
eksterior berdasarkan SNI 1999.
Penurunan bobot (%) Konsentrasi pengawet paling rendah yang menghasilkan
nilai penurunan bobot kayu yang nyata berbeda dari
kontrol dan perlakuan lainnya.
Mortalitas rayap (%) Konsentrasi pengawet terendah yang menyebabkan
kematian rayap paling cepat dengan nilai mortalitas rayap
tertinggi atau mencapai 100% pada akhir pengujian.
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi serbuk biji P. littoralis sebanyak +85 g menggunakan pelarut


etanol 96% menghasilkan 50 ml larutan ekstrak pekat, dengan konsentrasi zat
ekstraktif dalam larutan ekstrak pekat etanol yaitu 12.6%. Adapun rendemen zat
ekstraktif yang diperoleh dari ekstrak biji P. littoralis menggunakan pelarut etanol
yaitu 8.52%. Walaupun tidak banyak tapi produksinya bisa berkelanjutan, karena
dihasilkan dari biji yang bisa setiap tahun dipanen. Berbeda dengan bahan nabati
dari bagian tumbuhan lainnya seperti akar, akan mati tumbuhannya ketika dipanen.
Hasil penelitian Adharini (2008) pada proses ekstraksi dengan pelarut yang sama
bahwa rendemen zat ekstraktif yang diperoleh dari ekstraksi akar tuba yaitu
sebesar 8.53%. Menurut Kartikasari (2008) bahwa efektivitas proses ekstraksi
dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai pengenstrak, ukuran
partikel ekstrak, metode, dan lama ekstraksi. Berdasarakan persentase konsentrasi
zat ekstraktif dalam larutan ekstrak pekat etanol, maka pengenceran sebanyak 5
ml menghasilkan konsentrasi ekstrak sebesar 3%, 10 ml menghasilkan konsentrasi
ekstrak sebesar 6%, dan 15 ml menghasilkan konsentrasi ekstrak sebesar 9%.
Pemberian ekstrak biji P. littoralis sebagai bahan pengawet pada kayu karet
menimbulkan perubahan terhadap penampilan kayu.
Proses pengawetan dengan larutan ekstrak biji P. littoralis menyebabkan
perubahan warna contoh uji kayu antara sebelum diawetkan dengan setelah
diawetkan. Hasil skoring pada Munsell Color Chart dapat diketahui warna kayu
sampel sebelum diawetkan berwarna kuning pucat (pale yellow). Adapun warna
kayu setelah diawetkan dengan konsentrasi ekstrak 3% yaitu brownish yellow,
sedangkan yang konsentrasi 6% dan 9% berwarna light olive brown. Perubahan
warna tersebut seiring dengan penambahan konsentrasi. Perlakuan konsentrasi 9%
terlihat lebih gelap dibandingkan yang lainnya (Gambar 4). Akan tetapi, warna
pada kayu yang diberi perlakuan konsentrasi ekstrak 6% terlihat lebih menarik
dibanding yang lainnya. Hal tersebut karena warna kayu menjadi lebih gelap
namun coraknya masih tetap terlihat.

(a) (b) (c) (d)


Gambar 4 Warna kayu karet (Hevea brasiliensis) sebelum diawetkan (a);
kayu karet yang diawetkan pada konsentrasi 3% (b); kayu karet
yang diawetkan pada konsentrasi 6% (c); dan kayu karet yang
diawetkan pada konsentrasi 9% (d)
10

Retensi

Keberhasilan suatu pengawetan dapat diukur berdasarkan nilai retensinya.


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai retensi bahan pengawet dari ekstrak
biji P. littoralis terhadap kayu karet (Hevea brasiliensis) seperti yang ditunjukan
pada Gambar 5.
35 a
27,43
30 b
25 18,4
Retensi (kg/m3)

20 c
9,76
15
10
5
0
A1 (3%) A2 (6%) A3 (9%)
Pengawetan (Konsentrasi)
a,b,c
Menununjukkan hasil uji Duncan yang berbeda nyata
Gambar 5 Nilai retensi pengawet ekstrak Polyalthia littoralis pada contoh uji
kayu

Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet,


nilai rata-rata retensinya semakin tinggi. Nilai rata-rata retensi tertinggi terjadi
pada konsentrasi ekstrak 9% (27.43 kg/m3) dan terendah pada konsentrasi ekstrak
3% (9.76 kg/m3). Hunt dan Garrat (1986) menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi bahan aktif, maka peluang terjadinya ikatan antara bahan aktif dengan
gugus hidroksi bebas (-OH) akan semakin besar, sehingga bahan aktif akan lebih
banyak terabsorpsi sehingga meningkatkan nilai retensi. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Suranto (2002) bahwa semakin banyak jumlah bahan
pengawet murni yang dapat menetap (terfiksasi) dalam kayu, maka retensi bahan
pengawet tersebut juga semakin besar.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi bahan pengawet
dari ekstrak biji P. littoralis berpengaruh nyata terhadap nilai retensi pada tingkat
kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa retensi yang
dihasilkan dari pengawetan dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 9% berbeda nyata.
Menurut SNI (1999) bahwa persyaratan minimum retensi untuk pemakaian kayu
interior yaitu 8.2 kg/m3, dan untuk pemakaian kayu eksterior yaitu 11.3 kg/m3.
Nilai retensi bahan pengawet dari ketiga kosentrasi (3%, 6%, dan 9%), semuanya
memenuhi persyaratan retensi untuk pemakaian kayu interior. Sedangkan yang
memenuhi persyaratan retensi untuk pemakaian kayu eksterior hanya tercapai
pada konsentrasi 6% dan 9%. Dilihat dari nilai retensi yang diperoleh, maka dapat
disarankan bahwa untuk tujuan pemakaian interior penggunaan bahan pengawet
ekstrak P. littoralis cukup dengan konsentrasi 3%. Sedangkan untuk tujuan
pemakaian eksterior cukup dengan konsentrasi 6%.
11

Penurunan Bobot (Weight Loss) Kayu

Penurunan bobot merupakan salah satu indikator yang menunjukkan tingkat


keampuhan zat ekstraktif sebagai bahan pengawet alami. Nilai penurunan bobot
dihitung setelah dilakukan pengumpanan kayu terhadap rayap tanah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai penurunan bobot yang
cukup besar antara kayu yang diberi perlakuan dengan kontrol (Gambar 6).
30 a
24,92 a
25
Penurunan bobot (%)

20,9
20
15
b b b
10 6,39 6,03 5,72
5
0
A4 (Kontrol A5 (Kontrol A1 (3%) A2 (6%) A3 (9%)
etanol) aquades)
Pengawetan (Konsentrasi)

a,b
Menunjukkan hasl uji yang berbeda nyata; a,aMenunjukkan hasil uji yang tidak berbeda nyata;
b,b
Menunjukkan hasil uji yang tidak berbeda nyata.
Gambar 6 Nilai penurunan bobot (weight loss) contoh uji kayu

Gambar 6 menunjukan bahwa nilai penurunan bobot pada kayu kontrol


lebih besar daripada kayu dengan perlakuan. Nilai rata-rata penurunan bobot pada
kayu kontrol etanol dan aquades masing-masing yaitu 24.92% dan 20.91% yang
menunjukkan bahwa contoh uji tersebut termasuk kelas awet V atau sangat tidak
tahan (SNI 2014). Hal ini menunjukan bahwa C. curvignathus aktif di bawah
kondisi uji. Hasil pengujian kontrol tersebut sesuai dengan pernyataan Pandit dan
Kurniawan (2008) bahwa kayu karet termasuk ke dalam kelas awet V dengan
keterawetan sedang.
Berdasarkan Gambar 6 bahwa kayu yang diberi perlakuan pengawetan dapat
menekan penurunan bobot secara signifikan, kelas awetnya naik tiga tingkat
dibandingkan kontrol. Berdasarkan hasil pengujian pengawetan ini, nilai
penurunan bobot terendah terjadi pada pengawetan dengan konsentrasi ekstrak biji
P.littoralis sebesar 9% yaitu 5.72%. Pengawetan dengan konsentrasi tersebut juga
menghasilkan nilai retensi yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Verinita (2012) bahwa tingginya nilai retensi mengakibatkan terjadinya
peningkatan ketahanan kayu terhadap serangan faktor perusak sehingga nilai
penurunan bobotnya rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
bahan pengawet alami ekstrak biji P. littoralis mampu meningkatkan kelas awet
kayu karet (H. brasiliensis) dari sangat tidak tahan menjadi tahan, sehingga dapat
dikatakan bahwa ekstrak biji P. littoralis bersifat toksik terhadap rayap tanah. Hal
12

tersebut sesuai dengan penelitian Dadang and Ohsawa (2005) bahwa ekstrak biji P.
littoralis bersifat insektisida.
Senyawa aktif yang berperan toksik terhadap rayap pada P. littoralis diduga
berasal dari senyawa terpen. Hal tersebut mengacu pada hasil penelitian Lemmens
dan Bunyapraphatsara (2003) bahwa ekstrak daun P.lateriflora menunjukkan sifat
insektisida yang nyata terhadap Spodoptera litura, dengan terpen sebagai senyawa
aktifnya. Berdasarkan hasil analisis keragaman dapat diketahui bahwa pemberian
ekstrak biji P. littoralis memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penurunan
bobot kayu pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa di antara perlakuan pengawetan dengan ketiga konsentrasi (3%, 6%, dan
9%) tidak menimbulkan nilai penurunan bobot yang berbeda nyata. Pemberian
konsentrasi sebanyak 3% sudah mampu menekan nilai penurunan bobot hingga
6.39%, atau mampu meningkatkan kelas ketahanan kayu dari sangat tidak tahan
hingga tahan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pemberian bahan pengawet
dengan konsentrasi 3% sudah cukup efektif dalam mengendalikan serangan rayap
tanah C.curvignathus. Gambar 7 menunjukan perwakilan contoh uji dari masing-
masing perlakuan untuk mengobservasi kerusakan akibat rayap secara visual.

A1 (3%) A2 (6%) A3 (9%)

Kontrol etanol Kontrol aquades

Gambar 7 Kerusakan contoh uji kayu oleh rayap C. curvignathus


Berdasarkan Gamabr 7 dapat diketahui kerusakan yang terjadi pada contoh
uji kayu akibat serangan rayap yaitu berupa lubang-lubang besar. Contoh uji kayu
yang diawetkan dengan perlakuan ekstrak P. littoralis sebesar 3% dan 6% terlihat
adanya lubang dengan panjang +1 cm, pada perlakuan konsentrasi 9% hanya
terdapat goresan +1 cm. Adapun contoh uji kayu pada kontrol etanol kerusakan
lebih besar terlihat adanya lubang yang tembus pada bidang yang lainnya dengan
panjang +2 cm. Kerusakan pada contoh uji kontrol aquades adalah yang paling
parah, terdapat banyak lubang yang cukup dalam dengan panjang +2.4 cm.
Kondisi ini menggambarkan bahwa pemberian perlakuan pengawetan dapat
mengurangi serangan rayap terhadap kayu.
13

Mortalitas Rayap

Mortalitas rayap merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui


pengaruh ekstrak biji P. littoralis terhadap rayap tanah C. curvignathus. Pada awal
pengumpanan yaitu di minggu pertama, rayap yang hidup terlihat masih banyak.
Hasil yang serupa pada penelitian Putra (2013) bahwa pada tahap awal mortalitas
rayap masih rendah, karena pada tahap awal rayap akan melakukan penyesuaian
dengan lingkungan baru yang disediakan, sehingga pada tahap ini aktivitas rayap
masih rendah. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
biji P. littoralis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap
di akhir pengujian. Akan tetapi, hasil pengamatan menunjukkan bahwa kematian
rayap pada kayu yang diberi perlakuan konsentrasi ekstrak P. littoralis (3%, 6%,
dan 9%) terjadi mulai minggu ke dua yang ditandai dengan adanya bangkai rayap.
Pada minggu ketiga, mortalitas rayap pada contoh uji yang diberi pelakuan
dengan ketiga konsentrasi tersebut sudah mencapai 100%. Adapun pada kayu
kontrol, rayap terlihat ada yang mati pada minggu ketiga. Akan tetapi rayap yang
hidup masih terlihat banyak, walaupun pada minggu terakhir rayap yang hidup
sangat sedikit (Gambar 8).
120 100 100 100
88.2 92.1
100
Mortalitas (%)

80
60
40
20
0
Kontrol Kontrol A1 (3%) A2 (6%) A3 (9%)
etanol aquades
Perlakuan pengawetan (Konsentrasi)

Gambar 8 Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus

Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata mortalitas rayap pada contoh


uji yang diawetkan dengan ketiga konsentrasi (3%, 6%, dan 9%) mencapai 100%
pada minggu ketiga. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak biji P.littoralis dengan
konsentrasi 3% cukup toksik untuk mengendalikan rayap C. curvignathus. Pada
kontrol juga terjadi mortalitas rayap, akan tetapi masih di bawah 100%. Adanya
nilai mortalitas pada kontrol juga terjadi pada penelitian Hadiyanto (2013), hal
tersebut diduga karena terambilnya beberapa rayap tanah yang lemah pada saat
pengumpanan, dan kondisi uji kurang mendukung terhadap kehidupan rayap.
14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian membuktikan bahwa larutan ekstrak biji Polyalthia


littoralis bersifat toksik terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus, sehingga
dapat digunakan sebagai alternatif bahan pengawet ramah lingkungan baik untuk
pemakaian di bawah atap maupun di ruang terbuka. Pemberian bahan pengawet
dari ekstrak biji P. littoralis pada kayu karet mampu menekan penurunan bobot
kayu hingga kelas awetnya meningkat tiga kali lipat dari kayu alaminya.
Perlakuan pengawetan kayu dengan ekstrak P. littoralis konsentrasi 3% cukup
efekktif dalam meningkatkan ketahanan kayu terhadap rayap tanah
C.curvignathus yang dibuktikan dengan penurunan bobot 6.39% dan mortalitas
100%. Retensi yang dihasilkan dengan konsentrasi tersebut cukup memenuhi
pemakaian interior yaitu sebesar 9.76 kg/m3 (>8.2 kg/m3). Adapun untuk
pemakaian eksterior sebaiknya menggunakan konsentrasi 6% yaitu sebesar 18.4
kg/m3 (>11.2 kg/m3).

Saran

Perlu dilakukan pengujian isolasi senyawa bioaktif pada biji P. littoralis


yang bersifat anti rayap. Selain itu, proses ekstraksi perlu juga diuji dengan
pelarut selain etanol untuk mengetahui bahan yang sesuai untuk ekstraksi bahan
anti rayap.

DAFTAR PUSTAKA

Abudulai M, Shepard BM, Mitchell PL. 2001. Paratism and predation on eggs of
Leptoglossus phyllopus (Hemiptera: Coreidae) in cowpea: Impact of
endosulfan sprays. Agric. Urban Entomol. 18(2):105-115.
Adharini G. 2008. Uji keampuhan ekstrak akar tuba (Derris elliptica Benth) untuk
pengendalian rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Arif A, Usman N, Samma F. 2006. Sifat anti rayap dari ekstrak ijuk aren (Arenga
pinata). Perennial. 3(1):15-18.
Cavalcante MS. 1982. Biological Deterioration and Wood Preservation. Sao
Paulo: Technological Research Institute.
Dadang, Ohsawa K. 2005. Inentification of the insecticidal principle in Polyalthia
littoralis Boerl. (Annonaceae) seeds toxic to azuki bean weevil,
Callosobruchus chinensis L. (Coleoptera: Bruchidae) and Plutella xylostella
(L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). J.ISSAAS. 11(2):54-62.
Hadi YS, Westin M, Rasyid E. 2005. Resistance of furfurilated wood to termite
attack. Forest Product. 55(11):85-88.
15

Hadi YS, Nurhayati T, Jasni J, Yamamoto H, Kamiya N. 2010. Smoked wood as


an alternative for wood protection against termites. Forest Product. 60(6):496-
500.
Hadiyanto IF. 2013. Sifat anti rayap zat ekstraktif kayu teras mindi (Melia
azadirachta Linn.) terhadap seranga rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan Jakarta,
Penerjemah. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Terjemahan dari: Flora
of Java vol.1.
Hunt GM, Garrat GA. 1986. Pengaweta Kayu. Jusuf Mohamad, penerjemah;
Prawirohatmodjo Soenardi, editor. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Terjemahan dari: Wood Preservation. Ed ke-1.
Kardinan A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Kartikasari N. 2008. Uji toksisitas ekstrak daun awar-awar (Ficus septica B)
terhadap Artemia salina L dan profil kromatografi lapis tipis [skripsi].
Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan Suatu Pengantar. Yogyakarta (ID):
Cakrawala Media.
Kristanti AN, Aminah NS, Tanjung M, Kurniadi B. 2008. Buku Ajar Fitokimia.
Surabaya (ID): Airlangga University Press.
Lemmens RHMJ, Bunyapraphatsara N. 2003. Plant Resources of South-East Asia
12(3): Medicinal and Poisonous Plants. Bogor: PROSEA Foundation.
Nandika D, Rismayadi Y, P Harun J. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.
Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu sebagai Bahan Baku
dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Prasetiyo KW, Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Tanah Secara
Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Putra RI. 2013. Sifat anti rayap zat ekstraktif kulit kayu mindi (Melia azadirachta
Linn) terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ragon KW, Nicholas DD, Schultz TP. 2008. Termite-resistant heartwood: The
effect of the non-biocidal antioxidant properties of the extractive (Isoptera:
Rhinotermitidae). Sociobiology. 52(10): 47-54.
Rakhmawati. 1996. Prakiraan kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada
bangunan perumahan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sari RK, Syafii W, Sofyan K, Hanafi M. 2004. Sifat antirayap resin damar mata
kucing dari Shorea javanica. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis. 2(1):8 -15.
Setiawati W, Mutiningsih R, Gunaeni N, Rubiati T. 2008. Bahan Pestisida Nabati
dan Cara Pembuatannya untuk Mengendalikan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT). Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1999. Pengawetan Kayu untuk Perumahan dan
Gedung 03-5010.1. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2014. Uji Ketahanan Kayu Terhadap
Organisme Perusak Kayu 7207. Jakarata (ID): Badan Standarisasi Nasional.
16

Sukartana P. 2007. Pengendalian rayap perusak kayu dengan bio-insektisida


Metarbizium anisopliae (Metschnicoff) sorokin di Indonesia. Di dalam:
Abdurrochim S, Tampubolon AP, Dulsalam, Balfas J, Pari G, editor. Aplikasi
Pemanfaatan Kayu untuk Keperluan Domestik, Seminar Hasil Litbang Hasil
Hutan; 2007 Okt 25; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan. 94-102.
Suranto S.2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Yogyakarta: Kanisius.
Syafii W. 2000. Zat ekstraktif kayu damar laut (Hope spp.) dan pengaruhnya
terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Teknologi Hasil
Hutan. 13(2): 1-5.
Syafii W. 2001. Eksplorasi dan identifikasi komponen bio-aktif beberapa jenis
kayu tropis dan kemungkinan pemanfaatannya sebagai pengawet alami
[Catatan penelitian]. Bogor: Institit Pertanian Bogor.
Townsend TG, Gabriele HS. 2006. Enviromental Impacts of Treated Wood.
French: CRC Press.
Verinita. 2012. Ketahanan tiga jenis kayu hutan rakyat terhadap serngan rayap
tanah [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
17

Lampiran 1 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap retensi serta uji
Duncan-nya

Sum of Squares df Mean Square F


Between Groups 780.348 2 390.174 26.007
Within Groups 180.035 12 15.003
Total 960.384 14

Subset for alpha = 0.05


Konsentrasi N
1 2 3
Konsentrasi 3% 5 9.76
Konsentrasi 6% 5 18.40
Duncan
Konsentrasi 9% 5 27.43
Sig. 1.00 1.00 1.00

Lampiran 2 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap penurunan bobot serta
uji Duncan-nya

Sum of Squares df Mean Square F


Between Groups 1747.334 2 436.833 36.278
Within Groups 240.823 12 12.041
Total 1988.157 14

Subset for alpha = 0.05


Konsentrasi N
1 2
Konsentrasi 9% 5 5.72
Konsentrasi 6% 5 6.03
Duncan Konsentrasi 3% 5 6.39
Kontrol aquades 5 20.9
Kontrol etanol 5 24.92
Sig. 0.78 0.83

Lampiran 3 Tabel uji varian pengaruh konsentrasi terhadap mortalitas rayap

Sum of Squares df Mean Square F


Between Groups 620.160 4 155.040 2.138
Within Groups 1450.500 20 72.525
Total 2070.660 25
18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 September 1993 dari ayah


Wendri (Alm) dan ibu Yati Sumiati. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Pada tahun 2011 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Cililin dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Dendrologi pada tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum Sifat Fisis Kayu pada
tahun ajaran 2014/2015, dan asisten praktikum Pengeringan Kayu pada tahun
ajaran 2015/2016. Penulis juga pernah aktif sebagai Sekretaris Divisi Strategi
Politik Pertanian BEM KM IPB pada tahun 2013-2014, Standing Boards
Indonesian Green Action Forum (IGAF) pada tahun 2013-2015, Staf Islamic
Forester Center DKM Ibaadurrahman pada tahun 2012-2013, Staf Human and
Resource Development International Forest Student Association Local Committee
IPB (IFSA LC IPB) pada tahun 2012-2013, anggota Himpunan Mahasiswa Hasil
Hutan (HIMASILTAN), anggota Gugus Disiplin Asrama (GDA) pada tahun
2011-2012. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di antaranya divisi acara
pada Open House IPB 49 pada tahun 2012, Olimpiade asrama TPB IPB pada
tahun 2011, dan anggota Komisi Pemilihan Raya pada Pemilihan Raya tingkat
Fakultas pada tahun 2012.
Penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di
Kamojang dan Sancang Barat pada tahun 2013, dan Praktik Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2014. Selain itu, penulis
juga melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Intracawood
Manufacturing, Tarakan, Kalimantan Utara. Sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi
yang berjudul “Pemanfaatan Ekstrak Biji Polyalthia littoralis (Blume) Boerl
sebagai Bahan Pengawet Anti Rayap Tanah”, di bawah bimbingan Dr Ir Trisna
Priadi, M Eng Sc dan Drs Agus Ismanto.

Anda mungkin juga menyukai