ABSTRAK
Kata Kunci: pupuk kompos, lamtoro tarramba, bahan kering, bahan organik,
kecernaan in vitro.
i
THE INFLUENCE OF LATERITAL LAND BALANCE WITH COMPOST
FERTILIZER ON NUTRITION VALUE OF LAMTORO PLANTS
Tarramba (Leucaena leuchochephala cv. Tarramba)
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of laterite soil balance with compost
fertilizer on the nutritional value of lamtoro tarramba plant (Leucaena
leuchochephala cv. Tarramba). The experimental design used in this study is a
complete randomized design (RAL), consisting of 4 treatments with 3 repetitions.
The treatments were: P₀= without compost (control), P₁ = laterite soil balance
and compost 90:10, P₂ = laterite soil balance and 80:20 compost and P₃ = laterite
soil balance and 70:30 compost. The variables observed were:content and
digestion in vitro of dry matter and organic matter. The results showed that the
average dry matter content: P₀ (89.31 ± 0.71); P₁ (89.32 ± 0.73); P₂ (89.35 ±
0.84); P₃ (89.62 ± 0.46); organic matter content: P₀ (82.35 ± 0.77); P₁ (82.45 ±
0.98); P₂ (82.50 ± 0.95); P₃ (82.69 ± 0.87);digestion in vitro of dry matter: P₀
(72.37 ± 1.05); P₁ (73.94 ± 1.52); P₂ (74.36 ± 1.04); P₃ (78.57 ± 3.16);
anddigestion in vitro of organic matter: P₀ (69.08 ± 0.36); P₁ (69.30 ± 0.95); P₂
(69.68 ± 2.28); P₃ (75.66±3.68). The results of statistical analysis showed that the
treatment of laterite soil balance and compost fertilizer had no significant effect
(P>0.05) on the content of dry matter and organic matter but gave a significant
effect (P<0.05) ondigestion in vitro of dry matter and organic matter. It is
concluded that the influence of laterite soil balance with compost fertilizer on the
nutritional value of lamtoro tarramba plant can significantly increase KcBK and
KcBO, but provide the same response to dry matter content and organic matter
content in lamtoro tarramba plant (Leucaena leucocephala cv. Tarramba).
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berdasarkan hasil penelitian yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
skripsi ini, banyak sekali tantangan dan hambatan yang dihadapi. Akan tetapi,
penulis mendapat dukungan dan bantuan dari banyak pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini dengan baik. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Twen O. Dami Dato,
MP., selaku pembimbing utama, Ir. Grace Maranatha, M.Si., selaku pembimbing
anggota, Ir. Marthen Yunus, MP., selaku penguji yang dengan sabar dan tulus
serta yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan
Ucapan terima kasih yang tulus dan hormat Penulis sampaikan kepada :
2. Bapak Ir. Edi Djoko Sulistijo, MP., selaku Ketua Program Studi
iii
3. Ibu Dr. Ir. Twen O. Dami Dato, MP., selaku Dosen penasehat yang telah
didikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama penulis kuliah.
5. Bapak Mama tercinta Gidion Nappu dan Martha Alu. Kakak Elisabet dan
adik Neta, Lita, Erlina, Grace dan Ruth yang dengan sukacita memberi
doa, dukungan dan cinta kasih kepada penulis dalam mengerjakan skripsi
6. Rekan peneliti Gerin, Putra, Rio, Marsela, Mey dan Benyamin terima
T, Bazalel, Jovandra, Putra, Angel, Glen, Pierre, Rolan, Jhoy, Yacob, Tito,
Debi, Rio N, Rio S, Elson, Edhgar, Jen, Hero dan semua rekan yang tidak
iv
Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat Penulis harapkan demi penyempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini
Penulis
v
DAFTAR ISI
hal
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat Penelitian 6
vi
2.7 Ciri-ciri Fisik Tanah Laterit 19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 32
5.2 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 46
vii
DAFTAR TABEL
Tabel. halaman
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lamp. halaman
ix
BAB I
PENDAHULUAN
produksi ternak sapi sudah lama dikenal dengan baik, namun sebagian besar
(Nulik & Bamualim 1998). Hal ini dipersulit lagi dengan rendahnya kualitas
hijauan (3-8% protein) yang dapat diperoleh ternak di padang rumput (Nulik
& Kana Hau 2016), bahkan selama musim hujan ketika hijauan rumput alam
kecil (<5%) (Kana Hau 2014), sehingga kualitas pakan secara keseluruhan
agroklimat yang spesifik lokasi, dengan kondisi kemarau yang panjang guna
1
Tarramba) di NTT di pandang sangat penting untuk memperhatikan faktor-
Mexico dan bagian utara Amerika Tengah tetapi sekarang telah menjadi
vegetasi alam di daerah tropis. Pada tahun 1870 dan 1980-an, lamtoro
kertas dan bahan pangan untuk manusia. Sebagai bahan pakan, daun lamtoro
mengandung 29,2 g protein kasar, 4,3 g mimosin, 19,2 g serat kasar 10,5g
abu, 1,01 g tanin, 1,9 g kalsium, 0,23 g fosfor, 0,34 g magnesium, NDF 39,5,
ADF 35,1, energi dapat dicerna 11,6 – 12,9 MJ/kg dari bahan kering (Garcia
et al., 1966).
2
protein kasar yang tinggi yakni sebesar 23.7% - 34% dengan palatabilitas
dengan baik di daerah tropis dan mampu beradaptasi pada tanah dengan
kemasaman sedang antara pH 5,5 – 6,5 dengan curah hujan tahunan di atas
760 mm (Hoult dan Briant, 1974). Salah satu varietas lamtoro yang sudah
dan Suradi (2010) lamtoro varietas Tarramba (L. leucocephala cv. Tarramba)
memiliki keunggulan tahan terhadap hama kutu loncat dan tahan pada kondisi
Hijauan pakan ternak adalah semua bentuk bahan pakan berasal dari
maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar (Akoso, 1996) yang
berasal dari pemanenan bagian vegetatif tanaman yang berupa bagian hijauan
tanah dan iklim yang sesuai dengan yang dikehendaki (Sosroamidjoyo dan
3
pakan dengan cara penanaman jenis hijauan pakan yang unggul. Budidaya
rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah akibat adanya erosi pada
topsoil tanah, panen setiap musim serta akibat iklim kering yang
pengelolaan kesuburan tanah secara tepat dan benar. Pupuk organik sangat
Tanah memiliki sifat yang bervariasi, yaitu terdiri dari sifat fisik, kimia dan
dari berbagai jenis tanah berbeda-beda pula, karena kesuburan suatu tanah
Butir- butir tanah lepas satu sama lain sehingga jumlah pori drainasenya
4
tergolong tinggi dan kemampuan menahan air, nutrisi, dan memegang akar
tanaman sangat rendah (Cahaya dkk 2014). Menurut Bhardwaj et al. (2007)
rendah dan drainase berlebihan sehingga ketersedian air dan pupuk yang
pertumbuhan tanaman.
imbangan tanah laterit dengan pupuk kompos terhadap nilai nutrisi tanaman
5
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: sebagai bahan informasih ilmiah
hijauan makanan ternak yang dibudidaya pada tanah laterit dengan tambahan
pupuk kompos.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia, terbukti dari sebutan nama tanaman ini yang berbeda-beda di suatu
daerah. Meskipun sebarannya cukup luas, namun lamtoro bukanlah tanaman asli
Indonesia. Lamtoro (leucaena glauca), berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko
Nugini). Di Indonesia nama lamtoro juga dikenal dengan sebutan Petai Cina. Di
sebagai “the miracle tree”, pohon ajaib. Hal ini karena kegunaan tanaman ini yang
meningkatkan kesuburan lahan, pohon peneduh pada perkebunan kopi dan kakao,
7
sumber kayu bakar, penahan angin, tanaman jalur hijau, pohon tempat merambat
tanaman yang melilit seperti lada, vanili, markisa, biasa dipakai untuk tanaman
pagar karena tanaman ini berupa pohon, dengan ketinggian mencapai 18 meter,
tergantung jenisnya. Petai Cina juga merupakan tanaman penghasil pulp untuk
produksi kertas, kulit batangnya (pepagan) sebagai penghasil zat samak dan zat
pewarna merah, coklat, dan hitam. Daun dan polong serta tangkainya yang masih
bintil akar yang mempunyai kemampuan mengikat nitrogen dari udara (Purwanto,
2007).
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Family : Leguminoseae
Subfamily : Papilionaceae
Genus : Leucaena
8
Spesies Leucanena leucocephala inilah yang banyak dibudidayakan di tanah
membawa biji tanaman ini pertama kali ke Pilipina pada akhir Abad XVI. Biji
tersebut mereka jadikan bibit dan setelah tumbuh, tanaman lamtoro ditanam di
areal perkebunan guna dijadikan sebagai peneduh tanaman kopi. Selain itu, daun
lamtoro digunakan sebagai pakan ternak. Tanaman lamtoro yang sudah tua
dijadikan sebagai kayu bakar. Dari Pilipina kemudian tanaman lamtoro menyebar
Menurut catatan Gutteridge dan Shelton, (1998) paling sedikit ada 17 jenis,
9
Leucaena leucocephala (KX2) K8 x K376, leucaena pallida K806 x K748,
pallida. Hibrid Leucaena ini dikenal dengan istilah KX2. Kelebihan dari hibrid ini
antara lain adalah tahan kutu loncat (Heteropsylla cubana). Produksi daun lebih
pertama kali dibawa ke Indonesia pada tahun 2011 oleh Project Australia Centre
Komunikasi Pribadi), sebanyak 1000 kg biji Lamtoro cv taramba saat itu dibawa
langsung dari Australia dan disebarkan ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masing-masing 500 kg. Hingga saat ini
penanaman lamtoro jenis ini masih terus digalakkan di NTB melalui Project
sudah ada 350 petani ternak dari target 1000 orang yang ikut menanam Lamtoro
kemarau panjang, daya toleransi yang tinggi terhadap serangan hama kutu loncat
dan daya tahan yang tinggi terhadap pemangkasan berulang, serta kemampuan
10
memproduksi hijauan berkualitas dalam jangka waktu yang panjang (>50 tahun)
tahun). Pemasukan kultivar lamtoro toleran kutu loncat, khususnya untuk NTT
Amarasi menjadi relatif terhenti sama sekali. Baru bangkit kembali semangat
Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang digunakan pada pertanian
memperbaiki sifat fisik tanah dan mikrobiologi tanah (Syam, 2003). Kompos
memiliki kandungan unsur hara seperti nitrogen dan fosfat dalam bentuk senyawa
kompleks argon, protein, dan humat yang sulit diserap tanaman (Setyotini et al.,
2006). Berbagai upaya untuk meningkatkan status hara dalam kompos telah
banyak dilakukan, seperti penambahan bahan alami tepung tulang, tepung darah
kering, kulit batang pisang dan biofertilizer (Simanung- kalit et al., 2006).
bebas, pelarut fosfat dan jamur pelarut hara dengan formulasi bahan pembawa
yang mengandung senyawa organik alami pemacu tumbuh dan unsur mikro yang
11
diperlukan oleh mikroba dan tanaman (Simanungkalit et al., 2006). Penggunaan
pupuk hayati memerlukan takaran dosis yang tepat agar hasilnya sesuai dengan
efisien. Hal ini sangat penting bagi pelaku usaha pertanian danperkebunan
mengingat tingkat kehilangan yang tinggi akibat proses-proses dalam tanah (aliran
Bahan pakan mengandung zat nutrisi yng terdiri dari air, bahan kering, bahan
organik yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Hartadi dkk.
(1991) menyatakan bahwa bahan kering terdiri dari bahan organik yaitu mineral
yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah cukup untuk pembentukan tulang dan
berfungsi sebagai bagian dari enzim dan hormon. Bahan organik utamanya
utama pati dan gula yang digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan asam laktat.
2.4 Kecernaan
dengan cara menginkubasi sampel dalam cairan rumen yang diberi tambahan
bahan kimia berupa larutan buffer dan mineral untuk mengkondisikan seperti
yang terjadi dalam lambung ternak ruminansia. Tabung berisi sampel selanjutnya
dimasukkan kedalam waterbath pada suhu 39-40 0C selama 48 jam dan dalam
keadaan fermentasi anaerob. Fermentasi yang dilakukan Tilley dan Terry (1963)
12
terdiri dari 2 tahap. Tahap I merupakan kecernaan oleh mikroorganisme rumen
selama 48 jam dan tahap II merupakan kecernaan oleh pepsin dalam suasana asam
(pH 2) selama 48 jam. Kecernaan secara in vitro mirip dengan prinsip fisiologis
pencernaan pada retikulo rumen. Teknik in vitro sering disebut dengan rumen
vitro adalah waktu lebih singkat dan biaya lebih murah apabila dibandingkan
metode in vivo, pengaruh terhadap ternak sedikit serta dapat dikerjakan dengan
analisis kimia saling menunjang dalam membuat evaluasi pakan hijauan (Pell et
al., 1993).
kondisi rumen. Metode ini biasa digunakan untuk evaluasi pakan, meneliti
kering. Faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan ditinjau dari segi pakan
13
dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada
ternak (Rifai, 2009). Sutardi (1979), menyatakan bahwa kecernaan bahan kering
dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki
tinggi kecernaan bahan kering maka semakin tinggi pula peluang nutrisi yang
Tingginya kandungan selulosa dalam ransum yang mana dengan adanya lignin
dalam ransum akan berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa sehingga dapat
sehingga semakin banyak lignin terdapat dalam dinding sel koefisien cerna
hijauan tersebut semakin rendah (Jung, 1989). Bila hijauan makin tua proporsi
dinding sel. Selulosa dicirikan dengan kekuatan mekanisnya yang tinggi, tinggi
daya tahannya terhadap zat-zat kimia dan relatif tidak larut dalam air. Selulosa
14
dapat dihidrolisis dengan enzim selulosa. Bahan kering mempunyai komposisi
kimia yang sama dengan bahan organik ditambah abu, kandungan abu dapat
al., 2013).
Bahan kering adalah suatu bahan pakan yang dipanaskan dalam oven pada
temperatur 150 ° C dengan pemanasan yang terus menerus sampai berat bahan
pakan tersebut konstan (Tillman dkk., 1998). Kisaran normal kecernaan bahan
kering suatu bahan pakan yaitu 50,7-59,7% (Schneider dan flantt, 1975). Tinggi
rendahnya kecernaan bahan pakan memberi arti seberapa besar bahan pakan
tersebut mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicerna dalam
pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan
lainnya, perlakuan pakan, suplemenasi enzim alam pakan, ternaka dan taraf
kecernaaan bahan kering adalah mikroba dalam cairan rumen (Setyaningsih dkk.,
2021). Selain itu, kandunan abu yang terdapat pada bahan kering dapat
2010).
15
zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein,
lemak, dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia
dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan
zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut (Suardin et al., 2014).
bahan kering, karena sebagian bahan kering terdiri dari bahan organik. Hal ini
diperkuat oleh Ismail (2011), bahwa kecernaan bahan organik erat kaitannya
dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari
kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Suardin et al. (2014),
asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Nilai kecernaan
bahan organik (KcBO) didapatkan melalui selisih kandungan bahan organik (BO)
dengan komponen penyusun utama pati dan gula yang digunakan oleh bakteri
untuk menghasilkan asam laktat. Bahan organik yang terkandung dalam bahan
pakan, protein, lemak, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen, sedang bahan
16
anorganik seperti calsium, phospor, magnesium, kalium dan natrium (Muhtarudin,
2007).
VFA yang merupakan sumber energi bagi ternak.nilai kecernaan organik didapat
kecernaan bahan organik yang normal berkisar antara 48,26-53,75% (Firsoni dkk.
2008).
kandunan protein kasar, protein kasar yan tingi dapat mengakibatkan peningkatan
dkk., 2012). Bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karena BO
Tanah laterit adalah tanah yang terbentuk di daerah tropis atau sub tropis
dengan tingkat pelapukan tinggi pada batuan basa sampai batuan ultrabasa yang
tanah seperti ini. Dengan kandungan mineral lempung dan unsur logam, tanah ini
17
industri, maupun lainnya, namun perlu kajian mendalam terhadap karakteristik
merupakan kelompok tanah dari hasil pelapukan yang tinggi, terbentuk dari hasil
konsentrasi hidrasi oksida besi dan aluminium (Thagesen, 1996 dari Olugbenga O
Amu, 2011). Nama laterit diberikan oleh Buchanan tahun 1807 di India, dari
Tanah jenis ini memiliki karakteristik keras, sulit ditembus, dan sangat sulit
berubah jika dalam kondisi kering (Makasa, 2004 dalm Amu, O.O., et. al., 2011).
Tanah laterit memiliki variasi yang luas dari warna merah, coklat sampai kuning,
tanah residual berukuran butir halus dengan tekstur ringan memiliki bentuk
butiran nodular dan tersementasi dengan baik (Lambe dan Whitman, 1979).
Bridges (1970) menyatakan bahwa penggunaan yang benar dari istilah laterit
pada pengerasan seperti ”freeic” untuk tanah keras kaya besi yang tersementasi,
“alcrete” atau bauksit untuk tanah keras kaya aluminium yang tersementasi,
“calcrete” untuk tanah keras kaya calcium karbonat, dan “silcrete” untuk yang
kaya silica. Definisi lainnya didasarkan pada perbandingan jumlah silica (SiO 2)
1,33 dan 2,0, sedangkan di atas 2,0 bukan tanah laterit.Komposisi unsur dan
senyawa yang terkandung dalam tanah laterit yang umum di Indonesia meliputi
besi, dan nikel. Sedangkan kandungan mineral yang ada dalam tanah laterit
18
tersebut terdiri dari hematite, kaolinte, illite, montmorillonite, rutile, forsterite,
Secara umum, tanah laterit atau sering disebut dengan tanah merah merupakan
tanah berwarna merah hingga coklat yang terbentuk pada lingkungan lembab,
dingin, dan mungkin genangan-genangan air. Tanah ini memiliki profil yang
dalam, mudah menyerap air, memiliki kandungan bahan organic sedang dan pH
netral hingga asam dengan banyak kandungan logam terutama besi dan
aluminium, serta baik digunakan sebagai bahan pondasi karena menyerap air dan
mineralogy dan distribusi ukuran partikel tanah, granulometri dapat bervariasi dari
halus sampai gravel tergantung asal dan proses pembentukannya sehingga akan
mempengaruhi sifat-sfat geoteknik seperti plastisitas dan kuat tekan. Salah satu
kelebihan tanah laterit adalah tidak mudah mengembang dengan air, tergantung
3.7
19
BAB III
METODE PENELITIAN
2019 sampai April 2020 yang dilanjutkan dengan analisis kandungan protein
kasar, kandungan serat kasar, kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar di
Materi yang digunakan dalam penelitian adalah: bibit (biji) lamtoro tarramba
dan pupuk kompos. Alat bantu perlengkapan penelitian lainnya adalah: tanah dan
kotoran sapi sebagai media tanam, polibag (ukuran tinggi 17,5 dan diameter 35
cm), air, gelas ukur, ember, alat potong, perangkat alat analisis proksimat dan
kecernaan in vitro.
20
3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
bagi tanaman. Tanah yang digunakan diambil dari sekitar lokasi penelitian
2. Penanaman Bibit
Biji atau bibit lamtoro tarramba yang sudah disiapkan dibersihkan dari
benda-benda asing dan kotoran lainnya, dipilih biji yang secara visual normal
kemudian direndamkan dalam air selama 4 jam, setelah itu biji lamtoto ditanam
sebanyak tiga biji pada setiap polibag, dengan pertimbangan ada yang tidak
3. Trimming
disisakan hanya dibiarkan tumbuh satu pohon saja, yang lainnya dicabut.
diluruskan ke atas, kemudian diukur setinggi 20cm dari permukaan tanah dan
dipotong.
21
4. Penyiraman
Secara normal, penyiraman dilakukan dua kali sehari, pukul 07.00 dan 17.00
dengan air sebanyak satu liter polibag, tetapi pada saat hari hujan tidak disiram,
namun pengamatan tetap dilakukan setiap hari untuk melihat tingkat kebutuhan
pertumbuhan tanaman.
5. Pemupukan
perlakuan yang diberikan pada tanaman dengan imbangan yang sudah ditentukan.
Sebelum penanaman, terlebih dahulu diberi pupuk dasar berupa pupuk kandang
(kotoran sapi). Pupuk kandang (kotoran sapi) diberikan 2 minggu sebelum tanam
tersebut secara merata di atas plot percobaan dan sesuai dosis perlakuan.
6. Penyiangan
tanaman pengganggu yang ada pada setiap unit percobaan. Selama penelitian
pengamatan dilakukan setiap hari terhadap gulma yang tumbuh langsung dicabut.
7. Panen
dihitung dari saat trimming tanaman. Daun dan tangkai daun serta pucuk muda
diambil, ditimbang, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC dengan tujuan
22
3.5 Variabel yang Diamati
variabel yang akan diteliti dan untuk mengetahui adanya perbedaan antara
perlakuan maka diadakan uji lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda
Yij = µ + τi + Σij
τi = pengaruh perlakuan ke - i
23
ke - j.
BAB IV
dan terendah pada perlakuan P₂ yakni 88,45%. Namun secara statistik tidak
24
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukan bahwa perlakuan pemberian
pupuk kompos pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05)
pupuk kompos sampai pada imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 70 :30
tarramba. Hal ini diduga karena waktu panen yang lebih awal (umur tanaman)
pendapat yang dikemukakan oleh Beever et al., (2000) yang dikutip Seseray et al.,
(2013) bahwa proporsi bahan kering yang dikandung oleh tanaman berubah
seiring dengan umurnya, makin tua tanaman maka makin sedikit kandungan
airnya dan proporsi dinding sel lebih tinggi dibandingkan dengan isi sel. Apabila
kandungan dinding sel yang dimiliki tanaman lebih besar, maka tanaman akan
bahan kering merupakan akumulasi dari hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan
air yang diolah melalui proses biosintesis yang meningkat seiring dengan
Hal ini diduga karena semakin tinggi dosis pupuk kandang feses sapi yang
tanaman dalam menyerap unsur hara mineral. Menurut Danuhue (1991) dalam
Wedyaning (1997) bahwa unsur N dan P yang tersedia pada pupuk kandang
sebagai bahan organik mikro dan makro untuk tanaman tidak dapat langsung
25
dimanfaatkan oleh tanaman tersebut untuk membentuk bahan kering, melainkan
untuk produksi berat segar, berat kering dan jumlah anakan tanaman.
dan terendah pada perlakuan P₁ yakni 81,41%. Namun secara statistik tidak
pupuk kompos pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05)
26
terhadap nilai kandungan BO pada tanaman latoro tarramba. Artinya pemberian
pupuk kompos sampai pada imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 70 :30
tarramba. Hal ini diduga karena waktu panen yang lebih awal (umur tanaman)
pendapat yang dikemukakan oleh Beever et al., (2000) yang dikutip Seseray et al.,
(2013) bahwa proporsi bahan kering yang dikandung oleh tanaman berubah
seiring dengan umurnya, makin tua tanaman maka makin sedikit kandungan
airnya dan proporsi dinding sel lebih tinggi dibandingkan dengan isi sel. Apabila
kandungan dinding sel yang dimiliki tanaman lebih besar, maka tanaman akan
bahan kering merupakan akumulasi dari hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan
air yang diolah melalui proses biosintesis yang meningkat seiring dengan
nilai kandungan BK pada imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 70:30 lebih
tinggi dibanding imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 80:20 (P₃-P₂),
imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 90:10 (P₃-P₁); sementara pada
pemberian imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 90:10 walaupun cenderung
meningkat tetapi tidak nyata (P>0,05) dibanding tanpa pupuk kompos (P₁-P₀).
Hal ini diduga karena semakin tinggi dosis pupuk kandang feses sapi yang
27
bahan kering pengaruh lain disebabkan oleh kemampuan sistem perakaran
tanaman dalam menyerap unsur hara mineral. Menurut Danuhue (1991) dalam
Wedyaning (1997) bahwa unsur N dan P yang tersedia pada pupuk kandang
sebagai bahan organik mikro dan makro untuk tanaman tidak dapat langsung
untuk produksi berat segar, berat kering dan jumlah anakan tanaman.
Pada Tabel 3, tampak bawa kisaran KcBK akibat pemberian pupuk kompos
28
perlakuan tanpa pemupukan. Secara umum total rataan nilai KcBK tanaman
lamtoro tarramba sebesar 74.81% dengan kisaran antara 72.37% sampai 78.57%.
nilai KcBK pada tanaman latoro tarramba. Artinya pemberian pupuk kompos
sampai pada imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 70:30 memberikan
pengaruh nyata terhadap KcBK pada lamtoro tarramba namun memberikan respon
yang sama terhadap perlakuan P₀: Tanpa pupuk kompos (kontrol), P₁: imbangan
tanah laterit dan pupuk kompos 90:10, P₂: imbangan tanah laterit dan pupuk
kompos 80:20. Hal ini disebabkan oleh tambahan unsur hara dari pupuk kompos
tanah laterit dan pupuk kompos 70:30 yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
optimal akan unsur hara sehingga memiliki nilai KcBK tertinggi. Menurut
Rizqiani dkk., (2007) semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan
unsur hara yang diterima tanaman akan semakin tinggi dan jika semakin rendah
dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima tanaman
akan semakin rendah. Berbeda pada imbangan tanah laterit dan pupuk kompos
90:10 dan imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 80:20 memiliki nilai KcBK
terendah diduga dosis yang diberikan kurang optimum bagi tanaman lamtoro
produksi daun yang lebih banyak dan mampu meningkatkan kualitas hijauan.
mudah untuk dicerna oleh ternak sehingga bermanfaat bagi pertumbuhan dan
29
perkembangan tubuh ternak. Menurut Tillman et al., (1998), bahwa kandungan
nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) didasarkan pada daya cerna pakan yang
Pada Tabel 4, tampak bawa kisaran KcBO akibat pemberian pupuk kompos
perlakuan tanpa pemupukan. Secara umum total rataan nilai KcBO tanaman
lamtoro tarramba sebesar 70.93% dengan kisaran antara 69.08% sampai 75.66%.
30
Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
terhadap nilai KcBK pada tanaman latoro tarramba. Artinya pemberian pupuk
kompos sampai pada imbangan tanah laterit dan pupuk kompos 70:30
memberikan pengaruh nyata terhadap KcBK pada lamtoro tarramba. Hal ini
nutrisi yang terdapat pada tanaman lamtoro tarramba. Menurut McDonald (2002),
tanah, iklim, pupuk dan faktor lain seperti jarak tanam dan intensitas injakan oleh
ternak. Dosis pemberian pupuk perlu diatur agar mampu meningkatkan kualitas
hara sebagai sumber nutrisi supaya dapat berproduksi secara berkelanjutan dan
tambahan unsur hara dalam jumlah sesuai kemampuan setiap tanam dalam
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
lamtoro tarramba secara nyata dapat meningkatkan KcBK dan KcBO, namun
memberikan respon yang sama terhadap kandungan bahan kering dan kandungan
Tarramba).
5.2 Saran
hasil yang terbaik terhadap kandungan bahan kering, kandungan bahan organic,
KcBK dan KcBO pada tanaman lamtoro tarramba (Leucaena leucocephala cv.
Tarramba).
32
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Penerbit
Aksi Agraris Kanisius. Yogyakarta.
Brewbaker, J.L., N. Hedge, E.M. Hutton, R.J. Jones, J.B. Lowry, F. Moog,
and R. Van den Beldt. 1985. Leucaena-Forage Production-and Use.
NFTA Hawaii.
Devi, M.VN., Ariharan, VN, and N. Prasad P. 2013. Nutritive Value and
Potential Used of Leucaena leucocephala as Biofuel-A Mini Re-
view. Research journal of Pharmaceutical, Biological, and Chemi- cal
Sciences. Vol 4 (1): 515-521.
Gollu, Y. W. 2003. Kecernaan in vitro Protein Kasar dan Serat Kasar dari Rumput
Setaria sphacelata yang Diberi Pupuk N yang Ditanam Campur Dengan
Leguminosa (Centrosema pubescens). Skripsi. Fakultas Peternakan Undana.
Kupang.
Gutteridge, R.C. and H.M. Shelton. 1998. Forage Tree Legumes in Tropi-
cal Agriculture. Published by Tropical Grassland Society of Aus-
tralia Inc.
33
Hoult, E. H., Briant, P. P. 1974. Practice experiments and demonstration dalam:
Whiteman P. C., Humpreys, L. R., dan Mounteith, N. H. A Course Manual
in Tropical Pasture Science. Australia Vice Chancerllors Committee.
Brisbane
Kana Hau D. 2014. The potency of using and developing local and introduced
herbaceous legume forages in East Nusa Tenggara, Indonesia. In:
Proceedings of The 16th AAAP Congress. Yogyakarta, 10-14 November
2014. Yogyakarta (Indonesia). p. 2710-2713.
Kominfo Manggarai Timur 2016. Jejak Operasi Nusa Hijau dan Lamtoro.
Warga Pesisir Utara Manggarai Timur Panen Rupiah. Pos Kupang,
Sabtu 29 Oktober 2016. Halaman 12.
Leo, U. 1996. Pengaruh Pupuk Kandang dan Pupuk Buatan (NPK) Serta
Kombinasinya Terhadap Kualitas Rumput Sawang (Pennisetum
macrostachyum). Skripsi. Fakultas Peternakan Undana. Kupang.
34
Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Bogor (Indonesia):
Puslitbangnak. hlm. 825-831.
Nulik J, Kana Hau D. 2016. Forage growing and hay making of Clitoria ternatea
for dry season feed supplement in East Nusa Tenggara, Indonesia. In: The
17th Asian Australian Association of Animal Production Societies Animal
Science Congress Proceedings. Fukuoka, 22-26 August 2016. Fukuoka
(Japan).
Ranjhan, S.K and G. Krishna. 1980. Laboratory Manual for Nutrition Research.
Rizqiani, N.F., E. Ambarwati, dan N.W. Yuwono. 2007. Pengaruh Dosis dan
Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Vol. 7 : 43 - 53.
35
Ruslin,M.2011.http://ruslin-munir.blogspot.co.id/2011/12/makalah-
tentang-tanaman-lamtoro. html. Kamis, 01 Desember 2011.(Diakses
tanggal 10 September 2016).
Scott, M. L., Malden C. Nesheim and robert J. Young. 1976. Nutririon of the
Chicken. M. L. Scott and Associates, Ithaca, New York.
Suprapto, H., F.M. Suhartati, dan T. Widiyastuti. 2013. Kecernaan serat kasar dan
lemak kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda
pada kambing pernakan etawa lepas sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan.
1(3):938-946.
Theodorou, M.K. & A.E. Brooks. 1990. Evaluation of a New Procedure for
Estimating the Fermentation Kinetics of Tropical Feeds. The Natural
Resources Institute. Ctatham
Tilley, J.M.A. and Terry. R.A. 1963. A two Stage Technique for The In Vitro
Digestion of Forage Crops. J. Brit. Grssld Sci. 18 : 104-111
36
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Yumiarty, H., dan Suradi, K. 2010. Utilization of lamtoro leaf in diet on pet
production and the lose of hair rabbit’s pelt. Jurnal Ilmu Ternak.
37
Lampiran 1. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan Bahan
Kering Imbangan Jenis Tanah
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
( ΣΣYij)²
FK =
N
2
1072.76
FK =
12
= 95900.81
JK Total = (89.32²+88.59²+90.01²+89.14²+88.69²+90.12²+.......+90.12²) –
95900.81
= 14.10
2 2 2 2
(267.93 +267.95 +268.04 +268.85 )
JKPerlakuan = – 95900.81
3
= 0.20
38
KT Perlakuan = JK Perlakuan/DB Perlakuan
= 0.20/3
= 0.07
= 3.91/8
= 0.49
DB Perlakuan = (t-1) = 3
DB Galat = (t)(r-1) = 8
DB Total = (tr-1) = 11
39
Lampiran 2. Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan Bahan
Organik Imbangan Jenis Tanah
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
( ΣΣYij)²
FK =
N
2
989.96
FK =
12
= 81668.57
JK Total = (82.18²+81.68²+83.19²+82.58²+81.41²+83.36²+.......+83.69²) –
81668.57
= 6,60
2 2 2 2
(247.04 + 247.34 +247.51 +248.07 )
JKPerlakuan = – 81668.57
3
= 0,19
40
= 0,19/3
= 0,06
= 6,42/8
= 0,80
DB Perlakuan = (t-1) = 3
DB Galat = (t)(r-1) = 8
DB Total = (tr-1) = 11
41
P₀ 72.52 73.33 71.25 217.11 72.37
P₁ 72.21 75.07 74.55 221.82 73.94
P₂ 73.17 74.77 75.13 223.07 74.36
P₃ 74.93 80.23 80.55 235.71 78.57
Total 292.83 303.40 301.48 897.71 74.809
( ΣΣYij)²
FK =
N
2
897 , 71
FK =
12
= 67156.79
JK Total = (72.52²+73.33²+71.25²+72.21²+75.07²+74.55²+.......+80.55²) –
67156.79
= 92,13
2 2 2 2
(217.11 +221.82 +223 , 07 +235 ,71 )
JKPerlakuan = – 67156.79
3
= 63,21
= 63,21/3
= 21,07
42
KT Galat = JK Galat/DB Galat
= 28,92/8
= 3,62
DB Perlakuan = (t-1) = 3
DB Galat = (t)(r-1) = 8
DB Total = (tr-1) = 11
43
P₃ 71.46 77.16 78.35 226.97 82.69
Total 276.73 284.79 289.61 851.13 70.928
( ΣΣYij)²
FK =
N
2
70.928
FK =
12
= 67156.787
JK Total = (68.77²+68.99²+69.47²+69.36²+68.32²+70.22²+.......+78.35²) –
67156.787
= 129.67
2 2 2 2
(207.23 +207.90 +209.04 +226.97 )
JKPerlakuan = – 67156.787
3
= 90.00
= 90.00/3
= 30.00
= 39.67/8
44
= 4.96
DB Perlakuan = (t-1) = 3
DB Galat = (t)(r-1) = 8
DB Total = (tr-1) = 11
RIWAYAT HIDUP
45
dan Ibu Martha Alu. Pada tahun 2003 penulis mengawali Pendidikan Taman
dan tamat pada Tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
Pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Waingapu dan tamat pada
tahun 2013. Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan Pendidikan ke Sekolah
Pada tahun 2016 penulis diterima sebagai mahasiswa melalui jalur mandiri
Rio A. S. Sakan
46