A. Kompetensi Inti
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif, dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
berdasarkan rasa keingintahuannya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan
B. Standar kompetensi :
kempauan menganalisa dasar-dasar etika Kristen dan berbagai sikap arif dalam setiap
pengambilan keputusan.
C. Kompetensi Dasar
1. Siswa dapat mengidentifikasi nilai-nilai social ekonomi.
2. Siswa dapat membedakan nilai-nilai etika social ekonomi di luar pemahaman
Agama Kristen
D. Tujuan Pembelajaran
Memahami dan memiliki kemampuan mengidentifikasi nilai-nilai social ekonomi dan
dapat membedakan nilai-nilai etika social ekonomi di luar pemahaman Agama Krsten sehingga
mereka dapat mengimplikasikan dan meyakini nilai-nilai social ekonomi yang selaras dengan
moral Kristen. Siswa juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai etika social ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari.
E. Materi Pembelajaran
ETIKA SOSIAL EKONOMI
Materialisme
Sikap Alkitab terhadap materialism jelas dan tidak mendua. Materi baik adanya, ciptaan
Allah berkatNya untuk dipakai dalam prinsip penatalayanan untuk kepentingan diri sendiri
dan sesame. Allah menciptakan materi agar diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.
Allah menentang sikap materialistis dan paham materialisme. Mazmur 62:11, Amsal 11:28
Efesus 5:5) artinya dalam zaman ini terhadap harta adalah mempertuhankan mamon.
Dampak negative Materialisme
Pertama: materi yang merupakan bagian dari realita ciptaan Tuhan dijadikan atau diangkat ke
taraf hakekat realita. Akibat orang materialistis menabung di tempat yang salah. Yesus
mengatakan menabung yang paling aman adalah menabung di sorga bukan dunia (Mat 6:19).
Kedua: materialize menjadikan materi sebagi tuan bukan hamba. Akibatnya orang materialistis
melayani tuan yang palsu, sikap materialisme adalah selalu kuatir dan gangguan jati diri.
Konsumerisme dan materialisme adalah gaya hidup modern yang erat kaitanya atau sangat
berpengaruh terhadap nilai-nilai etika social ekonomi. Semua etika bercorak social dan semua
individu di dalam masyarakat Indonesia pada masa kini tidak luput dari krisis ekonomi
berkepanjangan akibat konsumerisme dan materialisme yang telah membudaya.
1.5. Etika Ekonomi dan Sosialisasinya
Dunia kita telah memasuki era globalisasi, dan seluruh aspek kehidupan manusia terkena
imbasnya. Di era kemajuan ini kita melihat bahwa keberhasilan seseorang itu diukur dari segi
materi, bukan karena gelar, pangkat atau jabatan. Bisa saja penghasilan tukang ojek atau
penarik becak dan kuli bangunan lebih besar dan gaji seorang pegawai negri. Apalagi kita
lihat sekarang ini di segala tempat banyak bermunculan kaum pengangguran intelek akibat
tidak adanya lowongan kerja, sementara untuk bekerja kasar seperti narik becak mereka malu
karena merasa sudah cukup' berpendidikan (sarjana).
Kaum pengangguran juga manusia yang perlu makan dan minum serta mendapat
perhatian serius d pemerintah agar dapat hidup dengan layak, karena kalau tidak maka mereka
akan tetap hidup sebagai parasit atau benalu yang terus menggerogoti baik perekonornian
keluarga maupun masyarakat. Situasi dan kondisi seperti ini tentunya akan berpeluang
menciptakan berbagai aksi peremanisme seperti praktek percaloan, perjudian, prostitusi dan
miras. Banyak pemuda setempat (PS) menjadi jagoan di kampungnya sendiri, apalagi kalau
mereka merasa didukung oleh salah satu organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP). Para
pemuda setempat yang rata-rata hidup menganggur ini terpaksa melakukan berbagai aksi
peremanisme dengan satu tujuan, yaitu agar mendapat uang. Misalnya, mereka mengutip uang
pereman dan setiap pedagang K-5 dengan dalih keamanan, karena kalau tidak mereka tidak dapat
berjualan di sana.
Dalam masyarakat kita sekarang ini tampak adanya kecenderungan untuk makin menjadi individualis dan
egois. Orang mengejar kepentingannya sendiri. dengan cara halal maupun tidak halal, tanpa peduli bahwa akan
ada orang, kelompok agama, kelompok suku, masyarakat ataupun warga negara yang menderita atau
dirugikan karena perbuatannya. Di samping itu, penggunaan kekerasan makin terlihat dalam kehidupan sehari-
hari. Misalnya perampokan nasabah bank atau tawuran antar pelajar dengan menggunakan berbagai alat dan terjadi
bukan hanya antar orang dengan siapa mereka ada perkara, melainkan juga dengan orang yang sama sekali mereka
tidak kenal.
Perasaan orang akhir-akhir ini seakan-akan telah menumpul, kurang ada rasa peka,
rasa kasihan dan rasa kasih satu pada yang lain. Padahal Allah menentang
individualisme. Allah menghendaki agar manusia mengasihi sesamanya manusia
seperti dirinya sendiri, tetapi bukan berarti harus mementingkan dirinya sendiri.
Misalnya, karena faktor mementingkan diri sendiri maka seorang pereman memaksa seorang
wanita tua yang sedang berjualan sayur-sayuran di kaki lima harus memberikan uang pereman. Ia
tidak peduli atau tidak mau tahu apakah jualan wanita tua itu sudah ada yang laku atau tidak.
Sejak bergulirnya era reformasi (Juli 1998) badai krisis ekonomi (moneter) bertiup kencang
menyapu seluruh permukaan ibu pertiwi, berarti kita sudah satu dekade dilanda krisis. Ekonomi
nasional yang bertumpu kepada industri serta didominasi sekelompok kecil pengusaha,
rupanya di hadapan badai krisis ekonomi, tak lebih dari satu bangunan rapuh yang setiap
saat dapat ambruk ke bumi. Pilar-pilar bangunan ekonomi nasional penuh lobang-lobang akibat
dimakan rayap kolusi, korupsi dan nepotisme. Ternyata kerusakan yang ditemukan bukan hanya
di sektor politik, hukum, sosial budaya, dan agama. Penyakit kronis KKN (Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme) ini sudah begitu lama menggerogoti di semua sektor khidupan berbangsa dan
bernegara, dan menimbulkan krisis kepercayaan yang sukar untuk dipulihkan.
Mayoritas masyarakat Indonesia adalah masyarakat berekonomi lemah, dalam arti
hidup dengan penghasilan yang pas-pas-an, dan kebanyakan dari antaranya justru masih hidup
di bawah garis kemiskinan. Bahkan masih banyak masyarakat yang hidup serba kekurangan,
tidak punya tempat tingggal dan pekerjaan tetap. Dalam situasi dan kondisi yang cukup
memprihatinkan ini tidak tertutup kemungkinan banyak orang berlaku tidak etis terhadap sesamanya,
seperti berdusta, mencuri, menipu, dan membunuh. Alasannya mungkin cukup sederhana, yaitu
karena perutnya lapar. Hati orang akan senang kalau perutnya kenyang, tetapi kalau lapar apa
saja akan dilakukannya demi perut sejengkal. Semuanya ini menggambarkan kepada kita,
bahwa kita memang butuh uang minimal untuk mempertahankan hidup dan memperbaiki nasib serta
masa depan kita.
Di dalam kehidupan kita masa kini tampaknya uang dapat menganr segalanya,
itulah sebabnya muncul suatu ungkapan dengan singkatan KUHP (= Kasih Uang Habis
Perkara). Hal ini sudah menggejala atau merupakan swam fenomena, bahwa faktor
ekonomi ternyata sangat dominan mempengandi ehidupan masyarakat. Ada suatu
ungkapan yang cukup populer di kalangma masyarakat untuk menyoroti perilaku seseorang
yang mata duitan terhadap teman,- teman sepergaulannya, yaitu: "Ada uang abang sayang, kalau
tak ada uang abang melayang", dan dalam bahasa Batak terkenal dengan ungkapan, "Molo
Moog hepeng sude mandok lae, alai molo ndang adong hepeng sude mamursik be".
Uraian di atas ingin menggambarkan kepada kita bagaimana sikap berparapura itu cenderung
selalu ditunjukkan oleh seseorang terhadap lawan bicara aim teman ngobrolnya yang kebetulan
banyak uang (orang kaya). Banyak maw berlaku sopan atau berpenampilan santun serta
bertutur manis, hanya ingia menarik simpati atau empati dan orang lain terhadap dirinya, tetapi
ujungujungnya minta dikasihani atau diberikan uang. Perilaku yang berpura-pura ini jelas tidak etis,
apalagi kalau bermotifkan uang atau mencari keuntungan.
Manusia adalah makhluk hidup, oleh karena itu is butuh makan don minum. Untuk
mendapatkan makanannya, manusia memanfaatkan kemampan berpikir dan fisiknya. Berbagai macam
usaha yang dilakukan, dan yang parse sederhana sampai paling canggih sekalipun. Allah adalah
pencipta alam smogs dan segala isinya. Itu berarti setiap manusia atau makhluk hidup yang Walsh
bagian dari ciptaan memiliki hak yang sama untuk menikmati alam das memanfaatkannya untuk
kelangsungan hidup. Bumi tempat manusia Nap diciptakan sungguh amat baik (Kej. 1:31). Manusia
akan merasa bersalah bin memakai alam ini dengan tidak baik dan menyebabkan terjadinya kerusaicaa
Menurut kesaksian Mazmur 104, bumi diciptakan dengan dua fungsi, yaitu frog* oikumenis (untuk didiami)
dan fungsi ekonomis (untuk dimanfaatkan demi kelangsungan hidup).
Etika ekonomi sebenarnya sulit untuk disosialisasikan, karena etika ekonomi ini adalah etika yang
menyangkut keuangan, atau tidak terlepas dari apa yang namanya "uang". Manusia sebagai pelaku
ekonomi justru lebih memprioritaskan ekonominya ketimbang etikanya. Atau dengan kata lain mereka tidak
peduli berdosa atau tidak, yang penting dapat uang atau keuntungan. Misalnya, ada seseorang menemukan
sebuah dompet di jalanan, dan dan KTP-nya ia jelas tahu siapa nama dan di mana alamat siempunya dompet
tersebut, tetapi ia lebih memilih menggunakan uang yang ada di dalam dompet itu untuk keperluannya
ketimbang hams mengembalikannya. Ia merasa tidak berdosa dengan perbuatannya itu, bahkan sebaliknya ia
merasa bersyukur kepada Tuhan karena telah diberikan rizki atau berkat kepadanya pada hari itu.
Etika ekonomi juga sulit untuk disosialisakan karena praktek ekonomi seperti kegiatan atau transaksi
jual-beli biasanya tidak mengenal batas usia. Misalnya, seorang pedagang tidak peduli dengan batas usia calon
pembelinya, apakah anak-anak, pemuda, orangtua, dan kakek-kakek atau nenek-nenek, ia tetap menawarkan barang
dagangannya dengan harga yang sama. Dan ia (pedagang) juga tidak peduli apakah calon pembelinya itu orang
kaya atau orang miskin, satu suku atau tidak, satu agama atau tidak, satu kampung atau tidak, bahkan famili dekat
atau tidak, karena yang hanya dipikirkannya adalah bagaimana cara untuk memperoleh keuntungan sebanyak-
banyaknya. Mungkin, hanya orang yang bermoral tinggi sajalah yang mau menjual barang dagangannya
dengan harga pokok kepada orang miskin dan kepada kakek-kakek atau nenek-nenek, tetapi yang jelas sudah
jauh menyimpang dari prinsip-prinsip ekonomi.
Perekonomian di Indonesia, dari segi geografis terutama dipengaruhi oleh faktor ekonomi
terbesar, yaitu faktor agraris atau pertanian, yang didukung dengan luasnya lahan pertanian yang
ada di setiap provinsi. Faktor lain yang menentukan adalah letak Indonesia yang memang
strategis karena berada dalam jalur perdagangan Taut maupun udara. Struktur ekonomi
Indonesia secara nyata berakar kuat pada tiga sektor yang hams berjalan seimbang, yaitu sektor
pertanian, sektor kesempatan mengembangkan industri sendiri serta sektor produksi jasa yang kuat.
Indonesia adalah negara bekas koloni Barat yang belum lama merdeka, sehingga Indonesia masih
berada dalam strata negara berkembang.
Kondisi perekonomian Indonesia saat ini tengah mengalami keterpurukan yang terburuk
jika dibandingkan dengan kondisi negara lain yang mengalami krisis yang sama. Banyak hal
yang mungkin dulu pernah berhasil dicapai selama masa Orde Baru dan menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki potensi besar sebagai
negara yang mampu bersaing dengan negara-negara besar lain di Asia, seperti misalnya terlihat
dengan pesatnya pembangunan fisik. Tetapi kenyataan berbicara lain, perekonomian Indonesia
ternyata runtuh seiring dengan runtuhnya perekonomian Orde Baru. Hal ini membuat
Indonesia berada pada posisi "juru kunci" sebagai negara miskin jika dibandingkan dengan
Negara Asia lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Mulai dari awal masa krisis hingga
saat ini, konciisi perekonomian Indonesia mengalami fluktual terus-menerus alias cenderung
tidak stabil. Fluktuasi tersebut terkadang membuat orang merasa lega dan terkadang membuat
orang harus menahan napas.
Dengan keadaan ekonomi yang sangat mengalami perubahan di tengah arus
globalisasi pada saat ini, dan melihat kondisi ekonomi Indonesia yang masih tidak menentu,
banyak pertanyaan yang muncul berkaitan dengan perbaikan perekonomian di Indonesia.
Salah satu pertanyaan berkaitan dengan dapat atau tidaknya "ketertinggalan ekonomi" dalam
era globalisasi saat ini yang penuh persaingan melalui sesuatu proses yang membawa ke
arah serta bentuk perekonomian yang baru.
Dari sudut pandang etika dan sosial, perekonomian rakyat di Indonesia secara umum mengalami
masalah yang cukup pelik, sedangkan penyebab utamanya adalah situasi dan kondisi daerah setempat yang
selalu tidak bersahabat atau tidak menguntungkan. Misalnya, kehidupan perekonomian rakyat di daerah pesisir
nyaris mengalami krisis akibat gempa bumi dan gelombang tsunami. Pusatpusat pasar hancur, dan andaikatapun
masih ada yang tersisa pedagangnya tidak ada. Atau dengan kata lain tidak ada transaksi jual-beli di sana,
karena baik pembeli dan penjualnya sama-sama tidak ada punya uang lagi, bahkan kini mereka sangat mengharapkan
bantuan dana atau uluran tangan orang lain. Juga kehidupan perekonomian rakyat di daerah pegunungan dan
sekitarnya mengalami krisis akibat meletusnya gunung merapi, tanah longsor, banjir bandang, angin puting
beliung, kekeringan, hama wereng, dan flu burung.
Disadari atau tidak, sistem ekonomi Indonesia sejak tahun 1980-an rorientasi kepada sistem
ekonomi pasar. Hal ini tampak dengan jelas sejak regulasi tahun 1983 dan ini diperkuat lagi melalui
Ketetapan MPR No. I/MPR.1998. Ekonomi pasar tidak dapat dipisahkan dengan masalah moral, na di dalam sistem
ekonomi pasar kebebasan individu diberi tempat yang sar untuk mengembangkan dirinya (usahanya), karena kebebasan itu
adalah hak ti setiap individu. Sejauh kebebasan itu tidak disalahgunakan dan tidak rtentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta normarma kesusilaan. Dengan demikian, kebebasan individu dibatasi oleh
peraturan g berlaku dan norma-norma kesusilaan. Tetapi sejauh mana batasan-batasan itu ti oleh individu-
individu, tergantung kepada moral masing-masing. Jadi, ml setiap individu sangat mempengaruhi maju
tidaknya suatu badan usaha to yang dijalankan oleh masing-masing individu.
Orang-orang Kristen yang berkecimpung di dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sering merasa terlempar ke
situ tanpa pegangan yang jelas, ataupun bila ada pegangan yang jelas is ternyata tidak dapat dipakai di dalam
praktek. Hal ini disebabkan oleh karena keangkuhan dan kenaifan para ahli etika dan para penganjur moral
sendiri. Yang hanya mau berbicara, tetapi enggan mendengar. Yang hanya mau mengajar, tetapi tidak mau belajar.
Kegiatan ekonomi itu begitu kompleksnya, sehingga norms-norrna etis yang mengenyampingkan kenyataan ini, pasti
hanya akan merupakan semboyan-semboyan yang tidak mempunyai makna dan dampak praktis apa pun juga.
Hanya untuk diucapkan, tapi tidak dapat dipraktekkan.
Memisahkan aspek spiritual agama Kristen dari ekonomi adalah hal yang tidak mungkin, karena seluruh
kehidupan merupakan satu kesatuan. Di antara semua agama di Indonesia, kekristenan mungkin dilihat
sebagai agama yang paling berorientasi pada materi. Memang, kesejahteraan dan kebahagiaan tidak dipandang
sebagai kejahatan, melainkan sebagai kebajikan, atau paling tidak, merupakan urusan yang sah. Beberapa
gambaran alkitabiah mencerminkan hal ini, gambaran kehidupan di Taman Eden yang dinilai serba baik,
termasuk aspek-aspek materialnya, sampai keluarnya Israel dari penindasan Mesir, yang membawanya ke tanah
yang berlimpah susu dan madu, hingga tujuan terakhir manusia, Yerusalem Baru, yang digambarkan sebagai kota
mewah, dengan fondasi dan batu-batu permata, lorong-lorong terbuat dari emas dan gerbangnya terbuat dan
mutiara (Why. 21:21).
Dari perspektif ini, dapat dimengerti, jika perhatian Kristen terhadap masalah ekonomi terutama
bersifat konstruktif, dalam arti, bersikap positif terhadap kesejahteraan material. Elliot bahkan berbicara mengenai
"penyelamatan duniawi":
Pertumbuhan ekonomi merupakan alat dari apa yang boleh kita sebut penyelamatan duniawi, yakni:
pembasmian berbagai faktor lingkungan yang membatasi, menyalahgunakan dan merusak jiwa
manusia. Penyakit, ketidakpedulian, takhayul, kebosanan dan kehidupan yang monoton — semua
itu merupakan kanker jiwa manusia yang berusaha dibasmi sosial dan ekonomi.