DOSEN PENGAMPU:
Dr. Eka Ardhani Sisdyani, S.E., M.Com., Ak.
Oleh:
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………... 2
A. Country-Specific Factors Related to Financial Reporting and the Value Relevance
of Accounting Data (Ali dan Hwang, 1999)
1. Fenomena Penelitian……………………………………………………………………. 3
2. Masalah Penelitian……………………………………………………………………… 3
3. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………...4
4. Research Gap…………………………………………………………………………… 4
5. Kerangka Konseptual…………………………………………………………………… 5
6. Metode Penelitian……………………………………………………………………….. 6
7. Hasil Penelitian…………………………………………………………………………. 7
8. Implikasi Penelitian……………………………………………………………………... 8
9. Kritik……………………………………………………………………………………. 9
B. Audit Tenure, Auditor Rotation, and Audit Quality: The Case of Indonesia (Siregar,
Wibowo, and Amarullah, 2012)
1. Fenomena Penelitian……………………………………………………………………. 9
2. Masalah Penelitian……………………………………………………………………… 10
3. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………...10
4. Research Gap…………………………………………………………………………… 11
5. Kerangka Konseptual…………………………………………………………………… 11
6. Metode Penelitian……………………………………………………………………….. 11
7. Hasil Penelitian…………………………………………………………………………. 12
8. Implikasi Penelitian……………………………………………………………………... 13
9. Kritik……………………………………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….. 15
2
A. Country-Specific Factors Related to Financial Reporting and the Value Relevance
of Accounting Data (Ali dan Hwang, 1999)
1. Fenomena Penelitian
Fenomena penelitian dalam artikel ini adalah fenomena dimana relevansi nilai ditentukan
terutama dalam hal kekuatan penjelas variabel akuntansi (pendapatan dan nilai buku
ekuitas) untuk pengembalian keamanan, relatif terhadap kekuatan penjelas untuk
perusahaan AS yang sebanding. Dalam sistem keuangan berorientasi bank, beberapa
bank memasok sebagian besar kebutuhan modal bisnis (Berglof [1990]), sedangkan dalam
sistem keuangan berorientasi pasar banyak investor yang beragam menyediakan
pembiayaan.
“In bank-oriented financial systems a few banks supply most of the capital needs of
businesses (Berglof [1990]), whereas in market-oriented financial systems numerous
diverse investors provide financing.” (halaman 2)
2. Masalah Penelitian
Masalah penelitian dalam artikel ini peneliti menggunakan analisis faktor utama untuk
menyelidiki apakah variabel yang mewakili faktor khusus negara hanya menangkap satu
konstruksi yang mendasarinya. Selanjutnya, kesesuaian yang diperlukan antara pelaporan
keuangan dan pajak memberikan insentif untuk mengurangi pajak dengan melaporkan
laba yang lebih rendah secara sistematis, dan ini juga merusak relevansi nilai laporan
keuangan
3
“Furthermore, required conformity between financial and tax reporting provides
incentives to reduce taxes by reporting systematically lower profits, and this too
undermines the value relevance of financial reports” (halaman 7)
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membahas hubungan antara ukuran relevansi nilai data
akuntansi keuangan dan beberapa faktor spesifik negara yang menggunakan data 1986-
1995 dari perusahaan manufaktur dari 16 negara seperti disarankan dalam penelitian
sebelumnya.
4. Research Gap
Penelitian ini melihat studi sebelumnya (misalnya, MGM) mempertimbangkan sistem
keuangan bank versus berorientasi pasar dan pemerintah versus swasta pembuat standar
sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi pengembangan akuntansi. Di sisi lain,
mereka menganggap cluster akuntansi Inggris-Amerika versus Kontinental, penyelarasan
pajak keuangan, dan pengeluaran untuk layanan audit sebagai faktor yang membedakan
praktik pelaporan keuangan nasional.
Alford, Jones, Leftwich, dan Zmijewski [1993] (selanjutnya AJLZ) melaporkan relevansi
nilai data akuntansi keuangan untuk 16 negara yang sama yang kami pertimbangkan.
Peneliti berkontribusi dengan memeriksa secara rinci hubungan antara relevansi nilai dan
faktor spesifik negara yang terkait dengan pelaporan keuangan.
4
“Alford, Jones, Leftwich, and Zmijewski [1993] (hereafter AJLZ) report the value
relevance of financial accounting data for the same 16 countries we consider. We
contribute by examining in detail the association between value relevance and country-
specific factors related to financial reporting.” (halaman 3)
5. Kerangka Konseptual
Rumusan Masalah
Hipotesis
Uji Statistik
Hasil
Country-spesific
Financial reporting Value relevance
factors
5
Price leading financial
reporting effects
6. Metode Penelitian
Sampel
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari obsevasi tahun perusahaan dari 16 negara non-AS,
dimana perusahaan AS digunakan sebagai kontrol. Pengambilan sampel ini menggunakan
metode purposive sampling dengan kriteria (1) Negara tersebut harus memiliki setidaknya
60 perusahaan yang layak diobservasi pada tahun penelitian, (2) Perusahaan yang
digunakan adalah perusahaan di sektor manfuaktur. Peneliti juga menggunakan kriteria
AJLZ, ini berfokus pada perusahaan industri (SIC 2000-3999 atau 5000-5999) di setiap
Negara.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pengujian spearman correlation untuk menguji apakan ada
keterkaitan yang kuat pada sebagaian besar variabel yang berbeda, serta menggunakan
factor analysis untuk menyelidiki apakah variabel-variabel yang digunakan dapat mewakili
faktor spesifik pada Negara-negara yang diuji. Selaian melakukan pengujian terhadap
kelima hipotesis, dengan menggunakan persamaan regresi yang diestimasi dengan pooled
time series dan cross section. Namun, dilakukan juga pengujian untuk mengontrol
pengaruh price leading financial reports terhadap hubungan pengukur relevansi nilai dan
faktor spesifik Negara.
Hedge Portfolio Approach. We also use AJLZ's hedge portfolio approach to measure the
value relevance of earnings. For each of the non-U.S. country samples, earnings-based
6
hedge portfolio returns are computed assuming perfect foreknowledge of future earnings.
Similarly, returnbased hedge portfolio returns are computed, assuming perfect
foreknowledge of future (15-month) market-adjusted stock returns.” [halaman 12]
“Because accounting practices primarily influence accruals and not cash, we examine
separately the association between the value relevance of accruals and country-specific
factors.” [halaman 13]
“To control for heteroscedasticity, we deflate the equation by BV to obtain the empirical
specification:
Pit/BVit = f1 + f0 1/BVit + f2 Eit/BVit + uit (4)
To consider the effect of economy-wide factors, we estimate (4) with annual intercepts.”
[halaman 14]
7. Hasil Penelitian
Uji korelasi Spearman antara ukuran relevansi nilai, DIF1, DIFPRET, DIF2_3, dan DIF4,
dan variabel yang mewakili faktor spesifik Negara. Hasil ini mendukung hipotesis
hubungan antara relevansi nilai dan pelaporan keuangan terkait faktor spesifik negara.
Selanjutnya, untuk memeriksa besarnya perbedaan dalam relevansi nilai data akuntansi di
seluruh negara, digunakan ekspektasi peneliti yang dikembangkan sebelumnya. Kemudian
diperoleh delapan negara dengan nilai Principal Factor yang tinggi, yang ditempatkan ke
grup A, dan delapan sisanya ke grup B. Negara-negara Grup A diharapkan memiliki
relevansi nilai yang tinggi dan Grup B memiliki relevansi nilai rendah. Dari 16 relevansi
nilai data akuntansi untuk Negara-negara kelompok A dan B, peneliti memperoleh hasil
yang menunjukkan besarnya perbedaan relevansi nilai antara dua kelompok negara yang
diharapkan memiliki relevansi data akuntansi nilai tinggi versus rendah.
7
Contoh dalam artikel:
“Table 4 reports Spearman correlations between the value relevance measures, DIF1,
DIFPRET, DIF2_3, and DIF4, and the variables representing country-specific factors. All
correlations are in the predicted directions, and significant at the 0.06 level or better.
These results support the hypothesized relations between value relevance and financial
reporting related country-specific factors.” [halaman 15]
“Next, we examine the magnitude of the difference in the value relevance of accounting
data across countries, using our previously developed expectations. For this purpose,
eight countries with high values of Principal Factor, a composite measure of all the
country-specific factors, are assigned to group A, and the remaining eight to group B.
Group A (B) countries are expected to have high (low) value relevance.” [halaman 15]
“Thus, the value relevance of accounting data for group A countries is, on average, 6.3%
(= 0.010/0.158) less, and that of group B countries is 70.2% (= 0.094/0.134) less than that
for the U.S. The difference between the two groups is 63.9% (= 70.2%-6.3%). Differences
that are similarly computed using DIFPRET, DIF2_3, and DIF4, instead of DIF1, are
23.3%, 63.0%, and 72.5%, respectively. These results indicate the magnitude of the
difference in value relevance between two groups of countries expected to have high
versus low value relevance of accounting data.” [halaman 15]
8. Implikasi Penelitian
Implikasi penelitian menunjukkan bahwa price leading financial report yang lebih besar
berpengaruh terhadap bank-berorientasi Negara, yang mana bahwa ukuran relevansi nilai
berbasis pengembalian kontemporer diremehkan untuk negara-negara ini. Efek ini
mungkin berkontribusi pada relevansi nilai yang relatif rendah yang diamati negara-negara
ini. Tindakan khusus negara lainnya, yang dipertimbangkan dalam studi ini, adalah
berkorelasi dengan ukuran sistem keuangan. Jadi, efek price leading financial report juga
dapat mempengaruhi korelasi antara nilai berbasis pengembalian kontemporer relevansi
dan ukuran khusus negara lainnya.
9. Kritik
Penelitian ini memberikan informasi mengenai hubungan antara ukuran relevansi nilai data
akuntansi dan beberapa faktor spesifik dari Negara. Penelitian ini juga dapat menjadi
pertimbangan perusahaan untuk dapat menerapkan sistem pelaporan keuangan yang tepat
agar memperoleh relevansi nilai yang baik.
B. Audit Tenure, Auditor Rotation, and Audit Quality: The Case of Indonesia (Siregar,
Wibowo, and Amarullah, 2012)
1. Fenomena Penelitian
Runtuhnya perusahaan besar di Amerika Serikat seperti Enron dan WorldCom dikaitkan
dengan kualitas audit yang buruk terkait kurangnya independensi auditor yang dirasakan.
Begitu pula dalam kasus Indonesia, runtuhnya banyak perusahaan dan bank selama krisis
Asia tahun 1997-1998 juga telah menimbulkan kekhawatiran tentang kualitas audit yang
buruk terkait dengan kurangnya independensi auditor pula. Kegagalan audit diduga terjadi
karena auditor gagal mendeteksi atau melaporkan kesalahan atau salah saji material dalam
laporan keuangan. Adanya rotasi auditor wajib ini disarankan sebagai sarana untuk
memperkuat independensi dan mengurangi kejadian kegagalan audit. Regulator Indonesia
sendiri telah mewajibkan untuk merotasi penunjukan akuntan publik setiap 3 tahun dan
penunjukan akuntan publik setiap 5 tahun, sejak akhir tahun 2002.
9
Contoh dalam artikel:
“The Indonesian regulators have made it compulsory to rotate the appointments of
public accountants every 3 years and the appointment of public accounting firms every 5
years, since the end of 2002.” [halaman 55]
“Many major corporate collapses, such as Enron and WorldCom in the United States,
have been attributed to poor audit quality associated with a perceived lack of auditor
independence. These alleged “audit failures” were deemed to have occurred because
auditors failed to either detect or report material errors/misstatements in the financial
statements. Mandatory auditor rotation has frequently been suggested as a means of
strengthening independence and reducing the incidence of audit failure (Catanach &
Walker, 1999).” [halaman 55]
“In the case of Indonesia, collapses of many companies and banks during the Asian
crisis in 1997-1998 have also raised concerns about the poor audit quality associated
with a perceived lack of auditor independence.” [halaman 57]
2. Masalah penelitian
Masalah penelitian dalam artikel ini adalah dimana dalam kasus Indonesia, runtuhnya
banyak perusahaan dan bank selama krisis Asia tahun 1997-1998 telah menimbulkan
kekhawatiran tentang kualitas audit yang buruk terkait dengan kurangnya independensi
auditor.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rotasi auditor dan masa kerja
audit. Studi ini menemukan bahwa aturan rotasi tidak meningkatkan kualitas audit dan
bahwa pemerintah (dalam hal ini Kementerian Keuangan) perlu mempertimbangkan
kembali apakah keputusannya tentang wajib rotasi auditor telah mencapai tujuannya.
10
Contoh dalam artikel:
“….. This study tell that the rotation rule does not improve audit quality and that the
government (in this case the Ministry of Finance) needs to reconsider whether its decision
on mandatory auditor rotation is achieving its purpose(s).” (halaman 59)
4. Research Gap
Sebagian besar studi tenurial audit dan rotasi auditor dilakukan di negara lain (misalnya
Ghosh & Moon (2005), Nagy (2005), Myers et al. (2003), Geiger & Raghunandan (2002),
Johnson, Khurana & Reynolds (2002) di AS; Cameran, Livatino, Pecchiari, & Vigano
(2002) di Italia; Chi & Huang (2005) di Taiwan; Chung (2004) di Korea). Studi
sebelumnya ini memberikan bukti empiris mengenai efektivitas pembatasan masa audit
(rotasi auditor) di beberapa negara. Namun, tidak pasti apakah temuan tersebut dapat
diterapkan di Indonesia karena penegakan hukum di Indonesia masih buruk.
5. Kerangka konseptual
Kualitas audit
Akrual diskresioner
6. Metode Penelitian
Untuk menguji hipotesis penelitian dalam artikel ini, penulis menggunakan model riset:
11
Definisi operasional terkait variabel dalam model dapat dilihat dalam artikel, halaman 65.
Penulis menggunakan variabel SPEC, BIG4, LEV, GROWTH, dan SIZE sebagai variabel
kontrol. SPEC, BIG4, GROWTH, dan SIZE diharapkan memiliki hubungan negatif dengan
akrual diskresioner, sementara LEV diharapkan memiliki hubungan positif.
Periode observasi penelitian dibagi menjadi dua, yakni: tahun 1999-2001 untuk
merepresentasikan tahun sebelum regulasi rotasi auditor (KMK No. 423/KMK.06/2002),
dan tahun 2004-2008 untuk tahun setelah regulasi ini diterapkan. Penulis mengecualikan
tahun 2002-2003 karena merupakan tahun pertama implementasi regulasi tersebut.
7. Hasil Penelitian
1) masa kerja audit yang lebih lama berasosiasi dengan kualitas audit yang lebih
rendah untuk periode setelah rotasi auditor diwajibkan, tetapi sebaliknya untuk
periode sebelum diwajibkan, masa kerja audit yang lebih lama meningkatkan
kualitas audit.
12
2) Rotasi auditor sebelum regulasi (rotasi sukarela) memang meningkatkan kualitas
audit, sedangkan rotasi auditor wajib tidak menunjukkan pengaruh positif terhadap
kualitas audit.
3) Penelitian tidak menemukan bukti yang kuat untuk mendukung anggapan bahwa
rotasi auditor wajib yang ada efektif untuk meningkatkan kualitas audit. Hasil yang
bertentangan mungkin disebabkan oleh rendahnya penegakan hukum di Indonesia.
Selain itu, terdapat celah dalam regulasi rotasi yang memungkinkan KAP
melakukan kuasi rotasi.
8. Implikasi Penelitian
1) Penurunan kualitas audit yang mengikuti aturan rotasi mengindikasikan perlunya
mekanisme lain yang diciptakan oleh lembaga akuntan publik Indonesia (IAPI)
seperti peer review dan pelatihan yang efektif untuk meningkatkan kompetensi
auditor.
2) Penelitian ini memperkaya literatur Indonesia tentang hubungan antara rotasi
auditor, masa kerja audit, dan kualitas audit dalam konteks negara berkembang, dan
mendukung kemungkinan penelitian di masa depan.
13
Contoh dalam artikel:
“The decline in audit quality following the rules of rotation indicates the need for other
mechanisms created by the institutions of public accountants Indonesia (IAPI) such as peer
review and effective training to improve the competence of auditors.” (halaman 71)
9. Kritik:
1) Peneliti tidak memisahkan rotasi audit kuasi dan riil untuk menguji dampaknya
terhadap kualitas audit.
2) Peneliti tidak memeriksa hubungan antara masa kerja audit dan rotasi auditor
terhadap kualitas audit untuk setiap industri.
3) Peneliti belum mempertimbangkan variabel tata kelola perusahaan sebagai variabel
yang dapat mempengaruhi hubungan antara masa kerja audit dan rotasi audit
dengan kualitas audit.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Ashiq and Lee-Seok Hwang. 1999. Country-Specific Factors Related to Financial
Reporting and the Value Relevance of Accounting Data.
Siregar, Slyvia Veronica, Fitriany Amarullah, Arie Wibowo, and Viska Anggraita. 2012.
Audit Tenure, Auditor Rotation, and Audit Quality: The Case of Indonesia. Asian
Journal of Business and Accounting. 5(1). 55-74.
15