Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur
penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
kemudahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Terselesaikannya Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang
berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan Makalah ini.

Adapun tujuan penyusunan Makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia pada Semester Ganjil Tahun
Pelajaran 2019/2020.

Do’a penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun
dibalas oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi
penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan
terimakasih.

Tasikmalaya, 3 Januari  2020

Penyusun
DAFTAR ISI Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................ i

DAFTAR ISI................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang......................................................................... 1

1.2  Tujuan..................................................................................... 1

1.2.1 Tujuan Penulisan.............................................................. 1

1.2.2 Tujuan Pembahasan......................................................... 1

1.3 Rumusan Masalah.................................................................... 2

1.4 Sistematika Penulisan............................................................... 2

BAB II: LANDASAN TEORI

2.1 Sekilas Tanaman Jahe (Zingiber Officinale)................................ 4

2.1.1 Asal Tanaman Jahe.......................................................... 4

2.1.2 Nama Tanaman Jahe Di Indonesia..................................... 5

2.1.3 Klasifikasi Tanaman Jahe.................................................. 5

2.1.4 Morfologi Tanaman Jahe ..................................................  6

2.1.5 Kebutuhan Tanaman Jahe................................................. 7

2.1.6 Masalah Yang Muncul....................................................... 7

2.2 Botani Dan Syarat Tumbuh

2.2.1 Botani Tanaman Jahe....................................................... 8


2.2.2 Syarat Tanaman Jahe....................................................... 8

2.3 Jenis Tanaman Jahe................................................................. 15

2.4 Kandungan Tanaman Jahe........................................................ 17

2.5 Manfaat Tanaman Jahe............................................................ 20

2.6 Nilai Ekonomis Tanaman Jahe................................................... 21

2.7 Tanaman Jahe Di Pasaran........................................................ 22

2.8 Pembibitan Tanaman Jahe........................................................ 24

2.8.1 Karakteristik Bibit Berkualitas............................................. 26

2.8.2 Pengaruh Perbanyakan Vegetatif....................................... 27

2.8.3 Pengaruh Agroklimat......................................................... 27

BAB III: PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................... 29

3.2 Saran....................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 30

 
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia, Negara yang memiliki begitu
banyak keanekaragaman baik habitat, maupun flora dan fauna yang dimilikinya.
Keanekaragaman ini pula membuat Indonesia memiliki banyak keanekaragaman
hayati termasuk juga keanekaragaman tanaman obat tradisional atau lebih sering
dikenal dengan tanaman herbal.

Bumi Indonesia yang subur sangat cocok untuk tanaman jahe, namun, pada
kenyataannya tidak mudah untuk mendapatkan jahe dengan kualitas dan kuantitas
yang dibutuhkan, baik kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Belum banyak
masyarakat yang berminat untuk bertanam jahe. Kemungkinan hal itu karena jahe
membutuhkan perawatan yang cukup ketat, pengawasan, waktu panen yang lama,
dan faktor keamanan. Hal itu tentu saja karena jahe memiliki harga yang cukup
tinggi.

1.2 Tujuan

1.2.1     Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia Dasar
Farmasi pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016 yang diampu oleh
dosen Yudhie Suchyadi, S.Si

1.2.2     Tujuan Pembahasan

a.               Pembahasan ini bagi kami berguna sebagai wahana latihan dalam


pembuatan Makalah.

b.               Dengan adanya pembahasan ini tentunya akan semakin memperkaya


ilmu pengetahuan kita, khususnya tentang pemanfaatan tanaman obat tradisional.
c.               Pembahasan ini digunakan untuk memberikan informasi bahwa banyak
sekali tanaman yang bisa dijadikan sebagai obat-obatan.

1.3  Rumusan Masalah

      1.     Bagaimana sejarah tanaman jahe ?

      2.     Apa saja yang dibutuhkan oleh tanaman jahe ?

      3.     Bagaimana cara menanam jahe, hingga tanaman jahe dapat tumbuh
dengan baik ?

      4.     Jenis tanah apa yang cocok digunakan untuk menanam tanaman jahe ?

      5.     Apa saja kandungan dan manfaat dalam tanaman jahe ?

      6.     Bagaimana ciri tanaman jahe yang terkena bakteri ?

1.4 Sistematika Penulisan

Agar sistematis, Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :


BAB II

LANDASAN TEORI

Jahe adalah herba tegak berbatang semu, beralur, dan berwarna hijau. Daun
tunggal, berwarna hijau tua. Rimpangnya bercabang-cabang, tebal dan agak
melebar (tidak silindris), berwarna kuning pucat, di mana baunya khas dan
rasanya pedas menyegarkan.

Jahe merupakan tanaman rempah yang dimanfaatkan sebagai minuman atau


campuran pada bahan pangan.

2.1 Sekilas Tanaman Jahe (Zingiber offficinale)

Tanaman jahe (Zingiber offficinale) termasuk ke dalam kelas Monocotyledon


(tanaman berkeping satu) dan family Zingiberaceae (suku temu-temuan).
Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang telah lama
tumbuh di Indonesia. Bisa dikatakan, Indonesia didatangi bangsa asing sejak
beberapa abad silam karena keberadaan jahe ini.

2.1.1     Asal tanaman jahe

Nama ‘Zingiber’ merupakan nama latin yang berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
‘singibera’, yang mempunyai makna berbentuk tanduk. Hal itu karena bentuk
percabangan rimpangnya yang mirip tanduk rusa. Biasanya tanaman ini tumbuh di
pekarangan rumah maupun di kebun.

Sejak zaman dahulu, tanaman ini sudah terkenal dan dibutuhkan banyak orang.
Namun sayangnya, pada saat itu mereka belum mengenal cara budi daya yang
baik dan benar sehingga hasil panennya tidak maksimal. Tanaman jahe
diperkirakan berasal dari India dan Cina yang terkenal sebagai Negara yang
memanfaatkan jahe sebagai obat. Bangsa Yunani dan Romawi memperoleh jahe
dari para pedagang Arab yang memperolehnya dari India. Sementara itu, orang-
orang Jamaica mulai mengenal jahe sekitar tahun 1952 yang kemudian dikenal
juga oleh orang-orang Karibia.
2.1.2     Nama Jahe di Indonesia

Sesuai dengan keragaman bahasa di Indonesia, jahe mempunyai beraneka macam


nama daerah diantaranya yaitu halia (Aceh), beuing (Gayo);  bahing (Batak Karo);
pege (Toba); goraka (Ternate); gora (Tidore); sipodè (Mandailing); lahia (Nias);
alra, jae (Melayu); goraka (Manado); halia, pĕdas (Besemah); pĕmĕdas(Kutai);
sipadas (Pantai Sumatra Barat); sipadeh, sipodèh (Minangkabau); jahi (Lampung);
jahè (Sunda); jaé (Jawa);  jhai (Madura); dan jae, jahya, lahya, cipakan (Bali)

2.1.3     Klasifikasi Jahe

Jahe adalah tanaman rimpang biasa disebut sebagai rempah-rempah dan bahan
obat. Rimpang jahe ada yang berbentuk seperti jemari yang menggembung di
ruas-ruas tengah. Adanya rasa pedas yang ditimbulkan oleh jahe cukup dominan
dan disebabkan senyawa keton ‘zingeron’.

     Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, tanaman jahe


diklasifikasikan  sebagai berikut :

Kingdom                 : Plantae (tumbuhan)

Divisi                      : Spermatophyta

Sub-divisi                : Angiospermae

Kelas                      : Monocotyledonae

Ordo                       : Zingiberales

Famili                     : Zingiberaceae

Genus                    : Zingiber

Spesies                  : Zingiber officinale
2.1.4     Morfologi Tanaman Jahe

Jahe termasuk tanaman tahunan, berbatang semu yang tingginya 30-100 cm,
tergantung pada klon atau jenisnya, dan berdiri tegak dengan ketinggian mencapai
0,75 m. Tanaman jahe terdiri atas akar, rimpang, batang, daun, dan bunga. Akar
tongkat atau rimpang yang jika dipotong berwarna kuning atau jingga, akar
tumbuh dari bagian bawah rimpang, sedangkan tunas akan tumbuh dari bagian
atas rimpang. Batang pada tanaman jahe merupakan batang semu yang tumbuh
tegak lurus, berbentuk bulat pipih, tidak bercabang tersusun atas seludang-
seludang dan pelepah daun yang saling menutup sehingga membentuk seperti
batang. Daun sempit dengan panjang 15-23 mm dan lebar 8-15 mm, daun terdiri
atas pelepah dan helaian. Pelepah daun melekat membungkus satu sama lain
sehingga membentuk batang. Helaian daun tersusun berseling, tipis berbentuk
bangun garis sampai lanset, berwarna hijau gelap pada bagian atas dan lebih pucat
pada bagian bawah, tulang daun sangat jelas, tersusun sejajar. Permukan atas daun
terdapat bulu-bulu putih. Ujung daun meruncing, pangkal daun membulat atau
tumpul. Batas antara pelepah dan helaian daun terdapat lidah daun. Jika cukup
tersedia air, bagian pangkal daun ini akan ditumbuhi tunas dan menjadi rimpang
yang baru. Rimpang jahe merupakan modifikasi bentuk dari batang tidak teratur.
Bagian luar rimpang ditutupi dengan daun yang berbentuk sisik tipis, tersusun
melingkar. Rimpang dapat dibedakan menjadi tiga bagian sesuai dengan ukuran
dan warna yang dimiliki, yaitu: jahe besar (jahe gajah/jahe bedak), jahe kecil (jahe
emprit), dan jahe merah (jahe sunti).

2.1.5     Kebutuhan Jahe

Kebutuhan permintaan jahe dari Indonesia ke negara pengimpor jahe beberapa


tahun terakhir ini cukup meningkat. Volume permintaan dalam negeri juga terus
meningkat seiring dengan semakin berkembangnya industri makanan dan
minuman yang menggunakan bahan baku jahe. Sayangnya, adanya peningkatan
permintaan jahe belum dapatt diimbangi dengan peningkatan produksi jahe.
     Adapun Negara tujuan jahe dari Indonesia di antaranya Jepang, Arab, serta
Malaysia dalam bentuk jahe segar, jahe kering, dan olahan. Komoditas ekspor
olahan seperti asinan (jahe putih besar), jahe kering (jahe putih besar, kecil, dan
jahe merah), maupun minyak astiri dari jahe putih kecil (jahe emprit) dan jahe
merah.

     Berdasarkan hal di atas, jahe layak dijadikan sebagai salah satu komoditas
unggulan dalam usaha pengembangan agribisnis dan agroindustri. Selain itu, jahe
juga memiliki peluang cukup besar untuk dikembangkan. Hal itu karena selain
iklim, kondisi tanah dan letak geografis Indonesia sangat cocok untuk bertanam
jahe. Dengan demikian, Indonesia bisa menjadi salah satu Negara penyuplai jahe
terbesar di dunia.

2.1.6     Masalah yang mucul

Dengan bertambahnya permintaan jahe di dalam maupun  luar negeri, harus


direspon dengan semakin berkembangnya areal penanaman jahe di Indonesia.
Namun, tidak jarang adanya penolakan ekspor jahe Indonesia ke Negara tujuan,
karena tingginya pencemaran mikroorganisme. Tentu saja hal itu akan
mengakibatkan kerugian petani.

Oleh karena itu, pemerintah beserta stake holder yang ad harus mengambil


langkah antisipasi atau beberapa kebijakan. Antisipasi yang dapat dilakukan
antara lain menetapkan budi daya dengan menggunakan bibit jahe yang berasal
dari varietas unggul dan sehat.

Selain itu, perlu adanya sosialisasi dan desiminasi pembakuan bahan baku pada
industry hiliir, yaitu pembudidaya jahe. Desiminasi merupakan kegiatan yang
ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh
informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi
tersebut. Dengan demikian, proses budi daya dan pasca panennya memerlukan
pembakuan standsar prosedur operasional (SPO) pada budi daya jahe. Hal itu juga
bertujuan untuk mendukung GAP (Good Agricultural Practices).
Pengenalan dan pengembangan usaha bertanam dan pengolahan jahe perlu
didukung dengan upaya perbaikan dan peningkatan. Mulai dari system budi daya,
kualitas produk, jaminan harga sesuai dengan kualitas, dan memberikan
kemudahan pada semua sector atau segmentasi usaha jahe.

2.2 Botani dan Syarat Tumbuh

Untuk mengerjakan sesuatu, tentu saja harus diketahui ilmunya terlebih dahulu.
Begitu pula dengan bertanam jahe, botani dan syarat tumbuhnya harus diketahui.
Botani merupakan ilmu dasar tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam
mengembangkan usaha pada tanaman tersebut. Agar diperoleh hasil yang optimal,
syarat tumbuh tanaman jahe juga harus mendapakan perhatian selain botaninya.

2.2.1     Botani Tanaman Jahe

Tanaman jahe (Zingiber offficinale) termasuk suku temu-


temuan (Zingiberaceae) yang masih satu family dengan temu-temuan lainnya,
seperti temulawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Cucuma aeruginosa),
kunyit (Cucuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), dan
lengkuas (Languas galangal).

Nama ilmiah yang diberikan oleh William Roxburgh dari Inggris tersebut akar
katnya berasal dari bahasa Yunani “zingiberi” yang sebenarnya berasal dari
bahasa Sansekerta “singaberi”.

Tanaman jahe memiliki struktur yang terdiri atas batang, daun, bunga, buah dan
rimpang. Tinggi tanaman jahe sekitar 0,3-0,75 m. batang jahe merupakan batang
semu (pseudostems) yang bentuknya bulat, tegak serta tidak bercabang.

a.     Batang Jahe

Batang jahe berbentuk silindris dan halus berwarna hijau, sedangkan pangkal
batang berwarna putih hingga kemerahan. Batang jahe tersusun atas lembaran-
lembaran pelepah daun dengan tinggi tanaman sekitar 30-100 m.
b.    Rimpang jahe

Rimpang jahe sebenarnya merupakan akar tongkat dari tanaman jahe, dengan
warna daging rimpang ada yang putih kekuningan, kuning, maupun jingga.
Rimpang jahe banyak disukai orang karena rasanya yang pedas dan aromanya
yang khas. Aroma jahe harum menyengat disebabkan oleh kandungan minyak
atsiri yang berwarna kuning agak kental.

Dari bagian-bagian yang ada pada tanaman jahe, rimpang inilah yang memiliki
nilai ekonomis. Rimpang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sehari-hari,
seperti bumbu untuk masakan, obat-obatan serta makanan.

Rasa jahe yang pedas disebabkan oleh kandungan senyawa gingerol. Kandungan
gingerol ini dipengaruhi oleh umur tanaman dan agroklimat tempat tumbuhnya
tanaman.

c.     Akar jahe

Akar jahe keluar dari garis lingkaran sisik rimpang, memilikin warna putih sampai
coklat, berbentuk bulat tetapi ramping, serta berserat. Akar jahe tumbuh mendatar
dekat permukaan tanah dan bercabang. Akar rimpang jahe memiliki karakteristik
karminatif, stomakik, stimulans, dan diaforatik.

d.    Daun jahe

Helaian daun jahe tersusun berselang-seling (folia disticha) secara teratur dengan
panjang daun 15-23 cm dan lebarnya 1-3 cm. tulang daunnya tersusun sejajar
dengan permukaan atas daun yang berbulu putih.

Tangkai daun memiliki bulu dan panjangnya 2-4 mm, sedangkan lidah daunnya
(ligule) memanjang berukuran 0,75-1 cm dan tidak berbulu. Ujung daunnya
runcing (acuminatus) dan tumpul (obtusus) atau membulat (rotundatus) pada
bagian pangkal. Daun terdiri atas upih dan helaian. Pada setiap buku terdapat dua
daun.
e.     Bunga

Bunga jahe tersusun dalam rangkaian malai atau bulir (spica) yang berbentuk
silinder seperti jagung. Bunga tersebut tumbuh dari rimpangnya dan terpisah dari
daun atau batang semunya. Bunga berupa malai yang tersembul di permukaan
tanah berbentuk seperti tongkat, tetapi kadang-kadang bulat telur. Panjang bulir
sekitar 4-7 cm dengan lebar 1,5-2,5 cm. setiap bunga dilindungi oleh daun
pelindung (bractea) berwarna hijau cerah berbentuk bulat telur (ovatus) atau
jorong (elliptic).

Dalam daun pelindung terdapat 1-8 bunga. Bunga jahe memiliki mahkota
berbentuk tabung dengan benang sari semu (staminodium) yang menyerupai
mahkota bunga. Mahkota bunga berbentuk tabung dengan helaian agak sempit
berwarna kuning kehijauan. Bibirnya berwarna ungu gelap dan berbintik-bintik
putih kekuningan.

Tangkai putiknya berjumlah dua buah dengan kepala sari berwarna ungu
berukuran sekitar 9 mm. kepala putik berada di atas kepala sari sehingga kecil
kemungkinan untuk terjadi penyerbukan sendiri. Namun, peluang untuk terjadinya
penyerbukan buatan masih terbuka.

f.      Bakal Buah

Tanaman jahe memiliki bakal buah yang berbentuk bundar dengan diameter
sekitar 0,2 cm yang terletak pada bagian tengah plasenta. Bagian tengah plasenta
tersebut terdiri atas tiga ruang dan setiap ruangnya bersi tujuh bakal nuah. Buah
jahe berbentuk bulat panjang seperti kapsul, berkulit tipis dan berisi biji-biji. Biji
jahe berwarna hitam, kecil, dan memiliki selaput biji.

2.2 Syarat Tumbuh

Tanaman jahe akan menghasilkan produksi secara optimal apabila ditanam pada
tempat dan lingkungan yang memenuhi persyaratan tumbuhnya tanaman jahe.
Selain itu, varietas jahe yang secara genetic memiliki sifat produktivitas tinggi
juga dapat mempengaruhi produksi. Untuk mendapatkan hasil yang baik, kondisi
lahan juga harus diperhatikan, baik tingkat kesuburannya maupun topografinya.

Umumnya syarat tumbuh ini meliputi :

a.     Ketinggian tempat

Tanaman jahe sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai wilayah


pegunungan, dari ketinggian 0-1.500 mdpl. Namun, khusu untuk jahe gajah,
tempat yang dikehendaki untuk tumbuh dan berproduksi optimal adalah pada
ketinggian medium, yaitu 500-950 mdpl. Karena umumnya sentra produksi jahe
gajah adalah lereng-lereng pegunungan atau tempat lain dengan ketinggian
tersebut.

Jika ditanam di tempat yang lebih rendah dari 500 mdpl, sehingga suhu udara
lebih dari 32°C, biasanya jahe gajah menunjukkan gejala-gejala daun terbakar.
Sementar itu, jika ditanam di atas ketinggian 1.000 mdpl dan suhu udara kurang
dari 20°C, pertumbuhan vegetatifnya terlalu subur, sehingga lambat membentuk
anakan dan rimpang.

b.    Curah hujan dan Kelembaban

Tanaman jahe membutuhkan curah hujan ysng relative tinggi, yaitu sekitar 2.500-
4.000 mm/tahun dengan bulan basah 7-9 bulan. Satu tahun optimal untuk
pertumbuhan jahe rata-rata sekitar 25-30°C.

Tanaman jahe membutuhkan kelembaban yang juga cukup tinggi untuk


pertumbuhan optimalnya, yaitu sekitar 80%. Karenanya, jahe cenderung
menghendaki tempat-tempat yang bercurah hujan tinggi sampai tanaman berumur
5-6 bulan. Setelah itu, saat memasuki stadium mengering, tanaman jahe tidak lagi
menghendaki hujan.

c.     Jenis Tanah

Ditanam pada jenis tanah apapun, jahe bisa tumbuh. Namun, untuk mendapatkan
hasil yang optimal, tanaman ini menghendaki tanah yang subur, gembu, dan
banyak mengandung bahan organic. Jenis tanah yang cocok yaitu tanah-tanah
latosol merah cokelat atau andosol, tekstur tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman jahe adalah tanah-tanah bertekstur lempung, lempung liat berpasir,
lempung berdebu, debu, serta lempung berliat. Tanah subur berarti memiliki
kandungan hara yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Tanah gembur
memudahkan perakaran menembus dan menyerap hara yang dibutuhkannya, serta
tanah berdrainase baik karna dapat mencegah lahan menjadi becek dan tergenang
air, sehingga akar jahe yang tidak tahan genangan bisa tumbuh dengan baik. Agar
drainase baik, para petani jahe biasanya memilih lahan berkontuk miring atau
membuat bedengan dengan parit di sebelah kanan dan kirinya.

Selain secara fisik tanah harus gembur, secara kimiawi tanah yang baik untuk budi
daya jahe gajah memiliki derajat keasaman, pH tanah yang dibutuhkan adalah 5,5-
7. Walaupun demikian, tanaman jahe masih dapat tumbuh dengan baik pada pH
tanah minimah 4,5, dan pH 6,8-7,0 untuk produksi maksimum.

d.    Lokasi

Agar pertumbuhannya optimal, jahe memerlukan tempat terbuka yang mendapat


sinar matahari sepanjang hari, dari pagi hingga sore hari. Di tempat seperti ini
daun-daun akan memperoleh sinar matahari yang diperlukan untuk proses
fotosintesis, terutama pada fase pembentukan rimpang.

Tempat yang berada di bawah naungan pepohonan kurang bagus untuk budi daya
jahe. Selain daun tidak memperoleh sinar matahari secara maksimal, tempat yang
terlindung menciptakan kelembaban sangat tinggi dan bisa memicu serangan layu
bakteri yang merupakan penyakit jahe paling berbahaya.

Kelerengan atau kemiringan tanah tempat tumbuhnya tanaman jahe juga perlu
mendapat perhatian. Hal itu terkait perakaran yang dangkal dari tanaman jahe
tentu berpengaruh terhadap kekuatan tanaman yang tumbuh pada lahan-lahan
berlereng. Kemiringan yang baik untuk tumbuhnya tanaman jahe adalah tanah
dengan kemiringan kurang dari 3%. Namun, tidak menutup kemungkinan ditanam
pada kemiringan yang lebuh dari itu.
2.3 Jenis Jahe

     Secara umum, terdapat tiga klon/jenis tanaman jahe yang dapat dibedakan dari
aroma, warna, bentuk dan besar rimpang. Ketiga jenis tanaman jahe tersebut
adalah jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih besar biasa
disebut dengan jahe gajah atau jahe badak. Hal itu karena jahe gajah memiliki
ukuran rimpang yang lebih besar dan lebih gemuk daripada jenis jahe yang lain.

a.     Jahe Besar

     Jahe besar disebut juga jahe gajah atau jahe badak. Batang jahe gajah
berbentuk bulat, berwarna hijau muda, diselubungi pelepah daun, sehingga agak
keras. Rimpang jahe ini berwarna putih kekuningan. Selain itu rimpangnya lebih
besar dan lebih gemuk dengan ruas lebih menggembung daripada jenis jahe yang
lain. Tinggi tanaman 55,88–81,38 cm. Daunnya tersusun secara selang-seling dan
teratur, permukaan daun bagian atas berwarna hijau muda jika dibandingkan
dengan bagian bawah. Jahe gajah bisa dikonsumsi waktu berumur muda maupun
tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan. Jahe besar memiliki rasa yang kurang
pedas serta aroma yang kurang tajam dibandingkan dengan jenis jahe yang lain.
Jahe yang memiliki sebutan jahe badak ini memiliki kandungan minyak astiri
sekitar 0,18-1,66% dari berat kering. Jahe ini biasanya digunakan untuk sayur,
masakan, minuman, permen, dan rempah-rempah.

b.    Jahe Putih Kecil

Jahe putih kecil (Z. officinale var. Amarum) biasa disebut dengan jahe emprit.
Warnanya putih, bentuknya agak pipih, berserat lembut, dan aromanya kurang
tajam dibandingkan dengan jahe merah. Saat ini, ada varietas unggul jahe putih
yang dinamakan jahe putih kecil (JPK 3dan 6) yang mampu berproduksi sebesar
16 ton/ha.

Batang kecil berbentuk bulat, berwarna hijau muda, dan diselubungi oleh pelepah
daun sehingga agak keras. Tinggi rata-rata tanaman antara 41,87–56,45 cm.
Susunan daun berselang-seling dan teratur dengan warna permukaan daun bagian
atas hijau muda, berwarna putih sampai kuning. Jahe putih kecil dapat diekstrak
oleoresin dan diambil minyak astirinya (1,5-3,5% dari beratab kering).

Dengan demikian, kandungan minyak astirinya lebih besar dibandingkan dengan


jahe gajah. Kadar minyak astiri jahe putih sebesar 1,7-3,8% dan kadar oleoresin
2,39-8,87%.

3.     Jahe Merah

     Lain halnya dengan jahe merah yang memiliki nama latin Zingiber officinale
var. rubrum. Jahe ini biasa disebut dengan jahe sunti. Jahe merah memiliki rasa
yang sangat pedas dengan aroma yang sangat tajam sehingga sering dimanfaatkan
untuk pembuatan minyak jahe dan bahan obat-obatan.

     Rimpang jahe ini berwarna merah hingga jingga muda. Ukuran rimpang pada
jahe merah lebih kecil dibandingkan dengan kedua jenis jahe lainnya. Batang jahe
merah berbentuk bulat kecil, berwarna hijau kemerahan, dan agak keras karena
diselubungi oleh pelepah daun. Tinggi tanaman mencapai 34,18–62,28 cm. Daun
tersusun berselang-seling secara teratur dan memiliki warna yang lebih hijau
(gelap) dibandingkan dengan kedua tipe lainnya. Permukaan daun bagian atas
berwarna hijau muda dibandingkan dengan bagian bawahnya. Jahe ini memiliki
kandung minyak astiri sekitar 2,58-3,90% dari berat kering.

          Jahe merah diperkirakan berasal dari India. Dibawa sebagai rempah


perdagangan hingga Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, sampai Timur
Tengah.Kemudian pada zaman kolonialisme, jahe yang bisa memberikan rasa
hangat dan pedas pada makanan segera menjadi komoditas yang popular di Eropa.

2.4 Kandungan Jahe

Rimpang jahe mengandung dua komponen utama yaitu komponen minyak


menguap dan komponen minyak tidak menguap.Komponen minyak menguap
terdiri dari minyak atsiri yang memberikan aroma pada jahe dengan komponen
terbanyak adalah zingiberen dan zingiberol. Komponen tidak menguap terdiri dari
oleoresin pada jahe yang memberikan rasa pedas (Bernawie dan
Purwiyanti,2011:5).

     Secara umum ketiga jenis jahe mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah
kecil protein, vitamin, mineral dan enzim proteolitik yang disebut zingibain.
Menurut penelitian Hernani dan Hayani, jahe merah mempunyai kandungan pati
(52,9%), minyak atsiri (3,9%), dan ekstrak yang larut dalam alkohol (9,93%) lebih
tinggi dibandingkan jahe kecil (41,48%; 3,5%; dan 7,29%) dan jahe besar
(44,25%; 2,5%; dan 5,18%). Karakteristik bau dan aroma jahe berasal dari
campuran senyawa zingeron, shogaol serta minyak atsiri dengan kisaran 1-3%
dalam jahe segar, sedangkan zingeron mempunyai kepedasan yang lebih rendah
dan memberikan rasa manis.

     Konsentrasi gingerol dari jahe kering akan berkurang dibandingkan dengan


jahe segar. Hasil penelitian Puengphian dan Sirichote, menunjukkan bahwa jahe
segar kadar airnya 94%, dengan kandungan gingerol 21,15 mg/g. Sedangkan,
adanya pengeringan pada suhu 550C selama 11 jam menghasilkan kadar air 0,29%
dengan kandungan gingerol 18,81 mg/g (Hernani dan Winarti,
2011:126).      Kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi pada
rimpang jahe merah yaitu minyak atsirinya sekitar 2,5–3% sedangkan kandungan
oleoresinnya bisa mencapai 3% (Herlina, 2002:12). Oleoresin pada jahe merah
tahan terhadap pemanasan sampai suhu 900C tanpa mengalami perubahan mutu
yang nyata.

     Rimpang jahe merah mengandung senyawa-senyawa kimia yaitu 1,8-cineole,


10-dehydro-gingerdione, 6-gingerdione, arginine, a–linolenic acid, aspartic, β-
sitosterol, caprylic acid, capsaicin, chlorogenis acid, farnesal, farnesene, farnesol,
dan unsur pati seperti tepung kanji, serta serat-serat resin dalam jumlah sedikit.

     Hasil penelitian farmakologi menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami


dalam jahe cukup tinggi dan sangat efisien dalam menghambat radikal bebas
superoksida dan hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel kanker, dan bersifat
antikarsinogenik.Beberapa komponen kimia seperti, gingerol, shogaol dan
zingerone memberi efek farmakologi seperti antioksidan, antiinflamasi, dan
analgetik (Hernani; Winarti, 2011:126).Komponen tersebut berkhasiat sebagai
pereda rasa nyeri atau analgesik yang mekanisme kerjanya adalah menghambat
kerja enzim siklooksigenase, dengan demikian akan mengurangi produksi
prostalgandin oleh asam arakidonat sehingga mengurangi nyeri.

     Jahe juga dapat menstimulasi sirkulasi darah.Jahe mengandung senyawa


potensial antiinflamasi yang disebut gingerol. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa mengkonsumsi bahan segar dan olahan jahe setiap hari akan menurunkan
sakit otot dan mencegah salah otot akibat olahraga. Selain itu dapat mengurangi
kolesterol yang dapat merusak kesehatan jantung.

     Menurut Uhl dalam Fakhrudin (2008), resin pada jahe terdiri dari komponen
aktif berupa fenol yang terkandung dalam oleoresin seperti gingerol memberikan
rasa pedas.Gingerol dapat terkonversi menjadi shogaol atau zingeron. Shogaol
terbentuk dari gingerol selama proses pemanasan pada suhu 1000C dan pH 1
terjadi perubahan cukup cepat. Senyawa gingerol dan shogaol memiliki banyak
gugus hidroksil sehingga bersifat polar.

Jahe kering mengandung beberapa komponen kimia antara lain minyak astiri,
oleoresin, amilum, air, dan abu. Aroma yang dimiliki jahe disebabkan oleh
komponen minyak atsiri, sedangkan rasa pedas yang ditimbulkannya disebabkan
oleh komposen oleoresin.

Jahe merah memiliki kandungan minyak atsiri tinggi dan memiliki rasa paling
pedas, dipakai untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling
kecil dengan warna merah dengan serat lebih besar di banding jahe biasa.

Jika dilihat dari kandungan air, jahe putih besar memiliki kandungan air sebanyak
82%, jahe putih kecil 50,2%, dan jahe merah 81%. Sementara itu, jika dilihat dari
kandungan minya astirinya, jahe putih besar mengandung minyak sekitar 1,18-
1,68%; jahe putih kecil sekitar 3,3%; dan jahe merah sekitar 2,58-2,72%. Khusu
untuk jahe merah, pemanenan harus selalu dilakukan setelah tua.
Rimpang jahe memiliki kandungan vitamin A,B, C, lemak, protein, pati, dammar,
asam organic, oleoresin (gingerin), dan minyak terbang (zingeron, zingerol,
zingeberol, zingiberin, borneol, sineol, dan feladren). Selain itu, rimpang jahe juga
mengandung minyak atsiri dan oleoresin. Oleoresin merupakan campuran resin
dan minyak astiri yang diperoleh dari pelarut organic. Berdasarkan kandungan
minyak astirinya, jahe merah yang kadarnya paling tinggi, lalu disusul oleh jahe
putih keci dan jahe gajah. Meskipun demikian, jahe gajah lebih diknal daripada
jahe merah. Hal itu karena jahe gajah banyak digunakan sebagaibumbu dapur,
rempah-rempah, dan bahan obat-obatan.

2.5 Manfaat Jahe

Jahe dapat digunakan sebagai herba tradisional yang membantu mengatasi


sejumlah keluhan kesehatan. Sudah disebutkan bahwa rimpang jahe digunakan
untuk bumbu masak, pemberi aroma, dan rasa pada makanan seperti roti, kue,
biscuit, permen, dan berbagai jenis minuman.

Sementara itu, manfaatnya secara farmakologi antara lain sebagai karminatif


(peluruh kentut), antimuntah, pereda kejang, antipengerasan pembuluh darah,
peluruh keringat, anti-inflamasi, antimikroba dan parasit, antipiretik, antirematik,
serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.

Manfaat lain dari jahe adalah untuk keperluan pembuatan obat-obatan, khususnya
obat herbal seperti obat masuk angin dan sakit perut, Sebagai produk jamu,
sebagai bahan pembuatan kue, diolah menjadi bubuk, minuman, serta permen,
juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan minyak astiri, kosmetik, serta
simplisia (bahan alamiah obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali
pengeringan).
2.6 Nilai Ekonomis

Di antara berbagai jenis tanaman terna setahun, terutama kelompok empon-


empon, jahe merupakan komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi. Hal ini disebabkan manfaat jahe yang sangat beragam, dari bahan obat,
pemberi aroma pada makanan dan minuman, sampai penghangat badan. Karena
rimpang inilah yang paling ramai diperdagangkan, baik di pasar lokal maupun
internasional.

Nilai dari tanaman ini terletak pada rimpangnya yang secara umum dikonsumsi
sebagai minuman penghangat, rempah, penambah rasa, dan sebagai bahan baku
obat tradisional. Pemanfaatan jahe sebagai rempah dan flavoring agent pada
makanan dan minuman umumnya dimanfaatkan bagi pengobatan dikarenakan
rasa dan aromanya yang lebih tajam.

2.7 Jahe di Pasaran

Jahe dapat diolah menjadi beberapa produk. Produk tersebut sudah ada yang
beredar di pasaran, tetapi ada juga yang hanya produksi local atau terbatas di
beberapa kalangan. Hingga saat ini, produk jahe yang terpapar dalam perdagangan
sebagai produk setengah jadi (simplisia, pati, minyak, ekstrak), produk industri
(makanan/minuman, kosmetika, farmasi, dan produk jadi (sirup, instan, bedak,
tablet dan kapsul)

Di pasaran, jahe diperdagangkan dalam berbagai bentuk sebagai berikut :

a.     Jahe segar

Jahe segar adalah jahe yang langsung dipasarkan tanpa diolah terlebih lanjut.
Setelah dipanen, batang semu dan akar-akarnya dibersihkan, dicuci, kemudian
langsung dipasarkan.

     Berdasarkan umur panennya, ada dua jenis jahe segar, yaitu jahe muda dan
jahe tua. Jahe muda, biasanya untuk dijadikan bahan asinan atau manisan, dipanen
saat tanaman baru berumur 3-4 bulan. Sedangkan jahe tua, dipanen saat berumur
8-9 bulan, saat rimpang berukuran maksimal.

b.    Jahe kering

Jahe kering umumnya berbentuk irisan, baik berupa slices (dipotong melintang


setebal 4 mm) maupun split (dibelah dua sejajar dengan permukaannya yang
datar). Ada jahe kering tanpa kupas, setengah dikupas, dan dikupas sampai bersih,
tergantung pada tujuan penggunaannya.

c.     Awetan Jahe

Ada tiga jenis awetan jahe di pasaran, yaitu asinan jahe, jahe dalam sirup gula,
dan jahe kristal. Ketiga jenis awetan jahe tersebut pembuatannya dimulai dari
pemrosesan jahe segar menjadi pikel atau acar jahe. Pikel jahe terbuat dari
rimpang jahe yang dipanen saat berumur maksimum 7 bulan, biasanya saat
berumur 3-4 bulan. Rimpang dikupas, dipotong-potong, kemudian direndam di
dalam larutan garam dan cuka selama tujuh hari. Cina, Hong Kong, dan Australia
adalah produsen potensial awetan jahe.

d.    Jahe Bubuk

Jahe bubuk adalah produk olahan jahe yang sangat diperlukan dalam industry
obat, jamu, farmasi, bir, brendi, dan anggur jahe. Jahe bubuk untuk industry obat,
jamu, dan farmasi dibuat dari jahe kering yang dikuliti sempurna dan digiling
dengan ukuran 50-60 mesh. Sementara itu, jahe bubuk untuk industry bir, brendi,
dan anggur jahe, dibuat dari jahe kering setengah dikuliti.

e.     Minyak Jahe

Minyak jahe didapat dari proses penyulingan jahe kering split  atau slices tanpa


dikuliti. Sebelum disuling, jahe kering dihaluskan menggunakan hammer mil dan
segera dimasukkan ke dalam ketel penyulingan.
f.      Oleoresin Jahe

Oleoresin jahe terbuat dari ekstrasi tepung jahe kering berukuran 30-40 mesh
dengan pelarut organik etanol, aseton, etilendiklorida, isopropanol, atau heksan.
Bentuknya barupa cairan pekat berwarna cokelat tua dengan kandungan minyak
atsiri 15-35%.

2.8 Pembibitan Jahe

Syarat bibit jahe yang baik antara lain tidak cacat, bobot ideal, tidak sakit, kulit
luar keras dang mengkilap, serta mengandung serat dan pati yang tinggi.

Bibit tanaman jahe dapat dibuat sendiri atau dibeli dari para pembibit atau penjual
bibit. Untuk mendapatkan kualitas yang lebih meyakinkan, caranya bisa dengan
membuat bibit sendiri. Pembuatan bibit sendiri dapat dilakukan dengan mudah,
yaitu dengan menyisakan sebagian hasil panen jahe untuk dijadikan bibit. Dengan
demikian, jahe belum ditumbuhi tunas sehingga dapat dijadikan bibit. Sementara
itu, pembelian bibit biasanya dilakukan apabila baru pertama kali akan menanam
jahe. Dalam pembuatan bibit sendiri, perlu diperhatikan beberapa criteria atau
persyaratan bibit yang baik.

Dalam usaha budi daya tanaman, pembibitan sangat diperlukan. Bahkan, budi
daya tidak akan berjalan tanpa adanya bibit. Begitu pula dengan usaha bertanam
jahe, tentu saja pembibitan sangat penting. Bibit yang bagus dan sehat diharapkan
akan menghasilkan tanaman dan rimpang jahe yang berkualitas baik.

Saat pembibitan merupakan titik awal kualitas jahe dimulai. Kita harus mencari
bibit dari rimpang yang berkualitas dengan metode atau cara tanam yang baik.
Dengan demikian, akan diperoleh bibit yang berkualitas. Untuk mendapatkan
bibit jahe secara konvensional yang tahan terhadap penyakit tertentu,
khususnya Pseudomonos solonacearum, bisa dikatakan masih sulit. Hal itu
disebabkan terbatasnya sumber gen ketahanan, hambatan fisiologis karena adanya
sifat ketidaksesuaian diri, dan rendahnya fertilitas.
Untuk meningkatkan ketahanan jahe terhadap penyakit, cara yang dapat
digunakan adalah dengan aplikasi variasi somaklonal dan pengulturan sel atau
jaringan tanaman menggunakan medium selektif. Tentu saja cara ini
membutuhkan keahlian khusus dan perlu pengembangan secara intensif pada
praktisi tanaman jahe.

2.3.1     Karakteristik Bibit  Berkualitas

Tanaman jahe biasanya diperbanyak melalui pembiakan vegetative, yaitu dengan


cara memotong rimpangnya untuk ditanam kembali. Meskipun mudah untuk
membuat bibit sendiri, tetapi harus memperhatikan kualitas bibit yang baik agar
pertumbuhan dan produksi tanaman juga baik.

Untuk memperoleh kualitas bibit yang baik, sebaiknya diperhatikan beberapa hal
yang mempengaruhinya :

Rimpang yang akan dijadikan bibit diambil langsung dari kebun. Hal itu karena
bibit yang baik berasal dari rimpang yang segar.

Rimpang diambil dari tanaman yang sehat adalah rimpang yang kondisinya tidak
terluka. Selain itu, rimpang yang baik berasal dari tanaman berumur 10 bulan
(rimpang tua).

Bibit yang baik berukuran sekitar 3-7 cm dengan berat antara 25-60 g untuk jahe
putih besar. Sementara itu, untuk jahe putih kecil dan jahe merah bobotnya 20-40
g di setiap potongan rimpang.

·       Rimpang yang akan dijadikan bibit memiliki 3 mata tunas atau lebih.

·       Bagian rimpang yang terbaik untuk dijadikan bibit adalah rimpang pada ruas
kedua dan ketiga.
·       Kebutuhan bibir per ha untuk jahe merah dan jahe emprit adalah 1-1,5 ton.
Sementara itu, jahe putih besar yang dipanen tua membutuhkan bibitb 2-3 ton/ha
dan 5 ton/ha untuk jahe putih besar yang dipanen muda.

·       Rimpang yang telah terinfeksi penyakit tidak dapat digunakan sebagai bibit
karena akan menjadi sumber penularan penyakit. Jika ditanam, bibit sakit akan
membuat pertumbuhan tanaman tidak baik. Dengan demikian, hasil panen yang
diperoleh tidak akan memuaskan, bahkan bisa gagal panen. Oleh karena itu, bibit
jahe yang akan ditanam harus jelas asal-usulnya,

·       Bibit yang digunakan harus dipastikan bukan dari kebun yang terserang
bakteri Pseudomonas solanacearum, cendawan Rhizoctonia solani, maupun hama
lalat rimpang Mimegralla coeruleifrons dan Enmerus figurans. Jika bibit tersebut
ditanam tidak akan tumbuh dengan baik dan tentu saja membuat produksi
menurun.

2.3.2     Pengaruh Perbanyakan Vegetatif

Oleh karena tanaman jahe selalu diperbanyak melalui perbanyakan vegetative,


keanekaragaman plasma nutfah kurang dapat berkembang. Andaikan terjadi
beberapa perbedaan karakteristik tanaman jahe dari berbagai daerah , hal tersebut
lebih banyak dipengaruhi oleh iklim, tanah, cara budi daya, serta cara
perbanyakan dari berbagai daerah yang berbeda-beda.

Pemanfaatan plasma nutfah di Indonesia sangat terbatas karena berbagai hal, di


antaranya terbatas jumlah koleksi, terbatasnya kegiatan karakterisasi dan evaluasi,
serta terbatasnya dana dan fasilitas. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut serta
untuk mengupayakan agar plasma nutfah dapat dimanfaatkan lebih optimal, ada
beberapa langkah yang dapat dilakukan. Beberapa langkah tersebut antara lain
sebagai berikut.

·       Pembuatan klasifikasi koleksi kerja

·       Identifikasi sumber sifat-sifat penting


·       Memperbesar keragaman genetic untuk sifat-sifat tertentu

·       Memperbesar keragaman sifat agronomis

·       Mempelajari biologi bunga dan system penyerbukan

·       Mempelajari kompatibilitas persilangan intra dan antarspesies

·       Mengevaluasi ketahanan terhadap pengaruh lingkungan

2.3.3     Pengaruh Agroklimat

Meskipun telah diupayakan pemilihan bibit yang baik melalui plasma nutfah yang
ada, terkadang kondisi pertumbuhan dan produksi tanaman jahe kurang optimal
pada suatu daerah dibandingkan dengan daerah lain. Hal itu dapat terjadi karena
kondisi agroklimat setiap daerah berbeda-beda. Sementara itu, fenotip
(pertumbuhan) dan produktivitas dipengaruhi adanya hasil interaksi antara genotip
tanaman dan kondisi lingkungan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa tanaman herbal berpengaruh terhadap kesehatan


manusia, meskipun telah ditemukan antibiotik terbaru yang efektif untuk
meyembuhkan penyakit. Namun peran tanaman herbal yang sedikit memiliki efek
samping bagi tubuh sulit digantikan.

Jahe merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang ada di Indonesia.
Komoditas ini dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Rimpang jahe banyak
dicari karena memiliki kelebihan dalam hal kesehatan, kesegaran, dan campuran
untuk membuat masakan.

3.2 Saran

Jahe merupakan salah satu komoditas yang dicari banyak orang. Kebutuhan jahe
dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk. Sayang sekali, meningkatnya kebutuhan tersebut
belum bisa diimbangi dengan kemampuan dalam menyediakannya.

Ketidakmampuan Indonesia memenuhi kebutuhan jahe, baik untuk pasar local


maupun internasional disebabkan oleh dua hal, yakni kurangnya lahan para petani
dan produktivitasnya yang masih rendah.

Untuk meningkatkan produktivitas jahe, teknik penanaman harus diperbaiki


dengan menekankan pada pemupukan secara intensif. Selain itu, juga perlu
diawali dengan perlakuan pratanam yang baik, terutama penyediaan bibit
bermutu. Penyediaan bibit bermutu memperkecil risiko tanaman terserang
penyakit layu bakteri yang bisa menurunkan produktivitas, bahkan bisa gagal
panen.
DAFTAR PUSTAKA

 Adiguna, Parjan. 2014. The Secret of Herbal. Sleman, Yogyakarta:


Cetakan Pertama.
 Agoes, Azwar. 2012. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Buku Pertama.
 Alita Margahana, Debby. 2014. Uji Efektifitas Rimpang Jahe Merah
(Zingiber offficinale) Sebagai Analgetik Pada Mencit Putih (Mus
musculus). Lampung: Karya Tulis Ilmiah.
 Andoko, Agus. 2005. Budi Daya dan Peluang Bisnis Jahe. Jakarta:
Cetakan Pertama.
 Araska. 2015. Untung Besar Budidaya Jahe Merah. Bantul, Yogyakarta:
Cetakan Pertama.
 Bahari, Hamid. 2013. Tanaman-Tanaman Ajaib Untuk Kesehatan,
Kecantikan, dan Kecerdasan. Banguntapan, Jogjakarta: Cetakan Pertama.
 Dwi Setyaningrum, Hesti. 2013. Jahe. Jakarta: Cetakan Pertama.

Anda mungkin juga menyukai