TEKNOLOGI PANGAN
Dosen Pengampu:
OLEH:
5223342012
FAKULTAS TEKNIK
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat,dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report ini dengan baik. Tugas ini disusun
dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Teknologi Pangan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Erli Mutiara, M. Si. selaku Dosen
pengampu dalam mata kuliah Teknologi Pangan yang telah bersedia membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas ini.
Penulis berharap agar CBR yang telah disusun ini dapat memberikan inspirasi bagi
pembaca dan penulis yang lain. Penulis juga berharap agar CBR ini menjadi acuan yang baik
dan berkualitas.
Dalam penyusunan CBR ini, penulis merasa masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan CBR ini.
Akhir kata semoga Critical Book Report ini dapat bermanfaat. Atas segala perhatian
semua rekan, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Tujuan Penulisan......................................................................................................
C. Manfaat Penulisan....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................
A. Identitas Buku..........................................................................................................
B. Ringkasan Isi Buku
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................
A. Simpulan..................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi pangan adalah aplikasi ilmu pangan ke dalam sistem seleksi,
pengawetan, pengolahan, pengemasan, distribusi, dan pemanfaatan sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah yang bersifat baik, aman, dan bergizi.
B. Tujuan Penulisan
1. Agar mampu meringkas isi buku.
2. Agar mampu membandingkan buku yang satu dengan yang lain.
3. Agar mampu mengkritisi buku dan memberi saran yang baik
C. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan pengetahuan tentang materi yang terdapat dalam
Teknologi Pangan.
2. Mempermudah pembaca mendapat inti dari sebuah buku yang telah dilengkapi
dengan ringkasan buku, pembahasan isi buku, serta kekurangan dan kelebihan
buku tersebut.
3. Melatih mahasiswa merumuskan serta mengambil kesimpulan-kesimpulan atas
buku-buku yang dianalisis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Identitas Buku
Buku Kritik:
Buku Pembanding:
C. Pemanfaatan Rempah-Rempah
Biasanya rempah-rempah diolah dalam bentuk tertentu atau ditambahkan
langsung pada makanan. Tujuannya untuk memperbaiki penampakan makanan,
menghindari cita rasa yang tidak enak (off-flavor), menghindari kesehatan, dan
sebagai pengawet alami bahan makanan
A. Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Dalam hubungannya dengan bahan makanan,
senyawa antimikroba bisa digunakan sebagai senyawa aditif makanan untuk
mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak.
Beberapa senyawa aditif yang sering digunakan sebagai antimikroba adalah
asam-asam organik dan garamnya (propionat, benzoat, sorbat,dan asetat, senyawa
nitrit dan nitrat,, sulfur dioksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam dan gula,
alkohol formal dehida, rempah-rempah, dan berbagai senyawa lainnya.
B. Karakteristik Mikroba Patogen dan Mikroba Pembusukan Makanan
Beberapa bakteri yang diketahui berbahaya bagi kesehatan dan merusak makanan
dikelompokkan sebagai bakteri patogen dan pembusuk pangan. Bakteri dikategorikan
patogen bila dapat menyebabkan penyakit bagi manusia yang mengonsumsi makanan
mengandung bakteri tersebut dalam jumlah tertentu. Beberapa bakteri patogen juga
dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut dikonsumsi oleh
manusia dapat menyebabkan intoksikasi. Pada intoksikasi, sekalipun makanan atau
bahan pangan sudah dipanaskan, toksin yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan
bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tak ada dalam makanan.
C. Mekanisme kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba
Kemampuan rempah-rempah untuk menghambat pertumbuhan mikroba merupakan
salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai
pengawet bahan pangan. Semakin kuat efek penghambtannya, semakin efektif
digunakan dalam sistem pangan.
D. Pengujian Aktivitas Antimikroba
Aktivitas antimikroba adalah kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba,
baik bakteriostatik maupun fungistatik. Metode untuk menganalisis aktivitas
antimikroba dipengaruhi oleh media analisis, senyawa antimikroba dan prosedur
analisis.
BAB VII : Pemanfaatan Produk Ekstratif Rempah Sebagai Bahan Pengawet Pangan
BAB I : PENDAHULUAN
A. Teknologi Pangan
Teknologi Pangan membahas berbagai teknik atau metode pengolahan dan
pengawetan pangan sesuai dengan sifat pangan dengan mempertahankan dan
meningkatkan mutu, kadar, dan nilai gizi pangan. Bidang keahlian teknologi
pangan memiliki kaitan yang sangat erat dengan aspek teknik dan teknologi
(technology). Pengertian ilmu pangan adalah ilmu dasar yang menggabungkan
prinsip-prinsip ilmu biologi, kimia, fisika, dan teknik, hal ini digunakan untuk
mempelajari karakteristik bahan pangan, mekanisme kerusakan dan
pencegahan, serta dasar-dasar pengolahan pangan.
Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan,
komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pen gawetan. Secara garis besar, cara
mengawetkan makanan yaitu secara fisik, biologi dan kimia.
Makanan pada umumnya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pengolahan dilakukan
antara lain untuk menvariasikan olahan makanan, memudahkan daya serap makanan,
meningkatkan daya daya terima konsumen, juga untuk meningkatkan umur simpan makanan
tersebut. Untuk itu perlu proses penanganan yang tepat sehingga kerusakan dapat dicegah.
Pada saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau disembelih, bahan tersebut
akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan berlangsung sangat lambat atau sangat cepat
tergantung dari jenis, cara penanganan, lingkungan dan komposisi kimia dari bahan makanan
tersebut. Kerusakan bahan makanan atau bahan pangan tidak dapat dihindari, tetapi dapat
dicegah dan diperlambat. Cara mencegah bahan pangan agar tidak rusak hingga saat
dikonsumsi adalah dengan segera memasak dan mengkonsumsinya. Kerusakan adalah
perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan makanan yang tidak dinginkan atau
adanya pen yimpangan dari karakteristik normal. Kerusakan pangan juga dapat diartikan
sebagai penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal dengan panca
indra atau parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia. Semua makluk hidup
memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupannya (tumbuh dan
bertahan hidup), Bakteri, khamir, kapang, insekta, dan rodentia (binatang pengerat) selalu
berkompetisi dengan manusia untuk mengkonsumsi persedian pangannya. Senyawa organik
yang sangat sensitif dalam bahan pangan dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut,
akan mengalami kerusakan oleh hampir semua faktor lingkungan di alam. Panas, dingin,
cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan, waktu dan kandungan enzim dalam bahan pangan
itu sendiri, semua cenderung merusak bahan pangan. Kerusakan makanan adalah suatu
kondisi dimana makanan menjadi rusak atau makanan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
Kerusakan bahan pangan tergantung dari jenis bahan pangan tersebut, Bahan makanan ada
yang cepat rusak dan ada yang lama. Bahan makanan yang cepat rusak sepertisusu, daging,
ikan, hati dan ada yang berlangsung secara lambat seperti biji-bijian dan kacang-kacangan.
Bahan makanan dapat dikatakan rusak bila makanan tersebut telah mengalami perubahan
warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa. Bahan makanan yang telah rusak dapat dilihat dengan
terjadinya perubahan, baik dalam segi warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa, Perubahan
warna yang terjadi, misalnya dalam keadaan baik dan segar berwarna hijau berubah menjadi
coklat (rusak). Perubahan pada aroma, misalnya ditunjukkan oleh perubahan bau yang pada
mulanya aroma harum segar berubah menjadi aroma amis, H2S, amoniak atau busuk.
Kelainan tekstur, misalnya ditunjukan dengan adanya perubahan pada tektur yang mulanya
keras menjadi lunak dan berlendir. Kelainan rasa, misalnya dapat ditunjukan pada rasa
makanan yang pada mulanya manis, gurih, enak dapat berubah menjadi asam atau pahit.
Bahan makanan dengan kandungan protein tinggi seperti daging, ikan, dan susu akan cepat
menjadi rusak yang ditandai dengan bau tidak enak, amoniak atau berbau busuk karena
terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan amoniak yang berbau busuk, Begitu juga dengan
bahan makanan yang mengandung lemak misalnya minyak goreng akan cepat menjadi tengik
bila terkena sinar matahari. Kerusakan makanan juga dapat terjadi pada buah-buahan dan
sayur-sayuran. Pada buah, kerusakan dapat terjadi pada proses penyerbukan, pembuahan dan
pematangan yang terjadi dalam waktu yang cukup panjang, dimana sering terjadi
pembusukan. Kerusakan sayuran umumnya terjadi pembusukan pada batang dan daun yang
disebabkan oleh hama tanaman seperti serangga, ulat dan cuaca. Selain itu, kerusakan buah
dan sayuran juga sering terjadi selama penyimpanan dan pengiriman. Makanan dan minuman
olahan juga mudah mengalami kerusakan atau pembusukan. Contoh kerusakan makanan
yang dapat diamati, misalnya produk olahan susu sangat mudah basi dan tidak tahan lama.
Jus buah dalam gelas terbuka dalam suhu ruangan akan mudah bau dan berubah rasa,
kerupuk goreng yang diletakkan dalam kondisi terbuka akan cepat melempem dan tengik,
serta sari kedelai yang diletakkan dalam suhu ruang yang panas akan cepat basi. Sementara
itu kue-kue semi basah yang tersimpan rapat akan mudah berair dan basi, serta lauk dan sayur
bersantan yang disimpan dalam ruang terbuka akan cepat busuk. Semua contoh tersebut
menunjukkan adanya kerusakan pada produk makanan dan minuman. Secara ekonomi
makanan rusak tidak dapat dijual dan harus dimusnahkan, Apabila makanan itu dikonsumsi,
maka dapat menyebabkan keracunan, timbulnya penyakit bahkan kematian. Penyebab utama
kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut yaitu kerusakan
mekanis, kerusakan fisik, petumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzimenzim dalam
bahan pangan; serangga, parasit, dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan;
kadar air, udara; termasuk oksigen; sinar dan jangka waktu penyimpanan.
A. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini
terjadi pada benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama
pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh atau terbanting, sehingga
mengalami bentuk atau cacat. Kerusakan mekanis juga terjadi akibat benturan
selama penangkapan, dan persiapan sebelum pengolahan. Kerusakan mekanis
pada ikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gizinya, tetapi cukup
berpengaruh terhadap penampilan dan penerimaan konsumen. Ciri-ciri umum
kerusakan mekanis antara lain memar akibat tertindih atau tertekan, sobek,
terpotong, pecah, hancur.
B. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fïsik. Misalnya
terjadinya "case hardening" karena penyimpanan dalam gudang basah
menyebabkan bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi
penggumpalan (pengerasan) atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan
dingin (chilling injuries) atau kerusakan beku (freezing injuries) dan "freezer
burn" pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan
menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Pada umumnya kerusakan
fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya. Kerusakan fisik ini
bisa juga diakibatkan oleh insekta atau rodentia dan kondisi lingkungan seperti
suhu, sinar matahari.
C. Kerusakan Mikrobiologi
Kerusakan mikrobiologi pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor . yaitu:
1. Tingkat pencemaran mikroba pada pangan, yaitu semakin tinggi tingkat
pencemaran mikroba maka pangan akan semakin mudah rusak.
2. Kecepatan pertumbuhan mikroba yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
telah dijelaskan di atas, yaitu aw, pH, kandungan gizi, senyawa
antimikroba, suhu, oksigen dan kelembapan.
3. Proses pengolahan yang telah diterapkan pada pangan, misalnya
pencucian, pemanasan, pendinginan, pengeringan, dan lain-lain.
A. Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan metode pen gawetan yang paling tua yang telah diterapkan
sejak zaman primitif, yaitu untuk mengawetkan daging dan ikan dengan menjemurnya
dibawah terik matahari. Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan bahan
agar dapat disimpan lebih lama, ringan, dan volumenya menjadi kecil sehingga biaya
produksi akan lebih hemat. Pengeringan didefenisikan sebagai metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan
menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dan kondisi
udara normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang
aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis atau kimiawi. Pengeringan menyangkut
perpindahan massa (uap) dari bahan dan energi panas ke bahan secara simultan. Panas
yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan menggunakan
udara sebagai medium penghantar panas pada pengeringan. Pindah panas tersebut
sangat ditentukan oleh suhu udara pengering. Suhu udara pengering berhubungan
erat dengan mutu komuditi yang dikeringkan, semakin tinggi suhu pengeringan akan
mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi, kelebihan suhu udara pengering dapat
mengakibatkan kerusakan bahan baik secara fisik maupun kimia, terutama pada
proses pengeringan yang berlangsung lama. Pengeringan dengan tekanan vakum dan
suhu rendah akan menghasilkan bahan kering yang bermutu baik. Didalam
pengeringan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu temperatur pengeringan,
pindah panas, pindah massa, ikatan air, mekanisme pengeringan (metode operasi),
kondisi pengeringan, bentuk fisik bahan yang akan dikeringkan, skala produksi,
spesifikasi khusus, dan waktu pengeringan. T'emperatur yang digunakan dalam
pengeringan bervariasi, tergantung pada kondisi bahan dan kandungan larutan pada
umpan, suhu media pemanasan, waktu pengeringan, dan temperatur akhir yang
diperbolehkan untuk bahan padat yang dihasilkan.
B. Prinsip Pengeringan
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya
mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak
dihilangkan maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya,
akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang
terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim
yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang
biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut, Untuk mengatasi
hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air
yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun
penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhanan ya adalah dengan
melalui proses pengeringan. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara
dengan bahan yang dikeringkan dengan tujuan mengawetkan. Pada pengawetan
pangan, kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat
tumbuh lagi di dalamnya, Proses pengeringan dapat mengawetkan bahan pangan
karena sebagian air dalam bahan pangan dihilangkan sehingga mikroba pembusuk
tidak dapat tumbuh pada kondisi jumlah air yang terbatas (aktivitas air dari bahan
pangan menurun). Demikian pula enzim yang dapat menstimulasi reaksi-reaksi kimia
dalam bahan pangan tidak dapat aktiftanpa air. Pengeringan dapat pula diartikan
sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian
besar air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan
sublimasi (pada pengeringan beku). Mikroba pada keadaan normal mengandung kira-
kira 80% air. Air diperoleh dari makanan dimana mereka tumbuh. Apabila air
dikeluarkan dari bahan pangan, maka air dalam bakteri juga akan keluar atau bakteri
mengalami plasmolisis sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Bakteri dan
khamir umumnya membutuhkan kadar air yang lebih tinggi dari pada kapang. Oleh
karena itu, kapang sering dijumpai pada makanan setengah kering, dimana bakteri dan
khamir tidak dapat tumbuh. Misalnya kapang yang tumbuh pada roti yang sudah basi,
ikan asap, dendeng, makan semi basah dan lain-lain. Selama proses berlangsung
terjadi pindah panas dan pindah massa. Pindah panas menyebabkan fase air berubah
menjadi fase uap. Panas yang diperlukan, dipindahkan langsung ke bahan yang akan
dikeringkang (konveksi) dapat dikontakan dengan udara panas menurut cara yang
berbeda-beda misalnya pengaliran atas, pengaliran tembus, fluidisasi, penyeretan dan
penghamburan. Sedangkan proses pengeringan dengan bahan yang digerakkan
dikelompokkan ke dalam operasi aliran searah, aliran berlawanan (lebih hemat) dan
aliran menyilang. Pindah massa yaitu pergerakan air dari bagian dalam ke permukaan
secara difusi, kemudian uap air dari permukaan ke udara kering (ada dua tahap).
Tahap pertama, proses terjadi disekitar permukaan yaitu terjadinya kenaikan laju
pengering (tekanan uap air dan suhu permukaan meningkat). Tahap kedua, laju
pengeringan konstan karena kenaikan suhu seluruh bahan menyebabkan terjadinya
pergerakan air secara difusi dari bagian dalam ke permukaan dan kemudian diuapkan
dalam hal ini tekanan uap air konstan, laju difusi konstan dan sama dengan laju
penguapannya. Saat kadar air bahan mencapai kadar air kritis laju pengeringan
menurun. Ini karena laju difusi air mulai menurun sehingga tekanan uap air
permukaan menurun sampai terjadi kesetimbangan dengan tekanan uap udara
pengering. Pada tahap kedua tidak hanya pada permukaan bahan, tapi juga ke dalam
bahan hingga kadar air bahan mencapai kadar air kesetimbangan. Perubahan kadar air
pada proses pengeringan umumnya mengikuti proses yaitu pemanasan (warming up),
laju pengeringan konstan (kecepatan penghilangan air dibatasi oleh kecepatan
evaporasi air pada permukaan, berlangsung jika laju migrasi air ke permukaan
dipertahankan pada suatu tingkat tertentu sehingga permukaan bahan selalu dalam
keadan basah), laju pengeringan menurun (priode ini sering terbagi menjadi dua
bagian yaitu bagian permukaan bahan mulai mengering dan kecepatan migrasi air
dalam bahan mulai lebih rendah dibanding kecepatan evaporasi pada permukaan,
sedangkan bagian penguapan terjadi pada bagian dalam bahan dan uap berdifusi ke
permukaan). Besarnya kadar air kesetimbangan tergantung pada suhu dan kelembaban
relatif udara pengering. Semakin tinggi suhu dan semakin rendah kelembaban relatif
udara, besarnya kadar air kesetimbangan akan semakin kecil. Tapi suhu udara yang
terlalu tinggi bersama dengan kelembaban relatif yang rendah menyebabkan laju
penguapan pada permukaan bahan jauh lebih besar daripada laju difusi air
kepermukaan. Akibatnya permukaan akan mengeras atau membentuk kerak yang
menghambat sampainya air dari bagian dalam bahan kepermukaan, maka bagian
dalam tetap basah pada akhir pengerigan. Hal ini dapat diatasi dengan mengendalikan
suhu dan kelembaban relatif udara pengering.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENGERINGAN
Pengeringan bahan dan produk pangan bertujuan:
1. Mengurangi risiko kerusakan bahan dan produk pangan karena kegiatan
mikroorganime dan enzim. Dengan mengurangi kadar air bahan sampai batas
dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti, bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Umumnya kandungan air bahan
pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat
tumbuh lagi pada bahan pangan tersebut.
2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan. Umumnya bahan pangan
mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air akan sangat
mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
3. Mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya, misalnya kopi
instant.
4. Mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan,
misalnya mineral, vitamin, dsb.
E. Jenis Pengeringan
Proses pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan.
Pengering alami menggunakan sinar matahari. Pengeringan alami, yaitu
menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya dengan dlijemur atau diangin-
anginkan. Sedangkan pengering buatan, yaitu menggunakan panas selain sinar
matahari, dilakukan dalam suatu alat pengering. Pengeringan dengan sinar matahari
merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan
yang populer dikalangan petani terutama di daerah tropis. Teknik pengeringan
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (dikering anginkan), dengan rak-
rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya. Keuntungan dan
kerugian dengan pengeringan sinar matahari dibandingkan dengan pengering buatan.
Pengeringan dengan pemanas buatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemanasan langsung, (misalnya menggunakan oven, pengering kabinet), pengeringan
vakum (vakum drying), dan freeze drying yaitu pembekuan disusul dengan
pengeringan. Vacum dryer merupakan suatu cara pengeringan bahan dalam ruang
yang tekanannya lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Pengeringan dapat
dilakukan dalam waktu yang lebih singkat walaupun pada suhu yang lebih rendah
daripada pengeringan atmosfer. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih
rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu yang lebih rendah. Pengeringan
dengan tekanan vakum dan suhu rendah akan menghasilkan sayuran kering yang
bermutu baik. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada
kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada
tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada
umumnya secara konduksi, bisa juga secara pemancaran.
E. Daya Awet
Istilah awet untuk suatu bahan itu sangat relatif tergantung dari jenis dan sifat
alamiah dari bahan itu sendiri. Suatu bahan dikatakan mempunyai keawetan atau
daya awet tinggi, apabila bahan tersebut belum mengalami kerusakan, baik secara
fisik maupun kimia dalam jangka waktu tertentu. Bahan olahan dapat menjadi
lebih awet atau sebaliknya tergantung dari usaha lain yang diberikan selama atau
setelah pengolahan. Pangan semi basah merupakan salah satu jenis bahan olahan
yang mempunyai tingkat keawetan tertentu. Keawetan pangan semi basah
dipengaruhi oleh komposisi bahan sebagai penyusunnya, aktivitas mikroba,
metode atau teknologi pengolahan, sistem pengemasan, dan ada tidaknya zat
pengawet.
Aktivitas dan daya tahan mikroba sangat dipengaruhi oleh aktivitas air (aw)
dari bahan yang bersangkutan, yaitu yang dinyatakan sebagai jumlah air bebas
yang dapat dipergunakan leh mikroorganisme ntuk pertumbuhannya. Aktivitas air
tidak menunjukkan jumlah absolut air dari bahan pangan, sehingga ada
kemungkinan dua bahan pangan yang mempunyai kandungan air sama, tetapi aw
berbeda.
Daya awet pangan semi basah sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme
(Leistner dan Rodel, 1976). Prinsip proses pengolahan pangan secara modern
untuk pangan semi basah adalah melakukan penurunan aw sampai pada tingkat
dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh tetapi masih tersedia cukup air dalam
bahan pangan tersebut untuk menjaga tingkat keenakannya.
Pada umumnya, melihat hubungan antara mikroorganisme dengan makanan,
kapang lebih toleran pada aw rendah bila dibandingkan dengan khamir, sedangkan
khamir lebih toleran dari pada bakteri menunjukan berbagai mikroorganisme yang
toleran pada aw pangan semi basah yaitu antara 0,6-0,9. Beberapa mikroba dapat
menghasilkan toksin, seperti Staphylococcus, Penicillium, Aspergillus,Emericella,
Eurotium, dan sebagaian kecil merupakan mikroba patogen seperti Candida.
Walaupun demikian, pengendalian mikroba yang tidak diinginkan tidak hanya
tergantung pada penurunan aw saja, melainkan dipengaruhi pula oleh pH, suhu,
dan bahan tambahan makanan.
Peranan aw terhadap pertumbuhan mikroba cukup besar. Akan tetapi,
penggunaan bahan antimikroba masih diperlukan untuk meningkatkan daya
simpan pangan semi basah. Kegagalan mempertahankan sifat organoleptik
(misalnya palatabilitas) pada penurunan aw di bawah 0,8 banyak terjadi. Bahan
antimikroba memegang peranan penting pada pangan semi basah dalam aw 0,80-
0,90 untuk mencegah pertumbuhan bakteri seperti Staphylococcus aureus yang
dapat tumbuh pada aw 0,85.
Kapang merupakan mikroba yang tahan terhadap aw rendah pada suhu dekat
pertumbuhan optimum. Seperti Aspergillus ruber dapat tumbuh pada suhu 5C
dengan aw 0,85; 109C pada aw 0,80; 30'C pada aw 0,725; 350C pada aw 0,75.
Kapang dapat tumbuh pada pangan semi basah, misalnya wingko dan jenang.
Pada saat penyimpanan mendorong terjadinya ketengikan. Penggunaan bahan
pengawet berupa garam sorbat dapat mengurangi laju pertumbuhan kapang.
Pendekatan serupa dapat dilakukan pada pembuatan bika ambon. Pada saat
penambanan bahan pengawet, harus dibatasi, karena berhubungan erat dengan
kesehatan konsumen dan juga penurunan pH dibawah 4,5. pH dibawah 4,5
umumnya tidak dikehendaki pada pangan semi basah.
Menurut Karel (1976) penentuan adanya mikroba dalam pangan semi basah
dapat dilihat dengan adanya pertumbuhan tiga macam mikroba, yaitu Aspergillus
niger, Aspergillus glucus, dan Staphylococcus. Hal ini disebabkan tiga macam
mikroba tersebut yang paling tahan terhadap kondisi substrat, Para ahli juga
melaporkan bahwa Staphylococcus aureus dapat bertahan pada pangan semi
basah.
Perubahan mutu pangan semi basah selain disebabkan serangan mikroba, juga
terjadi karena proses oksidasi seperti oksidasi lemak dan proses pencoklatan non
enzimatis. Beberapa jenis pangan semi basah banyak mengandung komponen
lemak tidak jenuh, sehingga sering menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.
Pencegahan terjadinya oksidasi sering digunakan bahan antioksidan BHA atau
BHT atau dilakukan pengepakan yang baik.
F. Humectan
Humectan adalah senyawa kimia yang bersifat higroskopis dan mampu
menurunkan aw dalam bahan pangan, Dengan demikian, aktivitas air dapat diatur
dengan menambahkan bermacam-macam humectan seperti garam, gula, alkohol
polyhidrat, dan yang lainnya. Menurut Sinskey (1976) ada tiga jenis mekanisme
penggunaan humectan, yakni (1) kemampuan menurunkan aw. (2) kemampuan
mempertahankan kadar air. (3) pengaruh terhadap pertumbuhan mikroba selain
sifat aw dan kadar air.
Selain kemampuannya mengikat air dan menurunkan aw, humectan juga dapat
bersifat sebagai memperbaiki tekstur, cita-rasa dan nilai kalori. Dengan demikian,
humectan memberikan kemungkinan dirakitnya pangan semi basah yang bergizi
tinggi. Humectan mempunyai sifat mengikat air yang berbeda.
B. Khamir
Khamir dipergunakan dalam fermentasi alkohol, dimana hasil utamanya adalah
etanol. Khamir penting dalam pembuatan minuman beralkohol seperti bir, anggur,
dan juga digunakan dalam pembuatan roti. Mikroorganisme fermentatif yang
mengubah karbohidrat menjadi alkohol, asam, dan CO2 pertumbuhannya cukup
tinggi, sedangkan mikroorganisme proteolitik yang menyebabkan kebusukan &
mikroorganisme lipolitik penyebab ketengikan pertumbuhannya terhambat.
1. Keuntungan fermentasi adalah:
a. Beberapa hasil fermentasi (asam dan alkohol) dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme beracun, contohnya: Clostridium
botulinum (pH 4,6 tidak dapat tumbuh dan tidak membentuk toksin).
b. Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya
(mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicera dan mensintesis
vitamin kompleks, contoh vitamin B12, riboflavin, provitamin A)
c . Dapat terjadi pemecahan bahan yang tidak dapat dicerna oleh
enzim-enzim, contohnya selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi
gula sederhana.
2. Kerugian dari fermentasi salah satunya adalah dapat menyebabkan
keracunan karena terbentuknya toksin seperti tempe bongkrek dapat menghasilkan
racun.
a. Fermentasi Aerob
b. Fermentasi Anaerob
C. Kapang
Jenis kapang digunakan dalam fermentasi bahan pangan seperti kecap, tempe,
dll. Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa
Latin "fervere" yang berarti merebus (to boil), Arti kata dari Bahasa Latin tersebut
dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini
disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian.
Gelembung-gelembung karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anacrobik
terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli
biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia
dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik.
1. Jenis mikroorganisme yang digunakan terbatas dan disesuaikan dengan produk
akhir yang dikehendaki.
2. Hasil fermentasi tergantung jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroorganisme
dan lingkungan.
Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas,
yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari
pembiakan mikroorganisme. Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Arti kata fermentasi berubah
pada saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang menunjukkan
penguraian gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur
melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang
difermentasi, ehingga dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya
dengan enzim. Untuk beberapa lama, fermentasi yang terutama dihubungkan
dengan karbohidrat, dan sampai ekarang masih sering digunakan. Padahal
pengertian fermentasi tersebut lebih luas lagi, menyangkut juga perombakan
protein dan lemak oleh aktivitas mikroorganisme. Fermentasi dengan
mold/kapang:
1. Multiseluler (banyak sel).
2. Bentuk: benang (filamen).
3. Mudah dilihat karena berserabut seperti kapas.
4. Eukarotik.
5. Terdiri dari hifa (kumpulan benang-benang). Kumpulan hifa.
6. Membentuk miselium.
7. Beberapa memiliki septa (penyekat) pada hifa.
8. Mold lebih besar dari yeast.
1. Tempe
2. Tauco
3. Tape Singkong
4. Tapai Ketan, dll.
D. Yoghurt
Yoghurt merupakan produk fermentasi susu. Starter atau bibit yang
digunakan adalah bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus) dengan perbandingan yang sama. Bakteri asam laktat mampu
memproduksi asam laktat, maka produk yang terbentuk berupa susu yang
menggumpal dengan rasa asam dan cita rasa yang khas.
Yoghurt merupakan produk susu bergizi tinggi, kaya akan kalsium, rendah
lemak, bebas laktosa sehingga cocok untuk penderita laktosa intoleransi. Selain itu
kandungan gizi dalam yoghurt sangat baik untuk kesehatan terutama untuk menjaga
keasaman lambung dan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen di usus. Untuk
meningkatkan mutu yoghurt sebagai minuman kesehatan, dapat ditambahkan bakteri
probiotik, misalnya bakteri probiotik Lactobacillus acidophilus yang telah teruji
mampu menurunkan kadar kolesterol.
Yoghurt merupakan produk susu terkoagulasi/semi solid yang diperoleh dari
fermentasi usu oleh bakteri asam laktat., Secara tradisional bakteri yang berperan
terutama dari jenis Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus. Kedua jenis bakteri ini bersimbiosa dimana S. Thermophilus
memfermentasikan laktosa pada susu menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan
protein susu menjadi terurai. Kondisi ini mendukung pertumbuhan L. bulgaricus yang
berkembang pesat saat pH telah turun sampai sekitar 4.5. Di sisi lain dalam
pertumbuhannya L. bulgaricus menghasilkan asam-asam amino dalam jumlah cukup
khususnya histidin, yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan produksi asam oleh S.
thermophilus.
E. Tape
Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Tape merupakan suatu hasil yang dibuat dari bahan-bahan yang bersumber
tinggi karbohidrat seperti ubi, singkong, dan beras ketan, dengan diberi ragi dalam
proses pembuatann ya. Pada hakekatnya, semua makanan yang mengandung
karbohidrat dapat diolah menjadi tape. Namun yang umum dibuat tape sampai saat
ini, adalah ubi kayu dan beras ketan (putih atau hitam).
Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh
jamur Saccharomyces cerevicae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah
karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alkohol dan karbondioksida. Selain
Saccharomyces cerevicae, dalam proses pembuatan tape in i terlibat pula
mikroorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera.
Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula
sederhana (glukosa).
Berdasarkan bahan bakunya, ada berbagai jenis tape antara lain tape ketan,
tape singkong, tape beras, tape sorgum, tape pisang, tape ubi jalar, tape sukun. Nama-
nama tape ini disebut sesuai dengan bahan pembuat tape, seperti tape singkong dibuat
dari singkong. 'Tape mempunyai karakteristik, seperti cita rasa dan aroma yang khas
yaitu gabungan antara rasa manis, sedikit asam, dan cita rasa alkohol dan memiliki
tekstur yang lunak.
F. Tauco
Tauco merupakan suatu produk berbentuk semi-cair dari hasil fermentasi kedelai
sebagai bahan baku utama (Gambar 5.5). Pada pembuatan tauco, kedelai dicerna oleh
kombinasi aktivitas mikroba. Di Jepang, makanan yang sejenis dengan tauco disebut
miso, di China disebut chiang, di Korea disebut doenjang, dan di Thailand disebut
tauchieo.
Produk pangan asal kedelai ini diolah secara tradisional dan dikenal serta
disukai terutama karena cita rasanya. Pembuatan tauco melalui 2 tahap fermentasi,
yaitu fermentasi oleh kapang dan fermentasi dalam larutan garam. Bentuk produk
tauco adalah pasta (tauco basah) atau kering (tauco kering), mempunyai cita rasa yang
spesifik yaitu adanya aroma daging (meat flavoring agent) dan rasa yang asin.
Karakteristik tauco yang ada di Indonesia mirip dengan karakteristik miso di Jepang
yang sudah dikenal dan disukai di dunia.
G. Tempe
Tempe merupakan produk fermentasi yang memiliki ketergantungan pada
berbagai faktor yang harus selalu diikuti dan dikontrol untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia,
terbuat dari kedelai yang telah dimasak atau bahan lain seperti kacang, kara, benguk
ataupun kelapa. Sebagian besar tempe dibuat dari berbagai varietas kedelai ataupun
campuran dengan komoditi lain untuk mendapatkan zat gizi yang maksimal.
Tempe berwarna putih, diliputi oleh miselium yang diproduksi oleh kapang
hasil fermentasi dari kedelai tanpa kulit, perendaman, pemasakan dan kemudian
dibungkus sesuai selera. Tempe memiliki potensi besar untuk menjadi produk pangan
unggulan. Disamping banyak mengandung protein, tempe juga kaya akan zat-zat gizi
lainnya seperti vitamin B12, zat besi dan senyawa antioksidan. 'Tempe sudah
merupakan makanan utama dan menjadi alternatif pengganti daging di Indonesia.
Cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh para pengrajin tempe di
Indonesia yaitu kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk memilih kedelai yang baik
dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya
berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90
menit. Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah
perendaman kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk tahap selanjutnya
kedelai dapat direbus atau dikukus lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya
perebusan yang kedua ini jarang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah
didinginkan dan ditiriskan diberi laru tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan
dilakukan pemeraman selama 36-48 jam.
Cara pembuatan tempe yang lain yaitu sama dengan cara pembuatan tempe
yang biasanya dilakukan pengrajin tempe/tradisional. Perbedaannya adalah terletak
pada tahap pengupasan kulit kedelai. Dimana pada cara tradisional kedelai direbus
dan direndam bersama kulitnya atau masih utuh. Sedangkan pada cara ini,
sebelumnya kedelai telah dikupas kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan alat
pengupasan kedelai. Tahap- tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional. Tempe
yang dibuat dengan cara ini warnanya (warna kedelai) lebih pucat bila dibandingkan
dengan cara lama. Hal ini disebabkan karena pada cara ini kedelai direbus dan
direndam dalam keadaan sudah terkupas kulitnya sehingga ada zat-zat yang larut.
Garam, asam, gula, dan Bahan Tambahan Pangan merupakan pelengkap dapur yang
digunakan oleh manusia sebagai peningkatan kualitas makanan. Bahan-bahan tersebut
dipergunakan juga sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih
dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Dalam
pengawetanmakanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan
bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi
pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri digunakan untuk
memperpanjang masa simpan bahan makanan.
A. Garam
Di Indonesia, garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan
makanan, terutama ikan, telur, daging serta bahan pangan lainnya. Garam sudah
digunakan dahulu kala dalam pengawetan makanan. Penggunaannya kini telah meluas
bagi berbagai bahan pangan. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Garam akan terionisasi dan menarik sejumlah
molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar,
maka makin banyak ion hidrat dan molekul air terjerat, sehingga menyebabkan aw
(aktivitas air) bahan pangan menurun. Aktivitas garam dalam menarik air ini erat
kaitannya dengan peristiwa plasmolisis, dimana air akan bergerak dari konsentrasi
garam rendah ke konsentrasi garam tinggi karena adanya perbedaan tekanan osmosis.
Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan menarik air dari
bahan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat berkembang biak karena
menurunnya aktivitas air. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga
pembentuk spora, akan mudah terhambat pertumbuhannya, wvalapun dengan kadar
garam yang rendah sekalipun (yaitu lebih kurang 6%). Mikroorganisme patogenik,
termasuk Clostridium botulinum dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10-12%.
Tetapi banyak mikroba, khususnya spesies Lactobacilus dan Leuconostoc dapat
berkembang dengan cepatnya apabila terdapat garam, dan dikuti pembentukan asam
yang dapat menghambat mikroba lainnya yang tak dikehendaki.
Garam dapat juga mempengaruhi aw pada suatu substrat sehingga dapat
mengontrol pertumbuhan mikroba. Beberapa mikroba seperti halofilik, dapat tumbuh
pada larutan garam jenuh. Pada fermentasi oleh Leuconostoc, Lactobacillus dan
Pediococcus, asam yang dihasilkan lebih sedikit (PH 4.0 - 4.5) daripada fermentasi
sayuran. Keasaman tersebut tidak dapat berfungsi sebagai pengawet tanpa adanya
garam, Penggunaan garam sebagai bahan pengawet mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
B. Asam
Asam, mempunyai dua pengaruh anti mikroorganisme : pengaruhnya terhadap PH
sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai, yang beragam untuk
asam-asam yang berlainan. Pada pH yang sama, asam asetat lebih bersifat
menghambat terhadap mikroorganisme tertentu dari pada asam laktat.
Asam-asam benzoat, parahidroksi benzoat dan asam sorbat juga menunjukkan
pengaruh anti mikroorganisme yang berbeda-beda. Banyak produk asinan yang
mempunyai kestabilan mikroorganisme tersendiri akibat dari pengaruh pengawetan
dari asam itu sendiri. Salah satu asam yang penting yaitu asam asetat, telah
dikembangkan dari pengalaman bertahun-tahun bahwa kadar asam asetat minimum
yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya awet yang memuaskan untuk produk
produk acar adalah 3,6% berdasarkan bahan-bahan mudah menguap dari produk.
Adanya gula, garam, rempah-rempah dan lain-lain, menurunkan kebutuhan akan
asam, karena kadar air yang tersedia dalam produk telah diturunkan dan bahan-bahan
tersebut mempunyai sifat anti mikroorganisme.
Asam, terutama asam asetat dan asam laktat terdapat dalam bahan pangan
sebagai asam yang ditambahkan atau sebagai hasil fermentasi dari komponen
karbohidrat, Hasil fermentasi yang penting diperoleh dari perubahan alkohol menjadi
asam asetat oleh spesies acetobacter. Asam mempun yai dua pengaruh yang
berhubungan dengan aktivitas anti mikroba. Yang pertama karena pengaruhnya
terhadap pH, yang kedua karena sifat meracun yang khas dimana sifat meracunnya
berbeda-beda pada setiap jenis asam. Jadi, pada pH yang asam, asam asetat lebih
bersifat menghambat terhadap mikroba tertentu daripada asam laktat, dan daya
meracunnya lebih besar daripada asam sitrat. Asam benzoat, asam parahidroksi dan
asam sorbat memperlihatkan juga pengaruh anti mikroba yang berlainan. Di samping
sebagai bahan pengawet, asam juga dipergunakan untuk menambah rasa asam, untuk
mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung
pektin, memperbaiki tekstur dari jeli dan jam, membantu ekstraksi pektin dan pigmen
dari buah-buahan dan sayur-sayuran, dan menaikkan keefektifan benzoat sebagai
pengawet.
C. Gula
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk
makanan. Beberapa diantaranya, yang biasanya dijumpai termasuk selai, jeli, sari
buah pekat, sirup buah-buahan beku dalam sirup, acar manis dan madu. Gula
merupakan salah satu bahan makanan yang penting dalam proses pengolahan pangan
terutama dalam pembuatan roti dan kue serta minuman segar. Dipasaran terdapat
berbagai jenis gula yang umum digunakan untuk pengolahan pangan, diantaranya:
1. Gula tebu
2. Gula kelapa
3. Gula aren
4. Gula invert yang terdiri dari glukosa dan fruktosa
5. Molase
6. Laktosa
7. Maltosa
Gula dapat mengikat air secara efisien, maka penambahan gula ke dalam sebuah
produk akan memberikan efek pengawetan karena air tidak lagi tersedia untuk
pertumbuhan organisme pembusuk. Pengawetan buah-buahan ataupun produk-produk
lainnya dengan gula (seperti selai) atau madu telah dipraktekkan selama lebih dari
2000 tahun. Gula merupakan bagian dasar yang penting pada berbagai makanan
olahan Permen tanpa gula akan kehilangan volumenya hingga 60%, sedangkan
berbagai jenis cake akan kehilangan 15-30% volumenya tanpa adanya gula. Gula
dipergunakan sebagai bahan pengawet pada berbagai macam makanan terutama pada
pabrik pembuat makanan jadi seperti jam, jeli, marmelade, sari buah pekat, sirup
buah-buahan, manisan buah-buahan, kulit buah atau umbi-umbian, buah- buahan beku
yang dimaniskan, acar manis, susu kental manis, dan lain-lain. Apabila gula
ditambahkan ke dalam bahan makanan dengan konsentrasi tinggi (40%) maka
sebagian dari air yang ada menjadi tidak ersedia (berkurang) untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas air (aw). Konsentrasi gula yang cukup tinggi (70%)
sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada umumnya gula dipergunakan
dengan salah satu teknik pengawetan lainnya, misalnya dikombinasikan dengan
keasaman yang rendah, penggunaan suhu tinggi, dan kemasan aseptik.
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan pemanasan
pada suhu 65C selama 30 menit. Nama ini diambil dari penemunya yaitu
Louis Pasteur seorang ahli mikrobiologi terkenal berkebangsaan Prancis.
Louis Pasteur, yang menemukan bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan
pada minuman anggur (wine) dapat diinaktifasikan dengan memberikan
perlakuan panas pada suhu cukup tinggi tetapi masih di bawah titik didih air.
Proses pemanasan inilah yang kemudian dikenal dengan proses pasteurisasi.
Pasteurisasi kemudian berkembang dan diaplikasikan secara luas pada susu
dan sampai saat ini merupakan proses yang paling populer di industri
persusuan dunia.
Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroba
patogen (penyebab penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim
yang dapat merusak mutu (misalnya pada sari buah). Oleh karena itu harus
diketahui terlebih dahulu bahwa mikroba penyebab kebusukan yang utama
adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir pada
sari buah). Proses pasteurisasi yang dilakukan pada suhu dan waktu tersebut,
menyebabkan sebagian besar mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti
bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya
serta mikroba penyebab kebusukan telah mati, namun jenis mikroba lainnya
tetap hidup.
Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur,
makanan asam serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses
pasteurisasi tidak terlalu merusak kandungan gizi serta mengubah aroma dan
cita rasa. 'Tetapi karena tidak semua jenis mikroba mati dengan proses ini,
produk hasil pasteurisasi biasanya tidak memiliki umur simpan yang lama.
Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan, biasanya hanya tahan 1-
2 hari dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu pendingin hanya dapat
bertahan hingga seminggu. Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurïsasi
harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah
dan modifïkasi kemasan.
Proses pasteurisasi hanya mampu membunuh sebagian populasi
mikroba namun proses pasteurisasi sering diaplikasikan terutama jika: 1.
Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan
terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu). 2. Tujuan utama proses
pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme patogen (penyebab
penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat
merusak mutu (misalnya pada sari buah). 3. Diketahui bahwa mikroorganisme
penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif
terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari buah); 4. Akan digunakan cara
atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses
pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses
pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut
(misalnya) pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, pengemasan
yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain).
Jadi, secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-
sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentukan toksin maupun pembusuk.
Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi di
antaranya adalah bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium
tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan
tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Di samping itu,
pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri-bakteri pembusuk yang tidak
berspora seperti Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus, Leuconostoc,
Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir.
Dengan demikian, secara umum proses pasteurisasi dapat
mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan
pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir,
kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya
sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik,
Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan
dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan,
terutama nilai pH.
Pasteurisasi yang dilakukan pada susu dan sari buah menggunakan suhu
dibawah 100'C. Contohnya: pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61-63C
selama 30 menit, sedangkan pada sari buah dilakukan pada suhu 63 - 740C
selama 15-30 menit. Proses pasteurisasi dilakukan dengan cara hot water bath
Wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat)
dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Kemudian air
dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100C (71- 85C), sehingga
aroma dan flavor tidak banyak berubah. Metode pasteurisasi yang umum
digunakan yaitu:
a. HTST (High Temperature Short Time), yaitu pemanasan dengan suhu
tinggi sekitar 75 derajat celcius dalam waktu 15 detik, menggunakan alat
yang disebut Heat Plate Exchanger.
b. LTLT (Low Temperature Long Time), yaitu pemanasan dengan suhu
rendah sekitar 60 derajat celcius dalam waktu 30 menit.
c. UHT (Ultra High Temperature), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130
derajat celcius selama hanya 0,5 detik, dan pemanasan dilakukan dengan
tekanan tinggi.
3. Blansir
Blansir adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap
5 menit. Blansir buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu 82-93C selama
berfungsi untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan
pangan tersebut, di antaranya adalah enzim katalase dan peroksidase yang
merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas di dalam sayur-sayuran.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan
yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran
dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu:
a. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam
bahan
b. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman,
sehingga mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh
keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng
c. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan
pengisian bahan ke dalam wadah.
d. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki.
e. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran.
f. Memperbaiki warna produk, antara lain memantapkan warna hijau sayur-
sayuran.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas
(merebus) atau dengan uap air (mengukus atau steam blanching).
Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air
mendidih. Sayur-sayuran atau buah-buahan yang akan diblansing
dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke
dalam panci dengan suhu blansing biasanya 82 -83C selama 3-5 menit.
Setelah blansing cukup waktunya, keranjang kawat diangkat dari panci
dan segera didinginkan dengan air.
Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena
warna bahan akan menjadi kusam. Caranya adalah dengan mengisikan
bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam
kukusan yang berisi air mendidih. Kukusan ditutup dan langkah
selanjutnya sama dengan cara perebusan.
Contoh produk pangan dengan pengolahan suhu tinggi antara
lain saos, sirup dan sarden. Cara pembuatan saos tomat sangat
sederhana sehingga mudah diterapkan. Pada prinsipnya pembuatan
saos tomat adalah pengambilan sari buah tomat masak kemudian diberi
bumbu dan dimasak sampai mencapai ketentalan tertentu, dengan
penambahan bahan pengental antara lain ubi jalar kuning, CMC,
tapioca atau maizena.
Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah sangat diperlukan walaupun dalam
waktu yang singkat karena bertujuan untuk: mengurangi kontaminasi pada bahan pangan,
mengendalikan kerusakan oleh mikroba, serta mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme
sehingga kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum
dipotong-potong. Mikroba psikrofilik dapat tumbuh sampai suhu pembekuan air 0⁰C atau di
bawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu -10⁰C. Apabila air dalam bahan
pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada
beberapa bahan pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9,5⁰C, hal ini disebabkan
adanya kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun
suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat
digunakan untuk membunuh bakteri. Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan yaitu
penurunan suhu, hal ini akan mengakibatkan penurunan proses kimia, proses mikrobiologi,
proses biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu di bawah
0⁰C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada
jaringan tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -12⁰C
belum dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu di
bawah 180⁰C akan mencegah kerusakan mikrobiologis. Pengolahan dengan suhu rendah
bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan proses metabolisme. Hal ini dilakukan
berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap berlangsung setelah panen,
sampai buah dan sayuran itu membusuk; dan pertumbuhan bakteri di bawah suhu 10⁰C akan
semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Proses metabolisme sendiri terganggu
apabila terjadi perubahan suhu. Sehingga penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang
masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan karena penurunan aktivitas respirasi dan
aktivitas mikroorganisme. Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini
menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses
pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat
dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif
kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan tersebut.
B. Metode Pembekuan
1. Teknik-Teknik Pembekuan
a. Pembekuan dalam udara dingin
Ada dua sistem yang dapat dipakai dalam pembekuan dengan metode ini
yaitu udara diam dan dengan hembusan udara. Pembekuan dengan udara
diam dilakukan dengan menempatkan bahan pangan yang dikemas atau
yang lepas didalam ruangan pembekuan yang sesuai. Sementara itu,
pembekuan dengan hembusan udara dilakukan dengan menghembuskan
udara dingin dengan kecepatan sangat tinggi dengan bantuan kipas yang
dipasang di dalam ruangan pembekuan.
b. Pembekuan dengan kontak tidak langsung dengan zat pembeku
Suatu logam dicelupkan dalam larutan garam yang didinginkan,
kemudian bahan pangan dikontakkan dengan logam yang didinginkan
dengan zat pendingin (larutan garam). Bahan pangan juga dapat dikemas
dalam kotak karton dan ditempatkan pada sebuah plet logam yang
didinginkan. Plat logam berupa ban berjalan atau staesioner. Dan larutan
pendingin dapat diam atau bergerak secara turbulen.
c. Pembekuan dengan perendaman langsung
Pencelupan langsung bahan pangan dalam suatu zat pendingin cair
merupakan metode yang paling cepat. Produk-produk makanan dapat
dibekukan dengan cepat, karena adanya singgungan langsung antara
bahan pangan dengan zat pendingin yang sangat baik. Bahan pangan dapat
dibekukan dalam sistem cairan, dalam sistem semprotan dan dalam sistem
kabut.
Nitrogen cair (titik didih -196⁰C) dan bahan pendingin bersuhu rendah lainnya
menjadi sangat penting akhir-akhir ini sehubungan dengan perannya dalam
pembekuan makanan secara cepat (rapid freezing), dimana teknik pembekuan
lainnya menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir. Perendaman
langsung ke dalam cairan nitrogen telah diganti dengan sistem penyemprotan
langsung pada makanan yang telah didinginkan terlebih dahulu oleh uap
nitrogen yang bergerak berlawanan dengan aliran makanan dalam terowongan
berinsulator yang lurus atau berbentuk spiral. Walaupun biaya operasi
menggunakan nitrogen cair ini lebih tinggi, cara ini mengurangi oksidasi
permukaan makanan yang tidak dikemas dan hilangnya air dari bahan pangan
tersebut, dan keluwesan cara ini memungkinkan pembekuan untuk berbagai
jenis bahan pangan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kelebihan Buku
1. Buku Utama
Dari segi cover buku ini sangat menarik dan isi yang dibahas sangat rinci dan
mudah untuk dimengerti. Dan setiap bab mengandung banyak materi yang
mudah untuk dipahami oleh pembaca dan juga tersedia gambar dan tabel jadi
tidak terlihat monoton seperti buku pada umumnya yang hanya kebanyakan
tulisan.
2. Buku Pembanding
Buku ini mempunyai cover yang bagus dan menarik. Dan juga materi yang
disampaikan cukup membuat pembacanya dapat mudah untuk memahami isi
buku.
B. Kelemahan Buku
1. Buku Utama
Di dalam buku utama terlalu banyak kata terulang sehingga menyulitkan
pembaca untuk memahami materi yang ada di buku.
2. Buku Pembanding
Walaupun mempunyai cover yang bagus dan menarik. Buku ini terlalu banyak
kata-kata membuat pembaca cepat merasa bosan.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Teknologi
Pangan menjelaskan tentang pengolahan dan pemanfaatan rempah-rempah
Indonesia.
B. Saran
Untuk peniliti selanjutnya diharapkan mampu untuk memberikan kritikan
dan pendapat tentang Teknologi Pangan dan juga untuk pembaca selanjutnya
mampu mendapatkan teori dengan baik lagi.