Anda di halaman 1dari 53

CRITICAL BOOK REPORT

TEKNOLOGI PANGAN

Dosen Pengampu:

Dr. Erli Mutiara, M.Si.

OLEH:

Randy Syafaat Dalimunthe

5223342012

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA BOGA

JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat,dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report ini dengan baik. Tugas ini disusun
dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Teknologi Pangan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Erli Mutiara, M. Si. selaku Dosen
pengampu dalam mata kuliah Teknologi Pangan yang telah bersedia membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas ini.

Penulis berharap agar CBR yang telah disusun ini dapat memberikan inspirasi bagi
pembaca dan penulis yang lain. Penulis juga berharap agar CBR ini menjadi acuan yang baik
dan berkualitas.

Dalam penyusunan CBR ini, penulis merasa masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan CBR ini.

Akhir kata semoga Critical Book Report ini dapat bermanfaat. Atas segala perhatian
semua rekan, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 02 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Tujuan Penulisan......................................................................................................
C. Manfaat Penulisan....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................

A. Identitas Buku..........................................................................................................
B. Ringkasan Isi Buku

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................................

A. Kelebihan dan Kekurangan Buku...............................................................................

BAB IV PENUTUP.............................................................................................................

A. Simpulan..................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teknologi pangan adalah aplikasi ilmu pangan ke dalam sistem seleksi,
pengawetan, pengolahan, pengemasan, distribusi, dan pemanfaatan sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah yang bersifat baik, aman, dan bergizi.

B. Tujuan Penulisan
1. Agar mampu meringkas isi buku.
2. Agar mampu membandingkan buku yang satu dengan yang lain.
3. Agar mampu mengkritisi buku dan memberi saran yang baik

C. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan pengetahuan tentang materi yang terdapat dalam
Teknologi Pangan.
2. Mempermudah pembaca mendapat inti dari sebuah buku yang telah dilengkapi
dengan ringkasan buku, pembahasan isi buku, serta kekurangan dan kelebihan
buku tersebut.
3. Melatih mahasiswa merumuskan serta mengambil kesimpulan-kesimpulan atas
buku-buku yang dianalisis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Identitas Buku
Buku Kritik:

Judul Buku : Teknologi Pengolahan & Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah


Penulis : Sedarnawati Yusni
Penerbit : IPB Press
Tahun Terbit : 2013
No. ISBN : 978-979-493-485-2

Buku Pembanding:

Judul Buku : Teknologi Pangan


Penulis : Dr. Erli Mutiara, M.Si
Penerbit :-
Tahun Terbit :-
No. ISBN :-

B. Ringkasan Isi Buku Utama


BAB I : PENDAHULUAN
A. Pengertian dan Pengelompokkan Rempah-rempah
Di dalam masyarakat Indonesia dikenal istilah rempah dan herbal, yang keduanya
memiliki pengertian yang berbeda. Rempah merupakan bagian tanaman yang
berasal dari bunga, umbi, daun, biji, kulit batang dan rimpang yang umumnya
digunakan untuk memberi cita rasa pada makanan. Sementara herbal adalah
tanaman obat-obatan yang umumnya digunakan dalam bentuk seduhan. Beberapa
jenis herbal juga berasal dari rempah-rempahan, yang apabila direbus dengan air
mendidih akan menghasilkan ekstrak air atau lebih dikenal sebagai seduhan
rempah dengan cita rasa dan aroma khas. Melalui pemanasan dalam air sampai
mendidih atau disebut dengan pemasakan, zat racun pada herbal dapat dinetralkan.
Oleh karena itu, sebagian rempah-rempah dapat pula digunakan sebagai bahan
obat tradisional.
Rempah-rempah banyak digunakan dalam bahan makanan sehari-hari,
meskipun hanya diperlukan dalam jumlah yang relatif sedikit. Makanan yang
diolah tanpa menggunakan rempah-rempah (atau yang lazim disebut bumbu)
terasa hambar (tidak ada rasanya). Masakan Asia terkenal memiliki cita rasa yang
beragam karena bumbu mengandung jenis dan jumlah rempah-rempah yang
beragam. Demikian pula dengan masakan khas daerah di seluruh wilayah
Indonesia. Selain variasi jenis dan jumlah rempah yang digunakan, proses
pemasakan dilakukan juga menghasilkan jenis masakan yang berbeda bentuk dan
cita rasanya.
Jenis dan jumlah rempah yang digunakan serta cara pemasakan yang spesifik
dari masing-masing jenis masakan daerah tidak saja memberikan cita rasa yang
khas, tetapi juga daya awet alami yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa
rempah berpotensi pula sebagai pengawet alami, terutama kontribusi dari senyawa
aktif yang dikandungnya. Oleh karena itu, pengelompokkan rempah-rempah
sangat beragam, di antaranya dapat dilihat dari tujuan pemanfaatan dan
kandungan komponen utama.
Berdasarkan pemanfaatan (Hirasa dan Takesama 1998), rempah-rempah dapat
dibedakan menjadi empat kategori.
1. Spices aromata digunakan untuk makanan, minuman, dan parfum. Contohnya
kapulaga dan kayu manis.
2. Spices thumiata digunakan untuk parfum. Contohnya kayu manis dan
rosemary.
3. Spices condimata digunakan untuk pembalseman dan pengawetan. Contohnya
jinten, kayu manis, dan cengkeh.
4. Spices theriata digunakan untuk menetralkan racun. Contohnya adas,
ketumbar, dan bawang putih.

Berdasarkan kandungan komponen utama, rempah-rempah dapat dibedakan


menjadi 6 kelompok.
1. Rempah yang mengandung komponen pedas, seperti cabe, jahe dan merica.
2. Rempah yang mengandung komponen aroma, seperti pala dan kapulaga.
3. Rempah yang mengandung umbelliferous, seperti adas manis, jinten, dan
ketumbar.
4. Rempah yang mengandung senyawa fenolik, seperti bunga cengkeh.
5. Rempah yang mengandung komponen aroma, seperti kayu manis.
6. Rempah yang mengandung komponen warna, seperti paprika dan kunyit.

B. Pengenalan Beberapa Tanaman Rempah-Rempah


Tanaman rempah yang dikenal masyarakat dunia telah banyak diteliti, hasil
penelitian tersebut dapat diakses dengan mudah melalui internet. Peningkatan
pemanfaatan rempah dan pengembangan berbagai jenis diversifikasi produk
ekstraktif rempah memerlukan perencanaan penelitian dan pengembangan metode
yang sesuai dengan sifat dan karakteristik bahan asal rempah.
1. Antarasa (Litsea Cubeba)
Tanaman antarasa merupakan tanaman tahunan dengan satu kali musim
berbuah, yaitu bulan Januari sampai Mei. Tinggi pohon dapat mencapai 20
meter pada umur yang lebih kurang 35 tahun. Tanaman antarasa memiliki
sistem perakaran (radix) akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus
menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menajdi akar-akar yang lebih
kecil. Tanaman antarasa memiliki bentuk daun memanjang (oblongis)
dengan panjang helaian daun kira-kira 3 kali lebarnya.
Buah antarasa termasuk buah sejati yang terbentuk dari satu bunga
dengan banyak bakalbuah yang masing-masing bebas, kemudian tumbuh
menjadi buah sejati tetapi semua tetap berkumpul pada satu tangkai.
Berdasarkan penggolongannya, buah antarasa termasuk buah buni, karena
dinding buah mempunyai 2 lapisan, yaitu (1) lapisan luar yang tipis dan
agak halus serta (2) lapisan yang tebal, lunak, empuk, berair, dan dapat
dimakan. Berdasarkan ukuran, ada 2 macam buah antarasa, yaitu bentuk
buah kecil disebut si Padi dan bentuk buah lebih besar disebut si Babi.
Buah antarasa dapat dimanfaatkan sebagai senyawa penambah nafsu
makan, sedangkan daunnya dapat digunakan untuk bahan obat-obatan,
misalnya obat rematik dan pegal-pegal.

2. Mobe (Ficus sp.)


Mobe adalah sejenis tanaman yang tumbuh disekitar Danau Toba pada
ketinggian sekitar 900 meter diatas permukaan laut. Buah mobe banyak
dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan khas Batak dengan rasa
yang sangat asam. Buahnya kemungkinan mengandung vitamin C yang
cukup tinggi atau kandungan asam-asam lainnya.

3. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodicum)


Andaliman termasuk tanaman perdu yang tumbuh liar diberbagai tempat
didaerah Humbang, Silindung, Dairi dan Toba Holtung. Tanaman ini
tumbuh liar diatas ketinggian 1.500 m. Andaliman sangat disukai
penduduk Tapanuli Utara, buah segarnya banyak dipakai sebagai rempah
makanan khas Tradisional. Selain itu, konon kabarnya masyarakat
Himalaya, Tibet, dan sekitarnya menggunakan tumbuhan ini sebagai bahan
aromatik, tonik, perangsang nafsu makan, dan obat sakit perut (Sirait
1991).
Menurut Hasairin (1994), pohon andaliman memiliki ciri-ciri perdu
dengan tinggi 3-8 meter. Batang dan cabang pohon berwarna merah, kasar,
beralur, berbulu halus, dan berduri. Buah andaliman berbentuk bulat kecil,
berwarna hijau, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan rasa tajam
yang khas, serta dapat merangsang produksi air liur (Sirait 1991).
Ada 3 varietas tanaman yang berkembang di kawasan Danau Toba: (1)
Siharbo dengan bentuk buah besar, kurang beraroma, dan produksi rendah;
(2) Simanuk dengan bentuk buah kecil, aroma dan rasa lebih tajam dari
Siharbo, dan produksi lebih tinggi; (3) Sitanga dengan aroma terlalu tajam,
hingga mirip bau kepinding alias “tanga”, serta produksi tinggi, tetapi
kurang disenangi masyarakat. Sampain sekarang cara yang tepat untuk
mengembangbiakkan tanaman ini belum diketahui. Pengembangbiakan
melalui biji tidak berhasil, walaupun perlakuan fisik dan kimiawi telah
dicobakan. Biji buah andaliman diduga dapat tumbuh setelah melalui cetus
burung. Burung memamakan buahnya, melalui kotoran burung tersebut
biji andaliman tersebar kemana-mana dan tumbuh secara liar.

4. Andalehat (Chrysophyllum roxburghii)


Andalehat adalah suatu pertumbuhan yang belum dikenal masyarakat luas,
karena hanya terdapat di daerah Tapanuli Utara, terutama di Lumban.
Tanaman andalehat mudah tumbuh dan tidak terlalu membutuhkan
persyaratan tanah serta iklim yang khusus. Meskipun demikian, hingga
saat ini belum ada masyarakat yang memperbanyak tanaman ini, baik
secara generatif maupun vegetatif.
Ketinggian pohon andalehat dapat mencapai 25 meter pada umur 30
tahun dan produksi buahnya mulai menurun setelah umur tanaman
mencapai 25 tahun. Buah andalehat beraroma khas dan enak. Buah yang
segar berwarna kuning kehijauan, bergetah banyak, dan cepat membusuk.
Buah andalehat bersifat musiman, hanya berbuah satu kali dalam setahun
secara optimum, yaitu antara bulan Maret sampai April.

5. Sotul (Sandoricum koetjape)


Pohon Sotul adalah tanaman dengan tinggi 25-30 meter dan batang
berdiameter 70-90 cm. Tanaman sotul tumbuh liar pada ketinggian kurang
dari 1.000 meter diatas permukaan laut. Sotul merupakan nama buah yang
dikenal di daerah Toba, sedangkan di daerah lainnya dikenal dengan nama
Pono (Aceh), santu (Minangkabau), kacapi atau kacapi monyet (Sunda),
dan Sentul (Jawa).
Buah sotul berbentuk bulat agak pipih, terdiri atas 3 atau 4 biji seperti
amandel, yang dikelilingi kulit seperti busa dan seakan-akan ditaburi
tepung. Daging buah sotul yang lunak mengandung cairan berlendir,
melekat erat pada bijinya, dan rasanya asam. Buah sotul dapat langsung
dimakan jika sudah matang.
Akar tanaman sotul berbau seperti rempah, tetapi setelah dua tahun
baunya akan hilang. Bagian akar yang digerus halus dicampur dengan
cuka dan air, kemudian ditambahkan dengan irisan jahe dapat dijadikan
sebagai obat perut mulas.
6. Jintan Hitam (Nigella sativa)
Jintan hitam atau yang dikenal dengan nama black cumin (Nigella sativa)
merupakan tanaman asli dari Eropa Selatan dan banyak ditemukan di
India. Jintan hitam yang ada di Indonesia berasal dari Bombay (Heyne
1987). Tanaman penghasil jintan hitam merupakan tanaman yang tumbuh
liar di daerah yang berada pada ketinggian sampai 1.100 m dari permukaan
laut biasanya tanaman ini ditanam di daerah pegunungan ataupun sering
ditanam di halaman atau ladang sebagai tanaman rempah-rempah (Achyad
ct. 2000). Jintan hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan
dengan tinggi 20 cm hingga 30 cm. Daunnya berwarna hijau muda. Bagian
yang digunakan sebagai obat maupun bumbu adalah biji jintan hicam. Biji
jintan hitam berada dalam buah. Jika telah matang, buah tersebut terbuka
dan bijinya terkena udara sehingga warnanya berubah menjadi hitam.

7. Kulit Kayu Mesoyi (Cryptocaria massoia)


Mesoyi digambarkan sebagai pohon hutan yang indah, tingginya sedang,
regak, dan dapat tumbuh pada tanah berkapur. Mesoyi terdapat di beberapa
daerah di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Seram Selatan dan Laut Bacan
Pulau Aru dan Kai, serta Irian. Tanaman ini tumbuh pada ketinggian
1.000-1.500 m di atas permukaan laut (Heyne 1987). Selain terdapat di
beberapa daerah di Indonesia, mesoyi juga banyak terdapat di China
(Guenther 1972).
Kulit kayu mesoyi berwarna cokelat, memiliki bau tajam yang khas,
dan rasa yang cenderung kurang disukai (Heyne 1987). Kulit kayu mesoyi
memiliki ukuran rata-rata lebar 5 cm dan panjang mencapai 100 cm.
Biasanya kulit kayu mesoyi dijual dalam bentuk ikatan atau potongan
(Guenther). Bagian kulit ini mengeluarkan cairan yang dapat menyebat
gatal-gatal bila terkena kulit. Oleh karena itu, pada penanganannya cairan
ini harus dikeluarkan terlebih dahulu dengan cara diletakkan secara berdiri
selama beberapa hari. Setelah kering, kulit kayu mesoyi akan terlepas
dengan sendirinya.Meskipun demikian, kulit kayu mesoyi tetap
mengandung lemak walaupun dibiarkan berhari-hari (Iskandar dan
Ismanto 2001).

8. Pala (Myristica fragans)


Pala dikenal dengan nama daerah yang beragam, yaitu falo (Nias),
paala (Madagaskar), palo (Minangkabau), kepala (Bima), palang, parang
(Sangirtalaud), palang, para (Sulawesi Utara), pala, gana, pala (Makassar),
pal (Timor Barat), bai kor (Kai), pana (Seram Selatan), kuhi pun (Buru),
dan gosora (Halmahera Utara, Ternate). Pohon pala diduga berasal dari
bagian utara Kepulauan Maluku, khususnya Ambon dan Banda. Pada saat
ini, pusat budi daya pala terdapat di Pulau Banda dan pulau-pulau di
sekelilingnya. Tanaman pala juga dibudidayakan dalam skala kecil di
daerah lain di Indonesia, seperti Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Jawa
Barat, dan Irian jaya. Di Srilanka, India, dan Pulau Penang, tanaman pala
telah dibudidayakan secara luas. Bagian dari tanaman ini yang dikenal
masyarakat luas adalah biji pala dan fuli (kembang pala).

9. Kapulaga (Amomum Compactum)


Kapulaga dikenal dengan beberapa nama daerah, seperti kapulaga (Aceh),
kapulago, kardamunggu (Melayu), pulago, gardamunggu (Minangkabau),
laga (awa), kapol (Sunda), palagha, kapolagha (Madura), kapkarkolaka
(Bali), garidimong, kapilaga (Makassar), dan kapulaga (Bugis).
Kapulaga berasal dari perbukitan rendah Jawa Barat. Saat ini kapulaga
telah dibudidayakan di Jawa Barat, Sumatra Selacan, Maluku, dan kadang-
kadang di beberapa tempat di Singapura, Malaysia, dan China Selatan.
Kapulaga sabrang (Elettaria cardamomum) belum dikembangkan di
Indonesia, walaupun telah diketahui dapat menghasilkan buah lebih
banyak dan kadar minyak atsiri buah lebih tinggi. Kapulaga dapat
diperbanyak dengan biji, tetapi umumnya dan rimpang atau bagian rumpun
tanaman. Potongan riat menghasilkan 1-2 tunas dengan tinggi 10-15 cm,
yang selalu menghasilkan 4-8 daun dan batang 80-100 cm. Pohon
kapulaga berbentuk seperti kelapa arau aren yang dapat digunakan sebagai
pelindung.

10. Kayu Manis (Cinnamomum buramanii)


Kayu manis dikenal dengan beberapa nama daerah, seperti kayu manis
Atau ki manis (Sunda), manis jangan Jawa), madang siak-siak (Toba)
manih (Minangkabau), kanyengar (Madura), kesingar, kecingar, cingar
(Bali),onte (Sasak), kuninggu (Sumba), dan puundinga (Flores). Tanaman
kayu manis merupakan jenis asli Indonesia yang berasal dari Sumatra
Barat. Kayu manis juga digunakan sebagai ramuan obat untuk
menghilangkan sakit (analgetik), antirematik, meningkatkan nafsu makan,
peluruh keringat, dan lainnya.

11. Pekak (Illicium verum Hook)


Pekak Illicium verum Hook dikenal di Indonesia dengan nama adas
bintang, termasuk dalam famili Magnoliacea. Pekak tersebar di daerah
Tropis dan Subtropis zona Asia. Biasanya pekak digunakan sebagai
rempah dan pencitarasa pada produk konfeksionari, rokok, minuman
keras, dan sediaan farmasi. Dalam masakan China dan Asia Tenggara,
pekak digunakan sebagai pencitarasa. Komponen pencita rasadari pekak
yang berperan adalah rasa manis, yang kemudian diketahui sebagai
senyawa anetol.

12. Adas (Foeniculum vulgare)


Adas dikenal dengan nama daerah das pedas (Aceh), adas, adas pedas
(Melayu), adeh manih (Minangkabau), hades (Sunda), adas, adas landa,
adas landi, adas welanda (Jawa), adhas (Madura), paapang, pampas
(Manado), papas (Alfuru), denggu-denggu (Gorontalo), papaato (Buol),
porotomo (Baree), adasa, rempasu (Makassar), adase (Bugis), kumpasi
(Sangir, Talaud), adas (Bali), dan wala wungu (Sumba).
Di Indonesia, buah adas secara tradisional dikombinasikan dengan
kulit kayu dari jenis Alyxia untuk mengobati sariawan. Di India, daun adas
digunakan untuk diuretik, sedangkan sari buahnya digunakan untuk
memperbaiki mata, penambah sekresi susu, dan stimulasi keringat. Bubuk
adas dapat juga digunakan sebagai bumbu, misalnya untuk asinan,
minuman, daging dan hasil daging serta sayuran.

C. Pemanfaatan Rempah-Rempah
Biasanya rempah-rempah diolah dalam bentuk tertentu atau ditambahkan
langsung pada makanan. Tujuannya untuk memperbaiki penampakan makanan,
menghindari cita rasa yang tidak enak (off-flavor), menghindari kesehatan, dan
sebagai pengawet alami bahan makanan

D. Bentuk-Bentuk Produk Ekstraktif Rempah


Produk ekstraktif rempah adalah bentuk-brntuk olahan rempah-rempah yang
diperoleh melalui proses ekstraksi, baik ekstraksi menggunakan pelarut air,
pelarut lainnya, maupun penyulingan.

BAB II : TEKNOLOGI PENGOLAHANAN PRODUK EKSTRAKTIF REMPAH

A. Teknik Ekstraktif Rempah


Untuk memperoleh ekstrak rempah-rempah, ada beberapa tahapan yang perlu
dilakukan: (1) pemanenan dan pengumpulan bahan, (2) pengeringan bahan, (3)
penyimpanan, (4) sortasi, (5) penghalusan, (6) ekstraksi, (7) pemekatan, dan (8)
pengeringan ekstrak. Masing-masing tahapan tersebut memiliki tujuan tertentu.
B. Teknik Fraknasi Rempah
Fraksinasi komponen aktif dari suatu ekstrak dapat dilakukan dengan menggunakan
kolom komatografi vakum. Pada proses awal fraksinasi dilakukan penentuan sistem
pelarut dengan Thin Layer Chromatography (TLC). Dari data yang diperoleh dipilih
sistem pelarut terbaik dan dilakukan perhitungan penyamaan kekuatan dari jenis-jenis
pelarut menggunakan kekuatan pelarut terendah untuk masing-masing ekstrak rempah
uji.
C. Modifikasi Teknik Ekstraksi dan Frksinasi Produk Ekstrasi Rempah
Untuk membandingkan hasil produk ekstraktif dari berbgai cata yang dijelaskan
diatas, dapat disimak proses ekstraksi dengan cara maserasi (tanpa menggunakan
panas) dan refluks (menggunakan panas) memakai pelarut dengan menggunakan
beberapa pelarut dengan tingkat polaritas berbeda.

BAB III : Isolasi danIdentifikasi Komponn aktif Produk Ekstraksi Rempah


A. Faktor Penentu Proses Ekstrasi
Keberhasilan beberapa metode ekstraksi yang dilakukan sangat ditentukan oleh
beberapa faktor; tujuan dilakukan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang
akan diekstrak, dan sifat-sifat pelarut yang akan digunakan. Umumnya prinsip metode
ekstraksi rempah yang menggunakan pelarut organik adalah dengan merendam
rempah yang akan diekstrak dalam pelarut tertentu dengan selang waktu tertentu,
kemudian dilakukan pemisahan pelarut dari rempah yang telah diekstrak.
B. Senyawa Aktif Berbagai Bagian Tanaman Rempah
Senyawa aktif rempah-rempah dapat diperoleh dari berbagai bagian tanaman, seperti
umbi, batang kulit, daun, rimpang, dan biji. Pemilihan pelarut oragnik yang akan
digunakan dalam ekstraksi komponen aktif tanaman rempah merupakan faktor
penting dan sangat menentukan agar tercapai tujuan dan sasaran ekstraksi komponen.
C. Komponen Aktif Produk Ekstraktif Rempah
Komponen aktif produk ekstraktif rempah dapat diperoleh melalui proses ekstraksi,
lalu pada hasil ekstrak dilakukan proses fraksinasi, pemisahan pada isolat yang
diperoleh dilakukan analisis pencirian senyawa aktif. Proses ekstraksi dan isolasi
tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan bahan kimia alami.

BAB IV: Pemanfaatan Produk Ekstraktif Rempah Sebagai Antimikroba

A. Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Dalam hubungannya dengan bahan makanan,
senyawa antimikroba bisa digunakan sebagai senyawa aditif makanan untuk
mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak.
Beberapa senyawa aditif yang sering digunakan sebagai antimikroba adalah
asam-asam organik dan garamnya (propionat, benzoat, sorbat,dan asetat, senyawa
nitrit dan nitrat,, sulfur dioksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam dan gula,
alkohol formal dehida, rempah-rempah, dan berbagai senyawa lainnya.
B. Karakteristik Mikroba Patogen dan Mikroba Pembusukan Makanan
Beberapa bakteri yang diketahui berbahaya bagi kesehatan dan merusak makanan
dikelompokkan sebagai bakteri patogen dan pembusuk pangan. Bakteri dikategorikan
patogen bila dapat menyebabkan penyakit bagi manusia yang mengonsumsi makanan
mengandung bakteri tersebut dalam jumlah tertentu. Beberapa bakteri patogen juga
dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut dikonsumsi oleh
manusia dapat menyebabkan intoksikasi. Pada intoksikasi, sekalipun makanan atau
bahan pangan sudah dipanaskan, toksin yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan
bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tak ada dalam makanan.
C. Mekanisme kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba
Kemampuan rempah-rempah untuk menghambat pertumbuhan mikroba merupakan
salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai
pengawet bahan pangan. Semakin kuat efek penghambtannya, semakin efektif
digunakan dalam sistem pangan.
D. Pengujian Aktivitas Antimikroba
Aktivitas antimikroba adalah kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba,
baik bakteriostatik maupun fungistatik. Metode untuk menganalisis aktivitas
antimikroba dipengaruhi oleh media analisis, senyawa antimikroba dan prosedur
analisis.

BAB V: Pemanfaatan dan Pengembangan Produk Ekstraktif Rempah Sebagai


Antioksidan

A. Pengenalan Senyawa Anti Oksidan


Antioksidan adalah komponen yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya
oksidasi. Antioksidan digunakan untuk mencegah atau menghambat terjadinya reaksi
oksidasi didalam lemak, minyak dan produk-produk pangan yang mengandung lemak
tinggi.
B. Metode Pengijuan Aktifitas Anti Oksidan
Aktivitas antikosidan dapat dievaluasi dengan cara menentukan proteksi antioksidan
terhadap oksidasi minyak atau lemak. Dengan kata lain sejauh mana daya tahan
minyak atau lemak tersebut terhadap proses oksidasi. Penentuan aktivitas antioksidan
dapat dilakukan pada tahap oksidasi yang berbeda, yaitu tahap awal oksidasi
menghasilkan produk primer seperti bilangan peroksida (PV) dan diene terkonjugasi,
serta pada tahap oksidasi selanjutnya yang menghasilkan produk sekunder yang lebih
stabil seperti heksenal, asam karboksilat volatil, dan sebagainya.
C. Peran Rempah-Rempah Sebagai Senyawa Anti Oksidan
Senyawa antioksidan alami tumbuhan, termasuk tanaman rempah, umumnya adalah
senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid (flavonol,
isoflavon, flavon, katekin, dan flavonon).

BAB VI : Pemanfaatan dan Pengembangan Produk Ekstraktif Rempah Sebagai


Minuman Kesehatan

A. Proses Pembuatan Minuman Kesehatan


Minuman kesehatan dapat diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan
fungsi fisiologis tubuh, seperti menghilangkan stress, menurunkan kandungan
kolesterol, meningkatkan sistem pertahanan tubuh, mencegah kanker, membantu
meningkatkan fungsi otak dan sebagainya, di samping memiliki rasa dan aroma yang
enak serta kandungan gizi yang sesuai dengan peruntukkannya. Menurut lehikawa
(1994), suatu pangan dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bila memenuhi
syarat-syarat berikut.
1. Dapat digunakan sebagai makanan dan memiliki fungsi untuk kesehatan.
2. Manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data
ilmiah.
3. Jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh
ahli kesehatan dan gizi.
4. Aman dalam diet yang seimbang.
5. Memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisis yang
jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya di dalam bahan panagn dapat
ditentukan.
6. Tidak mengurangi nilai gizi pangan.
7. Dikonsumsi dengan cara yang wajar.
8. Tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul ataupun serbuk.
9. Berasal dari bahan-bahan alami.

B. Pengujian Khasiat Formula Minuman Kesehatan


Untuk pengujian khasiat formula secara in vivo digunakan tikus Spraguedawley
jantan. Sebelum diberikan perlakuan, tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama satu
minggu. Selama periode adaptasi, tikus diberi ransum basal yang berisi 10% protein
kasein, 5% minyak, 5% selulosa, 3,5% mineral, 1% vitamin, dan sisanya maizena.
Tikus dikandangkan secara individual, cahaya terkontrol alami, ventilasi kandang
baik, dan suhu ruangan sekitar 27-30 derajat calcius. Ransum dan minum diberikan ad
libitum.
C. Pemanfaatan Ekstrak Rempah Untuk Pengayaan Produk Virgin Coconat Oil
Virgin Oil memiliki arti minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah
sifat fisika kimia minyak.Virgin Oil diperoleh dengan perlakuan mekanis dan
pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan bahan kimia, kecuali yang tidak
mengalami reaksi dengan minyak. Minyak dimurnikan dengan cara pencucian
menggunakan air, pengendapan, penyaringan, dan sentrifugasi.

BAB VII : Pemanfaatan Produk Ekstratif Rempah Sebagai Bahan Pengawet Pangan

A. Aplikasi Produk Ekstraktif Rempah pada Ikan


Jenis rempah-rempah seperti antarasa, andalehar, mobe dan sotul belum banyak
dikenal orang, karena spesifik tumbuh didaerah Tapanuli Utara. Rempah-rempah
tersebut juga telah dimanfaatkan oleh masyarakat Tapanuli Utara sebagai bahan
pengawet pangan, terutama untuk produk ikan.
B. Aplikasi Produk Ekstraktif Rempah Antarasa Pada Daging
Pengujian efektivitas ekstrak semipolar rempah antarasa pada daging sapi segar
dilakukan dengan perendaman dalam larutan ekstrak semipolar antarasa (5%) selama
satu jam, kemudian disimpan pada suhu chilling (-2-0 derajat celcius) selama enam
hari. Analisis dilakukan pada interval tiga hari meliputi pH, daya ikat chromameter,
dan total mikroba (TPC).

BAB VIII : Prospek Pemanfaatan dan Pengembangan Produk Ekstraktif Rempah

A. Peranan Pangan dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa


Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi
setiap rakyat Indonesia. Oleh karena itu, sistem pangan indonesia tidak hanya dituntut
agar dapat memberikan pasokan produk pangan dalam jumlah dan kandungan gizi
yang cukup, tetapi juga harus aman dikonsumsi. Dengan semakin meningkatnya
status sosial dan pendidikan masyarakat semakin meningkat pula. Dengan kata lain,
keamanan pangan merupakan prasyarat bagi pangan bermutu dan bergizi baik. Tidak
ada artinya berbicara cita rasa, nilai gizi, mutu, ataupun sifat fungsional yang baik jika
produk pangan tersebut tidak aman dikonsumsi.
B. Beberapa Masalah dalam Upaya Meningkatkan Mutu, Gizi, dan Keamanan
Pangan
Menurut Soekirman (2007) dari pengalamannya bergelut di bidang pangan, masih ada
kerancuan dalam pengertian dan pemahaman pada berbagai kelompok masyarakat
terhadap istilah pangan, mutu, gizi, keamanan pangan, serta ketahanan pangan.
Kerancauan ini muncul karena persepsi yang berbeda-beda, sehingga terjadi
kerancauan dalam konsep dan perumusan masalah. Selain itu, perhatian bahasan
dalam berbagai forum masih terfokus pada pengembangan suveilan, aspek ilmiah, dan
riset saja, belum terpikirkan aplikasi strategi keamanan pangan untuk wilayah dan
masyarakat miskin.
C. Membangun Keamanan Pangan Nasional melalui Sistem Keamanan Pangan
Terpadu
Rahayu (2007) mengemukakan bahwa penjaminan ketahanan pangan suatu negara
akan tercermin dari dipenuhinya beberapa indikator ketahanan pangan. Indikator
ketahanan pangan tersebut mencakup faktor ketersediaan, kemudahan, kenyamanan,
dan keamanan pangannya. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia. Pngertian pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, atau
pembuatan makanan/minuman (PP No. 28/2004).
D. Prospek Peningkatan Nilai Ekonomi Produk Ekstraktif Rempah
Potensi pemanfaatan tanaman sangat besar, karena negara Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang melimpah dan tidak ternilai harganya. Keanekaragaman
hayati tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal, yaitu sekitar 5.131.100
spesies atau 15,3% dari total spesies di dunia. Pada tingkat global ada kecenderungan
cara pengobatan kembali ke alam (back to nature). Menurut WHO, 75% dari populasi
dunia yang tinggal di negara berkembang, baru 21% yang mengonsumsi produk
farmasi dunia.
E. Upaya Pelestarian Tanaman Rempah melalui Peningkatan Pemanfaatan dan
Pengembangan Produk Ekstraktif Rempah
Pelestarian dan peningkatan manfaat tanaman rempah, serta penggalian dan
pemanfaatan senyawa antimikroba dan antioksidan dari berbagai tanaman rempah
merupakan suatu langkah strategis. Melalui proses ekstraksi, senyawa aktif yang
dimiliki oleh rempah-rempah dapat dimanfaatkan dengan melakukan pengembangan
produk berbentuk makanan dan minuman fungsional atau obat tradisional.
Penggunaan senyawa aktif bahan alam sebagai pengawet alami lebih aman daripada
penggunaan bahan sintetis.

Ringkasan Isi Buku Pembanding

BAB I : PENDAHULUAN
A. Teknologi Pangan
Teknologi Pangan membahas berbagai teknik atau metode pengolahan dan
pengawetan pangan sesuai dengan sifat pangan dengan mempertahankan dan
meningkatkan mutu, kadar, dan nilai gizi pangan. Bidang keahlian teknologi
pangan memiliki kaitan yang sangat erat dengan aspek teknik dan teknologi
(technology). Pengertian ilmu pangan adalah ilmu dasar yang menggabungkan
prinsip-prinsip ilmu biologi, kimia, fisika, dan teknik, hal ini digunakan untuk
mempelajari karakteristik bahan pangan, mekanisme kerusakan dan
pencegahan, serta dasar-dasar pengolahan pangan.

B. Pengertian Teknologi Pangan


Teknologi pangan adalah aplikasi ilmu pangan yang membahas tentang sistem
seleksi, pengolahan, pengawetan, pengemasan, distribusi dan pemanfaatan
bahan pangan yang baik, bergizi, dan aman. Bahan pangan tidak selalu
dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk olahan. Bahan
pangan segar terutama sayuran, buah-buahan, hasil peternakan, dan hasil
perikanan mempunyai umur simpan yang relatif singkat. Bahan pangan segar
hasil panen apabila dibiarkan begitu saja akan mengalami perubahan akibat
pengaruh fisiologis, mekanik, fisik, kimiawi, parasit, dan mikrobiologis.
Perubahan akibat dari faktor-faktor tersebut ada yang menguntungkan, namun
tetap lebih banyak yang merugikan.
Penanganan paska panen yang tidak benar dapat mengakibatkan
kerusakan yang cukup tinggi karena sifat hasil pertanian dan peternakan yang
mudah rusak, terutama golongan ikan, unggas, daging, sayuran dan buah-
buahan. Sebagai gambaran, di Indonesia diperkirakan sayuran dan buah-
buahan yang rusak sebelum dikonsumsi mencapai 30-40%. Mengingat
pentingnya peranan sayuran dan buah-buahan sebagai sumber vitamin dan
mineral maka untuk mengurangi jumlah yang rusak, diperlukan teknik
penanganan pasca panen yang sesuai, termasuk pengolahan dan pengawetan
yang tepat. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
(hasil pertanian,perikanan, dan peternakan) baik yang diolah maupun yang
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia. Termasuk didalamnya adalah tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam penyiapan, pengolahan
atau pembuatan makanan atau minuman Berdasarkan cara perolehannya,
pangan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Pangan Segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan.
Pangan segar dapat dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni
dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Beberapa pangan segar yang
biasa dikonsumsi langsung adalah buah-buahan, susu, dan beberapa
sayuran (timun, selada, terong, kacang panjang, dll).
2. Pangan Olahan
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses
pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa
tambahan. Contoh: roti, mie, nasi, pisang goreng dan sebagainya.
Pangan olahan dapat dibedakan menjadi pangan olahan
siap saji dan tidak siap saji.
a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah
diolah dan siap disajikan untuk sewaktu-waktu dikonsumsi di tempat
usaha atau di luar tempat usaha.
b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang
sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan
tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum,
seperti tempe, nugget, kornet, dan lain-lain.

3. Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi


kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan.
Contoh ekstrak tanaman mahkota dewa untuk diabetes melitus, susu rendah lemak
untuk orang yang menjalankan diet rendah lemak dan sebagain ya. Pengawetan
makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan
yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pengawetan
makanan harus memperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan
makanan, cara pengawetan dan daya tarik produk makanan tersebut. Teknologi
pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis
pada cara-cara tradisional dan modern yang dikembangkan untuk memperpanjang
masa konsumsi (umur simpan) bahan makanan tersebut.

Sejak manusia dapat membudidayakan tanaman dan hewan, hasil produksi


panen menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat rusak (busuk).
Penyebab makanan menjadi rusak pada saat penyimpanan adalah karena oksidasi,
penguraian oleh mikroorganisme, atau benturan. Contohnya lemak menjadi tengik
karena mengalami reaksi oksidasi radikal bebas, makanan menjadi busuk oleh karena
mikroorganisme, dan lain-lain. Untuk menangani hal tersebut, manusia melakukan
pengawetan, sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi dalam waktu yang lebih
lama, Pengawetan makanan juga mempermudah transportasi dan distribusi, dengan
batas kadaluarsa, kandungan kimia dan bahan makanan dapat dipertahankan. Selain
itu, pengawetan makanan juga dapat membuat bahan-bahan yang tidak dikehendaki
seperti racun alami pada bahan pangan tersebut dapat dinetralkan atau dihilangkan.

Prinsip pengawetan pangan, yaitu mencegah atau memperlambat laju proses


dekomposisi (autolisis) bahan pangan, mencegah kerusakan yang disebabkan oleh
faktor lingkungan termasuk serangan hama, mencegah atau memperlambat kerusakan
mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet diharapkan dapat
mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau secara kimiawi,
pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem
metabolismenya. Karena itu bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang
efektif biasanya digunakan asam-asam organik. Cara yang dapat ditempuh untuk
mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah:

1. Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)

2. Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi.

3. Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan


penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau
penggunaan pengawet kimia.

4. Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan evaporasi,sterilisasi, atau radiasi.

Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan,
komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pen gawetan. Secara garis besar, cara
mengawetkan makanan yaitu secara fisik, biologi dan kimia.

C. TUJUAN TEKNOLOGI PANGAN


Tujuan teknologi pangan adalah suatu proses yang sangat penting dalam
menjaga kelangsungan hidup manusia. Tujuan teknologi pangan adalah untuk
meningkatkan umur simpan bahan makanan. Melalui pengolahan pangan,
bahan mentah diolah menjadi bahan jadi untuk dikonsumsi, dan bahan
setengah jadi untuk memperpanjang masa simpannya, serta agar mudah diolah
menjadi bahan jadi yang siap konsumsi. Tidak semua bahan pangan perlu
diolah terlebih dahulu untuk dapat dimakan, seperti buah-buahan. Akan tetapi,
sebagian besar bahan makanan perlu diolah untuk mendapatkan cita rasa,
aroma dan penampilan terbaiknya. Hal ini perlu diketahui dan diperhatikan
oleh siapa saja terutama mereka yang bekecimpung dalam usaha tata boga
atau usaha pangan lainnya, untuk menghasilkan makanan yang baik, bergizi,
higienis dan berkualitas. Bahan makanan mempunyai umur simpan yang
berbeda-beda, ada yang singkat atau cepat rusak, dan ada yang relatif lama.
Untuk itu perlu mempelajari teknologi pangan agar dapat meningkatkan umur
simpan bahan pangan serta mencegah kerusakan pangan.

D. MANFAAT TEKNOLOGI PANGAN


Teknologi pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan. Alam
menghasilkan bahan pangan secara berkala, sementara kebutuhan manusia
akan pangan secara terus menerus. Kebutuhan manusia tidak dapat ditunda
hingga masa panen tiba oleh karena itu, terciptalah teknologi pengawetan
sehingga makanan dapat disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama.
Teknik pengawetan juga memungkinkan untuk mendistribusikan bahan
pangan secara merata ke seluruh penjuru dunia. Dahulu, orang-orang di Eropa
tidak bisa menilkmati makanan-makanan Asia. Tetapi sekarang, karena
teknologi pangan, setiap bangsa dapat menikmati makanan khas bangsa
lainnya.

BAB II : KERUSAKAN MAKANAN

Makanan pada umumnya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pengolahan dilakukan
antara lain untuk menvariasikan olahan makanan, memudahkan daya serap makanan,

meningkatkan daya daya terima konsumen, juga untuk meningkatkan umur simpan makanan
tersebut. Untuk itu perlu proses penanganan yang tepat sehingga kerusakan dapat dicegah.
Pada saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau disembelih, bahan tersebut
akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan berlangsung sangat lambat atau sangat cepat
tergantung dari jenis, cara penanganan, lingkungan dan komposisi kimia dari bahan makanan
tersebut. Kerusakan bahan makanan atau bahan pangan tidak dapat dihindari, tetapi dapat
dicegah dan diperlambat. Cara mencegah bahan pangan agar tidak rusak hingga saat
dikonsumsi adalah dengan segera memasak dan mengkonsumsinya. Kerusakan adalah
perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan makanan yang tidak dinginkan atau
adanya pen yimpangan dari karakteristik normal. Kerusakan pangan juga dapat diartikan
sebagai penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal dengan panca
indra atau parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia. Semua makluk hidup
memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupannya (tumbuh dan
bertahan hidup), Bakteri, khamir, kapang, insekta, dan rodentia (binatang pengerat) selalu
berkompetisi dengan manusia untuk mengkonsumsi persedian pangannya. Senyawa organik
yang sangat sensitif dalam bahan pangan dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut,
akan mengalami kerusakan oleh hampir semua faktor lingkungan di alam. Panas, dingin,
cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan, waktu dan kandungan enzim dalam bahan pangan
itu sendiri, semua cenderung merusak bahan pangan. Kerusakan makanan adalah suatu
kondisi dimana makanan menjadi rusak atau makanan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
Kerusakan bahan pangan tergantung dari jenis bahan pangan tersebut, Bahan makanan ada
yang cepat rusak dan ada yang lama. Bahan makanan yang cepat rusak sepertisusu, daging,
ikan, hati dan ada yang berlangsung secara lambat seperti biji-bijian dan kacang-kacangan.
Bahan makanan dapat dikatakan rusak bila makanan tersebut telah mengalami perubahan
warna, aroma, tekstur, bentuk dan rasa. Bahan makanan yang telah rusak dapat dilihat dengan
terjadinya perubahan, baik dalam segi warna, aroma, tekstur, bentuk, dan rasa, Perubahan
warna yang terjadi, misalnya dalam keadaan baik dan segar berwarna hijau berubah menjadi
coklat (rusak). Perubahan pada aroma, misalnya ditunjukkan oleh perubahan bau yang pada
mulanya aroma harum segar berubah menjadi aroma amis, H2S, amoniak atau busuk.
Kelainan tekstur, misalnya ditunjukan dengan adanya perubahan pada tektur yang mulanya
keras menjadi lunak dan berlendir. Kelainan rasa, misalnya dapat ditunjukan pada rasa
makanan yang pada mulanya manis, gurih, enak dapat berubah menjadi asam atau pahit.
Bahan makanan dengan kandungan protein tinggi seperti daging, ikan, dan susu akan cepat
menjadi rusak yang ditandai dengan bau tidak enak, amoniak atau berbau busuk karena
terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan amoniak yang berbau busuk, Begitu juga dengan
bahan makanan yang mengandung lemak misalnya minyak goreng akan cepat menjadi tengik
bila terkena sinar matahari. Kerusakan makanan juga dapat terjadi pada buah-buahan dan
sayur-sayuran. Pada buah, kerusakan dapat terjadi pada proses penyerbukan, pembuahan dan
pematangan yang terjadi dalam waktu yang cukup panjang, dimana sering terjadi
pembusukan. Kerusakan sayuran umumnya terjadi pembusukan pada batang dan daun yang
disebabkan oleh hama tanaman seperti serangga, ulat dan cuaca. Selain itu, kerusakan buah
dan sayuran juga sering terjadi selama penyimpanan dan pengiriman. Makanan dan minuman
olahan juga mudah mengalami kerusakan atau pembusukan. Contoh kerusakan makanan
yang dapat diamati, misalnya produk olahan susu sangat mudah basi dan tidak tahan lama.
Jus buah dalam gelas terbuka dalam suhu ruangan akan mudah bau dan berubah rasa,
kerupuk goreng yang diletakkan dalam kondisi terbuka akan cepat melempem dan tengik,
serta sari kedelai yang diletakkan dalam suhu ruang yang panas akan cepat basi. Sementara
itu kue-kue semi basah yang tersimpan rapat akan mudah berair dan basi, serta lauk dan sayur
bersantan yang disimpan dalam ruang terbuka akan cepat busuk. Semua contoh tersebut
menunjukkan adanya kerusakan pada produk makanan dan minuman. Secara ekonomi
makanan rusak tidak dapat dijual dan harus dimusnahkan, Apabila makanan itu dikonsumsi,
maka dapat menyebabkan keracunan, timbulnya penyakit bahkan kematian. Penyebab utama
kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut yaitu kerusakan
mekanis, kerusakan fisik, petumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzimenzim dalam
bahan pangan; serangga, parasit, dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan;
kadar air, udara; termasuk oksigen; sinar dan jangka waktu penyimpanan.

A. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini
terjadi pada benturan antar bahan, waktu dipanen dengan alat, selama
pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh atau terbanting, sehingga
mengalami bentuk atau cacat. Kerusakan mekanis juga terjadi akibat benturan
selama penangkapan, dan persiapan sebelum pengolahan. Kerusakan mekanis
pada ikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gizinya, tetapi cukup
berpengaruh terhadap penampilan dan penerimaan konsumen. Ciri-ciri umum
kerusakan mekanis antara lain memar akibat tertindih atau tertekan, sobek,
terpotong, pecah, hancur.
B. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fïsik. Misalnya
terjadinya "case hardening" karena penyimpanan dalam gudang basah
menyebabkan bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi
penggumpalan (pengerasan) atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan
dingin (chilling injuries) atau kerusakan beku (freezing injuries) dan "freezer
burn" pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan
menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Pada umumnya kerusakan
fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya. Kerusakan fisik ini
bisa juga diakibatkan oleh insekta atau rodentia dan kondisi lingkungan seperti
suhu, sinar matahari.
C. Kerusakan Mikrobiologi
Kerusakan mikrobiologi pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor . yaitu:
1. Tingkat pencemaran mikroba pada pangan, yaitu semakin tinggi tingkat
pencemaran mikroba maka pangan akan semakin mudah rusak.
2. Kecepatan pertumbuhan mikroba yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
telah dijelaskan di atas, yaitu aw, pH, kandungan gizi, senyawa
antimikroba, suhu, oksigen dan kelembapan.
3. Proses pengolahan yang telah diterapkan pada pangan, misalnya
pencucian, pemanasan, pendinginan, pengeringan, dan lain-lain.

Kerusakan yang diakibatkan karena hidupnya mikroorganisme seperti


bakteri, khamir atau ragi dan kapang disebut kerusakan mikrobiologis.
Kerusakan mikrobiologis terjadi akibat adanya reaksi metabolisme dalam
bahan atau enzim yang terdapat di dalam bahan secara alamiah oleh
bakteri, ragi dan kapang. Akibat dari mikroorganisme ini merupakan
kerusakan yang sangat merugikan manusia, karena makanan yang disukai
manusia pada umumnya juga disukai oleh mikroorganisme. Makanan yang
telah dihinggapi mikroorganisme akan mengalami penguraian, sehingga
nilai gizi dan kelezatannya menurun, jika berlanjut akan terjadi
pembusukan. Makanan dalam keadaan tercemar dan busuk itu bila
dikonsumsi dapat menyebabkan sakit hingga kematian bagi orang yang
memakannya.
D. Aktivitas Enzim di Dalam Bahan Pangan
Enzim pada bahan pangan mengakibatkan kerusakan pada makanan yang disebut
dengan kerusakan biologis. Enzim yang ada dalam bahan makanan dapat berasal
dari mikroba atau memang sudah ada secara normal. Berbagai bahan makanan
baik hewani maupun nabati seringkali secara alamiah mengandung senyawa-
senyawa yang bersifat racun. Aktivitas enzim dapat dicegah atau dihentikan
dengan pemberian panas, perlakuan kimia, radiasi atau perlakuan lainnya.
Pada bahan makanan yang mengandung protein, lama kelamaan akan terjadi
proses autolisis yang akhirnya terjadi pembusukan. Hal ini dapat terjadi pada
daging, yang apabila lama dibiarkan akan terjadi kerusakan biologis yang
disebabkan oleh reaksi metabolisme di dalam bahan tersebut. Daging akan
membusuk karena terjadi proses autolisis pada suhu kamar. Dipandang dari segi
teknologi pangan, aktivitas enzim ada yang menguntungkan dan ada yang
merugikan. Sebagai contoh, penggunaan enzim papain (proteinase) yang berfungsi
untuk menggempukkan daging, pembuatan sari buah seperti pickle, enzim
pektinase yang ada dalam buah sangat diperlukan untuk menjernihkan sari buah
seperti buah apel, Enzim mempunyai keaktifan maksimum yaitu pada umumnya
terletak pada pH 4-8 atau disekitar pH 6. Contoh lain dari proses enzim yaitu pada
peristiwa pemotongan ternak terjadi pemberhentian sirkulasi darah yang
membawa oksigen ke jaringan otor (daging). Peristiwa ini dapat membatasi
terjadinya metabolisme aerobik yang menghasilkan asam laktat.
E. Kadar Air, Oksigen, Sinar dan Penyimpanan
Kadar air, oksigen dan sinar sangat berpengaruh terhadap bahan pangan, Kadar air
pada bahan dipengaruhi oleh kelembapan nisbi (RH) udara disekitarnya. Kadar air
bahan rendah, sedang kelembapan nisbi tinggi, maka akan terjadi penyerapan air
dari sekitar sehingga bahan menjadi lembab yang artinya kadar air menjadi lebih
tinggi. Sebaliknya apabila kadar air bahan lebih rendah (dingin), akan terjadi
kondensasi uap air udara pada permukaan bahan, hal ini akan menjadi media yang
baik bagi pertumbuhan kapang dan perkembangan bakteri. Kondensasi ini juga
dapat terjadi pada waktu pengepakan. Bahan pangan, buah-buahan atau sayur-sa
yuran dapat menjadi rusak karena akan terbentuk air sebagai hasil dari respirasi
dan transpirasi, maka air inilah yang membantu pertumbuhan mikroorganisme.
Pada bahan pangan kering, waktu pengepakan juga dapat menghasilkan air jika
suhu naik selama pengepakan, akibatnya kelembapan nisbi pada
permukaan akan berubah. Uap air inilah kemudian dapat berkondensasi pada
permukaan bahan pangan terutama jika suhu penyimpanan turun. Oksigen udara
sangat mempengaruhi kehidupan dari mikroorganisme seperti kapang, dan bakteri
pada bahan pangan. Oksigen dapat merusak vitamin A, vitamin C, warna
makanan, cita asa, dan kandungan zat lainnya. Pada bahan pangan yang
mengandung lemak, oksigen dapat mengakibatkan bahan pangan berbau tengik.
Bahan pangan sangat cepat ditumbuhi oleh kapang karena kapang bersifat
aerobik, yaitu memerlukan udara untuk pertumbuhannya. Untuk mencegah
pertumbuhan kapang dapat dilakukan degan mengeluarkan udara dari wadah
secara vakum selama pengolahan. Sinar atau cahaya sangat berpengaruh terhadap
bahan pangan. Sinar atau cahaya dapat merusak zat-zat gizi, terutama vitamin A
dan C,riboflavin, dan dapat merusak warna dari bahan pangan. Contohnya, susu
dianjurkan supaya disimpan ditempat yang sejuk, tidak terkena sinar langsung
karena akan berpengaruh pada cita rasa, sebagai akibat oksidasi lemak yang
menghasilkan bau tengik dan perubahan protein yang prosesnya dibantu oleh
katalisator sinar. Begitu juga obat-obatan dianjurkan disimpan pada tempat
yang tidak terkena sinar langsung atau dengan memakai kemasan atau pengepakan
dalam wadah yang berwarna gelap. Waktu penyimpanan sangat berpengaruh pada
mutu pangan (makanan). Setelah dilakukan pemanenan, penyembelihan dan
pengolahan, bahan pangan mempunyai mutu terbaik, etapi setelah beberapa jam
akan terjadi perubahan yaitu penurunan mutu. Perubahan mutu ini tergantung
pada perlakuan terhadap bahan pangan/makanan tersebut. Bahan pangan yang
pada waktu pemanenan dliperlakukan dengan baik, seperti penyembelihan
dilakukan sesuai dengan syarat bahan pangan hewani tersebut dan juga
pengolahan yang baik, maka akan tahan lebih lama dibandingkan dengan bahan
pangan yang diperlakukan secara tidak baik. Kemasan juga sangat berpengaruh
terhadap umur simpan bahan makanan. Kemasan membatasi makanan dengan
lingkungan sekeliling untuk mencegah atau menghambat proses kerusakan.
Kerusakan pangan biasanya ditandai dengan perubahan makanan dibandingkan
dengan sifat awal. Tanda-tanda kerusakan seperti bau yang menyengat, basi, bau
amoniak, berjamur, tengik berlendir, adanya perubahan warna, bahkan perubahan
bentuk. Apabila makanan tersebut tetap dikomsumsi, maka dapat menyebabkan
keracunan, timbulnya penyakit bahkan kematian.
F. Akibat Kerusakan Pangan Terhadap Kadar dan Mutu Gizi
Kerusakan pada bahan pangan akan sangat mempengaruhi nilai gizi, bahkan
bahan pangan yang telah mengalami kerusakan bisa menjadi racun bagi manusia
bila tetap dikonsumsi. Tidak sedikit orang yang mengalami keracunan karena
mengkonsumsi bahan pangan/makanan yang telah mengalami kerusakan,
misalnya mengalami sakit perut, mual, muntah, pusing, pingsan bahkan ada yang
meninggal. Hal itu disebabkan oleh bahaya bahan pangan yang telah
terkontaminasi oleh mikroorganisme atau telah mengalami kerusakan saat
penanaman hingga pengemasan. Nilai gizi yang terkandung di dalam bahan
pangan tersebutpun tidak ada lagi karena telah berubah menjadi racun.

BAB III : TEKNOLOGI PANGAN METODE PENGERINGAN

A. Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan metode pen gawetan yang paling tua yang telah diterapkan
sejak zaman primitif, yaitu untuk mengawetkan daging dan ikan dengan menjemurnya
dibawah terik matahari. Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan bahan
agar dapat disimpan lebih lama, ringan, dan volumenya menjadi kecil sehingga biaya
produksi akan lebih hemat. Pengeringan didefenisikan sebagai metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan
menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dan kondisi
udara normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang
aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis atau kimiawi. Pengeringan menyangkut
perpindahan massa (uap) dari bahan dan energi panas ke bahan secara simultan. Panas
yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan menggunakan
udara sebagai medium penghantar panas pada pengeringan. Pindah panas tersebut
sangat ditentukan oleh suhu udara pengering. Suhu udara pengering berhubungan
erat dengan mutu komuditi yang dikeringkan, semakin tinggi suhu pengeringan akan
mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi, kelebihan suhu udara pengering dapat
mengakibatkan kerusakan bahan baik secara fisik maupun kimia, terutama pada
proses pengeringan yang berlangsung lama. Pengeringan dengan tekanan vakum dan
suhu rendah akan menghasilkan bahan kering yang bermutu baik. Didalam
pengeringan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu temperatur pengeringan,
pindah panas, pindah massa, ikatan air, mekanisme pengeringan (metode operasi),
kondisi pengeringan, bentuk fisik bahan yang akan dikeringkan, skala produksi,
spesifikasi khusus, dan waktu pengeringan. T'emperatur yang digunakan dalam
pengeringan bervariasi, tergantung pada kondisi bahan dan kandungan larutan pada
umpan, suhu media pemanasan, waktu pengeringan, dan temperatur akhir yang
diperbolehkan untuk bahan padat yang dihasilkan.
B. Prinsip Pengeringan
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya
mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak
dihilangkan maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya,
akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang
terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim
yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang
biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut, Untuk mengatasi
hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air
yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun
penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhanan ya adalah dengan
melalui proses pengeringan. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara
dengan bahan yang dikeringkan dengan tujuan mengawetkan. Pada pengawetan
pangan, kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat
tumbuh lagi di dalamnya, Proses pengeringan dapat mengawetkan bahan pangan
karena sebagian air dalam bahan pangan dihilangkan sehingga mikroba pembusuk
tidak dapat tumbuh pada kondisi jumlah air yang terbatas (aktivitas air dari bahan
pangan menurun). Demikian pula enzim yang dapat menstimulasi reaksi-reaksi kimia
dalam bahan pangan tidak dapat aktiftanpa air. Pengeringan dapat pula diartikan
sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian
besar air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan
sublimasi (pada pengeringan beku). Mikroba pada keadaan normal mengandung kira-
kira 80% air. Air diperoleh dari makanan dimana mereka tumbuh. Apabila air
dikeluarkan dari bahan pangan, maka air dalam bakteri juga akan keluar atau bakteri
mengalami plasmolisis sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Bakteri dan
khamir umumnya membutuhkan kadar air yang lebih tinggi dari pada kapang. Oleh
karena itu, kapang sering dijumpai pada makanan setengah kering, dimana bakteri dan
khamir tidak dapat tumbuh. Misalnya kapang yang tumbuh pada roti yang sudah basi,
ikan asap, dendeng, makan semi basah dan lain-lain. Selama proses berlangsung
terjadi pindah panas dan pindah massa. Pindah panas menyebabkan fase air berubah
menjadi fase uap. Panas yang diperlukan, dipindahkan langsung ke bahan yang akan
dikeringkang (konveksi) dapat dikontakan dengan udara panas menurut cara yang
berbeda-beda misalnya pengaliran atas, pengaliran tembus, fluidisasi, penyeretan dan
penghamburan. Sedangkan proses pengeringan dengan bahan yang digerakkan
dikelompokkan ke dalam operasi aliran searah, aliran berlawanan (lebih hemat) dan
aliran menyilang. Pindah massa yaitu pergerakan air dari bagian dalam ke permukaan
secara difusi, kemudian uap air dari permukaan ke udara kering (ada dua tahap).
Tahap pertama, proses terjadi disekitar permukaan yaitu terjadinya kenaikan laju
pengering (tekanan uap air dan suhu permukaan meningkat). Tahap kedua, laju
pengeringan konstan karena kenaikan suhu seluruh bahan menyebabkan terjadinya
pergerakan air secara difusi dari bagian dalam ke permukaan dan kemudian diuapkan
dalam hal ini tekanan uap air konstan, laju difusi konstan dan sama dengan laju
penguapannya. Saat kadar air bahan mencapai kadar air kritis laju pengeringan
menurun. Ini karena laju difusi air mulai menurun sehingga tekanan uap air
permukaan menurun sampai terjadi kesetimbangan dengan tekanan uap udara
pengering. Pada tahap kedua tidak hanya pada permukaan bahan, tapi juga ke dalam
bahan hingga kadar air bahan mencapai kadar air kesetimbangan. Perubahan kadar air
pada proses pengeringan umumnya mengikuti proses yaitu pemanasan (warming up),
laju pengeringan konstan (kecepatan penghilangan air dibatasi oleh kecepatan
evaporasi air pada permukaan, berlangsung jika laju migrasi air ke permukaan
dipertahankan pada suatu tingkat tertentu sehingga permukaan bahan selalu dalam
keadan basah), laju pengeringan menurun (priode ini sering terbagi menjadi dua
bagian yaitu bagian permukaan bahan mulai mengering dan kecepatan migrasi air
dalam bahan mulai lebih rendah dibanding kecepatan evaporasi pada permukaan,
sedangkan bagian penguapan terjadi pada bagian dalam bahan dan uap berdifusi ke
permukaan). Besarnya kadar air kesetimbangan tergantung pada suhu dan kelembaban
relatif udara pengering. Semakin tinggi suhu dan semakin rendah kelembaban relatif
udara, besarnya kadar air kesetimbangan akan semakin kecil. Tapi suhu udara yang
terlalu tinggi bersama dengan kelembaban relatif yang rendah menyebabkan laju
penguapan pada permukaan bahan jauh lebih besar daripada laju difusi air
kepermukaan. Akibatnya permukaan akan mengeras atau membentuk kerak yang
menghambat sampainya air dari bagian dalam bahan kepermukaan, maka bagian
dalam tetap basah pada akhir pengerigan. Hal ini dapat diatasi dengan mengendalikan
suhu dan kelembaban relatif udara pengering.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENGERINGAN
Pengeringan bahan dan produk pangan bertujuan:
1. Mengurangi risiko kerusakan bahan dan produk pangan karena kegiatan
mikroorganime dan enzim. Dengan mengurangi kadar air bahan sampai batas
dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti, bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Umumnya kandungan air bahan
pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat
tumbuh lagi pada bahan pangan tersebut.
2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan. Umumnya bahan pangan
mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air akan sangat
mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
3. Mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya, misalnya kopi
instant.
4. Mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan,
misalnya mineral, vitamin, dsb.

Manfaat bahan pangan dengan cara pengeringan:

1. Bahan lebih awet


2. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan.
3. Kemudahan dalam penyajian.
4. Penganekaragaman pangan, Misalnya buah yang dikeringkan jadi makanan ringan
(cemilan).

Selain memiliki manfaat, pengeringan bahan pangan juga mempunyai kelemahan,


yaitu sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuk, sifat
fisik, dan kimia, dan juga penurunan mutu. Beberapa bahan pangan kering perlu
pekerjaan tambahan sebelum digunakan, misalnya harus dibasahkan kembali
(rehidrasi).

D. Kelemahan Pangan Kering


Bahan pangan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah
dibandingkan dengan bahan segar. Selama pengeringan dapat terjadi perubahan
warna, tekstur, aroma dan lain-lain, meskipun erubahan tersebut udah dicegah dengan
memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan.
Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadai coklat.
Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi browning, baik secara enzymatik
maupun non enzymatik. Reaksi browning non enzymatik yang paling sering terjadi
adalah reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, antara asam-asam amino
dengan gula pereduksi.
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka dapat
terjadi case hardening yaitu keadaan bagian luar bahan sudah kering, sedangkan
bagian dalam masih basah. Hal ini akan menghambat penguapan air selanjutnya. Case
hardening juga disebabkan oleh perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadi
penggumpalan protein oleh panas pada permukaan bahan pangan atau terbentukn ya
dekstrin dari pati, dimana jika dikeringkan terbentuk bahan yang keras pada
permukaannya. Case hardening dapat mengakibatkan proses pengeringan selanjutnya
menjadi lambat dan terhambat sama sekali, akibatnya mikroorganisme yang terdapat
dalam bahan pangan yang masih basah dapat berkembang biak sehingga
menyebabkan kerusakan, Cara mencegah case hardening adalah dengan membuat
suhu pengering tidak terlalu tinggi atau proses pengeringan awal jangan terlalu cepat.
Suhu pengeringan sangat penting karena apabila terlalu rendah maka
pengeringan akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan dapat menurunkan mutu
bahan pangan serta memberikan bau yang tidak normal. Jika proses pengeringan
dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya case hardening
dan reaksi browning. Dengan demikian kerugian dari pengeringan yaitu:
a. Hilangnya flavor yang mudah menguap (volatil flavour) dan memucatnya pigmen
b. Perubahan struktur, termasuk case hardening
c. Browning non enzimatis
d. Kerusakan mikroorganisme
e. Terjadi penurunan mutu & untuk bahan pangan yang akan digunakan harus
dilakukan rehidratasi.

E. Jenis Pengeringan
Proses pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan.
Pengering alami menggunakan sinar matahari. Pengeringan alami, yaitu
menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya dengan dlijemur atau diangin-
anginkan. Sedangkan pengering buatan, yaitu menggunakan panas selain sinar
matahari, dilakukan dalam suatu alat pengering. Pengeringan dengan sinar matahari
merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan
yang populer dikalangan petani terutama di daerah tropis. Teknik pengeringan
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (dikering anginkan), dengan rak-
rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya. Keuntungan dan
kerugian dengan pengeringan sinar matahari dibandingkan dengan pengering buatan.
Pengeringan dengan pemanas buatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemanasan langsung, (misalnya menggunakan oven, pengering kabinet), pengeringan
vakum (vakum drying), dan freeze drying yaitu pembekuan disusul dengan
pengeringan. Vacum dryer merupakan suatu cara pengeringan bahan dalam ruang
yang tekanannya lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Pengeringan dapat
dilakukan dalam waktu yang lebih singkat walaupun pada suhu yang lebih rendah
daripada pengeringan atmosfer. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih
rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu yang lebih rendah. Pengeringan
dengan tekanan vakum dan suhu rendah akan menghasilkan sayuran kering yang
bermutu baik. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada
kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada
tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada
umumnya secara konduksi, bisa juga secara pemancaran.

BAB IV : TEKNOLOGI PANGAN SEMI BASAH


A. Pengertian Pangan Semi Basah
Pangan semi basah (Intermediate Moisture Food atau IMF) merupakan makanan
yang mempunyai kadar air sedang, berbentuk padatan, diolah dengan satu atau
lebih perlakuan, dapat dikonsumsi secara langsung tanpa penyiapan, dan stabil
(mengawet dengan sendirinya) selama beberapa bulan tanpa perlakuan panas,
pembekuan ataupun pendinginan melainkan dengan melakukan pengesetan pada
formula yaitu meliputi komposisi, pH, senyawa aditif, dan terutama aw yang
berkisar antara 0.6 sampai 0.85 (diukur pada suhu 259C).
Pangan semi basah merupakan hasil olahan dari aneka jenis bahan baku
seperti biji-bijian, umbi-umbian, buah-buahan, dan daging. Makanan semi basah
dicirikan oleh kadar air 10-40%, aktivitas air (aw) 0,65 - 0,85, tidak memerlukan
rehidrasi untuk mengkonsumsinya, tekstur lunak dan plastis. Makanan semi basah
mempunyai tekstur yang plastis sehingga memungkinkan untuk dapat dibentuk
dan dapat langsung dimakan. Karel (1976) menggolongkan pangan semi basah
menjadi dua tipe, yaitu tradisional dan modern.
Pangan semi basah dengan kadar air (Ka) (10 - 40%) dan aw (0,65-0,85) yang
diatur menyebabkan tidak efektif untuk pertumbuhan bakteri karena bakteri
tumbuh pada aw di atas 0.90, demikian juga untuk pertumbuhan khamir yang
bersifat patogen. Hal ini adalah suatu keuntungan dari pangan semi basah menjadi
stabil terhadap pertumbuhan mikroba, tahan disimpan tanpa memerlukan proses
pengawetan yang lain seperti pendinginan, sterilisasi ataupun pengeringan. Hal ini
juga ditunjang oleh kondisi substrat dari pangan semi basah yang bersifat sebagai
pengawet.
Pangan semi basah merupakan suatu jenis makanan dengan bahan campuran,
yang kandungan utamanya adalah karbohidrat, lemak, protein serta sejumlah
komponen lainnya. Komponen-komponen tersebut dapat mengalami perubahan
kimia selama pengolahan maupun penyimpanan. Perubahan yang paling penting
yaitu perubahan kimia karena oksidasi dan hidrolisis lemak serta reaksi
pencoklatan non-enzimatis. Reaksi ini akan bertambah cepat apabila aktivitas air
bahan naik.

B. Jenis Pangan Semi Basah


Menurut Karel (1976) ada beberapa jenis makanan semi basah tradisional, antara
lain produk yang dikeringkan tanpa penambahan humektan (buah plum kering,
kurma, dan buah aprikot), produk dengan penambahan gula (selai dan madu),
produk yang dikeringkan dengan penambahan gula dan garam (abon), dan produk
roti-rotian.
Pangan semi basah modern dikembangkan dari industri pakan hewan. Menurut
Karel (1976) jenis pangan semi basah modern berdasarkan teknik pengolahannya
ada tiga. Pertama adalah penyeduhan basah, yaitu dengan cara bagian padat
dicelupkan atau dimasak di dalam cairan untuk menghasilkan produk yang
mempunyai aw tertentu. Kedua penyeduhan kering, yaitu dengan cara bagian
padatan dikeringkan terlebih dahulu kemudian baru dicelupkan ke dalam cairan
yang mempunyai tekanan osmotik tertentu. Ketiga adalah pencampuran, yaitu
komponen-komponen pembentukannya ditimbang, dicampur, dimasak dan
diekstrusi atau kombinasi lainnya untuk menghasilkan produk akhir dengan nilai
aw yang diinginkan. Bermacam-macam variasi pengolahan diperlukan untuk
memperbaiki produk yang dihasilkan.

C. Karakteristik Pangan Semi Basah


Pangan semi basah mempunyai sifat yang dapat mengawet dengan sendirinya
maka pangan semi basah mempunyai banyak kegunaan. Beberapa kegunaan
pangan semi basah tradisional banyak dipakai sebagai menu makanan masyarakat
pada umumnya. Keuntungan lain dari pangan semi basah yaitu dapat diolah
menjadi makanan yang mempunyai nilai gizi yang dapat dikendalikan dan disebut
sebagai pangan semi basah modern atau pangan semi basah olahan. Sifat lain dari
pangan semi basah yaitu bersifat elastis sehingga memungkinkan dibentuk.
Pangan semi basah cocok dibuat menjadi pangan darurat.
Karakteristik produk jenis ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
produk kering konvensional atau makanan dengan kadar air tinggi. Proses
pengolahan pangan semi basah dan distribus i secara signifikan lebih hemat energi
dibandingkan pengeringan, refrigerasi, pembekuan atau pengalengan. Teknologi
pangan semi basah menghasilkan produk dengan kandungan nutrisi dan kualitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses lain, seperti pengeringan dan proses
panas. Karena sifatnya yang elastis dan mudah dikunyah tanpa ada sensasi kering,
produk pangan semi basah dapat secara langsung dikonsumsi tanpa penyimpanan,
lebih nyaman (convenience), dan lebih hemat energi.
Pangan semi basah dengan kandungan air yang relatif rendah memiliki
kandungan nutrien dan densitas kalori yang tinggi. Pangan semi basah juga
bersifat elastis, dapat dibentuk dengan ukuran dan bentuk geometris yang seragam
untuk memudahkan pengemasan dan penyimpanan. Produk pangan semi basah
juga dapat disimpan untuk beberapa bulan. Walaupun kemasan yang tepat
merupakan faktor dalam memperpanjang umur simpan, adanya kemasan untuk
produk pangan semi basah bukan merupakan keharusan untuk beberapa katagori
produk. Kemasan yang sangat kedap air bukan merupakan keharusan, dan
kehilangan integritas kemasan tidak menyebabkan bahaya terhadap kesehatan
terutama jika lingkungan berada pada kelembaban rata-rata (tidak terlalu tinggi).
Keunggulan karakteristik pangan semi basah sesuai dengan kebutuhan
konsumen modern terhadap produk pangan dengan kandungan nutrient tinggi.
Pangan semi basah sangat diperlukan ketika suplay bahan pangan, kemampuan
untuk mensuplay dan waktu persiapan adalah menjadi faktor pembatas, misalnya
pada keadaan darurat militer, ruang angkasa, eksplorasi, dan pendakian gunung.
Pangan semi basah sangat cepat penggunaannya sebagai pangan darurat, baik saat
bencana alam, ataupun keadaan darurat lainnya.
Teknologi pangan semi basah dapat menjadi alternatif terhadap metode
dengan intensitas energi tinggi seperti pengeringan untuk pengawetan dan
penyimpanan. Di Negara yang memiliki iklim tropis terutama di negara
berkembang, pendinginan adalah hal yang mahal dan bahan pangan dapat
membusuk dengan cepat, teknologi pangan semi basah menjadi alternatif yang
tepat.

D. Klasifikasi Pangan Semi Basah


Pangan semi basah digolongkan berdasarkan daya awetnya, yaitu daya awet
antara 0-1 minggu, seperti tape ubi kayu, daya awet antara 1 minggu-1 bulan,
seperti ikan pindang, dan daya awet yang lebih dari 1 bulan, seperti dodol garut
dan kecap. Memperlihatkan klasifikasi pangan semi basah berdasarkan bahan
dasar, cara pengolahan dan daya awetnya. Pangan semi basah banyak
diaplikasikan pada makanan tradisional dan semakin berkembang menjadi pangan
semi basah modern.

E. Daya Awet
Istilah awet untuk suatu bahan itu sangat relatif tergantung dari jenis dan sifat
alamiah dari bahan itu sendiri. Suatu bahan dikatakan mempunyai keawetan atau
daya awet tinggi, apabila bahan tersebut belum mengalami kerusakan, baik secara
fisik maupun kimia dalam jangka waktu tertentu. Bahan olahan dapat menjadi
lebih awet atau sebaliknya tergantung dari usaha lain yang diberikan selama atau
setelah pengolahan. Pangan semi basah merupakan salah satu jenis bahan olahan
yang mempunyai tingkat keawetan tertentu. Keawetan pangan semi basah
dipengaruhi oleh komposisi bahan sebagai penyusunnya, aktivitas mikroba,
metode atau teknologi pengolahan, sistem pengemasan, dan ada tidaknya zat
pengawet.
Aktivitas dan daya tahan mikroba sangat dipengaruhi oleh aktivitas air (aw)
dari bahan yang bersangkutan, yaitu yang dinyatakan sebagai jumlah air bebas
yang dapat dipergunakan leh mikroorganisme ntuk pertumbuhannya. Aktivitas air
tidak menunjukkan jumlah absolut air dari bahan pangan, sehingga ada
kemungkinan dua bahan pangan yang mempunyai kandungan air sama, tetapi aw
berbeda.
Daya awet pangan semi basah sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme
(Leistner dan Rodel, 1976). Prinsip proses pengolahan pangan secara modern
untuk pangan semi basah adalah melakukan penurunan aw sampai pada tingkat
dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh tetapi masih tersedia cukup air dalam
bahan pangan tersebut untuk menjaga tingkat keenakannya.
Pada umumnya, melihat hubungan antara mikroorganisme dengan makanan,
kapang lebih toleran pada aw rendah bila dibandingkan dengan khamir, sedangkan
khamir lebih toleran dari pada bakteri menunjukan berbagai mikroorganisme yang
toleran pada aw pangan semi basah yaitu antara 0,6-0,9. Beberapa mikroba dapat
menghasilkan toksin, seperti Staphylococcus, Penicillium, Aspergillus,Emericella,
Eurotium, dan sebagaian kecil merupakan mikroba patogen seperti Candida.
Walaupun demikian, pengendalian mikroba yang tidak diinginkan tidak hanya
tergantung pada penurunan aw saja, melainkan dipengaruhi pula oleh pH, suhu,
dan bahan tambahan makanan.
Peranan aw terhadap pertumbuhan mikroba cukup besar. Akan tetapi,
penggunaan bahan antimikroba masih diperlukan untuk meningkatkan daya
simpan pangan semi basah. Kegagalan mempertahankan sifat organoleptik
(misalnya palatabilitas) pada penurunan aw di bawah 0,8 banyak terjadi. Bahan
antimikroba memegang peranan penting pada pangan semi basah dalam aw 0,80-
0,90 untuk mencegah pertumbuhan bakteri seperti Staphylococcus aureus yang
dapat tumbuh pada aw 0,85.
Kapang merupakan mikroba yang tahan terhadap aw rendah pada suhu dekat
pertumbuhan optimum. Seperti Aspergillus ruber dapat tumbuh pada suhu 5C
dengan aw 0,85; 109C pada aw 0,80; 30'C pada aw 0,725; 350C pada aw 0,75.
Kapang dapat tumbuh pada pangan semi basah, misalnya wingko dan jenang.
Pada saat penyimpanan mendorong terjadinya ketengikan. Penggunaan bahan
pengawet berupa garam sorbat dapat mengurangi laju pertumbuhan kapang.
Pendekatan serupa dapat dilakukan pada pembuatan bika ambon. Pada saat
penambanan bahan pengawet, harus dibatasi, karena berhubungan erat dengan
kesehatan konsumen dan juga penurunan pH dibawah 4,5. pH dibawah 4,5
umumnya tidak dikehendaki pada pangan semi basah.
Menurut Karel (1976) penentuan adanya mikroba dalam pangan semi basah
dapat dilihat dengan adanya pertumbuhan tiga macam mikroba, yaitu Aspergillus
niger, Aspergillus glucus, dan Staphylococcus. Hal ini disebabkan tiga macam
mikroba tersebut yang paling tahan terhadap kondisi substrat, Para ahli juga
melaporkan bahwa Staphylococcus aureus dapat bertahan pada pangan semi
basah.
Perubahan mutu pangan semi basah selain disebabkan serangan mikroba, juga
terjadi karena proses oksidasi seperti oksidasi lemak dan proses pencoklatan non
enzimatis. Beberapa jenis pangan semi basah banyak mengandung komponen
lemak tidak jenuh, sehingga sering menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.
Pencegahan terjadinya oksidasi sering digunakan bahan antioksidan BHA atau
BHT atau dilakukan pengepakan yang baik.

F. Humectan
Humectan adalah senyawa kimia yang bersifat higroskopis dan mampu
menurunkan aw dalam bahan pangan, Dengan demikian, aktivitas air dapat diatur
dengan menambahkan bermacam-macam humectan seperti garam, gula, alkohol
polyhidrat, dan yang lainnya. Menurut Sinskey (1976) ada tiga jenis mekanisme
penggunaan humectan, yakni (1) kemampuan menurunkan aw. (2) kemampuan
mempertahankan kadar air. (3) pengaruh terhadap pertumbuhan mikroba selain
sifat aw dan kadar air.
Selain kemampuannya mengikat air dan menurunkan aw, humectan juga dapat
bersifat sebagai memperbaiki tekstur, cita-rasa dan nilai kalori. Dengan demikian,
humectan memberikan kemungkinan dirakitnya pangan semi basah yang bergizi
tinggi. Humectan mempunyai sifat mengikat air yang berbeda.

BAB V : TEKNOLOGI PANGAN DENGAN FERMENTASI

A. Bakteri Asam Laktat


Bakteri asam laktat adalah bakteri pengurai glukosa atau karbohidrat penghasil
asam laktat yang akan menurunkan pH serta menimbulkan rasa asam. Meskipun
fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan gas yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang hidup, pada sat ini pembentukan gas maupun terdapatnya sel
mikroorganisme hidup tidak merupakan kriteria yang esensial. Dalam beberapa proses
fermentasi, misalnya fermentasi asam laktat, tidak ada gas yang dibebaskan.
Fermentasi dapat juga berlangsung (meskipun jarang terjadi) dengan menggunakan
ekstrak enzim yang berfùngsi sebagai katalisator reaksi. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa fermentasi adalah suatu proses terjadinya perubahan kimia pada
suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Bakteri asam laktat sebagai probiotik. Bakteri asam laktat (BAL) termasuk bakteri
yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena tidak bersifat toksin, tidak
menghasilkan toksin dan umumnya memenuhi status GRAS (Genereally Recognized
As Safe), yaitu mikroba yang tidak beresiko terhadap kesehatan, bahkan beberapa
jenis bakteri tersebut berguna bagi keschatan. BAL (Bakteri Asam Laktat) yang biasa
digunakan untuk starter dalam pembuatan yoghurt adalah sekelompok bakteri yang
dapat mengubah laktosa menjadi asam laktat. BAL ini dapat digolongkan menjadi dua
golongan yaitu golongan bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif.
BAL homofermentatif digunakan dalam pengawetan makanan karena produksi
sam laktat dalam jumlah besar serta mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan
makanan dan bakteri patogen lainnya. Golongan balhetero fermentatif lebih berperan
dalam pembentukan flavor dan aroma seperti senyawa asetaldehid dan diasetil. BAL
homofermentatif mengubah keseluruhan glukosa menjadi asam laktat melalui jalur
glikolisis sedangkan heterofermentatif memfermentasi glukosa menjadi asam laktat
melalui jalur fosfoketolase. BAL yang tergolong homofermentatif dapat mengubah
95% dari glukosa menjadi asam laktat, CO2 dan asam-asam volatil lainnya juga
dihasilkan tetapi dalam jumlah yang sangat kecil. BAL yang tergolong
heterofermentatif mengubah glukosa menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam
format dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama.
Produk fermentasi dari sayur-sayuran menghasilkan bakteri asam laktat
Fermentasi yang terkenal adalah acar _ketimun, sayur asin, dan lain-lain. Proses
fermentasi sayur-sayuran ini sangat sederhana. Setelah dicuci, ketimun atau sayur-
sayuran lain tersebut di rendam dalam air garam (2.5-6%) yang akan menghambat
ertumbuhan bakteri pembusuk. Sekaligus, pada proses ini kontak udara sebisa
mungkin dikurangi dengan cara menutup panci perendam dengan rapat dan air
rendaman dibiarkan penuh sehingga tidak ada ruang udara tersisa. Dengan demikian
kondisi fermentasi dapat bersifat anerobik. Dengan cara ini, secara alami alkan
menyebabkan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat secara bergiliran sesuai
dengan nilai pH. Pada kondisi tersebut (relatif anaerobik) akan terbentuk asam laktat
sekitar 1%. Sedangkan produk fermentasi dari buah yang terkenal adalah anggur
buah. Fermentasi sayuran, contohnya: pikel, kimchi, sauerkraut.

B. Khamir
Khamir dipergunakan dalam fermentasi alkohol, dimana hasil utamanya adalah
etanol. Khamir penting dalam pembuatan minuman beralkohol seperti bir, anggur,
dan juga digunakan dalam pembuatan roti. Mikroorganisme fermentatif yang
mengubah karbohidrat menjadi alkohol, asam, dan CO2 pertumbuhannya cukup
tinggi, sedangkan mikroorganisme proteolitik yang menyebabkan kebusukan &
mikroorganisme lipolitik penyebab ketengikan pertumbuhannya terhambat.
1. Keuntungan fermentasi adalah:
a. Beberapa hasil fermentasi (asam dan alkohol) dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme beracun, contohnya: Clostridium
botulinum (pH 4,6 tidak dapat tumbuh dan tidak membentuk toksin).
b. Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya
(mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicera dan mensintesis
vitamin kompleks, contoh vitamin B12, riboflavin, provitamin A)
c . Dapat terjadi pemecahan bahan yang tidak dapat dicerna oleh
enzim-enzim, contohnya selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi
gula sederhana.
2. Kerugian dari fermentasi salah satunya adalah dapat menyebabkan
keracunan karena terbentuknya toksin seperti tempe bongkrek dapat menghasilkan
racun.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi


a. Oksigen
Acetobacter bersifat aerobik (suka 02), ragi bersifat anaerobik (tidak
suka 02), S. Cerevisiae (ragi roti), S. Ellipsoideus (ragi anggur) tumbuh
lebih baik dalam
keadaan acrobik tetap! melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih
cepat pada anaerobik.
b. Garam
Mikroorganisme pembentuk asam laktat (acar, sayur asin, sosis, dll)
toleranterhadap kadar garam 10-18%. Mikroorganisme proteolitik
tidak toleran garam
2,5%, terutama kombinasi garam dan asam.
c. Produk-Produk Fermentasi Sayuran
Syarat: Asal cukup mengandung gula dan zat gizi lainnya untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat.
1) Faktor-faktor lingkungan yang perlu diperhatikan adalah:
 anaerobik
 cukup kadar garam,
 suhu,
 tersedia bakteri asam laktat.
Yang memulai fermentasi adalah Lactobacillus mesenteroides dan diakhiri
oleh berbagai jenis Lactobacillus.
2) Roti
Mikroorganisme yang berperan adalah Saccharomyces cerevisiae. Adonan
roti terdiri atas campuran tepung terigu, air, garam, ragi, gula, telur.
Kondisi untuk fementasi yeast:
Fakultatif anaerob
 pH:1,5-8,5
 aw:0,6-09
 Suhu: 20 -459C
Contoh produk pangan hasil fermentasi veast: roti, bir dan wine.

4) Aspek yang perlu diperhatikan pada fermentasi bahan pangan:

a. Substrat (zat gizi pada bahan pangan, meliputi karbohidrat, protein,


lemak, dan mineral)
b. Mikrobia
c. Faktor lingkungan: aw, oksigen, suhu, kelembaban, dll

5) Urutan zat gizi yang dipecah oleh mikrobia


a. Karbohidrat seperti gula, alkohol, asam
b. Protein
c. Lemak

6) Tipe Fermentasi ada dua:

a. Fermentasi Aerob
b. Fermentasi Anaerob

7) Perubahan bahan pangan karena fermentasi mikrobia:

a. Mikroba fermentative memecah karbohidrat


b. Mikrobia proteolitik memecah protein sehingga menghasilkan bau
busuk
c. M ikrobia lipolitik memecah lemak sehingga menghasilkan bau tengik

Pada dasarnya, fermentasi adalah menumbuhkan mikrobia fermentatif


menekan pertumbuhan mikrobia proteolitik dan lipolitik. Bahan pangan
hewani mengandung banyak protein dan lemak. Pada pangan hewani,
tidak terjadi fermentasi, namun terjadi pembusukan dan ketengikan. Hal
yg perlu diperhatikan pada fermentasi bakteri:
1. Substrat: karbohidrat, protein, lemak
2. pH: sekitar 5-8
3. aw:>0,9
4. Suhu: biasanya antara 20 -30C

Fermentasi dengan yeast (khamir / ragi):


1. Bersel tunggal
2. Ukuran 5-10 kali lebih besar dari bakteri
3. Bentuk: bulat, oval, silinder, segitiga, seperti botol, seperti lemon, dll
4. Eukariotik.

C. Kapang
Jenis kapang digunakan dalam fermentasi bahan pangan seperti kecap, tempe,
dll. Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa
Latin "fervere" yang berarti merebus (to boil), Arti kata dari Bahasa Latin tersebut
dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini
disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian.
Gelembung-gelembung karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anacrobik
terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli
biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia
dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik.
1. Jenis mikroorganisme yang digunakan terbatas dan disesuaikan dengan produk
akhir yang dikehendaki.
2. Hasil fermentasi tergantung jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroorganisme
dan lingkungan.
Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas,
yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari
pembiakan mikroorganisme. Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Arti kata fermentasi berubah
pada saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang menunjukkan
penguraian gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur
melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang
difermentasi, ehingga dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya
dengan enzim. Untuk beberapa lama, fermentasi yang terutama dihubungkan
dengan karbohidrat, dan sampai ekarang masih sering digunakan. Padahal
pengertian fermentasi tersebut lebih luas lagi, menyangkut juga perombakan
protein dan lemak oleh aktivitas mikroorganisme. Fermentasi dengan
mold/kapang:
1. Multiseluler (banyak sel).
2. Bentuk: benang (filamen).
3. Mudah dilihat karena berserabut seperti kapas.
4. Eukarotik.
5. Terdiri dari hifa (kumpulan benang-benang). Kumpulan hifa.
6. Membentuk miselium.
7. Beberapa memiliki septa (penyekat) pada hifa.
8. Mold lebih besar dari yeast.

Kondisi fermentasi Mold:


1. Aerob
2. Suhu 20-37 derajat celcius

Produk-Produk Fermentasi Kapang:

1. Tempe
2. Tauco
3. Tape Singkong
4. Tapai Ketan, dll.

D. Yoghurt
Yoghurt merupakan produk fermentasi susu. Starter atau bibit yang
digunakan adalah bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus) dengan perbandingan yang sama. Bakteri asam laktat mampu
memproduksi asam laktat, maka produk yang terbentuk berupa susu yang
menggumpal dengan rasa asam dan cita rasa yang khas.
Yoghurt merupakan produk susu bergizi tinggi, kaya akan kalsium, rendah
lemak, bebas laktosa sehingga cocok untuk penderita laktosa intoleransi. Selain itu
kandungan gizi dalam yoghurt sangat baik untuk kesehatan terutama untuk menjaga
keasaman lambung dan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen di usus. Untuk
meningkatkan mutu yoghurt sebagai minuman kesehatan, dapat ditambahkan bakteri
probiotik, misalnya bakteri probiotik Lactobacillus acidophilus yang telah teruji
mampu menurunkan kadar kolesterol.
Yoghurt merupakan produk susu terkoagulasi/semi solid yang diperoleh dari
fermentasi usu oleh bakteri asam laktat., Secara tradisional bakteri yang berperan
terutama dari jenis Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus. Kedua jenis bakteri ini bersimbiosa dimana S. Thermophilus
memfermentasikan laktosa pada susu menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan
protein susu menjadi terurai. Kondisi ini mendukung pertumbuhan L. bulgaricus yang
berkembang pesat saat pH telah turun sampai sekitar 4.5. Di sisi lain dalam
pertumbuhannya L. bulgaricus menghasilkan asam-asam amino dalam jumlah cukup
khususnya histidin, yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan produksi asam oleh S.
thermophilus.

E. Tape
Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Tape merupakan suatu hasil yang dibuat dari bahan-bahan yang bersumber
tinggi karbohidrat seperti ubi, singkong, dan beras ketan, dengan diberi ragi dalam
proses pembuatann ya. Pada hakekatnya, semua makanan yang mengandung
karbohidrat dapat diolah menjadi tape. Namun yang umum dibuat tape sampai saat
ini, adalah ubi kayu dan beras ketan (putih atau hitam).
Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh
jamur Saccharomyces cerevicae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah
karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alkohol dan karbondioksida. Selain
Saccharomyces cerevicae, dalam proses pembuatan tape in i terlibat pula
mikroorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera.
Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula
sederhana (glukosa).
Berdasarkan bahan bakunya, ada berbagai jenis tape antara lain tape ketan,
tape singkong, tape beras, tape sorgum, tape pisang, tape ubi jalar, tape sukun. Nama-
nama tape ini disebut sesuai dengan bahan pembuat tape, seperti tape singkong dibuat
dari singkong. 'Tape mempunyai karakteristik, seperti cita rasa dan aroma yang khas
yaitu gabungan antara rasa manis, sedikit asam, dan cita rasa alkohol dan memiliki
tekstur yang lunak.

F. Tauco
Tauco merupakan suatu produk berbentuk semi-cair dari hasil fermentasi kedelai
sebagai bahan baku utama (Gambar 5.5). Pada pembuatan tauco, kedelai dicerna oleh
kombinasi aktivitas mikroba. Di Jepang, makanan yang sejenis dengan tauco disebut
miso, di China disebut chiang, di Korea disebut doenjang, dan di Thailand disebut
tauchieo.
Produk pangan asal kedelai ini diolah secara tradisional dan dikenal serta
disukai terutama karena cita rasanya. Pembuatan tauco melalui 2 tahap fermentasi,
yaitu fermentasi oleh kapang dan fermentasi dalam larutan garam. Bentuk produk
tauco adalah pasta (tauco basah) atau kering (tauco kering), mempunyai cita rasa yang
spesifik yaitu adanya aroma daging (meat flavoring agent) dan rasa yang asin.
Karakteristik tauco yang ada di Indonesia mirip dengan karakteristik miso di Jepang
yang sudah dikenal dan disukai di dunia.
G. Tempe
Tempe merupakan produk fermentasi yang memiliki ketergantungan pada
berbagai faktor yang harus selalu diikuti dan dikontrol untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia,
terbuat dari kedelai yang telah dimasak atau bahan lain seperti kacang, kara, benguk
ataupun kelapa. Sebagian besar tempe dibuat dari berbagai varietas kedelai ataupun
campuran dengan komoditi lain untuk mendapatkan zat gizi yang maksimal.
Tempe berwarna putih, diliputi oleh miselium yang diproduksi oleh kapang
hasil fermentasi dari kedelai tanpa kulit, perendaman, pemasakan dan kemudian
dibungkus sesuai selera. Tempe memiliki potensi besar untuk menjadi produk pangan
unggulan. Disamping banyak mengandung protein, tempe juga kaya akan zat-zat gizi
lainnya seperti vitamin B12, zat besi dan senyawa antioksidan. 'Tempe sudah
merupakan makanan utama dan menjadi alternatif pengganti daging di Indonesia.
Cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh para pengrajin tempe di
Indonesia yaitu kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk memilih kedelai yang baik
dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya
berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90
menit. Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah
perendaman kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk tahap selanjutnya
kedelai dapat direbus atau dikukus lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya
perebusan yang kedua ini jarang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah
didinginkan dan ditiriskan diberi laru tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan
dilakukan pemeraman selama 36-48 jam.
Cara pembuatan tempe yang lain yaitu sama dengan cara pembuatan tempe
yang biasanya dilakukan pengrajin tempe/tradisional. Perbedaannya adalah terletak
pada tahap pengupasan kulit kedelai. Dimana pada cara tradisional kedelai direbus
dan direndam bersama kulitnya atau masih utuh. Sedangkan pada cara ini,
sebelumnya kedelai telah dikupas kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan alat
pengupasan kedelai. Tahap- tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional. Tempe
yang dibuat dengan cara ini warnanya (warna kedelai) lebih pucat bila dibandingkan
dengan cara lama. Hal ini disebabkan karena pada cara ini kedelai direbus dan
direndam dalam keadaan sudah terkupas kulitnya sehingga ada zat-zat yang larut.

BAB VI : TEKNOLOGI PANGAN DENGAN GARAM, ASAM, GULA, DAN BAHAN


TAMBAHAN PANGAN

Garam, asam, gula, dan Bahan Tambahan Pangan merupakan pelengkap dapur yang
digunakan oleh manusia sebagai peningkatan kualitas makanan. Bahan-bahan tersebut
dipergunakan juga sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih
dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan. Dalam
pengawetanmakanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan
bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi
pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri digunakan untuk
memperpanjang masa simpan bahan makanan.

A. Garam
Di Indonesia, garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan
makanan, terutama ikan, telur, daging serta bahan pangan lainnya. Garam sudah
digunakan dahulu kala dalam pengawetan makanan. Penggunaannya kini telah meluas
bagi berbagai bahan pangan. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Garam akan terionisasi dan menarik sejumlah
molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar,
maka makin banyak ion hidrat dan molekul air terjerat, sehingga menyebabkan aw
(aktivitas air) bahan pangan menurun. Aktivitas garam dalam menarik air ini erat
kaitannya dengan peristiwa plasmolisis, dimana air akan bergerak dari konsentrasi
garam rendah ke konsentrasi garam tinggi karena adanya perbedaan tekanan osmosis.
Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan menarik air dari
bahan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat berkembang biak karena
menurunnya aktivitas air. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga
pembentuk spora, akan mudah terhambat pertumbuhannya, wvalapun dengan kadar
garam yang rendah sekalipun (yaitu lebih kurang 6%). Mikroorganisme patogenik,
termasuk Clostridium botulinum dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10-12%.
Tetapi banyak mikroba, khususnya spesies Lactobacilus dan Leuconostoc dapat
berkembang dengan cepatnya apabila terdapat garam, dan dikuti pembentukan asam
yang dapat menghambat mikroba lainnya yang tak dikehendaki.
Garam dapat juga mempengaruhi aw pada suatu substrat sehingga dapat
mengontrol pertumbuhan mikroba. Beberapa mikroba seperti halofilik, dapat tumbuh
pada larutan garam jenuh. Pada fermentasi oleh Leuconostoc, Lactobacillus dan
Pediococcus, asam yang dihasilkan lebih sedikit (PH 4.0 - 4.5) daripada fermentasi
sayuran. Keasaman tersebut tidak dapat berfungsi sebagai pengawet tanpa adanya
garam, Penggunaan garam sebagai bahan pengawet mempunyai kelebihan dan
kekurangan.

B. Asam
Asam, mempunyai dua pengaruh anti mikroorganisme : pengaruhnya terhadap PH
sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai, yang beragam untuk
asam-asam yang berlainan. Pada pH yang sama, asam asetat lebih bersifat
menghambat terhadap mikroorganisme tertentu dari pada asam laktat.
Asam-asam benzoat, parahidroksi benzoat dan asam sorbat juga menunjukkan
pengaruh anti mikroorganisme yang berbeda-beda. Banyak produk asinan yang
mempunyai kestabilan mikroorganisme tersendiri akibat dari pengaruh pengawetan
dari asam itu sendiri. Salah satu asam yang penting yaitu asam asetat, telah
dikembangkan dari pengalaman bertahun-tahun bahwa kadar asam asetat minimum
yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya awet yang memuaskan untuk produk
produk acar adalah 3,6% berdasarkan bahan-bahan mudah menguap dari produk.
Adanya gula, garam, rempah-rempah dan lain-lain, menurunkan kebutuhan akan
asam, karena kadar air yang tersedia dalam produk telah diturunkan dan bahan-bahan
tersebut mempunyai sifat anti mikroorganisme.
Asam, terutama asam asetat dan asam laktat terdapat dalam bahan pangan
sebagai asam yang ditambahkan atau sebagai hasil fermentasi dari komponen
karbohidrat, Hasil fermentasi yang penting diperoleh dari perubahan alkohol menjadi
asam asetat oleh spesies acetobacter. Asam mempun yai dua pengaruh yang
berhubungan dengan aktivitas anti mikroba. Yang pertama karena pengaruhnya
terhadap pH, yang kedua karena sifat meracun yang khas dimana sifat meracunnya
berbeda-beda pada setiap jenis asam. Jadi, pada pH yang asam, asam asetat lebih
bersifat menghambat terhadap mikroba tertentu daripada asam laktat, dan daya
meracunnya lebih besar daripada asam sitrat. Asam benzoat, asam parahidroksi dan
asam sorbat memperlihatkan juga pengaruh anti mikroba yang berlainan. Di samping
sebagai bahan pengawet, asam juga dipergunakan untuk menambah rasa asam, untuk
mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung
pektin, memperbaiki tekstur dari jeli dan jam, membantu ekstraksi pektin dan pigmen
dari buah-buahan dan sayur-sayuran, dan menaikkan keefektifan benzoat sebagai
pengawet.

C. Gula
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk
makanan. Beberapa diantaranya, yang biasanya dijumpai termasuk selai, jeli, sari
buah pekat, sirup buah-buahan beku dalam sirup, acar manis dan madu. Gula
merupakan salah satu bahan makanan yang penting dalam proses pengolahan pangan
terutama dalam pembuatan roti dan kue serta minuman segar. Dipasaran terdapat
berbagai jenis gula yang umum digunakan untuk pengolahan pangan, diantaranya:
1. Gula tebu
2. Gula kelapa
3. Gula aren
4. Gula invert yang terdiri dari glukosa dan fruktosa
5. Molase
6. Laktosa
7. Maltosa

Setiap jenis gula tersebut diatas mempunyai karakteristik masing-masing yang


merupakan dasar pertimbangan untuk digunakan sebagai campuran pada pembuatan
olahan makanan dan minuman. Fungsi gula dalam pengolahan makanan antara lain:

1. Memberikan rasa manis


2. Makanan khamir selama fermentasi roti
3. Membantu dalam pembentukan warna
4. Sebagai bahan pengawet
5. Menambah nilai nutrisi produk

Gula dapat mengikat air secara efisien, maka penambahan gula ke dalam sebuah
produk akan memberikan efek pengawetan karena air tidak lagi tersedia untuk
pertumbuhan organisme pembusuk. Pengawetan buah-buahan ataupun produk-produk
lainnya dengan gula (seperti selai) atau madu telah dipraktekkan selama lebih dari
2000 tahun. Gula merupakan bagian dasar yang penting pada berbagai makanan
olahan Permen tanpa gula akan kehilangan volumenya hingga 60%, sedangkan
berbagai jenis cake akan kehilangan 15-30% volumenya tanpa adanya gula. Gula
dipergunakan sebagai bahan pengawet pada berbagai macam makanan terutama pada
pabrik pembuat makanan jadi seperti jam, jeli, marmelade, sari buah pekat, sirup
buah-buahan, manisan buah-buahan, kulit buah atau umbi-umbian, buah- buahan beku
yang dimaniskan, acar manis, susu kental manis, dan lain-lain. Apabila gula
ditambahkan ke dalam bahan makanan dengan konsentrasi tinggi (40%) maka
sebagian dari air yang ada menjadi tidak ersedia (berkurang) untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas air (aw). Konsentrasi gula yang cukup tinggi (70%)
sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada umumnya gula dipergunakan
dengan salah satu teknik pengawetan lainnya, misalnya dikombinasikan dengan
keasaman yang rendah, penggunaan suhu tinggi, dan kemasan aseptik.

BAB VII : TEKNOLOGI PANGAN DENGAN SUHU TINGGI

A. Metode Pengawetan Suhu Tinggi


1. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta
spora-sporanya hingga menjadi steril. Jadi pengertian steril adalah kondisi
tampa hama atau bebas mikroorganisme. Sterilisasi absolut ulit dicapai pada
pengolahan pangan sehingga ada istilah sterilisasai komersial. Sterilisasi
komersial adalah proses sterilisasi dengan kondisi suhu tinggi dalam waktu
yang cukup lama sehingga tidak ada lagi mikroba yang hidup pada produk
tersebut, Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan memiliki daya tahan
hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora mikroba bersifat tahan
panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu
121C.
Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat efektif untuk
sterilisasi karena menggunakan suhu jauh di atas titik didih. Ini berarti bahwa
setiap partikel dari makanan tersebut harus menerima jumlah panas yang
sama. Misalnya jika suatu makanan dalam kaleng akan disterilisasi, maka
beberapa tempat pada makanan di dalam kaleng tersebut lebih lambat
menerima panas. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi sebenarnya
tergantung dari besarnya kaleng yang digunakan dan kecepatan perambatan
panas dari makanan tersebut. Proses ini dapat menyebabkan sel mikroba
hancur dengan cepat. Contoh produk hasil sterilisasi antara lain: sarden,
kornet, buah dalam kaleng, selai, sirup, saos, sambal, dan lain-lain.
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan,
tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak.
Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya
mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami perubahan
sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2
macam istilah, yaitu:
a. Sterilisasi Biologis, yaitu tingkat pemanasan yang mengakibatkan
musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang
dipanaskan.
b. Sterilisasi komersial, yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua
mikrobayang bersifat patogen dan pembentukracun telah mati.

Sterilisasi komersil (commercial sterilization) adalah sterilisasi yang


biasanya dilakukan terhadap sebagian besar makanan-makanan di dalam
kaleng atau botol. Makanan yang steril secara komersil berarti semua
mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan
tersebut telah dimatikan, demikian juga semua mikroba pembusuk.
Mikroba lain mungkin saja ada di dalam makanan tersebut tetapi berada di
luar perhatian. Di dalam makanan ini mungkin masih terdapat sedikit
sekali spora bakteri yang tahan panas, tetapi tidak dapat berkembang biak
secara normal. Jika spora tersebut diisolasi dari makanan dan diberikan
kondisi yang sesuai maka dapat hidup seperti biasa. Dengan demikian
produk pangan yang telah mengalami sterilisasi akan mempunyai daya
awet yang tinggi serta umur simpan yang lama menjadi beberapa bulan
sampai beberapa tahun.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora
bakteri patoger termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Produk
yang sudah diproses dengan terilisasi komersial sebaiknya disimpan pada
kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Penyimpanan
pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50C) harus dihindari, karena jika ada
spora bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng
maka dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan
kebusukan, misalnya bakteri Bacillus stearothermophillus.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada
bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam
rendah. Bahan pangan yang termasuk ke dalam kategori ini adalah bahan
pangan hewani seperti: daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis
sayuran seperti: buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah
mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang
dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan
kaleng. Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan
pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan
pada suhu 121°C selama 15 menit dengan menggunakan uap air
bertekanan dalam autoklaf.

2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan pemanasan
pada suhu 65C selama 30 menit. Nama ini diambil dari penemunya yaitu
Louis Pasteur seorang ahli mikrobiologi terkenal berkebangsaan Prancis.
Louis Pasteur, yang menemukan bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan
pada minuman anggur (wine) dapat diinaktifasikan dengan memberikan
perlakuan panas pada suhu cukup tinggi tetapi masih di bawah titik didih air.
Proses pemanasan inilah yang kemudian dikenal dengan proses pasteurisasi.
Pasteurisasi kemudian berkembang dan diaplikasikan secara luas pada susu
dan sampai saat ini merupakan proses yang paling populer di industri
persusuan dunia.
Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroba
patogen (penyebab penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim
yang dapat merusak mutu (misalnya pada sari buah). Oleh karena itu harus
diketahui terlebih dahulu bahwa mikroba penyebab kebusukan yang utama
adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir pada
sari buah). Proses pasteurisasi yang dilakukan pada suhu dan waktu tersebut,
menyebabkan sebagian besar mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti
bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya
serta mikroba penyebab kebusukan telah mati, namun jenis mikroba lainnya
tetap hidup.
Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur,
makanan asam serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses
pasteurisasi tidak terlalu merusak kandungan gizi serta mengubah aroma dan
cita rasa. 'Tetapi karena tidak semua jenis mikroba mati dengan proses ini,
produk hasil pasteurisasi biasanya tidak memiliki umur simpan yang lama.
Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan, biasanya hanya tahan 1-
2 hari dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu pendingin hanya dapat
bertahan hingga seminggu. Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurïsasi
harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah
dan modifïkasi kemasan.
Proses pasteurisasi hanya mampu membunuh sebagian populasi
mikroba namun proses pasteurisasi sering diaplikasikan terutama jika: 1.
Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan
terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu). 2. Tujuan utama proses
pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme patogen (penyebab
penyakit; misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat
merusak mutu (misalnya pada sari buah). 3. Diketahui bahwa mikroorganisme
penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif
terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari buah); 4. Akan digunakan cara
atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses
pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses
pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut
(misalnya) pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, pengemasan
yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain).
Jadi, secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-
sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentukan toksin maupun pembusuk.
Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi di
antaranya adalah bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium
tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan
tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Di samping itu,
pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri-bakteri pembusuk yang tidak
berspora seperti Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus, Leuconostoc,
Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir.
Dengan demikian, secara umum proses pasteurisasi dapat
mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan
pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir,
kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya
sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik,
Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan
dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan,
terutama nilai pH.
Pasteurisasi yang dilakukan pada susu dan sari buah menggunakan suhu
dibawah 100'C. Contohnya: pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61-63C
selama 30 menit, sedangkan pada sari buah dilakukan pada suhu 63 - 740C
selama 15-30 menit. Proses pasteurisasi dilakukan dengan cara hot water bath
Wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat)
dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Kemudian air
dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100C (71- 85C), sehingga
aroma dan flavor tidak banyak berubah. Metode pasteurisasi yang umum
digunakan yaitu:
a. HTST (High Temperature Short Time), yaitu pemanasan dengan suhu
tinggi sekitar 75 derajat celcius dalam waktu 15 detik, menggunakan alat
yang disebut Heat Plate Exchanger.
b. LTLT (Low Temperature Long Time), yaitu pemanasan dengan suhu
rendah sekitar 60 derajat celcius dalam waktu 30 menit.
c. UHT (Ultra High Temperature), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130
derajat celcius selama hanya 0,5 detik, dan pemanasan dilakukan dengan
tekanan tinggi.

3. Blansir
Blansir adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap
5 menit. Blansir buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu 82-93C selama
berfungsi untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan
pangan tersebut, di antaranya adalah enzim katalase dan peroksidase yang
merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas di dalam sayur-sayuran.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan
yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran
dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu:
a. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam
bahan
b. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman,
sehingga mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh
keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng
c. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan
pengisian bahan ke dalam wadah.
d. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki.
e. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran.
f. Memperbaiki warna produk, antara lain memantapkan warna hijau sayur-
sayuran.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas
(merebus) atau dengan uap air (mengukus atau steam blanching).
Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air
mendidih. Sayur-sayuran atau buah-buahan yang akan diblansing
dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke
dalam panci dengan suhu blansing biasanya 82 -83C selama 3-5 menit.
Setelah blansing cukup waktunya, keranjang kawat diangkat dari panci
dan segera didinginkan dengan air.
Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena
warna bahan akan menjadi kusam. Caranya adalah dengan mengisikan
bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam
kukusan yang berisi air mendidih. Kukusan ditutup dan langkah
selanjutnya sama dengan cara perebusan.
Contoh produk pangan dengan pengolahan suhu tinggi antara
lain saos, sirup dan sarden. Cara pembuatan saos tomat sangat
sederhana sehingga mudah diterapkan. Pada prinsipnya pembuatan
saos tomat adalah pengambilan sari buah tomat masak kemudian diberi
bumbu dan dimasak sampai mencapai ketentalan tertentu, dengan
penambahan bahan pengental antara lain ubi jalar kuning, CMC,
tapioca atau maizena.

B. Menentukan Suhu Pemanasan


Panas merupakan suatu bentuk energi yang diartikan sebagai pertukaran energi
diantara dua macam benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau
pemindahan panas dapat terjadi secara:
1. Konduksi, terjadi jika energi berpindah dengan jalan sentuhan antar moleku
Atau perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu partikel ke
partikel lainnya tanpa adanya gerakan atau sirkulasi. Perambatan panas secara
konduksi berlangsung secara lambat, Umumnya konduksi terjadi pada bahan
berbentuk padat, seperti daging, ikan, sayur- sayuran, buah-buahan, dan lain-
lain.
2. Konveksi, terjadi jika energi berpindah melalui aliran dalam media cair atau
perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau
sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat yang lainny. Pemanasan secara
konveksi berlangsung secara cepat, Umumnya konveksi terjadi pada bahan
berbentuk cair seperti sari buah, sirup, air, dan lain-lain.
Pada bahan pangan yang dikalengkan, perambatan panas yang terjadi
dapat secara konduksi dan konveksi, contohnya buah-buahan dalam
kaleng yang diberi sirup, perambatan panasnya terjadi secara konduksi
pada buahnya dan konveksi pada sirupnya. Di dalam makanan kaleng
atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling lambat
menerima panas yaitu yang disebut cold point. Pada bahan-bahan yang
merambatkan panas secara konduksi, cold point terdapat di tengah atau
di pusat bahan tersebut, sedangkan pada bahan-bahan yang
merambatkan panas secara konveksi, cold point terletak di bawah atau
di atas pusat yaitu kira-kira seperempat bagian atas atau bawah sumbu.

C. Alat-Alat yang Digunakan dalam Pemanasan


Alat-alat pemanas yang umum digunakan antara lain ketel pasteurisasi dan ketel
sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari
di rumah tangga misalnya alat pamasak nasi (dandang atau kukusan) dan panci
tekan (pressure cooker), sedangkan di pabrik pengolahan digunakan autoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan sterilisasi.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan
dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai
dalam alat-alat sederhana hanya sekitar 100-105⁰C.
Jenis-jenis autoklaf yang digunakan yaitu:
1. Autoklaf statis atau jenis vertikal, suhu maksimum yang bisa
digunakan ialah 121 derajat celcius; bila digunakan suhu lebih tinggi
maka makanan akan rusak karena kontak dengan dinding kaleng yang
panas. Hal ini terjadi terutama pada makanan yang bersifat padat, tetapi
juga pada makanan yang bersifat cair.
2. Autoklaf agitasi atau jenis horizontal, pada autoklaf jenis ini waktu
pemanasan bisa lebih singkat, karena itu terutama digunakan pada
bahan yang bersifat cair atau semi-cair. Kualitas bahan yang dihasilkan
lebih baik. Head Space mempengaruhi agitasi di dalam kaleng, maka
suhu dinding kaleng menjadi lebih rendah. Dengan demikian suhu
pengolahan dapat lebih tinggi dari 121 derajat celcius, dan waktu
pengolahan menjadi singkat.
D. Pengalengan (Canning)
Proses pengalengan ditemukan oleh seorang ahli bernama Spallanzani pada tahun
1765. Dalam percobannya ia membuktikan bahwa makanan yang dimasukkan
dalam botol terutup dengan gabus rapat-rapat dapat terhindar dari kebusukan
apabila botol tersebut dipanaskan cukup lama. Percobaan ini dilanjutkan oleh
Nicolas Appert (1810) dari Perancis yang dikenal sebagai Bapak industri
pengalengan. Pengalengan baru populer setelah penemuan Louis Pasteur (1860).
Kemajuan pesat dalam industri pengalengan baru terjadi setelah tahun 1900,
setelah ditemukannya botol-botol dan kaleng-kaleng yang dapat ditutup
rapat serta cara-cara yang lebih baik untuk membunuh mikroba.
Pengalengan (canning) adalah suatu metode pengawetan bahan pangan yang
siap untuk dimakan dalam wadah yang tertutup rapat (hermetis) dan telah diberi
perlakuan dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan. Prinsip pengalengan
adalah membunuh mikroba dengan menggunakan panas dan mencegah masuknya
mikroba ke dalam wadah. Jenis kemasan yang dapat dipakai untuk pengalengan
makanan adalah kaleng, botol, dan kemasan lentur. Kemasan yang paling banyak
digunakan adalah kaleng dan botol.
Kaleng (tin-plate) adalah lembaran besi yang dilapisi dengan timah putih;,
pada kebanyakan kaleng timah putihnya tidak kurang dari 0,25%. Kaleng
merupakan wadah yang tepat untuk sebagian besar bahan pangan. Bagian dalam
dari kaleng kadang-kadang diberi lagi suatu lapisan yang dikenal sebagai enamel
untuk jenis-jenis makanan tertentu. Fungsi utamanya adalah agar makanan dan
kalengnya mempunyai penampakan (appearance) yang menarik. Enamel harus
mempunyai sifat: tidak beracun, bebas dari bau-bauan dan flavor lain; tahan
terhadap suhu pengolahan, tidak bereaksi dengan makanannya, tahan terhadap
keasaman dan tidak bereaksi dengan pigmen.
Sifat korosif bahan terhadap kaleng biasa dipengaruhi oleh adanya oksigen.
Korosi dipercepat jika pada kaleng terjadi penceratan atau lubang kecil dari
lapisan timah putihnya. Oleh karena itu, penting sekali mengeluarkan udara dari
dalam produk yang dikalengkan dan menggantikannya dengan gas nitrogen (N2)
atau divakumkan.
Keuntungan penggunaan tin-plate yaitu: kuat dan tegar, dapat dibentuk dengan
kecepatan tinggi menjadi kaleng dengan berbagai macam ukuran, memiliki
ketahanan terhadap karat jika disimpan dalam kondisi penyimpanan normal,
memiliki kenampakan yang menarik, tahan terhadap tekanan dan suhu pengolahan
yang tinggi, serta mudah diberi dekorasi.
Botol merupakan kemasan yang terbuat dari gelas, umumnya digunakan untuk
bahan makanan yang bersifat asam, yang hanya memerlukan perlakuan panas
ringan atau untuk bahan pangan yang bersifat sangat korosif seperti saus tomat
dan acar. Ditinjau dari sudut pengolahan, penggunaan botol memerlukan autoklaf
tipe statis dengan kondisi sebagai berikut:
1. Medium pindah panas yang digunakan harus berupa air yang super heated
dengan uap, sehingga suhu mencapai 115-126 derajat celcius dan tekanan 20-
30 psi agar tutup botol tidak lepas.
2. Menaikkan suhu harus lebih lambat.
3. Proses termal harus menggunakan suhu yang lebih rendah dan waktu
pemanasan yang lebih lama.
4. Kecepatan pendinginan harus lebih lambat dan dikerjakan dalam autoklaf,
dengan cara menurunkan suhu dan tekanan secara berangsur-angsur sampai
suhu mencapai 65 derajat celcius, baru dipindahkan ke ruang pendingin.

Tahap-tahap peoses pengalengan yang umum dilakukan adalah:


1. Persiapan bahan mentah yang terdiri dari pemilihan bahan, pemotongan,
dan pencucian yang bertujuan agar bahan mentah yang akan dikalengkan
terdiri dari bahan yang baik, tidak cacat, bersih dan mempunyai bentuk-
bentuk yang diinginkan. Pencucian juga ditujukan untuk mengurangi
jumlah mikroba awal.
2. Blansir, dityjukan untuk menghilangkan udara dari jaringan sayuran atau
buah-buahan, mengurangi jumlah mikroba, memudahkan pengisian karena
bahan menjadi lebih lunak atau lemas dan menginaktifkan enzim yang
dapat menyebabkan perubahan warna. Tergantung dari macam bahan dan
enzimnya, Blansir biasanya dilakukan pada suhu 82-93C selama 3 -5
menit.
3. Pengisian, pada tahap ini harus diperhatikan adanya ruang kosong di
bagian atas kaleng (head space), sehingga pada proses exhausting masih
ada tempat untuk pengembangan isi kaleng. Isi yang terlalu penuh akan
menyebabkan kaleng_ menjadi cembung, sehingga menurunkan mutu
karena dianggap busuk. Selain itu, head space berguna untuk merapatkan
penutupan kaleng. Hal ini dapat terjadi pada saat uap air mengembun di
dalam kaleng, maka tekanan di dalam head space menjadi turun, sehingga
tekanan atmosfer dari luar akan menekan tutup kaleng dan menjadi kuat.
4. Penghampaan (exhausting), bertujuan untuk mengurangi tekanan dari
dalam kaleng yang disebabkan oleh pengembangan pada waktu proses
pemanasan. Dalam hal ini udara, terutama oksigen, yang dapat
mempercepat terjadinya korosi pada kaleng dikeluarkan. Keuntungan lain
dari exhausting adalah mencegah oksidasi makanan di dalam kaleng dan
mencegah pertumbuhan bakteri aerobik. Tanpa exhausting makanan akan
menjadi lunak (bubur) setelah pemanasan karena over pressure. Hal
semacam itu harus dihindari. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain: (i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada
saat produk masih dalam kondisi panas, (iï) memanaskan kaleng beserta
isinya sampai pada suhu 80-95 C dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(i) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
5. Sterilisasi, bertujuan untuk membunuh semua mikroba yang masih
terdapat di dalam kaleng khususnya mikroba pembusuk dan mikroba yang
berbahaya terhadap kesehatan manusia. Kaleng yang sudah ditutup harus
segera disterilisasi untuk mencegah kontaminasi bakteri. Sterilisasi
dilakukan pada suhu 121C selama 20 -40 menit. Setelah proses sterilisasi
selesai, harus segera dilakukan pendinginan yang cepat untuk mencegah
pertumbuhan kembali bakteri thermofilik. Pendinginan dapat dilakukan di
dalam retort sebelum retort dibuka, atau di luar retort dengan cara
menyemprotkan air.

BAB VIII : TEKNOLOGI PANGAN DENGAN SUHU RENDAH

Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah sangat diperlukan walaupun dalam
waktu yang singkat karena bertujuan untuk: mengurangi kontaminasi pada bahan pangan,
mengendalikan kerusakan oleh mikroba, serta mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme
sehingga kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum
dipotong-potong. Mikroba psikrofilik dapat tumbuh sampai suhu pembekuan air 0⁰C atau di
bawahnya dan pertumbuhan akan melambat pada suhu -10⁰C. Apabila air dalam bahan
pangan telah sempurna membeku maka mikroba tidak dapat berkembang biak. Tetapi pada
beberapa bahan pangan sebagian air belum membeku sampai suhu -9,5⁰C, hal ini disebabkan
adanya kandungan gula, garam atau zat-zat lainnya yang menurunkan titik beku. Meskipun
suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba, namun tidak dapat
digunakan untuk membunuh bakteri. Pengaruh pendinginan terhadap bahan pangan yaitu
penurunan suhu, hal ini akan mengakibatkan penurunan proses kimia, proses mikrobiologi,
proses biokimia yang berhubungan dengan kerusakan atau pembusukan. Pada suhu di bawah
0⁰C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es. Pengaruh pembekuan pada
jaringan tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Pengaruh pembekuan pada suhu -12⁰C
belum dapat diketahui secara pasti, oleh sebab itu penyimpanan makanan beku pada suhu di
bawah 180⁰C akan mencegah kerusakan mikrobiologis. Pengolahan dengan suhu rendah
bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan proses metabolisme. Hal ini dilakukan
berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap berlangsung setelah panen,
sampai buah dan sayuran itu membusuk; dan pertumbuhan bakteri di bawah suhu 10⁰C akan
semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Proses metabolisme sendiri terganggu
apabila terjadi perubahan suhu. Sehingga penyimpanan suhu rendah dapat memperpanjang
masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan karena penurunan aktivitas respirasi dan
aktivitas mikroorganisme. Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini
menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses
pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat
dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif
kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan tersebut.

A. Teknik Pengawetan Suhu Rendah


Pengawetan bahan pangan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu: pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing). Pendinginan adalah
pengawetan menggunakan suhu di atas titik beku bahan atau tidak mencapai titik
bekunya yaitu diantara -2 hingga +4C. Pada suhu ini aktivitas mikroba terganggu,
karena rata-rata suhu optimum mikroba terendah adalah 10C meskipun masih ada
yang hidup hingga -15C. Pada kisaran suhu ini, mikroba berusaha menggunakan
energinya untuk bertahan hidup, sehingga aktivitas perkembangan mikroba tersebut
sangat berkurang. Pada proses pendinginan, aktivitas kimiawi dan enzimatis juga
terhambat, Pendinginan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan antara
beberapa hari hingga beberapa minggu. Untuk makanan yang telah diolah dan
dikemas, pendinginan dapat meningkatkan umur simpan relative panjang. Alat yang
biasa digunakan untuk pendinginan adalah refrigrator, dan kotak yang berisi balok-
balok es.
Pendinginan produk pangan umumnya pada suhu -2C sampai -16C, dan tidak
mencapai titik beku dari produk pangan tersebut. Suhu yang dianjurkan pada
penyimpanan produk pangan dapat dilihat pada Gambar 8.1.Selama proses
pendinginan terjadi penurunan suhu air numun tidak mencapai titik beku. Pendinginan
efektif dalam menghambat proses laju metabolism. eperti diketahui bahwa penurunan
suhu hingga 8C dapat menghambat laju metabolisme hingga setengahnya.
Penyimpanan makanan pada suhu dingin, diharapkan dapat memperpanjang masa
simpan, karena suhu rendah dapat menghambat metabolism dan menghambat
pertumbuhan mikroba. Selain itu, penyimpanan suhu dingin dapat mencegah
terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan.
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku.
Pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang-
kadang beberapa tahun. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -129⁰C
sampai -24⁰C, dan pembekuan cepat dilakukan pada suhu -249⁰C sampai-40⁰C.
Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Sedangkan
pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30-27 jam.
Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara
lambat hal ini disebabkan kristal es yang terbentuk sehingga kerusakan mekanis yang
terjadi lebih sedikit, pencegahan pertembuhan mikroba juga berlangsung cepat dan
kegiatan enzim juga cepat berhenti. Bahan makanan yang dibekukan secara cepat
mempunyai mutu lebih baik dari pada bahan pangan yang dibekukan secara lambat.

B. Metode Pembekuan
1. Teknik-Teknik Pembekuan
a. Pembekuan dalam udara dingin
Ada dua sistem yang dapat dipakai dalam pembekuan dengan metode ini
yaitu udara diam dan dengan hembusan udara. Pembekuan dengan udara
diam dilakukan dengan menempatkan bahan pangan yang dikemas atau
yang lepas didalam ruangan pembekuan yang sesuai. Sementara itu,
pembekuan dengan hembusan udara dilakukan dengan menghembuskan
udara dingin dengan kecepatan sangat tinggi dengan bantuan kipas yang
dipasang di dalam ruangan pembekuan.
b. Pembekuan dengan kontak tidak langsung dengan zat pembeku
Suatu logam dicelupkan dalam larutan garam yang didinginkan,
kemudian bahan pangan dikontakkan dengan logam yang didinginkan
dengan zat pendingin (larutan garam). Bahan pangan juga dapat dikemas
dalam kotak karton dan ditempatkan pada sebuah plet logam yang
didinginkan. Plat logam berupa ban berjalan atau staesioner. Dan larutan
pendingin dapat diam atau bergerak secara turbulen.
c. Pembekuan dengan perendaman langsung
Pencelupan langsung bahan pangan dalam suatu zat pendingin cair
merupakan metode yang paling cepat. Produk-produk makanan dapat
dibekukan dengan cepat, karena adanya singgungan langsung antara
bahan pangan dengan zat pendingin yang sangat baik. Bahan pangan dapat
dibekukan dalam sistem cairan, dalam sistem semprotan dan dalam sistem
kabut.

Pemilihan metode pembekuan dapat berdasarkan pada:

a. Mutu produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan.


b. Tipe dan bentuk produk, pengemasan dan lain-lain.
c. Fleksibelitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.
d. Biaya pembekuan untuk teknik alternatif.

Nitrogen cair (titik didih -196⁰C) dan bahan pendingin bersuhu rendah lainnya
menjadi sangat penting akhir-akhir ini sehubungan dengan perannya dalam
pembekuan makanan secara cepat (rapid freezing), dimana teknik pembekuan
lainnya menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir. Perendaman
langsung ke dalam cairan nitrogen telah diganti dengan sistem penyemprotan
langsung pada makanan yang telah didinginkan terlebih dahulu oleh uap
nitrogen yang bergerak berlawanan dengan aliran makanan dalam terowongan
berinsulator yang lurus atau berbentuk spiral. Walaupun biaya operasi
menggunakan nitrogen cair ini lebih tinggi, cara ini mengurangi oksidasi
permukaan makanan yang tidak dikemas dan hilangnya air dari bahan pangan
tersebut, dan keluwesan cara ini memungkinkan pembekuan untuk berbagai
jenis bahan pangan.

2. Pengaruh Pembekuan Pada Jaringan


Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku pada
kisaran suhu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu-waktu
pembeku umumnya menunjukkan garis datar antara 00 dan -5C berkaitan
denganmperubahan air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat
tinggi. Telah ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui
daerah pembekuan ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa
makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi
kerusakan sel dan struktur yang ireversibel yang mengakibatkan mutu
menjadi jelek setelah pencairan, terjadi khususnya sebagai hasil pembentukan
kristal es yang besar.

3. Pengaruh Pembekuan Pada Mikroorganisme


Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku pada
kisaran suhu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu-waktu
pembeku umumnya menunjukkan garis datar antara 0⁰ dan -5⁰C berkaitan
dengan perubahan air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat
tinggi. Telah ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui
daerah pembekuan ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa
makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi
kerusakan sel dan struktur yang ireversibel yang mengakibatkan mutu
menjadi jelek setelah pencairan, hal ini terjadi sebagai hasil pembentukan
kristal es yang besar.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kelebihan Buku
1. Buku Utama
Dari segi cover buku ini sangat menarik dan isi yang dibahas sangat rinci dan
mudah untuk dimengerti. Dan setiap bab mengandung banyak materi yang
mudah untuk dipahami oleh pembaca dan juga tersedia gambar dan tabel jadi
tidak terlihat monoton seperti buku pada umumnya yang hanya kebanyakan
tulisan.

2. Buku Pembanding
Buku ini mempunyai cover yang bagus dan menarik. Dan juga materi yang
disampaikan cukup membuat pembacanya dapat mudah untuk memahami isi
buku.

B. Kelemahan Buku
1. Buku Utama
Di dalam buku utama terlalu banyak kata terulang sehingga menyulitkan
pembaca untuk memahami materi yang ada di buku.

2. Buku Pembanding
Walaupun mempunyai cover yang bagus dan menarik. Buku ini terlalu banyak
kata-kata membuat pembaca cepat merasa bosan.

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Teknologi
Pangan menjelaskan tentang pengolahan dan pemanfaatan rempah-rempah
Indonesia.

B. Saran
Untuk peniliti selanjutnya diharapkan mampu untuk memberikan kritikan
dan pendapat tentang Teknologi Pangan dan juga untuk pembaca selanjutnya
mampu mendapatkan teori dengan baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai